Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel, dan Salep yang Mengandung Etil p-Metoksisinamat dari Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn.)

(1)

i

PERBANDINGAN SIFAT FISIK SEDIAAN KRIM,

GEL, DAN SALEP YANG MENGANDUNG ETIL

P-METOKSISINAMAT DARI EKSTRAK RIMPANG

KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA LINN.)

SKRIPSI

SRY WARDIYAH

1111102000058

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2015


(2)

ii

PERBANDINGAN SIFAT FISIK SEDIAAN KRIM,

GEL, DAN SALEP YANG MENGANDUNG ETIL

P-METOKSISINAMAT DARI EKSTRAK RIMPANG

KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA LINN.)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

SRY WARDIYAH

1111102000058

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

vi

Nama : Sry Wardiyah

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel, dan Salep yang Mengandung Etil p-Metoksisinamat dari Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn.)

Kencur (Kaempferia galanga Linn.) merupakan tanaman yang termasuk suku

Zingiberaceae yang mengandung minyak atsiri, yang terdiri atas etil p-metoksisinamat (EPMS) 30%.EPMS merupakan komponen terbesar dari rimpang kencur yang memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi.EPMS diformulasikan dalam bentuk sediaan setengah padat, yaitu krim, gel, dan salep.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dari ketiga sediaan dan mengetahui sediaan yang paling stabil.Kencur diekstraksi menggunakan pelarut n-heksana, kemudian ekstrak cair dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50ºC. Ekstrak kental yang didapatkan kemudian diisolasi hingga didapatkan kristal EPMS. Selanjutnya diuji kemurniannya menggunakan metode KLT dengan eluen n-heksana : etil asetat (3:2) dan dianalisa menggunakan GCMS. Kristal EPMS yang didapatkan dari hasil isolasi berwarna kuning pucat, berbentuk kristal jarum, dan berbau aromatik khas lemah, dengan titik leleh 49-50ºC. EPMS yang didapatkan kemudian diformulasikan dalam 3 bentuk sediaan setengah padat, yaitu krim, gel, dan salep.Ketiga formula dari masing-masing jenis sediaan dioptimasi untuk mendapatkan formula yang optimal. Masing-masing sediaan yang telah dioptimasi, kemudian dikarakterisasi secara fisik dengan cara melakukan uji organoleptis, homogenitas, pH, daya sebar, viskositas dan sifat alir, serta pengujian stabilitas sediaan (cycling test, sentrifugasi, dan penyimpanan pada suhu ruang dan suhu 40ºC).Pengujian sifat fisik ini dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-4.Ketiga jenis sediaan ini disimpan selama 4 minggu pada suhu ruang dan suhu 40ºC.Berdasarkan uji stabilitas, didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa sediaan gel yang mengandung EPMS dari rimpang kencur merupakan bentuk sediaan yang paling stabil, sedangkan sediaan krim dan salep tidak stabil.Karakteristik sediaan gel yaitu berwarna kuning kehijauan, berbau alkohol, homogen, memiliki pHsebesar 6,448;viskositas 27000cPs; daya sebar gel dengan slope 0,0912 cm2/gram; dan sifat alir sediaan adalah aliran plastis tiksotropik.

Kata kunci : EPMS, kencur (Kaempferia galanga Linn.), krim, gel, salep, stabilitas fisik


(7)

vii

Name : Sry Wardiyah

Study Program : Pharmacy

Title : Physical Characteristics Comparison of Cream, Gel, and Ointment that Contain Ethyl p-methoxycinnamic from Kencur Rhizome Extract (Kaempferia galanga Linn.)

Kencur (Kaempferia galanga Linn.) is a plant which is classified as Zingiberaceae that contain essential oil including ethyl p-methoxycinnamate (EPMC) 30%. EPMC is the main component from kencur rhizome that has anti-inflammatory activity. EPMC was formulated into semisolid dosage forms which were cream, gel, and ointment. The purpose of this study were to evaluate the physical characteristics of the dosage forms and to find the most stable dosage form. Kencur was extracted by using n-hexane, and then the liquid extract was concentrated by using rotary evaporator at temperature of 50ºC. Viscous extract was then isolated to obtain EPMC crystals. It was then further tested for purity using TLC with eluent n-hexane : ethyl acetate (3:2) and analyzed by using GCMS. EPMC crystals obtained from the isolated were pale yellow, needle-shaped crystals, and had a distinctive aromatic smell, with a melting point of 49-50ºC. EPMC obtained then formulated into 3 semisolid dosage forms such as creams, gels, and ointments. The three formulas of each type of preparations were optimized to obtain the optimal formula. Each of the optimized preparation was then evaluated for its physical characteristic which included organoleptic test, homogenity, pH, spreading ability, viscosity and flow characteristic, and stability test (cycling test, centrifugation, and stored in room temperature and 40ºCtemperature). Physical characteristic tests were performed at week0 and week 4. The dosage forms were stored for 4 weeks in room temperature and 40ºC temperature. From the stability test, results showed that gel that contain EPMC from kencur rhizome (Kaempferia galanga Linn.) was stable, while the cream and ointment was unstable. The characteristics of gel dosage form were yellow to green colored, smelled alcoholic, homogenous, pH 6,448; the viscosity of 27000cPs; the slopespreading ability of the gel 0,0912 cm2/gram; and the flow characteristic of the dosage form was plastic thicsothropic.

Keywords : EPMS, kencur (Kaempferia galanga Linn.), cream, gel, ointment, physical stability


(8)

viii

Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai.Penulisan skripsi yang berjudul “Formulasi dan Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel, dan Salep yang Mengandung Etil p-Metoksisinamat dari Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga Linn.)” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. dan Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga, saran, dan dukungan kepada penulis selama ini.

2. Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Yardi, Ph.D., Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi dan Nelly Suryani,

Ph.D., Apt., selaku Sekretaris Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Nelly Suryani, Ph.D., Apt., dan Eka Putri, M.Si., Apt., selaku dewan penguji yang telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam penelitian ini. 5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.

6. Kedua orang tua tersayang, ayahanda Aprinal dan ibunda Ramadeni yang telah membesarkan, mendidik, dan senantiasa memberikan kasih sayang, doa yang tak pernah terputus, memberikan semangat, dukungan dan perhatian terbesar bagi penulis baik secara moril maupun materiil.


(9)

ix

8. Teman-teman tersayang (Achi, Rizza,Astri,Fio, Brasti, Fiza, Fitri, Maharani, Inten, dan Wardah) yang selalu ada dan tak henti memberikan semangat, dukungan, dan saran kepada penulis selama ini.

9. Teman-teman seperjuangan “Geng Unyils” Icho danArin atas kebersamaan, bantuan, dukungan dan saran yang telah diberikan kepada penulis.

10.Rhesa, Reza, Ali, Nicky, Haidar, Sutar, dan Aziz yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

11.Atikah, Rizky F., Rama, Aditya, Rizki S, Anggia dan seluruh keluarga besar IPA3 yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama ini.

12.Kak Nanda, Kak Bustami, dan kakak-kakak Bimbingan Tes Alumni yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama ini.

13.Seluruh kakak laboran yang telah membantu penulis melakukan penelitian. 14.Teman-teman Farmasi 2011, khusunya Farmasi 2011 AC atas kebersamaan,

kekeluargaan, dukungan dan bantuan selama ini.

15.Nunud, Dian, Azmi, Risha, Afina, Zakiyah, Lilis, Icak, Noni dan seluruh keluarga besar Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungannya kepada penulis. 16.Serta kepada semua pihakyang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu farmasi pada khususnya.

Ciputat, Juli 2015 Penulis


(10)

(11)

xi

Hal

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1.Tumbuhan Kencur ... 4

2.1.1. Taksonomi Tumbuhan ... 4

2.1.2. Habitat Tumbuh ... 5

2.1.3. Morfologi ... 5

2.1.4. Kandungan Kimia ... 6

2.1.5. Manfaat Tumbuhan ... 7

2.2.Ekstraksi ... 8

2.2.1. Ekstrak ... 8

2.2.2. Ekstraksi ... 8

2.3.Kromatografi ... 12

2.4. Krim ... 14

2.4.1. Definisi Sediaan Krim ... 14

2.4.2. Fungsi Krim ... 15

2.4.3. Kualitas Dasar Krim ... 16

2.4.4. Bahan-bahan Penyusun Krim ... 16

2.4.5. Metode Pembuatan Krim ... 17

2.4.6. Stabilitas Sediaan Krim ... 18


(12)

xii

2.5.3. Kegunaan Gel ... 23

2.5.4. Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Gel ... 24

2.5.5. Sifat dan Karakteristik Gel ... 24

2.5.6. Metode Umum Pembuatan Gel ... 26

2.6. Salep ... 26

2.6.1. Definisi Sediaan Salep ... 26

2.6.2. Penggunaan Salep ... 27

2.6.3. Karakteristik Salep... 27

2.6.4. Eksipien dalam Sediaan Salep ... 27

2.7. Stabilitas dan Uji Kestabilan Fisik ... 31

2.8. Formulasi Sediaan Setengah padat ... 32

2.8.1. Setil Alkohol ... 32

2.8.2. Isopropil Miristat ... 33

2.8.3. Asam Stearat ... 33

2.8.4. Trietanolamin ... 34

2.8.5. Minyak Zaitun ... 35

2.8.6. Propilen Glikol... 35

2.8.7. Metil Paraben ... 36

2.8.8. Propil Paraben ... 37

2.8.9. Natrium Metabisulfit ... 38

2.8.10. Karbopol ... 39

2.8.11. Hidroksipropil Metilselulosa ... 40

2.8.12. Vaselin Album ... 41

2.8.13. Cera Alba ... 42

2.8.14. Lanolin Anhidrat ... 42

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 43

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

3.2. Alat dan Bahan ... 43

3.2.1. Alat ... 43

3.2.2. Bahan ... 43

3.3. Prosedur Penelitian ... 44

3.3.1. Isolasi Kristal EPMS ... 44

3.3.1.1.Pengambilan Sampel ... 44

3.3.1.2.Penyiapan Simplisia ... 44

3.3.1.3. Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur ... 44

3.3.2. Identifikasi Kristal EPMS ... 45

3.3.2.1. Pemeriksaan Organoleptis ... 45

3.3.2.2. Pengukuran Titik Leleh ... 45

3.3.2.3.Identifikasi Senyawa EPMS menggunakan GCMS ... 45

3.3.3. Optimasi Formula Sediaan Setengah Padat ... 46

3.3.3.1. Krim ... 46

3.3.3.2. Gel ... 47

3.3.3.3. Salep ... 47


(13)

xiii

3.3.4.3. Penentuan pH Sediaan ... 49

3.3.4.4. Pemeriksaan Viskositas dan Sifat Alir ... 49

3.3.4.5. Pemeriksaan Daya Sebar ... 49

3.3.4.6.Uji Stabilitas ... 49

BAB 4HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1.Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur ... 51

4.2.Identifikasi Kristal EPMS ... 52

4.3.Optimasi Formula Sediaan ... 53

4.3.1. Krim ... 53

4.3.2. Gel ... 54

4.3.3. Salep ... 55

4.4.Evaluasi Sifat Fisik Sediaan ... 55

4.4.1. Organoleptis ... 56

4.4.2. Homogenitas ... 57

4.4.3. Pengukuran Derajat Keasaman (pH) ... 58

4.4.4. Daya Sebar ... 59

4.4.5. Sentrifugasi ... 62

4.4.6. Viskositas dan Sifat Alir ... 63

4.4.7. Cycling Test ... 66

4.4.7.1. Krim ... 66

4.4.7.2. Gel ... 66

4.4.7.3. Salep ... 67

4.4.8. Pengukuran Diameter Globul Rata-rata ... 67

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1.Kesimpulan ... 69

5.2.Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(14)

xiv

Hal

Gambar 2.1.Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) ... 4

Gambar 2.2.Struktur Etil p-Metoksisinamat ... 6

Gambar 2.3.Struktur Setil Alkohol ... 32

Gambar 2.4.Struktur Isopropil Miristat ... 33

Gambar 2.5.Struktur Asam Stearat ... 33

Gambar 2.6.Struktur Trietanolamin ... 34

Gambar 2.7.Struktur Propilen Glikol ... 35

Gambar 2.8.Struktur Metil Paraben ... 36

Gambar 2.9.Struktur Propil Paraben ... 37

Gambar 2.10.Struktur Karbopol ... 39

Gambar 2.11.Struktur Hidroksipropil Metilselulosa ... 40

Gambar 4.1.KLT Isolat Kencur ... 51

Gambar 4.2.Spektrum GCMS EPMSstandar ... 52

Gambar 4.3. Spektrum GCMS EPMS yang diuji ... 53

Gambar 4.4. Kurva Daya Sebar Krim ... 59

Gambar 4.5. Kurva Daya Sebar Gel ... 60

Gambar 4.6. Kurva Daya Sebar Salep ... 60

Gambar 4.7. Kurva Daya Sebar Minggu ke-0 ... 61

Gambar 4.8.Kurva Sifat Alir Krim ... 64

Gambar 4.9. Kurva Sifat Alir Gel ... 64

Gambar 4.10. Kurva Sifat Alir Salep ... 65

Gambar 4.11. Globul Minggu ke-0 ... 68

Gambar 4.12. Globul Setelah Cycling Test ... 68

Gambar 4.13. Globul Minggu ke-4 Suhu Ruang ... 68


(15)

xv

Hal

Tabel 2.1.Pengawet Sediaan Gel ... 22

Tabel 3.1.Formulasi Krim ... 46

Tabel 3.2.Formulasi Gel ... 47

Tabel 3.3.Formulasi Salep ... 47

Tabel 4.1.Hasil Identifikasi Kristal EPMS ... 52

Tabel 4.2.Hasil Uji Optimasi Formula Krim ... 53

Tabel 4.3.Hasil Uji Optimasi Formula Gel ... 54

Tabel 4.4.Hasil Uji Optimasi Formula Salep ... 55

Tabel 4.5.Hasil Pengamatan Secara Organoleptis ... 56

Tabel 4.6.Hasil Pengamatan Homogenitas ... 57

Tabel 4.7.Hasil Pengujian pH ... 58

Tabel 4.8.Data Uji Daya Sebar Krim ... 59

Tabel 4.9.Data Uji Daya Sebar Gel ... 59

Tabel 4.10.Data Uji Daya Sebar Salep ... 60

Tabel 4.11.Data Uji Daya Sebar Minggu ke-0 ... 61

Tabel 4.12.Data Uji Daya Sebar Minggu ke-4 Suhu Ruang ... 61

Tabel 4.13.Data Uji Daya Sebar Minggu ke-4 Suhu 40ºC ... 62

Tabel 4.14.Hasil Uji Sentrifugasi ... 63

Tabel 4.15.Hasil Uji Viskositas ... 64


(16)

xvi

Hal

Lampiran 1.Kerangka Konsep ... 75

Lampiran 2.Bagan Alur Kerja Destilasi Pelarut n-heksana Teknis ... 76

Lampiran 3.Bagan Alur Isolasi Kristal EPMS dari Rimpang Kencur ... 77

Lampiran 4.Gambar Alat Penelitian ... 78

Lampiran 5.Penyiapan Simplisia dan Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur .. 79

Lampiran 6.Perhitungan Rendemen, dan Rf ... 80

Lampiran 7.Data Hasil Uji pH ... 81

Lampiran 8.Data Hasil Pengukuran Daya Sebar ... 82

Lampiran 9.Data Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir ... 87


(17)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dikenal dengan keanekaragaman hayati, salah satunya adalah keanekaragaman floranya.Flora yang beranekaragam ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan organisme lainnya, baik bagi kesehatan, sandang, pangan, dan papan.Dalam kesehatan, banyak sekali tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional.Tanaman obat secara turun temurun telah digunakan bagi masyarakat Indonesia khususnya untuk mencegah, mengobati dan memelihara kesehatan.

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tanaman obat yang bernilai ekonomis cukup tinggi sehingga banyak dibudidayakan dan memiliki potensi untuk dikembangkan.Kencur ini sering digunakan secara empirik sebagai obat tradisional seperti obat batuk, radang lambung, muntah-muntah, nyeri, tetanus, sakit kepala, memperlancar haid, dan influenza (Nie, 2012).Penelitian Sulaiman et al. (2007) melaporkan bahwa ekstrak kencur memiliki aktivitas antiinflamasi yang diuji pada radang akut yang diinduksi dengan karagenan. Menurut Hasanah (2011), rimpang kencur juga sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya adalah untuk mengobati radang (inflamasi).

Kencur merupakan tanaman yang termasuk suku Zingiberaceae yang diketahui mengandung minyak atsiri. Berdasarkan penelitian Inayatullah (1997), tanaman kencur mempunyai kandungan kimia minyak atsiri 2,4-3,9% yang terdiri atas etil-p-metoksisinamat 30% (EPMS). EPMS merupakan komponen terbesar dari rimpang kencur, yang dapat dimanfaatkan karena memiliki aktivitas sebagai tabir surya, analgesik-antiinflamasi dan antibakteri (Ifansyah, 1996).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai aktivitas ekstrak etanol kencur antara lain sebagai penyembuh luka (Tara V., 2006), dan sebagai analgesik dan antiinflamasi (Vittalrao, 2011). Ekstrak minyak atsiri sebagai antibakteri dan antifungi (Tewtrakul et al., 2005), dan ekstrak air dari kencur memiliki aktivitas sebagai antinosiseptif dan antiinflamasi (Sulaiman et al., 2008).Selain itu juga telah dilakukan penelitian menggunakan ekstrak n-heksana


(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kencur, dan didapatkan senyawa EPMS yang diisolasi dari ekstrak kencur yang dimaserasi menggunakan pelarut n-heksana memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi (Mufidah, 2014).

Efek antiinflamasi kencur terutama berasal dari senyawa etil p-metoksisinamat (EPMS).EPMS ini memiliki efek analgesik dan antiinflamasi yang signifikan dengan menghambat sintesis TNF-α dan IL-1.Selain itu, efek ini juga melibatkan penghambatan fungsi vital sel endogen seperti proliferasi, migrasi, dan sintesis dari vaskular endotel growth factor (Umar et al., 2014).Oleh karena itu, EPMS dapat menjadi prekursor potensial untuk pengembangan agen terapi dengan potensi untuk mengobati penyakit yang melibatkan peradangan.

Banyaknya penelitian yang menyatakan bahwa EPMS memiliki aktivitas antiinflamasi menjadi dasar dalam pembuatan formulasi sediaan topikal yang mengandung EPMS. Dengan sistem penghantaran topikal, bahan aktif tidak hanya dihantarkan dengan nyaman, tetapi juga dapat meningkatkan kepatuhan pasien, menghantarkan obat ke kulit dalam penanganan kelainan kulit, dan bila ada permasalahan, penghentian obat lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pemberian obat melalui rute yang lain (Chien et al., 2002). Oleh karena itu, bentuk sediaan yang cocok sebagai pembawa untuk penggunaan topikal ini adalah sediaan setengah padat (krim, gel, dan salep).

Berdasarkan uraian di atas dan sebagai gerakan back to nature dengan memanfaatkan tanaman kencur, penulis melakukan penelitian untuk membuatsediaan krim, gel, dan salep yang mengandung EPMS dari rimpang kencur, serta menguji sifat fisik sediaan tersebut.Pengujian sifatfisik ini dilakukan selama 4 minggu pada suhu kamar dan suhu tinggi, selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan organoleptis, homogenitas, penentuan pH, viskositas, daya sebar, dan sentrifugasi. Dari hasil uji sifat fisik tersebut, selanjutnya akandibandingkan sifat fisik dari ketiga sediaan setengah padat tersebut, sehingga didapatkan sediaan dengan sifat fisik yang paling baik dari ketiga sediaan tersebut.


(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana sifat fisik ketiga sediaan setengah padat(krim, salep dan gel) yang mengandung EPMS dari rimpang kencur tersebut?

2. Manakah dari ketiga sediaan setengah padat (krim, salep dan gel) tersebut yang menunjukkan sifat fisik paling stabil?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui sifat fisiksediaan setengah padat(krim, salep dan gel) yang mengandung EPMS dari rimpang kencur tersebut.

2. Mengetahui sediaan yang paling stabil dari ketiga sediaan tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah faedah bagi perkembangan dunia farmasi mengenai sediaan setengah padat antiinflamasi.

2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis dari kencur (Kaempferia galanga L.) sehingga semakin banyak digunakan oleh masyarakat terutama sebagai antiinflamasi. 3. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan


(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Kencur (Kaempferia galanga L.) 2.1.1. Taksonomi Tumbuhan(USDA)

Kedudukan kencur (Kaempferia galanga L.) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

Gambar 2.1Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)

[Sumber: Koleksi Pribadi]

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu/monokotil) Sub Kelas : Zingiberidae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae (Suku jahe-jahean) Genus : KaempferiaL.

Spesies : Kaempferia galanga L.


(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.1.2. Habitat Tumbuh

Kencur merupakan terna kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air.Kencur tumbuh dan berkembang pada musim tertentu, yaitu pada musim penghujan.Kencur dapat ditanam dalam pot atau di kebun yang cukup sinar matahari, tidak terlalu basah dan di tempat terbuka (Depkes, RI., 1987).

Kencur tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur, sedikit berpasir, dan subur.Namun kencur cukup toleran terhadap tanah yang tidak terlalu subur.Bahkan pada musim kemarau panjang, kencur masih dapat bertahan hidup, namun tampak seolah mati suri.Di musim kemarau, semua daunnya mengering, tetapi rimpang kencur masih dapat bertahan. Saat hujan atau disirami air, maka tunas akan tumbuh kembali (Muhlisah, 1999).

2.1.3. Morfologi

Kencur (Kaempferia galanga L.) termasuk dalam tanaman jenis empon-empon yang mempunyai daging buah paling lunak, tidak berserat, berwarna putih, dan kulit luarnya berwarna coklat.Rimpang kencur mempunyai aroma yang spesifik.Jumlah helaian daun kencur tidak lebih dari 2-3 lembar dengan susunan berhadapan. Bunganya tersusun setengah duduk dengan mahkota bunga berjumlah antara 4 sampai 12 buah, bibir bunga berwarna lembayung dengan warna putih lebih dominan (Depkes, RI., 1987).

Sampai saat ini karakteristik utama yang dapat dijadikan sebagai pembeda kencur adalah daun dan rimpang.Berdasarkan ukuran daun dan rimpangnya, dikenal 2 tipe kencur, yaitu kencur berdaun lebar dengan ukuran rimpang besar dan kencur berdaun sempit dengan ukuran rimpang lebih kecil.Biasanya kencur berdaun lebar dengan bentuk bulat atau membulat, mempunyai rimpang dengan ukuran besar pula, tetapi kandungan minyak atsirinya lebih rendah daripada kencur yang berdaun kecil berbentuk jorong dengan ukuran rimpang lebih kecil. Salah satu varietas unggul kencur dengan ukuran rimpang besar adalah varietas unggul asal Bogor (Galesia-1) yang mempunyai ciri sangat spesifik dan berbeda dengan klon dari daerah lain yaitu warna kulit rimpang cokelat terang dan daging


(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

rimpang berwarna kuning, berdaun membulat, ujung daun meruncing dengan warna daun hijau gelap. (Rostiana et al., 2005).

2.1.4. Kandungan Kimia

Rimpang tumbuhan kencur mengandung saponin, falavonoid, polifenol, dan minyak atsiri (Depkes, 2001).Kencur mengandung pati (4,14 %), mineral (13,73 %), minyak atsiri (0,02 %) berupa sineol, asam metil kanil dan penta dekan, asam sinamat, etil ester, borneol, kamphene, paraeumarin, asam anisat, alkaloid, dan gom (Depkes, RI., 1987).

Kandungan minyak atsiri dalam ekstrak Kaempferia galanga L. yang telah diteliti oleh Umar et al. (2012) di antaranya adalah asam propionate (4,71%), pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-docosadiene (1,47%), beta-sitosterol (9,88%), dan komponen terbesar adalah etil p-metoksisinamat (80,05%). Selain itu pada penelitian Tewtrakul et al. dilaporkan bahwa dalam ekstrak

Kaempferia galanga L. juga mengandung α-pinen, kamphen, karvon, benzene, eukaliptol, borneol dan metil sinamat.

Kandungan kimia utama dalam rimpang kencur adalah etil parametoksi sinamat (terkandung dalam minyak atsiri kencur) yang mempunyai aktivitas analgetik dan diduga bertanggung jawab pula terhadap efek penambah nafsu makan.

Gambar 2.2 Struktur Etil p-metoksisinamat

EPMS termasuk ke dalam senyawa ester yang mengandung cincin benzene dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksan. Dalam ekstraksi suatu senyawa yang diekstrak, keduanya


(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

harus memiliki kepolaran yang sama atau mendekati sama. EPMS adalah suatu ester yang mengandung cincin benzen dan gugus metoksi yang bersifat non polar dan mengandung gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat agak polar menyebabkan senyawa ini mampu larut dalam beberapa pelarut dengan kepolaran bervariasi. Hasil penelitian pada pemilihan pelarut pada suhu kamar didapat bahwa heksan adalah pelarut yang paling sesuai, ditandai dengan persentase hasil isolasi tertinggi yaitu 2,111% yang diikuti etanol yaitu 1,434%, dan etil asetat 0,542%, sedangkan dengan akuades tidak terdapat kristal (Taufikkurohmah et al., 2008).

Isolasi dan pemurnian EPMS ini dapat dilakukan dengan mudah menggunakan metanol sehingga didapatkan kristal berwarna putih. Selain itu EPMS mempunyai gugus fungsi yang reaktif sehingga sangat mudah ditransformasikan menjadi gugus fungsi yang lain (Barus, 2009).

2.1.5. Manfaat Tumbuhan

Kencur dapat mengobati penyakit radang lambung, radang anak telinga, influenza pada bayi; masuk angina, sakit kepala, batuk, menghilangkan darah kotor; diare, memperlancar haid, mata pegal, keseleo, lelah (Anonim, 1987).

Selain itu rimpang kencur juga dapat digunakan sebagai ekspektoransia, diuretika, karminatif, stimulansia, penambah nafsu makan, disentri, tonikum, masuk angina, obat asma, infeksi bakteri, anti jamur (Anonim, 2008).

Ekstrak minyak atsiri kencur memiliki aktivitas antimikroba untuk gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Strptococcus faecalis, Bacillus subtilis), gram negatif (Salmonella typhi, Shigella flexneri, Eschericia coli ATCC 2592), dan juga memiliki aktivitas antifungi pada Candida albicans (Tewtrakul et al., 2005).Ekstrak metanol dari kencur memiliki toksisitas terhadap larva dan pupa Anopheles stephensi dan juga berpotensi sebagai repellent (Dhandapani et al., 2011).Ekstrak air dari kencur memiliki aktivitas sebagai antinosiseptif dan antiinflamasi (Sulaiman et al., 2008).Ekstrak alkohol dari kencur diteliti memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi dan analgesik (Vittalrao et al., 2011), juga memiliki aktivitas sebagai penyembuh luka (Tara V et al., 2006).


(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selain aktivitas dari ekstrak kencur dengan berbagai pelarut, Umar et al. (2012)telah meneliti tentang bioaktivitas dari isolat kencur yang bertanggungjawab dalam aktivitas antiinflamasi yakni etil p-metoksisinamat. Etil p-metoksisinamat (EPMS) menghambat induksi edema karagenan pada tikus dengan MIC 100 mg/kg dan berdasarkan hasil uji in vitro, EPMS secara non-selektif menghambat aktivitas COX-1 dan COX-2 dengan nilai IC50

masing-masing 1,12 µM dan 0,83 µM. Hasil ini memvalidasi aktivitas anti-inflamasi kencur yang dihasilkan oleh penghambatan COX-1 dan COX-2.

2.2. Ekstraksi 2.2.1. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapakan (Soesilo, 1995). Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Tiwari, et al., 2011).

Parameter yang mempengaruhi kualitas dari ekstrak adalah (Tiwari, et al., 2011):

1. Bagian dari tumbuhan yang digunakan. 2. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi. 3. Prosedur ekstraksi.

2.2.2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan bahan aktif sebagai obat dari jaringan tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur yang telah ditetapkan (Tiwari, et al., 2011). Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan pelarutnya.

Ekstraksi merupakan metode pemisahan suatu zat terlarut secara selektif dari suatu bahan dengan pelarut tertentu. Pemilihan metode yang tepat tergantung


(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada tekstur, kandungan air tanaman yang diekstraksi, dan jenis senyawa yang akan diisolasi.

Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, di mana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.

Efektifitas ekstraksi senyawa kimia dari tumbuhan bergantung pada: 1. Bahan-bahan tumbuhan yang diperoleh.

2. Keaslian dari tumbuhan yang digunakan. 3. Proses ekstraksi.

4. Ukuran partikel.

Macam-macam perbedaan metode ekstraksi yang akan mempengaruhi kuantitas dan kandungan metabolit sekunder dari ekstrak, antara lain:

1. Tipe ekstraksi. 2. Waktu ekstraksi. 3. Suhu ekstraksi. 4. Konsentrasi pelarut. 5. Polaritas pelarut.

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi dua cara, yaitu ekstraksi cara panas dan ekstraksi cara dingin (Diitjen POM, 2000).

2.2.2.1.Ekstraksi Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar (Ditjen POM, 2000).

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan dengan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.


(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna. Dalammaserasi(untukekstrakcairan), serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obatyang kontakdenganpelarut disimpan dalam wadahtertutupuntukperiode tertentudengan pengadukan yang sering, sampai zat tertentu dapat terlarut.Metode inipaling cocokdigunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari, et al., 2011).

Modifikasi metode maserasi: 1. Modifikasi maserasi melingkar. 2. Modifikasi maserasi digesti.

3. Modifikasi maserasi melingkar bertingkat. 4. Modifikasi remaserasi.

5. Modifikasi dengan mesin pengaduk. Keuntungan metode maserasi:

1. Peralatannya sederhana.

2. Dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan pemanasan. 3. Zat warna mengandung gugus-gugus yang tidak stabil (mudah

menguap seperti ester dan eter tidak akan rusak atau menguap karena berlangsung pada konndisi dingin.

Kerugian metode maserasi:

1. Waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama. 2. Cairan penyari yang digunakan lebih banyak.

3. Tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai penyarian sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada temperatur ruang. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak),


(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali dari bahan (Ditjen POM, 2000).

2.2.2.2. Ekstraksi Cara Panas

1. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru, dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

2. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

3. Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15 menit. Infusa adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur penangas air di mana bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur yang digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000). Cara ini menghasilkanlarutan encerdarikomponen yang mudah larutdarisimplisia (Tiwari, et al., 2011).

4. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30o

C) dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama 30 menit.Metodeini digunakanuntuk ekstraksikonstituen yang larut dalam airdan konstituen yang stabil terhadap panas dengan caradirebusdalam airselama 15menit (Tiwari, et al., 2011).

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari temperatur suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC (Ditjen POM, 2000).

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya 25-30oC).Iniadalah jenis


(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ekstraksimaserasidi mana suhu sedangdigunakanselama prosesekstraksi (Tiwari,

et al., 2011).

2.2.2.3. Teknik Ekstraksi Lain

1. Sonikasi

Prosedur ekstraksi ini melibatkanpenggunaan gelombangultrasonikdengan

frekuensimulai dari20kHzsampai 2000kHz.Teknik ini

meningkatkanpermeabilitasdindingsel danmenghasilkankavitasi.Meskipun proses iniberguna dalambeberapa kasus, tetapi pada skala besaraplikasinyaterbataskarena biayanya yangtinggi. Satu kelemahan dalam teknik ini adalah efek yang merusak dari energi ultrasonik (lebih dari 20 KHz) yang menyebabkan konstituen tanaman membentuk radikal bebas yang tidak diharapkan (Tiwari, et al, 2011).

2. Supercritical Fluid

Teknik ekstraksi supercritical fluid memberikan fakta bahwa gas dapat berprilaku sebagai cairan ketika berada dibawah tekanan. Salah satu contohnya adalah karbon dioksida yang dapat digunakan untuk mengekstrak biomassa dan memiliki keuntungan bahwa setelah tekanan dihilangkan, molekul gas akan meninggalkan ekstrak. Karbon dioksida bertindak sebagai pelarut non polar, tetapi polaritas ekstraksi dengan supercritical fluid dapat ditingkatkan dengan menambahkan agen tertentu, yang biasanya berupa pelarut lain seperti metanol atau diklormetan (Heinrich, 2004).

2.3. Kromatografi

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu di antaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Depkes, 1995).

Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi di antara dua fase, satu di antaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase


(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gerak).Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang terelusi lebih awal atau lebih akhir.Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen.Fase diam dapat bertindak sebagai zat penyerap, seperti halnya penyerap alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak.Dalam proses terakhir ini, suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam. Partisi merupakan mekanisme pemisahan yang utama dalam kromatografi gas-cair, kromatografi kertas, dan bentuk kromatografi kolom yang disebut kromatografi cair-cair. Dalam praktek, seringkali pemisahan disebabkan oleh suatu kombinasi efek adsorpsi dan partisi (Depkes, 1995).

Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian dalam Farmakope Indonesia adalah Kromatografi Kolom, Kromatografi Lapis Tipis, dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena mudah dan sederhana.Kromatografi kolom memberikan pilihan fase diam yang lebih luas dan berguna untuk pemisahan masing-masing senyawa secara kuantitatif dari suatu campuran.Kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi kedua-duanya membutuhkan peralatan yang lebih rumit dan umumnya merupakan metode dengan resolusi tinggi dapat mengidentifikasi serta menetapkan secara kuantitatif bahan dalam jumlah yang sangat kecil (Depkes, 1995).

Kromatografi Gas-Spektrometer Gas (GC-MS)

Perkembangan teknologi instrumentasi menghasilkan alat yang merupakan gabungan dari dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spectrometer massa (GC-MS). Kedua alat dihubungkan dengan satu interfase.

Kromatografi gas disini berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel, sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas. Dari kromatogram GC-MS akan diperoleh informasi jumlah senyawa yang terdeteksi.


(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dalam kromatografi gas, pemisahan terjadi ketika sampel diinjeksikan ke dalam fase gerak.Fase gerak yang biasa digunakan adalah gas inert seperti Helium.Fase gerak membawa sampel melalui fase diam yang ditempatkan dalam kolom.Sampel dalam fase gerak berinteraksi dengan fase diam dengan kecepatan yang berbeda-beda. Saat terjadi interaksi, yang tercepat akan keluar dari kolom lebih dulu, sementara yang lambat keluar paling akhir. Komponen-komponen yang telah terpisah kemudian menuju detektor.

Detektor akan memberikan sinyal yang kemudian ditampilakan dalam komputer sebagai kromatogram. Pada kromatogram, sumbu x menunjukkan waktu retensi, RT (Retention Time), waktu saat sampel diinjeksikan sampai elusi berakhir, sedang sumbu y menunjukkan intensitas sinyal. Dalam detektor, selain memberikan sinyal sebagai kromatogram, komponen-komponen yang telah terpisah akan ditembak elektron sehingga terpecah menjadi fragmen-fragmen dengan perbandingan massa dan muatan tertentu (m/z). fragmen-fragmen dengan m/z ditampilkan komputer sebagai spektra massa, di mana sumbu x menunjukkan perbandingan m/z sedangkan sumbu y menunjukkan intensitas. Dari spektra tersebut dapat diketahui struktur senyawa dengan membandingkannya dengan spektra massa standar dari literature yang tersedia dalam komputer. Pendekatan pustaka terhadap spektra massa dapat dilakukan untuk identifikasi bila indeks kemiripan atau Similarity Indeks(SI) berada pada rentangan ≥ 80% (Howe, 1981).

2.4. Krim

2.4.1. Definisi Sediaan Krim

1. Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

2. Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

3. Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.


(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Secara Tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak(a/m) atau minyak dalam air (m/a).

5. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi filtrat cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat di cuci dengan air dan lebih di tujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Ditjen POM, 1995).

6. Krim adalah sediaan setengah padat yang berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai dan mengandung air tidak kurang dari 60 % (Syamsuni,H.2002).

2.4.2. Fungsi Krim

Krim berfungsi sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit, sebagai bahan pelumas untuk kulit, dan sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsangan kulit (Anief, 2000).Selain itu, menurut British Pharmacopoeia, krim diformulasikan untuk sediaan yang dapat bercampur dengan sekresi kulit.Sediaan krim dapat diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa untuk pelindung, efek terapeutik, atau profilaksis yang tidak membutuhkan efek oklusif (Marriot, John F., et al., 2010).

2.4.3. Kualitas Dasar Krim (Anief, 2005) Kualitas dasar krim, yaitu:


(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada dalam kamar.

2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen.

3. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.

4. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaan.

2.4.4. Bahan-bahan Penyusun Krim

Bahan-bahan yang digunakan mencakup emolien, zat sawar, zat humektan, zat pengemulsi, zat pengawet (Ditjen POM, 1985).

1. Emolien

Zat yang paling penting untuk bahan pelembut kulit adalah turunan dari lanolin dan derivatnya, hidrokarbon, asam lemak, lemak alkohol.

2. Zat sawar

Bahan-bahan yang biasa yang digunakan adalah paraffin wax, asam stearat.

3. Humektan

Humektan adalah suatu zat yang dapat mengontrol perubahan kelembaban di antara produk dan udara, baik didalam kulit maupun diluar kulit.Biasanya bahan yang digunakan adalah gliserin yang mampu menarik air dari udara dan menahan air agar tidak menguap.

4. Zat pengemulsi

Zat pengemulsi adalah bahan yang memungkinkan tercampurnya semua bahan-bahan secara merata (homogen), misalnya gliseril monostearat, trietanolamin (Wasitaatmadja, 1997).


(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama.Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga menangkal terjadinya tengik oleh aktivitas mikroba sehingga kosmetika menjadi stabil.Selain itu juga dapat bersifat antioksidan yang dapat menangkal terjadinya oksidasi (Wasitaatmadja, 1997).

2.4.5. Metode Pembuatan Krim

Prinsip umum dalam preparasi sediaan krim, seperti sediaan emulsi dan yang lainnya, kebersihan merupakan hal yang penting.Spatula dan peralatan lainnya harus dibersihkan dengan IMS (Industrial Methylated Spirits).IMS lebih baik daripada aquades karena cepat menguap dan tidak meninggalkan residu. Pembuatan krim harus dilebihkan karena pada proses pemindahan sediaan krim ke wadah akhir, ada kemungkinan tertinggalnya sediaan di tempat yang sebelumnya. Menentukan bahan yang larut dalam fasa air atau yang larut dalam fasa minyak.Larutkan bahan yang larut air dalam fasa air. Lelehkan basis lemak dalam cawan evaporasi di atas water bath dalam suhu serendah mungkin. Proses ini diawali dengan melelehkan basis yang memiliki titik leleh tinggi. Setelah itu didinginkan pada suhu 60ºC (pemanasan yang berlebihan dapat mendenaturasi agen pengemulsi dan menghilangkan stabilitas produk).Zat-zat yang dapat larut dengan fasa minyak harus diaduk sampai mencair.Suhu fase cair harus disesuaikan 60ºC. Fase terdispersi kemudian ditambahkan ke dalam fasa pendispersi pada suhu yang sama. Oleh karena itu,untuk produk minyak dalam air, maka minyak yang ditambahkan ke dalam air. Sedangkan untuk produk air dalam minyak, yang ditambahkan adalah air ke dalam minyak.Pengadukan harus terus dilakukan tanpa adanya udara. Jangan mempercepat proses pendinginan karena akan menghasilkan produk yang buruk. (Marriot, John F., et al., 2010)

Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi. Biasanya komponen yang tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersama-sama di penangas air pada suhu 70-75°C, sementara itu semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak. Kemudian larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang cair


(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak.Selanjutnya campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus sampai campuran mengental. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dengan fase cair (Munson, 1991).

2.4.6. Stabilitas Sediaan Krim

Sediaan krim dapat menjadi rusak bila terganggu sistem campurannya terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi karena penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok.Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan.

2.4.7. Evaluasi Mutu Sediaan Krim

Agar sistem pengawasan mutu dapat berfungsi dengan efektif, harus dibuatkan kebijaksanaan dan peraturan yang mendasari dan ini harus selalu ditaati.Pertama, tujuan pemeriksaan semata-mata adalah demi mutu obat yang baik.Kedua, setiap pelaksanaan harus berpegang teguh pada standar atau spesifikasi dan harus berupaya meningkatkan standard dan spesifikasi yang telah ada.

1. Organoleptis

Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujianya (macam dan item), menghitung prosentase masing- masing kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.

2. Evaluasi pH

Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g: 200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga


(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.

3. Evaluasi daya sebar

Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya, dan di beri rentang waktu 1-2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur).

4. Evaluasi penentuan ukuran droplet

Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass, kemudian diperiksa adanya tetesan-tetesan fase dalam ukuran dan penyebarannya.

5. Uji aseptabilitas sediaan.

Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner di buat suatu kriteria , kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk masing- masing kriteria.Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut.

2.5. Gel

2.5.1. Definisi Sediaan Gel

Gel merupakan sediaan semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara setengah padat atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Ditjen POM, 1995). Menurut Niazi (2004), gel merupakan suatu sistem semipadat di mana fase dibatasi oleh jaringan tiga dimensi, antara matriks yang saling terkait dan bersilangan.

Gel merupakan suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989). Gel menggunakan makromolekul yang terdispersi ke seluruh cairan sampai terbentuk massa kental yang homogen,


(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

massa seperti ini disebut sebagai gel satu fase. Massa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka dikelompok-kelompokkan sebagai sistem dua fase dan sering disebut sebagai magma atau susu. Gel magma dianggap sebagai dispersi koloid oleh karena masing-masing mengandung partikel-partikel dengan ukuran koloid (Anwar, 2012).

Gel adalah pembawa yang digunakan dengan tujuan pemberian obat pada bagian mukosa, misalnya mata, hidung, vagina, dan pemberian melalui rektum (Anwar, 2012).

2.5.2. Basis Gel dan Faktor yang Mempengaruhi (Anwar, 2012)

Gel sering digunakan dalam penghantaran obat yang mengandung polimer yang dapat menjerap sejumlah air yang dikenal dengan hidrogel. Penyerapan cairan berlangsung melalui pengembangan.Hal ini diikuti dengan peningkatan volume dan membesarnya tekanan (tekanan pembengkakan sampai 100 Mpa, 103 at), dan peristiwa tersebut berkaitan erat dengan dihasilkannya panas positif. Koloid linier yang digunakan untuk membentuk gel dapat mengembang tanpa batas, artinya kondisi gel dapat diubah menjadi sol dengan penambahan pelarut yang lebih banyak. Dengan demikian jumlah air yang digunakan untuk pengembangan sangat menentukan sifat rheology sediaan yang terbentuk.

Komposisi sediaan gel umumnya terdiri dari komponen bahan yang dapat mengembang dengan adanya air, humektan, dan pengawet, terkadang diperlukan bahan yang dapat meningkatkan penetrasi bahan berkhasiat.

Gel tautan-silang (cross-link) secara kimia

Pada sistem ini, pemisahan fase makroskopik dicegah dengan adanya tautan-silang, dan semakin tinggi densitas/massa jenis dari senyawa penaut-silang, maka semakin kecil kontraksi polimer dengan pelarut, dan gel yang terbentuk semakin kuat.Kekuatan gel dapat diukur dengan Texture analyzer.

Surfaktan ionik dapat terikat dengan polimer nonionik, sehingga cara yang efektif untuk memasukkan muatan ke dalam gel polimer nonionik adalah dengan menambahkan surfaktan ionik. Karena muatan tersebut bergantung pada ikatan kooperatif dari surfaktan pada rantai backbone polimer, maka pengembangan dari gel bergantung pada parameter yang mengendalikan ikatan pada surfaktan. Saat


(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

panjang rantai alkil pada surfaktan meningkat, afinitas ikatan pada polimer pun akan meningkat, sehingga secara efektif meningkatkan „densitas muatan polimer‟. Derajat pengembangan secara langsung mempengaruhi pelepasan senyawa yang bergabung dalam gel cross-linked. Sehingga dengan meningkatkan pengembangan, difusi dari senyawa yang tergabung meningkat.

Gel yang terbentuk oleh polimer polisakarida

Gel polisakarida bersifat temperature-reversible, terbentuk pada konsentrasi polimer yang realtif rendah umumnya dari turunan selulosa, struktur gel dapat dibentuk pada konsentrasi antara 2-6%. Gel polisakarida dapat dibentuk dengan memodifikasi ikatan selang secara kimia, yang dipengaruhi oleh pH.

Pembentuk Gel Alami

Pembentuk gel alami yang umum digunakan adalah xanthan gum, gellan gum, pectin, dan gelatin. Xanthan gum dan gellan gum adalah polisakarida dengan berat molekul besar yang diperoleh dari fermentasi menggunakan mikroba. Larutan xanthan gum memliliki viskositas yang tinggi pada tekanan geser (shear rate) yang rendah yang dapat menjaga partikel padat tetap tersuspensi dan mencegah emulsi mengalami koalesens. Gellan gum adalah pembentuk gel, efektif pada penggunaan dengan jumlah yang sedikit, membentuk gel yang padat pada konsentrasi rendah.

Bahan tambahan lain 1. Humektan

Humektan digunakan sebagai pelembap pada kulit.Dengan penambahan humektan dapat meminimalkan kehilangan air dan menyisakan lapisan film yang tidak membentuk kerak, dengan kata lain humektan berperan sebagai pelembap pada kulit. Contoh aditif yang dapat ditambahkan untuk membantu menahan air meliputi:

a. Gliserol dalam konsentrasi > 30%.

b. Propilen glikol dalam konsentrasi sekitar 15%.

c. Sorbitol dalam konsentrasi 3-15 (Marriot, John F., et al., 2010). 2. Chelating agent

Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam berat. Contohnya EDTA.


(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Pengawet

Gel memiliki kandungan air lebih tinggi dari salep atau pasta dan ini membuat mereka rentan terhadap kontaminasi mikroba. Pengunaan pengawet biasanya disesuaikan dengan gelling agent yang digunakan, sesuai dengan tabel berikut (Marriot, John F., et al., 2010):

Tabel 2.1 Pengawet Sediaan Gel

Choice of Preservative to be Used in Gel

Preservative Gelling Agent

Benzalkonium chloride (0,01% w/v) Hypromellose Methylcellulose

Benzoic acid (0,2%) Alginates

Pectin (provided the products is acidic in nature)

Chlorhexidine acetate (0,02%) Polyvinyl alcohols Chlorocresol (0,1-0,1%) Alginates

Pectin (provided the products is acidic in nature)

Methyl/propyl hydroxybenzoates (0,02-0,3%)

Activity is increased if used in combination.

Propylene glycol (10%) has been shown to potentiate the antimicrobial activity Carbomer Carmellose sodium Hypromellose Pectin Sodium alginate Tragacanth Phenylmercuric nitrate (0,001%) Methylcellulose

[Sumber: Marriot, John F., et al., 2010]

4. Enhancer (peningkat penetrasi)

Enhancer adalah senyawa yang digunakan untuk meningkatkan jumlah dan jenis zat aktif yang dapat masuk menembus stratum korneum dari kulit.

Enhancer untuk sediaan setengah padat harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Bersifat inert secara farmakologis terhadap tubuh, baik lokal maupun sistemik.

b. Tidak mengiritasi ataupun menyebabkan alergi.

c. Harus bekerja dengan cepat dan memiliki onset yang dapat diperkirakan.


(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

e. Saat enhancer tidak ada lagi di kulit, sifat barrier kulit harus segera kembali normal secara sempurna.

f. Harus bekerja hanya satu arah, yaitu hanya membuat obat dapat masuk, tidak membuat senyawa di dalam kulit keluar.

g. Harus kompatible dengan zat aktif dan zat lain dalam sediaan dan meningkatkan kelarutan zat aktif dalam formulasinya.

h. Harus dapat diterima secara kosmetologis, tidak berbau dan tidak berwarna.

Enhancer (peningkat penetrasi) berinteraksi dengan intrasel dari lapisan kulit melalui berbagai cara, seperti fluidisasi, polarisasi, pemisahan fase, atau ekstraksi lipid. Selain itu juga membentuk vakuola di dalam korneosit, dan mendenaturasi keratin.

Contoh peningkat penetrasi adalah air, alkohol, lemak alkohol, glikol, dan surfaktan.

2.5.3. Kegunaan Gel (Lachman L,et al., 1989)

1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long – acting yang diinjeksikan secara intramuskular.

2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan oral, dan basis suppositoria.

3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit – dan sediaan perawatan rambut.

4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara setengah padat (non streril) atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).


(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.5.4. Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Gel (Lachman L, et al., 1989)

Kelebihan sediaan gel:

Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan sediaan yang jernih dan elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci dengan air; pelepasan obatnya baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik.

Kekurangan sediaan gel:

1. Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungansurfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.

2. Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai kejernihan yang tinggi.

3. Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat menyebabkan pedih pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila terkena pemaparan cahaya matahari, alkohol akan menguap dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah sehingga tidak semua area tertutupi atau kontak dengan zat aktif.

2.5.5. Sifat dan Karakteristik Gel (Lachman L, et al., 1989)

1. Swelling

Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi di antara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.


(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Sineresis

Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.

3. Efek suhu

Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental.Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel.Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.

4. Efek elektrolit

Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik di mana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut.

5. Elastisitas dan rigiditas

Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel.Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik.Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.


(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Rheologi

Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non – Newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.

2.5.6. Metode Umum Pembuatan Gel (Marriot, John F., et al., 2010)

1. Semua komponen gel dipanaskan (terkecuali dengan air), kurang lebih sekitar 90ºC.

2. Air dipanaskan pada suhu sekitar90ºC.

3. Air ditambahkan ke minyak, diaduk terus. Pengadukan kuat sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan gelembung.

2.6. Salep

2.6.1. Definisi Sediaan Salep

1. Salep (Unguenta) adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya dapat larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok. Salep adalah sediaan setengah padat yang ditujukan untuk pemakaian setengah padatpada kulit atau selaput lendir (Anwar, 2012).

2. Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian setengah padat pada kulit atau selaput lender. Salep pada prinsipnya digunakan untuk terapi lokal. Salep tidak boleh berbau tengik (Ditjen POM, 1995).

3. Salep diformulasikan untuk memberikan sediaan yang tidak larut, larut atau diemulsikan dengan sekresi kulit. Salep hidrofobik dan salep air pengemulsi dimaksudkan untuk diterapkan pada kulit atau membran mukosa tertentu untuk emolien, pelindung, tujuan terapeutik atau profilaksis di mana tingkat oklusi yang diinginkan. Salep hidrofilik yang larut dengan sekresi kulit dan kurang emolien sebagai konsekuensi(British Pharmacopoeia).


(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.6.2. Penggunaan Salep

Salep pada prinsipnya digunakan untuk terapi lokal.Berbagai macam salep dipakai untuk melindungi kulit atau untuk mengobati penyakit kulit yang akut maupun kronis.Pada sediaan semacam itu, diharapkan adanya penetrasi ke dalam lapisan kulit teratas agar dapat memberikan efek penyembuhan.

Salep dibuat untuk menjaga pengobatan dalam memperpanjang kontak dengan kulit yang memiliki daya yang dapat meningkatkan dan memperlambat pelepasan dari zat aktif.Basis hidrokarbon digunakan terutama karena efek emolliennya dan sulit dicuci air.Basis ini tidak mengering dan tidak berubah secara signifikan pada penyimpanan yang lama.

2.6.3. Karakteristik Salep

Salep tidak boleh berbau tengik, kecuali dinyatakan kadar lain bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik adalah 10%. Salep harus homogen dan ditentukan dengan cara salep dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen (Anief, 2000).

2.6.4. Eksipien dalam Sediaan Salep

Basis dapat pula dikatakan eksipien (bahan tambahan) utama pada salep dan eksipien salep sendiri adalah bahan tambahan pendukung dari salep seperti humektan, pengawet, dan sebagainya. Secara umum eksipien pada salep dibagi dalam dua bagian:

1. Eksipien Utama Salep (Basis Salep)

Pemilihan basis salep yang tepat juga diperlukan untuk formulasi sehingga didapatkan sifat yang paling diharapkan dalam salep tersebut.Pemilihan basis salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi.Dalam beberapa hal perlu menggunakan basis salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam basis salep hidrokarbon daripada basis salep yang


(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam basis salep yang mengandung air.

a. Basis Salep Hidrokarbon

Basis golongan ini bersifat lemak dan bebas air. Preparat yang mengandung air masih dapat diberikan namun dalam jumlah yang relatif kecil, bila berlebihan akan sulit bercampur dengan minyak. Basis salep hidrokarbon memiliki waktu bertahan pada kulit.Basis salep ini cenderung stabil dan tidak dipengaruhi oleh waktu.

Basis salep hidrokarbon digolongkan sebagai basis berminyak bersama dengan basis salep yang terbuat dari minyak nabati atau hewani.Sifat minyak yang dominan pada basis hidrokarbon menyebabkan basis ini sulit tercuci oleh air dan tidak terabsorbsi oleh kulit.Sifat minyak yang hampir anhidrat juga menguntungkan karena memberikan kestabilan optimum pada beberapa zat aktif seperti antibiotik.Basis ini dapat digunakan sebagai penutup oklusif yang menghambat penguapan kelembaban secara normal dari kulit.Basis ini juga mampu meningkatkan hidrasi pada kulit.Sifat-sifat tersebut sangat menguntungkan karena mampu mempertahankan kelembaban kulit sehingga basis ini juga memiliki sifat moisturizer dan emollient.

Kelemahan basis hidrokarbon yaitu sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian serta sulit tercuci oleh air sehingga sulit dibersihkan dari permukaan kulit.Hal ini menyebabkan penerimaan pasien yang rendah terhadap basis hidrokarbon jika dibandingkan dengan basis yang menggunakan emulsi seperti krim dan lotion.

b. Basis Absorpsi

Basis golongan ini merupakan basis salep yang memungkinkan penambahan sedikit larutan berair ke dalamnya.Basis ini dibentuk dengan penambahan zat-zat yang dapat bercampur dengan hidrokarbon dan zat-zat yang memiliki gugus polar.Seperti halnya basis berlemak, basis absorpsi tidak mudah tercuci oleh air.

Basis absorpsi ini dapat dibedakan menjadi 2 tipe.Pertama, basis yang memungkinkan penambahan larutan berair sebelum basis terbentuk.Artinya,


(45)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

larutan berair dicampurkan bersamaan dengan pencampuran bahan-bahan basis.Contoh: petrolatum hidrofilik dan lanolin anhidrida.

Kedua, basis yang memungkinkan penambahan larutan berair setelah basis terbentuk.Artinya, basis dibuat terlebih dahulu dan kemudian larutan berair ditambahkan ke dalamnya.Basis ini terdiri dari emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan.Contoh: lanolin dan krim pendingin.

c. Basis Salep Tercuci Air

Merupakan basis anhidrat yang mengandung agen pengemulsi minyak dalam air, yang membuatnya bercampur dengan air sehingga mudah dicuci dan dihilangkan setelah penggunaan.Basis golongan ini adalah emulsi yang dapat dibersihkan dari kulit dengan air.Basis ini bersifat seperti krim dan dapat diencerkan dengan air atau larutan berair.Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada basis salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari basis ini adalah dapat diencerkan dengan air dan memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi cairan serosal yang keluar dalam kondisi dermatologis. Basis dapat bercampur dengan mudah dengan sekresi kulit dan karenanya dapat dicuci dengan mudah, sangat cocok untuk digunakan pada kulit kepala.

d. Basis Larut dalam Air

Kelompok basis ini disebut juga “dasar salep tak berlemak” dan terdiri dari konstituen larut air.Basis golongan ini bersifat non oklusif, bebas minyak, mudah bercampur dengan sekresi kulit, dan mudah dihilangkan dengan mencucinya.Basis ini juga tidak mengiritasi kulit.Basis golongan ini merupakan basis yang larut dalam air dan biasanya disebut juga sebagai greaseless karena tidak mengandung bahan berlemak.Larutan air tidak efektif bila dicampurkan dengan basis ini karena sifat basis yang mudah melunak dengan penambahan air.Basis ini hanya cocok untuk dicampurkan dengan bahan tidak berair atau bahan padat.

2. Eksipien Pendukung Salep (Eksipien Salep)

Eksipien pendukung adalah bahan tambahan yang digunakan hanya sebagai pelengkap, umumnya bertujuan untuk menstabilkan bahan aktif atau bahan lain yang terdapat dalam formula yang terancam stabilitasnya akibat


(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

oksidasi, atau adanya ion logam. Eksipien pendukung diperlukan hampir disetiap jenis sediaan sesuai dengan kebutuhan.

a. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda atau memperkecil laju reaksi oksidasi pada bahan-bahan yang mudah teroksidasi, terutama pada sediaan yang mengandung lemak/minyak dengan asam lemak tidak jenuh. Antioksidan ditambahkan pada sediaan semi padat jika akan terjadi kerusakan akibat oksidasi. Sistem antioksidan ditentukan oleh komponen-komponen formulasi, dan pemilihan antioksidan tergantung pada beberapa faktor seperti toksisitas, iritansi, potensi, tercampurkan, bau, perubahan warna, kelarutan, dan kestabilan.Seringkali dua antioksidan digunakan karena kombinasi tersebut sering memberikan efek sinergistik. Sebagai contoh, alkil galat, BHT, dan BHA akan lebih efektif dengan adanya asam sitrat, asam tartrat, atau asam fosfat.

b. Pengawet

Pengawet merupakan suatu zat yang ditambahkan dan dimaksudkan untuk meningkatkan stabilitas dari suatu sediaan dengan mencegah terjadinya pertumbuhan mikroorganisme.Pencegahan terhadap pertumbuhan mikroba merupakan pertimbangan yang harus diperhatikan tidak hanya terhadap efek stabilitas kimia dari komposisinya tetapi juga terhadap sistem kesatuan fisik.Pemilihan bahan pengawet harus melalui suatu pertimbangan yang cermat berdasarkan sifat-sifat bahan yang terdapat dalam komposisi suatu formula sediaan.

Pengawet ditambahkan pada sediaan semi solid untuk mencegah komtaminasi, perusakan, dan pembusukan oleh bakteri atau fungi.Pemilihan bahan pengawet harus memperhatikan stabilitasnya terhadap komponen bahan yang ada dan terhadap wadah serta pengaruhnya terhadap kulit dan aplikasi.

Pengawet antimikroba yang ideal memiliki sifat-sifat antara lain:

1) Aktif pada konsentrasi rendah dengan aktivitas bakterisidal dan fungisidal yang cepat.

2) Kompatibel dengan komponen-komponen lain dalam formulasi. 3) Aktif dan stabil pada rentang suhu yang luas.


(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5) Mudah larut pada konsentrasi yang dibutuhkan.

6) Kompatibel dengan senyawa-senyawa yang ada pada wadah kemasan. 7) Bebas dari bau yang tidak sedap.

8) Tidak toksik pada konsentrasi yang dibutuhkan sebagai antimikroba. 9) Tidak menyebabkan iritasi dan tidak menimbulkan sensitivitas pada

konsentrasi yang digunakan. c. Humektan

Humektan dapat ditambahkan pada sediaan setengah padat untuk mengurangi penguapan air, baik dari kemasan produk saat penutupan dibuka atau dari permukaan kulit setelah aplikasi.

Contoh humektan antara lain gliserol dalam konsentrasi ≤30%, propilen glikol dalam konsentrasi 15%, sorbitol dalam konsentrasi 3-15%.

2.7. Stabilitas dan Uji Kestabilan Sediaan

Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian produk (Djajadisastra, 2004).

Ketidakstabilan fisika dari sediaan ditandai dengan adanya perubahan warna, timbul bau, pengendapan suspensi atau caking, perubahan konsistensi dan perubahan fisik lainnya.Nilai kestabilan suatu sediaan farmasetika atau kosmetik dalam waktu yang singkat dapat diperoleh dengan melakukan uji stabilitas dipercepat. Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dalam waktu sesingkat mungkin dengan cara menyimpan sampel pada kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya perubahan yang biasa terjadi pada kondisi normal. Jika hasil pengujian suatu sediaan pada uji dipercepat diperoleh hasil yang stabil, hal itu menunjukkan bahwa sediaan tersebut stabil pada penyimpanan suhu kamar selama setahun.Pengujian yang dilakukan pada uji dipercepat yaitu cycling test.Uji ini merupakan simulasi adanya perubahan suhu setiap tahun bahkan setiap harinya selama penyimpanan produk (Djajadisastra, 2004).


(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Parameter-parameter yang digunakan dalam uji kestabilan fisik adalah: 1. Organoleptis atau penampilan fisik

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan bentuk, kejernihan, timbulnya bau atau tidak dan perubahan warna.

2. Viskositas

Secara umum kenaikan viskositas dapat meningkatkan kestabilan sediaan. 3. Pemeriksaan pH

Sediaan setengah padat sebaiknya memiliki pH yang sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-6,5 karena jika pH terlalu basa akan menyebabkan kulit yang bersisik, sedangkan jika pH terlalu asam maka akan menimbulkan iritasi kulit.

2.8. Formulasi Sediaan Setengah padat 2.8.1. Setil Alkohol

Gambar 2.3 Struktur Setil Alkohol

[Rowe et al., 2009]

Nama lain dari setil alkohol di antaranyaalcohol cetylicus, avol, palmityl alcohol, dan lain-lain.Setil alkohol merupakan serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih; bau khas lemah; rasa lemah. Setil alkohol memiliki titik lebur 45-52°C, mudah larut dalam etanol 95% dan eter, kelarutan meningkat dengan kenaikan suhu, praktis tidak larut dalam air. Bercampur ketika dilebur bersama dengan lemak, paraffin padat atau cair, dan isopropil miristat.

Penggunaan setil alkohol pada sediaan farmasi sangat luas, yaitu sebagai

coating agent; emulsifying agent (2-5%); stiffening agent 10%); emolien (2-5%); dan sebagai water absorption (5%). Setil alkohol stabil dengan adanya asam, basa, cahaya, dan udara; tidak menjadi tengik.Sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat yang kering dan sejuk.Inkompatibel dengan oksidator kuat (Rowe et al., 2009).


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7,06 8,04 8,04

7,54 8,04 7,54

Rata-rata 7,07 8,04 7,71

36 gram

11,33 12,56 11,33

11,33 12,56 11,94

11,94 12,56 11,33

Rata-rata 11,53 12,56 11,53

56 gram

13,85 15,90 14,51

13,85 15,90 15,20

14,51 15,90 14,51

Rata-rata 14,07 15,90 14,74

76 gram

15,20 18,85 17,34

14,51 18,85 18,09

15,20 18,85 17,34

Rata-rata 14,97 18,85 17,59

96 gram

15,90 22,05 19,62

15,20 21,23 20,42

16,61 20,42 19,62

Rata-rata 15,90 21,23 19,89

116 gram

18,85 23,75 22,05

18,85 23,75 22,89

19,62 23,75 22,05

Rata-rata 19,10 23,75 22,33

Beban

Luas Daya Sebar Gel (cm2) Minggu ke-0 Minggu ke-4

Suhu Ruang

Minggu ke-4 Suhu 40ºC


(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3,46 4,52 4,52

3,14 5,31 4,52

Rata-rata 3,25 4,91 4,52

36 gram

5,31 8,04 8,04

5,72 7,54 8,55

4,91 8,04 8,04

Rata-rata 5,31 7,87 8,21

56 gram

8,55 10,75 10,17

9,07 10,17 10,75

8,55 10,17 10,75

Rata-rata 8,72 10,36 10,56

76 gram

10,17 12,56 12,56

10,17 11,94 12,56

10,17 12,56 12,56

Rata-rata 10,17 12,35 12,56

96 gram

10,75 15,20 14,51

11,33 14,51 14,51

11,33 14,51 14,51

Rata-rata 11,14 14,74 14,51

116 gram

11,94 17,34 16,61

12,56 16,61 15,90

11,94 16,61 16,61

Rata-rata 12,15 16,85 16,37

Beban

Luas Daya Sebar Salep (cm2) Minggu ke-0 Minggu ke-4

Suhu Ruang

Minggu ke-4 Suhu 40ºC


(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8,04 6,60 4,91

7,54 5,31 4,91

Rata-rata 8,04 6,02 5,04

36 gram

10,75 7,06 6,15

10,75 7,54 5,72

9,62 6,60 6,15

Rata-rata 10,73 7,07 6,01

56 gram

13,19 8,55 6,60

13,19 9,07 6,15

11,94 8,55 6,60

Rata-rata 12,77 8,72 6,45

76 gram

16,61 10,17 7,54

15,90 10,75 7,06

14,51 10,17 7,06

Rata-rata 15,67 10,36 7,22

96 gram

18,85 11,33 8,04

18,09 11,94 7,54

16,61 11,33 7,54

Rata-rata 17,85 11,53 7,71

116 gram

21,23 12,56 9,07

20,42 12,56 8,55

20,42 11,94 8,55

Rata-rata 20,69 12,35 8,72

Bentuk Sediaan

Kemiringan (slope) kurva daya sebar (cm2/gram) Minggu ke-0 Minggu ke-4

Suhu Ruang

Minggu ke-4 Suhu 40ºC

Krim 0,1066 0,1453 0,1545

Gel 0,0912 0,1184 0,1152

Salep 0,1275 0,0684 0,0349

Lampiran 9.Data Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir 9.1. Hasil pengukuran viskositas minggu ke-0


(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

rpm Krim Gel Salep

cPs % torque cPs % torque cPs % torque

10 34400 34,4 95200 23,8 41300 41,3

12 26700 32,1 84200 25,2 35100 42,1

20 17700 35,5 61200 30,6 23200 46,4

30 12900 38,8 45700 34,2 16800 50,4

50 8600 43,2 31200 39 11700 58,8

60 7400 44,8 27000 40,5 9900 59,8

100 5100 51 18700 46,7 7200 72

200 2900 58,5 11600 58 4400 88,5

100 4800 48,2 18800 47 6100 61,5

60 6900 41,7 27400 41,1 8000 48,3

50 8200 41,3 31400 39,2 9200 46

30 11800 35,6 46000 34,5 11700 35,1

20 15800 31,6 62500 31,2 15000 30

12 22400 26,9 92100 27,6 20700 24,8

10 24200 24,2 105600 26,4 23700 23,7

9.2. Hasil pengukuran viskositas minggu ke-4 suhu ruang

rpm Krim Gel Salep

cPs % torque cPs % torque cPs % torque

10 32400 32,4 91100 22,7 89400 22,3

12 25100 30,1 89300 26,7 69300 20,7

20 16500 33 62100 31 48700 24,3

30 12000 36 45700 34,2 35700 26,7

50 8200 41,2 30700 38,3 24200 30,2

60 7200 43,2 26800 40,2 20900 31,3

100 5000 50,7 18600 46,5 15500 38,7

200 3200 64 11400 57 9400 47

100 5100 51,7 18600 46,5 13600 34

60 7200 43,2 26800 40,2 18200 27,3

50 8200 41,3 30900 38,6 20000 25

30 11700 35,1 45200 33,9 27300 20,4

20 15500 31 61700 30,8 36400 18,2

12 21700 26 94400 28,3 55200 16,5

10 23400 23,4 107200 26,8 62600 15,6

9.3. Hasil pengukuran viskositas minggu ke-4 suhu 40ºC


(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

cPs % torque cPs % torque cPs % torque

10 42000 42 105500 26,3 65700 16,4

12 28700 34,4 94000 28,2 71500 21,4

20 15600 31,2 63600 31,8 52700 26,3

30 10900 32,7 46400 34,8 38100 28,5

50 8700 43,7 31400 39,2 26200 32,7

60 7500 45,4 27300 40,9 21400 32,1

100 4700 47,7 18900 47,2 14100 35,2

200 1600 32,5 11600 58 8800 44

100 2900 29,2 19000 47,5 12100 30,2

60 4600 27,7 27700 41,5 17500 26,2

50 6000 30,1 31700 39,6 19200 24

30 9500 28,7 46300 34,7 25900 19,4

20 13600 27,2 63300 31,6 34100 17

12 20200 24,3 94900 28,4 47200 14,1

10 23200 23,2 109000 27,2 54100 13,5

Lampiran 10.Data Hasil Perhitungan Pengukuran Diameter Globul Rata-rata Diameter Globul Rata-rata Minggu ke-0

Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd

0,68 – 4,15 2,415 10 24,15

4,16 – 7,63 5,895 94 554,13

7,64 – 11,11 9,375 153 1434,375

11,12 – 14,59 12,855 118 1516,89

14,60 – 18,07 16,335 46 751,41

18,08 – 21,55 19,815 38 752, 97

21,56 – 25,03 23,295 25 582,375

25,04 – 28,51 26,775 10 267,75

28,52 – 31,99 30,255 3 90,765

32,00 – 35,47 33,735 3 101,205

∑n = 500 ∑nd = 6076,02 Ukuran diameter globul rata-rata,drata-rata µm

Diameter Globul Rata-rata Minggu ke-4 Suhu Ruang Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd


(6)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3,40 – 7,52 5,46 30 163,80

7,53 – 11,65 9,59 155 1486,45

11,66 – 15,78 13,72 157 2154,04

15,79 – 19,91 17,85 90 1606,50

19,92 – 24,04 21,98 31 681,38

24,05 – 28,17 26,11 13 339,43

28,18 – 32,30 30,24 15 453,60

32,31 – 36,43 34,37 5 171,85

36,44 – 40,56 38,50 3 115,50

40,57 – 44,69 42,63 1 42,63

∑n = 500 ∑nd = 7215,18 Ukuran diameter globul rata-rata,drata-rata µm

Diameter Globul Rata-rata Minggu ke-4 Suhu 40ºC

Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd

3,04 – 11,14 7,09 172 1219,48

11,15 – 19,25 15,20 216 3283,20

19,26 – 27,36 23,31 65 1515,15

27,37 – 35,47 31,42 22 691,24

25,48 – 43,58 39,53 12 474,36

43,59 – 51,69 47,64 9 428,76

51,70 – 59,80 55,75 2 111,5

59,81 – 67,91 63,86 0 0

67,92 – 76,02 71,97 0 0

76,03 – 84,13 80,08 2 160,16

∑n = 500 ∑nd = 7883,85 Ukuran diameter globul rata-rata,drata-rata µm

Diameter Globul Rata-rata setelah Cycling Test

Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd

2,15 – 5,04 3,595 42 150,99

5,05 – 7,94 6,495 144 935,28

7,95 – 10,84 9,395 157 1475,015

10,85 – 13,74 12,295 83 1020,485

13,75 – 16,64 15,195 45 683,775

16,65 – 19,54 18,095 16 289,52

19,55 – 22,44 20,995 2 41,99

22,45 – 25,34 23,895 5 119,475

25,35 – 28,24 26,795 3 80,385

28,25 – 31,14 29,695 3 89,085

∑n = 500 ∑nd = 4886 Ukuran diameter globul rata-rata,drata-rata µm


Dokumen yang terkait

Isolasi dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)

5 62 86

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Vitro

1 18 82

Evaluasi Daya Penetrasi Etil p-Metoksisinamat Hasil Isolasi dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) pada Sediaan Salep, Krim, dan Gel

18 117 119

Uji Aktivitas Gel Etil p-metoksisinamat terhadap Penyembuhan Luka Terbuka pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

6 24 104

Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

1 18 111

Uji Stabilitas Kimia Etil p-Metoksisinamat dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn) dalam Sediaan Setengah Padat

0 30 87

Penggunaan Etil-p-Metoksisinamat dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) sebagai anti Ketombe dalam Sampo Krim Cair.

0 2 7

EFEK SENYAWA P-METOKSI SINAMAT ETIL ESTER KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA LINN) SEBAGAI ANTIINFLAMASI.

0 0 10

Pengaruh Suhu Pada Pembuatan Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga Linn) Terhadap Kadar Etil -p- Metoksisinamat Yang Diterapkan Secara Spektrofotodensitometri - Ubaya Repository

0 0 1

Pengaruh Konsentrasi Etanol Sebagai Pelarut Pada Pembuatan Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga L.) Terhadap Kadar Etil -p- Metoksisinamat Yang Ditetapkan Secara Spektrofotodensitometri - Ubaya Repository

0 0 1