KETERAMPILAN DASAR WAWANCARA menjadi narasi

KETERAMPILAN DASAR WAWANCARA
Berikut hal penting yang akan dibahas dalam keterampilan dasar wawancara
A. Kemampuan membina rapport
Membina rapport dapat dijelaskan dengan bagaimana cara menempatkan kesan
awal kepada klien. Klien yang kita temui sering kali berbeda-beda, sehingga sebagai
pewawancara dituntut untuk memiliki self-awarness yang baik sehingga dapat
menempatkan diri sebagai orang yang dapat dipercayai oleh klien. Kepercayaan
merupakan hal utama yang harus dimiliki oleh klien terhadap wawancara dan begitu
pula sebaliknya. Secara singkat, membina rapport yaitu bagaimana menciptakan
hubungan yang hangat antara pewawancara dengan klien sehingga membuat klien
nyaman serta dapat bercerita dengaan bebas dan jujur.
Bagaimana membina rapport yang baik? Diawali dengan senyum hangat,
sambutan

yang

bersahabat,

jabat

tangan,


percakapan

kecil

(perlu

untuk

memperhatikan budaya), menggunakan bahasa yang baik (sesuaikan tingkat
pendidikan), perhatikan humor yang dilontarkan. Karakteristik ruangan pun tak luput
untuk di perhatikan kembali, seperti menyediakan kursi dengan tinggi setara (tidak
ada yang lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya). Sebelum wawancara
berlangsung, hindari hal-hal yang mungkin akan mengganggu, misalnya handphone
untuk di silent, kemudian pintu ruangan.
B. Empati
Empati merupakan kemampuan untuk memahami orang lain. Bagaimana
memahami pikiran orang lain, perasaan mereka, dan menghayati perasaan mereka
sehingga anda dapat memahami mengapa mereka dapat bertindak seperti “itu”.
Empati tidak larut secara emosional, sehingga anda cukup jernih memisahkan antara

perasaan dengan cara bagaimana untuk menolong mereka. Perlu digaris bawahi,
bahwa empati bukan membenarkan “mengapa mereka bertindak begitu”, melainkan
menerima dan memahami bagaimana orang itu dapat bertindak demikian serta
memastikan lingkungan hidup mereka tanpa menghakimi.
C. Attending behavior
Kunci dari attending behavior adalah mengurangi kuantitas bicara interviewer dan
memberikan klien waktu untuk menceritakan tentang diri mereka. Mesti mengetahui
waktu yang tepat untuk memberi masukan dan waktu yang tepat untuk
mendengarkan apa yang mereka ucapkan. Ada 4 hal yang mesti diperhatikan dalam
attending behavior:




Visual : Pattern of eye contact
Tatap klien, jangan alihkan pandangan.
Vocal Qualities : Tone & speech rate

Nada & kecepatan bicara mengindikasikan seberapa besar ketertarikan dan




rasa empati terhadap cerita klien.
Verbal Tracking : Following the client or changing the topic
Jangan mengubah tujuan pembicaraan yang telah ditetapkan sejak awal.
Interviewer harus peka dalam memilih pernyataan klien yang harus diberi
perhatian khusus dan yang harus diabaikan agar wawancara tetap fokus

pada


tujuan awal.
Body Language : attentive and authentic
Attentive yaitu ketertarikan untuk terlibat dalam wawancara, authentic yaitu
apa adanya yang penting dalam wawancara.

D. Teknik bertanya
OPEN QUESTION
Sifatnya tidak mengarahkan, klien lebih dibebaskan untuk mengekspresikan
perasaannya. Dengan open question kita akan mendapatkan informasi yang lebih

kaya dari klien.
CLOSED QUESTION
Closed question adalah pertanyaan yang merujuk pada jawaban tertentu, bersifat
mengarahkan, jawaban dari closed question ini akan pendek dan sebatas ‘ya’ dan
‘tidak’. Namun terkadang akan menjadi leading question dan membuat klien merasa
konselornya memiliki agenda tertentu pada kliennya. Oleh karena itu pertanyaan
tertutup tidak boleh digunakan di awal wawancara.
E. Keterampilan observasi
PERILAKU NON VERBAL
Perilaku non verbal yaitu (a) ekspresi wajah; alis dinaikkan, bibir dirapatkan, bibir
menganga, dan sebagainya merefleksikan emosi klien. (b) bahasa tubuh; postur
tubuh, posisi duduk, gerakan tangan, tarikan napas, dsb. (c) hindari stereotype; tidak
menentukan bahwa seseorang bertindak demikian, maka berarti orang tersebut
seperti yang ditampilkan.
PERILAKU VERBAL
Perilaku verbal terdiri dari sellective attention and key words yaitu perlu
memperhatikan kata yang ditekankan oleh klien (biasanya berulang) yang
mengindikasikan hal tersebut penting bagi dirinya. Ada potensi klien atau yang
diwawancarai akan mengulang cerita yang dianggapnya senang bagi pewawancara
untuk di dengar, sehingga pewawancara perlu mengontrol ekspresi yang ditampilkan

selama wawancara berlangsung.
KONFLIK, DISKREPANSI, DAN INKONGRUENSI

Pewawancara/ konselor/ terapis harus mewaspadai diskrepansi antara tindakan
verbal dan nonverbal klien selama wawancara. Diskrepansi berarti apa yang
dibicarakan dengan ditampilkan berbeda. Inkongruensi bisa mengindikasikan
bahwa klien merasa tidak nyaman untuk mendiskusikan masalah tertentu atau
bahwa klien tidak sepenuhnya bersikap jujur dan menyembunyikan perasaan yang
sesungguhnya. Inkongruensi berkaitan dengan bina rapport yang menentukan klien
dapat mempercayai anda atau tidak.

F. Active listening, terdiri dari:
 Encouraging
Usaha untuk mengunggah klien untuk berbicara lebih banyak. Sehingga
kita membutuhkan perangsangan seperti menganggukan kepala, open
gesture,

senyuman.

Probbing


adalah

usaha

untuk

mengeksplorasi

pernyataan klien atau menggali lebih banyak melalui pernyataan yang telah
dilontarkan.
Non verbal encouragment, terkadang dengan diam pun dapat memberikan
penguatan. Perlu untuk memberi kesempatan kepada klien untuk berfikir,
menghayati apa yang barusan ia ucapkan (10-15 detik). Gunakan body


language dan kontak mata namun jangan berlebihan.
Refleksi konten cerita (parafrase) dan refleksi perasaan klien (reflection of
feeling)
Parafrase adalah mengulang kembali apa yang klien ucapkan dengan nada

yang berbeda namun jangan secara terus menerus. Perlu memperhatikan
waktu dalam pengulangan (dapat berupa pernyataan dan perilaku).
Reflection of content yaitu mengucapkan kembali apa yang ia ucapkan
namun dengan bahasa yang berbeda guna memastikan kebenaran dalam
pernyataan yang dilontarkan klien sebelumnya (ringkas pada isi).
Reflection of feeling yaitu klien tidak bercerita mengenai perasaannya,
namun kita sebagai pewawancara harus menangkap esensi emosi dari cerita



klien.
Menyimpulkan (summarizing)
Usaha untuk menyimpulkan satu rangkaian wawancara dalam wawancara
yang telah dilakukan dengan kalimat yang lebih singkat. Biasanya tidak
menyimpulkan pada sesi 1, namun dapat memberikan kesimpulan pada sesi
2 dan seterusnya. Penyimpulan dalam sesi berlanjut, dapat dilakukan pada
awal wawancara sebagai cara untuk melanjutkan cerita dan pada akhir
wawancara sebagai simpulan yang telah didapatkan pada sesi tersebut.