BAB I PENDAHULUAN - Analisis Puisi Kontemporer Berdasarkan Pendekatan Struktural

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Karya sastra adalah anak kehidupan kreatif seorang penulis dan mengungkapkan pribadi pengarang.”(Selden, 1985: 52).

  Karya sastra hadir sebagai refleksi kehidupan masyarakat. Karya sastra merupakan cermin dari masyarakat yang akan terus mewakili situasi dan keadaan sekitarnya. Karya sastra yang bagus adalah karya sastra yang mampu merefleksikan zamannya. Sehingga karya sastra itu sebagi dokumen yang dapat dilihat dan dinikmati sepanjang zaman. Oleh karena itu karya sastra harus berkembang sesuai dengan keinginan masyarakat sebagi pembaca dan konsumen sastra, hal ini sesuai dengan yang di kemukakan oleh Suwardi Edraswara (2004 : 77)

  (Semi, 1993: 1).Selain sebagai sebuah karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi, sastra juga sebagai karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan emosional. Sastra yang telah dilahirkan oleh sastrawan diharapkan dapat memberi kepuasaan estetik dan intelektual bagi pembaca. Namun, sering karya sastra tidak mampu dinikmati dan dipahami sepenuhnya oleh sebagian pembacanya. Dalam hubungan ini perlu adanya penelaah dan peneliti sastra

  Puisi adalah salah salat genre sastra. Sebagai genre sastra, puisi merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang yang telah mengkristal (penulis lebih cenderung mengungkapkannya sebagai kristal jiwa) yang meiliki nilai estetika dan kemudian diungkapkan dalam media bahasa.

  Bahasa sebagai media estetika berbeda dengan genre seni lainnya, seperti seni lukis menggunakan ungkapan komposisi goresan dan warna, seni musik menggunakan komposisi bunyi atau suara, sementara itu sastra sebagai seni menggunakan komposisi bahasa. Komposisi bahasa ini meliputi bangunan fonem / bunyi, kata-kata, frase, kalimat, bahkan wacana. Gejala-gejala bahasa, dan gaya bahasa juga diterapkan demi pencapaian estetikanya.

  Puisi-puisi Sutardji dan Ibrahim Sattah ini merupakan puisi inkonvensional atau kontemporer sehingga sesuai dengan tugas yang kami terima dari Pembina mata kuliah sastra kontemporer, tidak seperti hanya Amir Hamzah, Chairil Anwar, Taufiq Ismail, maupun WS Rendra. Banyak kalangan siswa dan juga guru kesulitan dalam mengapresiasinya. Hal ini menimbulkan tuntutan adanya kemampuan untuk mengapresiasi puisi-puisinya, khususnya bagi para guru bahasa Indonesia, demikian pula para siswa. Diperlukan kemampuan analisis dan apresiasi, dan tidak ketinggalan wawasan yang luas terhadap wacana puisi di Indonesia. Banyak pendekatan maupun teori yang dapat digunakan dalam menganalisis memahami dan menganalisis puisi. Di antaranya strukturalisme (intrinsik dan ekstrinsik, lapis dalam dan lapis luar), sosiologi sastra, semiotik, pragmatisme, dan sebagainya. Khusus puisi-puisi kontempore perlu ada pertimbangan yang berbeda karena puisi ini memang memiliki karakteristik yang berbeda.

  Apresiasi puisi terhadap puisi-puisi kontemporer perlu dilakukan karena puisi kontemporer memilki perbedaan yang cukup signifikan disbanding puisi- puisi konvensional. Dalam pembahasan oleh guru-guru di sekolah menengah terjadi silang pendapat karena tidak memiliki pijakan pendekatan dan teori yang tepat. Memang, apresiasi karya sastra (khususnya puisi) bisa berakibat polyinterpretable.

  Hasil apresiasi setiap orang bisa berbeda. Permasalahannya, dalam pembelajaran di sekolah hanya dibutuhkan satu kepastian jawaban dan menutup kemungkinan berbeda pendapat tergantung argumentasinya. Hal ini karena sudah tersedia pilihan jawaban dan harus dipilih satu yang paling tepat. Karena itu di sini kami mencoba menyajikan apresiasi beberapa puisi Sutardji dan Ibrahim Sattah melalui pendekatan struktural.

  Pembahasan hanya dibatasi pada puisi Q, Jadi karya Sutardji calzoum Bachri dan Kau, karya Ibrahim Sattah . Beberapa di antaranya akan dianalisisberdasarkan pendekatan stuktural.

  Dapat disimpulkan bahwa Karya sastra adalah ungkapan pikiran dan perasaan seseorang pengarang dalam usahanya untuk menghayati kejadian- kejadian yang ada disekitarnya, baik yang dialaminya maupun yang terjadi pada orang lain pada kelompok masyarakatnya. Hasil imajinasi pengarang tersebut dituang ke dalam bentuk karya sastra untuk dihidangkan kepada masyarakat pembaca untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan. Dengan demikian karya sastra bukanlah suatu uraian-uraian kosong atau khayalan yang sifatnya sekedar menghibur pembaca saja tetapi melalui karya sastra dihidupapkan pembaca lebih arif dan bijaksana dalam bertindak dan berpikir karena pada karya sastra selalu berisi masalah kehidupan manusia nyata.

  Jadi tidak salah dikatakan bahwa karya sastra adalah cermin kehidupan masyarakat. Sumardjo menyatakan "...Sastra adalah produk masyarakat yang mencerminkan masyarakatnya. Obsesi masyarakat adalah menjadi obsesi pengarang yang menjadi anggota masyarakat. Pengarang selalu mempergunakan tokoh-tokoh sebagai wakil-wakil manusia yang dijumpai pada masyarakat. Melalui tokoh-tokoh inilah pengarang mengembangkan ide dan imajinasinya sehingga cerita tersebut kelihatan benar-benar hidup dan berkembang seperti kehidupan nyata.

1.2. Permasalahan

  Setiap karya sastra tentu memunculkan sederetan pertanyaan bagi pembacanya, apalagi bagi pembaca yang awam terhadap karya sastra, paling tidak bagi pembaca secara umum akan bertanya, apa maksud dari kata-kata yang terdapat dalam puisi, apa pesan-pesan pengarang dalam puisi dan sebagainya.

  Pertanyaan-peranyaan tersebut pada prinsipnya adalah sejumlah permasalahan yang ingin ditemukan jawabnya, dan pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang sifatnya cukup sederhana. Bila pertanyaan-pertanyaan yang diajukan cukup rumit tentu dalam menentukan jawabannya juga memerlukan waktu yang panjang.

  1.3. Tujuan Penelitian

  Secara umum tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk Mengetahui maksud puisi melalui pendekatan struktural.

  2. Untuk mengetahui makna dan pesan yang terkandung dalam puisi yang berjudul : Jadi, Q karya Sutardji Calzoum Bachri dan Kau karya Ibrahim Sattah.

  1.4. Manfaat penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memenuhi tugas akhir pada mata kuliah sastra kontemporer dan dapat dijadikan tinjauan untuk penelitian berikutnya.

  Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dalam mepelajari karya sastra Indonesia khususnya puisi kontemporer.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Strukturalisme

  Strukturalisme adalah sebuah paham atau kepercayaan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini mempunyai struktur (Pieget, 1995: 4-12; Hawkes, 1978: 17-18; dan Faruk: 1994: 17-18; Faruk, 1999: 1-9; dan Teeuw, 1984: 120- 139). Sesuatu dikatakan mempunyai struktur apabila ia membentuk suatukesatuan yang utuh, bukan merupakan jumlah dari bagian-bagian semata.Hubungan antarbagian di dalam struktur tidak bersifat kuantitatif, melainkankualitatif. Artinya, apabila suatu bagian dihilangkan, keutuhan sesuatu itu tidaksekedar berkurang, melainkan rusak sama sekali Selain itu, strukturalisme juga percaya bahwa suatu struktur mempunyai daya transformasi dan regulasi diri. Semua dikatakan berstruktur apabila ia dapat melakukan perubahan, tanpa harus kehilangan keutuha dirinya, fungsi utama yang menjadi tujuan atau pusat strukturasinya. Sesuatu dikatakan berstruktur apabila ia mempunyai kemampuan untuk mengatakan kemungkinan gangguan dan pengaruh dari luar dengan caranya sendir Keseluruhan pengertian tersebut menunjukkan bahwa bagi strukturalisme segala sesuatu di dalam dunia membangun dunianya sendiri, mekanisme sendiri, untuk menjalankan fungsi- fungsinya sendiri, terlepas berbagai kemungkinan pengaruh dari luar. Sesuatu dipahami sebagai kekuatan yang mampu membangun, mengembangkan, dan mempertahankan dirinyasendiri dengan caranya sendiri pula. Dengan kata lain, strukturalisme cenderung memahami segala sesuatu sebagai sebuah sistem tertutup, otonom. Karena itu, strukturalisme dalam ilmu sastra akan memperlakukan karya sastra atau kesastraan sebagai sesuatu yang mandiri pula, sesuatu yang berstruktur, sesuatu yang utuh, transformatif, dan self-regulatif.

  Aliran Kritik Baru di Amerika, Formalisme di Rusia, percaya bahwa teks sastra dapat dipahami dan dijelaskan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat di dalam teks itu sendiri. Strukturalisme percaya bahwa sastra dapat dipahami dan dijelaskan atas dasar sistm sastra sendiri yang membentuk semacam kaidah- kaidah bagi penciptaan karya sastra.

  Dalam strukturalisme konsep fungsi memegang peranan penting. Artinya, unsur-unsur sebagai ciri khas teori tersebut dapat berperan secara maksimal semata-mata dengan adanya fungsi, yaitu dalam rangka menunjukkan antarhubungan unsur-unsur yang terlibat. Unsur tidak memiliki arti dalam dirinya sendiri. Unsur dapat dipahami semata-mata dalam proses antarhubungannya. Makna total setiap entitas dapat dipahami hanya dalam integritasnya terhadap totalitasnya. Sebagai kualitas totalitas, antarhubungan merupakan energi, motivator terjadinya gejala baru, mekanisme yang baru. Tanpa antarhubungan sesungguhnya unsur tidak berarti. Mekanism antarhubungan tersebut dianggap sebagai pergeseran yang signifikan dan fundamental, yaitu dari struktur yang otonom ke arah relevansi fungsi karya sebagai sistem komunikasi. Karya dengan demikian tidak dipahami melalui ergon yang terisolasi melainkan selalu dalam kaitannya dengan perubahan realita sosial. Karya tidak dapat diisolasi. Karya harus dikondisikan sebagai fakta kemanusiaan sehingga memungkinkan untuk mengoperasikan secara maksimal berbagai saluran komunikasi yang terkandung di dalamnya. Relevansi prinsip-prinsip antarhubungan dalam analisis karya sastra, di satu pihak mengarahkan peneliti agar secara terus menerus memperhatikan setiap unsur sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan unsur- unsur yang lain. Di pihak lain, antarhubunganlah yang menyebabkan sebuah karya sastra, suatu masyarakat, dan gejala apa saja memiliki arti yang sesungguhnya. Kesalahpahaman mengenai fungsi-fungsi antarhubungan menyebabkan peneliti hanya meneliti salah satu unsur tertentu yang pada gilirannya berarti memperkosa hakikat suatu totalitas. Analisis terhadap penokohan, misalnya, tidak mungkin dilakukan secara terpisah dari unsur-unsur yang lain. Dengan kata lain, penokohan tidak dapat dipahami tanpa menghubungkannya dengan unsur-unsur yang lain, seperti kejadian, latar, plot, dan sebagainya. Sejalan dengan uraian di atas, prinsip antarhubungan secara esensial dipertahankan pada setiap teori dibawah naungan strukturalisme. Namun demikian, perubahan menuju pada perkembangan teoretik telah terjadi yang sekaligus mengarahkan pembahasan metodologis secara berbeda pula.

2.1.1. Teori Strukturalisme Dinamik

  Scholes (dalam Ratna, 2004: 89) menjelaskan keberadaan strukturalisme menjadi tiga tahap, yaitu (1) sebagai pergeseran paradigma berpikir, (2) sebagai metode, dan (3) sebagai teori. Lahirnya strukturalisme dinamik didasarkan atas kelemahan-kelemahan strukturalisme sebagaimana yang dianggap sebagai perkembangan formalisme. Strukturalisme dinamika (lihat Teeuw, 1985: 185- 192; Muhadjir, 2002: 304); Pradopo 2002: 46; dan Ratna, 2003: 88-96;) mencermati bahwa strukturalisme dinamik dimaksudkan sebagai penyempurnaan strukturalisme yang semata-mata memberikan intensitas terhadap struktur intrinsik yang dengan sendirinya melupakan aspek-aspek ekstrinsiknya.

  Strukturalisme dinamik mula-mula dikemukakan oleh Mukarovsky dan Felik Vodicka. Menurutnya, karya sastra adalah proses komunikasi, fakta semiotik, terdiri atas tanda, struktur, dan nilai-nilai. Karya seni adalah petanda yang memperoleh makna dalam kesadaran pembaca. Oleh karena itulah, karya seni harus dikembalikan pada kompetensi penulis, masyarakat yang menghasilkannya, dan pembaca sebagai penerima.

  Perbedaan unsur-unsur karya sastra untuk jenis yang berbeda-beda terjadi akibat proses resepsi pembaca. Setiap penilaian akan memberikan hasil berbeda.

  Unsur-unsur yang terdapat pada ketiga jenis sastra (prosa, puisi, dan drama) akan membutuhkan pemusatan analisis yang berbeda pula. Unsurunsur prosa, misalnya mengarah pada tema, peristiwa atau kejadian, latar atau setting, penokohan, alur, sudut pandang, dan gaya bahasa. Unsur-unsur puisi, di antaranya tema, stilistika, imajinasi, ritme atau irama, rima atau persajakan, diksi atau pilihan kata, simbol, nada, dan enjambemen. Unsur-unsur (teks) drama di antaranya tema, dialog, peristiwa, latar, penokohan, alur, dan gaya bahasa. Atas dasar hakikat otonom karya sastra, maka tidak ada aturan yang baku terhadap suatu kegiatan analisis. Artinya, unsur-unsur yang dibicarakanbtergantung dari dominasi unsur-unsur karya di satu pihak, tujuan analisis di lainbpihak. Dalam analisis akan selalu terjadi tarik menarik antara struktur global,byaitu totalitas karya itu sendiri dengan unsur-unsur yang diadopsi ke dalambwilayah penelitian.

  Kondisi tersebut menunjukkan dinamika karya sastra brebagai totalitas sebab proses adopsi mengandaikan terjadinya ciri-ciri transformasi dan regulasi diri sehingga terjadi keseimbangan antara struktur global dengan unsur-unsur yang dianalisis. Karya sastra tidak mungkin dan tidak perlu dianalisis secara menyeluruh sebab struktur global bersifat tidak terbatas. Akan tetapi analisis tidak dapat dilepaskan dari kerangka sosial kultural yang menghasilkannya.

  Prosa, puisi, dan drama dan sastra jenis klasiknya tidak semata-mata dianalisis sebagai teks tetapi juga dimungkinkan dalam kaitannya dengan pementasan langsung sebagai performing art. Dalam hubungan ini, analisis struktur akan melibatkan paling sedikit tiga komponen utama, yaitu pencerita, karya sastra, dan pendengar. Metodologi penelitian pun menjadi bertambah kompleks, tida bertambah dalam penelitian pustaka, melainkan harus dilengkapi dengan penelitian lapangan yang dengan sendirinya juga melibatkan instrument penelitian lapangan.

  Dengan demikian strukturalisme dinamik adalah pendekatan atas karya sastra dengan menerapkan kerja strukturalisme atas dasar konsep semiotik.

  Analisis struktural murni mengasingkan karya sastra dari kerangka kesejarahan dan relevansi eksistensialnya. Strukturalisme dinamik yang dikembangkan Ian Mukarovsky dan Felix Vodicka mencoba memahami karya sastra berdasarkan kesadaran bahwa karya sastra sebagagi struktur pada hakikatnya memiliki ciri khas yaitu sebagai tanda (sign). Tanda baru mendapat makna sepenuhnya bila sudah melalui tanggapan pembaca. Dengan demikian pengaruh timbal balik antara tanda dan pembacanya. Pembaca dalam memberi makna terikat pada konvensi tanda, tidak semau-maunya. Jadi, dengan kerangka semiotik itu dapat diproduksi makna dalam karya sastra yang merupakan struktur sistem tanda- tanda itu.

2.1.2. Strukturalisme Genetik

  Struktur genetik (lihat Leenhardt dalam Makaryk, 1993: 340-341; Kellner dalam makaryk, 1993: 95-99; dan Faruk, 1994: 1-21) merupakan gabungan antara strukturalisme dengan Marxisme. Sebagai strukturalisme, strukturalisme genetik memahami segala sesuatu di dalam dunia ini, termasuk karya sastra, sebagai struktur. Karena itu, usaha strukturalisme genetik untuk memahami karya sastra secara niscaya terarah pada usaha untuk menemukan struktur karya itu.

BAB III PEMBAHASAN

  3.1. Pengertian pendekatan structural

  Struktur merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu. Berikut ini ada beberapa pendapat para ahli mengenai pendekatan struktural, yaitu suatu metode atau cara pencarian terhadap suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan ditujukan pula kepada hubungan antar unsurnya (Fokemma, 1977 : 21). Analisis struktural merupakan tugas prioritas atau tugas pendahuluan. Sebab karya sastra mempunyai kebulatan makna intrinsik yang dapat digali dari karya itu sendiri (A. Teew. 1984 : 135). Untuk menangkap suatu makna dalam karya sastra harus melihat struktur vtanda secara objekfit. Seperti yang diungkap Ferdinan de Saussure, (lih, Terry Eagleton, 1983 : 106) bahwa makna bukanlah yang tersembunyi secara rahasia dalam suatu tanda bahasa (kata), melainkan bagaimana fungsi tanda tersebut sebagai hasil dari pembedaan-pembedaan tanda yang lain.

  3.2. Analisis Puisi Berdasarkan Pendekatan Struktural

  Pendekatan Struktural adalah pendekatan yang digunakan dalam memahami dan mengetahui darimana puisi dibentuk dan ciptakan oleh pengarang adapun aspek-aspek yang ditelaah oleh pendekatan ini antara lain : diksi, citraan, bahasa khias, majas, sarana retorika, bait dan baris, nilai bunyi, persajakan, narasi, emosi, dan ide yang digunakan pengarang dalam menulis puisinya.melalui pendekatan ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan masalah-masalah di atas.

  Di bawah ini akan disajikan tiga puisi yang dianalisis berdasarkan pendekatan struktural yaitu: a. Jadi karya Sutardji Calzoum Bachri

  b. Q karya Sutardji Calzoum Bachri

  c. Kau karya Ibrahim Sattah a. JADI

  b.Q

  (Sutardji Calzoum Bachri

  )

  c. KAU KAU . . . . . . . . . . . . . tidak adam tidak aku tidak dayang-dayangmu menggapai menggapai-gapai ke langit mencari surgawi mencari wa mencari wu mencari wi mencari wa wu wi mencari wi wu wa yang hanya wa yang hanya wu yang hanya wi yang hanya wa wu wi yang hanya wi wu wa kuku karang kuku kau kuku laut kuku kau kuku ombak kuku cahaya . . . . . . . . . . . .

  (Ibrahim Sattah)

3.1.1. Analisi Struktur Puisi “JADI”

  a. Diksi (pilihan kata)

  Diksi merupakan pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca (Fajahono. 1990 : 59)

  Dalam puisi “jadi” di atas, terdapat beberapa pilihan kata yang digunakan oleh pengarang yang sangat sederhana namun memilki makna yang cukup luas. Seperti pada kutipan berikut :

  Tidak setiap luka Jadi duka

  Tidak setiap sepi Jadi duri

  Tidak setiap tanda Jadi makna

  Tidak setiap jawab Jadi sebab

  Tidak setiap seru Jadi mau

  Membaca puisi di atas seseorang berpikir untuk menerka makna yang tersembunyi di balik kata-kata dalam puisi ini pengarang memang sengaja membuat pembaca berpikir bahwa segala sesuatu tidak bisa dipastikan secara mutlak karena ada yang lebih memastikan daripada pemikiran dan terkaan saja, yakni Tuhan. Kata-kata yang digunakan bersifat konotatif.

  b. Pengimajian (citraan) Pengimajian adalah kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan. Pada puisi “JADI” pengimajian yang digunakan oleh pengarang terdapat pada:

  • Citraan Penglihatan terdapat pada baris ke 11 dan 12:

  I : “memandang Kau”

  II : “pada wajahku !”

  c. Kata Konkret kata konkret adalah kata-kata yang dapat menyarankan kepada arti yang menyeluruh. Pengonkretan kata berhubungan erat dengan pengimajinasian, pengembangan dan pengiasan. Pada puisi “JADI” kata konkret tidak terdapat.

  d. Verifikasi (rima, ritme dan metrum) Rima, pengulangan bunyi dalam puisi -

  Pada puisi “JADI” rima terdapat pada baris kesatu, kedua, ketiga, kelima keenam bunyi akhir a, i, a, ab, u.

  Tidak setiap luka

  Jadi duka Tidak setiap sepi

  Jadi duri Tidak setiap tanda

  Jadi makna Tidak setiap jawab

  Jadi sebab Tidak setiap seru

  Jadi mau Metrum, pengulangan tekanan kata yang tetap pada puisi “JADI” - metrum kata “Tidak setiap” dan “Jadi”

  Tata wajah (Tipografi), bentuk yang khas dari puisi Tipografi puisi “JADI” berbentuk zig zag, penataan baris-baris dan kata-kata "tidak setiap ............ jadi .........." menunjukkan relatifitas hukum keniscayaan "jika....maka....." bagi manusia. Konklusi puisi jelas terlihat pada "memandang Kau, pada wajahku!". Sebagai sebuah simbol bahasa (semion), kata Kau mengacu pada "Tuhan". Karena itu bisa diartikan "kekuasaan Tuhan atasku

3.1.2. Analisis Struktur Puisi “Q”

  a. Diksi (pilihan kata)

  Diksi merupakan pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca (Fajahono. 1990 : 59)

  Dalam puisi “ Q ” di atas, tidak terdapat kata secara konvensional pengarang hanya menggunakan huruf-huruf dan tanda baca untuk mengekspresikan sebuah karya sastra. Meskipun tidak menggunakan kata- kata namun puisi ini dapat diterka melalui huruf-hurufnya.

  b. Pengimajian (citraan) Pengimajian adalah kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan. Pada puisi “Q” pengimajian yang digunakan oleh pengarang terdapat pada tanda-tanda bahasa yang digunakan dan Pembaca puisi ini akan segera menyesuaikan pikiranya dengan apa yang dilihat.

  c. Kata Konkret kata konkret adalah kata-kata yang dapat menyarankan kepada arti yang menyeluruh. Pengonkretan kata berhubungan erat dengan pengimajinasian, pengembangan dan pengiasan. Pada puisi “Q” kata konkret tidak terdapat.

  d. Verifikasi (rima, ritme dan metrum)

  • Rima, pengulangan bunyi dalam puisi Pada puisi ”Q” tidak terdapat rima dan metrum.

  Ritme pada puisi terdapat pada tiga baris akhir seperti pada kutipan berikut :

  Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm Iiiiiiiiiiiiiiiiiii mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

  e. Tata wajah (Tipografi), bentuk yang khas dari puisi Tipografi puisi “Q” berbentuk seperti bintang yang banyak sekali atau semacam galaksi. Konklusi puisi jelas terlihat pada "alif,

  laam,mmmmiiimmm !". Sebagai sebuah simbol bahasa (semion), huruf alif,

  laam mim adalah huruf pertama surat Al-baqoroh atau surat pertama dalam Al-quran. Jadi dapat disimpulkan bahwa puisi ini mengambil referensi Al-quran dan memberi makna keagamaan yang kuat karena makna huruf-huruf itu merupakan rahasia dalam Al-quran.

3.1.3. Analisis Struktur Puisi “KAU”

  a. Diksi (pilihan kata) Diksi merupakan pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca (Fajahono. 1990 : 59)

  Dalam puisi “ KAU ” di atas, terdapat beberapa kata yang sengaja dipilih untuk memberi kekuatan rima ritme dan maknanya, beberapa kata itu adalah “tidak, menggapai, mencari dan kuku”. b. Pengimajian (citraan) Pengimajian adalah kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan. Pada puisi “KAU” pengimajian yang digunakan oleh pengarang terdapat pada dua baris akhir, berikut kutipanya : kuku karang kuku kau kuku laut kuku kau kuku ombak kuku cahaya c. Kata Konkret kata konkret adalah kata-kata yang dapat menyarankan kepada arti yang menyeluruh. Pengonkretan kata berhubungan erat dengan pengimajinasian, pengembangan dan pengiasan. Pada puisi “KAU” kata konkret terdapat.pada dua baris terakhir berikut kutipanya : kuku karang kuku kau kuku laut kuku kau kuku ombak kuku cahaya

  d. Verifikasi (rima, ritme dan metrum)

  • Rima, pengulangan bunyi dalam puisi Pada puisi ”KAU” terdapat ritme dan metrum. Ritme terdapat pada baris ketujuh sampai ketujuhbelas berikut kutipanya : mencari surgawi mencari wa mencari wu
mencari wi mencari wa wu wi mencari wi wu wa yang hanya wa yang hanya wu yang hanya wi yang hanya wa wu wi yang hanya wi wu wa

  Sedangkan netrum terdapat pada tiap baris yaitu kata :

  a. tidak

  b. menggapai

  c. mencari

  d. yang

  e. kuku dan

  f. wa,wi,wu

  e. Tata wajah (Tipografi), bentuk yang khas dari puisi Tipografi puisi “KAU” berbentuk lurus kiri dan terdapat titik –titik setelah judul dan setelah baris terakhir, selain judul menggunkan huruf kecil semua. Titik-titik memilki makna sesuatu yang dapat diisi atau jawab.

BAB IV PENUTUP Kesimpulan Pendekatan struktural yaitu suatu metode atau cara pencarian terhadap suatu fakta

  yang sasarannya tidak hanya ditujukan pada salah satu unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan di tujukan pula kepada hubungan antara unsurnya (Fokkema, 1977 : 21)

  Pendekatan struktural yang dipergunakan akan menghasilkan gambaran yang jelas terhadap diksi, pengimajinasian, kata konkret, bahas figuratif, berifikasi dan tata wajah. Analisis struktural merupakan tugas prioritas atau tugas pendahuluan sebab karya sastra mempunyai kebulatan makna “intrinsik yang dapat digali dari karya itu sendiri. Masing-masing puisi di atas memilki kekhasan dari seorang pengarang dalam menentukan pilihan bahasa , bentuk tipografi atau yang lainnya. Pengarang satu dan yang lain memiliki suatu kemampuan estetik yang berbeda shingga pemunculan bentuk struktur puispun berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

  Taum, Yoseph Yapi . 1997. Pengantar Teori Sastra . Nusa Indah :Nusa Tenggara Timur Rene Wellek dan Austin Warren.1989. Teori Kesusastraan. PT.

  Gramedia :Jakarta Jakob Sumardjo dan Saini K.M.. 1986. Apresiasi Kesusaastraan. PT

  Gramedia Pustaka Utama : Jakarta Endraswara, Suwardi. 2003. metodologi penelitian sastra. Pustaka Widya Utama : Yogya karta.

  Tahjono, Liberatus Tengsoe 1999. Sastra Indonesia Pengantar Teori dan

  Apresiasi. Nusa Indah :Nusa Tenggara Timur http/www..sastra kontemporer/wikipedia/.co.id diakses 18 Januari 2010 at 09 pm

ANALISIS PUISI KONTEMPORER BERDASARKAN

  

PENDEKATAN STRUKTURAL

Dosen pembina : Mukminin M.A

OLEH :

  HIDAYATULLOH NIM : O76074

  

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

JOMBANG

2010

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.

  Makalah “Analisis Puisi Kontemporer Berdasarkan pendekatan struktural” ini di tulis untuk memenuhi tugas UAS mata kuliah sastra kontemporer.

  Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari dosen pembimbing dan pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya.

  Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsihnya, baik secara langsung maupun tidak langsung maupun dalam penyelesaian makalah ini.

  Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua sebagai pembaca amin.

  Jombang, Januari 2010 Penulis

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .................................................................................

  3.1. Pengertian Pendekatan Struktural .................................................... 13

  4.1. Kesimpulan........................................................................................ 24

  BAB III PENUTUP

  3.1.3. Analisis Struktur Puisi “KAU” ............................................. 22

  3.1.2. Analisi Struktur Puisi “Q”..................................................... 21

  3.1.1. Analisi Struktur Puisi “JADI”............................................... 17

  3.2. Analisis Puisi Berdasarkan Pendekatan Struktural ........................... 13

  BAB III PEMBAHASAN

  1 1.2. Permasalahan.....................................................................................

  2.1.2. Strukturalisme Genetik ......................................................... 11

  9

  6 2.1.1. Teori Strukturalisme Dinamik ..............................................

  5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian strukturalisme..................................................................

  4 1.4. Manfaat Penelitian.............................................................................

  4 1.3. Tujuan penelitian...............................................................................

  

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 26