BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranan Pusat Rehabilitasi Anak Korban Penyalahgunaan Narkotika Ditinjau Dari UU No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Studi Kasus Pusat Rehabilitasi Narkotika Al Kamal Sibolangit Centre)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus-kasus penyalahgunaan narkotika yang marak terjadi di Indonesia

  kian lama, kian meresahkan masyarakat. Ini merupakan masalah yang sangat mengkhawatirkan yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah maupun seluruh masyarakat. Kasus penyalahgunaan narkotika ini tidak hanya terjadi terhadap orang dewasa saja. Tetapi, anak dan para remaja pun telah mengenal dan menggunakan narkotika. Ini dapat kita amati dari pemberitaan- pemberitaan baik di media cetak maupun media elektronik yang hampir setiap hari memberitakan tentang penangkapan para pelaku penyalahgunaan narkoba oleh aparat keamanan.

  Pada awalnya, narkoba merupakan sarana suatu pengobatan, terutama terhadap proses pembedahan. Jenisnya yang pertama kali dikenal adalah candu oleh bangsa Sumeria. Dimana dengan menggunakan candu dapat meredakan rasa sakit (candu analgesik) dan menjadi obat bius (narkotik) sebelum pasien

  1

  dioperasi. Mengingat di dalam narkotika terkandung zat yang dapat mempengaruhi perasaan, pikiran, serta kesadaran pasien. Namun terhadap candu yang berlebihan akan menyebabkan ketagihan dan sesak. Sehingga pada masa itu, orang-orang Eropa mengganggap bahwa barang tersebut adalah barang setan.

  Setelah beberapa waktu kemudian diketahuilah bahwa candu mempunyai manfaat untuk kepentingan pengobatan. 1

   terakhir diakses 2 Oleh karena itu, agar penggunaan narkotika dapat memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia, peredarannya haruslah diawasi secara ketat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

  Pentingnya peredaran narkotika diawasi secara ketat karena pemanfaatannya sendiri banyak yang telah disalahgunakan oleh pemakainya.

  Bahkan dengan perkembangan teknologi dan informasi pada zaman sekarang ini, peredaran narkotika telah menjangkau hampir ke seluruh wilayah Indonesia.

  Daerah yang sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh perederan narkotika lambat laun berubah menjadi sentral peredaran narkotika. Begitu pula anak-anak. Yang pada mulanya awam terhadap barang haram ini telah berubah menjadi sosok pecandu yang sukar dilepaskan ketergantungannya.

  Pecandu pada dasarnya merupakan korban penyalahgunaan tindak pidana narkotika. Berkaitan dengan masalah penyalahgunaan narkotika tersebut, di perlukan suatu kebijakan hukum pidana yang memposisikan pecandu narkotika sebagai korban, bukan pelaku kejahatan khususnya terhadap pecandu anak dan remaja.

  Berdasarkan tipologi korban yang diidentifikasi menurut keadaan dan

  2

  status korban, yaitu: 1.

  Unrelated victims, yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pelaku.

2. Provocative victims, yaitu seseorang yang secara aktif mendorong

  2 dirinya sebagai korban.

  Moh. Taufik Makarao, Suhasril, Moh. Zakky A.S., Tindak Pidana Narkotika, Ghalia

  3. Participating victims, yaitu seseorang yang tidak berbuat, akan tetapi dengan sikapnya justru mendorong dirinya sebagai korban.

  4. Biologically victims, yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan yang menyebabkan ia menjadi korban.

  5. Socially week victims, yaitu mereka yang memiliki kedudukan sosial yang lemah yang menyebabkan ia menjadi korban.

  6. Self victimizing victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri.

  Pecandu narkotika merupakan “self victimizing victims” yaitu korban akibat kejahatan yang dilakukannya sendiri, karena pecandu narkotika menderita sindroma ketergantungan, dimana ketergantungan itu merupakan akibat dari penyalahgunaan narkotika yang dilakukannya sendiri.

  Hal yang berbeda dalam undang-undang tentang narkotika adalah kewenangan yang diberikan kepada hakim untuk memvonis seseorang yang telah terbukti sebagai pecandu narkotika untuk dilakukannya rehabilitasi. Secara tersirat, kewenangan ini, mengakui bahwa pecandu narkotika, selain sebagai pelaku tindak pidana juga sekaligus korban dari kejahatan itu sendiri yang dalam sudut viktimologi kerap disebut dengan self victimization atau victimless crime.

  Sayangnya, rumusan tersebut tidak efektif dalam kenyataannya. Peradilan terhadap pecandu napza sebagian besar berakhir dengan vonis pemenjaraan dan bukan vonis rehabilitasi.

  Saat Mahkamah Agung mengeluarkan sebuah surat ederan (SEMA RI no.

  7 Tahun 2009) yang ditujukan kepada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi diseluruh Indonesia untuk menempatkan pecandu narkotika di panti rehabilitasi yang kemudian surat ederan tersebut diperbaharui dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung No.4 Tahun 2010 tentang Penempatan

  Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Tentunya Surat Ederan Mahkamah Agung ini merupakan langkah maju di dalam membangun paradigma penghentian kriminalisasi atau dekriminalisasi terhadap pecandu narkotika.

  Dekriminalisasi adalah proses perubahan dimana penggolongan suatu perbuatan yang tadinya dianggap sebagai tindak pidana menjadi perilaku biasa. Kembali diperbaharui surat edaran tersebut dengan dikeluarkannya SEMA No. 03 Tahun 2011. Menegaskan bahwa bersamaan dengan telah dikeluarkannya UU No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika memberikan posisi yang sangat sentral kepada hakim khususnya terkait dengan penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan sosial sejak dalam proses penyidikan, penuntutan, sampai proses pemeriksaan dipersidangan untuk menuangkan dalam bentuk penetapan.

  Undang-undang tentang narkotika dalam perkembangannya telah diperbaharui dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Telah terjadi suatu pembaharuan hukum dalam ketentuan undang- undang ini, yakni dengan adanya dekriminalisasi para pelaku penyalahgunaan narkotika. Reformasi hukum pidana dalam undang-undang narkotika di Indonesia tampak sekali berproses dalam suatu dinamika perkembangan sosial dan teknologi yang berpengaruh terhadap perkembangan kriminalitas di Indonesia. Reformasi hukum pidana tersebut, khususnya ketentuan yang mengatur mengenai rehabilitasi terhadap pengguna narkotika, merupakan bentuk langkah pembaharuan hukum pidana nasional yang menunjukkan adanya kebijakan hukum pidana yang merupakan kebijakan yang bertujuan agar pengguna narkotika tidak lagi menyalahgunakan narkotika tersebut.

  Sampai saat ini masalah penyalahgunaan narkotika terhadap anak dan remaja di Indonesia adalah ancaman yang sangat mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu bangsa. Pemakaian narkotika yang tidak sesuai pada dosis sangatlah memberikan pengaruh yang buruk, baik dari segi kesehatan pribadinya maupun dampak sosial yang ditimbulkan. Para anak dan remaja korban penyalahgunaan narkotika akan menanggung beban psikologis dan sosial.

  Kalangan ini mudah terpengaruh ke dalam pemakaian narkotika karena masa anak sampai remaja merupakan masa seorang anak mengalami perubahan cepat dalam segala bidang, menyangkut perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap sosial dan kepribadian. Mereka mudah dipengaruhi karena di dalam dirinya banyak parubahan dan tidak stabilnya emosi cenderung melakukan prilaku yang

  3

  nakal. Menurut Zakiah Daradjat walaupun dari perkembangan jasmani dan kecerdasan telah betul-betul dewasa, dan emosinya juga sudah stabil, namun dari

  4

  segi kematangan agama dan ideologi masih dalam proses pemantapan. Masa anak merupakan masa untuk mencoba segala hal yang ingin diketahui dan ingin mengetahui lebih dalam tentang yang diketahuinya. Dimasa ini anak-anak masih dalam pengawasan keluarga. Terkadang, meskipun sudah diawasi keluarga, ada faktor lain yang mempengaruhi mereka yaitu lingkungan sekitar. Dari hal ini, anak-anak akan mencoba dan terbiasa dengan yang namanya narkotika. 3 4 Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, 2000, hlm. 2 Zakiah Daradjat, Faktor-Faktor yang Merupakan Masalah dalam Proses Pembinaan

  Oleh karena itu solusi yang perlu dilakukan dengan cara menginformasikan tempat rehabilitasi guna menyediakan suatu sarana untuk membantu dalam hal pemulihan bagi para pengguna khususnya bagi anak dan remaja.

  Berdasarkan uraian di atas, maka judul yang penulis pilih dalam dalam penelitian ini adalah “Peranan Pusat Rehabilitasi Anak Korban

  

Penyalahgunaan Narkotika Ditinjau Dari Undang-Undang No.35 Tahun

2009 Tentang Narkotika (Studi Kasus Pusat Rehabilitasi Al Kamal

Sibolangit Centre)” B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang trsebut diatas, berbagai persoalan yang timbul atau yang muncul, dalam skripsi ini dapat dikemukakan permaslahan yang akan diangkat pokok kajian dan penelitian ini, dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.

  Bagaimana faktor-faktor penyebab anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika?

  2. Bagaiamana pengaturan anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika di dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika? 3. Bagaimanakah peranan pusat rehabilitasi narkotika dalam malaksanakan rehabilitasi terhadap anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika?

C. Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak.

  2. Untuk mengetahui aturan di dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang membahas mengenai anak sebagai korban penyalahgunaan naroba.

  3. Untuk mengetahui peranan pusat rehabilitasi narkotika dalam pelaksanaan rehabiliasi terhadap anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika.

D. Manfaat Penulisan 1.

  Secara Teoritis Secara teoritis, memberikan sumbangan pemikiran bagi Ilmu Hukum khususnya hukum pidana, yang permasalahannya selalu berkembang seiring dengan perkembangan perilaku masyarakat. Dan diharapkan dapat menjembatani antara kepentingan hukum dan hak-hak yang harus dipenuhi bagi para pecandu narkotika. Dan mampu memberikan pemikiran terhdap masyarakat banyak agar mampu mengaktifkan fungsi pusat rehabilitasi sebagai bentuk kepedulian kita terhadap para pecandu narkotika khususnya anak dan remaja. Dengan skripsi ini masyarakat tau bagaimana harus memposisikan korban yang merupakan pecandu narkotika dengan para pengedar narkotika.

2. Secara Praktis a.

  Bagi para penentu dan pembuat peraturan diharapkan skripsi ini dapat dijadikan salah satu masukan dalam pengambilan kebijakan terhadap hak anak dan sanksi yang akan diberikan terhadap pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh anak.

  b.

  Bagi orang tua, skripsi ini dapat dijadikan bahan renungan dalam melakukan pengawasan terhadap pergaulan pada anak dengan memberikan pengetahuan sedini mungkin tentang bahayanya narkotika.

  c.

  Bagi penulis, untuk menambah wawasan dan pengetahuan khususnya, hukum pidana tentang kejahatan anak, bahayanya narkotika dan sanksi terhadap anak sebagai penyalahgunaan narkotika.

  d.

  Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat luas dalam hal pemberantasan narkotika khususnya mengenalkan bahayanya narkotika terhadap anak dan remaja.

E. Keaslian Penulisan

  Sepanjang pengetahuan penulis“Peranan Pusat Rehabilitasi Anak Korban Penyalahgunaan Narkotika Ditinjau Dari Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Studi Kasus Pusat Rehabilitasi Al Kamal Sibolangit Centre) yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah di tulis di Fakultas Hukum

  Topik permasalan ini sengaja dipilih oleh penulis adalah berdasarkan hasil pemikiran penulis sendiri. Skripsi ini belum pernah ada yang membuat. Kalaupun sudah ada, penulis yakin bahwasanya substansi pembahasannya adalah berbeda. Dalam skripsi ini, penulis mencoba menguraikan pembahasannya kearah bagaimana pusat rehabilitasi melakukan rehabilitasi terhadap anak-anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Anak

   Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah

  berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penurus bangsa dan penerus pembangunan , yaitu generasi yang di persiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang berkelanjutan dan pemegang kendali masa

  5

  depan suatu negara. Pengertian anak secara umum dipahami masyarakat adalah

  

6

  keturunan kedua setelah ayah dan ibu. Sekalipun hubungan tersebut tidak berlandaskan atas fondasi hukum yang berlaku, khususnya di Indonesia.

  Black’s Law Dictionary, menjelaskan: “Child is one who had not attained

  

the age of fourteen years, though the meaning now various in different statutes,

  7

e.g. child labor, support, criminal etc .” Yang artinya adalah usia anak 14 tahun

  dalam konteks ini, sudah dipakai dalam ketentuan yang berbeda, misalnya: untuk 5 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Rajawali Press,

  Jakarta, 2011, hlm. 1 6 WJS. Poerdaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1992, hlm.

  38-39 bekerja, membantu sesuatu, perbuatan yang dapat dikatagorikan tindak pidana dan sebagainya. Perbuatan anak itu sudah mengandung nilai yuridis.

  Departermen Kesehatan menggolongkan anak menjadi 4 golongan, yaitu: 1.

  Usia 0 tahun sampai dengan 5 tahun (usia balita); 2. Usia 5 tahun sampai dengan 10 tahun (usia anak-anak); 3. Usia 10 tahun sampai dengan 20 tahun (usia remaja atau teenager,

  juvenile ); 4.

  Usia 20 tahun sampai dengan 30 tahun (usia menjelang dewasa).

  8 Penggolongan usia anak dalam konteks ini, sebenarnya tidak dikaitkan

  dengan dengan tanggung jawab yuridis dari si anak. Hal ini hanya sebagai tolak ukur di dalam dunia kesehatan dalam melihat tumbuh kembang anak. Namun, tidak berlebihan pula jika seorang anak yang telah berusia 10 tahun ke atas (remaja menjelang dewasa) sudah layak untuk dijatuhi sanksi apabila telah melakukan tindakakan pidana.

  Hal ini sejalan dengan pendapat Sri Widowati Sukito yang diuraikan dalam tulisannya:

  Juvenile delinquency , ditentukan atas dasar umur para pelaku dan atas dasar macam tingkah laku para pelaku untuk diajukan ke pengadilan anak.

  Kebanyakan negara mempunyai batas umur minimum dan batas umur maksimum seorang anak untuk dapat diajukan ke pengadilan anak dengan pengertian, batas umur minimum hanya berlaku bagi delinquent child. Sedangkan dependant atau neglected child tidak ada batas umur minimum.

  9 Dalam perkembangannya anak di klasifikasikan menjadi beberapa bagian,

  yaitu :

8 Muhammad Thohir, Seminar Kesehatan Anak, Rumah Sakit Islam, Surabaya, 1993, hlm. 6.

  1. Anak sah, yaitu anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah atau hasil perbuatan suami istri yang sah di luar rahim dan

  10 dilahirkan oleh istri tersebut.

  2. Anak terlantar, yaitu anak yang tidak memenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.

  3. Anak yang menyandang cacat, yaitu anak yang mengalami hambatan fisik dan atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan secara wajar.

  4. Anak yang memiliki keunggulan yaitu, anak yang memiliki kecerdasan luar biasa, atau potensi dan atau bakat yang istimewa.

  5. Anak angkat, yaitu anak yang haknya dialaihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan penetapan pengadilan.

  6. Anak asuh, yaitu anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak

  11 mampu menjamin tumbuh kembang si anak secara wajar.

  Mengenai pengertian anak di bawah umur (belum dewasa) tercantum dalam Pasal 330 KUHPerdata yang bunyinya sebagai berikut: “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dari dua puluh satu tahun, dan 10 KHI, Pasal 99 tidak lebih dahulu kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dalam kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana teratur dalam bagian ke-tiga, ke-empat, ke-lima, ke-enam bab ini.

  12 Jadi yang dimaksud belum dewasa(di bawah umur) berdasarkan Pasal 330

  KUHPerdata adalah: 7.

  Belum penuh berumur 21 tahun 8. Belum pernah kawin

  Sedangkan di dalam Hukum Perkawinan Indonesia mendefinisikan pengertian anak adalah anak yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya, selama

  

13

  mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. Pengertian ini memberikan penjalasan mengenai kemampuan anak itu sendiri. Apabila anak telah mencapai usia 18 tahun namun belum mampu untuk menghidupi dirinya sendiri, maka ia tetaplah dikatakan anak. Begitu pula sebaliknya apabila dia sudah menginjak usia 18 tahun dan telah mampu melakukan perbuatan hukum, maka ia dapat untuk dimintai pertanggung jawaban hukum yang telah dilakukannya.

  Sementara itu , menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 98 (1) dikatakan bahwa batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun,

12 R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek Dengan

  

Tambahan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-undang Perkawinan , Pradnya Paramita, Jakarta, 1984, hlm. 98 . sepanjang anak tersebut tidak bercacat secara fisik maupun mental atau belum

  14 pernah melakukan perkawinan.

  Pengertin dewasa, menurut hukum positif di Indonesia masihlah sangat rancu. Semuanya terbatasi oleh kepentingan hukum apa yang telah disoroti.

  Kedewasaan merupakan salah satu unsur pemidanaan yang sangat penting untuk menentukan subjek hukum pidana dan sanksi pidana yang akan diberikan.

  Anehnya, sebelum dikeluarkannya Undang-Undang No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Indonesia belumlah memiliki batasan usia minimum yang jelas bagi anak yang dapat diajukan dalam persidangan anak, seperti yang dilakukan oleh Negara-negara lain. Penentuan batas usia minimum dan maksimum ini diperlukan karena di Negara-negara tersebut membedakan antara delinquent child

  15

  (anak yang melakukan pelanggaran) dan neglected child (dependant). Sehingga setiap tindak pidana yang dilakukan oleh anak sebelum dikeluarkannya Undang- Undang Tentang Peradilan Anak masihlah mengacu terhadap Kitab Undang- Undang Hukum Pidana. Khususnya terhadap Pasal 45, 46, 47 KUHP yang masih memiliki banyak kekurangan.

  Pasal 45: Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasar- kan pasal- pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - 505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah. 14 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, Kompilsai Hukum Islam di Indonesia,

  Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Jakarta, 2001, hlm.50

  Pasal 46: (1)

  Jika hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, maka ia dimasukkan dalam rumah pendidikan negara supaya menerima pendidikan dari pemerintah atau di kemudian hari dengan cara lain, atau diserahkan kepada seorang tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia atau kepada sesuatu badan hukum, yayasan atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikannya, atau di kemudian hari, atas tanggungan pemerintah, dengan cara lain; dalam kedua hal di atas, paling lama sampai orang yang bersalah itu mencapai umur delapan belas tahun. (2)

  Aturan untuk melaksanakan ayat 1 pasal ini ditetapkan dengan undang- undang.

  Pasal 47: (1)

  Jika hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok terhadap tindak pidananya dikurangi sepertiga. (2)

  Jika perbuatan itu merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun

  (3) Pidana tambahan dalam pasal 10 butir b, nomor 1 dan 3, tidak dapat diterapkan.

  Maka dari uraian pasal di dalam KUHP menjelaskan bahwa batas usia terhadap anak adalah sebelum anak tersebut berusia 16 tahun. Namun hal lain yang dapat kita ambil dalam pasal-pasal tersebut adalah bahwa pasal tersebut hanya menentukan apa yang terjadi dengan seorang anak di bawah umur apabila anak tersebut melakukan kejahatan ataupun pelanggaran dan pasal-pasal tersebut telah dicabut semenjak dikeluarkannya Undang-Undang Tentang Peradilan Anak yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Tentang Sistem Peradilan Anak . Di dalam hukum acara pidana tidak mengatur peraturan khusus bagi anak-anak. Sehingga anak yang melakukan kejahatan dan pelanggaran akan diadili dengan sebuah proses yang sama dengan orang dewasa. Padahal untuk melakukan pelaksanaan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak dibutuhkan mantap dan memadai. Oleh karena itu pengaturan mengenai perlindungan dan

  16 peradilan anak diperlukan aturan dan perlakuan secara khusus.

  Sedangkan di dalam Undang-Undang Tentang Peradilan Anak dikatakan bahwa pengertian dari anak nakal adalah anak yang melakukan pidana atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Namun, dalam perkara anak nakal ini hanya bisa diajukan ke pengadilan apabila telah mencapai umur 8 tahun,

  17 tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin.

  Batas umur 8 tahun bagi anak nakal untuk dapat diajukan ke persidangan anak karena didasarkan atas pertimbangan : sosiologis, psikologis dan pedagogis, yang pada dasarnya anak yang belum berusia 8 tahun, dianggap belum dapat

  18 untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

  Namun setelah di perbaharuinya Undang-Undang No.3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak menjadi Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak istilah anak nakal dihapuskan dan diganti menjadi anak yang berhadapan dengan hukum. Anak yang berhadapan dengan hukum memiliki perngertian yang jauh lebih luas daripada anak nakal sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak. Jika anak nakal memposisikan seorang anak hanya sebagai yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak. Berbeda 16

   terakhir diakses pada Senin 2 Maret 2015, pukul 20.15 WIB. 17 Pasal 1 dan 2, UU. No. 3 Tahun 1997 Tantang Peradilan Anak dengan anak yang berhadapan dengan hukum yang disebutkan di dalam Undang- Undang No.11 Tahun 2012.

  Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

  Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana

  Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

  Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang di dengar,

2. Pengertian Narkotika dan Golongannya

  Dari kata penyalahgunaan narkotika menandakan bahwa narkotika tidak selalu bermakna negatif. Jika narkotika digunakan dengan baik dan benar narkotika akan memberikan manfaat khususnya di dalam bidang kesehatan dalam hal digunakan sebagai obat bius. Di dalam dunia kesehatan narkotika di kenal sebagai NAPZA (Narkoba, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya).

  Dengan perkembangan teknologi dan industri obat-obatan, maka katagori jenis zat-zat narkotika semakin meluas pula seperti yang tertera dalam Lampiran Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

  Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika:

  Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, megurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan , yang di bedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana yang terlampir di dalam Undang-Undang ini.

  Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, maka obat-obatan semacam narkotika berkembang pula cara pengolahannnya dan peredarannya. Namun belakangan diketahui bahwa zat-zat narkotika memiliki daya kecanduan yang bisa menimbulkan ketergantungan. Dengan demikian, maka untuk jangka waktu yang cukup panjang bagi si pemakai memerlukan pengobatan, pengawasan dan pengendalian guna bisa disembuhkan.

  Melihat, begitu besarnya efek negatif yang timbulkan dari narkotika apabila tidak digunakan sesuai dengan peruntukkannya, maka pemerintah perlulah mengawasi peredarannya di masyarakat. Agar narkotika tersebut tidak dipersalahgunakan oleh sebagian kalangan yang akan merugikan diri mereka sendiri. Oleh karenanya dikeluarlah Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika agar peredarannya di masyarakat dapat diawasi secara ketat sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 4 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. b.

  Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; c.

  Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika; d.

  Memberantas peredaran gelap narkotika dan Prekusor narkotika; dan e.

  Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan social bagi Penyalahguna dan Pecandu Narkotika. Sedangkan untuk pengertian narkotika sering diistilahkan sebagai drug yaitu sejenis zat yang dapat mempengaruhi tubuh si pemakai. Pengaruh-pengaruh

  19

  tersebut berupa: a.

  Pengaruh menerangkan.

  b.

  Pengaruh rangsangan (rangsangan semangat dan bukan rangsangan seksual).

  c.

  Menghilangkan rasa sakit.

  d.

  Menimbulkan halusinasi atau khayalan.

  

20

Sudarto mengatakan bahwa: “Kata narkotika berasal dari perkataan

  Yunani “Narke”, yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa.”

  21 Smith Kline dan Frech Clinical Staff mendefinisikan bahwa: “Narkotika adalah zat-zat atau obat-obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan saraf sentral. Dalam definisi narkotika ini sudah termasuk candu, zat-zat yang dibuat dari candu (morphine, codein, methadone).

  Zat-zat yang sering disalahgunakan dan dapat menyebabkan gangguan

  22

  dapat digolongkan sebagai berikut: a.

  Opioda, misalnya morfin, heroin, petidin dan candu; b.

  Ganja atau kanabis, misalnya mariyuana dan hashish; c. Kokain atau daun koka d. 19 Alkohol yang terdapat dalam minuman keras; 20 Soedjono Dirdjosisworo, Kriminologi, Bandung, Citra Aditya, 1995, hlm. 157 21 Taufik Makarao, Suhasril, dan H.Moh Zakky, Op.Cit., hlm. 17. 22 Ibid, hlm. 18 Tina Afiatin, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, Gadjah Mada University Press, e.

  Amfetamin f. Halusinogen, misalnya LSD, meskalin dan psilosin g.

  Sedative dan hipnotika, misalnya matal,rivo, nipam; h. Fensiklidin (PCP); i. Solven dan inhalansia; j. Nikotin yang terdapat pada tembakau; k.

  Dan kafein yang terdapat pada kopi. Semua zat ini akan berpengaruh terhadap susuanan saraf pusat otak sehingga disebut sebagai zat psikotropika atau psikoaktif. Holmes membagai

  23

  psikoaktif ke dalam tiga katagori yaitu: a.

  Depresan, adalah jenis psikoaktif yang mempunyai pengaruh mengurangi aktivitas fungsional tubuh, yaitu dengan mengurangi dorongan fisiologis dan ketegangan psikologis. Misalnya: Alkohol dan Heroin b.

  Stimulan, adalah zat yang merangsang atau meningkatkan fungsi kerja tubuh. Ada dua macam yang termasuk pada katagori ini, yaitu amfetamin dan kokain.

  c.

  Halusinogen, adalah zat yang efek utamnya mengubah pengalaman persepsi, termasuk perupahan persepsi yang dramatik, yaitu terjadinya halusinasi. Misalnya LSD dan mariyuana.

  Narkotika akan menimbulkan daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga sifat narkotika ini yang menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas dari cengkramannya. Berdasarkan Undang- Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, jenis narkotika di bagi ke dalalm 3 (tiga) kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III. Setiap golongan narkotika memiliki fungsi yang berbeda-beda, yaitu:

  Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Adapun yang

  24

  termasuk golongan I adalah: 1.

  Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.

  2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L dengan atau tanpa mengalami pengolahan sekedarnya untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.

  3. Opium masak terdiri dari : a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.

  b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.

  c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

  4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.

  5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga

  Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.

  6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.

  7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.

  8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.

  9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya.

  10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya.

  11. Asetorfina : 3-0-Acetiltetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14- endoeteno-oripavina.

  12. Acetil–alfa–metil fentanil : N-[1-(α-Metilfenetil)-4-piperidil] asetanilida.

  13. Alfa-metilfentanil : N-[1 (α-Metilfenetil)-4-piperidil] propionanilida 14.

  Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-Metil-2-(2-tienil) etil]-4-piperidil] priopionanilida

  15. Beta-hidroksifentanil:N-[1-(beta-Hidroksifenetil)-4-piperidil 24 propionanilida

  Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan No. 13 Tahun 2014 Tentang Perubahan

  16. Beta-hidroksi-3-metil-fentanil : N-[1-(beta-Hidroksifenetil)-3-metil-4 piperidil]propionanilida.

31. DMT : 3-[2-( Dimetilamino )etil] indol 32.

  8 β–karboksamida 37. MDMA : (±)-N, α-Dimetil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina 38. Meskalina : 3,4,5-Trimetoksifenetilamina 39. METKATINONA : 2-(Metilamino )-1- fenilpropan-1-on 40.

  STP, DOM : 2,5-Dimetoksi- α ,4-dimetilfenetilamina 50. TENAMFETAMINA, nama lain MDA : α -Metil-3,4-(metilendioksi) fenetilamina

  Fenilsikloheksil)pirolidina 49.

  psilosina, psilotsin : 3-[2-(Dimetilamino )etil]indol-4-ol 47. PSILOSIBINA : 3-[2-(Dimetilamino)etil]indol-4-il dihidrogen fosfat 48. ROLISIKLIDINA, nama lain PHP, PCPY: 1-( 1-

  44. Paraheksil : 3-Heksil-7,8,9,10-tetrahidro-6,6, 9-trimetil-6H- dibenzo[b,d] piran-1-ol

  MMDA : 5-Metoksi- α-metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina 42. N-etil MDA : (±)-N-Etil- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina 43. N-hidroksi MDA : (±)-N-[α-Metil-3,4-(metilendioksi)fenetil] hidroksil amina

  DOET : (±)-4-Etil-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina 33. ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-Etil-1-fenilsikloheksilamina 34. ETRIPTAMINA. : 3-(2-Aminobutil) indol 35. KATINONA : (-)-(S)- 2-Aminopropiofenon 36. ( + )-LISERGIDA, nama lain LSD, LSD-25 : 9,10-Didehidro-N,N- dietil-6- metilergolina-

  17. Desmorfina : Dihidrodeoksimorfina 18.

  α – metilfenetilamina 28. DET : 3-[2-(Dietilamino )etil] indol 29. DMA : ( + )-2,5-Dimetoksi- α –metilfenetilamina 30. DMHP : 3-(1,2-Dimetilheptil)-7,8,9,10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H- dibenzo[ b,d]piran-1-ol

  Para-fluorofentanil : 4‘-Fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil) propionanilida 25. PEPAP : 1-Fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester) 26. Tiofentanil : N-[1-[2-(2-Tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida 27. BROLAMFETAMINA, nama lain DOB : (±)-4-Bromo-2,5-dimetoksi-

  propionanilida 23. MPPP : 1-Metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester) 24.

  N -[3-Metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil]

  Ketobemidona: 4-Meta-hidroksifenil-1-metil-4-propionilpiperidina 21. 3-Metilfentanil: N-(3-Metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida 22. 3-Metiltiofentanil:

  19. Heroina : Diacetilmorfina 20.

  Etorfina: Tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6,14-endoeteno- oripavina

4- Metilaminoreks : (±)-sis- 2-Amino-4-metil- 5- fenil- 2-oksazolina 41.

45. PMA : p-Metoksi-α–metilfenetilamina 46.

  52. TMA : (±)-3,4,5-Trimetoksi- α –metilfenetilamina 53.

  25C-NBOMe, nama lain 2C-c-NBOMe: 1-(4-Kloro-2,5- dimetoksifenil)-N- [(2-metoksifenil)metal]-2-etanamia

  PENTEDRONE : (±)-1-Fenil-2-(metilamino)pentan-1-on 81. PMMA:p-Metoksimetamfetamina;N-metil-1-(4Metoksifenil)propan-2- amina

  N - [(2-metoksifenil)metil]etanamina 80.

  25I-NBOMe, nama lain 2C-I-NBOMe : 1-(4-Iodo-2,5-dimetoksifenil)-

  78. MPHP : 1-(4-Metilfenil)-2-(1-pirrolidinil)-1-heksan-1-on 79.

  75. MEFEDRON,namalain 4-MMC: 1-(4-metilfenil)-2 metilaminopropan- 1- on 76. METILON,nama lain MDMC: 2-Metilamino-1-(3,4- metilendioksifenil) propan-1-on 77. 4-METILKATINONA, nama lain 4-MEC : 2-etilamino-1-(4- metilfenil)propan-1-on

  ETKATINONA: 2-etilamino-1-fenilpropan-1-on 73. JWH-018 : (1-Pentil-1H-indol-3-il)-1-naftalenil-metanon 74. MDPV: 3,4-Metilendioksipirovaleron, nama lain : 1-(3,4- metilendioksifenil)-2-(1-pirolidinil)pentan-1-on;

  71. DOC : 1-(4-Kloro-2,5-dimetoksi-fenil)propan-2-amina 72.

  70. Dimetilamfetamina, nama lain DMA : N,N-Dimetil-1-fenilpropan-2- amina

  69.

  AMFETAMINA : (±)- α–Metilfenetilamina 54. DEKSAMFETAMINA : ( + )- α–Metilfenetilamina 55. FENETILINA : 7-[2-[(α-Metilfenetil)amino]etil]teofilina 56. FENMETRAZINA : 3-Metil-2-fenilmorfolin 57. FENSIKLIDINA, nama lain PCP : 1-(1-Fenilsikloheksil)piperidina 58. LEVAMFETAMINA, nama lain levamfetamina: (- )-(R)- α–

  2-CB:2-(4-Bromo-2,5-dimetoksifenil)etanamina;4-Bromo-2,5- dimetoksimetamfetamina

  68.

  25B-NBOMe:2-(4-Bromo-2,5-dimetoksifenil)-N-[(2-metoksifenil) metil]etanamina

  67.

  5-APB: 5-(2-Aminopropil)benzofuran; 1-benzofuran-5-ilpropan amina 66. 6-APB : 6-(2-Aminopropil)benzofuran ; 1-benzofuran-6-ilpropan-2- amina

  64. Sediaan opium dan/atau campuran dengan bahan lain bukan Narkotika 65.

  MEKLOKUALON: 3-(o-klorofenil)-2-metil-4(3H)- kuinazolinon 61. METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, α–Dimetilfenetilamina 62. METAKUALON : 2-Metil-3-o-tolil-4(3H)-kuinazolinon 63. ZIPEPPROL:α-(α-Metoksibenzil)-4-(β-metoksifenetil)-1- piperazinetano

  Metilfenetil amina 59. Levometamfetamina : ( -)-N, α–Dimetilfenetilamina 60.

  82. XLR-11: (1-(5-Fluoropentil)-1H-indol-3-il)2,2,3,3-tetrametilsiklo propil)- metanon

  Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan

  25

  ketergantungan. Adapun yang termasuk golongan II adalah: 1.

  Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-difenilheptana 2. Alfameprodina : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 3. Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol 4. Alfaprodina : alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 5. Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1-il)etil]-4-

  (metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N-fenilpropanamida 6. Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 7.

  Anileridina : Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4- karboksilat etil ester

  8. Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana 9.

  Benzetidin : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

  10. Benzilmorfina : 3-benzilmorfina 11.

  Betameprodina : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina 12. Betametadol : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–heptanol 13. Betaprodina : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina 14. Betasetilmetadol : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana 15. Bezitramida : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3-propionil-1- benzimidazolinil)-piperidina

  16. Dekstromoramida : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1- pirolidinil)butil]-morfolina

  17. Diampromida : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida 18.

  Dietiltiambutena : 3-dietilamino-1,1-di(2'-tienil)-1-butena 19. Difenoksilat : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4fenilpiperidina-4- karboksilat etil ester

  20. Difenoksin : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-fenilisonipekotik 21.

  Dihidromorfina 22. Dimefheptanol : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol 23. Dimenoksadol : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat 24. Dimetiltiambutena : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-butena 25. Dioksafetil butirat : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat 26. Dipipanona : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona 27. Drotebanol : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6ß,14-diol 28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina dan kokaina.

  29. Etilmetiltiambutena : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-butena 30.

  Etokseridina : asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4fenilpiperidina-4- karboksilat etil ester

  31. Etonitazena : 1-dietilaminoetil-2-para-etoksibenzil-5nitrobenzimedazol 32.

  Furetidina : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)4 fenilpiperidina-4- karboksilat etil ester)

  33. Hidrokodona : dihidrokodeinona 34.

  Hidroksipetidina : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4- karboksilat etil ester

  35. Hidromorfinol : 14-hidroksidihidromorfina 36.

  Hidromorfona : dihidrimorfinona 37. Isometadona : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-difenil-3-heksanona 38. Fenadoksona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona 39. Fenampromida : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida 40. Fenazosina : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-6,7-benzomorfan 41. Fenomorfan : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan 42. Fenoperidina : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-fenilpiperidina-4- karboksilat Etil ester

  43. Fentanil : 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina 44.

  Klonitazena : 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazol 45. Kodoksima : dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima 46. Levofenasilmorfan : (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan 47. Levomoramida : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1pirolidinil)butil] morfolina

  48. Levometorfan : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan 49.

  Levorfanol : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan 50. Metadona : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona 51. Metadona intermediate : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana 52. Metazosina : 2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan 53. Metildesorfina : 6-metil-delta-6-deoksimorfina 54. Metildihidromorfina : 6-metildihidromorfina 55. Metopon : 5-metildihidromorfinona 56. Mirofina : Miristilbenzilmorfina 57. Moramida intermediate : asam (2-metil-3-morfolino-1, 1difenilpropana karboksilat

  58. Morferidina : asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

  59. Morfina-N-oksida 60.

  Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-N- oksida 61. Morfina 62. Nikomorfina : 3,6-dinikotinilmorfina 63. Norasimetadol : (±)-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-difenilheptana 64. Norlevorfanol : (-)-3-hidroksimorfinan

  66. Normorfina : dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina 67.

  82. Tebaina 83.

  3. Dihidrokodeina 4.

  Asetildihidrokodeina 2. Dekstropropoksifena: α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-butanol propionate

  26 1.

  Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Adapun yang termasuk golongan III adalah:

  85. Trimeperidina : 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 86.

  Tebakon : asetildihidrokodeinona 84. Tilidina : (±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-sikloheksena-1- karboksilat

  Sufentanil : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil -4-piperidil] propionanilida

  Norpipanona : 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona 68. Oksikodona : 14-hidroksidihidrokodeinona 69. Oksimorfona : 14-hidroksidihidromorfinona 70. Petidina intermediat A : 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina 71. Petidina intermediat B : asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester 72. Petidina intermediat C : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat 73. Petidina : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester 74. Piminodina : asam 4-fenil-1-( 3-fenilaminopropil)- pipe ridina-4- karboksilat etil ester

  80. Rasemorfan : (±)-3-hidroksi-N-metilmorfinan 81.

  Rasemoramida : (±)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)- butil]-morfolina

  78. Rasemetorfan : (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan 79.

  Properidina : asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil ester

  76. Proheptasina : 1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksiazasikloheptana 77.

  75. Piritramida : asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4(1-piperidino)- piperdina-4-Karbosilat armada

  Etilmorfina : 3-etil morfina 5. Kodeina : 3-metil morfina 6. Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina

7. Nikokodina : 6-nikotinilkodeina 8.

  Norkodeina : N-demetilkodeina 9. Polkodina : Morfoliniletilmorfina 10.

  Propiram : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida 11. Buprenorfina : 21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-trimetilpropil]-

  6,14-endo-entano-6,7,8,14- tetrahidrooripavina 12. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas 13. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika 14.

  Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika

3. Pengertian Penyalahgunaan Narkotika

  Penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang luas, baik dari sudut medis, kesehatan, jiwa maupun psikososial. Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tidak memberikan pengertian dan penjelasan yang jelas mengeani istilah penyalahgunaan, hanya istilah penyalah guna yang terdapat di dalam undang-undang tersebut, yaitu penyalahguna adalah

  27 orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau secara melawan hukum.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prestasi Kerja 2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja - Pengaruh Pengawasan Dan Disiplin Terhadap Prestasi Karyawan Pada Pt. Bank Sumut Cabang Iskandar Muda Medan

0 1 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori sinyal (signalling theory) - Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham Perrusahaan Perbankan Yang Terdapat Di Bursa Efek Indonesia

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Laporan keuangan - Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Audit Timeliness pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Audit Timeliness pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kalium Diklofenak - Sintesis Propil Diklofenak Dan Elusidasi Struktur Menggunakan Fourier Transform Infra Red (Ft-Ir) Dan Gas Chromatography Mass Spectrometry (Gc-Ms)

0 0 15

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pengembangan Pegawai Terhadap Efektifitas Kerja Pegawai Pada Kantor Sekretariat Daerah Kota Sibolga

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Penerapan Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan)

0 3 43

Penerapan Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan)

0 0 13

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK SEBAGAI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA A. Faktor-Faktor Timbulnya Kejahatan - Peranan Pusat Rehabilitasi Anak Korban Penyalahgunaan Narkotika Ditinjau Dari UU No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Studi Kasus Pusat Rehabi

0 0 27