BAB II KETERKAITAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSERO DENGAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia - Penerapan Sita Umum Terhadap Aset Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero Pailit Terkait Undang-Undang N

BAB II KETERKAITAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSERO DENGAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia 1. Sejarah BUMN di Indonesia Pada saat menyusun Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

  1945, para perintis kemerdekaan menyadari bahwa Indonesia sebagai kolektivitas politik masih belum memiliki modal yang cukup untuk melaksanakan pembangunan ekonomi. Indonesia hanya memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia, sementara faktor produksi yang lain, seperti modal dan teknologi belum tersedia. Atas dasar kenyataan inilah kemudian dirumuskan landasan hukum tentang asas keadilan di bidang ekonomi dan kesejahteraan sebagaimana tertera dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Negara mengambil peran penting di bidang ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan mendirikan

  29 BUMN melalui nasionalisasi perusahaan-perusahaan eks pemerintah Belanda.

  Sejarah BUMN di Indonesia banyak diwarnai dengan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, terutama milik Belanda yang dimulai pada tahun 1951. Perusahaan Belanda yang dikenakan nasionalisasi dilakukan melalui badan- badan penguasaan menurut bidangnya seperti perusahaan dagang, perusahaan farmasi, perkebunan, industri, dan sebagainya. Setelah diambil alih pemerintah, dibentuk perusahaan-perusahaan terbatas negara, seperti PT Indetins, PT Satya Negara, dan PT Indevitra. Termasuk hasil nasionalisasi adalah Bank Indonesia yang semula merupakan sebuah bank milik Belanda, Jawasche Bank, yang

  30 dinasionalisasi pada tahun1953.

  Perkembangan perekonomian Indonesia, diawal kemerdekaan peraktis dikuasai oleh The Big Three Bank Belanda, The Big Five Trading House Belanda (struktur prusahaan Belanda), MNC Inggris dan Amerika Serikat. The Big Three, yaitu Nederlandsche Handel Maatschapij menjadi Ekspor Impor Indonesia, Escompto Bank menjadi Bank Dagang Negara, dan Nationale Handel Bank menjadi Bank Bumi Daya. Selain itu, pemerintah melanjutkan Bank Rakyat Indonesia berasal dari Aglemene Vols Crediet Bank, Bank Tabungan Negara berasal dari De Postspaarbank, dan pemerintah mendirikan BIN yang menjadi Bapindo. Selain perusahaan Belanda, maka perusahaan Inggris, Amerika Serikat, dan Eropa lainnya seperti, BPM/Shell, Caltex, Stanvac, Goodyear, General

  31 Motors, Union Carbide, Dunlop, BAT, Rothmans, Bata, Coca cola, IBM.

  Periode 1969, melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 ditetapkan 3

  32 bentuk PN, yaitu sebagai berikut.

  a.

  Perusahaan Jawatan (Perjan), makna usaha adalah “public service,” artinya pengabdian serta pelayanan kepada masyarakat. Usahanya dijalankan, dan pelayanan diberikan, dengan memegang teguh syarat- syarat efesiensi efektifitas dan ekonomis serta manajement dan pelayanan 30 kepada umum atau masyarakat yang baik dan memuaskan. Perjan tidak

A. Habibullah, Kebijakan Privatisasi BUMN Relasi State, Market Dan Civil Society (Malang: Averroes Press, 2009), hlm. 73.

31 Christianto Wibisono, Profil dan Anatomi BUMN, dalam, Ibrahim R, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 108.

  dipimpin oleh Direksi tetapi oleh seoarang Kepala yang merupakan bawahan suatu bagian dari Departemen atau Direktorat Jenderal atau Pemerintah Daerah yang memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan.

  b.

  Perusahaan Umum (Perum), makna usahanya adalah melayani kepentingan umum baik produksi, distribusi dan konsumsi secara keseluruhan dan sekaligus untuk memupuk keuntungan. Perum dipimpin oleh Direksi dan modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan.

  c.

  Perusahaan Perseroan (Persero), makna usahanya adalah untuk memupuk keuntungan dalam arti,karena baiknya pelayanan dan pembinaan organisasi yang baik, efektif, efisien dan ekonomis secara business-

  zakelijk, cost accounting principles, management effectiveness dan

  pelayanan umum yang baik dan memuaskan memperoleh surplus atau laba. Persero dipimpin oleh Direksi dan modal seluruhnya atau sebagian merupakan milik negara yang dipisahkan serta terbagi atas saham. Pada periode 2003 kembali pemerintah memperbaharui regulasi yang berhubungan dengan Perusahaan Negara dalam bentuk Undang-Undang Nomor

  19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam undang- undang ini jenis BUMN disederhanakan menjadi dua, yaitu perusahaan perseroan

  33 dan perusahaan umum.

2. Landasan yuridis keberadaan BUMN di Indonesia

  Keberadaan BUMN dalam aktivitas perekonomian di Indonesia mendapat landasan yuridis berupa Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 yang memberikan

  34

  hak kepada Negara Indonesia untuk menguasai hajat hidup orang banyak. Secara lebih spesifik, BUMN juga diatur di dalam beberapa undang-undang dan peraturan dibawahnya.

  Badan Usaha Milik Negara diatur dalam UU BUMN, Lembaran Negara Nomor 70 Tahun 2003. Undang-undang ini mengganti tiga undang-undang sebelumnya, yaitu Indonesische Berdrijvenwet (Stb. No. 419 Tahun 1927) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1955; Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 Tentang Perusahaan Negara; dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 Tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang. Sejak diundangkannya UU BUMN, ketiga undang-undang tersebut dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. UU BUMN mulai berlaku sejak tanggal diundangkan,

  35 yaitu tanggal 19 Juni 2003.

3. Maksud dan tujuan pendirian BUMN

  Berdasarkan ketentuan yang lama Pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara disebutkan secara jelas sifat

  36

  pendirian BUMN, di mana BUMN merupakan kesatuan produksi yang bersifat: Memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum; dan memupuk pendapatan.

  Adapun maksud dan tujuan didirikannya BUMN adalah untuk turut membangun ekonomi nasional sesuai dengan ekonomi terpimpin pada waktu itu dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam 34 35 A. Habibullah, Loc. Cit.

  Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung : Citra Aditya Bakti, perusahaan menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur material dan

  37 spiritual.

  Berdasar sifat, maksud, dan tujuan pendirian BUMN seperti tersebut diatas, merupakan konsekuensi logis dari perwujudan tujuan bernegara, yakni untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, khususnya yang berkenaan dengan penguasaan negara dalam cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, perumusan mengenai sifat, maksud, dan tujuan pendirian BUMN itu harus pula sejalan dengan tujuan umum dari negara, yakni meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga sudah selayaknya jika BUMN tidak hanya difungsikan sebagai unit ekonomi yang melaksanakan fungsi profitisasi

  38 semata, akan tetapi diharuskan pula melaksanakan fungsi sosial.

  Fungsi BUMN tidak hanya ditekankan pada fungsi melaksanakan fungsi komersil semata dengan mengedepankan orientasi keuntungan. Akan tetapi harus pula melaksanakan fungsi sosial, hal tersebut dikarenakan sifat, maksud, dan tujuan pendirian BUMN itu memang khas sifatnya. Itulah yang disebut karakteristik pendirian BUMN yang berbeda dengan pendirian usaha swasta maupun koperasi. Sebagaimana telah pula diuraikan dimuka, bahwa keberadaan dan kedudukan BUMN di Indonesia dengan melihat latar belakang pendiriannya itu bukan hanya didasarkan atas alasan ideologi semata, akan tetapi juga

  39 didasarkan atas alasan politis dan ekonomis.

37 Ibid, hlm. 76.

  Ada 5 (lima) tujuan pendirian BUMN yang diatur dalam UU BUMN Pasal 2, yaitu sebagai berikut.

  Pertama , tujuan pendirian BUMN adalah untuk memberikan sumbangan

  bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan negara.

  Kedua , tujuan pendirian BUMN adalah untuk mengejar keuntungan.

  Meskipun maksud dan tujuan Persero adalah untuk mengejar keuntungan, dalam hal-hal tertentu adalah untuk melakukan pelayanan umum. Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial. Sedangkan untuk Perum yang tujuannya adalah menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

  Ketiga , tujuan pendirian BUMN adalah menyelenggarakan kemanfaatan

  umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang maupun jasa dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

  Keempat , tujuan pendirian BUMN adalah menjadi perintis kegiatan- kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.

  Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh maasyarakat. Namun, kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta atau koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui penugasan kepada BUMN. Dalam hal adanya suatu kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.

  Kelima , turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha

  golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Sebagai wujud dari manfaat dan tujuan didirikannya BUMN Persero dalam percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.

B. Bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas 1.

  Konsep dasar Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas selanjutnya disebut (PT) merupakan badan hukum

  (legal entity ), yaitu badan hukum “mandiri” (persona standi in judicio) yang memiliki sifat dan ciri kualitas yang berbeda dari bentuk usaha lainnya seperti

  40 Matschap , baik firma maupun persekutuan komanditer (CV). Badan hukum

  merupakan subyek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban. Badan hukum

  41

  sebagai subyek hukum memiliki beberapa teori secara umum antara lain; a.

  Para sarjana yang menganggap bahwa badan hukum sebagai wujud yang 40 nyata, dianggap mempunyai kelengkapan panca indera sendiri

I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang- Undang di Bidang Usaha (Jakarta: Kesaint Blanc, 2006), hlm. 142.

  sebagaimana manusia, maka akibatnya badan hukum dapat dipersamakan seperti manusia.

  b.

  Para sarjana yang menganggap bahwa badan hukum tidak sebagai wujud yang nyata, di belakang badan hukum itu sebenarnya berdiri manusia.

  Akibatnya, kalau badan hukum tersebut berbuat suatu kesalahan, maka kesalahan tersebut adalah kesalahan manusia yang berada di belakang badan hukum tersebut. Secara khusus ada beberapa landasan teori yang berkembang tentang

  42

  personalitas badan hukum, antara lain sebagai berikut: a.

  Teori fiksi (fictie-theoriey) dari Von Savigny, menurut teori ini, badan hukum adalah ciptaan atau rekayasa manusia, merupakan hasil suatu fiksi manusia. Kapasitas badan hukum ini didasarkan pada hukum positif. Oleh karena personalitas badan hukum ini didasarkan hukum positif, negara mengakui badan hukum tersebut dengan segala hak dan kewajiban yang dimilikinya, diperlakukan sama dengan manusia.

  b.

  Teori harta kekayaan bertujuan (doelvermogens-theorie) dari Brinz, menurut teori ini, hanya manusia saja yang dapat menjadi subyek hukum.

  Tetapi juga tidak dibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tiada manusiapun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang dinamakan hak-hak dari suatu badan hukum, sebenarnya hak-hak yang tidak ada yang mempunyainya dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan. c.

  Teori organ (orgaan theories) dari Otto von Gierke, badan hukum itu adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam pergaulan hukum. Badan hukum di sini tidak hanya merupakan pribadi yang sesungguhnya, tetapi juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapan atau organ-organnya. Dan apa yang mereka putuskan adalah khendak atau kemauan dari badan hukum.

  d.

  Teori kekayaan bersama (propriete collective theorie; gezamenlijke ) dari Planiol dan Molengraaff, menurut teori ini, hak

  vermogens-theorie

  dan kewajiban badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama kekayaan bersama. Anggota-anggota badan hukum tidak hanya dapat memiliki masing

  —masing untuk bagian yang tidak dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik bersama-sama untuk keseluruhan, sehingga mereka secara pribadi tidak bersama-sama semuanya menjadi pemilik. Orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi, yang dinamakan badan hukum. Atas dasar ini, maka badan hukum itu tidak lain adalah suatu konstruksi yuridis belaka. Ditinjau berdasarkan doktrin mengenai badan hukum menurut Ridwan

  Syahrani, bahwa sesuatu lembaga atau badan disebut sebagai badan hukum karena memiliki unsur-unsur yaitu; pertama adanya harta kekayaan yang terpisah, kedua mempunyai tujuan tertentu, ketiga mempunyai kepentingan sendiri, dan yang

  43 keempat adanya organisasi yang teratur. Adanya pemisahan harta kekayaan antara perusahaan dan pemilik usaha.

  44 Badan hukum memiliki pertanggungjawaban sendiri, walaupun harta kekayaan itu

  berasal dari pemasukan para anggota, harta kekayaan itu terpisah sama sekali dengan harta kekayaan masing-masing anggota-anggotanya. Kekayaan yang terpisah itu akan mempunyai akibat: a.

  Kreditur pribadi para anggota tidak mempunyai hak untuk menuntut harta kekayaan badan hukum itu.

  b.

  Para anggota pribadi tidak dapat menagih piutang dari badan hukum terhadap pihak ketiga.

  c.

  Kompensasi antara utang pribadi dan utang badan hukum tidak diperkenankan.

  d.

  Hubungan hukum, baik persetujuan, maupun proses-proses antara anggota dan badan hukum mungkin saja seperti halnya antara badan hukum dengan pihak ketiga.

  e.

  Pada kepailitan, hanya para kreditur badan hukum dapat menuntut harta kekayaan yang terpisah itu.

45 Badan hukum dibentuk mempunyai tujuan tertentu. Tujuan dapat

  merupakan tujuan yang ideal atau tujuan yang komersial. Tujuan itu adalah tujuan tersendiri dari badan hukum dan karena itu tujuan bukanlah merupakan kepentingan pribadi dari satu atau beberapa orang anggota. Oleh karena badan hukum hanya dapat bertindak dengan perantara organnya, maka perumusan tujuan

  44 Kurniawan, Op.Cit, hlm. 26. 45 Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, yayasan, Wakaf , dalam Kurniawan, Hukum Perusahaan Karakteristik Badan Usaha hendaknya tegas dan jelas. Ketegasan ini memudahkan pemisahan apakah organ

  46 bertindak dalam batas-batas kewenangannya atau tidak.

  Badan hukum mempunyai kekayaan sendiri untuk usaha-usaha mencapai tujuan tertentu itu, maka badan hukum itu mempunyai kepentingan sendiri.

  Kepentingan yang tidak lain adalah merupakan hak-hak subyektif sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa hukum, maka kepentingan itu adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Sebab itu, badan hukum yang mempunyai kepentingan sendiri dapat menuntut dan mempertahankan kepentingannya terhadap pihak

  47 ketiga dalam pergaulan hukumnya.

  Perseroan Terbatas sebagai badan hukum yang mandiri memiliki organisasi yang teratur. Organisasi yang dibentuk bertujuan untuk menjalankan kegiatan badan hukum, karena badan hukum merupakan suatu kontruksi hukum yang dapat bertindak melalui organ-organnya. Dengan demikian maka organisasi

  48 adalah suatu hal yang sangat esensial bagi badan hukum.

  Adapun yang dimaksudkan dengan kedudukan mandiri adalah bahwa PT dalam hukum dipandang berdiri sendiri otonom terlepas dari orang perorangan yang berada dalam PT tersebut. Di satu pihak PT merupakan wadah yang menghimpun orang-orang yang mengadakan kerja sama dalam PT, namun di lain pihak segala perbuatan yang dilakukan dalam rangka kerjasama dalam PT itu oleh hukum dipandang semata-mata sebagai perbuatan badan itu sendiri. Karena itu konsekuensinya, keuntungan yang diperoleh, dipandang sebagai hak dan harta kekayaan badan itu sendiri. Demikian pula sebaliknya bila terjadi suatu utang atau

46 Ibid,

  kerugian dianggap menjadi beban PT sendiri yang dibayarkan dari harta kekayaan

49 PT semata-mata.

  Definisi PT berdasarkan Pasal 1 butir 1 UU PT, bahwa; “Perseroan terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang

  .” Berdasarkan definisi PT di atas, terdapat beberapa unsur dari PT, sebagai

  50 berikut.

  a.

  Perseroan terbatas merupakan badan hukum. Sejak sebuah PT berstatus sebagai badan hukum, maka sejak saat itu hukum memperlakukan pemegang saham dan pengurus terpisah dri PT itu sendiri yang dikenal dengan istilah separate legal personality, yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri. Sebagai badan hukum, pada prinsipnya PT dapat memiliki segala hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh setiap orang- perorangan, dengan pengecualian yang bersifat pribadi, yang hanya mungkin dilaksanakan oleh orang-perorangan yang dalam hubungan

  51 tertentu dengan PT.

  b.

  Perseroan terbatas merupakan persekutuan modal. PT merupakan lembaga usaha yang dilaksanakan atau diselenggarakan tidak seorang diri. Msing- 49 masing pihak menyetorkan modalnya kedalam PT sebagai modal dasar.

  Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 9. Modal tersebut dikonversikan menjadi saham-saham, sehingga PT merupakan himpunan saham, yang menjadi ciri khas bentuk dari PT c.

  Didirikan berdasarkan perjanjian. PT merupakan sebuah persekutuan, yaitu suatu hubungan kerjasama dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hubungan tersebut didasarkan pada perjanjian, oleh sebab itu dalam pendirian PT harus didirikan oleh dua orang atau lebih, karena dalam melakukan perjanjian harus ada minimal 2 (dua) pihak. Hal ini didasarkan pada Pasal 1313 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian tersebut harus

  52 disahkan dengan akata notaris.

  d.

  Melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang terbagi dalam saham- saham. Pasal 31 UU PT, menjelaskan bahwa modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Saham-saham tersebut menjadi bukti kepemilikan aset perusahaan dan dengan bukti tersebut pemilik saham mendapatkan hak-hak sebagai pemegang saham, berupa deviden dan hak suara dalam RUPS.

  Perseroan Terbatas merupakan suatu badan usaha yang sempurna baik sebagai kesatuan ekonomi maupun sebagai kesatuan hukum. PT sebagai kesatuan ekonomi ditata oleh pranata hukum agar dapat berfungsi dan bertanggung jawab secara sempurna. Sebaliknya PT sebagai kesatuan hukum mempunyai kedudukan sebagai badan hukum yaitu sebagai subyek yang mampu melakukan perbuatan

  53 hukum, sebagai pendukung hak dan kewajiban di dalam lalu lintas hukum.

2. Syarat dan prosedur pendirian perseroan

  Pendirian PT memiliki beberapa syarat, yaitu syarat formal dan syarat materiil. Yang dimaksud dengan syarat formal disini adalah bahwa perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam

  54

  bahasa Indonesia. Akta notaris merupakan syarat formal yang harus dipenuhi, menurut KUHD pendirian PT dilakukan dengan akta otentik.

  Oleh karena itu, jika suatu PT tidak didirikan dengan akta notaris, secara yuridis formal tidak sah. Kemudian pendirian PT pada prinsipnya paling tidak

  55

  dilakukan oleh dua orang . Hal ini berkaitan dengan pengertian PT, bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian. Sebagaimana diketahui untuk membuat suatu perjanjian harus ada dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri. Oleh sebab itu sebagai konsekuensi logis pendirian PT sebagai suatu perjanjian harus ada paling

  56 tidak dua orang.

  Waktu saat perseroan didirikan, setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham. Apabila setelah perseroan memperoleh status badan hukum pemegang sahamnya menjadi kurang dari dua orang, dalam jangka waktu paling lama enam bulan, terhitung sejak keadaan tersebut terjadi, pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain. Setelah jangka waktu 53 Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan (Bandung: CV. Mandar Maju, 2000), hlm. 5. 54 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 7ayat (1). 55 Orang yang dimaksud adalah orang perorangan, baik warganegara Indonesia maupun

  enam bulan terlampaui, jika pemegang saham tetap kurang dari dua orang, maka keadaan ini akan berpengaruh pada pertanggungjawaban, yakni pemegang saham bertanggungjawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, Pengadilan Negeri dapat

  57

  membubarkan perseroan tersebut. Akan tetapi, menurut Pasal 7 ayat (7) UU PT, ketentuan mengenai pemegang saham minimal dua orang atau lebih tidak berlaku bagi yang tersebut di bawah ini.

  a.

  Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.

  b.

  Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga keliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal. Adapun yanga dimaksud dengan syarat materiil dalam pendirian PT adalah modal. Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nominal saham dengan nilai tertentu. Modal dasar perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), yang paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar

  58 tersebut harus ditempatkan dan disetor penuh.

  Jika semua persyaratan, baik formal maupun materiil telah dipenuhi oleh para pendiri PT, selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian PT. Akta pendirian yang otentik tersebut kemudian disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Kehakiman untuk mendapatkan pengesahan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik. Pengesahan dari Menteri Kehakiman baru akan diberikan apabila syarat-syarat dalam anggaran dasar perseroan tidak bertentangan dengan kepentingan umum maupun kesusilaan. Setelah akta pendirian perseroan disahkan, maka tugas para pendiri adalah mendaftarkannya pada kepaniteraan

  59 pengadilan setempat, dan kemudian diumumkan dalam berita negara.

3. Organ perseroan a.

  Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan yang tidak dimiliki organ lain, hal ini dijelaskan dalam Pasal 1 butir 4

  UU PT yang menyebutkan bahwa RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas

  60 yang ditentukan dalam uandang-undang dan/atau anggaran dasar.

  Kewenangan tersebut merupakan kewenangan eksklusif yang tidak dapat diserahkan kepada orang lain yang telah ditetapkan dalam UU PT dan anggaran dasar. Wewenang eksklusif yang ditetapkan dalam UU PT akan ada selama UU PT tidak diubah. Sedangkan wewenang eksklusif dalam anggaran dasar yang disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM dapat diubah sewaktu-waktu melalui

  61 perubahan anggaran dasar dan sepanjang tidak bertentangan dengan UU PT.

  Ada beberapa wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UU PT, antara

  62 lain sebagai berikut.

  1) Penetapan perubahan anggaran dasar. 2) Penetapan perubahan modal. 3) Pemeriksaan, persetujuan dan pengesahan laporan tahunan. 4) 59 Penetapan penggunaan laba. 60 Mulhadi, Op.Cit, hlm. 84.

  Sentosa Sembiring, Op.Cit, hlm. 54.

  5) Pengangkatan dan pemberhentian Direksi. 6) Penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. 7) Penetapan pembubaran perseroan.

  b.

  Dewan komisaris Dewan komisaris mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi. Pengawasan tersebut ditujukan atas kebijakan pengurusan perseroan, dan jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan. Pengawasan dan pemberian nasehat tersebut dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Oleh karena itu pengawasan, dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh dewan komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan

  63 perseroan.

  Adapun tanggung jawab secara keseluruhan dari dewan komisaris diatur dalam Pasal 114 dan Pasal 115 UU PT, yaitu sebagai berikut: Pasal 114 ayat (1), dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan berkenaan dengan kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan. Pasal 114 ayat (2), dewan komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Pasal 114 ayat (3), setiap anggota direksi ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Sehubungan dengan hal ini, penjelasan Pasal 114 ayat (3) UU PT menyebutkan bahwa ketentuan pada ayat ini menegaskan bahwa apabila dewan komisaris bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga mengakibatkan kerugian pada perseroan karena pengurusan yang dilakukan direksi, anggota dewan komisaris tersebut ikut bertanggung jawab sebatas kesalahan atau kelalaiannya. Pasal 114 ayat (4), dalam hal anggota dewan komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota dewan komisaris. Pasal 114 ayat (5), anggota dewan komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian tersebut apabila dapat dibuktikan:

  1) telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

  2) tidak memiliki kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusam direksi yang mengakibatkan kerugian; dan

  3) telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih. Dewan komisaris yang terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan majelis dan setiap anggoota dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarka keputusan dewan komisaris. Berbeda dengan perseroan biasa yang boleh memiliki satu oarang atau lebih dewan komisaris. Perseroan yang kegiatannya berkaitan dengan menghimpun dana masyarakat, dan perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang atau perseroan terbuka wajib mempunyai

  64 paling sedikit dua anggota dewan komisaris.

  Anggaran dasar perseroan dapat mengatur adanya satu oarang atau lebih komisaris independen dan satu orang komisaris utusan. Komisaris independen diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris lainnya.

  Komisaris independen yang ada di dalam pedoman tatakelola perseroan yang baik

  code of good corporate governance adalah “Komisaris dari pihak luar”.

  Sedangkan komisaris utusan merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk

  65 berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.

  c.

  Direksi Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dari definisi tersebut tampak bahwa istilah tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi hampir memiliki arah dan maksud yang sama, yakni melakukan pengurusan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan dalam anggaran dasar perseroan dan mewakili

  66 perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

  Direksi perseroan terdiri atas satu orang direksi atau lebih. Tetapi untuk perseroan tertentu, wajib memiliki paling sedikit dua orang anggota direksi.

  Perseroan tersebut adalah perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan

64 Ibid, hlm. 107.

  menghimpun dana atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan

  67 surat pengakuan utang, dan perseroan terbuka.

  Ada tiga macam tanggung jawab anggota direksi yang diatur dalam Pasal

  97 UU PT, yaitu sebagai berikut: 1)

  Bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan dengan itikad baik. Secara umum tanggung jawab direksi terbagi atas dua tahap, yaitu sebelum PT mendapatkan statusnya sebagai badan hukum, direksi secara kolektif bersama dengan pendiri dan dewan komisaris bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan, hal ini dimaksudkan agar direksi tidak melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum berstatus badan hukum. Tahap setelah PT berstatus badan hukum adalah terbatas pada perbuatan on behalf (untuk dan atas nama) perseroan. Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, yang mana pengurusan oleh direksi tersebut wajib dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Direksi harus bertindak dengan itikad baik dan tidak menyalahgunakan posisi dan informasi yang didapat karena

  

68

kedudukannya sebagai direksi.

  2) Bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

  Direksi bertanggung jawab pribadi jika tidak melaksanakan atau melanggar duty of loyalty (good faith,conflic of interest or self interest) yaitu, prinsip yang merujuk pada itikad baik dari direksi untuk bertindak semata-mata demi kepentingan dan tujuan perseroan, kemampuan, serta kehati-hatian tindakan direksi dari benturan kepentingan.

  69

  3) Bertanggung jawab secara renteng dalam hal Direksi terdiri atas dua orang atau lebih atas kerugian perseroan apabila bersangkutan tidak melakukan duty of care yaitu tidak dilaksanakannya atau melanggar standart of conduct (standart prilaku).

  70 Berdasarkan Pasal 97 ayat (5) UU PT, mengatur bahwa anggota direksi tidak

  dapat dimintakan pertanggungjawabannya atas kerugian perseroan sepanjang dapat membuktikan hal berikut: 1) Tidak ada kesalahan atau kelalaian yang dilakukan. 2)

  Pengurusan dilakukan berdasarkan itikad baik dan prinsip kehati- hatian.

  3) Tidak ada benturan kepentingan. 4) Mengambil tindakan pencegahan.

  4. Berakhirnya status badan hukum perseroan Perseroan sebagai artifical person eksistensinya memang diakui, demikian juga hak dan kewajibannya, dan dalam hal ini haknya untuk hidup. Undang-

  Undang menyatakan bahwa pada dasarnya perseroan didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas, artinya tidak ada batas akhir kecuali memang pendiri yang menghendaki bahwa perseroan didirikan untuk jangka waktu tertentu,

  71 namun hal itu harus dicantumkan secara tegas dalam anggaran dasar perseroan.

  Berakhirnya PT sebagaimana tersebut dalam Pasal 142 ayat (1) UU PT, yaitu; a.

  Berdasarkan keputusan RUPS; b. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;

  

72

  c. ; Berdasarkan penetapan pengadilan d.

  Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan; e. Karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang; atau f. Karena dicabut ijin usaha perseroan sehingga mewajibkan perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

  73 undangan.

  Pembubaran perseroan tidak serta merta perseroan akan kehilangan statusnya sebagai badan hukum, tetapi perseroan akan kehilangan statusnya

  71 72 Mulhadi, Op.Cit, hlm. 111.

  Menurut ketentuan Pasal 146 ayat (1) UU PT pembubaran perseroan berdasarkan penetapan pengadilan negeri. 73 Dalam penjelasan Pasal 142 ayat (1) huruf f ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan dicabutnya izin usaha perseroan, sehingga mewajibkan perseroan melakukan likuidasi, adalah sebagai badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan

  74 pertanggungjawaban likuidator diterima oleh Rapat Umum Pemegang Saham.

C. Pengelolaan BUMN Persero sebagai Perseroan Terbatas

  Berdasarkan pengaturan UU BUMN sekarang ini, jenis BUMN disederhanakan menjadi dua, yaitu perusahaan Perseroan dan Perusahaan Umum.

  75 Pengertian Persero dijelaskan dalam UU BUMN sebagai berikut, bahwa

  perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk PT yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

  Berdasarkan pengertian persero tersebut diatas, dapat diketahui bahwa bentuk hukum badan usaha persero adalah PT. Hal ini berarti ketentuan tentang PT berlaku juga untuk persero. Dijelaskan dalam pasal 11 UU BUMN yang menyatakan bahwa terhadap persero berlaku juga seluruh ketentuan dan prinsip- prinsip yang berlaku bagi PT sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PT

  76 terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007.

  Badan Usaha Milik Negara Persero memilih bentuk badan hukum PT sebagai bentuk badan hukumnya. Badan hukum ini memiliki karakteristik

  77

  diantaranya, sebagai berikut: 1.

  Makna usahanya untuk memupuk keuntungan, pelayanan dan pembinaan organisasi yang baik, efektif, efisien, dan ekonomi secara business-zakelijk, 74 75 Habib Adjie, Op.Cit, hlm. 29.

  Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 1 angka 2.

  

cost-accounting principles, management effectivennes, dan pelayanan umum

yang baik, memuaskan dan memperoleh laba.

  2. Status adalah badan hukum perdata, yang berbentuk PT.

  3. Hubungan usaha diatur menurut hukum perdata.

  4. Modal seluruhnya atau sebagian merupakan milik negara dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dimungkinkan adanya joint atau mixedenterprise dengan swasta (nasional dan/atau asing) dan adanya penjualan saham milik negara.

  5. Tidak memiliki fasilitas negara.

  6. Dipimpin oleh seoarang direksi dan status pegawai sebagai pegawai perusahaan biasa.

  7. Peranan pemerintah adalah sebagai pemegang saham. Intensitas terhadap perusahaan bergantung besarnya jumlah saham yang dimiliki berdasarkan perjanjian pemerintah dengan pemilik lainnya.

  Pemilihan BUMN Persero sebagai PT karena didasarkan kepada tujuan dibentuknya BUMN dan cara pengelolaan BUMN tersebut. Tujuan persero adalah menyediakan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing tinggi, serta

  78

  mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Persero sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut untuk dapat memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing tinggi, baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Dengan demikian, dapat meningkatkan keuntungan dan nilai persero yang bersangkutan sehingga akan

  79 memberikan manfaat yang optimal bagi pihak-pihak yang terkait. Sebagaimana halnya PT yang dimiliki oleh swasta, BUMN Persero dalam pengelolaannya juga mempunyai organ yang terdiri dari: a.

  Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham persero dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang saham pada persero dan PT dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Dalam melaksanakan tugasnya, menteri dapat

  80

  memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.

  b.

  Direksi persero, organ BUMN Persero yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMN Persero untuk kepentingan dan tujuan BUMN Persero sesuai dengan anggaran dasar persero, serta mewakili BUMN Persero baik di dalam maupun di luar pengadilan.

  c.

  Komisaris persero, organ persero yang bertugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi dalam menjalankan kegitan pengurusan persero. Pemilihan bentuk badan hukum PT dimaksud agar BUMN Persero di kelola dengan cara profesional. Pengelolaan persero dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat (Good Corporate

  Governance ). Prinsip-prinsip ini tercermin jelas dalam pasal-pasal UU PT. Good Corporate Governance didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem dan

  proses yang digunakan oleh organ perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan 80 Hak substitusi adalah hak yang diberikan kepada seseorang pemegang kuasa dalam kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma

  81 yang berlaku.

  Pengertian mengenai Good Corporate Governance menurut Ernst and Young adalah:

  “Corporate governance terdiri atas sekumpulan mekanisme yang saling berkaitan yang terdiri dari atas pemegang saham institusional, Dewan Direksi dan Komisaris, para manajer yang dibayar berdasarkan kinerjanya, pasar sebagai pengendali perseroan, struktur kepemilikan, struktur

  82

  keuangan, inve stor terkait dan persaingan produk.” Istilah lain dari corporate governance dapat mencangkup segala hubungan perusahaan, yaitu hubungan antara modal, produk, jasa dan penyedia sumberdaya manusia, pelanggan, dan bahkan masyarakat luas. Istilah tersebut juga dapat mencangkup segala aturan hukum yang ditujukan untuk memungkinkan sebuah perusahaan dapat dipertanggungjawabkan di depan para pemegang saham

  83 perusahaan publik.

  Tata kelola BUMN Persero menuntut adanya pemisahan manajemen dan pengelolaan perusahaan dari kepemilikan perusahaan. Hal tersebut sejalan dengan

  agency theory yang menekankan pentingnya pemegang saham sebagai pemilik

  perusahaan untuk menyerahkan pengelolaan perusahaannya tersebut kepada tenaga-tenaga profesional, yang bertugas untuk kepentingan dan memiliki

  84 keleluasaan dalam menjalankan manajemen perusahaan.

  Keleluasaan yang dimiliki oleh manajemen pengelola perusahaan harus dilandaskan kepada prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance. Penerapan 81 Mas Achmad Daniri, dalam Salinan Putusan Mahkama Konstitusi RI No. 48/PUU- XI/2013, hlm. 51. 82 Hessel Nogi S. Tangkilisan, Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance, dalam Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan Pola Kemitraan dan Badan Hukum

  (Bandung: PT Refika Aditama, Tahun 2006), hlm. 69. 83 Bismar Nasution, Prinsip Keterbukaan dalam Good Corporate Governance (Jakarta:

  prinsip-prinsip tersebut ditegaskan dengan keluarnya Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Peraktik Good Corporate Governance pada BUMN, yang telah diubah dengan Peraturan Meteri BUMN No.

  Per-01/MBU/2012, tanggal 01 Agustus 2011 dan UU BUMN, yang mewajibkan BUMN untuk menerapakan Good Corporate Governance secara konsisten

  85 dan/atau menjadikan prinsip tersebut sebagai landasan operasionalnya.

  Secara umum, prinsip-prinsip dasar yang harus diterapkan oleh perusahaan

  86

  dalam rangka Good Corporate Governance adalah: a.

  Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing organ-organ perusahaan yang diangkat setelah melalui fit and proper test, sehingga pengelolaan perusahaan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien; b.

  Kemandirian (independency), yaitu suatu keadaan, perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun, terutama pemegang saham mayoritas, yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; c. Transparansi (transparancy), yaitu keterbukaan terhadap proses pengambilan keputusan, dan penyampaian informasi mengenai segala aspek perusahaan terutama yang berkaitan dengan kepentingan

  stakeholders dan publik secara benar dan tepat waktu;

85 Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance Mengesampingkan Hak-hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha (Jakarta: Kencana,2008), hlm.

  d.

  Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu perwujudan kewajiban organ perusahaan untuk melaporkan kesesuaian pengelolaan perusahaan dengan peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keberhasilan maupun kegagalannya dalam pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran perusahaan yang telah ditetapkan; dan e. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip-prinsip dasar tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit antara lain dengan melakukan pemisahan tanggung jawab dan kewenangan yang disertai dengan mekanisme kerjasam antara organ-organ perusahaan. Melakukan pengawasan ketika organ-organ tersebut melaksanakan tugasnya untuk menghindari adanya benturan kepentingan atau tekanan, melakukan sistem pengendalian internal dan eksternal yang kuat, dan pengungkapan informasi material mengenai perusahaan melalui media yang dapat diakses dengan mudah oleh pihak-pihak yang berkepentingan, serta menetapkan visi, misi, tujuan dan strategi secara jelas sehingga kinerja perusahaan maupun kontribusi masing-

  87 masing individu dapat dinilai secara objektif.