BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Ijazah Palsu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kabupaten Langkat (Studi Putusan Pn No.197/Pid.B/2011/Pn.Stb, Pt No.431/Pid/2011/Pt.Mdn, Ma-Ri No.579k/Pid/2012)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Desa adalah Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah

  yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat kepala desa sebagai unsur

  

  penyelenggara Pemerintah Desa. Penjabat kepala desa berasal dari Pegawai

   Negeri Sipil di lingkungan pemerintahan daerah kabupaten/kota

  Untuk mendapatkan seorang Kepala Desa yang diharapkan dapat membawa kepada Pemerintahan Desa yang baik tentunya harus melalui proses yang demokratis yang diwujudkan dengan cara pemilihan Kepala Desa, sebelum melakukan proses pemilihan tersebut tentunya harus melalui tahap penyeleksian bakal calon Kepala Desa yang baik, bersih, dan terbuka agar calon kandidat kepala desa yang akan dipilih melalui proses pilkades merupakan calon-calon yang nantinya jika terpilih dapat membawa pemerintahan desa kearah yang lebih baik. Keluarnya Peraturan Pelaksanaan UU tentang Desa ini berdasarkan 2 pertimbangan untuk melaksanakan sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang

  

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia n No.43 tahun 2014 Tentang Peraturan pelaksana 3 Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 1 ayat (1) dan (3)

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pemerintahan Desa.

  Sumber utama hukum pidana adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),yang terdiri dari 3 Buku. Buku I berisi mengenai aturan umum hukum pidana, Buku II mengenai tindak pidana kejahatan dan Buku III mengenai tindak pidana pelanggaran. Seperti apa yang diterangkan dalam Memorie van Toelichting(MvT), perbedaan dan pengelompokan tindak pidana menjadi kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen) didasarkan pada

  

  pemikiran bahwa : 1.

  Pada kenyataannya dalam masyarakat ada sejumlah perbuatan-perbuatan yang pada dasarnya sudah mengandung sifat terlarang(melawan hukum), yang karenanya pada pembuatnya patut dijatuhi pidana walaupun kadang- kadang perbuatan seperti itu tidak dinyatakan dalam UU.

  2. Disamping itu ada perbuatan-perbuatan yang baru mempunyai sifat terlarang dan kepada pembuatnya diancam dengan pidana setelah perbuatan itu dinyatakan dalam UU.(PAF Lamintang,1983:199-200). Kenyataannya kejahatan berupa tindak pidana yang lebih berat dari pada pelanggaran. Teranglah bahwa bagi kejahatan pada dasarnya sifat terlarangnya atau tercela perbuatan itu adalah terletak pada masyarakat, sedangkan bagi pelanggaran karena dimuat dalam UU. Kejahatan-kejahatan yang dimuat dalam 4 Buku II, digolongkan ke dalam bentuk-bentuk tertentu, yang pada pokoknya

  

Chazawi, Adami. 2001, Kejahatan Terhadap Pemalsuan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, hal 3-5 didasarkan pada kepentingan hukum yang dilanggar/dibahayakan oleh perbuatan itu (Sotochid Kartanegara ).

  Ijazah yang seharusnya diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi, bisa didapatkan atau digunakan oleh yang bukan peserta didik. Penggunaan ijzah palsu ini biasanya untuk memenuhi syarat rekruitmen dari suatu jabatan.

  Ijazah merupakan suatu bukti bagi seseorang dan sebagai suatu syarat bagi seseorang untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi

   Menurut Pasal 1 UU Sisdiknas, Pendidikan merupakan usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

   dan Negara .

  Fungsi Pendidikan nasional itu sendiri yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) disatu sisi membawa hasil positif bagi perkembangan, namun pada sisi lain disalah gunakan oleh sebagian orang yang 5 tidak beriktikat baik.

  Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Bab XX Pasal (1)

  Mereka melakukan cara-cara yang tidak terpuji yang sepintas lalu tampaknya tidak terjangkau oleh peraturan perundang-undangan. Apabila ilmu pengetahuan terus berkembang tanpa diimbangi dengan semangat kemanusiaan, maka akan berakibat pada akses-akses yang negatif. Akses-akses negatif dari suatu kemajuan ilmu pengetahuan yang baru disalah gunakan, dimana perwujudan dari suatu perbuatan itu merupakan salah satu dari berbagai macam tindak pidana yang menimbulkan gangguan ketentraman, ketenangan, bahkan sering kali mendatangkan kerugian baik materiil maupun immaterial yang cukup besar bagi masyarakat, bahkan kehidupan negara.

  Macam tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat salah satunya adalah kejahatan pemalsuan, bahkan dewasa ini banyak sekali terjadi tindak pidana pemalsuan dengan berbagai macam bentuk dan perkembangannya yang menunjuk pada semakin tingginya tingkat intelektualitas dari kejahatan pemalsuan yang semakin kompleks. Kejahatan mengenai pemalsuan atau disingkat kejahatan pemalsuan adalah berupa kejahatan yang didalamnya mengandung unsur keadaan ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu (objek), yang sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya

  Kejahatan Pemalsuan Surat pada umumnya adalah berupa pemalsuan surat dalam bentuk pokok (bentuk standar ) yang dimuat dalam Pasal 263, yang

  

  merumuskan adalah sebagai berikut:

  (1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat 6 menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang

  diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal yang dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah- olah isinya benar dan tidak palsu, dipidana jika pemakaian tersebut dapat menimbulakan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun” (2)

   Dipidana dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan dapat menimbulkan kerugian

  Dipidana dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai Surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah jika pamakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.Wirjono Prodjodikoro mengatakan, tindak pidana ini oleh

  Pasal 263 ayat (1) KUHP dinamakan (kualifikasi) “pemalsuan surat (Valsheid in Geschriften)”. Dengan kualifikasi pada macam surat: Ke-1: surat yang dapat menerbitkan suatu hak, suatu perikatan atau pembebasan hutang, Ke-2: surat yang ditujukan untuk membuktikan suatu kejadian.

  Surat (grechrift) adalah suatu lembaran kertas yang diatasnya terdapat tulisan yang terdiri dari kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung/berisi buah pikiran atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan mesin ketik, perinter komputer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan cara apa pun. Membuat surat palsu (membuat palsu/valschelijk opmaaken sebuah surat) adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya.

   Membuat surat palsu dapat berupa hal-hal berikut :

  1. Membuat surat palsu yang sebagian atau seluruh isi surat tidak sesuai atau bertentangan dengan kebenaran. Membuat surat palsu yang demikian disebut pemalsuan intelektual (intelectuele valschelijk).

  7

  2. Membuat surat palsu yang seolah-olah surat itu berasal dari orang lain selain si pembuat surat. Membuat surat palsu yang demikian ini disebut dengan pemalsuan materiil (materiele valschelijk). Palsunya surat atau tidak benarnya surat terletak pada asalnya atau si pembuat surat. Dari berbagai macam tindak pidana pemalsuan surat, salah satunya adalah tindak pidana pemalsuan ijazah atau gelar kesarjanaan.Orang yang menggunakannya juga dikenakan sanksi yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 263 dan UU Sisdiknas Seseorang yang melakukan tindak pidana baru boleh dihukum apabila si pelaku sanggup mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah diperbuatnya, masalah penanggungjawaban erat kaitannya dengan kesalahan, oleh karena adanya asas pertanggungjawaban yang menyatakan dengan tegas "Tidak dipidana tanpa ada kesalahan" untuk menentukan apakah seorang pelaku tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban dalam hukum pidana, akan dilihat apakah orang tersebut pada saat melakukan tindak pidana mempunyai kesalahan.

  Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan Judul “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA

  IJAZAH PALSU DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA KABUPATEN LANGKAT (Studi Putusan PN REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG.

  No.431/Pid/2011/PT.Mdn, DAN MA-RI REG. No.579K/Pid/2012).

B. RUMUSAN MASALAH

  Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas,maka penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengaturan Sistem Pembuktian Tindak Pidana Dalam Hukum

  Positif Indonesia terkait dalam kasus Putusan PN REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG.No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012 ? 2.

  Bagaimana Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Ijazah Palsu Putusan PN REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG.No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012) ? 3.

  Bagaimana analisis Yuridis Dasar-Dasar Pertimbangan Hakim (Studi Putusan PN REG. No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG.

  No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012) ?

C. TUJUAN PENELITIAN

  Tujuan penelitian adalah di rumuskan secara deklaratif dan merupakan

   penyertaan-penyertaan tentang apa yang hendak di capai dalam penelitian.

  1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan proses sistem pembuktian tindak pidana dalam hukum positif indonesia bagi pengguna ijazah palsu dengan sanksi pidana yang diterapkan penegak hukum.

  2. Untuk mengetahui konsep pertanggungjawaban pidana pelaku pengguna ijazah yang dikeluarkan oleh instasi pendidikan yang terkait tidak terdaftar pada arsip dinas pendidikan.

  3. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku pengguna ijazah palsu sesuai putusan (Studi Putusan PN REG. No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG. No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012).

8 Soekanto, Soerjono. 1989, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. hal. 9

D. MANFAAT PENELITIAN

  Adapun manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu manfaat teoritis manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis 1.

  Bagi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan perbendaharaan perpustakaan Fakultas Hukum dan perpustakaan USU yang diharapkan berguna bagi mahasiswa dan mereka yang ingin mengetahui dan meneliti lebih jauh tentang masalah ini.

  2. Penulisan skripsi ini dapat memberikan masukan kepada aparat penegak hukum dalam hal menerapkan efektifitas hukum terhadap kategori ijazah palsu dan informasi dalam perkembangan ilmu hukum dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi para akademisi yang menggeluti bidang hukum pidana dan pendidikan khususnya penguna ijazah palsu.

  2, Manfaat Praktis

  Secara praktis skripsi ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi masyarakat, pemerintah dan lembaga-lembaga terkait dalam pertanggung jawaban pidana. Oleh karena itu, skrpsi ini dapat memberikan sumbangsih saran, pemikiran, dan bahkan perenungan bagi perbaikan kinerja ke depannya.

E. KEASLIAN PENULISAN

  Penulisan ini pada prinsipnya dibuat dengan melihat dasar-dasar yang ada, baik yang diperoleh dari buku, perpustakaan, wawancara hakim yang bersangkutan dalam putusan tersebut, serta media cetak maupun elektronik.

  Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh penulis di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang :

  PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA

  IJAZAH PALSU DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA KABUPATEN LANGKAT (Studi Putusan PN.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI No.579K/Pid/2012)

  Belum pernah dilakukan, namun ada beberapa penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa terdahulu yang membahas tentang ijazah palsu, diantaranya yaitu :

  1. Tarima Saragih, Aspek Hukum Pidana Dalam Kasus Penggunaan Ijazah Palsu Pada Pencalonan Anggota Legislatif.

  2. Khairu Rizki, Analisa Kasus Tindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak (Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932/Pid.B/2005/PN.MDN) Penelitian ini berbeda dengan kedua penelitian tersebut yang juga membahas kejahatan tentang ijazah. Penelitian ini berfokus kepada pertanggungjawaban pidana pelaku pengguna dan sistem pembuktian ijazah palsu dalam pemilihan Kepala Desa. Dengan demikian keaslian penulisan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

  1.Pengertian Pertanggungjawaban Dengan demikian, terjadinya pertanggungjawaban pidana karena ada kesalahan yang merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang, dan telah ada aturan yang mengatur tindak pidana tersebut.

   Roeslan Saleh menyatakan bahwa:

  “Dalam membicarakan tentang pertanggungjawaban pidana, tidaklah dapat dilepaskan dari satu dua aspek yang harus dilihat dengan pandangan-pandangan falsafah. Satu diantaranya adalah keadilan, sehingga pembicaraan tentang pertanggungjawaban pidana akan memberikan kontur yang lebih jelas.

  Pertanggungjawaban pidana sebagai soal hukum pidana terjalin dengan keadilan Pepatah mengatakan: “Tangan menjinjing, bahu memikul”, artinya seseorang harus menanggung segala akibat dari tindakan atau kelakuannya.

  Dalam bahasa asing pertanggungjawaban pidana disebut sebagai, ‟toerekenbaarheid”, ”criminal responbility”, “criminal liability”. Bahwa pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang

   terjadi atau tidak terhadap tindakan yang dilakukannya itu.

  9 Saleh, Roeslan. 1982. Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta: Ghalia 10 Indonesia. hal 10

  Dengan perkataan lain apakah terdakwa akan dipidana atau dibebaskan. Jika ia dipidana, harus ternyata bahwa tindakan yang dilakukan itu bersifat melawan hukum dan terdakwa mampu bertanggung jawab. Kemampuan tersebut memperlihatkan kesalahan dari petindak yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan. Artinya tindakan tersebut tercela tertuduh menyadari tindakan yang dilakukan tersebut.

  Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya atas perbuatan yang dilakukan. Tiap orang dipandang sehat jiwanya dan karenanya juga mampu bertanggung jawab sampai dibuktikan sebaliknya. Ini merupakan suatu asas dalam hukum pidana. Kemampuan bertanggung jawab juga tidak merupakan unsur tertulis dari suatu pasal tindak pidana sehingga tidak perlu dibuktikan. Dengan Demikian seseorang mendapat pidana,tergantung pada dua hal :

1. Harus ada perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau dengan kata lain harus ada unsur melawan hukum. Jadi ada unsur objektif.

  2. Terhadap pelakunya ada unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan dan atau kealpaan,sehingga perbuatan yang melawan hukum tersebut dapat di pertanggung jawabkan kepadanya. Jadi ada unsur subjektif. Didalam hal kemampuan bertanggungjawab bila di lihat dari keadaan batin orang yang melakukan perbuatan pidana merupakan masalah kemampuan bertanggungjawab dan menjadi dasar yang penting untuk menentukan adanya kesalahan, yang mana keadaan jiwa orang yang melakukan perbuatan pidana haruslah sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan normal, sebab karena orang yang normal, sehat inilah yang dapat mengatur tingkah lakunya sesuai dengan

   ukuran-ukuran yang dianggap baik ole masyarakat.

  Suatu perbuatan melawan hukum (wederrechtelijk) belumlah cukup untuk menjatuhkan pidana. Di samping perbuatannya yang melawan hukum harus ada seorang pembuat yang bertanggung jawab atas perbuatannya, yaitu unsur kesalahan dalam arti kata bertanggung jawab (strafbaarheid van de dader).

  Apabila Kesehatan jiwa seseorang diragukan barulah dilakukan pemeriksaan oleh ahli psikiatri, dengan kemungkinan diberikan keterangan bahwa yang bersangkutan tidak mampu bertanggung jawab.

  Sementara bagi orang yang jiwanya tidak sehat dan normal, maka ukuranny sebagaimana di tegaskan ketentuan Bab III Pasal 44 KUHP yang berbunyi sebagai

  

  berikut : a.

  Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh dihukum.

  b.

  Jika nyata perbuatan itu tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya karena sakit berubah akal maka hakim boleh memerintahkan menempatkan di rumah sakit gila selama-lamanya stu tahun untuk di periksa.

  c.

  Yang di tentukan dalam ayat diatas ini, hanya berlaku bagi Mahkamah 11 Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.

  

Hamzah, Andi. 1986. Bunga Rampai HUkum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta: Ghalia

12 Indonesia. hal. 78

  Ada beberapa metode untuk menentukan suatu keadaan tidak mampu

  

  bertanggung jawab pada seseorang,sehinnga ia tidak di pidana : 1.

  Metode Biologis Metode biologis yaitu suatu cara dengan menguraikan atau meninjau jiwa seseorang. Seseorang psikiater telah menyatakan seseorang sakit gila dengan sendirinya orang tersebut tidak di pidana 2. Metode Psikologis

  Metode psikologis yaitu dengan cara menunjukkan hubungan keadaan jiwa abnormal dengan perbuatannya. Metode ini yang dipentingkan adalah akibat penyakit jiwa terhadap perbuatannya, sehingga dapat dikatakan tidak mampu bertanggung jawab dan tidak dipidana.

3. Metode Gabungan

  Metode gabungan dari kedua cara tersebut,yakni metode biologis dan metode psikologis,dengan menunjukanan di samping menyatakan keadaan jiwa dan oleh sebab itu keadaan jiwa itu,kemudian dinilai dengan perbuataannya untuk dinyatakan tidak mampu bertanggung jawab (E.Mezger,1949:287). Beberapa pendapat tentang pengertian kemampuan bertanggung jawab ,yaitu : 1.

  G.A.van Hamel menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan

  toerekeningsvatbaarheid (kemampuan bertanggung jawab) adalah suatu

  keadaan normalitas psikis dan kemahiran, yang membawa tiga macam kemampuan (kecakapan) yaitu : (1) mampu untuk dapat mengerti makna dan akibat sungguh-sungguh dari perbuatan-perbuatan sendri; (2) mampu untuk menginsyafi bahwa perbuatan-perbuatan itu bertentangan dengan

   13 ketertiban masyarakat; (3) mampu untuk menentukan kehendak berbuat.

  

Prodjohamiidjojo, Martiman. 1997. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 2.

14 Jakarta:: PT.Pradnya Paramita. hal 36

  2. D.Simon memberikan pendapat bahwa mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaarheid) adalah : (a) jika orang mampu menginsyafi perbuatannya yang bersifat melawan hukum; dan (b) sesuai dengan

   penginsyafan itu dapat menentukan kehendaknya.

  3. W.P.J.Pompe menyatakan bahwa unsur-unsur kemampuan bertanggung jawab adalah : a.

  Suatu kemampuan berpikir (psychis) pada pembuat yang memungkinkan pembuat menguasai pikirannya dan menentukan kehendaknya, b. dan oleh sebab itu,pembuat dapat mengerti makna dan akibat kelakuannya, c. dan oleh sebab itu pula, pembuat dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan pendapatnya(tentang makna dan akibatnya kelakuannya)

  4. Satochid Kartanegara menyatakan seseorang dapat

  

  dipertanggungjawabkan jika : a. Keadaan jiwa orang adalah sedemikian rupa sehingga ia dapat mengerti atau tahu akan nilai dari perbuatannya itu juga akan mengerti akan akibatnya.

  b.

  Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa sehingga ia dapat menentukan kehendaknya atas perbuatannya yang dilakukan.

  c.

  Orang itu harus sadar dan insyaf bahwa perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan yang terlarang atau tidak dibenarkan dari sudut hukum masyarakat maupun tata susila 5. Roeslan Saleh menyatakan bahwa dalam membicarakan tentang pertanggungjawaban pidana, tidaklah dapat dilepaskan dari satu dua aspek yang harus dilihat dengan pandangan-pandangan falsafah. Satu diantaranya adalah keadilan, sehingga pembicaraan tentang pertanggungjawaban pidana akan memberikan kontur yang lebih jelas. Dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapanya,

  E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menjelaskan bahwa unsur mampu bertanggung jawab mencakup: a. Keadaan jiwanya:

  1. Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara (temporair);

  2. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, imbecile, dan sebagainya), dan

  3. Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadar/reflexe bewenging, melindur/slaapwandel, menganggu karena demam/koorts, nyidam dan lain sebagainya. Dengan perkataan lain dia dalam keadaan sadar.

  b. Kemampuan jiwanya:

  1. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya;

  2. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak; dan 15 3. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut. 16 Poernomo, Bambang. 19789. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia. hal 142

  Lebih lanjut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menjelaskan bahwa Kemampuan bertanggungjawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan “jiwa”(geestelijke vermogens), dan bukan kepada keadaan dan kemampuan “berfikir”(verstanddelijke vermogens), dari seseorang, walaupun dalam istilah yang resmi digunakan dalam Pasal 44 KUHP adalah verstanddelijke vermogens. untuk terjemahan dari verstanddelijke vermogens sengaja digunakan istilah “keadaan dan kemampuan jiwa seseorang”

  Pertanggungjawaban pidana disebut sebagai “toerekenbaarheid” dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang terjadi atau tidak.

  Dari pendapat para pakar hukum pidana tersebut diats,dapat ditarik kesimpulan :

1. Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan dalam arti luas (schuld in

  riumezin) mempunyai tiga bidang,yaitu : a.

  Kemampuan bertanggung jawab orang yang melakukan perbuatan(toerekeningsvatbaarheid).

  b.

  Hubungan batin (sikap psikis) orang yang melakukan perbuatan dengan perbuatannya: (1)

  Perbuatan yang ada kesengajaan,atau (2)

  Perbuatan yang lalai atau kurang hati-hati atau kealpaan (culpa schuld in enge zin).

  c.

  Tidak ada alasan menghapus pertanggungjawaban pidana pembuat (anasir toerekenbaarheid).

2. Tindak Pidana Pemalsuan dalam KUHP a.

  Definisi Tindak Pidana Pemalsuan Tindak pidana adalah Perbuatan yang melanggar yang diatur oleh aturan

   hukum yang diancam dengan sanski pidana.

  Tindak Pidana adalah istirah yang dikenal dari hukum pidana belanda yaitu

  

‘’strabaar feit” Beberapa istilah yang digunakan dalam undang-undang tersebut

  antara lain : Peristiwa pidana, Perbuatan pidana, Hal yang di ancam dengan hukuman, Perbuatan yang dapat di Hukum.

  Menurut Simon ‘’strabaar feit”dapat diartikan sebagai kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu

   bertanggungjawab.

  Sedangkan menurut Van hammel‘’strabaar feit” adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

  Disimpulkan bahwa ‘’strabaar feit” pada dasarnya mengandung pengertian seperti berikut : a.

  Bahwa kata feit dalam istilah ‘’strabaar feit” mengandung arti kelakuan atau tingkah laku.

  b.

  Bahwa pengerian ‘’strabaar feit”dihubungkan dengan kesalahan orang 17 yang mengadakan kelakuan tersebut.

  

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

18 Pustaka. hal 1989

Tongat. 2009. Dasar-Dasar Hukum Pidana indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan.

   Moeljatno memberi unsur tindak pidana sebagai berikut: a.

  Perbuatan b. Yang dilarang (oleh aturan hukum) c. Ancaman Pidana (bagi yang melanggar)

  Dalam rancangan KUHP baru Tahun 2004 pengertian tindak pidana diatur

  

  dalam Bab II buku kesatu mulai pasal 11 sampai dengan pasal 29. Didalam ketentuan pasal 11(1) Rancangan KUHP Baru batasan/pengertian tindak pidana dirumuskan sebagai berikut :”Tindak pidana ialah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang boleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.”

  Berdasarkan rumusan pasal-pasal tersebut disimpulkan, bahwa menurut

   Rancangan KUHP baru tindak pidana menurut unsur-unsur : 1.

  Adanya perbuatan baik perbuatan yang bersifat positif maupun negatif yang dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undang

  2. Harus bertentangan dengan hukum, dalam arti bertentangan dengan kesadaran hukum masyrakat,

3. Tidak ada alasan pembenar.

  Di dalam kamus Besar Bahasa indonesia, pemalsuan menurut bahasa berarti proses,perbuatan atau cara memalsukan. Pemalsuan berasal dari kata palsu yang artinya tidak tulen, tidak sah, tiruan, gadungan, tidak jujur, sumbang. Pemalsuan

   19 berarti proses, cara, perbuatan memalsukan. Dengan kata lain perbuatan 20 Hamzah,Andi. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Jarkarta: PT Bineka Cipta. hal 91 21 Tongat. 2009. Op cit. hal 113 22 Tongat. 2009. Op cit. hal 117 pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap kebenaran dan kepercayaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain. Sedangkan Surat menurut bahasa selembaran kertas yang berisi huruf, angka, atau tulisan.

  Pemalsuan adalah suatu perbuatan yang disengaja meniru suatu karya orang lain untuk tujuan tertentu tanpa izin yang bersangkutan. Juga disebut melanggar hak cipta orang lain. Perbuatan-perbuatan itu dapat penghapusan kalimat, kata, angka, tanda tangan, dapat berupa penambahan dengan satu kalimat, kata atau angka dapat berupa penggantian kalimat, kata, angka, tanggal atau tanda tangan.

  Tindak pidana pemalsuan dapat digolongkan pertama-tama dalam kelompok kejahatan penipuan, tetapi tidak semua perbuatan penipuan adalah pemalsuan.

  Tindak pidana pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan, apabila seseorang memberikan gambaran tentang sesuatu keadaan atas sesuatu barang (surat) seakan-akan asli atau kebenaran tersebut dimilikinya. Karena gambaran ini orang lain terpedaya dan mempercayai bahwa keadaan yang digambarkan atas barang/surat tersebut itu adalah benar atau asli. Pemalsuan terhadap tulisan/surat terjadi apabila isinya atas surat itu yang tidak benar digambarkan sebagai benar.

  Kejahatan untuk bisa terjadi dalam segala bidang kehidupan di dunia ini,termasuk juga bidang pendidikan tentunya. Kejahatan mengenai pemalsuan atau singkatnya kejahatan pemalsuan adalah berupa kejahatan yang didalamnya mengandung keadaan ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu (objek),yang sesungguhnya itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya. Kejahatan pemalsuan yang dimuat dalam

   Buku II KUHP dikelompokkan menjadi 4 golongan ,yakni : 1.

  Kejahatan Sumpah Palsu (Bab IX ) 2. Kejahatan pemalsuan uang (Bab X ) 3. Kejahatan pemalsuan materai dan merek (Bab XI ) 4. Kejahatn pemalsuan surat (Bab XII )

  Maraknya tindak pidana pemalsuan ijazah sangat memprihatinkan di dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum masyarakat masih rendah dan lemahnya pengawasan terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Kegiatan pendidikan seharusnya menjadi investasi sumber daya manusia menuju suatu kualitas yang diharapkan dengan standar kompetensi dan kualifikasi tertentu yang harus dikuasai bagi kelangsungan hidup manusia.

  Untuk menentukan asli atau palsu suatu ijazah maka diperlukan suatu pembuktian. Pembuktian ini merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam proses pengadilan. Supaya dapat dihukum menurut Pasal 263 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), maka pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan dengan kata lain pemalsuan secara materil hampir selalu telah dilakukan orang dengan maksud yang jelas yakni untuk menggunakan atau membuat orang lain untuk menggunakan dengan tujuan yang sejelas-jelasnya bahwa yang dilakukannya adalah suatu kebohongan yang 23 diterangkan atau dinyatakan orang dalam suatu tulisan. b.

  Macam – Macam Tindak Pidana Pemalsuan Secara umumkejahatn mengenai pemalsuan dapat kita temukan dalam buku II

   KUHP yang dapat dikelompokkan menjadi empat golonganaitu : A.

  KEJATAN SUMPAH PALSU DAN KETERANGAN PALSU (Bab

  IX KUHP) B. KEJAHATAN PEMALSUAN UANG DAN UANG KERTAS (Bab X

  KUHP) i.

  Meniru atau Memalsu Uang (Pasal 244) ii. Mengedarkan Uang Palsu (Pasal 245) iii. Merusak Uang (Pasal 246) iv. Mengedar Uang Rusak (Pasal 247) v. Mengedar Uang Palsu yang lain (Pasal 245,247,249) vi. Membuat atau Mempunyai Persediaan Benda atau Bahan untuk

  Memalsu Uang (Pasal 250) vii. Menyimpan Kepingan Perak yang Dianggap mata uang (Pasal

  251) C. KEJAHATAN PEMALSUAN MATERAI DAN MEREK (Bab XI

  KUHP) i.

  Pemalsuan Materai ii. Pemalsuan Merek

24 Adami Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2002

  D.

  KEJAHATN PEMALSUAN SURAT (BAB XII KUHP) i.

  Pemalsuan surat pada umumnya bentuk pokok pemalsuan surat(KUHP Pasal 263 ) ii.

  Pemalsuan surat yang di perberat (KUHP Pasal 264) iii. Menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam akta otentik

  (KUHP Pasal 266) iv. Pemalsuan surat-surat keterangan dokter(KUHP Pasal 267-

  268) v. Pamalsuan surat-surat tertentu (KUHP Pasal 269,270 dan 271) vi. Pemalsuan keterangan pejabat tantang hak milik (KUHP Pasal

  274) vii. Penyimpan bahan atau benda untuk pemalsuan surat (KUHP

  Pasal 275)

  3. Ringkasan Putusan PN Stabat(No.197/Pid.B/2011) , Putusan PT(No.431/Pid/2011), Putusan MA(No.579K/Pid/2012).

  Bahwa SUPRIADI telah dua periode menjabat Kepala Desa di Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dengan menggunakan ijazah yang sama, pada pencalonan Kepala Desa periode yang kedua,kami sebagai masyarakat mengingat kepada panitia pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa agar meneliti berkas-berkas pencalonan Kepala Desa tersebut.

  Bahwa pada tanggal 5 s/d 9 November 2009 dimulai pendaftaran bakal calon Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dan setelah dilakukan seleksi oleh panitia ternyata yang lulus Administrasi ,ujian tertulis dan wawancara sebanyak 5 orang masing-masing bernama: 1.

  Tanda gambar Padi sebagai identitas saudara SUPRIADI 2. Tanda gambar Jagung sebagai identitas saudara JONTARI 3. Tanda gambar Kelapa sebagai identitas saudara LEGIMIN 4. Tanda gambar Pisang sebagai identitas saudara NURIADI 5. Tanda gambar Nenas sebagai identitas saudara SUNYOTO

   Syarat-syarat administrasi Pencalonan adalah sebagai berikut : a.

  Syarat Permohonan Bakal Calon Kepala Desa yang dibubuhi materai Rp.6000,- b. Daftar Riwayat Hidup c. Surat Pernyataan Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa d. Surat Pernyataan Setia dan Taat Kepada Pancasila ,UUD 1945,Negara dan

  Pemerintah Republik Indonesia e. Surat Keterangan Catatan Kriminal(SKCK)dari polsek setempat f. Fotocopy Ijazah Sekurang-kurangnya tamat Sekolah Lanjutan Tingkat

  Pertama(SLTP) atau sederajat /setara yang dibuktikan dengan STTB /ijazah yang disahkan oleh pejabat yang berwewenang,tidak dibenarkan 25 hanya Surat Keterangan dari pihak mana juga.

  

Peraturan Bupati Langkat Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan g.

  Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani dari Dokter Pemerintah.

  h.

  Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Calon Kepala Desa yang diketahui oleh Kepala Desa setempat. i.

  Berumur sekurang-kurangnya 25 tahun dan telah menikah dan Surat Keterangan Kelahiran dari Catatan Sipil j. Pas photo hitam putih ukuran 4x6cm=3 lembar

  Bahwa pada tanggal 5 s/d 9 November 2009 dimulai pendaftaran bakal Calon Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dan setelah dilakukan seleksi oleh panitia ternyata yang lulus administrasi, ujian tertulis dan wawancara sebanyak 5 dan salah satu persyaratan yang harus dilengkapi para calon adalah melampirkan foto copy ijazah sekurang-kurangnya tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau yang sederajat yang dibuktikan dengan STTB/Ijazah yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang.

  Kemudian pada tanggal 14 Desember 2009 sekitar pukul 08.00 wib s/d pukul 14.00 wib dimulai pemilihan Calon Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat, dan sekitar pukul 17.00 wib hasil pemilihan Calon Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat telah diumumkan yang mana pemilih Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dimenangkan oleh terdakwa dengan jumlah suara 791,sementara calon lainnya masing-masing Legimin jumlah suara 335,Jontari jumlah suara 328,Sunyoto jumlah suara 167 dan Nuriadi jumlah suara 163.

  Selanjutnya pada tanggal 15 Desember 2009 setelah terdakwa terpilih sebagai Kepala Desa Kebun Balok Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat,para calon yang kalah dalam pemilihan sebagai Calon Kepala Desa Kebun Balok antara lain saksi Legimin dan saksi Nuriadi mendapat informasi bahwa STTB/Ijazah SMP atas nama SUPRIADI (terdakwa) diduga palsu, yang kemudian membuat laporan pengaduan ke Polres Langkat untuk dilakukan proses lebih lanjut.

  Sehingga dimintakan kesaksian dari instansi yang berwenang dan dalam hal ini saksi AHLI dari Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Utara Yakni Drs.H.IRSYAD TANJUNG,M.Si yang menerangkan bahwa setelah melihat STTB/Ijazah atas nama SUPRIADI (terdakwa) lahir di Binjai 29 Agustus 1960 anak dari MAHYADI yang dikeluarkan Kepala SMP INSANI MEDAN tanggal 8 Juni 1980 adalah STTB/Ijazah yang blanko STTBnya bukan blanko STTB yang diterbitkan Depniknas RI, yang mana blako STTB yang diterbitkan oleh Depdiknas RI memakai nomor seri dan pada bagian tengah atas berlogo burung garuda, dan STTB/Ijazah SMP atas nama SUPRIADI (terdakwa) adalah jenis ijazah local bukan Negara kemudian dalam ijazah tersebut tertulis SURAT TANDA TAMAN BELAJAR,yang seharusnya bertulisan SURAT TANA TAMAT BELAJAR ,kemudian evaluasi Belajar Tahap AKhir (EBTA) diselenggarakan pada tanggal 3 Mei s/d 9 mei 1980 ,dimna dari tanggal 3 s/d 9 Mei 1980selama 7 hari termasuk didalamnya hari Minggu ,yang mana EBTA tidak pernah dilakukan pada hari Minggu, dan saksi AHLI dari Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara juga telah melakukan pengecekan pada arsip SK Izin Operasional SMP Swasta Insani Medan yakni Surat Kanwil P&K Sumatera Utara Nomor:361/05.I/A-P2D/79 tidak ada pada arsip Dinas Pendidkan Provinsi Sumatera Utara,dan Tanggal 8 Juni 1980, jadi sangat tidak lazim dengan 1(satu) tahun Sdr.SUPRIADI memperoleh Ijazah.

  Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat 2 KUH Pidana

  Putusan Pengadilan Negeri Satabat, bertanggal 06 Juni 2011, Nomor :197/Pid.B/2011/PN-Stb, yang amarnya berbunyi sebagai berikut L 1.

  Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum atas anam terdakwa SUPRIADI dengan No.PDM-131-I/Stabat/02/2011 tertanggal 07 Maret 2011 tidak dapat diterima;

2. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan; 3.

  Membebankan biaya perkara kepada Negara; Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 431/PID/2011/PT.MDN tanggal 11

  Agustus 2011 yang amar lengkapnya sebagai berikut: 1.

  Menerima permintaan banding dari Jaksa Penutut Umum 2. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Stabat tanggal 6 Juni 2011

  Nomor 197/Pid.B/2011/PN-STB yang dimintakan banding tersebut; Menyatakan terdakwa SUPRIADI telah telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana:”dengan sengaja memakai surat palsu,”. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SUPRIADI tersebut dengan pidana penjara 10 (sepuluh) bulan;

  Menyatakan bahwa lamanya terdakwa berada dalam tahanan sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

  Menetapkan barang bukti berupa : a.

  1(satu) lembar Ijazah/STTB SMP SEkolah INSANI Medan atas nama SUPRIADI; b.

  1(satu) lembar foto copy Ijazah/STTB SMP Sekolah INSANI Medan atas nama SUPRIADI yang telah dilegalisir oleh Pengadilan Medan; c.

  Dokumen Calon Kades Kebun Balok atas nama SUPRIADI; d. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat pertmana sebesar RP.2.000,-(dua ribu rupiah) dan tingkat banding sebesar Rp.2.500,-(dua ribu lima ratus rupiah); Putuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari

  Selasa tanggal 22 Januari 2013 1.

  Menolak permohonan kasasi dari Permohonan Kasasi/Terdakwa : SUPRIADI tersebut ; 2. Membebankan biaya perkara dalam tingkat kasasi ini kepada Pemohon

  Kasasi/Terdakwa sebesar Rp.2.5000,-(dua ribu lima ratus rupiah) Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, bahwa perbuatan

  Terdakwa memakai Surat Tanda Tamat Belajar(STTB) yang Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) dilakukan tanggal 3 Mei 1980 sampai dengan tanggal 9 Mei 1980, dan EBTA tidak pernah dilakukan pada hari Minggu ternyata palsu, hal tersebut merupakan tindak pidana;

G. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian

  Menurut Soerjono Soekanto menyatakan 2 (dua) jenis penelitian hukum adalah: a. Penelitian hukum normatif (normative legal research) yaitu penelitian atas pasal pasal aturan hukum untuk menentukan asas-asas hukum, mengetahui sinkronisasi vertical, horizontal, mengetahui aspek sejarah hukum dan mengetahui perbandingan antara sistem hukum.

  b. Penelitian hukum empiris (empirical legal research) yaitu penelitian hukum dilapangan yang ingin mengetahui efektifitas aturan hukum, ketaatan masyarakat akan hukum, persepsi masyarakat akan hukum dan ingin mengetahui faktor-faktor non-hukum yang mempengaruhi pembuatan dan penerapan hukum.

  

Soetandyo Wignyosoebroto menyebutkan, penelitian hukum normatif dengan

  istilah “Penelitian Hukum Doktrinal” (Doctrinal Legal Research), sementara penelitian hukum empiris disebutnya dengan istilah “Penelitian Hukum Non Doktrinal” (Non Doctrinal Research).

  

  26 Soekanto, Soerjono. 1985. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Penerbit Rajawali. hal. 40 27 Soetandyo Soekanto, 1989, Penelitian Hukum Sebuah Tipologi Masyarakat Indonesia, Penerbit Unair, Surabaya. Selanjutnya disebut Soetandyo Wignyosoebroto I, hal. 98.

  Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian hukum normative (normative legal research) yaitu menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis yang dimuat di media massa yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak dan berupa pendapat para sarjana dan disertai dengan wawancara b.

   Tipe Penelitian

  Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisa yuridis terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur dan berkaitan dengan tindak pidana pengguna ijazah palsu. Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti apakah kumpulan norma hukum dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada cukup mampu menampung permasalahan hukum yang berkaitan dengan tindak pidana pengguna ijazah palsu. Pendekatan analitis dilakukan untuk mengetahui penerapan hukum aturan perundang-undang apakah sudah diterapkan dalam praktik peradilan dan putusan hukum suatu kasus tindak pidana pengguna ijazah palsu.

c. Sumber data 1.

   Bahan hukum primer yakni digunakan berpusat pada peraturan

  perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas berkaitan dengan pengaturan pertanggungjawaban pengguna ijazah palsu.

  1. Bahan hukum sekunder yakni penjelasan mengenai bahan hukum primer dalam hubunga penelitian ini berupa, buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis atau pendapat para ahli hukum baik yang di muat di media massa perihal pertanggungjawaban pidana pengguna ijazah palsu Kegunaan bahan hukum sekunder adalah: 1. Sebagai bahan rujukan sebagai bahan materiil.

  2. Untuk mengembangkan hukum sebagai suatu sistem normatif yang Komprehensif dan tuntas, baik dalam maknanya yang formal maupun dalam maknanya yang materiil.

   2.

  Bahan hukum tersier yakni penelitian yang menyangkut seperti kamus atau ensiklopedia yang memberikan pengertian secara etimilogi, arti kata atau gramatikal untuk istilah-istilah yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat untuk memberi petunjuk atau arahan penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

  d.

  Metode Pengumpulan Data

   Library Research (penelitian kepustakaan)

  Library research adalah dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan, yakni buku-buku, pendapat sarjana, peraturan perundang– undangan, artikel, surat kabar, koran, internet, media massa yang behubungan dengan masalah PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA IJAZAH PALSU DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA KABUPATEN LANGKAT yang dibahas dalam putusan Nomor PN.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT No.431/Pid/2011/P€€T.Mdn, MA-RI REG.

  No.579K/Pid/2012 28 Ashshofa, Burhan. 2001. Metode Penelitian Hukum Cetakan Ketiga. Jakarta: PT Rineka Cipta

G. Sistematika Penulisan

  Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh sesuai dengan aturan dan penulisan karya ilmiah, maka penulisan dibuat secara sistematika penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari lima bab, yaitu:

  BAB I : Berisikan Pendahuluan yang menguraikan latar belakang judul penelitian penelitian diangkat, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keasliaan penulisan, metode penulisan, tinjauan kepustakaan dan sistematika penulisan.

  BAB II : Bab ini berisikan bagaimana Pengaturan Sistem Pembuktian Tindak Pidana Dalam Hukum Positif Indonesia BAB III : Bab ini berisikan, bagaimana Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Ijazah Palsu (Studi Putusan PN REG.No.197/Pid.B/2011/PN.Stb,PT.REG.No.431/Pid/2011/PT.Md n, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012)

  BAB IV : Bab ini berisikan analisis Yuridis Dasar-Dasar Pertimbangan Hakim (Studi Putusan PN REG. No.197/Pid.B/2011/PN.Stb, PT REG. No.431/Pid/2011/PT.Mdn, MA-RI REG. No.579K/Pid/2012 BAB V : Bab ini berisikan kesimpulan dari bab- bab terdahulu serta berisi saran terhadap pertimbangan hakim dalam penjatuhan hukuman berdasarkan pembuktian dan pertanggungjawaban pidana pengguna ijazah palsu.

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Toyota New Avanza (Studi Kasus Pada Auto 2000 Sm. Raja Medan)

0 0 13

BAB II PENGATURAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN DI INDONESIA E. Sejarah Singkat Perusahaan Grup - Hubungan Induk Perusahaan Dan Anak Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia Menurut U

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hubungan Induk Perusahaan Dan Anak Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia Menurut Uu No. 5 Tahun 1999

0 0 18

Hubungan Induk Perusahaan Dan Anak Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia Menurut Uu No. 5 Tahun 1999

0 0 11

BAB II PERKEMBANGAN GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA A. Perkembangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia - Perkembangan Gratifikasi Sebagai Tindak Pidana Korupsi Menurut

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perkembangan Gratifikasi Sebagai Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

0 0 26

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PENERBIT DAN PEDAGANG A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian - Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Electronic Data Capture Antara Bank Dengan Pedagang (Merchant) M

0 1 36

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Electronic Data Capture Antara Bank Dengan Pedagang (Merchant) Menurut Kuh Perdata Dan Pbi Nomor 16/8/Pbi/2014 (Studi Pada Pt. Bank Negara Indonesia, Tbk Medan)

0 0 13

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Electronic Data Capture Antara Bank Dengan Pedagang (Merchant) Menurut Kuh Perdata Dan Pbi Nomor 16/8/Pbi/2014 (Studi Pada Pt. Bank Negara Indonesia, Tbk Medan)

0 0 13

BAB II PENGATURAN SISTEM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA A. Pengaturan Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah Dalam Hukum Positif Indonesia - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Ijazah Palsu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kabu

0 0 45