BAB I CAREER LIFE - Best Articles in this Blog fit
BAB I CAREER LIFE
Berapa Besar Gaji yang Harus Anda Peroleh untuk Bisa Hidup dengan Layak?
Setiap tahun kita berharap gaji yang kita terima atau pendapatan dari usaha yang kita jalankan, bisa terus meningkat. Sebab, hey, harga barang-barang di sekitar kita terus merayap naik. Dan diam-diam tanpa kita sadari, selama ini pendapatan kita secara riil terus merosot gara-gara digerus angka inflasi yang tak kunjung henti.
Lalu, berapa penghasilan atau pendapatan minimal yang harus kita peroleh untuk bisa hidup secara layak, ditengah kepungan angka inflasi yang tak pernah kunjung berhenti menari? 10 juta per bulan? 15 juta? Atau 30 juta? Mari kita sejenak luangkan waktu untuk dengan sungguh-sungguh menghitung berapa banyak kebutuhan hidup kita – demi meraih kehidupan yang penuh sejahtera nan baha gia……
Sebelum menelisik angka demi angka yang tersaji, ada sedikit catatan yang perlu dikedepankan. Hidup layak dalam bayangan saya adalah hidup yang cukup nyaman, mapan, dan tidak kekurangan secara finansial. Sebab dengan itu Anda baru bisa menikmati hidup dan tidur dengan nyenyak. Sebaliknya, jika Anda masih serba kekurangan, atau apalagi tiap bulan dimaki-maki debt collector lantaran tagihan kartu kredit yang macet; maka itu artinya Anda masih belum hidup layak (bahasa kampungnya : financially incompetent).
Perhitungan disini mengambil asumsi bahwa Anda sudah berkeluarga dengan dua anak (kalau Anda belum berkeluarga, maka angka-angka dibawah inilah yang kelak harus Anda penuhi). Mari kita mulai dengan biaya untuk kebutuhan hidup sehari –sehari.
Biaya Kebutuhan Hidup Sehari-hari
Berapa biaya kebutuhan hidup sehari-hari untuk sebuah keluarga dengan dua anak di kota besar seperti Jakarta atau
Surabaya atau Medan? Kebutuhan sehari-hari adalah untuk makan (diselingi sebulan sekali makan sekeluarga di mal); untuk membayar iuran keamanan, bayar listrik, air PAM, langganan koran, beli sabun, rinso, odol, dan juga jajan/uang saku anak-anak serta sumbangan kanan kiri. Estimasi saya, Anda mesti mengeluarkan uang sejumlah Rp 4 juta per bulan untuk kebutuhan ini.
Biaya Pendidikan Anak
Oke, sekarang banyak sekolah SD Negeri yang gratis dan murah meriah (lantaran anggaran pendidikan yang meroket). Namun kalau Anda ingin menyekolahkan anak Anda di sekolah swasta yang kredibel (seperti Al Azhar, Lab School atau sejenisnya), plus kursus ini itu, maka dengan dua anak kita akan menghabiskan anggaran sekitar Rp 2 juta/bulan untuk investasi masa depan ini.
Biaya Transportasi dan Komunikasi
Tarif tol terus merambat naik dan kemacetan makin membuat penggunaan bensin boros. Dengan asumsi Anda membawa mobil ke kantor, dan biaya bensin ndak ditanggung oleh kantor; maka kita bisa menghabiskan sekitar Rp 1,5 juta per bulan untuk bensin, tol dan biaya parkir. Ditambah pengeluaran pulsa telpon dan langganan internet speedy, kita akan spend sekitar Rp 2 juta untuk pos ini.
Biaya Kredit Mobil
Beruntunglah Anda yang mendapat fasilitas car ownership dari kantor Anda…..Sebab jika tidak, atau kalau ingin menambah mobil sendiri lagi, Anda mesti mengalokasikan anggaran sekitar 130 – 200 jutaan (inilah uang yang mesti kita keluarkan untuk mobil bagi keluarga muda seperti Avanza, Toyota Rush, atau Nissan Grand Livina). Jika Anda membelinya dengan kredit (65 % masyarakat kita Beruntunglah Anda yang mendapat fasilitas car ownership dari kantor Anda…..Sebab jika tidak, atau kalau ingin menambah mobil sendiri lagi, Anda mesti mengalokasikan anggaran sekitar 130 – 200 jutaan (inilah uang yang mesti kita keluarkan untuk mobil bagi keluarga muda seperti Avanza, Toyota Rush, atau Nissan Grand Livina). Jika Anda membelinya dengan kredit (65 % masyarakat kita
Biaya Kredit Rumah
Anda tidak ingin selamanya tinggal di Pondok Mertua Indah, bukan? Beruntung kalau Anda dapat warisan rumah tinggal dari bokap atau nyokap. Sebab, tempo hari saya melihat iklan sebuah rumah mungil ukuran 4 L (lu lagi lu lagi karena saking kecilnya ukuran rumah) untuk keluarga muda di area BSD (Bekasi Sono Dikit, maksudnya) sudah mencapai harga sekitar 400 juta-an. Dengan jangka waktu 10 tahun, dan dengan suku bunga yang alamak kok makin melangit, maka Anda harus mengeluarkan sekitar Rp 4 juta untuk kredit ―istana peristirahatan‖ Anda yang lu lagi lu lagi ini.
TOTAL : Rp 16 juta per bulan. Ya, angka inilah jumlah total dari rincian pengeluaran diatas. Dan angka inilah yang menurut saya merupakan jumlah minimal yang harus Anda berdua penuhi untuk bisa membangun keluarga yang layak dan kredibel di kota besar. Bagi Anda yang sudah mendapat penghasilan diatas angka 16 juta/bulan – congratulation. Bagi yang belum, maka segeralah berpikir keras dan ambil action untuk mencari cara memperoleh extra income (dengan halal tentunya).
Sebab sebelum Anda mencapai penghasilan sebesar 16 juta/bulan, maka berdasar uraian diatas; rasanya Anda cukup pas dikategorikan ―masih hidup dibawah garis kemiskinan‖. Sorry to say…….but that’s fact of life, my friends.
Gaji dan Karir Saya Tidak Naik-naik, So What?
Secara berkala, saya kadang menerima email dari para pembaca blog ini. Isinya bermacam-macam. Ada yang sekedar ingin menanyakan judul buku manajemen yang paling mutakhir, ada yang minta pendapat mengenai strategi pengembangan SDM, hingga konsultasi minta advis bagaimana caranya membesarkan bisnis.
Namun tak jarang saya menerima email yang isinya curhat dan keluhan yang sarat dengan sembilu kegusaran. Isinya terpaku pada sebuah isu klasik : kenapa gaji dan karir saya tidak naik sepesat yang saya harapkan.
Seperti minggu lalu, saya menerima sebuah email yang isinya kurang lebih seperti ini : pak, saya sudah bertahun-tahun bekerja di perusahaan ini dan telah memberikan kerja terbaik; namun kenapa gaji yang diberikan perusahaan rasanya tidak sebanding dengan apa yang telah saya kerjakan. Di perusahaan ini, karir saya sepertinya mentok, berjalan ditempat, karena manajemen tidak punya kebijakan karir yang jelas. Semuanya serba tertutup dan remang-remang. Jadi kira-kira apa yang harus saya lakukan, pak?
Jawabannya sederhana dan lugas : segera ajukan surat resign, dan cari tempat lain yang menjanjikan rezeki yang lebih baik.
Jawaban lugas itu berangkat dari filosofi yang sangat simpel : sebab hanya Anda, dan Anda sendirilah, yang bisa menentukan dan mengubah nasib serta masa depan hidup Anda. Bukan orang lain, bukan atasan, bukan direktur, dan bukan juga pemilik perusahaan. You create your own future.
Jadi kalau Anda stuck pada kantor yang memberikan gaji pas-pasan atau yang tidak memberikan karir yang jelas, jangan pernah, sekali lagi, jangan pernah, menyalahkan atasan Anda, pihak manajemen, direktur atau pemilik perusahaan Anda. Salahkan diri Anda sendiri kenapa mau berkarir pada Jadi kalau Anda stuck pada kantor yang memberikan gaji pas-pasan atau yang tidak memberikan karir yang jelas, jangan pernah, sekali lagi, jangan pernah, menyalahkan atasan Anda, pihak manajemen, direktur atau pemilik perusahaan Anda. Salahkan diri Anda sendiri kenapa mau berkarir pada
Jika Anda kecewa dengan gaji atau dengan kebijakan karir yang tak pernah jelas di perusahaan Anda, namun Anda tidak berani pindah ke tempat lain yang lebih menjanjikan, berarti Anda tidak BERANI mengubah nasib Anda. Dan ah, bukankah Sang Pencipta tidak akan mengubah nasib seseorang jika orang itu tidak mau mengubah nasibnya sendiri.
Karena itu jika Anda hanya bisa mengeluh dan mengeluh tentang gaji yang kecil-lah, tentang karir yang ndak jelas-lah, tentang penilaian atasan yang subyektif-lah, dan tentang blah- blah lainnya, namun kemudian Anda tidak berani keluar dari tempat semacam itu, sorry, orang-orang seperti itu hanya layak disebut sebagai pencundang. Mengeluh hal-hal semacam itu hanyalah buang waktu, dan hanya akan menebarkan energi negatif yang tak pernah berakhir.
Karena itu jika kita tidak sreg dengan kebijakan gaji dan karir di kantor, namun kita tidak berani keluar dari tempat itu, why don’t we just shut up our mouth and do our job as best as we can?
Atau alih-alih hanya bisa mengeluh (jujur, saya agak alergi dengan orang yang suka mengeluh), mengapa kita tidak menegakkan energi positif yang menjulang? Mengapa kita tidak terus saja bekerja dengan tekun dan penuh semangat kemuliaan; sambil yakin bahwa suatu saat Yang Diatas pasti akan membalas ketekunan dan kemuliaan ini dengan barokah dari arah yang tak terduga-duga?
Kalau kita sudah bekerja dengan termehek-mehek, namun pihak manajemen tetap saja cuek dan tetap enggan memberikan gaji/karir yang sebanding, kenapa kita tidak tetap yakin bahwa suatu saat pasti akan ada tempat lain yang lebih baik bagi kita?
Kalau Anda merasa sudah bekerja dengan tekun dan bisa mengerjakan tugas dengan sangat baik, mengapa Anda tidak melayangkan lamaran pada tempat lain yang lebih menjanjikan? Ke tempat yang lebih bisa menghargai talenta Anda? Jika Anda benar-benar merasa yakin dengan kecakapan Anda, mengapa Anda hanya bisa berkeluh kesah tentang gaji, tentang karir, namun do nothing? Sebab jika Anda benar-benar yakin dengan ketrampilan Anda, bukankah banyak perusahaan lain yang pasti mau menerima lamaran Anda dengan penuh sukacita?
Sekali lagi, pesan yang mau digedorkan dalam tulisan kali ini adalah : you create your own future. Jika kita tidak happy dengan gaji, dengan karir di kantor kita, jangan pernah kita mengeluh dan menyalahkan pihak lain. Sebab begitu kita menyalahkan pihak lain atas pilihan nasib kita, maka saat itu juga berarti kita telah menggadaikan masa depan kita.
Dan percayalah : hanya pribadi yang bermental kuli yang mau menggadaikan nasibnya pada orang lain.
3 Jawaban Kenapa Karir Anda Mentok
Aduh, kenapa karir saya ndak naik-naik ya. Saya sudah bertahun-tahun kerja di perusahaan ini, tapi kenapa posisi saya mentok disini saja. Demikian dua contoh kegalauan yang acap dilantunkan oleh para rekan pekerja kantoran. Sebuah kegalauan yang sering dilentingkan dengan nada kepedihan dan sejumput rasa fustrasi yang menggumpal (duh biyung, malang nian nasib sampeyan….).
Saya kira ada beragam penjelasan yang bisa dilontarkan untuk menjawab kegundahan itu. Disini kita mencoba untuk membincangkan tiga kemungkinan jawabannya secara ringkas. Baiklah sebelum kita membahasnya, silakan terlebih dahulu menyeruput secangkir kopi hangat yang mungkin sudah terhidang di depan meja kerja Anda…..
Jawaban yang pertama simpel dan jelas : you don’t
deserve to be promoted. Ya, Anda memang tidak layak dipromosikan atau naik karir. Boleh jadi ini karena kompetensi Anda memang masih belum mumpuni; atau mungkin juga sikap kerja Anda yang begitu-begitu saja, hingga gagal membuat orang lain mengulurkan tangan memberi apresiasi. Bagaimana mungkin top manajemen memberikan Anda kenaikan karir kalau prestasi kerja Anda hanya pas-pasan.
Jadi kalau begitu, pertanyaan itu sejatinya justru harus digedorkan pertama-tama kepada diri Anda sendiri. Dengan kata lain, pertanyaan mengapa Anda ndak melesat karirnya mungkin justru harus ditujukan pada diri Anda sendiri. Disini, kerendahan hati dan kebesaran jiwa untuk mencoba bening mengaca pada kekurangan diri dan juga sekaligus potensi kekuatan yang dimiliki, sungguh amat diperlukan.
Proses self-exploration semacam itu sungguh akan bisa berjalan dengan optimal kalau saja setiap perusahaan menyediakan career coach yang trampil. Dengan itu rute untuk menyempurnakan kompetensi dan mindset Anda bisa Proses self-exploration semacam itu sungguh akan bisa berjalan dengan optimal kalau saja setiap perusahaan menyediakan career coach yang trampil. Dengan itu rute untuk menyempurnakan kompetensi dan mindset Anda bisa
Jawaban kedua : prestasi kerja Anda sudah oke, kerja sudah mati-matian, tapi tetap saja top manajemen cuek bebek dengan kisah perjuangan kerja Anda yang sudah berdarah- darah itu (doh!). Nah kalau ini yang terjadi, kemungkinan besar
Anda telah gagal ―memamerkan‖ kelebihan dan prestasi kerja yang yang sungguh heroik itu. Bukan, disini kita bukan mau bicara mengenai ilmu cari muka atau menjilat bos dan bosnya si bos. No, no, no. Namun harus diakui, dalam sirkuit perjalanan naik karir ada dikenal sebuah ketrampilan yang
disebut ―impression management‖. Inilah sejenis siasat untuk menonjolkan prestasi kerja Anda dihadapan kolega dan top manajemen secara elegan nan bermartabat. (sorry, topik khusus mengenai impression management ini baru akan kita bahas kapan-kapan di waktu mendatang. So stay tuned!).
Dalam lingkungan kerja dimana elemen subyektifitas dan perasaan acap masih punya pengaruh terhadap promotion decision, maka ketrampilan mengenai impression management mungkin layak untuk digenggam. Sebab dengan itu, perjuangan heorik nan berdarah-darah dari Anda itu bisa kemudian dihargai dengan layak.
Jawaban yang ketiga : karir Anda mentok karena Anda memang bekerja di perusahaan yang salah. Sorry, maksudnya perusahaan kecil yang karyawannya cuman 500-an dan hanya punya satu pabrik misalnya. Kalau perusahaan Anda hanya perusahaan manufaktur (pabrikan) yang karyawannya ndak banyak, ya ndak usah deh ngomong tentang career planning (sebab karir apa yang mau diomongkan kalau posisi manajerial yang tersedia hanya hitungan jari).
Dalam situasi semaca itu, karir Anda hanya akan naik kalau atasan Anda pensiun (duh, lama banget dong nunggunya !). Sebab itulah, beruntung bagi Anda yang bekerja di Dalam situasi semaca itu, karir Anda hanya akan naik kalau atasan Anda pensiun (duh, lama banget dong nunggunya !). Sebab itulah, beruntung bagi Anda yang bekerja di
Jadi sekali lagi, dalam perusahaan dengan size yang terbatas, kita memang ndak bisa menerapkan ilmu career planning atau talent management secara optimal. Dan sebab itulah, karir Anda mentok. And again : ini memang sebuah kewajaran yang ndak layak ditangisi.
Itulah tiga jawaban ringkas yang barangkali bisa menjelaskan kenapa karir kita stagnan. Apapun jawabannya ada satu kalimat yang mungkin layak kita genggam dengan sepenuh hati : kita sendirilah sesungguhnya yang menciptakan masa depan kita – not somebody else.
So, believe in yourself, take positive actions, and create your own bright future. Goodluck and God bless you all !!
Anda Ingin Bonus 7 Kali Gaji?
Ada yang menarik dalam tulisan di majalah SWA beberapa waktu lalu tentang para pemenang survei HR Excellence Award – sebuah ajang survei untuk menguji kepiawaian perusahaan dalam mengelola dan mengembangkan para talenta terbaiknya. Disitu dikisahkan mengenai sepak terjang salah satu pemenangnya, yakni sebuah perusahaan BUMN yang bergerak dibidang perkebunan, PTPN III.
Salah satu catatan yang menarik tentang perusahaan tersebut adalah ini : pada tahun 2006, mereka membagi bonus kepada karyawannya 5 kali gaji, dan di tahun 2007 kemarin, bonus yang diberikan adalah 7 kali gaji (wuih!). Bukan itu saja. Gaji minimal manajer (kepala bagian) di perusahaan itu adalah Rp 24 juta per bulan – jauh diatas rata-rata gaji manajer perusahaan swasta nasional. Artinya, jika Anda bekerja sebagai manajer di PTPN III, maka pada awal bulan Januari kemarin, Anda akan mendapat bonus sebesar 7 x 24 juta atau Rp 168 juta — cukup untuk DP pembelian Honda New CRV. Hmmm….sedap man.
PTPN III memang merupakan salah satu BUMN yang gencar melakukan transformasi besar-besaran dalam lima – empat tahun terakhir. Proses perubahan di perusahaan ini dicanangkan ketika PTPN III masih berada dibawah kepemimpinan Akmaluddin Hasibuan – salah satu CEO yang visioner, dan spiritnya mirip-mirip dengan mendiang Cacuk Sudaryanto ketika metransformasi Telkom. Akmaluddin – yang kini sudah tak lagi menjadi CEO – bertekad membawa PTPN III menjadi perusahaan kelas dunia – dan bukan lagi perusahaan negara yang jadul nan amburadul.
Maka selain melakukan perombakan menyeluruh terhadap sistem manajemen SDM di perusahaan itu, ia juga melakukan tindakan dramatis : menaikkan gaji dan remunerasi para karyawannya menuju pada tingkat yang amat layak.
Sebab, proses perubahan menuju perbaikan kinerja sungguh akan sulit dilakukan kalau gaji karyawan kita berada pada level pas-pasan. Kalau gaji kita terlalu kecil, maka boro-boro mikir visi jauh ke depan dan blah-blah lainnya, mikir besok mau makan apa saja masih suka pusing tujuh keliling…..(duh, nasib, nasib…..).
Begitulah, Akmaluddin kemudian memutuskan kenaikan gaji yang signifikan bagi segenap karyawannya. Selain menaikkan gaji manajer seperti diatas, maka gaji para pengepul (atau pemetik tanaman buah sawit di perkebunan) dinaikkan menjadi 2,5 juta plus insentif 2,5 juta (yang akan diperoleh jika memenuhi target pemetikan buah). Itu artinya, pegawai rendahan sekalipun bisa membawa 5 juta rupiah per bulan ke rumah – sebuah angka yang amat besar bagi para pegawai pemetik buah yang sebagian besar hanya lulusan SLTA (so, Anda tertarik jadi pemetik buah sawit…??).
Hasil dari perubahan itu adalah kenaikan produktivitas yang tajam di perusahaan tersebut; dan tren angka kenaikan itu kelihatannya terus berlanjut. Sebab, keputusan kenaikan gaji ini juga segera disertai dengan perubahan yang menyeluruh
dalam bidang lainnya, termasuk dalam sistem manajemen
kinerja karyawannya. Hal ini penting untuk dicatat, sebab jika gaji dinaikkan secara dramatis tanpa diikuti dengan perubahan sistem penilaian kinerja, maka yang terjadi bisa sebuah malapetaka. Biaya gaji naik secara signifikan, namun produktivitas karyawan stagnan. Kalau begini, perusahaan kita justru bisa bangkrut.
Catatan lain yang layak dicatat dari fenomena PTPN diatas adalah ini : perusahaan yang berani memberikan gaji dan bonus yang besar biasanya adalah perusahaan yang berada pada sebuah industri yang tengah tumbuh pesat. Sektor perkebunan (dimana PTPN berada), pertambangan, dan juga telekomunikasi serta perbankan, adalah beberapa jenis industri yang tumbuh bagus dalam beberapa tahun terakhir. Karena itu, Catatan lain yang layak dicatat dari fenomena PTPN diatas adalah ini : perusahaan yang berani memberikan gaji dan bonus yang besar biasanya adalah perusahaan yang berada pada sebuah industri yang tengah tumbuh pesat. Sektor perkebunan (dimana PTPN berada), pertambangan, dan juga telekomunikasi serta perbankan, adalah beberapa jenis industri yang tumbuh bagus dalam beberapa tahun terakhir. Karena itu,
Namun faktor lain yang amat penting bagi besaran bonus dan gaji yang Anda terima adalah : filosofi dan komitmen top manajemen atau pemilik bisnis (business owner). Disini kita melihat ada pemilik perusahaan yang cenderung pelit dan serakah (maunya semua profit perusahaan dimakan sendiri, tak peduli karyawannya cuma bisa makan nasi + kerupuk). Namun ada juga pemilik perusahaan yang murah hati dan amat peduli pada kesejahteraan karyawannya. Saya pernah membaca ada pemilik sebuah perusahaan kelas menengah di Jakarta yang memiliki prinsip membagi 50 % profit perusahaan kepada segenap karyawannya. Betapa mulianya orang ini. Dan juga amat cerdas : sebab dari sejumlah riset empirik terbukti, pola profit sharing semacam diatas amat positif dampaknya bagi kemajuan kinerja bisnis.
So, kalau sekarang Anda masih jadi karyawan, ya berdoalah semoga pemilik atau top manajemen perusahaan Anda bisa memiliki prinsip seperti diatas. Mau berbagi dalam suka dan duka dengan segenap karyawannya.
Sementara kalau Anda sudah atau kelak ingin menjadi pemiliki usaha sendiri, maka peganglah prinsip berbagi profit dengan segenap karyawan Anda. Berikan mereka gaji yang amat layak dan tiap tahun alokasikan bonus yang besar sesuai dengan kontribusi mereka. Percayalah, praktek semacam ini akan membuat bisnis Anda langgeng dan kian menapak naik kinerjanya. Dan bukan itu saja : kelak kalau Anda meninggal, para karyawan Anda itu pasti akan mendoakan Anda dengan tulus ikhlas – dan bukan dengan nggrundel lantaran gajinya ndak pernah naik-naik !!
Career Plan: Jalur Karir yang Harus Anda Tempuh
Bagi sebagian besar orang, meniti karir sebagai pekerja profesional hingga ke puncak tangga prestasi merupakan sebuah impian yang layak dirawat dengan penuh kesetiaan. Sebab disana terbentang sebuah janji kemakmuran finansial yang layak dikejar. Sebab disana terbentang pula sebuah impian kehidupan yang mapan and a dream to build a happy family.
Namun tentu saja, pendakian menuju tangga karir yang makin menjulang bukan sebuah proses yang mudah. Sebagian orang mungkin bisa menembus jalan yang berliku itu, dan tiba pada destinasi karir yang diharapkan. Sebagian yang lain mungkin stuck on the middle of nowhere. Kita ndak tahu apakah Anda akan masuk kategori yang pertama, atau nyungsep pada golongan yang kedua.
Pertanyaan yang lebih fundamental mungkin adalah seperti ini : lalu kira-kira jalan karir semacam apa yang layak ditempuh, dan pada fase usia berapa saja career path itu harus dilalui?
Dari sejumlah studi mengenai career path (jalur karir) kita bisa membayangkan pergerakan karir seperti berikut ini. Usia 22 – 25 tahun. Entry Level : staf, pelaksana, atau management
trainee. Ini adalah pintu gerbang pertama yang harus dilalui oleh semua orang yang mau merajut sebuah karir yang panjang. Dalam rentang usia itu, seseorang yang baru saja mendapat gelar Sarjana S-1 bisa masuk menjadi karyawan untuk posisi entry level; misal sebagai staf, officer atau masuk dalam program management trainee/management development program (sebuah program penyiapan kader pimpinan dan biasanya mempunyai pola career fast track – karirnya bisa cepat melaju).
Usia 26 – 29 tahun . First line leader : supervisor/asisten manajer. Setalah dua atau tiga tahun menjadi staf, mestinya kita sudah bisa bergerak untuk menjadi asisten manajer (dalam usia 26 tahunan). Disini kita sudah mulai diuji kecakapan leadership- nya. Inilah sebuah fase dimana kita bisa mendapat bekal yang berharga untuk mendaki menuju karir yang lebih tinggi.
Usia 29 – 35 tahun. Middle Management : Manajer. Dalam rentang usia ini, semestinya kita sudah harus menapak jalan karir sebagai manajer (entah menjadi Marketing/Brand manager, HR manager, Finance atau IT Manager). Kalau dalam rentang usia ini kita masih belum juga menjadi manajer, mungkin saatnya kita harus melakukan self exploration : dan kemudian merajut action plan apa yang harus segera dijalankan.
Usia 36 – 42 tahun. Senior Management : General Manager/VP/Senior
Manager Dalam rentang usia ini, kita telah bergerak menduduki posisi sebagai senior manajer (general manager atau vice president). Inilah fase usia menuju puncak kematangan; dan tentu saja limpahan fasilitas benefit dan gaji yang besar dari perusahaan.
Usia 42 tahun dan seterusnya. Top Management : Direktur/Managing
Director/C-Level. Dalam usia 40-an tahun, mestinya kita sudah bisa menjadi direktur. Beberapa bulan lalu, dua teman saya yang masing- masing masih berusia 39 tahun dipromosikan menjadi direktur pada dua perusahaan besar multinasional. Kalau kita baru menjadi direktur pada usia 47 atau 50 tahun, wah ya sudah terlalu tua ya.
Itulah peta atau jalur pergerakan karir yang mungkin harus kita lalui. Ada tiga catatan yang layak disampaikan berkaitan dengan jalur karir diatas. Yang pertama, jalan karir kita akan relatif lebih menjulang kalau kita bergabung pada perusahaan besar dengan skala region yang luas (kalau bisa Itulah peta atau jalur pergerakan karir yang mungkin harus kita lalui. Ada tiga catatan yang layak disampaikan berkaitan dengan jalur karir diatas. Yang pertama, jalan karir kita akan relatif lebih menjulang kalau kita bergabung pada perusahaan besar dengan skala region yang luas (kalau bisa
Catatan kedua, peta karir diatas akan mudah terjadi pada perusahaan dengan kebijakan karir yang progresif, dan tidak melulu bersandar pada senioritas. Perusahaan yang meyakini bahwa setiap orang layak menjadi top talent tanpa memandang usia. Kalau ada anak muda yang kompetensinya sudah bagus, kenapa tidak kita langsung pilih dia menjadi managing director; meskipun usianya mungkin baru 38 tahun?
Catatan ketiga, peta karir diatas dengan mudah bisa dicapai jika kita bisa bergabung dengan perusahaan/anak perusahaan atau unit bisnis yang tengah tumbuh. Artinya kita terlibat sejak perusahaan ini kecil lalu tumbuh menjadi raksasa. Banyak kisah dimana profesional muda yang karirnya melesat lantaran ia turut membidani proses tumbuhnya perusahaan itu sejak kecil hingga menjadi besar. Karir Anda tumbuh sejalan dengan melesatnya bisnis perusahaan dimana Anda berkarir.
Selamat hari Senin, teman. Selamat bekerja dengan produktif. Dan semoga perjalanan karir Anda selalu dilimpahi keberkahan oleh Sang Maha Penentu Karir.
BAB II MINDSET and PERSONAL DEVELOPMENT
Law of Attraction: You Can If You Think You Can
You can if you think you can. Kalimat sakti yang pernah menjadi judul buku legendaris karangan Norman Vincent Peale ini sepertinya hendak memberikan satu pesan yang jelas : jika Anda senantiasa berp ikir positif, selalu merajut ―mentalitas bisa‖ (can do attitude), dan senantiasa membayangkan masa depan dengan gelegak optimisme, maka percayalah, hidup Anda pada akhirnya benar-benar akan basah kuyup dalam nirvana keberhasilan dan kebahagiaan.
Dan persis seperti itulah spirit yang dikandung oleh Law of Attraction (LOA) – sebuah aliran keyakinan yang kini tengah digandrungi dimana-mana. Maka simaklah petikan kalimat-kalimat berikut ini.
Rahasia besar kehidupan adalah hukum tarik menarik. Hukum tarik menarik mengatakan bahwa kemiripan menarik kemiripan. Ketika Anda membayangkan pikiran-pikiran, maka pikiran-pikiran itu dikirim ke Semesta, dan secara magnetis pikiran akan menarik semua hal yang serupa, dan lalu dikembalikan pada sumbernya, yakni Anda. (dikutip secara bebas dari buku The Secret karangan Rhonda Byrne).
Dengan kata lain, jika Anda selalu membayangkan pikiran yang negatif – kecewa, gagal, marah, selalu menyalahkan orang lain, frustasi, ragu, merasa selalu kekurangan – maka gelombang pikiran itu akan memantul ke semesta, menarik pikiran-pikiran negatif yang serupa, dan lalu mengirim balik secara powerful kepada sumbernya, yakni Anda. Lingkaran kelam negativisme ini perlahan namun pasti akan membawa kita dalam lorong gelap tak berujung.
Dalam lorong gelap itulah, benih-benih spirit optimisme, raungan keyakinan untuk mencengkram keberhasilan, dan daya juang untuk merajut imajinasi positif, menjadi hilang tak Dalam lorong gelap itulah, benih-benih spirit optimisme, raungan keyakinan untuk mencengkram keberhasilan, dan daya juang untuk merajut imajinasi positif, menjadi hilang tak
Itulah mengapa sebagian orang lalu memberi saran agar kita menjaga jarak dari lingkungan yang hanya menerbarkan energi kelam negativisme. Toh sialnya, setiap hari rasanya kita selalu disergap dengan energi negatif ini. Di jalanan tiap pagi kita disergap kemacetan yang melentik kita untuk segera mengeluarkan kemarahan dan umpatan menyalahkan pihak lain. Di kantor, kita acap menatap wajah-wajah sayu yang melakoni pekerjaannya dengan semangat yang kian sempoyongan. Di sudut lain kita juga tak jarang menemui sang complainer, yang kerjanya tiap hari hanya mengeluh : mengeluh bos-nya tidak adil-lah, mengeluh mengapa karirnya tak naik-naik-lah, atau mengeluh mengapa kopi yang disajikan offi ce boy rasanya terlalu pahit……..
Dan aha, ketika kita pulang ke rumah, dan sejenak membaca berita di koran serta melihat acara talk show di televisi, duh mengapa isinya selalu sarat dengan negative news dan gambaran pesimisme yang kelam. Pengamat yang satu mengkritik ini, pengamat yang lain menyalahkan itu. Pengamat yang lainnya lagi memberikan gambaran masa depan bangsa yang seolah-olah akan jatuh dalam kegelapan abadi. (Fakta ini membuat teman saya pernah memberi saran pada saya agar BERHENTI total untuk membaca koran dan menonton televisi. Kenapa, tanya saya. Jawabnya lugas : berita dan komentar- komentar kelam yang muncul di televisi dan koran hanya akan membunuh imajinasi dan harapan Anda tentang masa depan yang lebih baik !!).
Begitulah. Ketika segenap partikel udara telah dipenuhi dengan energi negative, dan ketika berderet narasi tentang masa depan yang muram selalu menari dihadapan kita, maka apa yang sesungguhnya mesti kita lakukan?
Kita tentu tak boleh membiarkan diri kita larut didalamnya, sebab itu artinya hanya akan membuat kita Kita tentu tak boleh membiarkan diri kita larut didalamnya, sebab itu artinya hanya akan membuat kita
―Anda tak dapat menolong dunia dengan berfokus pada hal-hal negatif. Ketika Anda berfokus pada peristiwa-peristiwa negatif, maka Anda bukan saja menambahnya, namun juga mendatangkan lebih banyak hal negatif ke dalam hidup Anda sendiri ,‖ demikian untuk mengutip kembali ungkapan Rhonda Byrne.
Jadi bagaimana dong? Saya akan mencoba mengeksplorasi butiran-butiran jawabannya dalam tulisan seri
sementara, silakan kembali mereguk kopi hangat yang sudah ada di meja Anda. Seruputlah kopi itu pelan-pelan, sambil berbisik dalam hati : life is good….yeah, life is good.
Positive Mindset dalam Empat Level Gelombang Otak
Dalam tulisan mengenai Law of Attaction (Hukum Tarik Menarik) — yang bisa Anda baca disini dan disini — kita telah membahas mengenai betapa sesungguhnya pola pikir dan rajutan imajinasi kita memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sejarah masa depan hidup kita.
Demikianlah, jika kita selalu mampu menganyam pola pikir yang guyub dengan energi positif – dengan energi tentang keyakinan-diri, dengan pancaran optimisme yang kokoh, dan dengan sikap hidup yang selalu penuh rasa sukur – maka ada peluang besar bahwa hidup sejati kita akan benar-benar dilimpahi oleh sederet narasi tentang keberhasilan.
Sebaliknya, jika bentangan hidup kita selalu diharu-biru oleh rajutan pola pikir yang negatif – tentang bayangan kelam kegagalan, tentang rasa tak percaya diri, tentang kegamangan, dan sikap hidup yang selalu mengeluh serta menyalahkan pihak lain (tanpa mau jernih melakukan introspeksi) – maka besar kemungkinan hidup nyata kita benar-benar akan dipenuhi dengan elegi pilu kemalangan dan kenestapaan.
Itulah mengapa kaum bijak bestari memberi petuah agar kita bisa selalu melentikkan api optimisme dalam diri kita dan juga mampu merawat pola pikir positif. Positif melihat masa depan kita, positif melihat segenap tantangan yang menghadang, dan positif dalam berpikir serta berimajinasi.
Soalnya kemudian adalah : menginjeksikan daya positif ke dalam sel-sel otak kita ternyata tak semudah membikin indomie rebus. Acap ketika dihadapkan pada tantangan yang membuncah atau kerumitan masalah yang menghadang, pikiran kita langsung goyah dan berpikir : ah, saya memang
tidak mampu melakukannya…..saya mungkin tidak bisa meraih impian yang saya cita- citakan…..yah, memang ini suratan nasib saya…….(Duh!).
Jadi bagaimana duuoong? Apa yang mesti dilakoni agar mentalitas positif dan spirit keyakinan itu tak langsung layu ketika badai tantangan datang menghadang? Apa yang mesti diziarahi agar virus positiv itu terus menancap dalam serat otak kita bahkan ketika lautan masalah terus menggelora, menghantam biduk perjalanan kita?
Beruntung, para ahli saraf (neurolog) telah menemukan jawabannya. Dan jawabannya terletak pada empat level gelombang otak kita. Melalui serangkaian eksperimen dan alat ukur yang bernama EEG (Electro EncephaloGram), mereka menemukan ternyata terdapat empat level getaran dalam otak kita. Mari kita simak bersama empat gelombang kesadaran itu.
Beta (14 – 100 Hz). Dalam frekuensi ini kita tengah berada pada kondisi aktif terjaga, sadar penuh dan didominasi oleh logika. Inilah kondisi normal yang kita alami sehari-hari ketika sedang terjaga (tidak tidur). Kita berada pada frekuensi ini ketika kita bekerja, berkonsentrasi, berbicara, berpikir tentang masalah yang kita hadapi, dll. Dalam frekuensi ini kerja otak cenderung memantik munculnya rasa cemas, khawatir, stress, dan marah. Gambar gelombang otak kita dalam kondisi beta adalah seperti dibawah ini.
Alpha (8 – 13.9 Hz). Ketika otak kita berada dalam getaran frekuensi in i, kita akan berada pada posisi khusyu’, relaks, meditatif, nyaman dan ikhlas. Dalam frekuensi ini kerja otak mampu menyebabkan kita merasa nyaman, tenang, dan bahagia. Berikut gambar gelombang alpha.
Theta (4 – 7.9 Hz). Dalam frekuensi yang rendah ini, seseorang akan berada pada kondisi sangat khusyu’, keheningan yang mendalam, deep- meditation, dan ―mampu mendengar‖ nurani bawah sadar. Inilah kondisi yang mungkin
diraih oleh para ulama dan biksu ketika mereka melantunkan doa ditengah keheningan malam pada Sang Ilahi. Berikut gambar gelombang otak kita ketika berada dalam kondisi theta.
Delta (0,1 – 3,9 Hz). Frekuensi terendah ini terdeteksi ketika orang tengah tertidur pulas tanpa mimpi. Dalam frekuensi ini otak memproduksi human growth hormone yang baik bagi kesehatan kita. Bila seseorang tidur dalam keadaan delta yang stabil, kualitas tidurnya sangat tinggi. Meski tertidur hanya sebentar, ia akan bangun dengan tubuh tetap merasa segar.
Nah, penyelidikan menunjukkan bahwa proses penumbuhan keyakinan positif dalam pikiran kita akan berlangsung dengan optimal jika otak kita tengah berada pada kondisi Alpha (atau juga kondisi Theta). Dalam frekuensi inilah, kita bisa menginjeksikan energi positif dalam setiap jejak sel saraf kita secara mulus. Apabila kita merajut keyakinan positif dan visualisasi keberhasilan dalam kondisi alpha, maka rajutan itu benar-benar akan menembus alam bawah sadar kita. Pada gilirannya, hal ini akan memberikan pengaruh yang amat dahsyat pada pola perilaku kita ketika berproses menuju puncak keberhasilan yang diimpikan.
Pertanyaannya sekarang adalah : bagaimana caranya
agar kita bisa berada kondisi alpha?
Bagi Anda yang muslim, ada satu langkah yang mujarab : sholat tahajud di tengah keheningan malam (Jika Anda Bagi Anda yang muslim, ada satu langkah yang mujarab : sholat tahajud di tengah keheningan malam (Jika Anda
Begitulah, para kaum bijak bestari berkisah, dalam momen-momen kontemplatif ketika bersujud dihadapan Sang Ilahi, selalu ada perasaan keheningan yang menggetarkan, perasaan khusyu’ yang sungguh menghanyutkan. Saya berpikir perasaan ini muncul karena saat itu kondisi otak kita sedang berada pada gelombang alpha. Dan percayalah, dalam momen itu, kita dengan mudah bisa memasukkan energi positif dan spirit keyakinan dalam segenap pikiran kita. Dalam momen inilah, dalam hamparan kepasrahan total pada Sang Pencipta dan rasa syukur yang terus mengalir, kita bisa merajut butir- butir keyakinan positif itu dalam segenap raga kita. Dalam segenap jiwa dan batin kita.
Maka mulai malam ini………………ditengah kesunyian malam, bentangkanlah sajadah disudut rumah kita, basuhkan air wudhu, dan tegakkan sholat tahajud dengan penuh keikhlasan. Lalu, ditengah keheningan yang menentramkan, lantunkanlah harapan positif dan doa-doa itu dengan penuh keyakinan……Mudah-mudahan kita semua bisa melangkah menuju pintu keberhasilan dan kebahagiaan. Disini dan
“Disana”.
Merajut Etos Spiritualitas dalam Dunia Kerja
Hari-hari ini, serpihan peristiwa demi peristiwa yang melukai azas spiritualitas dan kemuliaan hidup terus bertebaran disana-sini. Padahal dunia kerja di negeri ini – tempat dimana setiap hari jutaan orang merengkuh sejumput nafkah – niscaya akan menjelma arena yang indah kala ruh spiritiualitas bisa memancar di setiap sudutnya.
Dunia kerja di negeri ini mungkin bisa terus melenting menuju kemuliaan kalau saja setiap pelakunya bisa merajut etos spiritualitas dalam sekujur raganya. Dunia kerja di negeri ini mungkin bisa terus mendaki menuju puncak keagungan kalau saja setiap pelakunya basah kuyup dengan siraman ruh spiritualitas yang terus mengalir.
Jadi ketika telah ada niatan untuk membangun dunia kerja yang penuh kemuliaan, lalu apa yang bisa disumbangkan oleh etos spiritualisme? Disini kita mencatat dua jenis kontribusi penting yang bisa disumbangkan bagi kemajuan dunia kerja dan praktek manajemen.
Yang pertama, dimensi spiritualitas memberikan pondasi yang kuat untuk membangun integritas moral yang kokoh bagi para pelaku dunai kerja (karyawan, pegawai negeri, pengusaha, kaum profesional). Itulah profil integritas yang dinaungi oleh misalnya, sikap kejujuran, kesederhanaan, dan sikap yang mengacu pada etika kebenaran serta niatan mulia untuk memanggul amanah (jujur dan dan tidak mau menyelewengkan posisi dan jabatan demi segenggam berlian).
Dimensi yang pertama ini demikian menghujam, sebab tanpa sikap moral yang amanah, bersih dan jujur, bagaimana mungkin kita bisa merajut dunia kerja yang penuh kemuliaan? Tanpa etika moralitas yang kuat, dunia kerja kita niscaya akan selalu terpelanting dalam kenistaan. Tanpa sikap amanah yang sarat dengan keikhlasan, dunia kerja kita akan senantiasa tenggelam dalam duka yang memilukan.
Kontribusi yang kedua berkaitan dengan pengembangan etos kerja yang berorientasi pada kemajuan dan keunggulan kinerja (excellent performance). Dimensi spiritualitas semestinya mampu dijadikan driving force yang kuat untuk menancapkan motivasi dan etos kerja yang selalu mengacu pada prestasi terbaik. Dalam konteks ini mestinya ada
kesadaran kuat untuk menjalankan ”teologi kerja (job
theology)” : atau sebuah niatan suci untuk selalu menganggap pekerjaan kita sebagai sebuah ibadah dan bentuk pengabdian kita pada Yang Maha Agung.
Ketika kita bekerja dikantor dengan asal-asalan dan menghasilkan kualitas brekele, atau ketika ketika kita mencederai amanah yang telah diberikan, maka mestinya kita menganggap ini semua sebagai sebuah ‖dosa‖ dan kita mesti merasa malu dihadapan Yang Maha Tahu.
Sebaliknya, ketika kita selalu bisa mempersembahkan kinerja yang mulia, atau ketika kita mampu mengagas dan melaksanakan ide-ide kreatif untuk memajukan organisasi, maka mestinya ini semua tidak melulu didasari oleh keinginan untuk pamrih, melainkan pertama-tama mesti dilatari oleh niatan suci untuk beribadah. Sebuah niatan yang didorong oleh kehendak untuk mengabdi dan memuliakan Yang Diatas. Dalam konteks inilah, dimensi spiritualitas dapat menjelma sebagai sebuah inner force yang kokoh dan mampu memotivasi kita untuk terus bekerja keras memberikan yang terbaik.
Perjalanan membangun dunia kerja yang profesional dan sarat dengan nilai-nilai kemuliaan adalah sebuah marathon, bukan sprint. Disana dibutuhkan ketekunan, kegigihan dan sikap istiqomah untuk terus menggedor nurani diri kita dengan kesadaran bahwa ―hidup ini hanyalah merupakan pengabdian tanpa henti pada Yang Menciptakan Hidup‖. Dibutuhkan sejenis ketegaran yang terus melengking : menyuarakan kesadaran untuk terus menancapkan etos spiritualitas dalam dunia kerja kita sehari-hari.
Dua dimensi spiritualitas yang telah kita bahas diatas selayaknya bisa terus mengendap dalam ruang batin kita. Sebab dengan itulah kita bisa bersama-sama merangkai sebuah bangunan dunia kerja yang indah dan mendapat limpahan berkah tanpa henti.
Sebab dengan itu pula, kelak ketika kita diwawanacarai oleh malaikat di ujung pintu surga, kita bisa menceritakan segenap pengalaman kerja kita dengan penuh senyum dan kebahagiaan.
Selamat bekerja, teman. Semoga hari ini pekerjaan Anda mendapat limpahan barokah yang terus mengalir……
3 Kompetensi untuk Para Profesional Sejati
Roda waktu terus bergerak, dan hidup terus menggelinding. Dalam perjalanan panjang itu kita terus menerus diminta untuk merekahkan segenap potensi dan kapabilitas. Kita terus ditagih untuk membentangkan ruang pertumbuhan agar self-competency bisa selalu bermekaran. Sebab, tanpa spirit untuk melakukan never ending self- improvement, tidakkah itu berarti kita telah membunuh asa untuk menjadi insan yang lebih sempurna?
Dan persis disitulah kita kemudian digedor pertanyaan yang bunyinya begini : adakah kompetensi kita hari ini lebih baik dibanding sebulan atau setahun silam? Adakah kompetensi kita selama ini bisa terus dibentangkan menuju titik-titik kesempurnaan? Atau sebaliknya : selama ini kompetensi kita going nowhere - redup dan kian terkoyak ditengah roda waktu yang terus bergerak?
Namun pertanyaan lain yang mungkin tak kalah penting adalah ini : kalaulah kita masih punya spirit untuk terus bergerak, untuk terus melenting, untuk terus menemukan ruang dimana kompetensi kita bisa menemukan tempat terindah agar tumbuh bermekaran; maka jenis kompetensi apa yang layak dikuasai? Kepingan kompetensi seperti apa yang mesti didekap erat agar kita bisa menjadi insan yang lebih sempurna, insan yang lebih paripurna?
Ditengah keriuhan hari Senin pagi yang mulai membuncah, ditengah tumpukan pekerjaan yang sebentar lagi mungkin akan menenggelamkan Anda – maka ijinkan saya untuk menyelipkan sekeping narasi tentang 3 jenis kompetensi yang barangkali penting untuk direnungkan. Ada begitu banyak ragam kompetensi yang mungkin harus kita kuasai; namun tiga kompetensi ini merupakan core competencies yang patut ditelisik dengan penuh kesungguhan. Inilah tiga jenis Ditengah keriuhan hari Senin pagi yang mulai membuncah, ditengah tumpukan pekerjaan yang sebentar lagi mungkin akan menenggelamkan Anda – maka ijinkan saya untuk menyelipkan sekeping narasi tentang 3 jenis kompetensi yang barangkali penting untuk direnungkan. Ada begitu banyak ragam kompetensi yang mungkin harus kita kuasai; namun tiga kompetensi ini merupakan core competencies yang patut ditelisik dengan penuh kesungguhan. Inilah tiga jenis
Kompetensi yang pertama adalah ini : strong need for achievement. Gantungkan cita-citamu setinggi langit, nak. Begitu kidung yang dulu pernah kita dengar dengan penuh nada syahdu dari ibu kita. Tidak pernah orang tua kita berujar : gantungkan cita-citamu setinggi plafon rumah, nak.
Maknanya jelas : hidup kita terasa akan lebih sumringah kalau saja dalam raga ini bersemayam sejenis keteguhan untuk mengukir hasil kerja terbaik. Sebuah orientasi yang kental dengan semangat untuk merajut sebuah karya yang bermakna (meaningful
achievement). Sebuah sikap untuk mempersembahkan kepingan pekerjaan yang layak diapresiasi. Dan sungguh, orientasi semacam itu akan mendorong setiap insan untuk menghamparkan tanggungjawab dan dedikasi, kegigihan dalam bekerja, keihklasan dalam bertindak, dan spirit saling bekerjasama demi tercapainya common goals and purposes. Tidakkah lingkungan kita (kantor, organisasi, perusahaan) akan menjelma menjadi taman yang begitu indah kalau setiap insan bisa punya kompetensi semacam itu?
Kompetensi yang kedua adalah ini : learning spirit. Alunan ilmu terus mengalir sederas ombak di lautan, dan pengetahuan terus menetes seperti hujan di pagi hari. Lalu kalau kita tidak memiliki kegairahan untuk terus memetik sejumput ilmu, bukankah kita hanya akan menjadi manusia-
manusia yang tidak relevan?
Itulah kenapa kompetensi ini begitu penting : sebab dengan semangat untuk meringkus kepingan pengetahuan yang luas membentang, benih ketrampilan dan keahlian kita bisa terus tumbuh berkembang. Itulah kenapa Anda harus terus menenggelamkan diri Anda dalam beragam aktivitas pembelajaran : ikut seminar atau pelatihan yang relevan, menjelajah pengetahuan secara online, rajin membaca buku, Itulah kenapa kompetensi ini begitu penting : sebab dengan semangat untuk meringkus kepingan pengetahuan yang luas membentang, benih ketrampilan dan keahlian kita bisa terus tumbuh berkembang. Itulah kenapa Anda harus terus menenggelamkan diri Anda dalam beragam aktivitas pembelajaran : ikut seminar atau pelatihan yang relevan, menjelajah pengetahuan secara online, rajin membaca buku,
Kompetensi yang terakhir adalah : spirituality intelligence. Tentu saja hidup akan lebih mulia dan indah kalau segenap pekerjaan yang kita lakukan di kantor selalu bisa ditautkan pada sejenis pengabdian kepada Sang Pemberi Pekerjaan. Inilah sebuah kompetensi yang akan terus mengajak kita untuk terus bersandar pada etika moralitas, perilaku kerja yang sarat integritas, dan juga kuyup dengan tindakan yang penuh keluhuran.
Dan itulah sejenis kompetensi yang akan terus menggandeng kita untuk tenggelam dalam aura religiusitas yang menghanyutkan dan kemuliaan hidup yang menentramkan.
Sidang pembaca Blog Strategi + Manajemen yang budiman, demikianlah tiga jenis kompetensi dan etos hidup yang mungkin layak kita genggam dengan sepenuh sukma.
Achievement orientation yang menggumpal. Learning spirit yang terus membahana. Dan semuanya dibalut dalam spirituality intelligence yang penuh keagungan. Hidup barangkali akan terasa begitu wangi kalau saja kita bisa menjalankan tiga kompetensi ini dengan penuh keteguhan.
Selamat bekerja teman. Semoga hari ini hidup Anda juga akan terasa begitu wangi.
Are You Happy With Your Life (and Your Job) Now?
Hidup pada akhirnya memang selalu penuh dengan tikungan. Ada kalanya kita berada pada parade keberhasilan yang membuat kita mabuk dalam ekstase keriangan. Ada pula saat ketika kita terpeleset, terpelanting dan terpuruk dalam segores duka. Toh dalam lingkaran jatuh dan bangun itu, hidup harus terus dijalankan. Kita terus berproses dan bertumbuh ―menjadi manusia‖. Becoming a true person, demikian Erich Fromm pernah berujar dalam risalahnya yang terkenal itu, On Being Human.
Namun mungkin ada kalanya kita perlu berhenti sejenak, mengambil rehat, dan melakukan kontemplasi. Sekarang tataplah screen (layar) laptop atau komputer Anda. Lihatlah screen yang ada di depan Anda ini sebagai sebuah cermin…..lalu bayangkanlah, kira-kira lima tahun dari
sekarang, potret apa yang tergambar dalam layar di depan Anda ini.
Apakah yang tergambar dalam bayangan itu adalah figur Anda sebagai seorang saudagar sukses dengan omzet bisnis ratusan juta per bulan, dengan sebuah apartemen indah di Dharmawangsa Residence? Atau yang muncul adalah gambaran Anda sebagai seorang manajer sukses bergaji 30 juta perbulan, dengan sebuah SUV nongkrong di garasi rumah? Atau yang justru tergambar di layar adalah gambaran Anda sebagai seorang guru mengaji di sebuah surau kecil di kampung halaman Anda, nun jauh disana, di sebuah kampung dimana segenap ambisi materi dan duniawi menjadi lenyap, karena disitu yang ada hanyalah ―keheningan, kedamaian dan kebersahajaan‖?
Saya tak tahu. Sungguh saya tak tahu apa yang dalam imajinasi Anda tentang masa depan hidup yang ingin Anda ukir. Namun apapun pilihan hidup masa depan Anda, Saya tak tahu. Sungguh saya tak tahu apa yang dalam imajinasi Anda tentang masa depan hidup yang ingin Anda ukir. Namun apapun pilihan hidup masa depan Anda,