BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pelaksanaan Pembelajaran Penjasorkes Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembelajaran merupakan suatu operasionalisasi dari

  

perencanaan pembelajaran, sehingga tidak lepas dari perencanaan

pengajaran/pembelajaran/pemelajaran yang sudah dibuat. Oleh karenanya dalam

pelaksanaannya akan sangat tergantung pada bagaimana perencanaan pengajaran

sebagai operasionalisasi dari sebuah kurikulum.

  Kurikulum akan sangat mempengaruhi warna perencana di samping

untuk tingkatan pendidikan mana kurikulum tersebut dan model-model

pengembangan perencanaan apa yang digunakan. Semua aspek tersebut akan

tergambarkan dalam bagian Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau scenario

pembelajaran. Secara umum ada langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran yang

bisa berlaku umum dalam pembelajaran apapun untuk siapapun dan kapanpun.

Guru membuka pelajaran, menjelaskan materi, murid menyimak kalau perlu

bertanya, mengevaluasi dan menutup pelajaran. Tapi karena pelaksanaan

pembelajaran itu tentu saja sangat spesifik dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu :

Siapa yang belajar, apa yang dipelajari, di mana dia belajar, pesan-pesan apa yang

diamanatkan kurikulum, siapa yang mengajarnya Semua faktor-faktor di atas, akan mempengaruhi pelaksanaan

pembelajaran secara detail. Untuk menganalisis detail pelaksanaan pembelajaran

harus diperhatikan materi bahan ajar, pola pembelajaran, dan model desain

pembelajaran.

  Pandangan mengenai konsep atau pelaksanaan pembelajaran terus

menerus mengalami perubahan dan perkembangan. Tanda perkembangan

tersebut, dapat kita amati berdasarkan pemgertian pembelajaran sebagai berikut:

  Pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan pendidik agar terjadi proses belajar pada diri siswa. Secara implisit, di dalam pembelajaran ada dua kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pembelajaran lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan dan berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasi materi pelajaran dan mengelola

  Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru dan siswa terlibat dalam interaksi dengan materi pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu siswalah yang lebih aktif, bukan guru. Keaktifan siswa tentu mencakup kegiatan fisik dan mental, individual dan kelompok. Interaksi dikatakan maksimal bila terjadi antara guru dengan semua siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan siswa sendiri, namun tetap dalam kerangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Agar memperoleh hasil belajar yang optimal, hendaknya guru memperhatikan perbedaan individual siswa, baik aspek biologis, intelektual dan psikologis. Ketiga aspek ini diharapkan memberikan informasi pada guru bahwa, setiap siswa dapat mencapai prestasi belajar yang optimal, sekalipun dalam tempo yang berlainan.

  Guru harus mampu membangun suasana belajar yang kondusif, sehingga siswa mampu belajar mandiri dan tujuan dari pembelajaran tersebut dapat tercapai. Guru harus mampu menjadikan proses pembelajaran sebagai salah satu sumber yang penting dalam kegiatan eksplorasi.

  Guru merupakan sosok penting yang memiliki peran strategis dalam dunia pendidikan. Peran dan fungsinya sebagai “ujung tombak” dalam proses pendidikan, bahkan guru merupakan orang yang paling bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Mengingat tugas dan tanggungjawab guru yang begitu penting, sehingga pemerintah melindungi hak dan kewajiban guru melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Melalui Undang-Undang ini diharapkan kinerja guru dapat meningkat yang juga diikuti dengan meningkatnya kualitas pendidikan. Guru memegang peranan penting dan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan, sehingga kedudukannya sulit untuk digantikan.

  Sedangkan hubungannya dengan pembelajaran, peran guru tidak dapat digantikan oleh media lain, meskipun perkembangan teknologi dewasa ini terasa dipungkiri lagi bahwa profesi guru saat ini menjadi harapan para generasi muda Indonesia dalam rangka membentuk pribadi, sikap, dan kemampuan.

  Guru sekolah dasar mempunyai peranan yang cukup sentral dalam mengembangkan karakter dan watak peserta didik. Hal ini mengingat bahwa pada jenjang sekolah dasar peserta didik akan lebih banyak mencari dan membentuk jati dirinya, sehingga sosok guru mutlak diperlukan untuk membantu pembentukan tersebut. Guru sekolah dasar dituntut untuk mencintai sepenuh hati pekerjaan dan para peserta didiknya. Guru profesional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehari-hari (Ibrahim Baadal, 2003 :5). Seseorang akan bekerja secara profesional bilamana memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati serta tanggung jawab yang tinggi untuk mengerjakan tugasnya dan menyelesaikan tudgasnya tersebut.

  Para guru sekolah dasar harus bekerja sesuai dengan tanggung jawab dan kewajibannya untuk menciptakan proses pembelajaran atau pelaksanaan pembelajaran yang efektif dan kondusif. Misalnya guru pendidikan jasmani harus merencanakan pembelajaran terlebih dahulu sebelum melaksanakan proses pembelajaran, agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Guru pendidikan jasmani yang dikuasai tidak hanya prakteknya saja, tetapi juga harus menguasai teori tentang berbagai macam olah raga.

  Pendidikan jasmani dalam mendidik peserta didik memiliki tujuan yang sangat luas dan diharapkan tujuan dari tujuan pendidikan jasmani dapat tercapaidab juga dapat diaplikasikan oleh peserta didik di dalam kehidupannya. Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan jasmani, maka guru pendidikan jasmani dan kesehatan harus dapat memahami serta melaksanakan administrasi pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan dengan benar.

  Di sisi lain untuk tercapainya poses pembelajaran yang efektif setiap kelas maksimal harus terdiri 28 peserta didik, seperti halnya yang diamanatkan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 yang menentukan bahwa jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan belajar adalah 28 peserta didik untuk sekolah dasar (SD), dan 32 peserta didik untuk satuan pendidikan SMP/SMA/SMK atau yang sederajat.

  Guru pendidikan jasmani terus didengungkan oleh berbagai kalangan di masyarakat, di samping tuntutan perbaikan taraf hidup juga mengenai masih kurangnya penguasaan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru pendidikan jasmani. Pandangan di masyarakat bahwa guru pendidikan jasmani dalam mengajar peserta didiknya, sebelumnya belum membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), sehingga dalam proses pembelajaran hasilnya kurang memuaskan dan belum tercapainya secara maksimal dari tujuan pembelajaran tersebut.

  Salah satu usaha dari pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru khususnya guru pendidikan jasmani yaitu melalui sertifikasi guru yang sudah diatur dalam Permendiknas No. 18 Tahun 2007. Sertifikasi guru merupakan pemberian sertifikat pendidik untuk guru yang telah memenuhi standar kompetensi guru. Program sertifikasi guru dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dengan tujuan untuk stadardisasi guru pendidikan jasmani yang dilaksanakan secara berkesinambungan mulai tahun 2006 sampai dengan 2015. Namun, kenyataannya tidak sesuai dengan harapan malahan kebijakan sertifikasi guru tersebut dimanfaatkan oleh guru-guru khususnya guru pendidikan jasmani hanya ingin meingkatkan pendapatannya saja, sehingga berdampak pada kompetensi guru yang masih kurang dan kurangnya kompetensi guru dalam mengajar membuat pelaksanaan pembelajaran khususna di sekolah dasar kurang efektif dan kurang maksimal.

  Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran guru pendidikan jasmani di sekolah dasar kurang efektif dan kurang maksimal, akan berdampak pada kurangnya pemahaman teori peserta didik dari kegiatan pembelajaran tersebut dan juga akan sulit untuk mengaplikasikan teori yang belum dipahami secara maksimal tersebut.

  Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pembelajaran Penjasorkes

  

Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri Tahun

Ajaran 2013/2014”.

B. Identifikasi Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

  1. Pendidikan jasmani sangat berperan penting dalam pendidikan di sekolah, namun masih ada pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani kurang efektif dan kurang maksimal.

  2. Kualitas guru pendidikan jasmani yang ada di Sekolah Dasar pada umumnya kurang memadai.

  3. Guru penjasorkes belum berhasil melaksanakan tanggung jawab untuk memdidik siswa secara sistematik melalui gerakan pendidikan jasmani yang mengembangkan kemampuan dan keterampilan anak secara menyeluruh, baik fisik, mental maupun intelektual.

  4. Masih kurangnya penguasaan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru pendidikan jasmani, yaitu kompetensi profesional, kepribadian, sosial, dan pedagogi.

C. Pembatasan Masalah

  Banyak masalah yang muncul dalam penelitian yang perlu dibatasi agar tidak menyimpang dari tujuan dari penelitian tersebut. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah “Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri tahun ajaran 2013/2014”.

D. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar di Kecamatan Baturetno,

E. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian adalah: Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar di Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri tahun ajaran 2013-2014.

F. Manfaat Penelitian

  Setelah penelitian ini selesai, diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

  1. Bagi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wonogiri, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam perekrutan guru Penjasorkes di Kabupaten Wonogiri.

  2. Bagi peneliti, dapat dijadikan referensi atau pertimbangan untuk menjadi seorang guru penjasorkes yang memiliki kompetensi profesional, sosial, kepribadian, dan pedagogi.