SIKAP TOKOH ICHI DALAM NOVEL SAIGO NO IKKU KARYA MORI OGAI ipi104029

SIKAP TOKOH ICHI DALAM NOVEL SAIGO NO IKKU
KARYA MORI OGAI
(Melalui Pendekatan Psikologi Sastra)
Oleh: Dian Setiawan Maulana

Abstrak
Skripsi ini berjudul “Sikap Tokoh Ichi Dalam Novel Saigo no Ikku karya
Mori Ogai”. Ichi adalah tokoh utama dalam novel Saigo no Ikku. Hadirnya novel
Saigo no Ikku menghadirkan unsur-unsur konflik yang terjadi diantaranya, pada
umumnya yang terdapat dalam setiap karya novel. Di samping itu, hubungan Ichi
dengan tokoh lain dalam novel tersebut memperlihatkan karakter Ichi yang sangat
pemberani. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah psikologi sastra.
Penulis menerapkan teori psikologi sastra yang menitikberatkan pada tokoh
utama. Tokoh utama adalah salah satu unsure terpenting sebuah cerita, karena
merupakan media utama pengarang dalam mengemukakan gagasan. Hasil analisis
yang didapat adalah keberanian tokoh utama yang berani menentang para
penguasa pengadilan untuk menggantikan hukuman ayahnya yang akan dihukum
gantung. Dengan kegigihan dan keberaniannya tokoh utama dapat mempengaruhi
para penguasa pengadilan,dan akhirnya hukuman gantung ayahnya pun digantikan
dengan hukuman buang.
Kata kunci: Psikologi, psikologi sastra, sikap


Pendahuluan
Sebuah karya sastra merupakan suatu cerminan dari berbagai masalah
kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama. Perlu
diketahui bahwa dalam dunia kesusastraan, fakta yang diungkapkan pengarang
telah ditambah imajinasinya, sehingga fakta dalam sastra menjadi fiksi.
Dalam perjalanan sejarah kesusastraan Jepang modern, ada sejumlah nama
penting yang tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan mengenai hal tersebut.
Penulis akan mengambil satu nama besar Jepang ini adalah Mori Ogai, yang salah
satu karyanya berjudul Saigo no Ikku. Sebagai pengarang yang lahir enam tahun
menjelang terjadinya gerakan pembaharuan Jepang, atau yang disebut Restorasi
Meiji (1968), Ogai hidup dalam masa Jepang yang sedang gencar-gencarnya
melakukan segala pembaruan disegala bidang. Pada masa mudanya, dia pernah
mendapat tugas belajar di Jerman, yang artinya dia juga mendapat pendidikan
barat. Dalam hal ini sesuai dengan Jepang yang sedang membuka diri terhadap
Amerika dan negara-negara Eropa, setelah sekian lama menutup diri dari dunia
luar ( dilaksanakan Politik Isolasi atau Sakoku), sehingga Ogai pun tumbuh
sebagai orang yang mempunyai pemikiran Eropa.
Sebagai seorang pengarang, karya-karya yang dihasilkannya beraneka ragam. Di
dalam beberapa karyanya, Ogai banyak menggunakan wanita sebagai tokoh

utama, seperti Sayo dalam Yasui Fujin, Anju dalam San Shoodayu, Ichi dalam
Saigo no Ikku,dan lain sebagainya.
Novel Saigo no Ikku ini menceritakan keinginan seorang perempuan yang
bernama Ichi, yang mempunya empat orang adik untuk menggantikan menjalani
hukuman mati yang akan dijatuhkan kepada ayahnya. Di dalam novel ini juga
terkandung suatu perlawanan terhadap kekuasaan yang ada pada masa itu, yaitu
keberanian Ichi untuk menghadap pada penguasa pengadilan. Menurut jenisnya,
Saigo no Ikku digolongkan dalam novel sejarah, karena secara tidak langsung bisa
menggambarkan kondisi pada saat itu, dan Ogai juga menyertakan tanggal, bulan,

dan tahun peristiwa tersebut terjadi, sehingga bisa dijadikan gambaran bagi
pembacanya, kapan, dimana, dan apa yang melatar belakangi kejadian tersebut.

Pembahasan
Ditinjau dari segi bahasa, istilah psikologi berasal dari kata psyche yang
berarti “nafas kehidupan”, yaitu jiwa atau ruh. Secara bebas bisa diartikan sebagai
“pikiran”. Dan logos yang memiliki pengertian ilmu atau ilmu pengetahuan.
Karena itu istilah psikologi sering diartikan atau diterjemahkan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang jiwa.
Munculnya aspek psikologi dalam karya sastra tidak bisa lepas dari

keberadaan karya sastra itu sendiri yang merupakan hasil kreasi manusia dan
dinikmati oleh manusia. Hal ini menjelaskan bahwa karya sastra berkaitan erat
dengan tiga komponen, yaitu pengarang sebagai pencipta karya sastra, tokoh
sebagai manusia imajiner dalam dalam karya sastra, dan pembaca sebagai
penikmat karya sastra. Dengan demikian, karya sastra menjadi sangat terbuka
untuk dikaji melalui pendekatan disiplin ilmu yang secara spesifik mempelajari
masalah kejiwaan dan karakteristik manusia.
Saigo no Ikku menceritakan keinginan seorang anak perempuan yang
bernama Ichi, yang mempunyai empat orang adik untuk menggantikan menjalani
hukuman mati yang akan dijatuhkan pada ayahnya. Ichi membuat petisi untuk
sang hakim agar hukuman mati ayahnya digantikan oleh Ichi beserta adikadiknya, dengan penuh keberanian Ichi memberikan surat petisi tersebut. Pada
saat masalah Tarobe digelar, saat itu segala pertanyaan yang ditujukan kepada Ichi
dijawabnya dengan tegas, dengan sikap yang dingin. Bahkan pada frase terakhir
dalam kata-kata yang diucapkan Ichi yang sangat mengena hati sasa, yang
membuat muka sang hakim pucat, dan merasa perlu untuk mempertimbangkan
kembali hukuman itu. Tetapi akhirnya, pelaksanaan hukuman mati bagi ayah Ichi
dibatalkan, digantikan dengan hukuman buang.

Adapun latar tempat dalam cerita Saigo no Ikku ini secara garis besar
berlangsung di Osaka. Gambaran tentang latar kota Osaka terlihat pada

kutipan berikut ini:

大阪

船乗 業桂屋太郎兵衛
船乗 業桂屋太郎兵衛
木津川口
日間さ し

いうも

最後

大阪
いうも
一句:1

Oosaka de, funa nori gyou katsura ya taroubee to iu mono o oosaka
de, funa nori gyou katsura ya taroubee to iu mono o, kizu gawakuchi
de san nichi kan sarashita ue, . . . . .

Di Osaka seorang pelaut bernama Katsuraya Tarobe dipertontonkan
pada khalayak umum selama 3 hari di mulut sungai Kizu……….
(Saigo no Ikku: 1)
Adapun amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui cerita ini
adalah hendaklah kita berusaha sekeras mungkin untuk mencapai tujuan yang kita
harapkan berdasarkan kebenaran yang kita yakini.
Sikap Tokoh Ichi Terhadap Tokoh-Tokoh Lain:
Dalam cerita saigo no Ikku peran Ichi sebagai tokoh utama benar-benar
mendominasi jalinan cerita, sehingga pusat konflik terjadi di dalam diri Ichi yang
merupakan konflik batinnya sendiri yang ia wujudkan dalam ketegasan sikapnya.
Sementara itu kehadiran tokoh-tokoh lain yang mendukung pengembangan tema
cerita ini sifatnya hanya melengkapi saja. Namun demikian bukan berarti
keberadaan tokoh-tokoh pembantu tersebut sama sekali tidak memberikan
kontribusi apa-apa, karena tokoh-tokoh tersebut sangat mendukung ide
penyampaian tema yang digarap oleh pengarang melalui tokoh utama.

Sikap Tokoh Ichi Tterhadap Keluarga:
Tokoh Ichi dalam cerita ini, sesuai dengan namanya, digambarkan sebagai
seorang anak perempuan tertua dari seorang pelaut bernama Katsuraya Tarobe. Di
usianya yang baru menginjak 16 tahun, ia digambarkan telah menjadi seorang

gadis yang kuat, tabah dan pemberani. Hal ini terbukti ketika ayahnya dimasukan
ke dalam penjara selama 2 tahun dan akan menjalani hukuman mati serta
menyaksikan kesedihan dan penyesalan ibunya yang tiada henti, ia tetap
bersemangat menjalankan kegiatan kesehariannya bersama dengan adik-adiknya.
Lalu, setelah ia mendengarkan secara diam-diam cerita neneknya yang
menyampaikan cerita pada ibunya bahwa hari kematian ayahnya telah diputuskan,
secara spontan muncul sebuah ide dalam benaknya untuk membebaskan ayahnya
dari hukuman pancung dengan menulis sebuah surat permohonan atau petisi yang
ia tujukan kepada hakim yang bertanggung jawab atas eksekusi tersebut.
Dengan ketulusan dan rasa cintanya yang besar pada sang ayah, ia
mengemukakan gagasannya tersebut pada adiknya dengan kesediaannya
menggantikan posisi ayahnya. Dan untuk lebih meyakinkan hakim, ia pun
mengikut-sertkan adik-adiknya dalam surat permohonan tersebut. Hal ini terlihat
dalam kutipan berikut:
父っさ
あさっ 殺さ

自分

殺させ

う す こ
思う
うす
いう
願書 言う

書い
奉行様 出す

し し
殺さ い

く さい 言っ っ



父っさ
助け
そ 代わ
わ くし も子供 殺し く さい 言っ 頼む



奉行様 聴い く すっ
父っさ


いい 子供 本当 皆殺さ

わ し 殺さ
小さいも





最後

一句:5

Otossan wa asatte korosareru no de aru. Jibun wa, sore o korosasenu you

ni suru kotoga dekiru to omou. Dou suru ka to iu to, gansho to iu mono o
kaite obugyousama ni dasu no de aru. Shikashi tada korosanaide oite
kudasai to ittatte, sore de wa kikarenai. Otossan o tasukete, sono kawari
ni watashikushi domo kodomo o koroshite kudasai to itte tanomi no de

aru. Sore o obugyousama ga kite kudasutte, otossan ga tasukareba, sore
de ii. Kodomo wa hontou ni minakoro sareru yara, watashi ga korosarete,
chiisai mono wa tasukaru yara, sore wa wakaranai.

Ayahnya akan dibunuh esok lusa. Ia berfikir dapat melakukan
sesuatu agar ayahnya tidak dibunuh, caranya adalah dengan menulis
sebuah petisi, dan akan mengirimkannya kepada hakim. Namun, jika ia
hanya meminta untuk tidak membunuhnya, hal itu pasti tidak akan
digubris. Maka ia memohon untuk membebaskan ayahnya dan sebagai
penggantinya, mereka sebagai anak-anaknya, bersedia menerima hukuman
tersebut, apabila ayahnya tertolong, itu akan menjadi hal yang bagus.
Apakah mereka semua benar-benar akan dibunuh, atau hanya dirinya yang
dibunuh, sementara adik-adiknya akan selamat, entahlah.
(Saigo no Ikku: 5)


Simpulan
Sikap Ichi menggambarkan kebesaran jiwanya sebagai anak tertua,
meskipun dia seorang anak perempuan, dia merasa bertanggung jawab pada
keluarganya, sementara ayahnya tengah ditimpa kemalangan.dalam usahanya itu,
dia merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya itu pasti berhasil, karena dia telah
memikirkan lebih dahulu sebelum bertindak. Ichi adalah yang yang cerdas dan
pemberani, cerdas dalam perhitungan sesuatu sebelum bertindak, berani dalam
menghadapi penguasa, dan menyatakan rela mengorbankan diri, itu adalah sebuah
taktik. Selain itu Ichi juga merasa yakin bahwa apa yang akan dilakukannya itu
pasti berhasil. Dan ternyata usahanya memang tidak sia-sia.
Bahkan pada frase terakhir dalam perkataannya kepada Sasa yang menjadi inti
dari karya ini, yaitu “Apa saja yang anda lakukan tidak ada yang salah”, sangat
mengena dihati para penguasa yang hadir pada saat itu. Demikianlah Ogai, dia
ingin menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya dengan menampilkan tokoh
Ichi, yang meskipun seorang anak perempuan, hanya dengan kata-kata yang
diucapkannya, telah menjadikan para penguasa merasa bagaikan tertusuk pedang
dalam dadanya.

Daftar Sumber
Ahmadi, H. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineke Cipta.

Asoo, Isoji. 1983. Sejarah Kesusastraan Jepang ( Nihon Bungakushi). Jakarta:
Universitas Indonesia.
Kutha Ratna, Nyoman. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.