Nilai Moral Pada Tokoh Utama Yang Tercermin Dalam Cerpen 'Saigo No Ikku' Karya Mori Oogai.

森鴎外作「最後の一句」における主人公の道徳的価値の分析

序論

「最後の一句」は森鴎外が53歳のときに書いた小説である。この小
説を読んでいると、これには日本的な道徳概念と言える思いやり、人情、
甘え、義理などが多く含まれているような気がする。
筆者は、この小説の主人公の道徳価値を道徳アプローチをもって分
析しようと思う。道徳アプローチを使用するのは、当アプローチは社会生
活における人間の善悪の行動を文学作品と関連づけるところがあるからで
ある。
本論
日本の社会軌範、価値観には義理、人情、甘え、思うやりなどと言
われるものがあるが本論文では、思いやりおよび人情に焦点を絞って分析
を進めてみることにする。
まず、思いやりというのはどのようなことであるかを見てみよう。
思いやりというのは真心に基づき、見返りを望まず他人に何かをしてあげ
ることである。




この小説では、お奉行様・裁判にかけられた父親を救おうとする
イチとマツの行動にこの思いやりが見られる。
父親は死刑の判決をくだされたが二人は父親を助けようとして嘆願書
に出したのである。これは、次の文で見ることがである。
いちは起きて、手習いの清書をする半紙に、平仮名で願書を
書いた。父の命を助けて、その代わりに自分と妹のまつ、と
く、弟の初五郎をおしおきにして戴きたい、実子でない長太
郎だけは許し下さるようにというだけのことではある
が、。。。。。
最後の一句
この子供たちの取った思いやりの行動の他に、実子でない長太郎の
行動に同情というものも見られる。これは、次の文で見られる。
長太郎の願書には、自分も姉や兄弟と一緒に、父の身代わり
になって死にたいと、前の願書と同じ手跡で書いてあった。
最後の一句
次に人情について述べてみる。
人情というのは、愛情、同情、悲哀、善意などに基づく、他人に対
する人間の感情である。この人情は、子供たちが親密な人たちと甘えた、
ふざけたりするときに反映されている。次の文がそれを見せている。
この白髪頭の媼のことを桂屋では平野町のおばあ様といって

いる。
おばあ様とは、桂屋にいる五人の子供がいつもよい物をお土
産に持って来てくれる祖母に名つけたなで、これを主人も呼
び、女房も呼ぶようになったのである。おばあ様を慕って、
おばあ様にあまえ、おばあ様にねだる孫が、桂屋に五人いる。
最後の一句


同情も人情の一種である。実子でない長太郎が死刑の判決をくださ
れた養父の危機に瀕した情況に同情するのは人情である。その長太郎の同
情・人情の現われは、裁判所に出す願書において見られる。
また、この人情は、夜回りの取った行動でも見られる。彼は、子供
たちに裁判官・お奉行様官のところへの道を子供たちに教えてくれたので
ある。悲しみに打ち拉がれた子供たちを同情して見るのも人情である。次
の文は、それを見せている。
提灯を持って、拍子木を敲いて来る夜廻りの爺いさんに、お
奉行様のところへはどう往ったら往かれようと、いちがたず
ねた。爺いさんは親切な、物分りのよい人で、。。。
最後の一句
人情は、親子の関係に見られるような、人に対する自然の

感情である。
本論には書いていないが、思いやりと人情違いとしては、思いやり
は人情を行動に移したもので、人情は単なる人間が感じる愛情、同情、悲
哀、善意である。



結論
「最後の一句」を道徳アプローチをもって分析してみた結果、次の結
論を引き出すことができる。
父親を助けようとする行動は純心に基づき、見返りを望まない、行
動であり、子供たち 長太郎も含めて の父親に対する思いやりで
ある。
また、子供たちの父親に対する思い、夜回りの子供たちに対して取
った行動、また、子供たちのおばあ様に対してあまえたり、ねだっ
たりする行動は人情である。



1.1 Latar Belakang Masalah....................................................1

1.2 Pembatasan Masalah……………………………………..4
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………...4
1.4 Metode Penelitian dan Pendekatan………………………4
1.5 Organisasi Penulisan……………………………………..7

2.1 Tata Nilai dan Norma Bangsa Jepang………………….....8
2.1.1 Omoiyari ( empati )……………………………….10
2.1.2 Ninjō........................................................................14
2.1.3 Amae………………………………………………15
2.1.4 Giri………………………………………………...17

3.1 Omoiyari…………………………………………………20
3.2 Ninjō……………………………………………………..31

......................................................................39

! !

!
"#


$

% &

$#

'

%

(

%

* &!

'#
# ,,


%* - .

)
! +!
)

!
!
'

"

#

'

$

# (
)


!

%

&

'

$

'

' $

*

!
)


'

$

'

#

*

% %
*

,
'

*
/

+

)

'
%

,

-

)

.

"

)
$

.


%

'

(

0

& /

%
/

1

)

1

'

"

2

% &

3

'

'

.

+

%

!

'
'

'

)

!

'

*

/

4
! ,

&

" )

*

5

'
'

'

*

$

%
'

2

' )

" 6 7

'

# *

&
8

3

# (

# *
'

'

$

'

2
9
*

3
(

*

+

6 7

!
)

. ,,

:
%

*
:

)
'

3

;

$

*

# <

' 5

'

%

-

'

'
:3

=

3

,

8

)

88

>

$

'

$'

3

$

#

+

%

84

'

'
)

,

2

%

%

3
84

84+ 84:
*

5

*

)
*

'
*

8

8
$
%

*
3

&

?

5

8
"

'
'

'

2

3
'
*

'

.

' '

$
*

?
*

'

'

'

8

# *
4
'

'
2-

*

森鴎外作「最後の一句」における主人公の道徳的価値の分析

スリ ヤンテイ

Seorang juragan perahu di Oosaka bernama Tarobee dihukum dan
dipertontonkan didepan umum karena penggelapan uang. Hal ini banyak
diperbincangkan diseluruh kotad sehingga mengakibatkan keluarga Tarobee
menderita. Ibu dari sang istri Tarobee datang dari kota Hinaro dan memberikan
bantuan materi serta tenaga. Ia disebut sebagai

. Tarobee

mempunyai lima orang anakd yaitu : Ichid Matsud Tokud Hatsugorōd dan Chōtarō
seorang anak laki!laki yang diapdosi dari sanak keluarga istri Tarobee.
Suatu hari pengadilan memutuskan bahwa Tarobee akan dihukum mati.
Anak pertamanya yang bernama Ichid mendengarkan sang nenek menceritakan
berita ini kepada ibunya. Pada waktu

malam hari sebelum dieksekusid Ichi

mempunyai ide untuk membuat petisi yang berisi permintaan pengampunan bagi
ayahnya Tarobee. Akan tetapi jika petisi itu hanya berisi permintaand mungkin
tidak akan didengarkan. Maka Ichi menawarkan diri anak!anak Tarobee untuk
dihukum mati sebagai ganti ayahnya dengan pengecualian Chōtarōd karena ia
bukan anak kandung dari Tarobee. Setelah berjuang untuk menyampaikan petisi
yang telah ia buatd akhirnya petisi tersebut sampai ke tangan wali kota.

Wali kota barat yang menerima petisi tersebut merasa curiga ada tipu
muslihat di balik petisi tersebutd karena ia tidak percaya anak!anak seperti Ichi
yang baru berumur enam belas tahun dapat membuat petisi dengan kata!kata yang
demikian tepat. Ia meminta nasehat dari penguasa istana Oosakad dan dengan
persetujuannya diadakanlah persidangan untuk menyelidiki kasus tersebut.
Pada waktu persidangand hadirlah kelima anak!anak Tarobee itu dan
ditemani oleh keluarga merekad serta para tetua!tetua kelurahan. Pada saat tersebut
telah hadir wali kota barat dan timurd juga seorang penguasa istana Oosaka. Pada
saat ditanyaid kelima anak tersebut mengaku bersedia untuk menggantikan
hukuman ayahnya yang akan dihukum mati. Ketika Ichi ditanyaid ia menjawab
dengan tegas dan pasti. Bahkan ketika diancam akan disiksa jika ia berkata
berbohongd ia pun tidak gentar menjawabnya. Lalu dalam jawaban Ichi pada
kalimat terakhird Ichi mengatakan sesuatu hal yang menggugah perasaan para
pejabat dan semua yang telah hadir di persidangan tersebut. Setelah itu sidang pun
ditutup.
Setelah persidangn selesaid hukuman mati Tarobee ditunda untuk
penyelidikan berikutnya. Dan setelah beberapa buland akhirnya hukuman mati
Tarobee dibatalkan karena adanya perayaan kenaikan tahta kaisar yang
sebenarnya telah tertunda 51 tahun. Sebagai ganti hukuman matid Tarobee
diasingkan dari Oosaka dan sanak keluarganya dipanggil sekali lagi ke kantor
wali kota untuk mengucapkan perpisahan.

Cerpen yang berjudul Saigo No Ikku (

最後の一句 ) karya Mori Oogai,

大正 四 年 ), pada waktu ia berusia 53 tahun. Cerpen
ini dimuat dalam buku Shōnen Shōjō Nihon Bungaku Kan yang diterbitkan oleh
dibuat pada tahun 1915 (

Kodansha tahun 1986. Mori Oogai merupakan salah satu pengarang besar di
antara pengarang Jepang lainnya di zaman modern. Zaman modern di Jepang
dimulai setelah restorasi Meiji, yaitu pada tahun 1868. Zaman modern menurut
Isoji As

ō adalah zaman dimana manusia berusaha menghilangkan perbedaan

status sosial yang terdapat dalam masyarakat feodal dan menyadari perlunya
kebebasan, persamaan hak dan humanisme sebagai dasar kehidupan modern
( 1983 : 179 ).
Mori Oogai adalah seorang dokter tentara yang dikirim oleh
pemerintahan Jepang untuk memperdalam ilmunya di Jerman sehingga ia juga
mengalami sistem pendidikan Barat. Pada tahun 1988, ia kembali ke Jepang
untuk mengembangkan pengetahuannya di luar ilmu kedokteran seperti
kesusastraan, kesenian, maupun filsafat barat, yang diperolehnya sewaktu belajar
di Jerman. Karena banyaknya ilmu pengetahuan yang ia kuasai, ia dijuluki
Teebesu Hyakumon No Taito ( 100 Pintu Kota Thebes ).

Sebagai

seorang

pengarang,

karya3karya

yang

dihasilkannya

beranekaragam, di antaranya Rekishi Shoosetsu ( Novel Sejarah ) misalnya
Sanshōdayū dan Takase Bune, dan Shishoosetsu ( Novel Aku ) misalnya Maihime,
yang ditulis berdasarkan kehidupan yang dialaminya semasa di Jerman.
Saigo No Ikku merupakan karya yang ditulis berdasarkan fakta pada
masa pemerintahan Tokugawa pada zaman Genbun1 tahun 1738. Dalam cerpen
ini dikisahkan pula secara umum kondisi para penguasa yang ditambah dengan
imajinasi pengarang sehingga menjadi sebuah karya fiksi yang dapat digolongkan
sebagai novel sejarah ( Isoji Asō, 1983 : 179 ). Mori juga menyertakan tanggal,
bulan, dan tahun peristiwa tersebut terjadi, sehingga pembaca mendapatkan
gambaran, kapan, di mana dan apa yang melatar belakangi kejadian tersebut.
Cerpen ini menceritakan tentang seorang juragan perahu di Oosaka
bernama Tarobee. Ia dihukum karena penggelapan uang. Hal ini banyak
dibicarakan diseluruh kota, sehingga mengakibatkan keluarga Tarobee menderita.
Ibu dari sang istri datang dari kota Hirano memberikan bantuan materi dan tenaga.
Ia disebut sebagai nenek dari Hirano. Tarobee mempunyai lima orang anak, yaitu
Ichi, Matsu, Toku, Hatsugorō, dan Chōtarō seorang anak laki3laki yang diadopsi
dari sanak keluarga istri Tarobee.
Suatu hari pengadilan memutuskan bahwa Tarobee akan dihukum mati.
Anak pertamanya yang bernama Ichi mendengarkan sang nenek menceritakan
berita ini kepada ibunya. Di malam sebelum eksekusi, Ichi mempunyai ide untuk
membuat petisi yang berisi permintaan pengampunan bagi ayahnya Tarobee.

Zaman Genbun juga termasuk ke dalam bagian zaman Edo ( 160331867 )

Maka Ichi menawarkan diri agar anak3anak Tarobee dihukum mati sebagai ganti
ayahnya dengan pengecualian Chōtarō, karena ia bukan anak kandung Tarobee.
Akhirnya petisi yang telah dibuat tersebut sampai ke tangan wali kota barat.
Wali kota barat yang menerima petisi tersebut merasa curiga ada tipu
muslihat di balik petisi itu, karena ia tidak percaya anak3anak seperti Ichi yang
baru berumur enam belas tahun dapat membuat petisi yang kata3katanya
demikian bijak. Wali kota tersebut meminta nasehat dari penguasa Oosaka, dan
dengan persetujuannya diadakanlah persidangan untuk menyelidiki kasus tersebut.
Akhirnya hukuman mati Tarobee dibatalkan dan sebagai gantinya Tarobee
diasingkan selamanya dari Oosaka.
Cerpen karya Mori Oogai ini merupakan sebuah cerita yang menarik
untuk dibaca karena kepandaian Mori dalam menuangkan ide3idenya ke dalam
rangkaian cerita yang menggambarkan tindakan Ichi yang tidak biasa dilakukan
oleh seorang anak kecil yang menolong ayahnya yang akan dihukum mati, dan
juga mengangkat masalah moral terutama pada omoiyari dan ninjō, juga
memberikan manfaat kepada para pembacanya dengan cara mengeksplorasi nilai
moral yang terdapat di dalam cerita tersebut. Nilai omoiyari dan ninjō dalam
bangsa Jepang memiliki keunggulan yang turut menata kehidupan bangsa Jepang.
Atas dasar itu, dalam penelitian ini penulis tertarik untuk menganalisis nilai moral
pada tokoh utama yang tercermin dalam cerpen Saigo No Ikku karya Mori Oogai
melalui pendekatan moral.

Masalah yang akan dibahas oleh penulis dalam penelitian ini dibatasi
pada nilai moral dilihat dari sudut pandang masyarakat Jepang, yang mengangkat
omoiyari dan ninjō yang tercermin dalam tokoh utama. Kita tahu bahwa
nilai3nilai moral dalam bangsa Jepang, namun saya hanya memilih nilai moral
untuk omoiyari dan ninjō, karena memiliki efek sosial di dalam masyarakat.
Dalam kaitannya itu penulis mencoba menyinggung hubungan antara omoiyari
dan ninjō dengan nilai3nilai lain yang mirip seperti amae dan giri.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami nilai
moral masyarakat Jepang yang terkandung dalam cerpen Saigo No Ikku.

!

"#

#

#

Metode yang digunakan penulis untuk mencapai tujuan penelitian ini
adalah Studi Literatur, yaitu uapaya melakukan kajian terhadap sejumlah buku
bacaan yang dianggap relevan dengan materi atau judul skripsi yang ditulis.
Berdasarkan objek masalah yang akan penulis teliti, maka penulis
meneliti sebuah cerpen yang berjudul Saigo No Ikku karya Mori Oogai, dengan
menggunakan pendekatan moral.
Pendekatan moral adalah pendekatan tentang nilai3nilai kebenaran yang
mengkaitkan karya sastra dengan hal3hal baik dan buruknya tingkah laku manusia
yang tercermin di dalam masyarakat.

Hubungan antara karya sastra dengan moral, merupakan suatu cerminan
tingkah laku manusia yang tidak terlepas dengan moral. Karena karya sastra dapat
menjadi salah satu sumber media penyampaian ide atau gagasan yang berisi
nasehat atau pendidikan berupa ajaran3ajaran moral.
Menurut buku Teori Pengakajian Fiksi, Burhan mengatakan bahwa :
$

"
(
'

% & #
#

'
&

&
# &

#
'
#
(

'
)

&(

'

#

*

#

#
"
' (

(
+

'

" "( ,-- .

/0

Berdasarkan pengertian tersebut penulis berasumsi bahwa karya sastra
yang dihasilkan memiliki kaitan yang erat dengan moral3moral yang ada di dalam
masyarakat dan berupaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk berbudaya, berpikir, dan berketuhanan. Kekuatan pendekatan
moral ini terletak pada upaya memandang karya sastra sebagai karya yang
mengandung pemikiran, falsafah hidup yang akan membawa manusia menuju
kearah kehidupan yang lebih bermutu.
Menurut Atar Semi dalam buku Metode Penelitian Sastra ( 1993 : 71 ) merupakan
suatu konsep yang telah dirumuskan oleh sebuah masyarakat bagi menentukan
kebaikan dan keburukan. Moral dapat dikatakan juga sebagai suatu norma tentang
kehidupan yang mendapat kedudukan yang istimewa dalam kehidupan
masyarakat, yang menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk. Pengertian
tentang baik atau buruknya sesuatu merupakan hal yang bersifat relatif, dalam arti
sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat yang satu belum tentu dipandang

baik oleh masyarakat lainnya.
Pandangan

suatu

masyarakat

tentang

moral,

nilai3nilai,

dan

kecenderungan3 kecenderungan, biasanya dipengaruhi oleh pandangan hidup
bangsanya. Oleh karena itu moral yang hendak disampaikan pengarang dari suatu
bangsa sangat erat kaitannya dengan falsafah hidup dan kepribadian bangsa mana
ia berasal ( Burhan Nurgiyantoro, 1966 : 321 ).
Karena objek penelitian dari skripsi ini merupakan karya sastra Jepang
maka moral yang dibahas dalam skripsi ini adalah moral menurut falsafah hidup
dan kepribadian bangsa Jepang.
Dalam karya sastra, moral yang terkandung di dalamnya biasanya
merupakan cerminan pandangan hidup si pengarang tentang nilai3nilai kebenaran
yang ingin disampaikan kepada para pembaca.
Menurut Kenny yang dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro dalam buku
Teori Pengkajian Fiksi, moral dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu
saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis yang
dapat diambil atau ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca
( 1966 : 321 ).
Ajaran moral yang terkandung dalam suatu cerita dapat mencakup banyak
masalah misalnya masalah tentang kehidupan yang menyangkut harkat dan
martabat manusia, masalah tentang hubungan manusia dengan manusia lainnya,
dan masalah3masalah lain yang dihadapi manusia. Pendekatan moral ini
merupakan ajaran moral dan nilai3nilai kebenaran yang disampaikan oleh
pengarang melalui karya sastranya.

12
Penulis membagi penelitian ini dalam empat Bab. Tiap3tiap bab
diuraikan lagi ke dalam sub3sub bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang
memuat lima sub bab, yaitu Latar belakang, pembatasan masalah, tujuan
penelitian, metode penelitian dan pendekatan, dan organisasi penulisan. Bab
kedua adalah landasan teori, yang berisi tentang suatu tata nilai dan norma bangsa
Jepang yang terdiri dari Omoiyari dan Ninjō. Bab ketiga adalah nilai moral pada
tokoh utama yang tercermin dalam cerpen Saigo No Ikku, yang terdapat pada
nilai moral omoiyari dan ninjō. Bab keempat adalah kesimpulan, yang berisi
kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu sampai dengan bab tiga.

Setelah melakukan penelitian terhadap cerpen Saigo No Ikku karya Mori
Oogai melalui pendekatan Moral, maka penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Melalui nilai nilai moral yang terdapat pada cerpen Saigo No Ikku, dapat
disimpulkan bahwa nilai moral di dalam omoiyari ada tiga hal, yaitu :
Dalam cerpen ini, dapat dilihat adanya omoiyari dalam tindakan
Ichi dan Matsu dalam menyelamatklan ayahnya dari suatu
pengadilan. Karena mereka mempunyai perasaan yang mendalam
terhadap orang tuanya, sehingga anak anak tersebut mempunyai
keinginan untuk membebaskan orang tuanya yang akan menjalani
hukuman mati.
Selain kedua anak tersebut melakukan tindakan omoiyari, Chōtarō
yang bukan merupakan anak kandung dari Tarobee, ia juga ikut
menunjukkan suatu tindakan ninjō.
Omoiyari anak anak Tarobee terhadap hakim, ketika seorang anak
kecil yang berusaha untuk bertemu dengan sang hakim dan
menyerahkan surat permohonan yang telah mereka tulis. Karena
hakim adalah orang yang berkuasa di dalam pengadilan, maka
untuk menghormati lawan bicara atau lawan komunikasi di dalam

39

pengadilan, Ichi beserta adik adiknya berusaha untuk tidak
membuat hakim marah dan membuat surat permohonan tersebut
dengan sebaik baiknya.
2. Nilai moral yang terdapat pada ninjō dapat disimpulkan bahwa : perasaan
cinta / kasih sayang, perasaan simpati, kebaikan hati, serta kesedihan,
merupakan perasaan manusiawi yang paling mendasar dan getaran alami
hati manusia. Nilai moral di dalam ninjō terdapat empat hal, yaitu :
Ninjōnya

tercermin

ketika

anak anak

bermanja manja

dan

bercanda dengan orang yang disayangi.
Perasaan ninjō, dilihat dari tindakan Chōtarō yang ikut merasakan
apa yang dirasakan orang tuanya.
Ninjō penjaga malam yang tua terhadap anak anak, yang telah
berbaik hati dan mau menunjukkan jalan menuju ke tempat
kediaman hakim. Dan ada pula Ninjō para penjaga pintu atau para
birokrasi terhadap anak anak, yang telah berbaik hati mau
menerima surat permohonan yang telah ditulis oleh Ichi beserta
adik adiknya dan diserahkan kepada hakim.
3. Di dalam cerpen ini terdapat juga perbedaan antara omoiyari dan ninjō.
Yang membedakan kedua konsep tersebut adalah ninjō, lebih keperasaan
manusiawi.sedangkan omoiyari, lebih berpikir sesuatu dan bertindak
dalam melakukan sesuatu hal. Contohnya dapat terlihat pada cerpen Saigo
No Ikku, yang mana Chōtarō sebagai anak angkat Tarobee, untuk
menunjukkan omoiyarinya, ia lebih menunjukkan suatu sikap dalam

40

melakukan suatu tindakan, yaitu membuat surat permohonan yang
menyatakan untuk rela mengorbankan dirinya, menggantikan hukuman
ayahnya. Sedangkan pada ninjō, ia lebih ke perasaan manusiawi yang
timbul dari dalam hati manusia secara spontan sebagai seorang anak
kepada orang tuanya.

41

1. Asō, Isoji dkk, 1983,

,

Unioersitas Indonesia ( UI Press ) : Jakarta.
2. Badudu, J.S., Prof. Dr., 1994,

, Sinar

Harapan : Jakarta.
3. Benedict, Ruth, 1982,

, Sinar Harapan :

Jakarta.
4. Doi, Takeo, M.D, 1992,

, Pustaka Umum : Jakarta.

5. Kumorotomo, Wahyudi, Drs.,1994, !

, Mandar

Maju : Bandung.
6. Koujien, 1991.
7. Lebra, Takie.S., 1976,

"

#

$

, Unioersity of Hawai

Press : USA.
8. Minna no Nihongo 2, 1998.
9. Mori, Oogai,

.

10. Nakane, Chie, 1970,

%

, Unioersity of California Press :

London.
11. Nakane, Chie, 1981, &
12. Nakane, Chie, 1996,
13. Nurgiyantoro, Burhan, 1966,

, Sinar Harapan : Jakarta.
'

(, Kodansha International.
"

)

, Gajah Mada Unioersity

Press : Yogyakarta.
14. Nelson, Andrew, 2003,

&

, PT. Kesaint Blanc Indah Corp :

Jakarta.
15. Reischauer, E.O., 1982, &

, Sinar Harapan : Jakarta.

16. Sumardjo Jakob dan Saini K.M, 1997,

, PT. Gramedia

Pustaka Umum : Jakarta.
17. Semi, Atar. M., Prof. Drs., 1993, &

"

(

, Angkasa Raya :

Bandung.
18. Soepardjo, Djodjok, 1999,

&

, CV. Bintang : Surabaya.

19. ( http://www.andrew.ac.jp/sociology/teachers/harada )
20. ( http://www02.so.net.no.jp/oak.wood/ )