PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA FILM ANIMASI PADA SISWA KELAS V SD N 2 JONGGRANGAN KECAMATAN GIRIMULYO KULON PROGO.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Keterampilan berbahasa (language skills) meliputi empat keterampilan dasar, yaitu keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills) dan keterampilan menulis (writing skills). Keempat keterampilan berbahasa tersebut memiliki hubungan yang sangat erat antara satu dan lainnya. Menurut Haryadi dan Zamzani (1996: 19) keterampilan menyimak merupakan kegiatan yang paling awal dilakukan oleh anak manusia bila dilihat dari proses pemerolehan bahasa. Sebelum anak dapat melakukan berbicara, membaca, apalagi menulis, kegiatan menyimaklah yang pertama kali dilakukan. Secara berturut-turut pemerolehan keterampilan berbahasa itu pada umumnya dimulai dari menyimak, berbicara, dan terakhir menulis. Henry Guntur Tarigan (2008: 2) menyatakan bahwa menyimak dan berbicara kita pelajari sebelum memasuki sekolah, sedangkan membaca dan menulis dipelajari di sekolah. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang disebut Caturtunggal.
Sedangkan Burhan Nurgiyantoro (2001: 232). Kegiatan berbahasa yang berupa memahami bahasa yang dihasilkan orang lain melalui sarana lisan (dan atau pendengaran) merupakan kegiatan yang paling pertama yang dilakukan manusia. Keadaan itu sudah terlihat sejak manusia masih bernama bayi. Bayi manusia yang belum mampu menghasilkan bahasa, sudah akan terlihat dalam kegiatan
(2)
2
mendengarkan dan usaha memahami bahasa orang-orang di sekitarnya. Dalam belajar bahasa (asing) pun kegiatan pertama yang dilakukan pelajar adalah menyimak bunyi-bunyi bahasa yang dipelajari, baik yang berupa ucapan langsung maupun melalui sarana rekaman.
Djago Tarigan (2003: 2.3) menyatakan bahwa menyimak sangat fungsional dalam hidup dan kehidupan manusia. Bila diperinci peranan menyimak diantarannya yaitu: (1) landasan berbahasa, (2) penunjang keterampilan berbicara, membaca, dan menulis, (3) pelancar komunikasi lisan, dan (4) sebagai penambah informasi.
Pembelajaran keterampilan berbahasa sangat penting dilakukan di sekolah dengan tujuan meningkatkan keterampilan siswa dalam berbahasa untuk berbagai tujuan, keperluan, dan keadaan. Jadi, tujuan akhir dari pembelajaran keterampilan berbahasa adalah tercapainya kompetensi berbahasa secara utuh bagi siswa.
Menyimak sebagai keterampilan berbahasa yang pertama kali dikuasai seseorang mempunyai peranan penting sebagai awal dari keterampilan-keterampilan berbahasa yang lainnya. Pada saat seorang bayi belajar berbicara, dia menyimak bunyi-bunyi yang ia dengar kemudian ia berusaha menirukannya walaupun belum mengerti makna bunyi-bunyi tersebut. Demikian juga pada saat seseorang belajar membaca dan menulis, seseorang akan menyimak cara membaca dan menulis dari guru yang mengajarinya.
Keterampilan menyimak berperan penting dalam mempelajari banyak hal, apalagi di dunia pendidikan. Setiap pelajaran di sekolah memerlukan keterampilan
(3)
3
menyimak. Guru menyampaikan ilmunya sebagian besar melalui lisan. Dalam hal inilah keterampilan menyimak bagi siswa dibutuhkan. Mengingat pentingnya keterampilan menyimak, maka keterampilan tersebut harus diajarkan sejak dini dalam pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Hal ini perlu dilakukan sebagai landasan untuk jenjang pendidikan selanjutnya.
Anderson (dalam Henry Guntur Tarigan, 2008: 65) mengemukakan bahwa kemampuan keterampilan menyimak kelas lima lebih difokuskan pada: (1) menyimak secara kritis terhadap kekeliruan-kekeliruan, kesalahan-kesalahan, propaganda-propaganda, dan petunjuk-petunjuk yang keliru; (2) menyimak aneka ragam cerita, puisi, rima kata-kata, dan memperoleh kesenangan dalam menemui tipe-tipe baru.
Menyimak dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah satu kompetensi yang ditargetkan kurikulum. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) siswa kelas V SD diharapkan mempunyai kompetensi dasar menyimak cerita. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator sebaiknya memiliki model dan media pembelajaran yang tepat. Khususnya untuk meningkatkan kemampuan menyimak siswanya. Penentuan model dan media pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar merupakan modal awal dalam keberhasilan suatu pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu teknik yang dapat dilakukan adalah dengan pemilihan model dan media pembelajaran yang cocok dalam kegiatan pembelajaran.
(4)
4
Model pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan pendidik untuk mengajar peserta didik. Agar pembelajaran berjalan optimal seorang guru harus bisa menentukan model pembelajaran yang cocok dan sesuai dengan realitas dan kondisi sekolah tersebut. Dengan kata lain, guru harus memiliki model yang sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki peserta didik. Selain itu, media pembelajaran juga merupakan suatu komponen yang tak kalah pentingnya dalam suatu proses pembelajaran. Oemar Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat meningkatkan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Selain itu, Azhar Arsyad (2006: 16) juga mengemukakan bahwa media pembelajaran dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data yang menarik dan terpercaya, memudahkan pemafsiran data, dan memadatkan informasi.
Dalam perkembangan industri film tanah air yang semakin maju dewasa ini, Film animasi tampaknya mendapat perhatian tersendiri, baik dari para pelaku perfilman maupun para penonton. Hal ini dapat kita ketahui dengan maraknya film-film animasi di televisi. Sebagai contoh, film-film-film-film yang sudah cukup akrab di telinga kita seperti Upin & Ipin, Doraemon, Dora The Explorer, Avatar The Legend of Aang, Naruto, Dragon Ball, Doraemon, Shaun The Sheep, Pinguin Madagascar, Sponge Bob Square Pants, Oscar Oasis, dan lain sebagainya. Film-film animasi tersebut disukai oleh para pemirsa televisi karena ceritanya yang bersifat menghibur. Selain itu tokoh- tokoh yang ada dalam film tersebut unik, lucu dan
(5)
5
menarik. Film-film animasi tersebut juga mengandung nilai-nilai pendidikan tentang kehidupan sehari-hari yang disajikan dengan ringan sehingga mudah dipahami oleh penontonnya. Film-film tersebut sangat disukai oleh anak-anak, bahkan tak sedikit orang-orang dewasa yang juga menyukai film-film animasi tersebut. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mencoba mengangkat film animasi yang awalnya hanya dinikmati sebagai hiburan sebagai salah salah satu media dalam pembelajaran keterampilan berbahasa. Melalui media film animasi tersebut diharapkan dapat melatih keterampilan siswa dalam menyimak cerita.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di SD Negeri 2 Jonggrangan, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo dengan subjek penelitian kelas V. Di SD Negeri 2 Jonggrangan memiliki kelas yang tidak paralel yakni hanya memiliki 1 kelas di setiap tingkatan kelas. Siswa pada kelas V berjumlah 17 siswa dengan jumlah siswa laki-laki 11 dan siswa perempuan 6.
SD Negeri 2 Jonggrangan dipilih sebagai tempat penelitian dikarenakan berdasarkan hasil prasurvei yang dilakukan peneliti di SD N 2 Jonggrangan melalui wawancara dengan guru kelas V, ditemukan permasalahan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yaitu terkait dengan pembelajaran menyimak cerita.
Dari observasi yang telah dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2013 di kelas V di SD Negeri 2 Jonggrangan memiliki permasalahan yaitu adanya siswa yang mengalami kesulitan dalam menyimak cerita. Hal ini terlihat dari siswa yang belum
(6)
6
tepat dan masih kesulitan dalam menemukan unsur-unsur intrinsik dalam sebuah cerita seperti penokohan, tema, latar dan amanat. Selain itu, beberapa siswa terlihat kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran, ada juga yang justru asyik mengobrol dengan temannya bahkan malah menggambar pada saat pembelajaran berlangsung.
Dalam pembelajaran menyimak cerita pada materi cerita anak ini guru masih hanya menggunakan media papan tulis dalam menyampaikan materi pelajaran. Guru juga belum pernah menggunakan media berupa Film Animasi dalam pembelajaran meskipun guru sudah mampu menggunakan Komputer. Selain itu di SD Negeri 2 Jonggrangan juga sudah terdapat perlengkapannya seperti Laptop, LCD Proyektor, layar Proyektor, speaker, dan beberapa CD film cerita anak.
Terkait dengan permasalahan tersebut, perlu dilakukan perubahan dalam metode pembelajaran menyimak cerita. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan media Film Animasi, karena media ini belum diterapkan secara optimal dalam pembelajaran menyimak cerita.
Media film animasi adalah suatu perantara audio visual untuk menyampaikan pesan, informasi, materi ajar kepada peserta didik sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minatnya dalam suatu proses pembelajaran yang dilakukan yang tersusun dari rangkaian gambar tak hidup yang berurutan pada frame yang diproyeksikan secara mekanis elektronis sehingga
(7)
7
tampak hidup pada layar. Selain itu menurut Azhar Arsyad (2011: 49-50) media film juga memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut.
1. Film dan video dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika mereka membaca, berdiskusi, berpraktik, dan lain-lain. Film merupakan pengganti alam sekitar dan bahkan dapat menunjukkan objek yang secara normal tidak dapat dilihat, seperti cara kerja jantung ketika berdenyut.
2. Film dan video dapat menggambarkan suaru proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu. Misalnya, langkah-langkah dan cara yang benar dalam berwudhu.
3. Disamping mendorong dan meningkatkan motivasi, film dan video menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainnya. Misalnya, film kesehatan yang menyajikan proses berjangkitnya penyakit diare atau eltor dapat membuat siswa sadar terhadap pentingnya kebersihan makanan dan lingkungan.
4. Film dan video yang mengandung nilai-nilai positif dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok siswa. Bahkan, film dan video, seperti slogan yang sering di dengar, dapat membawa dunia ke dalam kelas. 5. Film dan video dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya bila dilihat secara
langsung seperti lahar gunung berapi atau perilaku binatang buas.
6. Film dan video dapat ditunjukkan kepada kelompok besar atau kelompok kecil, kelompok yang heterogen maupun perorangan.
7. Dengan kemampuan dan teknik pengambilan gambar frame demi frame, film yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu minggu dapat ditampilkan
(8)
8
dalam satu atau dua menit. Misalnya, bagaimana kejadian mekarnya kembang mulai dari lahirnya kuncup bunga hingga kuncup itu mekar.
Melihat karakteristik tersebut, perlu kiranya diadakan penelitian untuk mengetahui lebih lanjut apakah dengan menggunakan Media Film Animasi dapat meningkatkan keterampilan menyimak cerita pada siswa kelas V di SD Negeri 2 Jonggrangan, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo.
Adapun jenis Film Animasi yang digunakan dalam pembelajaran menyimak cerita pada penelitian ini adalah jenis film kartun dua dimensi. Dipilihnya jenis film kartun dalam pembelajaran menyimak cerita dikarenakan guru dan peneliti merasa jenis film kartun lebih tepat untuk menyampaikan materi dalam pembelajaran menyimak cerita kali ini yaitu, cerita anak berjenis dongeng dan fabel.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikassikan beberapa masalah dibawah ini:
1. Kurangnya media pembelajaran untuk pengajaran keterampilan menyimak cerita.
2. Kurangnya perhatian siswa dalam menyimak suatu cerita.
3. Rendahnya kemampuan siswa dalam menemukan tokoh, tema, latar dan amanat dalam sebuah cerita.
(9)
9 C. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya membahas permasalahan yang terkait dengan proses pembelajaran keterampilan menyimak cerita dengan menggunakan media film animasi pada siswa kelas V SD N 2 Jonggrangan, Girimulyo, Kulon Progo.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana penerapan media film animasi dalam proses pembelajaran menyimak cerita dan bagaimana meningkatkan keterampilan menyimak cerita dengan media film animasi pada siswa kelas V SD Negeri 2 Jonggrangan, Girimulyo, Kulon Progo semester genap tahun pelajaran 2012/2013.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembelajaran menyimak cerita dengan media film animasi dan untuk mengetahui peningkatan keterampilan menyimak cerita melalui media film animasi kelas V SD N 2 Jonggrangan, Girimulyo, Kulon Progo. F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Sebagai bahan pertimbangan/pemikiran dalam pemilihan media pembelajaran dalam pembelajaran menyimak cerita.
(10)
10 2. Manfaat Praktis
a. Siswa diharapkan dapat terpacu untuk meningkatkan prestasi akademiknya dengan belajar melalui media film animasi dan menjadikan siswa kritis terhadap hasil karya belajarnya.
b. Mahasiswa sebagai peneliti, memperoleh pengalaman dan pengetahuan dalam menerapkan model pembelajaran dengan media film animasi.
c. Guru kelas, memperoleh tambahan pengetahuan dan wawasan tentang media pembelajaran khususnya dalam pembelajaran keterampilan menyimak.
d. Bagi sekolah, diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan prestasi siswa dengan pengadaan media yang bervariasi sehingga minat belajar siswa meningkat.
G. Definisi Istilah
1. Keterampilan menyimak cerita adalah kemampuan mendengarkan lambang-lambang bahasa lisan dengan sungguh-sungguh, penuh perhatian, pemahaman, apresiasi serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang disampaikan secara nonverbal dalam sebuah cerita seperti penokohan, tema, latar dan amanat dalam suatu cerita.
2. Media film animasi adalah media audio visual yang berbentuk rangkaian lukisan atau gambar yang digerakkan secara mekanik elektronis sehingga tampak hidup di layar.
(11)
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Keterampilan Menyimak 1. Pengertian Keterampilan
Keterampilan berasal dari kata dasar terampil. Soemarjadi (2001: 2) berpendapat bahwa keterampilan sama artinya dengan kata kecekatan. Terampil atau cekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu pekerjaan dengan cepat dan benar. Akan tetapi dalam pengertian sempit biasanya keterampilan lebih ditujukan pada kegiatan yang berupa perbuatan, karena terampil itu lebih dari sekedar memahami. Oleh karena itu, untuk menjadi yang terampil diperlukan latihan-latihan praktis yang bisa memberikan rangsangan pada otak, agar semakin terbiasa.
Poearwadarminta (2002: 1088), menyatakan bahwa keterampilan adalah kecekatan; atau kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan cermat (dengan keahlian). Keterampilan pada dasarnya potensi manusia yang dapat dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk memaksimalkan semua fungsi perkembangan manusia sehingga menjadikan manusia yang utuh. Setiap orang tentunya mempunyai kemampuan dan keterampilan yang berbeda-beda. Dalam konteks pemerolehan keterampilan berbahasa khususnya keterampilan menulis. Melatih keterampilan ini dapat dilakukan sejak dini. Banyak sekali keterampilan yang dihasilkan, misalnya keterampilan membuat cerita, keterampilan menulis puisi, dll.
(12)
12
Dari beberapa pendapat tentang pengertian keterampilan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah suatu kemampuan untuk melakukan sesuatu melalui belajar dengan cepat, cekat, dan tepat untuk memperoleh hasil tertentu yang berlangsung secara terus-menerus sehingga membentuk kebiasaan.
2. Keterampilan Menyimak
Dalam pengajaran bahasa, terutama pengajaran bahasa lisan sering kita jumpai istilah mendengar, mendengarkan, dan menyimak. Ketiga istilah itu memang berkaitan dalam makna namun berbeda dalam arti. Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian istilah itu dijelaskan seperti berikut. Mendengar diartikan sebagai menangkap bunyi (suara) dengan telinga. Mendengarkan berarti mendengarkan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Sedang menyimak berarti mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan atau dibicarakan orang (Djago Tarigan, 2003: 2.5).
Menurut Henry Guntur Tarigan (1991: 4) menyimak adalah suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai, dan mereaksi atas makna yang terkandung di dalamnya. Menyimak melibatkan penglihatan, penghayatan, ingatan, pengertian, bahkan situasi yang menyertai bunyi bahasa yang disimak pun harus diperhitungkan dalam menentukan maknanya.
Sedangkan menurut Kamidjan dan Suyono (2002) menyimak adalah suatu proses mendengarkan lambang-lambang bahasa lisan dengan
(13)
sungguh-13
sungguh penuh perhatian, pemahaman, apresiatif yang dapat disertai dengan pemahaman makna komunikasi yang disampaikan secara nonverbal.
Berdasarkan pengertian menyimak di atas dapat disimpulkan bahwa menyimak adalah suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan lambang-lambang bahasa lisan dengan sungguh-sungguh, penuh perhatian, pemahaman, apresiasi serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang disampaikan secara nonverbal.
3. Tujuan Menyimak
Menurut Hunt (dalam Henry Guntur Tarigan, 2008: 59) ada empat fungsi utama menyimak, yaitu:
a. Memperoleh informasi yang berkaitan dengan profesi. b. Membuat hubungan antarpribadi lebih efektif.
c. Mengumpulkan data agar dapat membuat keputusan yg masuk akal. d. Agar dapat memberikan responsi yang tepat.
Sedangkan, menurut Logan dan Shrope (dalam Henry Guntur Tarigan, 2008: 60-61) tujuan menyimak seperti berikut.
a. Ada orang yang menyimak dengan tujuan utama agar dia dapat memperoleh pengetahuan dari bahan ujaran pembicara; dengan perkataan lain, dia menyimak untuk belajar.
b. Ada orang yang menyimak dengan penekanan dan penikmatan terhadap sesuatu dari materi yang diujarkan atau yang diperdengarkan atau dipagelarkan (terutama sekali dalam bidang seni); pendeknya, dia menyimak untuk menikmati keindahan audial.
c. Ada orang yang menyimak dengan maksud agar dia dapat menilai sesuatu yang dia simak (baik-buruk, indah-jelek, tepat-ngawur, logis-tak logis, dan lain-lain); singkatnya, dia menyimak untuk mengevaluasi.
d. Ada orang yang menyimak agar dia dapat menikmati serta menghargai sesuatu yang disimaknya itu (misalnya, pembicaraan cerita, pembacaan puisi, musik dan lagu, dialog, diskusi panel, dan perdebatan); pendek kata, orang itu menyimak untuk mengapresiasi materi simakan.
(14)
14
e. Ada orang yang menyimak dengan maksud agar dia dapat mengomunikasikan ide-ide, gagasan-gagasan, ataupun perasaan-perasaannya kepada orang lain dengan lancer dan tepat. Banyak contoh dan ide yang dapat diperoleh dari sang pembicara dan semua ini merupakan bahan penting dan sangat menunjang dalam mengomunikasikan ide-idenya sendiri.
f. Ada pula orang yang menyimak dengan maksud dan tujuan agar dia dapat membedakan bunyi-bunyi dengan tepat; mana bunyi yang membedakan arti (distignif), mana bunyi yang tidak membedakan arti; biasanya, ini terlihat nyata pada seseorang yang sedang belajar bahasa asing yang asyik mendengarkan ujaran pembicara asli (native speaker).
g. Ada lagi orang yang menyimak dengan maksud agar dia dapat memecahkan masalah secara kreatif dan analisis, sebab dari pembicara, dia mungkin memperoleh masukan berharga.
h. Selanjutnya, ada lagi orang yang tekun menyimak pembicara untuk meyakinkan dirinya terhadap suatu masalah atau pendapat yang selama ini diragukan; dengan perkataan lain, dia menyimak secara persuasif.
4. Jenis – jenis Menyimak
Henry Guntur Tarigan (2008: 37-59) membagi jenis menyimak dalam dua macam, yaitu menyimak ekstensif dan menyimak intensif.
a. Menyimak ekstensif
Menyimak ekstensif (extensive listening) adalah kegiatan menyimak mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu ujaran, tidak perlu dibawah bimbingan langsung dari seorang guru. Pada umumnya menyimak ekstensif dapat dipergunakan untuk dua tujuan yang berbeda.
Menyimak ekstensif bisa juga disebut sebagai proses menyimak yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti mendengarkan siaran radio, televisi, percakapan orang di jalan, di pasar, kotbah di masjid dan sebagainya.
Beberapa jenis kegiatan menyimak ekstensif antara lain:
1) Menyimak sosial (social listening) yaitu kegiatan menyimak yang dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sosial, di pasar, di jalan, dan sebagainya.
(15)
15
2) Menyimak sekunder (secondary listening) adalah kegiatan menyimak yang dilakukan secara kebetulan. Contoh menyimak sekunder yaitu pada saat kita belajar dan tiba-tiba kita mendengar suara anggota keluarga kita bercanda di ruang tamu, suara radio, televisi, atau suara-suara lain yang ada disekitar tempat tinggal kita.
3) Menyimak estetik (aesthetic listening) ataupun yang disebut menyimak apresiatif adalah kegiatan menyimak untuk menikmati atau menghayati sesuatu. Misalnya menyimak pembacaan puisi.
4) Menyimak pasif adalah kegiatan menyimak suatu bahasan yang dilakukan tanpa sadar
b. Menyimak intensif
Menyimak intensif adalah menyimak yang dilakukan untuk memahami makna yang dikehendaki. Beberapa hal yang perlu diketahui dalam menyimak intensif diantaranya yaitu menyimak intensif pada dasarnya menyimak pemahaman, menyimak intensif memerlukan tingkat konsentrasi pemikiran dan perasaan yang tinggi, menyimak intensif pada dasarnya memahami bahasa formal dan menyimak intensif memerlukan produksi materi yang disimak.
Jenis-jenis yang termasuk dalam menyimak intensif diantaranya adalah: 1) Menyimak kritis (critical listening) adalah sejenis kegiatan menyimak berupa
pencarian kesalahan atau kekeliruan bahkan juga butir-butir yang baik dan benar dari ujaran seorang pembicara dengan alasan-alasan yang kuat yang dapat diterima oleh akal sehat. Pada umumnya menyimak kritis lebih
(16)
16
cenderung meneliti letak kekurangan, kekeliruan, dan ketidaktelitian yang terdapat dalam ujaran atau pembicaraan seseorang.
2) Menyimak konsentratif (concentrative listening) sering juga disebut menyimak sejenis telaah. Menurut Dawson (dalam Tarigan: 2008: 49) kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam menyimak konsentratif yaitu: (a) mengikuti petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam pembicaraan; (b) mencari dan merasakan hubungan-hubungan, seperti kelas, tempat, kualitas, waktu, urutan, serta sebab-akibat; (c) mendapatkan atau memperoleh butir-butir informasi tertentu; (d) memperoleh pemahaman dan pengertian yang mendalam; (e) merasakan serta menghayati ide-ide sang pembicara, sasaran, ataupun pengorganisasiannya; (f) memahami ide-ide sang pembicara; (g) mencari dan mencatat fakta-fakta penting.
3) Menyimak kreatif (creative listening) adalah sejenis kegiatan dalam menyimak yang mengakibatkan kesenangan rekonstruksi imajinatif para penyimak terhadap bunyi, penglihatan, gerakan, serta perasaan-perasaan kinestetik yang disarankan atau dirangsang oleh sesuatu yang disimaknya. Dalam kegiatan menyimak kreatif ini tercakup kegiatan-kegiatan: (a) menghubungkan makna-makna dengan segala jenis pengalaman menyimak; (b) membangun atau merekonstruksikan imaji-imaji visual dengan baik sementara menyimak; (c) menyesuaikan atau mengadaptasikan imaji dengan pikiran imajinatif untuk menciptakan karya baru dalam tulisan, lukisan, dan pementasan; (d) mencapai penyelesaian atau pemecahan masalah-masalah
(17)
17
serta sekaligus memeriksa dan menguji hasil-hasil pemecahan atau penyelesaian tersebut.
4) Menyimak eksplorasif, menyimak yang bersifat menyelidik, atau exploratoty listening adalah sejenis kegiatan menyimak intensif dengan maksud dan tujuan menyelidiki sesuatu lebih terarah dan lebih sempit. Dalam kegiatan menyimak seperti ini sang penyimak menyiagakan perhatiannya untuk menjelajahi serta menemukan hal-hal baru yang menarik perhatian, informasi tambahan mengenai suatu topik dan isu, penggunjingan atau buah mulut yang menarik.
5) Menyimak interogatif (interrogative listening) adalah sejenis kegiatan menyimak intensif yang menuntut lebih banyak konsentrasi dan seleksi, pemusatan perhatian dan pemilihan butir-butir dari ujaran sang pembicara karena penyimak akan mengajukan banyak pertanyaan. Dalam kegiatan menyimak interogatif ini sang penyimak mempersempit serta mengarahkan perhatiannya pada pemerolehan informasi dengan cara menginterogasi atau menanyai sang pembicara. Dawson (dalam Tarigan, 2008: 52).
6) Menyimak selektif adalah menyimak secara cerdas dan cermat aneka ragam ciri-ciri bahasa yang berurutan (nada suara, bunyi, bunyi asing, bunyi-bunyi yang bersamaan, kata dan frase, serta bentuk-bentuk ketatabahasaan). Satu-satunya cara yang mungkin membuat kita terbiasa dengan bentuk akustik bahasa ialah mendengarkannya atau menyimaknya secara selektif. Salah satu keuntungan utama menyimak secara selektif pada struktur-struktur ketatabahasaan ialah struktur-struktur yang diserap oleh proses ini cenderung
(18)
18
membuat kebiasaan-kebiasaan dalam otak kita. Bahkan setelah kita berhenti menyimak pun, terutama bagi susunan kata-kata seperti itu, otak kita terus melanjutkan proses pengklasifikasian secara otomatis segala sesuatu yang telah kita dengar itu. Beberapa bahasa menuntut adaptasi atau penyesuaian tertentu terhadap urutan prosedur yang disarankan berikut ini, tetapi bagi sebagian besar ciri-ciri bahasa yang berurutan ini, hendaklah disimak secara selektif dalam urutan sebagai berikut:
a) Nada suara
Nada suara, apakah turun atau naik ataupun tetap mendatar, jelas merupakan salah satu dari hal-hal pertama yang harus diperhatikan oleh seorang anak mengenai suatu bahasa baru. Kalau seseorang pertama kali mendengarkan suatu bahasa asing dia biasanya memperoleh kesan bahwa benar-benar tiada limit variasi-variasi puncak atau nada suara pada aneka ragam kata, frasa, dan kalimat. Akan tetapi, secara berangsur-angsur, semakin banyak seseorang menyimak suatu bahasa maka semakin tinggi pula kesadarannya bahwa sebenarnya ada sejumlah batas yang amat tegas tempat orang (sebagai pembicara) berbuat dengan suaranya.
b) Bunyi-bunyi asing
Begitu seseorang menyimak secara selektif pada aneka variasi nada suatu bahasa yang biasanya memakan waktu paling sedikit seminggu atau lebih, bunyi-bunyi asing tertentu, baik konsonan maupun vokal, tentu sangat menarik perhatiannya. Oleh karena itu, segi-segi berikutnya yang harus disimak secara selektif adalah bunyi-bunyi asing dalam bahasa tersebut.
(19)
19
Kalau suatu bunyi agak sering dipakai, cara yang baik serta bijaksana ialah hanya memusatkan perhatian pada bunyi yang satu itu. Segala sesuatu yang lainnya akan hilang dari perhatian seseorang selama perhatian dipusatkan untuk mendengarkan setiap kejadian. Dalam waktu yang amat singkat akan terlihat bahwa bunyi ini tidak selalu sama. Terdapat perbedaan-perbedaan kecil tetapi cukup sebagai ciri-ciri dasar yang ditemukan sehingga seseorang dapat menetapkan apa sebenarnya yang menentukan bunyi distingtif yang sama itu (proses yang sama dapat diikuti dalam menyimak bunyi-bunyi lain yang amat berbeda dengan bunyi-bunyi bahasa Indonesia)
c) Bunyi-bunyi yang bersamaan
Setelah menyimak secara selektif pada bunyi-bunyi yang asing, kita hendaknya mulai mengarahkan perhatian pada perangkat-perangkat bunyi yang bersamaan. Kalau kita mulai membedakan antar bunyi-bunyi yang bersamaan, kita mulai mendapati bahwa kesamaan-kesamaan yang serupa itu berjalan berkelompok-kelompok.
d) Kata-kata dan frasa-frasa
Setiap orang yang menyimak secara saksama pada suatu bahasa asing akan segera melihat dan menemukan kombinasi-kombinasi bunyi yang terjadi berulang-ulang. Kalau seseorang mendengar berulang kali suatu gabungan identik dua atau tiga suku kata maka besar sekali kemungkinannya merupakan suatu kata atau akar kata. Bila seseorang mendengar berulang kali kombinasi-kombinasi yang terdiri atas lima atau enam suku kata, agaknya ini merupakan frasa. Salah satu dari frasa-frasa yang paling penting dalam
(20)
20
menyimak kata-kata secara selektif, ataupun menyimak frasa-frasa dan kalimat-kalimat secara selektif, ialah mencoba memahami konteks apa makna yang dikandungnya. Menyimak secara selektif terhadap kata-kata biasanya dimulai dengan memperhatikan setiap kombinasi bunyi yang muncul berulang-ulang, yang seolah-olah lebih menonjol dalam arus ujaran.
e) Bentuk-bentuk ketatabahasaan
Dalam kebanyakan bahasa, yang kita sebut “kata” itu tidak selalu muncul dan kelihatan dalam bentuk yang sama. Kadang-kadang suatu tambahan dilekatkan pada kata itu.
Contoh dari bahasa Inggris: Walked : walk
Roses : rose
Contoh dari bahasa Indonesia: Berlari : lari
Melihat : lihat Makanan : makan
Dalam contoh lain terdapat suatu perubahan dalam kata itu sendiri. Contoh dari bahasa Inggris:
Ran : run Feet : foot
Sedangkan dalam kasus lain, kita mempunyai perbedaan yang sangat besar. Contoh dalam bahasa Inggris:
(21)
21 Good : better (bukan good-er*)
Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jenis menyimak dibagi menjadi dua yaitu, menyimak intensif dan menyimak ekstensif. Menyimak ekstensif terdiri dari menyimak sosial, sekunder, estetik dan pasif. Sedangkan menyimak intensif terdiri dari menyimak kritis, konsentratif, kreatif, eksplorasif, interogatif dan selektif.
Dalam pembelajaran menyimak cerita, jenis menyimak yang digunakan adalah jenis menyimak konsentratif karena sudah ditentukannya unsur-unsur yang perlu diidentifikasi siswa dalam cerita yang disimak seperti penokohan, tema, latar, dan amanat cerita.
5. Tahap-tahap Menyimak
Strickland dan Dawson (dalam Henry Guntur Tarigan, 2008: 31-32) menyatakan, dari pengamatan yang dilakukan terhadap kegiatan menyimak pada para siswa sekolah dasar, Ruth G. Strickland menyimpulkan adanya Sembilan tahap menyimak, mulai dari yang tidak berketentuan sampai pada yang amat bersungguh-sungguh. Kesembilan tahap itu, dapat dilukiskan sebagai berikut: a. Menyimak berkala, yang terjadi pada saat-saat sang anak merasakan
keterlibatan langsung dalam pembicaraan mengenai dirinya;
b. Menyimak dengan perhatian dangkal karena sering mendapat gangguan dengan adanya selingan-selingan perhatian kepada hal-hal di luar pembicaraan;
(22)
22
c. Setengah menyimak karena terganggu oleh kegiatan menunggu kesempatan untuk mengekspresikan isi hati serta mengutarakan apa yang terpendam dalam hati sang anak;
d. Menyimak sarapan karena sang anak keasyikan menyerap atau mengabsorbsi hal-hal yang kurang penting, hal ini merupakan penjaringan pasif yang sesungguhnya;
e. Menyimak sekali-sekali, menyimpan sebentar-sebentar apa yang disimak; perhatian secara saksama berganti dengan keasyikan lain; hanya memperhatikan kata-kata sang pembicara yang menarik hatinya saja;
f. Menyimak asosiatif, hanya mengingat pengalaman-pengalaman pribadi secara konstan yang mengakibatkan sang penyimak benar-benar tidak memberikan reaksi terhadap pesan yang disampaikan sang pembicara;
g. Menyimak dengan reaksi berkala terhadap pembicara dengan membuat komentar atau mengajukan pertanyaan;
h. Menyimak secara saksama, dengan sungguh-sungguh mengikuti jalan pikiran sang pembicara;
i. Menyimak secara aktif untuk mendapatkan serta menemukan pikiran, pendapat, dan gagasan sang pembicara.
6. Proses Menyimak
Logan dan Loban (dalam Henry Guntur Tarigan, 2008: 63) menyatakan bahwa menyimak adalah suatu kegiatan yang merupakan suatu proses. Dalam proses menyimak pun terdapat tahap-tahap, antara lain:
(23)
23
a. Tahap Mendengar; dalam tahap ini kita baru mendengar segala sesuatu yang dikemukakan oleh pembicara dalam ujaran atas pembicaraannya.
b. Tahap Memahami; setelah kita mendengar maka ada keinginan bagi kita untuk mengerti atau memahami dengan baik isi pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara.
c. Tahap Menginterpretasi; penyimak yang baik, yang cermat dan teliti, belum puas kalau hanya mendengar dan memahami isi ujaran sang pembicara, dia ingin menafsirkan atau menginterpretasikan isi, butir-butir pendapat yang terdapat dan tersirat dalam ujaran itu.
d. Tahap Mengevaluasi; setelah memahami atau dapat menafsir atau menginterpretasikan isi pembicaraan, penyimak pun mulailah menilai atau mengevaluasi pendapat serta gagasan pembicara mengenai keunggulan dan kelemahan serta kebaikan dan kekurangan pembicara.
e. Tahap Menanggapi; tahap ini merupakan tahap terakhir dalam kegiatan menyimak. Penyimak menyambut, mencamkan, dan menyerap serta menerima gagasan atau ide yang dikemukakan oleh pembicara dalam ujaran atau pembicaraannya.
7. Faktor yang Mempengaruhi Menyimak
Henry Guntur Tarigan (2008: 105) membagi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kegiatan menyimak menjadi delapan, antara lain yaitu: a. Faktor fisik, misalnya pada seseorang yang sedang mengalami gangguan
telinga, kelelahan, atau mengidap suatu penyakit sehingga perhatiannya kurang.
(24)
24
b. Faktor psikologis, misalnya kurangnya rasa simpati terhadap sang pembicara karena alasan tertentu, kebosanan, kejenuhan, atau sedang mengalami masalah pribadi yang berat.
c. Faktor pengalaman; kurangnya atau belum adanya pengalaman sedikitpun dalam bidang yang akan disimak juga dapat membuat kurangnya minat seseorang dalam menyimak. Kosa kata asing atau yang belum pernah dimengerti juga berpengaruh dalam proses menyimak.
d. Faktor sikap; kebanyakan orang akan bersikap menerima pada hal-hal yang menarik dan menguntungkan baginya, tetapi bersikap menolak pada hal-hal yang tidak menarik dan tidak menguntungkan baginya.
e. Faktor motivasi; kebanyakan kegiatan menyimak melibatkan system penilaian kita sendiri. Kalau kita memperoleh sesuatu yang berharga dari pembicaraan itu, kita pun akan bersemangat menyimaknya dengan tekun dan saksama.
f. Faktor jenis kelamin; dari beberapa penelitian, beberapa pakar menarik kesimpulan bahwa pria dan wanita pada umumnya mempunyai perhatian yang berbeda, dan cara mereka memusatkan perhatian pada sesuatu pun berbeda pula. Pria lebih cenderung objektif, aktif, keras hati, analisis, rasional, tidak mau mundur, netral, intrusive, berdikari, swasembada dan menguasai emosi. Sedangkan wanita cenderung subjektif, pasif, simpatik, difusif, sensitif, mudah terpengaruh, cenderung memihak, mudah mengalah, reseptif, bergantung dan emosional.
(25)
25
g. Faktor lingkungan; dalam hal ini faktor lingkungan dibagi menjadi lingkungan fisik seperti letak meja dan kursi dalam ruang kelas, dan faktor lingkungan sosial seperti suasana dan interaksi yang terjadi di lingkungan tempat dia berada, baik di rumah atau pun di sekolah.
h. Faktor peranan dalam masyarakat; kemauan menyimak dapat juga dipengaruhi oleh peranan kita dalam masyarakat. Sebagai guru dan pendidik, kita ingin menyimak ceramah, kuliah, atau siaran-siaran radio dan televisi yang berhubungan dengan masalah pendidikan dan pengajaran baik di tanah air kita maupun di liar negeri. Sebagai seorang berpendidikan (mahasiswa), kita diharapkan dapat menyimak lebih saksama dan perhatian daripada kalau seandainya kita merupakan karyawan harian pada sebuah perusahaan setempat. Begitu juga para spesialis, dan pakar dari berbagai profesi, seperti hakim, psikolog, antropolog, sosiolog, linguis, apoteker, pendidik, seniman/seniwati, dan actor/aktris, pasti akan haus menyimak pada hal-hal yang ada kaitannya dengan mereka, dengan profesi dan keahlian mereka, yang dapat memperluas pengetahuan mereka. Tanpa memperoleh informasi-informasi mutakhir mengenai bidang mereka itu, jelas mereka merasa ketinggalan zaman. Perkembangan pesat yang terdapat dalam bidang keahlian mereka menuntut mereka untuk mengembangkan suatu teknik menyimak yang baik.
Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi menyimak adalah faktor fisik, faktor psikologis, faktor
(26)
26
pengalaman, faktor sikap, faktor motivasi, faktor jenis kelamin, faktor lingkungan dan faktor peranan dalam masyarakat.
8. Metode Menyimak
Untuk meningkatkan keterampilan menyimak, maka diperlukan metode-metode yang tepat. Adapun metode-metode-metode-metode pembelajaran menyimak antara lain: a. Simak tulis
Dalam teknik ini, guru membacakan atau memperdengarkan sebuah wacana singkat (diperdengarkan cukup satu kali). Siswa mendengarkan dengan baik. b. Simak terka
Guru mempersiapkan deskripsi tentang suatu benda tanpa menyebutkan nama benda tersebut. Deskripsi itu dibacakan guru, siswa mendengarkan dengan baik kemudian siswa diminta menerka benda tersebut.
c. Simak cerita
Guru mempersiapkan sebuah cerita yang menarik, kemudian membacakan cerita tersebut. Siswa mendengarkan dengan baik cerita yang dibacakan guru, kemudian siswa diminta menceritakan kembali cerita tersebut dengan kata-katanya sendiri.
d. Bisik berantai
Bisik berantai ini dapat digunakan untuk menguji kemampuan daya simak siswa dan kemampuan untuk menyimpan dan menyampaikan pesan kepada orang lain. Bisik berantai ini dapat dilakukan secara berkelompok. Pertama-tama guru membisikkan suatu pesan kepada seorang siswa. Siswa yang bersangkutan diminta untuk membisikkan kepada siswa yang kedua dan
(27)
27
seterusnya, siswa terakhir yang menerima pesan menuliskan pesan yang diterima di papan tulis atau mengucapkan pesan tadi dengan nyaring di hadapan teman sekelas.
e. Identifikasi kata kunci
Dalam menyimak suatu kalimat, paragraph atau wacana yang panjang, kita tidak perlu menangkap semua kata-kata tetapi cukup diingat kata-kata kuncinya saja. Kata kunci merupakan inti dari suatu kalimat, paragraf atau wacana yang panjang.
f. Identifikasi kalimat topik
Setiap paragraf dalam wacana minimal mengandung dua unsur yaitu kalimat topik dan kalimat pengembang. Kalimat topik bisa terdapat di awal, tengah dan akhir paragraf. Setelah selesai menyimak siswa disuruh mencari kalimat topiknya.
g. Merangkum
Mendengarkan bahan simakan yang agak panjang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah melalui merangkum. Merangkum berarti merangkum bahan yang panjang menjadi sesedikit mungkin. Namun, kalimat yang singkat tersebut dapat mewakili kalimat yang panjang.
h. Parafrase
Suatu cara yang digunakan orang dalam memahami isi puisi yaitu dengan cara mengartikan isi puisi dengan kata-kata sendiri dalam bentuk prosa. Siswa mendengarkan puisi yang dibacakan oleh guru. Setelah selesai, siswa mengartikan kembali isi puisi dalam bentuk prosa.
(28)
28 i. Menjawab pertanyaan
Cara lain untuk mengajarkan menyimak yang efektif ialah dengan menjawab pertanyaan apa, siapa, mengapa, di mana, dan bagaimana yang diajukan sesuai dengan bahan simakan.
B. Keterampilan Menyimak Cerita
1. Pengertian Keterampilan Menyimak Cerita
Keterampilan adalah suatu kemampuan untuk melakukan sesuatu melalui belajar dengan cepat, cekat, dan tepat untuk memperoleh hasil tertentu yang berlangsung secara terus-menerus sehingga membentuk kebiasaan.
Menyimak adalah suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan lambang-lambang bahasa lisan dengan sungguh-sungguh, penuh perhatian, pemahaman, apresiasi serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang disampaikan secara nonverbal.
Cerita adalah susunan dari beberapa kalimat yang mengisahkan atau menjelaskan sesuatu.
Dari pengertian keterampilan, menyimak dan cerita di atas maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan menyimak cerita adalah kemampuan untuk mendengarkan lambang-lambang bahasa lisan dengan sungguh-sungguh, penuh perhatian, pemahaman, apresiasi serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan, serta memahami makna komunikasi yang disampaikan secara nonverbal pada sebuah cerita.
(29)
29
2. Unsur-Unsur Intrinsik Cerita
Menurut Umri Nur’aini dan Indriyani (2008: 15) cerita ada dua macam yakni, cerita fiksi dan nonfiksi. Cerita fiksi adalah cerita yang isinya berdasarkan imajinasi atau khayalan pengarang. Contoh dari cerita fiksi yaitu, Abu Nawas, Si Kancil dan Aladin. Sedangkan cerita nonfiksi adalah cerita yang isinya berdasarkan kejadian nyata. Contoh cerita nonfiksi adalah sejarah, laporan penelitian dan karangan ilmiah.
Dalam sebuah cerita terdapat unsur-unsur intrinsik. Diantaranya adalah: a. Tokoh dan penokohan/perwatakan tokoh.
Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau kelakuan dalam berbagai peristiwa cerita.
Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Tokoh sentral protagonist: tokoh yang membawakan perwatakan positif atau
menyampaikan nilai-nilai positif.
2) Tokoh sentral antagonis: tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonist atau menyampaikan nilai-nilai negative.
Tokoh bawahan adalah tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Tokoh andalan: tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (protagonis atau antagonis).
(30)
30
2) Tokoh tambahan: tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
3) Tokoh lataran: tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.
Penokohan atau perwatakan tokoh adalah gambaran mengenai pelaku atau tokoh-tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun keadaan batinnya.
b. Tema
Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita (pokok masalah cerita). Tema selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, religious dan sebagainya. Dalam hal tersebut, tema sering diartikan sebagai ide atau tujuan utama ceritanya.
c. Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dari sebuah karya sastra. Amanat disebut juga hikmah cerita. Adakalanya amanat berupa pesan moral. Amanat bias berupa paham-paham tertentu, nasihat-nasihat, ajakan, atau larangan. Amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang bisa diketahui setelah membaca atau menyaksikan secara keseluruhan isi karangan tersebut. d. Latar
Latar atau setting adalah tempat atau waktu terjadinya cerita. Latar bisa berisi segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar meliputi penggambaran letak geografis, pemandangan, perlengkapan, ruang, pekerjaan
(31)
31
atau kesibukan tokoh, waktu berlakunya kejadian, musim, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh.
e. Alur
Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang membangun sebuah cerita. Alur juga merupakan kerangka cerita. Pada umumnya alur terdiri atas beberapa tahap, diantaranya:
1) Tahap pengenalan: menguraikan latar cerita atau penokohan.
2) Tahap penampilan masalah atau konflik: menceritakan persoalan yang dihadapi pelaku cerita. Dalam tahap ini akan terjadi konflik antar pelaku. 3) Tahap konflik memuncak: menceritakan konflik yang dihadapi pelaku
semakin meningkat.
4) Puncak ketegangan atau klimaks: menggambarkan ketegangan masalah dalam cerita atau masalah itu telah mencapai klimaks atau puncak.
5) Tahap ketegangan menurun: menceritakan masalah yang berangsur-angsur dapat diatasi. Pengarang memberikan pemecahan dari semua peristiwa sebelumnya.
f. Sudut pandang/gaya penceritaan
Sudut pandang/gaya penceritaan adalah kedudukan pencerita dalam membawakan cerita atau kisah. Ada beberapa macam sudut pandang/gaya penceritaan, yaitu:
1) Sudut pandang orang pertama, yaitu pengarang memakai istilah “aku” untuk menghidupkan tokoh, seolah-olah dia menceritakan pengalamannya sendiri.
(32)
32
2) Sudut pandang orang ketiga, yaitu pengarang memilih salah satu tokohnya untuk juga menceritakan orang lain. Tokoh yang diceritakan itu disebut “dia.” 3) Sudut pandang pengarang sebagai pencerita (objective point of fiew).
Pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, seolah-olah pembaca menonton pementasan sandiwara.
4) Sudut pandang serba tahu (omniscient point of fiew). Pengarang seolah serba tahu segalanya.
Jadi, unsur-unsur intrinsik dalam sebuah cerita diantaranya yaitu tokoh dan penokohan/perwatakan tokoh, tema, amanat, latar, alur dan sudut pandang/gaya penceritaan. Dalam pembelajaran menyimak cerita kelas V ini, siswa hanya diminta untuk menentukan tokoh dan penokohan/perwatakan tokoh, tema, amanat dan latar dalam suatu cerita.
C. Cerita Anak
Cerita adalah susunan dari beberapa kalimat yang mengisahkan atau menjelaskan sesuatu.
Menurut Umri Nur’aini dan Indriyani (2008: 71) cerita anak adalah karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang lain, kejadian yang khusus disajikan untuk anak-anak.
1. Ciri-Ciri Cerita Anak
Menurut Riris K. Toha Sarumpaet (dalam Rosdiana, 2008:6.5) menuliskan adanya 3 ciri yang dapat membedakan cerita anak-anak dengan cerita orang dewasa. Ciri-ciri cerita anak tersebut berupa: (a) unsur pantangan, (b) penyajian, (c) fungsi terapan.
(33)
33 a. Unsur pantangan
Unsur pantangan merupakan unsur-unsur yang berhubungan dengan segi isi cerita yang bersifat negatif yang tidak pantas untuk diketahui anak karena unsur-unsur tersebut dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak ke arah yang tidak baik.
b. Penyajian
Cerita anak-anak harus disajikan secara langsung, tidak berbelit-belit. Dialog dalam cerita anak-anak sangat diperlukan karena dapat membantu pemahaman anak terhadap cerita yang disajikan. Dialog yang diucapkan para tokoh cerita harus wajar dan hidup.
c. Fungsi terapan
Cerita anak-anak pada umumnya memiliki fungsi terapan. Artinya, cerita anak-anak disusun dengan mengemban misi pendidikan, pengetahuan, pertumbuhan anak, dan pengalaman tentang hidup.
2. Jenis-Jenis Cerita Anak
Jenis-jenis cerita yang cocok untuk anak usia SD dapat dikelompokkan dalam cerita jenaka, dongeng, fabel, legenda, dan mite atau mitos.
a. Cerita jenaka
Cerita jenaka merupakan cerita yang mengungkapkan hal ihwal atau tingkah laku seorang tokoh yang lucu. Kelucuan yang diungkapkan dapat berupa karena kebodohan sang tokoh dapat pula karena kecerdikannya. Contoh: Musang Berjanggut, Abu Nawas, Pak Belalang.
(34)
34
b. Dongeng
Dongeng adalah cerita yang didasari atas angan-angan atau khayalan. Di dalam dongeng terkandung cerita yang menggambarkan sesuatu di luar dunia nyata. Contoh: Timun Emas, Cinderella.
c. Fabel
Fabel adalah cerita yang menampilkan hewan-hewan sebagai tokoh-tokohnya. Contoh: Kancil dan Buaya, Kura-kura dan Kelinci.
d. Legenda
Legenda adalah cerita yang berasal dari zaman dahulu. Cerita legenda bertalian dengan sejarah yang sesuai dengan kenyataan yang ada pada alam atau cerita tentang terjadinya suatu negeri, danau, atau gunung. Contoh Malin Kundang, Batu Menangis, Sangkuriang.
e. Mitos
Mitos merupakan cerita yang berkaitan dengan kepercayaan kuno, menyangkut kehidupan dewa-dewa atau kehidupan mahluk halus. Contoh: Nyi Roro Kidul, Dewi Sri.
Jadi, cerita anak terdiri dari beberapa jenis yaitu cerita jenaka, dongeng, fabel, legenda dan mitos.
D. Proses Menyimak Cerita
Adapun beberapa tahap dalam proses menyimak cerita adalah sebagai berikut.
1. Siswa menyimak suatu cerita.
(35)
35
3. Siswa mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik cerita (penokohan, tema, latar waktu dan latar tempat, dan amanat cerita).
4. Siswa menceritakan kembali. 5. Siswa menyimpulkan isi cerita. E. Media Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan Azhar Arsyad (2002: 3). Oleh karena itu, media dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar dari pengirim kepada penerima pesan. Media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang membuat kondisi siswa memungkinkan memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Menurut Soeparno (1987:1), media adalah suatu alat yang dipakai sebagai saluran (channel) untuk menyampaikan suatu pesan (message) atau informasi dari suatu sumber (resource) kepada penerima (receiver).
Mc Luhan (dalam Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 1993: 7), media adalah semua saluran pesan yang dapat digunakan dalam saluran komunikasi dari seorang ke orang lain yang tidak bertatapan langsung. Pengertian media tersebut sangat luas batasannya sehingga mencakup semua alat komunikasi. Pendapat lain tentang media adalah menurut Romiszowski (dalam Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 1993:7), media memberikan pernyataan yang berbanding terbalik dengan Mc Luhan. Ia menyatakan media itu hanya alat-alat
(36)
36
penyalur informasi yang canggih seperti televisi dan film saja. Jadi pendapat Romiszowski, media pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan kepada penerima pesan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam proses penyampaian informasi atau perantara untuk menyampaikan pesan, informasi, materi ajar kepada peserta didik sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minatnya dalam suatu proses pembelajaran yang dilakukan.
2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Oemar Hamalik (1986:16) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Menurut Arief S. Sadiman (2009:16), mengemukakan media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut: (a) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis, (b) mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, dan (c) penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik.
Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk menimbulkan kegairahan belajar, memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan, memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya, (d) dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan
(37)
37
kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam, memberikan perangsang yang sama, mempersamakan pengalaman, menimbulkan persepsi yang sama.
Sedangkan menurut Azhar Arsyad (1996:19), media pembelajaran dapat memenuhi tiga fungsi, yaitu: (a) memotivasi minat atau tindakan, (b) menyajikan informasi, dan (c) memberi instruksi. Untuk memenuhi fungsi motivasi, media pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi dihadapan sekelompok siswa. Isi dan bentuk penyajian bersifat amat umum, berfungsi sebagai pengantar, ringkasan laporan, atau pengetahuan latar belakang.
Sudjana & Rivai (1992: 2) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu: (a) pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; (b) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran; (c) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar di setiap jam pelajaran; (d) siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
(38)
38
Media berfungsi untuk tujuan instruksi dimana informasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan siswa baik dalam benak atau mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata, sehingga pembelajaran dapat terjadi. Di samping menyenangkan, media pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan perorangan siswa. 3. Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Kemp & Dayton (dalam Arsyad, 2011:37) mengelompokkan media ke dalam delapan jenis, seperti berikut.
a. Media cetakan
Media cetakan meliputi bahan-bahan yang disiapkan di atas kertas untuk pengajaran dan informasi. Disamping buku teks atau buku ajar, termasuk pula lembaran penuntun berupa daftar cek tentang langkah-langkah yang harus diikuti ketika mengoperasikan sesuatu peralatan atau memelihara peralatan. Lembaran ini berisi gambar atau foto di samping teks penjelasan. Bentuk lain dari media cetakan adalah brosur dan newsletter.
b. Media pajang
Media pajang pada umumnya digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi didepan kelompok kecil. Media ini meliputi papan tulis, gambar, flip chart, papan magnet, papan kain, papan bulletin dan pameran. Media pajang yang paling sederhana dan hampir selalu tersedia adalah papan tulis. c. Proyektor Transparasi(OHP)
Transparasi yang diproyeksikan adalah visual baik berupa huruf, lambang, gambar, grafik atau gabungannya pada lembar bahan tembus pandang atau
(39)
39
plastik yang dipersiapkan untuk diproyeksikan ke sebuah layar atau dinding melalui sebuah proyektor.
d. Rekaman Audio-Tape
Pesan dan isi pelajaran dapat direkam pada tape magnetik sehingga hasil rekaman itu dapat diputar kembali pada saat diinginkan.
e. Slide
Slide (film bingkai) adalah suatu film transparasi yang berukuran 35 mm dengan bingkai 2 x 2 inci. Bingkai tersebut terbuat dari karton atau plastik. Film bingkai diproyeksikan melalui slide projector.
f. Film dan Video
Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame dimana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. Film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan visual yang kontinu.
g. Televisi
Televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang.
h. Komputer
Komputer adalah mesin yang dirancang khusus untuk memanipulasi informasi yang diberi kode, mesin elektronik yang otomatis melakukan pekerjaan dan perhitungan sederhana dan rumit. Satu unit komputer terdiri atas empat komponen dasar, yaitu input (misalnya keyboard dan writing pad), prosesor (CPU: Unit pemroses data yang diinput), penyimpanan data
(40)
40
(memori yang menyimpan data yang akan diproses oleh CPU baik secara permanen (ROM) maupun untuk sementara (RAM), dan output (misalnya layar) monitor, printer atau plotter).
Dalam penelitian ini, peneliti memilih media film yang disesuaikan dengan tema atau materi dan karakteristik siswa.
F. Film Sebagai Media Pembelajaran 1. Pengertian Film
Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. (Arsyad, 2011: 49).
Film adalah gambar hidup yang terlihat pada gambar. Gambar yang terlihat tersebut merupakan hasil proyeksi melalui lensa proyektor secara mekanis. Film itu bergerak dari frame ke frame di depan lensa pada layar, gambar-gambar itu juga secara cepat bergantian dan memberikan proses visual yang kontinyu di antara gambar demi gambar tak ada celah-celah, bergerak dengan cepat dan pada layar terlihat gambar-gambar yang berurutan dan melukiskan suatu peristiwa, cerita-cerita, benda-benda, dan murni seperti pada aslinya (Hamalik, 1980:84).
Pada umumnya film digunakan untuk tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Media ini dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.
(41)
41
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa film sebagai media audio visual merupakan sederetan gambar dengan ilusi gerak, sehingga terlihat hidup dalam frame yang diproyeksikan melaui proyektor dan diproduksi secara mekanis sehingga dapat dilihat dan didengar.
2. Film Animasi
Menurut Departemen Pendidikan Nasional dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:53) animasi adalah acara televisi yang berbentuk rangkaian tulisan atau gambar yang digerakkan secara mekanis elektronis sehingga tampak di layar menjadi gerak.
Kata animasi berasal dari kata “anima” yang berarti jiwa (soul) atau nafas kehidupan. Animasi berasal dari semua penciptaan kehidupan baik dalam objek mati maupun ke dalam objek yang tidak bernyawa (Herman Harry, 1991:2).
Dari definisi di atas, tampak bahwa animasi sebenarnya merupakan teknik dan proses memberikan gerakan yang tampak pada objek mati. Animasi sering dihasilkan dari seni bentuk yang berurutan. Gerak gambar animasi dihasilkan dari suatu rangkaian gambar tak hidup yang tersusun dengan urut dalam perbedaan gerak yang minim pada setiap frame. Frame adalah struktur gambar dasar pada suatu gerakan animasi atau gambar-gambar berkesinambungan sehingga menghasilkan gerak yang baik di dalam film maupun video. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media film animasi adalah media audio visual berupa rangkaian gambar tak hidup yang berurutan pada frame yang diproyeksikan secara mekanis elektronis sehingga tampak hidup pada layar.
(42)
42
Penggunaan media dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SD N 2 Jonggrangan, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo masih monoton sampai saat ini. Oleh karena itu, pemilihan media film animasi dapat didayagunakan sebagai alternatif dalam proses pengajaran untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran terutama mata pelajaran bahasa Indonesia.
3. Keuntungan dan Keterbatasan Media Film
Menurut Azhar Arsyad (2011: 49-50) media film dan video memiliki keuntungan dan keterbatasan sebagai berikut:
a. Keuntungan film atau video
1) Film dan video dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika mereka membaca, berdiskusi, berpraktik, dan lain-lain. Film merupakan pengganti alam sekitar dan bahkan dapat menunjukkan objek yang secara normal tidak dapat dilihat, seperti cara kerja jantung ketika berdenyut.
2) Film dan video dapat menggambarkan suaru proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu. Misalnya, langkah-langkah dan cara yang benar dalam berwudhu.
3) Disamping mendorong dan meningkatkan motivasi, film dan video menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainnya. Misalnya, film kesehatan yang menyajikan proses berjangkitnya penyakit diare atau eltor dapat membuat siswa sadar terhadap pentingnya kebersihan makanan dan lingkungan.
(43)
43
4) Film dan video yang mengandung nilai-nilai positif dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok siswa. Bahkan, film dan video, seperti slogan yang sering di dengar, dapat membawa dunia ke dalam kelas. 5) Film dan video dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya bila dilihat secara
langsung seperti lahar gunung berapi atau perilaku binatang buas.
6) Film dan video dapat ditunjukkan kepada kelompok besar atau kelompok kecil, kelompok yang heterogen maupun perorangan.
7) Dengan kemampuan dan teknik pengambilan gambar frame demi frame, film yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu minggu dapat ditampilkan dalam satu atau dua menit. Misalnya, bagaimana kejadian mekarnya kembang mulai dari lahirnya kuncup bunga hingga kuncup itu mekar.
b. Keterbatasan film atau video
1) Pengadaan film dan video umumnya memerlukan biaya mahal dan waktu yang banyak.
2) Pada saat film dipertunjukkan, gambar-gambar bergerak terus sehingga tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan melalui film tersebut.
3) Film dan video yang tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang diinginkan kecuali film dan video itu dirancang dan diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri.
(44)
44
G. Media Film Animasi
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam proses penyampaian informasi atau perantara untuk menyampaikan pesan, informasi, materi ajar kepada peserta didik sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minatnya dalam suatu proses pembelajaran yang dilakukan.
Film sebagai media audio visual merupakan sederetan gambar dengan ilusi gerak, sehingga terlihat hidup dalam frame yang diproyeksikan melaui proyektor dan diproduksi secara mekanis sehingga dapat dilihat dan didengar.
Animasi dihasilkan dari suatu rangkaian gambar tak hidup yang tersusun dengan urut dalam perbedaan gerak yang minim pada setiap frame. Frame adalah struktur gambar dasar pada suatu gerakan animasi atau gambar-gambar berkesinambungan sehingga menghasilkan gerak yang baik di dalam film maupun video.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa media film animasi adalah suatu perantara audio visual untuk menyampaikan pesan, informasi, materi ajar kepada peserta didik sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minatnya dalam suatu proses pembelajaran yang dilakukan yang tersusun dari rangkaian gambar tak hidup yang berurutan pada frame yang diproyeksikan secara mekanis elektronis sehingga tampak hidup pada layar.
(45)
45
H. Pembelajaran Menyimak Cerita dengan Media Film Animasi
Langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran menyimak cerita dengan menggunakan media film animasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Guru dan peneliti menyiapkan Laptop, LCD Proyektor, layar proyektor, dan CD cerita anak.
2. Siswa diminta untuk membentuk beberapa kelompok yang terdiri dari empat hingga lima orang.
3. Siswa ditayangkan film animasi cerita anak sebanyak dua kali.
4. Siswa diminta untuk mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik cerita seperti penokohan, tema, latar, dan amanat cerita bersama dengan teman kelompoknya.
5. Salah satu siswa dari masing-masing kelompok diminta untuk membacakan hasil kerja kelompoknya di depan kelas.
6. Beberapa siswa diminta dengan suka rela untuk menceritakan kembali cerita yang sudah ditayangkan di depan kelas.
I. Karakteristik Siswa Kelas V SD
Menurut Piaget (Suharjo, 2006: 37) mengatakan bahwa tahap-tahap perkembangan anak secara hierarkis terdiri dari empat tahap yaitu tahap sensori motoris (0-2 tahun), tahap pra operasional (2-6/7 tahun), tahap operasional konkrit (6/7-11/12 tahun), dan tahap operasional formal. Dengan demikian, maka usia anak SD terjadi pada tahap operasional konkrit.
(46)
46
Endang Poerwanti dan Widodo (2002: 44) anak pada usia 6-12 tahun merupakan masa kanak-kanak akhir, masa ini juga disebut masa bermain. Cirri-ciri pada masa ini, anak-anak mempunyai dorongan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, symbol, dan sebagainya.
Endang Poerwanti dan Widodo (2002: 41-45) kegiatan belajar pada fase ini berfungsi dalam mengembangkan kemampuan seperti berikut.
1. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain seperti lari, lompat dan sebagainya.
2. Membuka sikap positif untuk dirinya sendiri.
3. Bergaul dengan teman sebaya sesuai dengan etika moral yang berlaku dalam masyarakat.
4. Belajar memainkan peran sesuai dengan jenis kelamin.
5. Mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca, menulis, dan matematika.
6. Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
7. Mengembangkan kata hati, moral dan skala nilai yang selaras dengan keyakinan dan kebudayaan masyarakat.
8. Mengembangkan sikap objektif terhadap kelompok dan lembaga kemasyarakatan.
9. Belajar mencapai kemerdekaan dan kebebasan pribadi dan bertanggung jawab.
(47)
47
Menurut Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 116-117) ciri-ciri khas anak masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar adalah:
1. Perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari. 2. Ingin tahu, ingin belajar dan realistis.
3. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.
4. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.
5. Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya. J. Kerangka Pikir
Tujuan pembelajaran bahasa adalah membantu siswa meningkatkan keterampilan berbahasa siswa. Salah satu keterampilan siswa yang mendasar adalah keterampilan menyimak. Keterampilan tersebut berperan penting dalam kehidupan sehari-hari, baik di masyarakat maupun di sekolah. Hal ini dikarenakan keterampilan menyimak memiliki pengaruh terhadap keterampilan bahasa lainnya seperti berbicara, menulis dan membaca. Menurut Haryadi dan Zamzani (1996) keterampilan menyimak merupakan kegiatan yang paling awal dilakukan oleh anak manusia bila dilihat dari proses pemerolehan bahasa. Sebelum anak dapat melakukan berbicara, membaca, apalagi menulis, kegiatan menyimaklah yang pertama kali dilakukan. Secara berturut-turut pemerolehan keterampilan berbahasa itu pada umumnya dimulai dari menyimak, berbicara, dan terakhir menulis. Dengan demikian keterampilan menyimak di sekolah dasar perlu ditingkatkan karena dengan keterampilan menyimak yang baik, siswa akan
(48)
48
memiliki dan akan mengaplikasikan keterampilan-keterampilan berbahasa yang baik pula. Selain itu siswa diharapkan akan mencapai hasil belajar yang lebih maksimal.
Keterampilan menyimak cerita pada siswa kelas V SD Negeri 2 Jonggrangan, Girimulyo, Kulon Progo belum maksimal. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah penggunaan media pembelajaran. Selama ini media pembelajaran menyimak belum digunakan secara maksimal. Dalam proses pembelajaran siswa hanya menyimak pembacaan teks yang dilakukan oleh guru. Hal ini menyebabkan siswa bosan dan kurang semangat dalam mengikuti belajar menyimak cerita dan akhirnya berpengaruh pada penguasaan keterampilan menyimak menjadi rendah dan hasil belajar yang kurang memuaskan. Sehingga akan dilakukan perbaikan pembelajaran pada saat siswa kelas V, yaitu dengan penggunaan media film animasi.
Dengan penggunaan media film animasi ini diharapkan mampu membuat pembelajaran menjadi menyenangkan dan tidak membosankan sehingga siswa dapat berkonsentrasi dalam belajar. Dengan demikian siswa mudah memahami isi yang terkandung dalam cerita dan hasil belajar siswa pun dapat meningkat. Selain memberikan perbaikan pada prestasi siswa, penggunaan media film animasi dalam keterampilan menyimak cerita anak juga dapat meningkatkan keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
(49)
49
Gambar 1. Kerangka Pikir
K. Hipotesis Tindakan
Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti beranggapan bahwa dengan menggunakan media film animasi dapat meningkatkan proses dan keterampilan menyimak cerita pada siswa kelas V di SD Negeri 2 Jonggrangan, Girimulyo, Kulon Progo.
Proses Pembelajaran
Media Pembelajaran
Media Film Animasi
Minat dan Motivasi Siswa
Keterampilan Menyimak Cerita Siswa
(50)
50 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (action research classroom). Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif bekerja sama dengan guru kelas V SD N 2 Jonggrangan. Menurut Kasihani Kasbolah (1998: 14) Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian tindakan dalam bidang pendidikan yang dilaksanakan dalam kawasan kelas dengan tujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam penelitian ini, peneliti berkolaborasi dengan guru mulai dari merencanakan pembelajaran dan melaksanakan tindakan guna memperbaiki proses pembelajaran.
Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 96) Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan guru kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktik pembelajaran.
Penelitian ini merupakan penelitian Kolaboratif. Menurut Kasihani Kasbolah (1999: 123), penelitian Kolaboratif melibatkan beberapa pihak yaitu gurur, kepala sekolah, maupun dosen secara serentak dengan tujuan untuk meningkatkan praktek pembelajaran dan menyumbang pada perkembangan teori. Kolaboratif diberi makna kerjasama antara peneliti dan guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas secara bersama di kelas atau di sekolah. Dengan demikian, sejak perencanaan penelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencatat, dan
(51)
51
mengumpulkan data, lalu menganalisa dan serta berakhir dengan melaporkan hasil penelitiannya.
B. Setting Penelitian
Lokasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah SD Negeri 2 Jonggrangan, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. SD tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian karena berdasarkan prasurvei yang dilakukan oleh peneliti di SD Negeri 2 Jonggrangan, Girimulo, Kulon Progo ini melalui wawancara dengan guru kelas V, ditemukan permasalahan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yaitu terkait dengan pembelajaran menyimak cerita. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April, pada semester genap, tahun pelajaran 2012/2013 terhadap siswa kelas V SD N 2 Jonggrangan, Girimulyo, Kulon Progo. C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek yang diteliti adalah siswa kelas V SD Negeri 2 Jonggrangan, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta yang berjumlah 17 siswa yang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan.
Objek penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan menyimak cerita melalui media film animasi siswa kelas V SD Negeri 2 Jonggrangan.
D. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Pada penelitian tindakan kelas ada tahap-tahap yang harus dilakukan yang disebut siklus. Siklus dalam penelitian ini terdiri dari perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing),
(52)
52
refleksi (reflecting), dan perencanaan kembali. Berikut model visualisasi bagan yang disusun oleh Kemmis dan Taggart.
Keterangan: Siklus I: 1. Perencanaan I
2. Tindakan dan Observasi I 3. Refleksi I
Siklus II: 4. Perencanaan II
5. Tindakan dan Observasi II 6. Refleksi II
Gambar 2. Model Siklus Kemmis dan Taggart Setiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu:
1. Perencanaan
2. Tindakan/Pelaksaan 3. Pengamatan/observasi 4. Refleksi
Berikut penjelasan dari perencanaan yang telah dilakukan: 1. Perencanaan tindakan
Tahap perencanaan dimulai dari mengajukan permohonan ijin kepada sekolah. Kemudian peneliti bekerja sama dengan guru kelas melakukan penemuan masalah dan kemudian merancang tindakan yang akan dilakukan. Secara lebih rinci langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
4
5 2
1
3
(53)
53
a. menemukan masalah penelitian yang ada di lapangan. Pada fase ini dilakukan melalui diskusi dengan guru maupun siswa melalui observasi di dalam kelas. b. merencanakan langkah-langkah pembelajaran (menyusun RPP) untuk
materi mengidentifikasi unsur-unsur cerita pada siklus I. Namun perencanaan yang dibuat masih bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan dalam pelaksanaannya.
2. Pelaksanaan/tindakan
Pada tahap ini, peneliti melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti mengajar menggunakan RPP yang telah dibuat oleh peneliti dengan rekan guru sebelumnya. Dalam pelaksanaan tindakan dilakukan dengan fleksibel dan terbuka dalam arti pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak harus terpaku sepenuhnya pada RPP, akan tetapi dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan perubahan-perubahan yang sekiranya diperlukan.
Dalam pembelajaran tersebut, siswa diputarkan film animasi dan diminta untuk mengidentifikasi unsur-unsur cerita yaitu tokoh, tema, latar dan amanat dari film animasi yang diputar. Setelah film selesai diputar, para siswa diminta untuk menulis hasil identifikasi mereka dan membacakannya di depan kelas untuk mengetahui tingkat keterampilan siswa dalam menyimak cerita.
3. Pengamatan/observasi
Pengamatan atau observasi merupakan upaya mengamati pelaksanaan tindakan. Kegiatan pengamatan dilaksanakan bersamaan dengan proses
(54)
54
pembelajaran. Hal yang dicatat dalam kegiatan pengamatan ini antara lain proses tindakan, pengaruh tindakan yang disengaja maupun yang tidak disengaja, situasi tempat dan tindakan, dan kendala yang dihadapi. Semua hal tersebut dicatat dalam kegiatan pengamatan/observasi yang terencana secara fleksibel dan terbuka. Untuk mengetahui apakah proses pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan skenario yang telah disusun bersama, perlu dilakukan evaluasi. Selain itu juga bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercapaian sasaran pembelajaran yang diharapkan.
4. Refleksi
Refleksi adalah kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan hasil yang diperoleh dari pengamatan. Data atau hasil perubahan setelah adanya tindakan dianalisis kemudian dijadikan acuan perubahan atau perbaikan tindakan yang dianggap perlu untuk dilakukan pada tindakan selanjutnya. Apabila pada tindakan pertama hasil dari penelitian masih belum sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka dapat dilakukan perubahan rencana tindakan pada siklus berikutnya dengan mengacu pada hasil evaluasi sebelumnya. Dalam upaya memperbaiki tindakan pada siklus yang berikutnya perlu dilakukan pemeriksaan terhadap catatan-catatan hasil observasi, baik proses maupun produk.
Siklus kedua akan dilakukan dengan tahap yang sama apabila pada siklus pertama belum mencapai indikator keberhasilan/tujuan dan begitu seterusnya.
(55)
55 E. Metode Pengumpulan Data
Sugiyono (2007: 62) menyatakan bahwa metode pengumpulan data adalah langkah-langkah yang paling utama dari penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 185) teknik pengumpulan data dapat diartikan sebagai cara yang dipakai dalam mengumpulkan data, seperti melalui tes, observasi, dan dokumentasi.
Sedangkan, untuk penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2002:127). Dalam penelitian ini menggunakan tes untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa dalam menyimak cerita. Tes dilaksanakan sebelum tindakan untuk mengetahui kemampuan awal dan sesudah tindakan untuk mengetahui perubahan prestasi belajar.
2. Observasi
Observasi merupakan suatu proses yang dilakukan dengan pengamatan terhadap objek. Menurut Sugiyono (2009 : 203) mengemukakan bahwa teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Observasi yang digunakan adalah obervasi terstruktur.
(56)
56
Terstruktrur maksudnya observasi ini telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan, dan dimana tempatnya. Observasi pada penelitian ini dilakukan dengan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran di kelas.
3. Wawancara.
Wawancara digunakan untuk mengetahui tanggapan dari siswa dengan adanya upaya peningkatan keterampilan menyimak cerita dengan menggunakan media film animasi dan kendala yang dihadapi siswa jika menggunakan media tersebut.
4. Dokumentasi.
Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini berupa foto-foto yang menunjukkan gambaran mengenai kegiatan guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dokumentasi ini bertujuan untuk memperkuat data yang diperoleh dalam proses pembelajaran.
F. Instrumen Penelitian
Suharsimi Arikunto (2006 : 160) menyebutkan instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen dalam penelitian yaitu lembar observasi, tes keterampilan menyimak cerita, dan dokumentasi.
1. Tes
Penyusunan instrumen untuk tes, peneliti melakukan pengembangan dengan landasan teori yang telah diuraikan di bagian terdahulu. Tentang unsur-unsur
(1)
tindakan sebesar 57,1 dengan persentase banyaknya siswa yang mencapai nilai KKM sebesar 35,3%. Sementara pada siklus I mengalami peningkatan nilai rata-rata sebesar 10,4 menjadi 67,5 yang juga meningkatkan persentase banyaknya siswa yang mencapai nilai KKM yakni menjadi sebesar 41,2% dan pada siklus II juga mengalami peningkatan nilai rata-rata sebesar 9,6 menjadi 77,1 yang juga meningkatkan persentase banyaknya siswa yang mencapai nilai KKM yakni menjadi sebesar 82,4%.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada setiap siklus, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini sudah berhasil mencapai indikator yang telah ditentukan yaitu sudah mencapai 75% siswa yang mendapat nilai ≥ 71 dari jumlah siswa, sehingga penelitian ini dihentikan pada siklus II.
Peningkatan keterampilan menyimak cerita yang telah dialami siswa seperti yang telah diuraikan pada hasil penelitian dan pembahasan di atas, terbukti bahwa penerapan media Film Animasi dinilai berhasil dan dapat meningkatkan keterampilan menyimak cerita siswa.
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan seperti berikut. 1. Hasil penelitian ini hanya menggambarkan tentang keterampilan menyimak
cerita siswa kelas V SD Negeri 2 Jonggrangan, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, bukan menggambarkan hasil keterampilan
(2)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penerapan media Film Animasi dapat meningkatkan keterampilan menyimak cerita siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 2 Jonggrangan, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo.
Secara proses, peningkatan dapat dilihat dari peningkatan keaktifan dan antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa menjadi lebih aktif bertanya pada guru terkait materi yang dipelajari. Siswa yang berani menceritakan kembali cerita yang disimak juga bertambah. Kegiatan belajar siswa lebih komunikatif dan menyenangkan. Siswa nampak lebih yakin dan bersemangat saat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru sehingga suasana kelas menjadi lebih hidup.
Secara produk, meningkatnya keterampilan menyimak cerita siswa dapat dilihat berdasarkan analisis data peningkatan nilai tes keterampilan menyimak cerita siswa. Hasil nilai rata-rata keterampilan menyimak cerita siswa pada pratindakan sebesar 57,1. Perlakuan yang diberikan pada siklus I meningkat sebesar 10,4 menjadi 67,5 dan pada siklus II juga mengalami peningkatan sebesar 9,6 menjadi 77,1.
(3)
B. Implikasi
Penerapan Penelitian Tindakan Kelas ini mengandung implikasi bahwa melalui media Film Animasi dapat :
1. Meningkatkan hasil keterampilan menyimak cerita siswa kelas V SD Negeri 2 Jonggrangan, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo.
2. Meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, khususnya pembelajaran menyimak cerita.
3. Meningkatkan keberanian dan kepercayaan diri siswa untuk menceritakan unsur-unsur intrinsik cerita seperti tokoh dan perwatakannya, tema, amanat, latar waktu dan latar tempat di depan kelas.
4. Terciptanya partisipasi aktif siswa selama proses pembelajaran.
5. Membantu guru dalam mengatasi permsalahan dalam pembelajaran menyimak, khususnya menyimak cerita.
6. Meningkatkan kualitas pembelajaran menyimak, terutama pembelajaran menyimak cerita siswa kelas V SD Negeri 2 Jonggrangan, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain :
1. Hasil penelitian ini hanya menggambarkan tentang keterampilan menyimak cerita siswa kelas V SD Negeri 2 Jonggrangan, Kecamatan Girimulyo,
(4)
2. Penelitian ini hanya dilakukan sebanyak 2 siklus dan penilaiannya disesuaikan dengan kemampuan siswa SD Negeri 2 Jonggrangan.
D. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Setelah mengetahui hasil keterampilan menyimak cerita ini, diharapkan guru :
a. Menggunakan media film animasi pada pembelajaran menyimak cerita. b. Meningkatkan kualitas pembelajaran dengan memaksimalkan media dan
metode pembelajaran yang ada.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuhdi. (1998/1999). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Depdikbud.
Arif S. Sadiman. (2009). Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali. Azhar Arsyad. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Basuki Wibawa & Farida Mukti. (1993). Media Pengajaran. Jakarta: Depdikbud. Burhan Nurgiyantoro. (2001). Penilaian Bahasa dan Sastra (Edisi Ketiga).
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Depdiknas. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.
Djago Tarigan. (2003). Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Endang Poerwanti & Nur Widodo. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Malang: UMM Press.
Haryadi & Zamzani. (1997). Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pengembangan PGSD.
Henry Guntur Tarigan. (2008). Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Herman Harry. (1991). Animasi. Yogyakarta: Multi Media Training Center. Kamijan & Suyono. (2001). Menyimak. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Kasihani Kasbolah. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Universitas Negeri Malang.
Nana Sudjana & Ahmad Rivai. (2002). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Oemar Hamalik. (1994). Media Pendidikan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Poerwadarminta W. J. S. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
(6)
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharjo. (2006). Mengenal Pendidikan Sekolah Dasar Teori dan Praktek. Jakarta: Dirjen Dikti Direktorat Ketenagaan.
Suharsimi Arikunto. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Suharsimi Arikunto. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Umri Nur’aini & Indriyani. (2008). Bahasa Indonesia Untuk SD Kelas V. Jakarta: Depdiknas.
Yusi Rosdiana. dkk. (2008). Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.