PENERAPAN METODE HALAQAH DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN KITAB FATHUL QORIB DI PONDOK PESANTREN DARUSSALAM GEDANGAN CAMPURDARAT TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Kegiatan pembelajaran merupakan bagian yang paling penting dalam penerapan kurikulum pendidikan. Bahkan, keberhasilan kurikulum di tentukan oleh kegiatan pembelajaran, karena kegiatan pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan yang paling utama di dalam pendidikan. Ciri utama kegiatan pembelajaran adalah adanya interaksi. Interaksi yang terjadi antara siswa dengan dengan lingkungan belajarnya, baik dengan guru, teman-temannya, tutor, media pembelajaran, dan sumber-sumber belajar lainnya. Ketika guru melaksanakan kegiatan pembelajaran seyogyanya memahami bagaimana menerapkan dan merumuskan kegiatan pembelajaran agar dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Kendala dalam pembelajaran merupakan persoalan yang selalu digelisahkan oleh guru adalah menyangkut keaktifan seorang siswa. Sebagai orang yang bertugas mengelola kegiatan belajar dan mengajar, guru seringkali dihadapkan dengan masalah rendahnya keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan transformasi pengetahuan, sikap dan ketrampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan


(2)

mental dari peserta didik. Maka, keterlibatan peserta didik baik secara fisik maupun mental sebagai bentuk pengalaman yang sangat penting di dalam proses pembelajaran.

Sedangkan, di beberapa sekolah maupun madrasah, para guru sering dihadapkan pada kenyataan bahwa siswa mengalami kebosanan dan penurunan ketertarikan dalam belajar, sehingga proses belajar tidak terlaksana secara efektif. Oleh karena itu, guru sebagai seorang pendidik yang profesional diharapkan mampu mengembangkan aktivitas belajar siswa, baik aktivitas fisik maupun mental guna menciptakan suasana belajar yang berkualitas. hal tersebut bisa dilahat dari keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Dalam meningkatkan keaktifan tersebut, seorang pendidik dituntut untuk melakukan perubahan yang sifatnya inovatif dan kreatif. Berbagai metode dijalankan oleh pendidik untuk memacu keaktifan belajar siswa. Namun dalam kenyataanya, tidak jarang guru mengalami kesulitan dalam pemilihan metode yang tepat penerapannya dalam kegiatan pembelajaran. Sebab, kurangnya daya dukung metode tentu berimbas pada kurangnya efektifitas dan efisiensi dalam kegitan pembelajaran.

Maka dalam hal ini, metode memainkan peran penting dalam terlaksanaanya kegitan pembelajaran. Bahkan, ada sebuah pepatah yang diungkapkan oleh Arief, bahwa dalam dunia proses belajar mengajar, yang disingkat dengan PBM, dikenal dengan ungkapan “Metode lebih jauh lebih


(3)

penting daripada materi”.1 Sedangkan menurut KH. Imam Zarkasyi seorang pendiri pondok modern Gontor juga pernah menyatakan bahwa:

مها سردملا حورو ةداملا نم مها ةقيرطلا

ةقيرطلا نم

(metode itu lebih penting dari materi, tetapi pribadi guru lebih penting daripada metode).

Ungkapan tersebut artinya bahwa seorang guru yang mengajarkan keimanan, bisa saja mengajarkan konsep-konsep keimanan dengan materi yang lengkap, dalam, luas dan akurat. Akan tetapi kemampuan guru menguasai metode bagaimana menyampaikan materi yang dikuasai yang akan menjadi kunci kesuksesannya dalam mengajar. Beda mengajar beda mendidik. Kalau tujuannya untuk mendidik, apalagi mendidik keimanan, maka penguasaan materi dan metode tidaklah cukup, akan tetapi haruslah materi keimanan itu “terpribadi” dalam diri guru. Artinya guru akan berhasil mendidik keimanan kalau gurunya benar-benar beriman. Disinilah transfer dan “setruman” iman akan terjadi dan membuahkan hasil. Dan ini akan semakin sempurna apabila “keimanan” guru ini benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya, jadi suri tauladan bagi murid-murid dan masyarakatnya.2

Hal tersebut cukup rasional karena secara tidak langsung cara yang digunakan akan sangat mempengaruhi proses pembelajaran. Metode tidak

1 Armai Arief, Pengatar Ilmu dan MetodelogiPendidikan Islam, (Ciputat: Press, 2002), hal. 26


(4)

hanya berfungsi sebagai penarik minat peserta didik dalam belajar dan mengurangi kebosanan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, melainkan juga meningkatkan kualitas dan keefektifan pembelajaran.

Begitu pula dalam kegiatan pembelajaran yang berlangsung di pondok pesantren, tidak lepas dari unsur-unsur yang berhubungan dengan metode pembelajaran, sebab penggunaan metode pembelajaran yang kurang dapat menyebabkan terhambatnya proses pembelajaran yang dilangsungkan. Sebagaimana lazimnya pesantren, pola metode pembelajaran yang digunakan, biasanya masih berpusat pada guru/kiai, sehingga seorang kyai atau ustadz dituntut untuk menguasai metode pembelajaran yang tepat untuk santrinya. Sedangkan metode pembelajaran yang sering dipakai dalam kegiatan pembelajaran di pesantren dari dulu hingga sekarang salah satunya adalah metode halaqah.

Halaqah sendiri dalam arti bahasanya lingkaran santri, atau sekelompok santri yang belajar dibawah bimbingan seorang guru.3 ada pula yang mengatakan bahwa metode metode pembelajaran yang demikian tergolong metode bebas. artinya tidak ada absensi santri, santri boleh datang atau tidak dan tidak ada pula kenaikan kelas, santri yang menamatkan kitab dapat menyambung kaitannya yang lebih tinggi atau mempelajari kitab yang lain. metode ini seolah-olah mendidik anak kreatif dan dinamis.4 namun pendapat tersebut tidak dapat digeneralisasi untuk semua pesantren, karena ada pula

3 Muhibin, Standarisasi Penguasaan Kitab Kuning di Pondok Pesantren Salaf, (Semarang: CV. Robar Bersama, 2011), hal. 23


(5)

yang mempergunakan daftar hadir secara ketat untuk meningkatkan kedisiplinan santri.

Meskipun banyak orang yang menganggap metode ini klasik dan ketinggalan zaman di tengah-tengah kemajuan informasi dan komunikasi, namun metode tersebut masih dipertahankan dalam pengajaran di pesantren, bahkan metode tersebut menjadi metode yang paling utama dalam kegiatan pembelajaran di lingkungan pesantren. Ini merupakan bukti bahwa metode ini memiliki kekhasan tersendiri sebagai bentuk metode yang cakupannya tidak hanya pada pencapaian target dalam keberhasilan belajar, melainkan pada proses pembelajaran yang berlangsung di kelas melalui keaktifan belajar para santri.

Kenyataan ini sebenarnya sudah sangat umum dipahami oleh para peneliti atau pengkaji sistem pendidikan pesantren bahwasanya memiliki keunikan tersendiri. Seperti yang dikatakan Abdurrahman Wahid bahwa keunikan pengajaran di pesantren dapat ditemui pada cara pemberian pelajarannya, dan kemudian dalam penggunaan materi yang telah diajarkan dan dikuasai oleh santri.5 Pelajaran yang diberikan dalam pengajian yang berbentuk seperti kuliah terbuka, dimana sang kiai membaca, menerjemahkan, kemudian santri membaca ulang, mempelajari di luar waktu, atau mendiskusikannya dengan teman sekelas dalam bentuk yang dikenal dengan musyawarah, takror, dan lain sebagainya.

5Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren, (Yogyakarta: Lkis, 2010), Cet. Ke- 3, hal. 6


(6)

Untuk mengetahui lebih jauh tentang penerapan metode halaqah dalam kegiatan pembelajaran, peneliti melakukan penelitian di Pondok Pesantren Darussalam Gedangan yang dimana kegiatan pembelajarannya masih mempertahankan metode halaqah sebagai salah satu metode yang diterapkan dalam proses pembelajaranya. Pondok pesantren ini juga memiliki beberapa kelebihan, dimana salah satunya adalah dikajinya kitab tentang ilmu pengetahuan seperti ilmu ekonomi, ilmu hukum, ilmu sosial, kenegaraan, dan sebagainya. Sehingga hal ini sangat bermanfaat bagi para santri yang juga merangkap sebagai pelajar maupun mahasiswa sebagai kompetensi pendukung dan pelengkap dari kompetensi utama dari disiplin ilmunya masing-masing.

Berpijak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti ingin mengkaji lebih lanjut masalah tersebut. Dengan mengharap ridho dan inayah Allah SWT, peneliti mengambil mengambil tema penelitian yang berjudul Penerapan Metode Halaqah dalam Kegiatan Pembelajaran Kitab Fathul Qorib di Pondok Pesantren Darussalam Gedangan Campurdarat Tulungagung.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas, maka yang menjadi topik permasalahan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan metode halaqah dalam kegiatan pembelajaran Kitab Fathul Qorib di pondok pesantren Darussalam Gedangan Campurdarat Tulungagung?


(7)

2. Apa saja kendala penerapan metode halaqah dalam kegiatan pembelajaran Kitab Fathul Qorib di pondok pesantren Darussalam Gedangan Campurdarat Tulungagung ?

3. Bagaimana cara mengatasi kendala penerapan metode halaqah dalam kegiatan pembelajaran kitab Fathul Qorib di pondok pesantren Darussalam Gedangan Campurdarat Tulungagung.

C. Tujuan Penilitian

1. Untuk mengetahui mengapa metode halaqah masih di pertahankan dalam kegiatan pembelajaran kitab Fathul Qorib di pondok pesantren Darussalam Gedangan Campurdarat Tulungagung

2. Untuk mengetahui kendala penerapan metode halaqah dalam kegiatan pembelajaran kitab Fathul Qorib di pondok pesantren Darussalam Gedangan Campurdarat Tulungagung

3. Untuk mengetahui cara mengatasi kendala penerapan metode halaqah dalam kegiatan pembelajaran kitab Fathul Qorib di pondok pesantren Darussalam Gedangan Campurdarat Tulungagung

D. Kegunaan Hasil Penelitian 1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan telaah khususnya pada peneliti sendiri dan umumnya kepada para pendidik, untuk meningkatkan dedikasi dan loyalitas terhadap tugas


(8)

dan tanggung jawab sebagai pendidik, terutama di pondok pesantren Darussalam Gedangan.

2. Praktis

a. Bagi Pendidik (kyai/ustadz)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi oleh para tenaga pendidik umumnya dan tenaga pendidik di pondok pesantren Darussalam Gedangan dalam Penerapan Metode Halaqah dalam Kegiatan Pembelajaran di Pondok Pesantren Darussalam Gedangan Campurdarat Tulungagung.

b. Bagi Orang Tua

Bagi orang tua santri Pondok Pesantren Darussalam Gedangan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan memperoleh informasi tentang penerapan metode halaqah dalam kegiatan pembelajaran di Pondok Pesantren Darussalam Gedangan Campurdarat Tulungagung.

c. Bagi Tokoh Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam kegiatan pembelajaran dalam masalah penerapan metode halaqah.

d. Bagi peneliti

Kegunaan penelitian ini bagi penulis sebagai pengembangan kemampuan dan penalaran berfikir. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk menambah wawasan dan memberikan pengalaman yang sangat penting dan berguna sebagai calon tenaga kependidikan.


(9)

E. Definisi Istilah

Agar mudah dipahami dan tidak menimbulkan salah penafsiran dalam mengartikan istilah yang ada dalam judul skripsi “Penerapan Metode Halaqah dalam Kegiatan Pembelajaran di Pondok Pesantren Darussalam Gedangan Campurdarat Tulungagung”, maka penulis perlu memberikan penegasan terhadap istilah yang ada di dalamnya. Adapun penegasan istilahnya adalah sebagai berikut:

1. Secara konseptual

a. Metode halaqah merupakan sistem kelompok kelas dari sistem bandongan. Halaqah yang arti bahasanya lingkaran murid, atau sekelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru atau belajar dalam satu tempat. Halaqah ini merupakan diskusi untuk memahami isi kitab, bukan untuk mempertanyakan kemungkinan benar salahnya apa-apa yang diajarkan oleh kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang diajarkan oleh kitab.6

b. Pembelajaran merupakan kegiatan yang disengaja, direncanakan, maka diperlukan pendekatan yang tepat untuk merancang kegiatan pembelajaran yang sistematis, sehingga dapat tercapai kualitas hasil atau tujuan yang ditetapkan.7

6 Djunaidatul Munawaroh, “Pembelajaran Kitab Kuning Di Pesantren”, dalam Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2001), hal 178

7 Muhammad Thobroni, Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hal 21


(10)

c. Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan non klasikal, yaitu bandongan (halaqah) dan sorogan, dimana kyai mengajar santri berdasarkan kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang santri biasanya tinggal dalam pondok.8

2. Secara Operasional

Penegasan operasional merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian guna memberi batasan kajian pada suatu penelitian. Berdasarkan penegasan konseptual di atas maka secara operasional yang dimaksud dengan

“Penerapan Metode Halaqah dalam Kegiatan Pembelajaran Kitab Fathul Qorib di Pondok Pesantren Darussalam Gedangan Campurdarat Tulungagung” merupakan penerapan metode pembelajaran dengan cara diskusi untuk memahami isi kitab, bukan untuk mempertanyakan kemungkinan benar salahnya apa-apa yang diajarkan oleh kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang diajarkan oleh kitab, maka diperlukan pendekatan yang tepat untuk merancang kegiatan pembelajaran yang sistematis, sehingga dapat tercapai kualitas hasil atau tujuan yang ditetapkan di Pondok Pesantren Darussalam Gedangan Campurdarat Tulungagung. Pondok Pesantren Darussalam Gedangan Campurdarat Tulungagung merupakan suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan non klasikal,

8 Achmad Patoni, Meniti Jalan Pendidikan Islam, (Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 2003). hlm 342


(11)

yaitu bandongan (halaqah) dan sorogan, dimana kyai mengajar santri berdasarkan kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang santri biasanya tinggal dalam pondok.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Peneliti memandang perlu mengemukakan sistematika pembahasan untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini. Skripsi ini terbagi menjadi lima bab sebagai berikut:

Bab I yaitu pendahuluan, pembahasan pada sub ini merupakan gambaran dari keseluruhan isi skripsi yang meliputi konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, keguanaan hasil penelitian, definisi istilah dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II kajian pustaka, pada bab ini membahas tentang tinjauan pustaka yang dijadikan landasan dalam pembahasan pada bab selanjutnya. Adapun bahasan tinjauan pustaka ini meliputi kajian tentang metode halaqah, kajian tentang pembelajaran, kajian tentang pondok pesantren, hasil penelitian terdahulu, kerangka berpikir teoritis.

Bab III metode penelitian, pada bab ini membahas tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, kehadiran peneliti, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, pengecekan keabsahan temuan dan tahap – tahap penelitian.

Bab IV paparan hasil penelitian, pada bab ini membahas tentang deskripsi lokasi penelitian, paparan dan analisis data, temuan penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.

Bab V penutup, pada bab ini memaparkan tentang kesimpulan dari hasil penelitian, kritik dan saran bagi pengasuh, pengajar, dan santri.


(12)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Metode Halaqah

1. Pengertian Metode Halaqah

Pesantren sebagai pendidikan Islam yang tertua di Indonesia mengajarkan ilmu keagamaan. Dengan menerapkan berbagai macam metode yang bisa dipergunakan dalam penyajian dan penyampaian materi pendidikan di pesantren, metode tersebut meliputi; metode halaqah, bandongan, sorogan dan hafalan.


(13)

Pengertian metode halaqah terdiri dari dua kata, yakni metode dan halaqah. Kata metode mengandung pengertian salah satu strategi atau cara yang digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar yang bertujuan yang hendak dicapai, semakin tepat metode yang digunakan oleh seorang guru maka pembelajaran akan semakin baik. Metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.

Dari sini peneliti menyimpulkan bahwa metode merupakan suatu cara untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tuhan sendiri telah mengajarkan kepada manusia untuk mementingkan metode. Sebagaimana firman Allah SWT pada surat An-Nahl: 125.

ةةظ

ظ عة وومظلواوظ ةةمظكوحةلوابة كظببرظ لةِيبةسظ َىلظااة ععدواع

ن

ة س

ظ حواظ ي

ظ هة َىَّتلبابة م

و هعلو دة اجظوظ ةةنظس

ظ ح

ظ لوا

ۚ

وظهع ك

ظ ببرظ نباة

ن

ظ يودةَّتظهومعلوابة م

ع لظع

و اظ وظهعوظ هةلةِيوبةس

ظ ن

و ع

ظ ل

ب ض

ظ ن

و مظبة م

ع لظع

و اظ

:لحنلا )

۱٢۵

(

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl: 125).

Ayat di atas menyuruh supaya manusia dalam menyampaikan ajaran Tuhan, dengan cara-cara yang bijaksana, sesuai antara bahan dan orang yang akan menerimanya dengan mempergunakan faktor-faktor yang akan dapat membantu supaya ajaranya itu dapat diterima.9

Metode juga dapat didefinisikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata

9 Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Ak Group,1995), hal. 11


(14)

agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.10 Metode merupakan sebuah cara yang turut membantu terealisasikannya proses kegiatan yang maksimal, efektif dan efisien. Dalam pembelajaran peran metode sangat penting sekali, yakni sebagai sub sistem yang turut menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif dan memancing daya tarik siswa dalam belajar secara serius. Jadi “metode” lebih menggambarkan pada teknik atau langkah-langkah.11

Sedangkan menurut Nana Sudjana, metode mengajar ialah cara yang dipergunkan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pelajaran.12 Metode pembelajaran juga dapat dikatakan sebagai pelican pembelajaran untuk mencapai tujuan, karena pada dasarnya metode pembelajaran meruapakan sebuah cara yang digunakan untuk memperlancar berlangsungnya kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada tujuan. Oleh karena itu mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar.13

Metode dalam rangkaian sistem pembelajaran, telah menempatkan urutan setelah materi yang akan diajarkan atau di sampaikan oleh guru atau ustadz dalam penyampaian materi, seorang guru harus mampu memilih metode yang tepat dan dapat menggunakannya dengan baik, sehingga memiliki peran besar bagi pendidikan dan pengajarannya.

10 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006) cet. 6, hal. 147

11 Abdul Gafur, Desain Intruksonal Suatu Langkah Sistematis Penyusunan Pola Dasar Kegiatan Belajar Mengajar, (Solo: Tiga Serangkai, 1989), hal.75

12 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo, 2000), cet. 5, hal. 76

13 Chalib Thaha, dkk, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), cet 2, hal. 122


(15)

Halaqah merupakan sebuah metode pembelajaran dimana kelompok santri duduk mengitari kyai dalam pengajian tersebut. Menurut Nurcholish madjid, sebagaimana dikutip oleh djunaidatul munawaroh,

Halaqah dalam penjelaskan secara teknisnya, kyai membacakan sebuah kitab dalam waktu tertentu, sementara santri membawa kitab yang sama sambil mendengarkan dan menyimak bacaan kyai pada kitab itu yang disebut maknai, ngesahi, atau njenggoti. Pengajian seperti ini dilakukan secara bebas, tidak terikat pada absensi, lama belajar hingga tamatnya kitab yang dibaca.

Halaqah merupakan sistem kelompok kelas dari sistem bandongan. Halaqah yang arti bahasanya lingkaran murid, atau sekelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru atau belajar dalam satu tempat. Halaqah ini merupakan diskusi untuk memahami isi kitab, bukan untuk mempertanyakan kemungkinan benar salahnya apa-apa yang diajarkan oleh kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang diajarkan oleh kitab. Bila dipandang dari sudut pengembangan intelektual, menurut Mahmud Yunus sistem ini hanya bermanfaat bagi santri yang cerdas, rajin, dan mampu serta bersedia mengorbankan waktu yang besar untuk studi ini, sistem ini juga hanya menghasilkan 1 persen murid yang pandai dan yang lainnya hanya sebatas partisipan. Metode halaqah dikenal juga dengan istilah munazaharah yang dikembangkan dengan baik sekali oleh KH Mustain Romli dari Jombang. Metode ini dimaksudkan sebagai penyajian bahan pelajaran dengan cara murid atau santri membahasnya bersama-sama melalui tukar pendapat tentang suatu topic atau masalah tertentu yang ada dalam kitab kuning. Dalam metode ini, kiai atau guru bertindak sebagai “moderator”. Metode diskusi bertujuan agar murid atau


(16)

santri aktif dalam belajar. Melalui metode ini, akan tumbuh dan berkembang pemikiran-pemikiran kritis, analitis, dan logis. 14

Metode halaqah juga merupakan metode pembelajaran yang mendorong santri untuk belajar mandiri. Dalam metode ini, kyai atau ustadz membaca kitab dan menerjemahkannya, selanjutnya memberikan penjelasan. Sementara pada soal yang sama santri mendengarkan dan turut membaca kitab tersebut dengan menambahkan catatan-catatan kecil diatas kitab yang dibacanya. Dalam metode ini para santri memperoleh kesempatan untuk bertanya atau mohon penjelasan lebih lanjut atas keterangan kyai atau ustadz. Sedangkan catatan-catatan yang dibuat santri diatas kitabnya membantu untuk melakukan telaah atau muthala’ah atau mempelajari lebih lanjut isi kitab tersebut setelah halaqah selesai.15

Metode halaqah juga merupakan suatu metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk mengelilingi kyai yang menerangkan pelajaran. Santri menyimak kitab masing-masing dan mencatat jika perlu. Pelajaran diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melaksanakan shalat fardhu. Di Jawa Barat, metode ini disebut dengan bandongan sedangkan di Sumatera disebut dengan halaqah.16

Menurut Harun Asrohah halaqah adalah proses belajar mengajar yang dilaksanakan murid-murid dengan melingkari guru yang bersangkutan. Biasanya duduk dilantai serta berlangsung secara kontinu

14 Djunaidatul Munawaroh, “Pembelajaran Kitab Kuning Di Pesantren”, dalam Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2001), hal 178

15 ibid, hal 122

16 Mujamil Qomar, Pesantren (Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisi Institusi),(Jakarta: Erlangga, 2007). hal. 150


(17)

untuk mendengarkan seorang guru membacakan dan menerangkan kitab karangannya atau memberi komentar atas karya orang lain.17

Sedangkan menurut Muljono Damopoli metode halaqah adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang ustadz atau kyai dengan cara duduk dihadapan santrinya sambil membaca materi kitab. Para santri yang mengikuti pembelajaran ini duduk dalam bentuk setengah lingkaran dan bersaf-saf. Sang ustadz senantiasa berusaha membacakan isi kitab, kata per kata atau kalimat per kalimat lalu menerangkannya dengan bahasa Arab, Indonesia atau bahasa-bahasa tertentu lainnya.18

Kementerian pendidikan dan kebudayaan menjelaskan bahwa metode halaqah dilakukan oleh seorang kyai atau ustadz terhadap sekelompok santri untuk mendengarkan atau menyimak apa yang dibacakan oleh kyai dari sebuah kitab kyai membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas teks-teks kitab bahasa Arab tanpa harakat (gundul). Santri dengan memegang kitab yang sama, masing-masing melakukan pendhobitan harakat kata langsung di bawah kata yang dimaksud agar dapat membantu memahami teks. Posisi para santri pada kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode ini adalah melingkari kyai atau ustadz membentuk lingkaran. Dalam penerjemahan kyai atau ustadz dapat menggunakan berbagai bahasa yang menjadi bahasa utama santrinya, misalnya: ke dalam bahasa Jawa, Sunda atau bahasa Indonesia.19

17 www.psikologip.blogspot.com/2011/12 halaqah.html. diakses pada tanggal 05 Agustus 2015

18 Http//wahidah01.blogspot.com/2009/04/halaqah-suatu-sistem-pembelajaran.diakses pada tanggal 30 April 2015


(18)

Pada metode halaqah, setiap santri menentukan sendiri intensitas cara belajarnya. Dalam metode ini tidak dilakukan pengukuran atau penelitian prestasi santri. Pelajaran yang diberikan dalam kuliah atau ceramah harus betul-betul diperhatikan oleh para santri, sebab kyai atau ustadz dalam membacakan kitab pada metode tersebut kadang-kadang cepat. Dengan begitu maka para santri harus mempunyai disiplin belajar yang tinggi agar dapat mengikuti pelajaran-pelajaran yang disampaikan kyai atau ustadz yang merampungkan kitab dalam waktu yang singkat.

Dengan metode tersebut, para santri juga didorong untuk belajar secara mandiri. Dan untuk keberhasilannya dalam mempelajari kitab tersebut santri harus kreatif, seperti melakukan pengkajian ulang terhadap keterangan yang disampaikan kiai, menyusun leksis dan mengembangkan metode tulisan arab. Karena orientasi pengajaran secara halaqah ini lebih banyak pada keikutsertaan santri dalam pengajian.20 Dalam hal ini santri harus benar-benar kreatif, sehingga pendidikan yang diharapkan dapat terwujud, yaitu dengan terciptanya santri yang alim.

Cara belajar seperti ini, akan sangat membantu cara belajar dengan sistem klasikal. Pada tingkat rendah sistem ini bisa merupakan kelompok belajar dengan sistem bimbingan. Sedang pada tingkatan yang tinggi metode ini bisa berkembang sebagai metode seminar yang kini diterapkan oleh perguruan tinggi modern.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa metode halaqah mempunyai peran yang besar dalam metode pendidikan, antara lain:

20 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996). Cet I, hal. 51


(19)

a. Sebagai sarana untuk menuntut disiplin santri b. Untuk mengembangkan kreativitas santri

c. Sebagai penunjang dalam belajar dengan metode klasikal

2. Keistimewaan dan kelemahan Metode Halaqah

Metode halaqah sebagai sistem pembelajaran klasik mengalami berbagai tantangan seiring dengan berkembangnya zaman yang membawa pada terjadinya pergeseran dalam masyarakat. Pergeseran terjadi di segala aspek kehidupan masyarakat, sehingga dunia pendidikan harus mampu tampil dengan kemasan yang menarik dan tentunya dengan kualitas yang tak kalah tinggi. Metode halaqah juga mengusung metode mengajar ceramah, sorogan, tuntunan, resitasi, hafalan dan suri teladan memiliki beberapa keistimewaan di samping beberapa kelemahan.

a) Keistimewaan metode halaqah

1) Santri atau santriwati diminta terlebih dahulu mempelajari sendiri materi-materi yang akan diajarkan oleh gurunya, sehingga santri/santriwati dapat menselaraskan pemahamannya dengan pemahaman gurunya tentang maksud dari teks yang ada dalam sebuah kitab.

2) Metode ini mendidik santri/santriwati belajar secara mandiri. Dengan demikian hasil pelajaran lebih tahan lama dan membekas dalam ingatan santri/santriwati. Dengan pemahaman yang mendalam, mereka akan


(20)

dapat dengan mudah mempratekkan dan mengamalkan pengetahuan yang mereka dapatkan di pesantren.

3) Bahan dapat disampaikan sebanyak mungkin dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.

4) Organisasi kelas lebih sederhana dan mudah dilaksanakan karena tidak terlalu banyak memakan biaya dan tenaga.

5) Penggunaan metode halaqah, khususnya dengan metode sorogan dapat mendorong terciptannya hubungan emosional yang intens antara sang ustadz atau kiai dengan santri/santriwati tertentu yang ingin menekuni aktifitas yang ada dalam metode halaqah.

b) Kelemahan metode halaqah

1) Penerapan metode halaqah dengan sejumlah metode yang diusungnya dapat dikatakan tidak efektif, atau paling tidak belum seperti yang diharapkan.

2) Proses pengajaran lebih bersifat monolog.

3) Penggunaan metode halaqah sulit mengukur sejauh mana penguasaan bahan pelajaran yang telah diberikan itu oleh anak didik. Apabila dengan penggunaan metode ceramah tidak mempertimbangkansegi psikologis dan didaktis, maka ceramah dapat bersifat melantur tanpa arah dan tujuan yang jelas.

4) Pada metode ceramah proses komunikasi banyak terpusat kepada guru/ustadz. Ini masih menganut paradigma lama yaitu teacher centre dalam proses pembelajaran dan siswa banyak berperan sebagai


(21)

pendengar setia. Sehingga proses pengajaran sering dikritik sebagai sekolah dengar, murid terlalu pasif.

5) Santri yang mengikuti kegiatan ini ada yang kelihatannya kurang serius. 6) Santri/santriwati dapat melakukan kecurangan terhadap tugas yang diberikan terlalu banyak diberikan, santri/santriwati dapat mengalami banyak jenuhan/kesukaran, dan hal ini dapat berakibat ketenangan batin seorang siswa dapat terganggu.21

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode antara lain:

a. Tujuan, setiap bidang studi mempunyai tujuan bahkan dalam setiap topik pembahasan tujuan pengajaran ditetapkan lebih terinci dan lebih spesifik sehingga dapat dipilih metode mengajar yang bagai manakah yang cocok dengan pokok pembahasan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

b. Karakteristik siswa, adanya perbedaan karakteristik siswa dipengaruhi oleh latar belakang kehiodupan sosial ekonomi, budaya, timgkat kecerdasan dan watak yang berlainan antara satu dengan yang lainnya, menjadi bahan pertimbangan guru dalam memilih metode apa yang terbaik digunakan dalam mengkomunikasikan pesan pengajaran kepada anak.

21Http//wahidah01.blogspot.com/2009/04/halaqah-suatu-sistem-pembelajaran.diakses pada tanggal 30 April 2015


(22)

c. Situasi dan kondisi, disamping adanya perbedaan karakteristik siswa, tujuan yang ingin dicaapai, juga tingkat sekolah, geografis, sosio kultural, menjadi pertimbangan dalam memilih metode yang digunakan situasi dan kondisi yang berlangsung

d. Perbedaan pribadi dan kemampuan guru, seorang guru yang terlatih bicara disertai dengan gaya dan mimik, gerak, irama, tekan suara akan lebih berhasil memakai metode ceramah dibanding guru yang kurang mempunyai kemampuan bicaranya.22

Karena persediaan sarana dan prasarana berbeda antara satu sekolah dengan sekolah yang lain, maka perlu menjadi pertimbangan guru dalam memilih metode mengajarnya. Sekolah yang memiliki peralatan dan media yang lengkap seperti; gedung yang baik, sumber belajar yang memadai dan memudahkan guru dalam memilih metode yang bervariasi.

B. Kajian tentang Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah kegiatan yang bertujuan, yaitu membelajarkan siswa.23 Sedangkan menurut Bagne sebagaimana dikutip Abdul Rahman Shaleh,

Pembelajaran diartikan sebagai acara dari peristiwa eksternal yang dirancang oleh guru guna mendukung terjadinya kegiatan belajar yang dilakukan siswa. Kegiatan pembelajaran lebih menekan kepada semua peristiwa yang dapat berpengaruh secara langsung kepada

22 M. Basyirudin Usman, Metode Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pres,2002), hal 32-33

23 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran : Berorientasi Standar Proses Pendidikan


(23)

efektifitas belajar siswa, dengan kata lain pembelajaran adalah upaya guru agar terjadi peristiwa belajar yang dilakukan siswa.24

Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan kata pembelajaran berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang di berikan kepada orang supaya diketahui atau dituntut, sedangkan pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makluk hidup belajar.25

Pembelajaran merupakan setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang untuk mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Prosess pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa yang meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama menyampaikan bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.

Menurut Dimyati dan Mudjiono sebagaimana dikutip Ida Bagus Putrayasa,

pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Dalam UUSPN No.20 tahun 2003 dan Permendiknas tahun 2008 dinyatakan bahwa pemebelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar

24 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 217

25 Muhammad Thobroni, Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hal. 18


(24)

Sementara itu, menurut Knirk dan Gusta Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi seketika, tetapi sudah melalui tahapan perencanaan pembelajaran. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksankan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreaktivitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.26

Menurut Kimble dan Garmezy sebagaimana dikutip Muhammad Thobroni,

Pembelajaran adalah suatu perubahan perilaku yang relatif tetap dan merupakan hasil praktik yang diulang–ulang. Pembelajaran memiliki makna bahwa subjek belajar harus dibelajarkan bukan diajarkan. Subjek belajar yang di maksud adalah siswa atau disebut juga pembelajar yang menjadi pusat kegiatan belajar. Siswa sebagai subjek belajar di tuntut untuk aktif mencari, menemukan, menganalisis, merumuskan, memecahkan masalah, dan menyimpulkan suatu masalah.27

Selain itu, Rombepajung juga berpendapat bahwa pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata pelajaran atau pemerolehan suatu ketrampilan melalui pelajaran, pengalaman, atau pengajaran.28

Smith, R.M. 1 berpendapat bahwa pembelajaran tidak dapat di definisikan dengan tepat karena istilah tersebut dapat digunakan dalam

26 Ida Bagus Putrayasa, Landasan Pembelajaran, (Bali: Undikskha Press, 2013), hlm 22

27ibid


(25)

banyak hal. Pembelajaran digunakan untuk menunjukkan: (1) pemerolehan dan penguasaan tentang apa yang telah diketahui mengenai sesuatu, (2) penyuluhan dan penjelasan mengenai arti pengalaman seseorang, atau (3) suatu proses pengujian gagasan yang terorganisasi yang relevan dengan masalah. Dengan kata lain, pembelajaran di gunakan untuk menjelaskan suatu hasil, proses, atau fungsi.29

Pelaksanaan dalam pembelajaran, atau lebih dikenal dengan proses belajar mengajar (PBM) adalah interaksi siswa tidak hanya dengan guru, melainkan pula untuk mencapai tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran adalah kemampuan yang diharapkan yang dimiliki oleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya.

Menurut Suryosubroto, proses belajar mengajar merupakan terjadinya interaksi guru dengan siswa dalam rangka menyampaikan materi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Seorang pakar pendidikan yang lain mengemukakan pembelajaran merupakan kegiatan dimana seorang secara sengaja diubah dan dikontrol dengan maksud agar bertingkah laku atau beraksi terhadap kondisi tertentu. Karena pembelajaran merupakan kegiatan yang disengaja, direncanakan, maka diperlukan pendekatan yang tepat untuk merancang kegiatan pembelajaran yang sistematis, sehingga dapat tercapai kualitas hasil atau tujuan yang ditetapkan.30

Dari definisi diatas dapat dikemukakan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya,

29 Anisah Basleman. Syamsu Mappa, Teori Belajar Orang Dewasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 12


(26)

sehingga terjadi suatu perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam proses tersebut banyak faktor yang mempengaruhi, baik faktor dari individu maupun dari lingkungan. Dalam kegiatan pembelajaran tugas seorang guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar dapat menunjang terjadinya perubahan perilaku kearah yang lebih baik dan tujuan pembelajaran dapat terlaksana seperti yang diharapkan.

2. Tujuan Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran yang menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan siswa, mata pelajaran, dan guru itu sendiri. Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yang hendak dicapai, dan dikembangkan, serta di apresiasikan. Berdasarkan mata pelajaran yang ada dalam petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Guru itu sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa, dia harus mampu menulis, dan memilih tujuan pendidikan yang bermakna, serta dapat diukur.

Tujuan (goals) adalah rumusan yang luas mengenai hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Di dalamnya terkandung tujuan-tujuan yang menjadi target pembelajaran dan menyediakan pilar untuk menyediakan pengalaman-pengalaman belajar.

Tujuan pembelajaran yang biasanya disebut dengan tujuan instruksional merupakan tujuan yang akan dicapai setelah pembelajaran selesai dilakukan. Tujuan instruksional ini dibagi menjadi dua, yaitu tujuan instruksional umum dan instruksional khusus. Instruksional umum (TIU) telah tersedia di dalam kurikulum, sedangkan instruksional khusus (TIK)


(27)

merupakan hasil perencanaan dan perumusan guru, dimana merupakan penjabaran dari tujuan instruksional umum. TIU menggunakan kata kerja yang bersifat umum dan memuat lebih dari satu pengertian, misalnya mengenal, mengerti, memahami, sehingga sulit diukur keberhasilannya atau dievaluasi. Sedangkan TIK menggunakan kata kerja yang bersifat operasional, dapat dikerjakan, yang memuat hanya satu pengertian, sehingga mudah diukur keberhasilannya atau dievaluasi.

Tujuan instruksional ini sebenarnya merupakan tujuan yang dijabarkan dari tujuan kurikuler. Tujuan pembelajaran pada jangka panjang sebenarnya akan mencapai pada tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional didasarkan pada falsafah negara atau way of life-nya bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Citra tujuan pendidikan nasional adalah terbentuknya manusia pancasila yang utuh dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air melalui pembangunan nasional. Jadi tujuan pendidikan seluruh lembaga pendidikan di Indonesia baik formal maupun non formal mengarah pada tujuan pendidikan nasional tersebut.31

3. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Sistem Pembelajaran

Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar individu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar. Ketiga faktor tersebut sering saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Berikut dipaparkan mengenai ketiga faktor tersebut.


(28)

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal meliputi:

1) Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu.

2) Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar yaitu:

a) Kecerdasan/Intelegensi Siswa

Kecerdasan merupakan faktor yang penting dalam proses belajar siswa, karena ini menentukan kualitas belajar siswa. Sebagai psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau professional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswa.

b) Motivasi

Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektivan kegiatan belajar siswa. Motivasi mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar.


(29)

Secara sederhana, minat berarti kecendurungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari menjadi materi yang sangat menarik dan tidak membosankan. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi yang dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.

d) Sikap

Dalam belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajar. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk bereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa, dan sebagainya. Baik secara positif maupun negatif.

e) Bakat

Secara umum bakat (optitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang memiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

b. Faktor Eksternal

Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor internal, faktor-faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Faktor-faktor eksternal dalam belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu lingkungan sosial dan nonsosial. Lingkungan sosial merupakan pengaruh yang datang atau berasal dari manusia. Lingkungan sosial siswa meliputi


(30)

orang tua, keluarga, masyarakat dan tetangga, serta teman-teman sepermainan di sekitar rumah siswa. Sifat-sifat lingkungan sosial dapat memberi dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa. Lingkungan nonsosial meliputi lingkungan alamiah seperti keadaan alam, udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang, sore, malam), serta faktor instrumental yang mencakup tempat belajar, gedung, maupun buku-buku pelajaran.

c. Pendekatan Belajar

Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan oleh siswa dalam menunjang keefektifan dan keefisienan proses mempelajari materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasionalyang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai belajar tertentu.

Dalam sistem pembelajaran terdapat beberapa yang dapat memengaruhi kegiatan sistem pembelajaran antara lain adalah:

a. Faktor Guru

Guru adalah kompenen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi maka strategi itu tidak mungkin bisa diaplikasikan. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Diyakini, setiap guru akan memiliki


(31)

pengalaman, pengetahuan, kemampuan, gaya, dan bahkan pandangan yang berbeda dalam mengajar.

Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarkan, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning). Dengan demikian, efektivitas proses pembelajaran terletak di pundak guru. Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.

Menurut dunkin ada sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi kualitas poses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu:

1) Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka 2) Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman

yang berhubungan dengan aktivitas latar belakang pendidikan guru 3) Teacher properties, meliputi segala sesuatu yang berhubungan

dengan sifat yang dimiliki guru. Misalnya sikap guru terhadap siswa, kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan mereka dalam pengelolaan pembelajaran ataupun kemampuan mereka dalam penguasaan materi pembelajaran.

Selain latar guru seperti di atas, padangan guru terhadap mata pelajaran yang diajarkan juga dapat pula memengaruhi proses pembelajaran.


(32)

Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama.

Seperti halnya guru, faktor-faktor yang dapat memengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi aspek latar belakang siswa yang menurut dunkin disebut pupil formative experiences serta faktor sifat yang dimiliki siswa (pupil properties).

Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran, tingkat ekonomi sosial siswa, tempat tinggal siswa, dan lain-lain. Sedangkan dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar dan sikap.

Sikap dan penampilan di dalam kelas juga merupakan aspek lain yang bisa memengaruhi proses pembelajaran. Ada kalanya ditemukan siswa yang sangat aktif (hyperkinetic) dan adapula siswa yang pendiam, tidak sedikit pula siswa yang pendiam, tidak sedikit juga ditemukan siswa yang memiliki motivasi yang rendah dalam belajar. Semua ini akan memengaruhi proses pembelajaran di dalam kelas.

c. Faktor Sarana dan Prasarana

Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap proses pembelajaran misalnya media pembelajaran, alat-alat pembelajaran, perlengkapan sekolah dan sebagainnya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju


(33)

sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya. Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran. Dengan demikian, sarana dan prasarana merupakan kompenen penting yang dapat memengaruhi proses pembelajaran.

d. Faktor Lingkungan

Dilihat dari dimensi ada dua faktor yang dapat memengaruhi proses pembelajaran yaitu:

1) Faktor Organisasi Kelas

Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kelompok belajar yang besar dalam satu kelas berkenderungan:

a) Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa, sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempit

b) Kelompok belajar akan kurang memanfaatkan dan menggunakan semua sumber daya yang ada.

c) Kepuasan belajar setiap siswa akan cenderung menurun. Hal ini disebabkan kelompok belajar yang terlalu banyak akan mendapatkan pelayanan yang terbatas dari setiap guru, dengan kata lain perhatian guru akan semakin terpecah

d) Perbedaan individu antara anggota akan semakin tampak, sehingga akan semakin sukar mencapai kesepakatan.


(34)

e) Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan akan semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju mempelajari materi pelajaran baru.

f) Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin banyaknya siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok.

2) Faktor Iklim Sosial-Psikologis

Maksudnya adalah keharmonisan hubungan antara orang yang terlihat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal atau eksternal. Iklim sosial-psikologis secara internal adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah, sedangkan iklim sosial-psikologis secara eksternal akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran siswa di sekolah.32

C. Kajian tentang Pondok Pesantren

1. Pengertian Pondok Pesantren Dan Sejarah Perkembangannya

Kehadiran kerajaan Bani Umayah menjadikan pesatnya ilmu pengetahuan, sehingga anak-anak masyarakat Islam tidak hanya belajar di masjid tetapi juga pada lembaga-lembaga yaitu “kuttab” (pondok pesantren). Kuttab, dengan karakteristik khasnya, merupakan wahana dan lembaga pendidikan Islam yang semula sebagai lembaga baca dan tulis dengan sistem halaqah (sistem wetonan). Pada tahap berikutnya kuttab


(35)

mengalami perkembangan yang sangat pesat karena dengan didukung oleh dana dari iuran masyarakat serta adanya rencana-rencana yang harus dipatuhi oleh pendidik dan peserta didik33

Pesantren yang merupakan “Bapak” dari pendidikan Islam Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman, hal ini bisa dilihat dari perjalanan sejarah, dimana dirunut kembali, sesungguhnya pesantren dilahirkan atas kesadarankewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da’i.

Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah “tempat belajar para santri”. Sedangkan pondok pesantren berarti rumah atau rumah tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu kata ” pondok” mungkin juga berasal dari bahasa arab “funduq” yang berarti hotel atau asrama.34

Di Indonesia istilah kuttab lebih dikenal dengan istilah “pondok pesantren”, yaitu suatu lembaga pendidikan Islam yang didalamnya terdapat seorang kyai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan teresbut, serta didukung adanya pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal para santri.35

Sejak berdirinya, pesantren telah menunjukkan peranannya dalam menyiarkan agama islam serta ilmu pengetahuan. Hal ini, dapat dilihat dari

33 AbdulMujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Penada Media, 2006).hal 234-235

34 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 138


(36)

perjalanan sejarah umat islam di Indonesia yang dibawa oleh wali songo yang kemudian dilanjukan oleh ulama’-ulama’ di Indonesia setelahnya. Dalam perjalanan tersebut, pesantren mempunyai andil yang banyak, sebab dalam pesantren inilah para ulama’ serta umat Islam menggembleng diri mereka agar siap baik secara fisik maupun mental untuk menghadapi masyarakat disekitarnya.36

Pesantren berasal dari kata santri yang diberi awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Sedangkan asal usul kata “santri”, dalam pandangan Nurcholish masjid dapat dilihat dari dua pendapat yang pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari perkataan sastri, sebuah kata dari bahasa sansekerta yang arti melek huruf. Pendapat ini menurut Nurcholis masjid agaknya didasarkan atas kaum santri adalah kelas literary bagi orang Jawa yang berusaha mendalami agama melalui kitab-kitab bertulisan dan berbahasa Arab. Di sisi lain, Zamakhsyari Dhofir berpendapat kata santri dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama hindu. Atau secara umum dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa, dari kata “cantrik”, yang berarti seorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru pergi dan menetap.

Menurut Manfred Ziemek sebagaimana dikutip Binti Maunah,

pesantren berarti tempat santri tinggal dan mendapatkan pengajaran dari seorang kyai atau guru (ulama atau ustadz) dengan mata pelajaran yang meliputi berbagai bidang tentang pengetahuan islam.


(37)

Hal senada juga dikatakan oleh Ahmad Tafsir bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan Islam (LPI) tertua di Indonesia yang tumbuh dan berkembangnya diakui oleh masyarakat sekitar dengan ciri dan komponen pokoknya yang meliputi: kyai, pondok (asrama), masjid santri, dan pengajian kitab kuning. Kalau orang masuk di suatu pesantren, maka akan dijumpai beberapa unsur, antara lain:

1) Kyai, sebagai pemangku, pengajar dan pendidik 2) Santri, yang belajar kepada kyai

3) Masjid, tempat untuk menyelenggarakan pendidikan, shalat berjamaah dan sebagainya

4) Pondok, tempat untuk tinggal para santri 5) Pengajian kitab klasik atau kuning.37

Menurut M. Arifien sebagaimana dikutip Zamakhsyari Dhofier,

Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kompleks) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedulatan dari leardership seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal.38

Pondok pesantren juga berarti suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan non klasikal, yaitu bandongan (halaqah) dan sorogan, dimana kyai mengajar santri berdasarkan kitab-kitab yang tertulis

37 Binti Maunah, Tradisi Intelektual Santri, hal. 15-18

38 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1984), hlm 28


(38)

dalam bahasa arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang santri biasanya tinggal dalam pondok.

Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan islam yang mempunyai peranan penting dalam sejarah Islam di Indonesia, khususnya dipulau Jawa dan Madura. Di Aceh disebut rangkang atau meunasah dan di Sumatra Barat disebut surau. Lembaga pendidikan ini merupakan bentuk lembaga pondok pesantren Islam yang tertua.

Pesantren juga merupakan produk sejarah yang telah berdialog dengan zamannya masing-masing yang memiliki karakteristik yang berlainan baik menyangkut sosial-politik, sosio-kultural, sosio-ekonomik maupun sosio-religius. Pesantren merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan Islam lainnya, bahkan merupakan pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pesantren juga merupakan institusi pendidikan yang sangat mandiri, tidak bisa dicampuri oleh pihak luar, baik oleh pemerintah sekalipun.39

Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan islam, dakwah, pengembangan kemasyarakatan dan pendidikan lainnya yang sejenis. Para peserta didik pada pesantren disebut dengan santri yang umumnya menetap di pesantren.40

39 Achmad Patoni, Meniti Jalan Pendidikan Islam, hal. 342-343

40 Achmad Patoni, Peran Kiai Pesantren Dalam Partai Politik, (Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal. 88


(39)

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam yang mengajarkan tentang ilmu keislaman untuk diamalkan dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Pesantren memiliki misi untuk mengembangkan dakwah Islam. Dalam semua praktek pembelajarannya, pesantren mempunyai ciri khas yang tidak dipraktekkan di lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya.

Zamakhsari Dhofier membagi santri menjadi dua tipe, pertama, santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap di dalam kelompok. Santri mukim yang paling lama tinggal di sebuah pesantren biasanya merupakan satu kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan menengah. Disamping itu, pada pesantren yang besar terdapat putra-putra kyai dari pesantren lain yang belajar disana; mereka biasanya akan menerima perhatian istimewa dari kyai. Kedua, santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren. Untuk mengikuti pelajaran di pesantren, mereka pulang-pergi dari rumah sendiri. Pada pesantren kecil, komposisi santri kalong lebih banyak, sedang pada pesantren besar santri mukim lebih besar jumlahnya.41

Pembangunan suatu pesantren didorong oleh kebutuhan masyarakat akan adanya lembaga pendidikan lanjutan. Namun demikian, faktor guru yang memenuhi persyaratan keilmuan yang diperlukan akan sangat


(40)

menentukan bagi tumbuhnya suatu pesantren. Pada umumnya berdirinya suatu pesantren diawali dari pengakuan akan masyarakat akan keunggulan dan ketinggian ilmu seorang guru atau kyai. Karena keinginan menuntut dan memperoleh ilmu dari guru tersebut, maka masyarakat sekitar dan dari luar daerah datang kepadanya untuk belajar. Mereka lalu membangun tempat tinggal yang sederhana di sekitar tempat tinggal guru tersebut.

Biasanya santri yang telah menyelesaikan dan diakui telah tamat, diberi izin oleh kyai untuk membuka dan mendirikan pesantren baru di daerah asalnya. Dengan demikian pesantren-pesantren berkembang di berbagai daerah terutama perdesaan dan pesantren asal dianggap sebagai pesantren induknya.

Pesantren di Indonesia memang tumbuh dan berkembang sangat pesat. Berdasarkan laporan pemerintah kolonial Belanda, pada abad ke-19 untuk di Jawa saja terdapat tidak kurang dari 1.853 buah, dengan jumlah santri tidak kurang 16.500 orang. Dari jumlah tersebut belum termasuk pesantren-pesantren yang berkembang di luar Jawa terutama Sumatera dan Kalimantan yang suasana keagamaannya terkenal sangat kuat.42

2. Tujuan Pondok Pesantren

Tujuan pendidikan merupakan bagian terpadu dari faktor-faktor pendidikan. Tujuan termasuk kunci keberhasilan pendidikan, di samping faktor-faktor lainnya yang terkait: pendidik, peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan pendidikan.


(41)

Menurut Mastuhu sebagaimana dikutip Sulthon Masyhud dan Khusnurdilo,

Tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia bermanfaat bagi masyarakat atau berhikmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau menjadi abdi masyarakat mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang ingin dituju ialah kepribadian mukhsin, bukan sekedar muslim.43

Tujuan institusional pesantren yang lebih luas dengan tetap mempertahankan hakikatnya dan diharapkan menjadi tujuan pesantren secara nasional pernah diputuskan dalam musyawarah/lokakarya intensifikasi pengembangan pondok pesantren di Jakarta yang berlangsung pada 2 sd 6 mei 1978: Tujuan umum pesantren adalah membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara. Adapun tujuan khusus pesantren adalah sebagai berikut:

1) Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlaq mulia, memiliki kecerdasan, ketrampilan dan sehat lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila

43Sulthon Masyhud dan Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren. (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), hal. 92-93


(42)

2) Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama dan mubaliq yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah Islam secara utuh dan dinamis 3) Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara

4) Mendidik tenaga-negara penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya)

5) Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental spiritual

6) Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.44

Pada intinya tujuan khusus pesantren ialah mencetak insanul kamil yang bisa memposisikan dirinya sebagai hamba Allah di muka bumi, supaya bisa membawa khalifatullah/mandataris Allah di muka bumi ini, supaya bisa membawa rahmat lil‘ngalamin. Allah SWT. berfirman dalam kitab sucinya mengenai tujuan hidup dan tugas manusia di muka bumi.

ن

ة ودعبععوِيظلة ل

ب إة س

ظ

ْإِنلو

ة اوظ ن

ب ج

ة لوا ت

ع قولظخظامظوظ


(43)

“…Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.(QS. Adz Dzariyaat: 56).45

ةةفظِيلةخظ ض

ة

رولو

ظ ا َىفة للعةاجظ َىْإِننإة ةةكظَىلظمظلولة كظببرظ لظاقظذوإةوظ

“…Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat:“sesungguhnya aku hendak menjalankan seorang khalifah di muka bumi”.( QS . Al-Baqarah: 30).46

Dari kedua ayat di atas ini dapat kita pahami bahwa tujuan hidup dan tugas manusia di muka bumi adalah menjadi hamba Allah dan menjadi wakil Allah. Dengan demikian tujuan pendidikan pesantren selaras dengan apa yang difirmankan oleh Allah SWT.

3. Karakteristik Pondok Pesantren

Karakteristik atau ciri umum pondok pesantren adalah: 1) Adanya kyai

2) Adanya santri 3) Adanya masjid

4) Adanya pondok/ asrama.47

Sedangkan ciri-ciri khusus pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi Arab, hukum Islam, tafsir Hadis, tafsir Al-Qur’an dan lain-lain. Dalam penjelasan lain juga dijelaskan tentang ciri-ciri pesantren dan juga pendidikan yang ada didalamnya, maka ciri-cirinya adalah:

1) Adanya hubungan akrab antar santri dengan kyainya.

45 Al-Qur’an Dan Terjemah Bahasa Indonesia, QS. 51:56 46ibid, QS. 2:30


(44)

2) Adanya kepatuhan santri kepada kyai.

3) Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam lingkungan pesantren

4) Kemandirian sangat terasa di pesantren

5) Jiwa tolong-menolong dan suasana persaudaraan sangat mewarnai pergaulan di pesantren.

6) Disiplin sangat dianjurkan

7) Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia. Hal ini sebagai akibat kebiasaan puasa sunat, zikir, dan i’tikaf, shalat tahajud dan lain-lain 8) Pemberian ijazah, yaitu pencantuman nama dalam satu daftar rantai

pengalihan pengetahuan yang diberikan kepada santri-santri yang berprestasi.48

Ciri-ciri diatas menggambarkan pendidikan pesantren dalam bentuknya yang masih murni (tradisional). Adapun penampilan pendidikan pesantren sekarang yang lebih beragam merupakan akibat dinamika dan kemajuan zaman telah mendorong terjadinya perubahan terus-menerus, sehingga lembaga tersebut melakukan berbagai adopsi dan adaptasi sedemikian rupa. Tetapi pada masa sekarang ini, pondok pesantren kini mulai menampakan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang mumpuni, yaitu didalamnya didirikan sekolah, baik formal maupun nonformal.

Dengan adanya tranformasi, baik kultur, sistem dan nilai yang ada di pondok pesantren, maka kini pondok pesantren yang dikenal dengan


(45)

salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis, misalnya :

1) Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi sistem klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah (sekolah).

2) Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa Arab.

3) Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat, kesenian yang islami.

4) Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah)sebagai tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.49

4. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren

Sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan menggunakan metode pengajaran sorogan dan wetonan atau bandongan (menurut istilah dari Jawa Barat).

Sorogan, disebut juga sebagai cara mengajar per kepala yaitu setiap santri mendapat kesempatan sendiri untuk memperoleh pelajaran langsung


(46)

oleh kiai. Dengan cara sorogan ini, pelajaran diberikan oleh pembantu kiai yang disebut “badal”. Mula-mula badal tersebut membacakan mantan kitab yang tertulis dalam bahasa arab, kemudian menerjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa daerah, dan menerangkan maksudnya, setelah itu santri disuruh membaca dan mengulangi pelajaran tersebut satu persatu, sehingga setiap santri menguasainya. Cara sorogan ini memerlukan banyak badal dan mereka adalah santri-santri yang sudah menguasai pelajaran tingkat lanjut di pesantren tersebut.

Dengan metode bandungan atau halaqah dan sering juga disebut wetonan, para santri duduk di sekitar kyai dengan membutuk lingkaran. Dengan cara bandungan ini, kyai mengajarkan kitab tertentu kepada sekelompok santri. Karena itu metode ini bisa dikatakan sebagai proses belajar mengajar secara kolektif. Dimana baik kyai maupun santri dalam halaqah tersebut memegang kitab masing-masing. Kyai membaca teks kitab, kemudian menerjemahkannya kata demi kata, dan menerangkan maksudnya. Santri menyimak kitab masing-masing dan mendengarkan dengan seksama terjemahan dan penjelasan-penjelasan kyai. Kemudian santri mengulang dan mempelajari kembali secara sendiri-sendiri. Kemudian pada tingkat halaqah yang lebih tinggi, sebelum santri mengikutinya santri harus mempelajari kembali secara sendiri-sendiri. Kemudian pada tingkat halaqah yang lebih tinggi, sebelum santri mengikutinya santri harus mempelajari terlebih dahulu bagian-bagian dari kitab yang akan diajarkan kyai, sehingga dengan demikian santri tinggal


(47)

menyimak pembacaan kyai dan mencocokkan pemahamannya dengan keterangan kyai yang bersangkutan. Meskipun pada pesantren tidak mengenal evaluasi secara formal, namun dengan pengajaran secara halaqah ini dapat diketahui kemampuan para santri tersebut.

Perkembangan berikutnya, disamping tetap mempertahankan sistem ketradisionalannya, pesantren juga mengembangkan dan mengelola sistem pendidikan madrasah. Begitu pula, untuk mencapai tujuan bahwa nantinya para santri mampu hidup mandiri, kebanyakkan sekarang ini pesantren juga memasukkan pelajaran ketrampilan dan pengetahuan umum.

Pada sebagian pondok, sistem penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran makin lama makin berubah karena dipengaruhi oleh perkembangan makin lama berubah karena dipengaruhi oleh perkembangan pendidikan di tanah air serta tuntutan dari masyarakat di lingkungan pondok pesantren itu sendiri. Dan sebagian pondok lagi tetap mempertahankan sistem pendidikan yang lama.

Dalam realitasnya, penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren dewasa ini dapat digolongkan kepada 3 bentuk, yaitu:

1) Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam, yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara nonklasikal (bandungan dan sorogan) dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan


(48)

sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut.

2) Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam yang ada pada dasarnya sama dengan pondok pesantren tersebut di atas, tetapi para santrinya tidak disediakan pondokan di kompleks pesantren, namun tinggal tersebar di seluruh penjuru desa sekeliling pesantren tersebut (santri kalong), dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama islam diberikan dengan sistem weton, yaitu cara santri datang berduyun-duyun pada waktu-waktu tertentu.

3) Pondok pesantren dewasa ini merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistem bandungan, sorogan ataupun wetonan dengan para santri disediakan pondokan ataupun merupakan santri kalongan, yang dalam istilah pendidikan pondok modern memenuhi kriteria pendidikan nonformal, serta menyelenggarakan pula pendidikan formal berbentuk madrasah dan bahkan sekolah umum dalam berbagai banyak tingkatan dan aneka kejuruan menurut kebutuhan masyarakat masing-masing.50

5. Fungsi Dan Peranan Pondok Pesantren

Fungsi pesantren pada awal berdirinya sampai dengan kurun sekarang telah mengalami perkembangan. Visi, posisi, dan persepsinya terhadap dunia luar telah berubah. Laporan syarif dkk menyebutkan bahwa pesantren


(49)

pada masa yang paling awal (masa Syaikh Maulana Malik Ibrahim) berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama islam. Kedua fungsi ini bergerak saling menunjang. Pendidikan dapat dijadikan bekal dalam memamndang dakwah sedang dakwah bisa dimanfaatkan sebagai sarana dalam membangun sistem pendidikan. Jika ditelusuri akar sejarah berdirinya sebagai kelanjutan dari pengembangan dakwah, sebenarnya fungsi edukatif pesantren adalah sekedar membonceng misi dakwah. Misi dakwah islamiyah inilah yang mengakibatkan terbangunya sistem pendidikan. Pada masa wali songo, unsur dakwah lebih dominan dibandingkan unsur pendidikan. Saridjo dkk mencatat bahwa fungsi pesantren pada masa wali songo adalah sebagai pencetak calon ulama dan mubaligh yang tugasnya menyiarkan agama Islam.

Sebagai lembaga dakwah, pesantren berusaha mendekati masyarakat. Pesantren bekerja sama dengan mereka dalam mewujudkan pembangunan. Sejak semula pesantren terlibat aktif dalam mobilisasi pembangunan sosial masyarakat desa. Oleh karena itu, menurut ma’shum, fungsi pesantren semula mencangkup tiga aspek yaitu fungsi religius (diniyyah), fungsi sosial (ijtimaiyyah), dan fungsi edukasi (tarbawiyyah). Ketiga fungsi ini masih berlangsung hingga sekarang. Fungsi lain adalah sebagai lembaga pembinaan moral dan kultural. A.Wahid Zaeni menegaskan bahwa di samping lembaga pendidikan, pesantren juga sebagai lembaga pembinaan moral dan kultural, baik di kalangan para santri maupun santri dengan masyarakat. Kedudukan ini memberikan isyarat bahwa penyelenggaraan


(50)

keadialan sosial melalui pesantren lebih banyak menggunakan pendekatan kultural.

Dalam masa penjajahan, pesantren memperluas fungsinya. Pesantren sebagai basis pertahanan bangsa dalam perang melawan penjajah demi lahirnya kemerdekaan. Maka pesantren berfungsi sebagai pencetak kader bnagsa yang benar-benar patriotik; kader yang rela mati demi memperjuangkan bangsa, sanggup mengorbankan seluruh waktu, harta bahkan jiwanya.

Di samping itu pesantren juga berperan dalam berbagai bidang lainnya secara multidimensional baik berkaitan langsung dengan aktivitas-aktivitas pendidikan pesantren maupun di luar wewenangnya. Dimulai dari upaya mencerdaskan bangsa, hasil berbagai observasi menunjukkan bahwa pesantren tercatat memiliki peranan penting dalam sejarah pendidikan di tanah air dan telah banyak memberikan sumbangan dalam mencerdaskan rakyat. Dalam mendukung keluarga berencana, Zaine menegaskan, “sesungguhnya pondok pesantren mempunyai peranan yang cukup besar dalam memasukkan gagasan dan mendorong keluarga berencana (KB) sebagai wahana kualitas manusia dan kesejahteraan keluarga”.

Pesantren juga terlibat langsung menanggulangi bahaya narkotika. Wahid menyatakan bahwa di salah satu pesantren besar di Jawa Timur, seorang kyai mendirikan sebuah SMP, untuk menghindari penggunaan narkotika di kalangan santri yang asalnya putra-putri mereka disekolahkan di luar pesantren. Bahkan pondok pesantren suryalaya sejak tahun 1972


(51)

telah aktif membantu pemerintah dalam masalah narkotika dengan mendirikan lembaga khusus untuk menyembuhkan korbannya yang disebut “pondo remaja inabah”.

Dengan demikian, pesantren telah terlibat dalam menegakkan negara dan mengisi pembangunan sebagai pusat perhatian pemerintah. Hanya saja dalam kaitan dengan peran tradisionalnya, sering di identifikasi memiliki tiga peran penting dalam masyarakat Indonesia:

1) Sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu islam tradisional, 2) Sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan islam tradisional, dan 3) Sebagai pusat reproduksi ulama

Lebih dari itu, pesantren tidak hanya memainkan ketiga peran tersebut, tetapi juga menjadi sebagai pusat penyuluhan kesehatan, pusat pengembangan teknologi tepat guna bagi masyarakat pedesaan, pusat usaha-usaha penyelamatan dan pelestariaan lingkungan hidup dan lebih penting lagi menjadi pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitarnya.51

6. Kelebihan dan Kelemahan Pondok Pesantren

Pondok pesantren memiliki beberapa potensi. Pondok pesantren, disamping sebagai lembaga pendidikan dan dakwah Islam, ternyata telah banyak yang berfungsi dan berperan sebagai lembaga pengembangan masyarakat termasuk pengembangan ekonomi umat. Sebagai lembaga pendidikan islam, disamping mengajarkan ilmu-ilmu agama, juga

51Mujamil Qomar, Pesantren (Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisi Institusi), hal. 22-26


(52)

membekali dan melatih para santri untuk mampu berwirausaha, agar setelah lulus nanti mereka mampu mandiri dengan usahanya.

Pada umumnya, pondok pesantren memiliki potensi untuk maju dan berkembang dalam memberdayakan diri dan masyarakat lingkungannya. Hal ini karena adanya potensi dan peluang pada pondok pesantren, antara lain:

1) Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang populis, didirikan secara mandiri oleh dan untuk masyarakat, sangat berperan membentuk moral bangsa.

2) Adanya figur ulama/tokoh kharismatik pada pondok pesantren yang disegani dan memjadi panutan masyarakat sekitarnya

3) Tersediannya SDM yang cukup memadai pada pondok pesantren

4) Tersediannya lahan yang luas, karena pada umumnya pesantren berada di pedesaan

5) Jiwa kemandirian, keikhlasan, kesederhanaan yang tumbuh di kalangan para santri dan keluarga besar pesantren

6) Tersediannya cukup banyak waktu bagi para santri, karena mereka mukim di asrama

7) Adanya jaringan yang kuat di kalangan pondok pesantren, khususnya pesantren sejenis yang dikembangkan oleh alumninya

8) Minat masyarakat cukup besar terhadap pesantren, karena disamping diberikan pendidikan agama dan pelajaran umum, juga bimbingan moral


(53)

Selain memiliki kelebihan, ada juga beberapa kelemahan pondok pesantren. Kelemahan ini dapat diartikan sebagai target yang ingin diberdayakan dalam upaya pengembangan pondok pesantren. Dengan meminimalisir kelemahan-kelemahan tersebut, maka usaha mengoptimalkan peran pondok akan semakin mudah. Kelemahan tersebut diantaranya adalah:

1) Menajemen pengelolaan pondok pesantren. Hal ini dapat saja terjadi karena pemahaman pondok adalah lembaga tradisional. Padahal potensi-potensi yang ada di pondok pesantren dapat diandalkan untuk membantu penyelenggaraan pondok pesantren secara professional. 2) Kaderisasi pemimpin pondok pesantren: kaderisasi merupakan syarat

yang harus ada pada setiap organisasi termasuk pondok pesantren. Kaderisasi ini harus benar-benar diperhatikan karena banyak pondok pesantren yang kegiatannya menjadi mati, dikarenakan wafatnya pimpinan pondok pesantren. Dikarenakan yang dapat diturunkan kepada penerusnya adalah ilmu sedangkan kharisma pimpinan pondok pesantren tidak dapat diwariskan, maka upaya kaderisasi menjadi sangat penting

3) Belum kuatnya budaya demokratis dan disiplin;

Hal ini memang berkaitan erat dengan watak pondok pesantren yang independen. Peningkatan budaya demokratis dan disiplin perlu diupayakan agar pondok pesantren dapat mengimbangi perkembangan yang terjadi di luar dan terjamin kualitas para pengelola dan lulusanya


(54)

4) Kebersihan di lingkungan pondok pesantren. Kekurangan ini merupakan hal yang hampir merata terdapat pada pesantren.

5) Di samping kelemahan-kelemahan tersebut, pondok pesantren juga masih didapati beberapa kelemahan lain, seperti:

a) Sebagian masyarakat memandang, pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan kelas dua dan hanya belajar agama semata

b) Terbatasnya tenaga yang berkualitas, khususnya mata pelajaran umum c) Terbatasnya sarana yang memadai, baik sarana asrama maupun ruang

belajar

d) Masih dominanya sikap “menerima apa adanya” di kalangan sebagian pesantren

e) Sebagian pesantren bersifat eksklusif atau kurang terbuka.52

D. Hasil Penelitian Terdahulu

Demi menjaga keaslian tulisan dan menghindari pencurian atas karya orang lain, maka peneliti melakukan penelusuran terhadap literatur yang membahas kajian yang serupa dengan peneliti kajian ini.

Saiful Arif, skripsi tahun 2007, dengan judul “Efektifitas Metode Wetonan (bandongan) dalam Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Nurul Huda Mergosono Malang”. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah pelaksanaan metode wetonan (bandongan) yang dikembangkan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Nurul Huda Mergosono Malang. 2) Bagaimanakah efektifitas wetonan (bandongan) Pondok Pesantren


(1)

a. Menciptakan iklim belajar yang kondusif

Dalam menciptakan iklim belajar yang kondusif dapat dilakukan oleh seorang guru dengan kegiatan, diantaranya yaitu:

1) Melibatkan peserta didik dalam mengorganisasikan dan merencanakan pembelajaran

2) Menunjukkan empati dan penghargaan kepada peserta didik 3) Mendengarkan dan menghargai hak peserta didik untuk

berbicara

b. Mengembangkan strategi dan manajemen pembelajaran

Dalam hal ini dapat dilakukan dengan kemampuan menghadapi dan menangani peserta didik yang bermasalah, kemampuan memberikan transisi subtansial bahan ajar dalam pembelajaran c. Memberikan umpan baik dan penguatan

Dapat dilakukan dengan cara memberikan respon yang bersifat membantu siswa yang lamban dalam belajar, memberikan tindak lanjut terhadap jawaban peserta didik yang kurang memuaskan. d. Kemampuan untuk meningkatkan diri

Dapat dilakukan dengan cara menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif, memperluas dan menambah pengetahuan.102

102 E. Mulyasa, Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 21


(2)

Dengan demikian salah satu cara mengatasi kendala dalam penerapan metode halaqah adalah ustadz harus sabar dan telaten dalam memberikan pemahaman materi kepada santri. Dan apabila santri memberikan pertanyaan kepada ustadz, ustadz haruslah memberikan penguatan terhadap jawaban yang disampaikan kepada santri sehingga santri akan lebih memahami materi yang disampaikan.

Tidak hanya kendala dalam kepahaman dari santri, kendala lain pun juga bisa mempengaruhi penerapan metode halaqah. Dengan adanya kendala tersebut yang pastinya ada cara mengatasinya. Solusi yang diberikan ustadz untuk mengatasi kendala tersebut antara lain; a. Santri seharusnya dapat mengalokasikan waktu belajar dan

kegiatan yang dilakukan sehari-hari, sehingga santri akan lebih fokus dalam mengikuti kegiatan belajar dan mengajar di kelas atau masjid

b. Santri harus berinisiatif mengejar ketinggalan pembelajaran dengan menembel kitab yang tertinggal dan mencari sumber lain, seperti kitab salinan dan buku-buku penunjang lainnya dan

c. Ustadz dan santri seharusnya dapat menjalin komunikasi yang baik, sehingga pada saat pembelajaran berlangsung santri tidak akan merasa bosan ketika ustadz memberikan penjelasan seputar materi yang dipelajari.


(3)

d. Ustadz seyogyanya menyampaikan materi pelajaran dengan suara yang jelas, intonasi yang santai dan selalu memperhatikan tingkat pemahaman santri terhadap materi yang telah disampaikan

e. Apabila metode halaqah dirasa masih belum bisa memahamkan santri, guru harus mampu menvariasikan metode tersebut dengan metode yang lain seperti; bacaan, tanya jawab dan ceramah

Dengan demikian kendala-kendala yang terjadi dalam menerapkan metode tersebut dapat diatasi dengan beberapa solusi yang telah disarankan, sehingga tujuan pembelajaran pada Pondok Pesantren Darussalam Gedangan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari temuan penelitian yang telah dipaparkan oleh penulis tentang penerapan metode halaqah dalam kegiatan pembelajaran kitab fathul qorib di pondok pesantren Darussalam Gedangan Campurarat Tulungagung maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan metode halaqah dalam kegiatan pembelajaran di pondok pesantren adalah penerapan metode halaqah sebagai metode yang paling utama di lingkungan pesantren. Metode halaqah tersebut tidak hanya


(4)

berdiri sendiri, namun untuk menjadikan metode tersebut lebih efektif dalam kegiatan pembelajaran harus divariasikan dengan metode lain seperti; metode sorogan, ceramah, bacaan, dan tanya jawab.

Sedangkan tahap-tahap pelaksanaan metode halaqah antara lain: a. Santri duduk di sekitar kyai secara melingkar

b. Ustadz atau kyai membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam dan kemudian berdoa

c. Ustadz memberikan motivasi untuk menumbuhkan semangat belajar santri.

d. Mengulang pelajaran kemarin dan menambah keterangan jika penjelasan dari ustadz sulit dipahami oleh santri

e. Ustadz membacakan kata per kata dari isi kitab kemudian santri memaknai kitab dan membuat catatan-catatan kecil dari penjelasan yang diberikan ustadz

f. Ustadz memberikan beberapa pertanyaan kepada santri g. Kesimpulan dari bab kitab yang dipelajari

h. Salam penutup

2. Kendala dalam penerapan metode halaqah dalam kegiatan pembelajaran di pondok pesantren adalah; (1). Santri akan cenderung bersikap pasif, karena dalam kegiatan pembelajaran ustadz maupun kyai lebih mendominasi, sedangkan santrinya lebih banyak mendengarkan dan memperhatikan keterangan yang disampaikan oleh ustadz, (2). Ustadz kurang komunikatif sehingga santri kesulitan untuk menerima keterangan materi yang disampaikan oleh ustadz dan santri pun akan cepat bosan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, (3) santri lebih kreatif dari pada santri karena proses belajarnya berlangsung satu jalur (monolog) dan, (4). santri tidak bisa mengalokasikan waktu antara


(5)

belajar dan kegiatan sehari-harinya, sehingga ada beberapa santri yang tertidur di kelas karena kecapekan.

3. Cara mengatasi kendala dalam penerapan metode halaqah dalam kegiatan pembelajaran di pondok pesantren adalah; (1). Ustadz harus sabar dan telaten untuk mengulang materi yang kurang dipahami santri dan menyarankan santri untuk sering-sering memberikan pertanyaan kepada ustadz, (2). Santri seharusnya dapat mengalokasikan waktu belajar dan kegiatan sehari-seharinya, sehingga mereka tidak akan kecapekan pada saat mengikuti kegiatan pembeljaarn (3). Santri berinisiatif mengejar ketinggalan pembelajaran dengan menembel kitab yang tertinggal dan mencari sumber lain, seperti kitab salinan dan buku-buku penunjang lainnya dan, (4). Ustadz dan santri menjalin komunikasi yang baik.

B. Saran/Rekomendasi

Berangkat dari temuan penting di atas, kiranya ada beberapa kritik dan saran baik terhadap pengajar, santri, maupun pengelola lembaga.

1. Kepada pengajar/ustadz

a. Penerapan metode halaqah atau bandongan sebenarnya sudah melahirkan sistem pembelajaran yang lebih aktif jika dipadukan dengan metode yang secara variatif

b. Para ustadz perlu mengevaluasi secara berkala tingkat kemampuan belajar santri mengingat adanya keragaman kemampuan di kalangan santri

c. Meningkatkan kreatifitas dan efektifitas dalam proses pembelajaran agar dapat menarik perhatian dan menarik minat belajar santri dalam


(6)

proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.

2. Santri

a. Lebih termotivasi dengan penerapan metode yang variatif

b. Perlu meningkatkan kemandirian belajar dengan memanfaatkan fasilitas yang telah tersediakan

3. Pengasuh

a. Santri perlu disediakan tenaga pendamping dalam peningkatan kemampuan belajar santri

b. Dalam penerapan metode halaqah atau bandongan, pengasuh perlu memperhatikan materi yang lain yang memungkinkan perlunya penerapan metode secara variatif.

c. Pengasuh perlu memanajemen secara tertib agar penerapan metode halaqah dapat berjalan secara lebih efektif.

4. Kepada peneliti selanjutnya

Hendaknya penelitian yang dipaparkan oleh penulis dapat dikritisi demi untuk peningkatan ilmu pengetahuan terutama kaitannya dengan penerapan metode halaqah.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN METODE HALAQAH DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN KITAB FATHUL QORIB DI PONDOK PESANTREN DARUSSALAM GEDANGAN CAMPURDARAT TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 18

PENERAPAN METODE HALAQAH DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN KITAB FATHUL QORIB DI PONDOK PESANTREN DARUSSALAM GEDANGAN CAMPURDARAT TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 3

PENERAPAN METODE HALAQAH DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN KITAB FATHUL QORIB DI PONDOK PESANTREN DARUSSALAM GEDANGAN CAMPURDARAT TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 5

PELAKSANAAN METODE SOROGAN DALAM PEMBELAJARAN KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN DARUSSALAM KELURAHAN KEPATIHAN KECAMATAN/ KABUPATEN TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 19

METODE PEMBELAJARAN KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN PANGGUNG TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 2

METODE PEMBELAJARAN KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN PANGGUNG TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 4

METODE PEMBELAJARAN KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN PANGGUNG TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 6

METODE PEMBELAJARAN KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN PANGGUNG TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 3

METODE PEMBELAJARAN KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN PANGGUNG TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

2 7 28

METODE PEMBELAJARAN KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN PANGGUNG TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 3