MODEL KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DI MADRASAH IBTYDAI’IYAH DARUL ULUM MOJOSARIREJO GRESIK.

(1)

MODEL KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DI MADRASAH IBTYDAI’IYAH DARUL ULUM MOJOSARIREJO GRESIK

SKRIPSI Oleh:

Rizky Nanda Imanniar Sjuhada (D03212030)

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

RIZKY NANDA IMANNIAR SJUHADA. “Model Kepemimpinan Perempuan di

Madarasah Ibtydai’yah Mojosarirejo Gresik”. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prodi

Manajemen Pendidikan Islam. Dosen Pembimbing : Dr. Hj. Husniyatus Salamah Zainiyati, M.Ag.

Kata Kunci : Model Kepemimpinan, Kepala Sekolah Perempuan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisis model kepemimpinan kepala sekolah perempuan dan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang,

dan tantangan kepemimpinan kepala sekolah perempuan di Madarasah Ibtydai’iah Darul

Ulum Mojosarirejo Gresik. Penelitaian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan

mengambil latar belakang Madarah Ibtydai’yah Darul Ulum. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi, analisis terhadap data yang telah diperoleh menggunakan metode deskriptif analisis yakni menggunakan data yang telah diperoleh sesuai dengan data dari lapangan. Hasil penelitian ini adalah: Model

kepemimpinana kepala sekolah perempuan di Madarasah Ibtydai’yah Darul Ulum

Mojosarirejo, merupakan seseorang yang mengarah pada Model Kepemimpinan Empat Sistem Hubungan baik antara pemimpin dan anggotannya, biasanya disebut gaya partisipasi manajemen yaitu seperti dengan adanya gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan mendasar pada komunikasi kepada bawahan maupun pemimpin, menerapkan hubungan yang saling mendukung (Supportive Relationship). Disisi lain kepala sekolah Madrasah

Ibtydai’yah Darul Ulum Mojosarirejo Gresik juga mengarah pada Model Demokrasi, didalam model kepemimpinan ini kepala sekolah perempuan MI darul Ulum menyadari bahwa tugasnya ialah mengkoordinasikan pekerjaan dan tugas dari semua anggotanya, dengan menekankan rasa tanggung jawab dan kerja sama yang baik kepada setiap anggota. Seorang pemimpin mengetahui, bahwa organisasi atau lembaga bukanlah masalah individual atau pribadi, akan tetapi keuatan organisasi terletak pada partisipasi aktif setiap bawahan atau anggota dan pemimpin selalau menyadari bahwa ia tidak mampu bekerja seorang diri, oleh karena itu dia perlu mendapatkan bantuan dari semau pihak.


(7)

ii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Konsep ... 9

F. Sistematika Penelitian ... 11

BAB II: KAJIAN TEORI ... 13

A. PEMBAHASAN TENTANG KEPEMIMPINAN ... 13

1. Pengertian Kepemimpinan ... 13


(8)

iii

3. Gaya Kepemimpinan ... 20

4. Tipe Kepemimpinan ... 24

B. MODEL KEPEMIMPINAN PEREMPUAN ... 27

1. Model Kepemimpinan Perempuan ... 27

2. Kepemimpinan Perempuan dalam Islam ... 34

3. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan ... 41

4. Kriteria Keberhasilan Sekolah. ... 43

5. Peran Kepala Sekolah sebagai Pemimpin ... 47

6. Fungsi Kepala Sekolah sebagai Pemimpin... 49

7. Faktor-Faktor Kepemimpinan Pendidikan ... 50

8. Analisis SWOT ... 52

BAB III: METODE PENELITIAN ... 55

A. Jenis Penelitian ... 55

B. Informan Penelitian ... 55

C. Teknik Pengumpulan Data ... 56

D. Teknik Analisis Data ... 59

E. Lokasi Penelitian ... 61

BAB IV: PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 62

A. Gambaran Objek ... 62

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 62


(9)

iv

3. Tujuan Pendidikan MI Darul Ulum Mojosarirejo Gresik ... 64

4. Struktur Organisasi ... 65

B. Penyajian Data ... 68

1. Model Kepemimpinana Perempuan di MI Darul Ulum. ... 68

a. Tugas Kepemimpinan Perempuan di MI Darul Ulum ... 68

b. Peran Kepemimpinan Perempuan di MI Darul Ulum ... 70

c. Peran Kepala Sekolah dalam Mengatasi Masalah Peserta Didik. ... 71

d. Tanggung Jawab Kepala Sekolah MI Darul Ulum ... 72

2. SWOT Kepemimpinan Kepala Sekolah Madrasah Darul Ulum Mojosarirejo Gresik ... 76

C. ANALISA DATA ... 77

1. Analisis Model Kepemimpinan Perempuan dalam Tugas, Peran dan Tanggung Jawab di MI Darul Ulum ... 78

2. Analisis SWOT Kepemimpinan Perempuan di MI Darul Ulum Mojoisarirejo Gresik ... 82

BAB V: PENUTUP ... 86

A. KESIMPULAN ... 86

B. SARAN ... 88

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui bahwa dunia pendidikan secara terus menerus mengalami proses perubahan dan perkembangan. Perubahan ini baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan terjadinya paradigma dalam kehidupan masyarakat. Menurut Trianto, perubahan paradigma dalam pembelajaran menuntut guru untuk bisa menyesuaikan dengan dinamika yang ada. Perubahan-perubahan tersebut harus pula di ikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah.1

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Untuk mendapatkan yang diharapkan, peserta didik bisa mendapatkan melalui lembaga pendidikan yang merupakan tempat untuk mengembangkan portensi peserta didik agar terbentuk sesuai dengan apa yang telah diungkapkan di atas.

Lembaga pendidikan adalah tempat menghasilkan individu yang bertanggung jawab, kreatif, mandiri, cerdas, sesuai dengan

1


(11)

harapan bersama antara orang tua dan pihak sekolah. Hal ini bisa terwujud jika kepala sekolahnya yang bertindak selaku pemimpin dapat mengelola lembaga pendidikan terkait dengan kedisiplinan. Kepala sekolah mempunyai wewenang atas kebijakan-kebijakan sekolah serta merupakan orang yang berpengaruh dalam kesuksesan sebuah lembaga pendidikan.

Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagi aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurunnya perilaku nakal peserta didik.

Para pemimpin pendidikan seperti kepala sekolah harus mempunyai komitmen terhadap perbaikan mutu dalam fungsi utamanya. Oleh karena itu fungsi dari kepeimpinan pendidikan haruslah tertuju pada mutu belajar serta semua staf lain yang mendukungnya. Dalam kerjanya, kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah tidak hanya sebatas memerintah dan menyuruh bawahannnya saja akan tetapi juga bertanggung jawab atas manajemen pendidikan yang secara langsung berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah seperti dikemukakan dalam pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990.

Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaran kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga pendidikan


(12)

lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan

prasarana”.2

Kepemimpinan pendidikan yang dibutuhkan pada era sekarang adalah sosok pemimpin pendidikan yang mampu membawa lembaga pendidikannya menjadi lembaga yang mampu bersaing atau sejajar dengan lembaga pendidikan yang mendapat sebutan lembaga pendidikan berkualitas. Dengan demikian maka dibutuhkan seorang kepala sekolah yang professional. Kepala sekolah yang profesional adalah sosok leadership yang mempunyai ketrampilan dalam tata kelola organisasi dan social entrepreneurship.

Kemudian siapakah yang sekiranya lebih pantas menjadi kepala sekolah, apakah laki-laki ataukah perempuan...? Laki-laki atau perempuan mempunyai peluang yang sama untuk menjadi kepala sekolah. Namun ternyata dalam pandangan tradisional perempuan diidentikkan dengan sosok yang lemah, halus, dan emisional. Sementara laki-laki digambarkan sebagai sosok laki-laki yang gagah, berani dan rasional. Pandangan ini telah memposisikan perempuan sebagai mahluk yang seolah-olah harus dilindungi dan senantiasa bergantung pada kaum laki-laki. Akibatnya, jarang sekali perempuan untuk bisa tampil menjadi pemimpin, karena mereka tersisihkan oleh dominasi laki-laki dengan male Chavinistic-nya. Dengan demikaian maka muncul anggapan bahwa kaum laki-laki lebih pantas memimpin daripada perempuan. Apalagi diperkuat lagi oleh kebanyakan

2

Tim Pustaka Merah Putih, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Guru dan Dosen (Yogyakarta : Pustaka Merah Putih,2007), hal:7


(13)

teori kepemimpinan yang tidak hanya menolak peran wanita dalam sekolah, tetapi juga mengalami bias gender dan terbentuk asumsi-asumsi yang tidak benar tentang peran gender dalam organisasi. Kebanyakan teori hanya memofuskan pada peran laki-laki dalam organisasi.

Fenomena yang terjadi sekarang dalam masyarakat Indonesia, ternyata sebagaian masyarakat beranggapan bahwa laki-laki lebih pantas menjadi pemimpin dalam setiap bidang kehidupan. Adanya anggapan yang pantas menjadi pemimpin adalah laki-laki merupakan isugender serta adanya budaya patriarkhi yang melekat di Indonesia, dimana menyebabkan perempuan sering dianggap sebagai orang yang lemah dan selalu dinomorduakan.

Adanya penyimpangan dalam pandangan keagamaan yang cenderung merendahkan kaum wanita. Wanita di anggap sebagai wanita skunder karena diciptakan dari tulang rusuk Adam yang merupakan manusia primer atau pertama. Pandangan ini sebagai dasar asumsi bahwa manusia merupakan subordinasi dari laki-laki. Ajaran keagamaan yang meremehkan kaum wanita yang berkembang disebabkan bahwa ajaran agama itu dirumuskan dan disebarluaskan dalam struktur masyarakat patriarki.3

Kebanyakan perempuan tidak mengiginkan kedudukan sebgai pemimpin, kareana perempuan lebih menerima kodratnya sebagai ibu atau perempuan yang dipimpin dan dilindungi oleh laki-laki.

3

E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional : Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KB, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2005), Cet ke 6, hal, 24-25.


(14)

Dari beberapa ulasan diatas ternyata yang menyebabkan perempuan termajinalkan sebagai pemimpin adalah karena hanya unsur budaya yang melekat dan berkembang dalam masyarakat. Sungguh naïf sekali jika budaya tersebut berkembang sampai akhir zaman. Dimana perempuan hanaya dinomor duakan oleh laki-laki.4

Jika kita amati pemimpin perempuan zaman sekarang ternyata lebih sedikit kapasitasnya dibandingkan dengan kaum laki-laki yang kian banyak dimana-mana. Seperti dari hasil penelitian tentang kepala-kepala sekolah dasar dan menengah di Inggris oleh jirasinge dan Lyons, yang menyebutkan kepala-kepala sekolah perempuan lebih mendikripsikan dirinya sebagai sosok yang lebih, supel, demokratis, perhatian, artistik, bersikap baik, cermat dan teliti dan berperasaan dan hati-hati.

Dengan demikian pada prinsipnya siapapun juga, laki-laki atau perempuan yang menduduki posisi pemimpin sama-sama merasakan tegangan-tegangan yang terjadi selama memimpin. Untuk menghadapi hal semacam itu pemimpin wanita harus mampu menjadi leadership yang mempunyai ilmu tatakelola organisasi dan social entrepreneurship dalam menyibak perbedaan gender, dengan tidak meninggalkan nilai-nilai keibuan sebagai wanita.

Peneliti menemukan suatu data ternyata masih ada wanita yang menjadi kepala sekolah disalah satu lembaga pendidikan islam. Dan data tersebut yang peniliti lihat ternyata muncul perubahan dalam kepemimpinan sekolah. Perubahan yang terjadi dari sekolah tersebut

6.

Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Strategi dan Aplikasi, (Jakarta: Grasindo 2002), hal. 52.


(15)

setelah bergantinnya pemimpin/ kepala sekolah yang awalnya kepala sekolah tersebut di pimpin oleh seorang laki-laki pada tahun 2011-2014, kini dipimpin oleh seorang perempuan 2011-2014, sehingga saat ini perubahan yang terjadi dapat kita lihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1

Perbandingan antara kepemimpinan laki-laki dan perempuan di Madarasah Ibtidaiyah Darul

Ulum Mojosarirejo Gresik

D a r i t a

bel di atas menunjukkan bahwa ada perubahan terkait, yaitu dapat dilihat dari kepemimpinan laki-laki adanya jumlah siswa 143 siswa sedangkan pada saat kepemimpinan perempuan miliki siswa 152

Kepala sekolah Laki-laki (2011-2014) Kepala Sekolah Perempuan (2014-2016)

Jumlah siswa 143 Siswa 152 Siswa

Prestasi siswa

Tidak ada Banyak mendapatkan prestasi dari

hasil lomba.

Kegiatan ekxtra

Kegiatan Extra yang kurang efektif.

Kegiatan Ekstra yang efektif kembali.

Sarana Prasarana

Ruang Kelas terdiri dari 5 kelas

Ruang kelas bertambah dan adanya penigkatan menjadi 7 Kelas.

Kualifikasi Guru

Masih ada beberapa guru pendidikan terakhirnnya SMA.

Dan sekarang pendidikan terakhirnnya guru lulusan sarjana S1


(16)

siswa, kemudian pada prestasi siswa dalam kepemipinan laki-laki dapat dilihat tidak ada prestasi yang diraih sedangkan pada kepemimpinan perempuan mendapatkan banyak prestasi yang diraih, dalam kegiatan ekstrakulikuler dalam kepempinan laki-laki masih kurang efektif sedangkan dalam kepempinan perempuan kegiatan extrakulikuler menjadi efektif kembali hingga saat ini, di sarana prasarana dapat kita di lihat dalam tabel pada saat kepemimpinan laki-laki sarana prasarana masih kurang memadai sedangkan dalam kepemimpinan perempuan bertambahnya sarana prasarana yaitu ruang kelas, yang terakhir pada kulalifikasi guru dalam kepemipinan laki-laki masih ada berberapa guru yang masih pendidikan terakhirnya SMA sedangkan dalam kepemipinan perempuan pada guru pendidikan terakhirnya adalah sarjana/S1.

Dari penjelasan diatas peniliti mencoba ingin mengetahui model kepemimpinan yang seperti apa yang di terapkan di Madrasah Ibtyda’iyah Darul Ulum Mojosarirejo Gresik.

Oleh karena itu dari latar belakang diatas, penulis akan mengadakan penelitian secara langsung dengan lembaga pendidikan yang dipimpin oleh kepala sekolah seorang perempuan. Adapun judul penulisan skripsi tersebut adalah “ MODEL KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DI MADRASAH IBTYDA’IYAH DARUL ULUM MOJOSARIREJO GRESIK ”.


(17)

Sesuai dengan latar belakang di atas, maka ada beberapa rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimanakah model kepemimpinan perempuan di Madrasah Ibtyda’iyah Darul Ulum Mojosarirejo Driyorejo Gresik?

2. Bagaimanakah kekuatan, kelemahan, tantangan dan peluang kepemimpian perempuan di Madrasah Ibtyda’iyah Darul Ulum Mojosarirejo Driyorejo gresik?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendiskripsikan model kepemimpinan perempuan di Madrasah Ibtyda’iyah Darul Ulum Mojosarirejo Driyorejo Gresik

2. Mengetahui kekuatan, kelemahan, tantangan dan peluang kepemimpinan perempuan di Madrasah Ibtyda’iyah Darul Ulum Mojosarirejo Driyorejo Gresik

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat, antara lain:

Penelitian tentang Model Kepemimpinan Perempuan di Dalam Lembaga Pendidikan Islam di tinjauan aspek menejemen dan kepemimpinan, namun tetap mempunyai daya tarik sendiri. Sebab dari berbagai penelitian tentang kepempinan kepala madrasah berbeda setting-nya terutama kepemimpinan perempuan. Oleh karean itu, penelitian ini diharapkan memunculkan hal baru yang dapat


(18)

mengembangkan implementasi di bidang kepemimpinan perempuan terutama di lembaga pendidikan islam.

Hasil penelitian juga akan bermanfaat bagi MI Daru Ulum Mojosarirejo Driyorejo Gresik dalam rangka untuk menambah inovasi dan kualitas pendidikannya. Pemanfaatan hasil peneliti ini diharapka dapat memberdayakan madarasah umumnya dan madrasah swasta khususnya.

E. Definisi Konsep

Definisi konsep yaitu seperangkat Konstruk ( konsep ), definisi dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fonemena secara sistematik melalui spesifikasi hubungan antara variabel sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.5 Definisi dari penelitian ini bertujuan untuk menganalisa Model Kepemimpinan Perempuan Di Madarasah Ibtyda’iyah Mojoserirejo Driyorejo Gresik” .

Arti dasar dari kata model adalah pola ( contoh, acuan dan ragam) dari suatau yang akan di buat atau di hasilkan ( departemen P & K, 1984 :75). Menurut Ackoff, et all ( 1962 ) mengatakan bahwa model dapat dipandang dari tiga jenis kata benda, kata sifat dan kata kerja. Sebagai kata benda, model berarti represebtasi atau gambaran, sebagai kata sifat model adalah ideal, contoh, teladan dan sebagai kata kerja model adalah meperagakan ataua mempertunjukkan.

Sedangkan kepemimpinan adalah kemampuan orang untuk mempenagruhi orang-orang atau kelompok dengan maksud untuk

5


(19)

mencapai suatau tujuan. 6

Jadi penegertian kepemimpinan di atas menggambarkan setiap upaya seseorang atau perilaku kelompok yang bertindak dalam suatau manajemen dalam uapaya mencapai suatu tujuan. Kepemimpinan bisa berupa sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang-orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja antar peran, kedudukan dari suatu jabatan administratif dan presepsi dari lain-lain tentang legitiminasi pengaruh.

Biasanya kepempipinan dilakukan oleh kaum laki-laki, akan tetapi di era 2016 ini terbukti dengan adanya menteri kelautan Susi Susanti, yang artinya bahwa kaum perempuan juga memiliki potensi yang sama seperti laki-laki dalam hal kepemimpinan. Ada beberapa kelebihan serta kekurangan perempuan dalam hal kepemimpinan suatu organisasi atau lembaga.

F. Sistemaika Penulisann

Untuk memudahkan pembahasan masalah-masalah dalam penelitian dan dapat dipahami permasalahannya secara sistematis dan lebih terarah, maka pembahasan bab-bab mengandung sub-sub bab sehingga tergambar keterkaitan yang sistematis. Untuk selanjutnya sistematika pembahasan disusun sebagai berikut.

Bab 1 : Pendahuluan

6Dawam, Ainurrafiq & Ta’arifin, Ahmad

, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, ( Jakarta : Listafariska Putra 2004) , hal, 66-67.


(20)

Merupakan gambaran yang memuat pola dasar penelitian, yang meliputi : Latar belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan.

Bab II : Kajian Teori

Dalam bab ini mencakup tentang teori-teori dalam menentukan data, memaparkan tinjauan pustaka yang digunakan sebagai pijakan peneliti dalam memahami fenomena yang terjadi di lapangan. Adapun landasan teori ini berisi :

Bab III : Metode Penelitian.

Merupakan bab yang memuat metodo penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, informan penelitian, sumber data, tahap penelitian, teknik penelitian data, dan teknik analisis data.

Bab IV : Penyajian Data dan Analisis Data

Dalam bab ini menjelaskan hasil penelitian berupa penyajian data dan analisis data tentang gambaran umum kepemimpinana di MI Darul Ulum, pelaksanaan penelitian ini ingin megetahui model kepemimpinan perempauan yang seperti apakah yang ada di MI Darun ulum, dan yang terakhir hasil dari penilitian ini dapat mengevaluasi kelebihan dan kukarangan dalam kepemimpinan sehingga, kepala sekolah mendapatlkan hasil kemajuan yang lebih baik untuk sekolah MI Darul Ulum yang di pimpinnya.

Bab V : Penutup


(21)

BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

Ada beberapa pengertian meurut para tokoh yaitu :

Allan Tucker mengemukakan kepemimpinan ialah kemampuan untuk mempegaruhi atau mendorong seseorang atau sekelompok orang agar bekerja secara sukarela untuk mencapai tujuan tertentu atau sasaran dalam situasi tertentu.1

Ngalim Purwanto mendefinisikan Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadannya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.2

Dari pengertian diatas jelas, bahwa inti dari kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar dapat bekerja sesuai dengan perintah pemimpin tanpa terpaksa.

Sering kali kita melihat di lingkungan sekitar, proses kepemimpinan terjadi, contohnya seperti ketika di sekolah. Disana terdapat beberapa unsur atau elemen yaitu kepala sekolah, guru dan pegawai. Terjadinya proses kepemimpinan ketika kepala sekolah

1

Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan : Konsep Strategi dan Aplikasi,( Jakarta : Grasindo 2002),hal, 50.

2


(22)

memberikan perintah atau mengeluarkan kebijakan agar dijalankan oleh seluruh masyarakat sekolah. Kepemimpinan dapat berlangsung dimana saja, karena kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu dalam rangka mencapai maksud tertentu.3

Kepemimpinan adalah kemampuan seorang untuk

mempengaruhi orang-orang atau kelompok dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan.4 Jadi pengertian kepemimpinan diatas mengambarkan setiap upaya seseorang atau perilaku kelompok yang bertindak dalam suatu menajemen dalam upaya untuk mencapai suatu tujuan.

Kepemimpipinan bisa berupa sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antar peran, kedudukan darisuatu jabatan adminitrasitif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitiminasi pengaruh.5 Kepemimpinan bisa juga suatu aktivitas dalam mempengaruhi dan membimbing suatu kelompok dengan segala relevansinya sehingga tercapailah tujuan kelompok itu, tujuan tersebut merupakan tujuan yang telah disepakati bersama.

3

Syafaruddin, Maanajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan : Konsep Startegi dan Aplikasi, (Jakarta: Grasindo 2002), hal, 51.

4

Dawam, Ainurrafiq & Ta’arifin , Ahmad, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, (Jakarta : Listafariska Putra 2004), hal: 66-67.

5

Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjau Teoritik dan Permasalahannya, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada 2003), hal, 17.


(23)

2. Teori Kepemimpinan

Teori Kepemimpinan adalah penggenaralisasian satu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemipinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-musabab timbulnya kepemimpinan, persyaratan menjadi pemimpin, sifat-sifat umum pada pemimpin, tugas pokok dan fungsinya, serta etika profesi kepemimpinan.6

Banyak studi ilmiah dilakukan orang mengenai kepemimpinan, dan hasilnya berupa teori-teori tentang kepemimpinan. Menurut Sri Wiludjeng Sp, dalam bukunya yang berjudul Pengantar Manajemen 7 menyebutkan beberapa teori tentang kepemimpinan, diantarannya adalah :

a. Teori Sifat

Banyak studi ilmiah dilakukan orang mengenai kepemimpinan, dan hasilnya berupa teori-teori tentang kepemimpinan. setiap teoritukus mempunyai segi penekanan sendiri, dipandang dari satu aspek tertentu. Menurut Keith Davis merumuskan dalam teori ini menyatakan bahwa seseorang yang bisa berhasil menjadi seorang pemimpin apabila memiliki sifat.

Ada 4 sifat umum yang mempengaruhi kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi yaitu, intelegensia, kematangan sosial, motivasi diri, hubungan pribadi.

1) Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan

6

Kartono Kartini , Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal ,( Jakarta : Rajawali Pers 2014), hal, 31-32.

7


(24)

menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional.

2) Kematangan sosial adalah kemampuan untuk berfungsi secara tanggung jawab yang tepat dan pemahaman tentang aturan-aturan sosial dan norma-norma di dalam budaya tertentu dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan secara tepat. 3) Motivasi Diri adalah sebuah kemampuan kita untuk memotivasi

diri kita tanpa memerlukan bantuan orang lain. Kita memiliki kemampuan untuk mendapatkan alasan atau dorongan untuk bertindak. Proses mendapatkan dorongan bertindak ini pada dasarnya sebuah proses penyadaran akan keinginan diri sendiri yang biasanya terkubur.

4) Hubungan pribadi adalah dimana kita berusaha meningkatkan hubungan insani, menghindari dan mengatasi konflik – konflik pribadi yang terjadi, mengurangi ketidak pastian sesuatu yang berkenaan dengan hubungan pribadi tersebut, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.8

b. Teori Perilaku

Kepemimpinan jenis ini akan muncul berdasarkan kualitas-kualitas pribadi atau pola-pola kelakuan para pemimpinnya. Teori ini menyatakan, bawha seorang pemimpin harus mampu bersikap fleksibel, luwes, bijakasana, dan mampu mempuyai daya tarik yang

8


(25)

tinggi karena harus mampu mengambil langkah-langkah yang tempat untuk suatu masalah.

Dalam teori ini ada beberapa teori yang berdasarkan pendekatan perilaku9, diantarannya adalah:

a) “Gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui dua titik ekstrim yaitu fokus pada atasan (pemimpin) dan focus pada bawahan”. Warrant H Schmidt dan Tanembaun.

b) “Peduli dan mendukung bawahan. Para pemimpin dengan gaya ini cenderung memiliki hubungan dengan bawahan yang mencerminkan perasaan saling percaya, dan mereka menghormati ide dan perasaan bawahannya.” Ohio state University.

c) “Orientasi Tugas dan orientasi hubungan kepada seseorang. Gaya kepemimpinan yang Dimaksud disini adalah perilaku menajer yang menetapkan standar kerja yang tinggi, menentukan metode kerja yang harus dilakukakkan dengan mengawasi pegawai dengan katat, dan selain itu seorang pemimpin harus memiliki sikap bersahabat pada bawahan, mengakui prestasi bawahan, dan memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan pegawai”. The University Of Michigan.

c. Teori Situasi/Keadaan

Teori ini menjelaskan, pemimpin untuk menyusaikan diri terhadap tuntunan situasi, lingkungan sekitar dan zamannya. Faktor lingkungan itu harus dijadikan tatangan untuk diatasi. Maka

9


(26)

pemimpin harus maapu menyelesaikan masalah-masalah aktual, sebab permasalahan-permasaalah hidup dan saat-saat krisis ( perang, revolusi dan lain-lain ) yang penuh pergolakan dan ancaman bahaya. Maka pemimpin harus bersifat multi-dimensional serba bisa dan serba terampil, agar ia mampu melibatkan diri dan menyesuaiakan diri terhadap masyarakat dan pendidikan yang cepat berkembang. Dengan adanya teori ini, maka pemimpin juga harus memiliki sifat diantaranya ialah :

a) “Kepemimpinan yang dapat memahami dan menyesuaikan bawahannya, model kepemimpinan ini dimana efektifitas kepemimpinan tergantung dari kesiapan bahawan. Kemauan dalam mencapai prestasi, untuk menerima tanggung jawab, kemampuan mengerjakan tugas, dan pengalaman bawahan, dari variable tersebut akan mempengaruhi efektifitas kepemimpinan. Menurut model ini manajer atau pimpinan harus secara konstan mengevaluasi kondisi pegawai. Kemudian setelah kondisi pegawi diketahui manajer menyesuaikan gaya kepemimpinan agar sesuai dengan kondisi tersebut. Dengan demikian gaya kepemimpinan ini akan efektif karena sesuai dengan situasi pegawai”. Hersey.10

b) Teori ini mendasarkan pendapat bahwa seseorang tidak hanya karakteristik individu mereka tetapi juga karena beberapa variable situasi dan interaksi antara pemimpin dengan bawahan. Fiedler menjelaskan tiga dimensi yang menjelaskan tentang kepemimpinan yang efektif. Ketiga dimensi tersebut adalah :

10


(27)

1. Power position (Kekuasaan Pisition)

Dimensi ini menjelaskan kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin, seperti keahlian ataukepribadian, yang mampu memuat bawahan mengikuti kemauan pemimpin. Pemimpin yang mempunyai kekuasaan dari posisinya yang jelas dan besar dapat memperoleh kepatuhan bawahan yang lebih besar.

2. Task Sructure (Struktur Pekerjaan)

Dimensi ini menjelaskan sejauh mana pekerjaan dapat disrinci atau dijelaskan dan membuat bawahan bertanggungjawabkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Jika struktur pekerjaan jelas maka pekerjaan dapat dilakukakan dengan mudah, bawahan dapat diserahi tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan tersebut lebih baik.

3. Leader Member Relation (Hubungan antara Pemimpin dan Bawahan)

Hal ini berhubungan dengan antara bawahan – pimpinan, misalnya tingkat loyalitas, kepercayaan, dan rasa hormat pegawai terhadap pemimpinnya. Hubungan ini dapat diklafikasikan “baik” atau “buruk”.

4. Yetton dan Vroom Jago

Teori dari Vroom mengkritik teori path goal karena gagal memperhitungankan situasi dimana keterlibatan bawahan diperlukan. Model ini memperkenalkan lima gaya


(28)

kepemimpinan yang mencerminkan garis kontinum dari pendekatan otoriter sampai kependekatan partisipasif. Sehingga model Vroom memperoleh dukungan empiris yang lebih baik dibandingkan dengan model kepemimpinan situsional lain.

3. Gaya Kepemimpiana

Gaya Kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan digunakan pemimpin dalam arti mempengaruhi, pikiran, perasaan, sikap dan mengerakkan yang dipimpin untuk bekerja secara efektif, guna mencapai tujuan organisasi.11

1) Gaya Kepemimpinan Kontinum,

Gaya ini termasuk klasik orang yang pertama mengenalkan adalah Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Dalam model kontinum ada tujuh model gaya pembuatan keputusan yang dilakukakn pemimpin yaitu :

a. Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada bawahan.

b. Pemimpin mejual keputusan.

c. Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide yang menudang pertanyaan.

d. Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemudian yang dapat berubah.

11


(29)

e. Pemimpin memberikan persoalan, mememinta saran-saran dan membuat keputusan.

f. Pemimpin merumuskan batasan-batasannya dan meminta kelompok bawahannya untuk memuat keputusan, dan

g. Pemimpin mengijinkan bawahannya melakukan fungsi-fungsinnya dalam batas-batasan yang telah dirumuskan oleh pemimpin.12

2) Gaya Kepemimpinan Manajerial Grid,

Mengidentifikasi gaya kemimpinan dalam manajemen dengan usaha yang telah dilakukan oleh Robert R. Blake dan Jane S. Mouton berbungan dengan dua hal yaitu: produksi suatu pihak dan orang-orang dipihak lain.

Pada gaya kepemimpinan manajerial grid ini ditekankan bagaimana menejer memikirkan mengnai produksi dan hubungan kerja pada manusiannya, buka ditekankan pada produksi harus di hasilkan, dan beberapa banayak ia harus berhubungan dengan bawahannya. Melainkan jika melakukan produksi makadipahami suatu sikap bagi seorang pemimpin untuk mengathui berapa luas dan aneka suatu produksi itu.

3) Gaya Kepemimpinan Tiga Dimensi

Dari Reddin, gaya kepemimpinan ini selalu dipulangkan kepada dua hal mendasar, yakni hubungan pimpinan dengan

12


(30)

tugas dan hubungan kerja. Gaya kepemimpinan ini mempunyai pengaruh terhadap lingkungannya, gaya ini pada hakekatnyasma dengan gaya hasil penemuan Universitas Uhio dan kemudian juga digunakan oleh Blake dan Mouten dalam merancang manajerial gridnya. Dari gaya yang digambarkan oleh reddin dikotak tengan seterusnnya bisa ditarik keatas ke bawah menjadi gaya kepemimpinan yang efektif dan tidak efektif.

4) Gaya Kepemimpinan Empat Sistem

Likert, gaya kepemimpinan yang satu ini hasil dari serangkaian penelitian yang dilakukan selama bertahun-tahun ia lakukan dalam mengembangkan suau ide dan pendekatan yang penting untuk memahami perilaku pemimpin. Likert mengembangkan empat system menejemen, menurutnnya pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya partisipatif manajemen yaitu gaya kepemimipinan yang berorentasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi, bawahan maupun pemimpin menerapkan hubungan atau tata cara hubungan yang mendukung (supportive relationship).

5) Gaya Kepemimpinan Transaksional

Ialah kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang di emban pada bawahan. Pemimpin adalah seorang yang mendesain pekerjaan beserta mekanismennya, dan staf adalah seorang yang melaksanakan tugas suseai kemampuan dan


(31)

keahliannya. Pola hubungan yang dikemangkan kepemimpinan trasaksional adalah berdasarkab suatu system timbal balik / transaksi.13

6) Gaya Kepemimpinan Transformational

Yakni agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator, yaitu member peran mengubah sistem kearah yang lebih baik. Kepemimpinan Transformational ini lahir pada tahun 1980an.

Bass dan Apolio mendefinisikan kepemimpinan Transformational sebagai sebuah proses dimana pemimpin mengambil tindakan-tindakan untuk meningkatkan kesadaran rekan kerja mereka sebagai apa yang benar dan apa yang penting, untuk meningkatkan kematangan mitivasi rekan kerja mereka serta mendorong mereka untuk melampaui minat pribadi mereka demi mencapai kemaslatan kelompok, organisasi, atau masyarakat.

7) Gaya Kepemimpinan Visioner

Ialah kepemimpinan yang memiliki Visi (visionary leadership) yaitu ke pemimpinan yang kerja pokokknya difokuskan pada rekayasa masa depan yang penuh tantangan . jenis kepemimpinan visionary ini terlihat dengan ciri, yakni

13


(32)

dalam membuat perencanaan ang jelas sehingga dari rumusan visinya tersebut akan tergambar sasaran apa yang hendak di capai dan pengembangannya lembaga yang tergambar sasaran apa yang hendak di capai dari lembaga yang dipimpinannya.

2. Tipe Kepemimpinan

Kepemimpinan yang di dalamnya diimplementasikan satu atau lebih, perilaku atau gaya kepemimpina sebagai pendukungnya disebut sebagai tipe kepemimpinan, diantaranya ialah :14

1) Tipe Kepemimpinan otokratis

Yaitu proses kepemimpinan yang dikendalikan oleh seorang pimpinan yang menentukan sendiri kebijakan dan menugaskan seorang staf tanpa bekonsultasi dengan mereka pemimpin juga mengarahkan secara rinci dan harus dilaksanakan tanpa pertanyaan. Pimpinan dengan tipe okokratis dapat memberikan kepastian pada bahwa tanpa terbebani dengan urusan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.

2) Tipe Kepemimpinan Permisif laissez faire

Pada tipe ini, pemimpin menerapakan pandangan bahwa tidak ada aturan untuk semua orang, ini di dasari atas alasan bahwa setiap orang terlahir bertanggung jawab dan memiliki kemampuan untuk

14

M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan,( Bandung : PT Remaja Rosdakarya),hal, 48-50.


(33)

melaksanakan kewajibannya. Dalam tipe ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan kepemimpinannya, namun memberikan bawahannya berbuat sekehendaknnya.

3) Tipe Partisipasif

Menurut Likert pemimpin yang bergaya kelompok yang partisipasif (partisipasive group) pimpinan mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahan dan dalam setiap persoalan selalu mengandalkan bawahan untuk mendapat ide-ide dan pendapat-pendapat lainnya dari bawahan, dan mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat-pendapat bawahan secara kontruktif, memberikan penghargaan yang bersifat ekonomis dengan berdasarkan pertisipasif kelompok dan keterlibatannya dalam semua urusan.

4) Tipe Situasional

Yaitu gaya kepemimpinan yang tergantungan pada situasi dan keadaan. Situasi adalah gelanggang yang di perlukan bagi pemimpin untuk beroperasi. Bagi sebagian kepala sekolah, situasi bisa menetukan keberhasilan atau kegagalan, tetapi adalah keliru untuk menyalahkan situasi. Dalam menerapkan teori kepemimpinan situasioanl, seorang pemimpin harus didasarkan pada analisis terhadap situasi yang dihadapi pada suatu saat tertentu dan mengidentifikasikan kondisi anggota atau anak buah yang dipimpinnya. Kondisi bawahan merupakan faktor yang penting pada kepemimpinan situasional karena bawahan selain sebagai individu


(34)

merupakan kelompok yang kenyataannya dapat menentukan kekuatan pribadi yang dipunyai pemimpin.

5) Tipe Demokratis

Kepemimpinan demokratis beroriemtasi pada manusia, dan memberikan bimbingan yang efesien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal atau pada diri sendiri dan kerja sama yang baik. Kekautan kepemimpinan demokratis terleatak pada “ Person atau individu pemimpin “, akan tetapi kekeuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.

Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu mau mendengarkan nasihat dan sugesti bawahan, juga bersedia mengaju keahlian para spesialis dengan bidangnnya masing-masing mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota se efektif mungkin pada saat – saat dan kondisi yang tepat. Kepemimpinan domkratis juga sering disebut sebagai kepemimpianan group developer.15

B. Model Kepemimpinan Perempuan 1. Model Kepemimpinan Perempuan

15

Kartono Kartini , Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal ?, (Jakarta : Rajawali Pers 2014), hal, 86.


(35)

Pada dasarnya laki-laki maupun perempuan sama makhluk Allah SWT yang mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai khalifah Allah SWT. Dimuka bumi ini sesuai dengan kodrat masing-masing. Walaupun demikian antara laki-laki dan perempuan boleh berbeda kodratnya, namun dalam suatu pengabdian perempuan dan laki-laki bisa sama-sama berfikiran dan berperan sebagai seorang pendidik dan menjadi kepala sekolah.

Wanita atau perempuan sebagai makhluk yang dibekali emampuan untuk berfikir dan berkarya, untuk memnuhi tanggung jawabnya sebagai mahluk Allah SWT. Ia mempunyai kecenderungan dan mempunyai kemampuan kerja keras sebagi mana dikatakan kartini kartono bahwa wanita pada hakikatnya mampu bekerja yang sama baiknya dengan laki-laki wanita cenderung untuk mengeluarkan energi kerja yang berlebih-lebihan; atau bekerja yang lebih berat (Overworked) karena di dorong oleh kesadaran yang sasngat mendalam akan pentingnya tugas dan kewajibannya.

Dalam sejarah islam bayak disebutkan wanita-wanita yang sukses karna mendapat kesempatan menjadi seorang pemimpin ,didalam aalaquran di ceritakan seorang raja wanita ratu saba yang baik memimpin negerinya.16 dalam buku-buku sejarah ada bayak di kenal beberapa wanita yang perna menjadi seorang pemimpin sebagai posisi sebagai raja wanita\sultana, mereka disebut-sebut di dalam khotbah jum’at begitu juga gelar mereka tetera dalam uang logam seperti antara lain Razia Sultan dari new Delhi (634 H), Chajarat an

16


(36)

Durs dari Kairo, Tadj Al Alam Din Shah dari Indonesia (Sumatra, 1641-1675), Sultana Tindi dari Baghdad.

Dari pengalaman sejarah telah terbukti bahwa wanita dapat posisi yang sangat tinggi derajatnya ditengah masyarakat, semuanya diberikan tidak begitu saj tentu adannya kemampuan dan kelayakan yang memang dimiliki oleh seorang wanita.

Dari sebuah penlitia oleh Lois P. F Rangket, Dh.D., banyak wanita sukses menjadi seorang pemimpin antara lain seperti Hillary Clinton mantan instri presiden Amerika dan Senator dari dari New York, Aan Mulcahey presiden Xerox, Magaret Thatcher mantan perdana menteri inggris kemampuannya membuat orang mengikutinnya. Dari penetian yang dilakukkan oleh Lois, ia membuat sebuah matriks perilaku. Dari wanita-wanita yang sukses memimpin ini ia temui bebrapa persamaan, yakni : 17

1) Visi yang jelas mengenai apa yang mereka jalani 2) Kemampuan menyeimbangkan strategi dengan taktis 3) Kesediaan mengambil resiko

4) Kemampuan mempengaruhi orang lain

5) Kemampuan mengispirasi dan memotivasi orang lain

6) Kemampuan membangun kelompok guna membantu mereka mencapai Visi mereka, dan

7) Kecerdasan emosi yang tinggi.

Dari sederetan perilaku perempuan yang sukses dalam kepemimpinan yang telah diteliti oleh Lois ini membuatnya yakin bahwa kita hidup

17

Frankel, Lois P, See Jane Lead-99 Kiat Sukses Pemimpin bagi Perempuan, ( Jakarta : Gramedia Pustaka), hal, 16.


(37)

di saat dan di zaman dimana kepemimpinan dan pengaruh perempuan bukan hanya diperlukan tetapi juga dibutuhkan karean perempuan mempunyai kemampuan, kekauatan, keberanian dan hati untuk memimpin masyarakat.

Kemampuan perempuan dalam menjalankan pekerjaan public sudah banyak terbukti dimana banyak perempuan yang sukses dan memberikan pengaruh positif terhadap lingkunagna dimana ia mendapat kesempatan dan dipercaya memegang peran sebagai penentu kebijakan.

Kemampuan perempuan menjalankan peran kepemimpinan di tengah - tengah masyarakat sesuai dengan peran yang diberikan bukan tidak beralasana sebagai mana dikatakan oelhe pengacara Linda Karenfeld dan Roben Cahen pengacara Disksteim Shapiro bahwa pemimpin perempuan memerikan sumbangan yang besar dari kepemimpinannya dengan alasan : 18

1) Eksekutif perempuan mempunyai kecenderungan lebih besar untuk berkonsultasi dengan orang lain baik sebagai pakar, karyawan, dan se pemilik bisnis saat mengembangkan stategi. 2) Eksekutif perempuan mempunyai kencendurungan alami yang

lebih besar untuk melakukan pekerjaan sekaligus dengan nyaman.

18


(38)

3) Eksekitif perempuan mempunyai kecenderungan bersaing yang lebih kecil dan sering kali mencari pendekatan yang lebih bersifat kerjasama.

4) Eksekutif perempuan cenderung berfokus pada gambaran besar ketika membuat keputusan bisnis yang penting atau mengembangkan strategi.

5) Eksekutif perempuan menekankan pembangunan hubungan dan juga pengumpulan fakta.

6) Eksekutif perempuan lebih suka ide-ide orang lain sebelum membuat keputusan akhir.

Melihat kemampuan yang ada dimiliki perempuan sudah selayaknya ada perempuan mendapatkan kepercayaan dan di berikan kesempatansebagai seorang pemimpin memegang tampak khususnya sebagai kepala sekolah dengan harapan agar persoalan-persoalan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia bisa teratasi dengan gaya kepemimpian perempuan, kesuksesan perempuan memimpin karena gayanya yang non tradisional yang mana kepemimpinan perempuan muncul dari keinginan mengerjakan apa yang mereka yang inginkan untuk mempunyai kendali atas dirinya sendiri, tidak memandang jabatan kepemimpinan sebagai perintah dan kendali tetapi muncul dari mendapatkan kepatuhan dan kesetiaan dengan memahami serta memenuhi kebutuhan orang lain dan dikatakan juda bahwa model kepemimpinan perempuan berdasarkan pada nilai.

Nilai membentuk hakikat mengenai cara cara perempuan menerapkan perilaku kepemimpinan harian, mulai mengemangkan


(39)

visi, menciptakan tim berkinerja tinggi dan mengambil resiko. Untuk menetapkan arah organisasi perempuan selalu melihat kembali nila-nilai. Sebagaimana dikatakan Lois sesungguhnya seorang pemimpin wanita yang sukses mempunyai kemampuan :19

1) Menciptakan visis, memberikan orang di belakangnya, dan mengembangkan rencana untuk dilakukannya.

2) Mengkomunikasikannya dengan cara yang menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.

3) Memotivasi pengikut untuk mendukung usaha yang dibutuhkan guna mencapai tujuan organisasi.

4) Membangun tim yang memahami dan menghargai saling ketegantungan dan sinergis.

5) Memperlihatkan kecerdasan emosi.

6) Mengambil resiko yang akan menguntungka oragnisasi.

7) Mengembangkan jaringanyang kuan dan akan mendukung pencapaian tujuan serta keberhasilan professional.

Menurut Lois ketujuh perilaku diatas indentik dengan perilaku yang secara rutin di perlihatkan oleh perempuan dalam posisi mereka dalam masyarakat sebagai pengasuh, akomodator, dan penjaga sehingga dari indikator di atas tersebut bahwa kepemimpinan adalah seni perempuan atau disebut juga dengan keterampilan yang lunak karena dalam kepemimpinannya tidak berhubungan dengan perintah dan kendali.

19

Frankel, Lois P, See Jane Lead-99 Kiat Sukses Pemimpin bagi Perempuan, (Jakarta : Garmedia Pustaka), hal: 16


(40)

Kemampuan kelebihan ini pulalah ia dalam melaksanakan suatu pekerjaan tertentu seperti pekerjaan diamanahkan kepadanya sebagai kepala sekolah akan membawa hasil yang memuaskan. Pekerjan sebagai guru juga sekaligus sebagai kepala sekolah sangat erat berhubungan langsung kepada anak-anak didik, kejiwaan seorang perempuan yang memiliki sifat kelambutan, rasa rendah hati suka dan sangat perhatian terhadap anak-anak membuat pendekatannya kepada anak-anak memberi pengaruh besar terhadap tugas yang diembannnya baik sebagai guru maupun sebagai kepala sekolah yang menuntun perhatian kepada kemajuan anak-anak didiknya.20

Kedekatan perempuan kepada anak didik sehingga memudahkannya memberikan transfortasi ilmu pengetahuan, pendidik dan pengajaran didukung pula oleh sifat-sifat yang memiliki oleh seorang perempuan seperti : Perempuan lebih bersikap memelihara, melindungi, lebih menetap, dan mengawetkan (Konservasi) psikologi wanita mengenl remaja dan wanita dewasa.

Naluri keibuan yang condorong ingin mengasuh, mendidik dengan kasih sayang kepada anak didiknya sehingg membut seorang kepala madrasah merasakan suatu pekerjaan yang dapat memberikn kepuasan dan sangat cocok, sehingga apa yang dilakukan dalam memajukan pendidikan anak-anak lewat lembaga yang dipimpinnya memang datang dari hati yang tulus sehingga menjadi motivasi yang besar dalam menunikan tugas-tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala sekolah. Kalau melihat dari kecondongan wanita mengasuh

20


(41)

dan memperhatikan siswa siswi diusia masa pendidikan sekolah ini, perempuan punya kelebihan dalam menjalankan tugas-tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala sekolah.

Ada beberapa hal kelebihan kepemimpinan perempuan dari laki-laki dalam kompetensi pendidikan yang di katakan oleh Smak dari sebuah penelitian oleh Shahes Thagt Han Scuch (1993) yaitu :21

1) Wanita lebih cenderung mencurahkan waktunnya untuk kepentingan siswa.

2) Wanita lebih komunikatif.

3) Wanita lebih memperhtika perbedaan individual dan lebih tinggi motivasinnya.

4) Administrasi lebih cenderung metode dan teknik mengkar lebih bagus dari laki-laki.

5) Administrator wanita lebih cenderung menunjukkn sifat lebih demokrat dan gaya pasifatoreis.

6) Administrator wanita itu lebih cenderung mempertimbangkan masukan-masukan dari anggotannya dari laki-laki.

7) Wanita lebih mampu berpartisipasif dan dikatakan bahwa kepemimpinan wanita di lembaga pendidikan dari tingkat SD/MI sampai ke SLTA lebih efektif dari laki-laki.

2. Kepemimpinan Perempuan dalam Islam

Selama ini seolah-olah ada dilema kepemimpinan perempuan dalam Islam. Di satu sisi adanya anggapan bahwa aktivitas

21


(42)

perempuan paling baik adalah di rumah, mengurus suami dan anak, memasak dan aktivitas lain yang sifatnya domestik. Di sisi lain perempuan masa kini dituntut untuk aktif berkiprah di luar rumah. Apakah itu untuk bekerja, belajar, ataupun melakukan kegiatan-kegiatan sosial. Oleh karena perempuan hanya tinggal dalam rumah saja, maka ia akan dianggap ketinggalan informasi, kurang wawasan dan dan kurang pergaulan. Dalam bidang kepemimpinan, terjadi kontroversi mengenai boleh tidaknya seorang wanita menjadi kepala negara/ presiden.

Dalam bidang kepemimpinan, Islam bertolak dari status manusia sebagai khalifah di muka bumi. Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mempertegas kekhalifahan manusia ini di muka bumi sebagai amanat Allah swt untuk mengolah memelihara dan mengembangkan bumi. Inilah sebagai tugas pokok manusia tidak berbeda antara perempuan dengan laki-laki. Mengenai kekhalifahan tadi Rasulullah saw menegaskan bahwa semua manusia adalah pemimpin. Islam mengangkat derajat manusia dan memberikan kepercayaan yang tinggi, karena setiap manusia secara fungsional dan sosial adalah pemimpin.

Di antara masalah yang kerap kali menjadi bahan perbincangan seputar kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam masalah kepemimpinan adalah karena adanya penegasan Allah dalam firmannya: “Kaum laki-laki adalah pemimpin kaum wanita”, karena


(43)

Allah telah melebihkan sebagaian mereka atas sebagaian yang lain, dan karena mereka menafkahkan sebagian dari kekayaan mereka.22 Dalam hal ini perkataan Qawwamun bukan berarti penguasa atau majikan. Jika dimaknai dalam hal perkawinan pengertian Qawwamun diartikan bahwa suami adalah kepala keluarga. Sedangkan perempuan adalah pemimpin rumah tangga. Namun jika kita berbicara mengenai politik, maka kepemimpinan perempuan biasanya hal yang sering dipersoalkan bahkan ditolak oleh beberapa kalangan.

Pandangan yang menyatakan bahwa penolakan kepemimpinan wanita sebagai upaya mendeskreditkan perempuan telah berangkat dari perspektif gender. Yakni satu pandangan yang didasari oleh ide persamaan hak antara pria dan wanita dalam segala bidang termasuk politik terutama tentang kepresidenan wanita. Pengkajian yang mendalam terhadap khazanah Islam akan ditemukan bahwa para ulama’ mujtahid madzahab empat telah bersepakat mengangkat kepala negara seorang wanita adalah haram.23

َ ف ا ب ءاسِ ا ى ع ماَ ق اجِ ا تاح اَص اف م ا مأ م ا قف أ ا ب ضعب ى ع م عب ََ

ا يف َ ه جها َ ه ظعف َ ه ش فاخت يت ََ ا ََ ظفح ا ب بيغ تاظفاح تات اق جا

ع أ إف َ ه ب ضا اا يبك ااي ع اك ََ َ إ اَيبس َ ي ع ا غبت َف م

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas

22

Q.S al-Nisa: 34 23


(44)

sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisaa’ : 34)

Dalam konteks Islam, dialog tentang keiikutsertaan perempuan dalam ruang publik sudah terjadi pada masa awal Islam, yakni saat Nabi masih hidup. Terjadinya protes perempuan saat itu lebih disebabkan tuntutan kesetaraan yang mereka perjuangkan. Perempuan merasa tidak nyaman dengan kontruksi sosial yang melingkupinya. Aturan, pandangan, keyakinan, bahkan bahasa agama yang digunakan terkesan mensubordinasi mereka. Pada zaman Nabi, diantara kaum perempaun yang memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan adalah Ummu Salamah dalam peristimwa hijrah dalam wahyu Tuhan. Padahal banyak kaum wanita yang mau ikut hijrah.24 Monopolinya, kaum laki-laki yang ikut hijrah,

24

Al-Tirmidzi meriwayatkan hadits bahwa Ummu Salamah merasakan keberpihakan wahyu kepada laki-laki. Sehingga dalam wahyu tidak disebutkan peran perempuan dalam hijrah, padahal banyak sekali diantara perempuan yang berhijrah demi memperjuangkan Islam. Selengkapnya lihat Ibn al-Atsir, Abu al-Sa’adat

Mubarak bin Muhammad, Jami’ al-Ushul min Ahadits al-Rasul, no. hadits: 552, Juz II, Dar Ihya’ al-Turats, (Beirut: Lebanon, 1996), h. 161.


(45)

menyebabkan Ummu Ammarah al-Anshariyah 25

dan beberapa perempuan lain merasa gelisah. Kasus Khansa binti Khidam dikawinkan, tanpa izin dan sepengetahuan mereka mengadukan nasibnya kepada Nabi, kemudian Nabi memberi dukungan kapada mereka dan menyerahkan hak pernikahan sepenuhnya kepada mereka.26 Tuntutan ini berlanjut pada masalah-masalah lain, seperti mendapatkan porsi pendidikan yang sama dengan kaum laki-laki,27kewenangan memukul oleh laki-laki.

Pandangan yang menempatkan wanita pada posisi pinggiran selama ini sudah saatnya dihapuskan. Penghapusan pandangan tersebut banyak merugikan kaum perempuan. Hal ini tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi harus menyentuh ke berbagai lapisan masyarakat dan harus berkesinambungan. Pemahaman ini murni kontruksi sosial-budaya yang telah berjalan selama berabad-abad lamanya. Oleh karena itu, keberhasilan gerakan pembebasan dan penyetaraan perempuan harus dimulai terlebih dahulu dari usaha merubah pandangan masyarakat tersebut. Tidak berhenti sampai di situ, penafsiran ulang terjadi dalam sumber paling pokok dalam Islam. Dalam paradigma ushul fiqh, secara hierarkis terdiri dari empat

25

Sebagaimana diriwayatkan oleh al-Tirmidzi Ummu Ammarah al-Anshariyah pernah mengajukan protes

terhadap Nabi saw. karena tidak dilibatkannya dalam peran publik. Ia berkata: “Aku datang menghadap

Rasulullah saw., dan berkata: Sepertinya, Segala sesuatudipercayakan kepada laki-laki. Aku tidak melihat

perempuan disebutkan dengan peran apapun”. Ibid., no. hadits 760, h. 377.

26

Al-Zayla’i Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf, Nasb al-Rayah Takhrij Ahadits al-Hidayah, Juz III, Ahmada Syams al-din (ed.), Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, (Beirut, Lebanon, 1996), h. 237.

27

Riwayat mengenai dikabulkannya tuntutan untuk memperoleh pendidikan sekelompok perempuan kepada Nabi saw., dan Beliau mengabukannya dengan memberikan waktu khusus pada mereka selengkapnya dapat dilihat dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Ibn al-Atsir, Abu al-Sa’adat Mubarak bin Muhammad,


(46)

macam, yaitu al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas. Sementara sumber lain, selain yang empat tersebut, dikategorikan sebagai sumber sekunder (scundery sources). Segala jenis tindakan, harus berada dalam kontrol keempat sumber tersebut, terutama al-Qur’an dan Hadits.

Alasannya, hal itu diyakini sebagai yang komprehensif, yaitu memuat jawaban atas berbagai persoalan yang dihadapi manusia, atau dikenal dengan istilah shalih li kulli zaman wa al-makan. Istilah ini, paralel dengan ungkapan al-Syafi’i dalam magnum opus-nya al-Risalah. Imam Syafi’i mengatakan: “La tanzilu bi ahadin min ahli dini Allah nazilatun illa wa fi kitabillahi al-dalil „ala sabil al-huda fiha”.28

Ini berarti tidak ada satu kasus pun yang lepas dari untain syara’. Dalam kenyataannya, telah terjadi sejumlah paradoks

(ta’arudh) yang diklaim sebagai poros dari seluruh dalil selain

dirinya. Paradoksal al-Qur’an ternyata masih menyisakan banyak problem. Terutama yang bersifat isu-isu dan gagasan. Misalnya, gagasan tentang kesetaraan (equality) manusia laki-laki dan perempuan.

Al-Qur’an, secara tegas berprinsip antara laki-laki dan perempaun adalah setara, tetapi di dalamnya terdapat ayat-ayat yang secara tegas dan jelas tidak kondusif bagi penegakan hak-hak perempuan. Misalnya, QS. Al-Nisa’ (4):34 sering dijadikan dalil untuk melegitimasi kepemimpinan mutlak suami dalam rumah

28


(47)

tangga. Bolehnya memukul perempuan dalam kasus nusyuz. Dalam QS. al-Baqarah (2):282 secara tekstual menegaskan setengahnya harga kesaksian perempuan dibandingkan dengan laki-laki; QS. Al-Nisa’ (4):11 yang melegalisasikan setengahnya bagian perempuan dari bagian laki-laki dalam hal warisan; QS. Al-Baqarah (2): 228 yang menegaskan kelebihan laki-laki dibanding perempuan; dan QS. Al-Nisa’ (4):3 yang menjadi referensi bagi praktek poligami. Dasar ayat-ayat inilah upaya pembentukan pandangan masyarakat terhadap inferioritas perempuan dalam berbagai hal, termasuk menjadi seorang pemimpin “negara”, dilakukan oleh kalangan tertentu pemegang otoritas agama.

Perubahan pandangan ini seharusnya selalu digulirkan secara terus-menerus ke berbagai lapisan masyarakat sebagai langkah membumikan prinsip-prinsip universalitas al-Qur’an, yang dalam bahasa ushul fiqh dikenal dengan istilah maqashid al-syari’ah.29 Tugas pembumian ajaran Islam yang terbebas dari bias gender ini sekaligus menggugat keyakinan keagamaan yang selama ini dianggap benar, yaitu bahwa kemiskinan perempuan, tingkat kematian yang tinggi partisipasi yang rendah di ruang publik adalah bagian dari wahyu. Dalam konteks ini, agama ditransformasikan dari instrumen penindasan menjadi instrumen pembebasan (kaum perempuan),

29

Istilah maqashid al-syari’ah yang berarti tujuan penetapan hukum Islam dipopulerkan oleh ahli hukum madzhab Maliki di Sativa, Spanyol, Abu Ishaq Syatiby, terutama semenjak beredarnya karyanya al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah. Gagasan-gasannya merupakan lanjutan dari gagasan yang telah dikemukakan oleh imam al-Haramain, dan imam al-Ghazali, muridnya.


(48)

sebagaimana ungkap Asghar Ali Engineer, seorang intelektual Islam dari India.30

Dalam tafsir agama, terdapat persimpangan berbahaya antara ras, gender, kelas, bangsa, dan seksualitas. Hal ini, karena manusia pada saat yang sama punya latar belakang ras, gender, kelas, bangsa dan seksualitas.31 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam teks agama, terdapat relasi kuasa yang kompleks, sebagaimana tadi disebutkan. Oleh karenanya, kompleksitas relasi kuasa ini penting diungkapkan karena kaum perempuan muslim mempunyai pengalaman, kelas sosial, serta nasib yang tidak sama. Perempuan desa yang miskin dan tidak berpendidikan, tentu tingkat penderitaan dan problem sosialnya berbeda dengan perempuan kota yang kaya dan berpendidikan. Dalam kondisi demikian, tafsir agama dapat dimungkinkan menjadi konstruksi ideologis yang justru memberikan ruang bagi upaya eksploitasi perempaun desa yang terbelakang dan tidak berpendidikan. Inilah kenyataan yang dapat memperkuat pendapat bahwa pemikiran keagamaan, tidaklah sederhana, melainkan sangat komplek.

30

Dia termasuk penulis produktif. Ia telah menerbitkan puluhan buku Islam dalam pelbagai tema yang berkenaan dengan problem orang muslim, hak-hak perempuan muslim, problem komunal, dan problem etnik di India dan Asia Selatan. Karya-karya banyak beredar di negara-negara Barat dan Islam, termasuk Indonesia. Diantara karya-karyanya adalah Islam and Its Relevant to Our Age, The Origin and Develeopment of Islam, Islam and Muslim: Critical Perspectives, The Bohras, The Islamic State, Islam and Liberation Theology, On Developing Liberation Theology in Islam, Islam in South-East Asia, Seminar on Sufism and Communal Harmony, The Spirituality of Social Movement, Right of Women in Islam, Communalism and Communal

Violence in India, Ethnic Problem in South Asia, The Qur’an, Women and Modern Society. Selengkapnya lihat

Muhammad In’am Esha, Asghar Ali Enginner: Menuju Teologi Pembebasan, dalam A. Khudhori Sholeh, M.Ag. (ed.),Pemikiran Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Jendela, 2003), h. 89-90.

31

Mohammad Yasir Alimi, Jenis Kelamin Tuhan: Lintas Batas Tafsir Agama (Yogyakrta: Lkis, Yogjakarta, 2002), h. VIII-IX.


(49)

3. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan.

“Wahjosumijo mengungkapkan bahwa kepala sekolah sebgaia leader harus memiliki karakter khusus yang mencangkup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan professional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan”.

Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai pemimpin dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga pendidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemempuan berkomunikasi.32

Dengan adannya otonomi sekolah, maka peran sesorang pemimpin dalam suatau organisasi akan semakin domain, sehingga seorang pemimpin dituntut untuk dapat mengerakkan bawahannya agara mau dan mampu bekerja keras dalam mewujudkan tujuan organisasi, salah satunnnya dengan komunikasi yang efektif dan efesien.

Sebagai pengelola pendidikan, berarti kepala sekolah bertanggung jawab terhadap keberhasilan penyelenggara kegitan pendidikan dengan cara melaksanakan adminstrasi sekolah dengan seluruh subtansinnya. Disamping itu kepala sekolah bertanggung jawab atas kualitas sumber daya manusia yang ada agar mereka mampu menjalankan tugas-tugas pendidikan. oleh karena itu sehingga pengelola, kepala sekolah memiliki tugas untuk mengembangkan kinerja para personal kea rah profesionalisme yang diharapkan.

32


(50)

Adapun standara kepala sekolah/madrasah berdasarkan PEMDIKNAS nomor 13 tahun 2007 tanggal 17 April 2007 adalah : 1) Kualifikasi Umum Kepala Sekolah/Madrasah

a. Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau non pendidikan pada peguruan tinggi yang terareditasi

b. Pada waktu diangkat sebagai kepela sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun.

c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA).

d. Memiliki pangkat serendh-rendahnnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi non PNS disertakan dengan kepengkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.

2) Kualifikasi Khusus Kepala/Madrasah (SD/MI) a. Berstatus sebagai guru SD/MI.

b. Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SD/MI.

c. Memiliki sertifikat kepela SD/MI yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetepkan Pemerintah.


(51)

Kunci keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pda efensiensi dan efektivitas seorang kepala sekolah dalam menciptakan sekolah yang efektif. Ciri-ciri sekolah yang efektif dapat di lihat dari tabel di bawah ini, yakni :33

Tabel 2.1 Ciri-ciri sekolah efektif

Ciri-ciri Indikator

Tujuan sekolah dinyatakan secara jelas dan spesifik

Tujuan sekolah:

. Dinyatakan secara jelas.

. Digunakan untuk mengambil keutusan. . Dipahami oleh guru, staff dan siswa. Pelaksanaan

Kepemimpinan

Pendidikan yang kuat oleh kepaa sekolah

Kepala Sekolah:

. Bisa dihubungi dengan mudah.

. Dersikap responsive kepada guru dan siswa.

. Responsif kepada orang tua dan masyarakat.

. Melaksanakan kepemimpinan yang berfokus kepada pembelajaran.

. Menjaga agar rasio guru/siswa sesuai dengan rasio ideal.

Ekspektif Guru dan Staff tinggi

Guru dan Staff:

. Yakin bawha semua siswa bisa belajar

33


(52)

dan berprestasi.

. Menekankan kepada hasil akademis. . Memandang guru sebagai penentu

terpenting bagi keberhasilan siswa. Ada kerjasama kemitraan

antara sekolah, oaring tua dan masyarakat

Sekolah:

. Komunikasi secara positif dengan orang tua.

. Memelihara jaringan serta dukungan orangtua dan msyarakat .

. Berbagi tanggung jawab menegakkan

disiplin dan mempertahankan

keberhasilan.

. Menghadiri acara-acara penting disekolah.

Adanya iklim yang positif dan kondusif bagi siswa untuk belajar

Sekolah:

. Rapi,bersih dan aman secara fisik. . Dielihara secara baik.

. Memberi penghargaan pada yang berprestasi.

. Member penguatan terhadap perilaku positif siswa.

Siswa:

. Mentaati aturan sekolah dan aturan pemerinah daerah.


(53)

. Menjalankan tugas kewajiban tepat waktu.

Kemajauna siswa sering dimonitor

Guru memberi siswa : . Tugas yang tepat.

. Umpan balik secara cepat/segera.

. Kemampuan berpartisipasi di kelas secara optimal.

Menekankan pada

keberhasilan siswa dalam mencapai keterampilan aktivitas yang esensial

Siswa :

. Melakukan hal terbaik untuk mencapai hasil belajar yang optimal, baik yang bersifat akademin dan nonakdemis.

. Memperoleh keterampilan yang

esensial.

Kepala sekolah :

. Menunjukan komitmen dan mendukung progam keterampilan esensial.

Komitmen yang tinggi dari

sdmsekola terhadap

sekolah program

pendidikan

Guru :

. Memantu merumuskan dan

melaksanakan tujuan pengembangan sekolah:

) Memperkuat dan mendukung kebijakan sekolah dan pemerintah daerah.

) Menunjukan profesionalisme dalam kerja.


(54)

Sumber : Menyoal Kompetendi kepala Madrasah. Hal. 58-59

5. Peran Kepala Sekolah Sebagai pemimpin

Dalam menjalankan kepemimpinannya, kepals sekolah memiliki peranan sebagai pemimpin, antara lain34 :

1. Peranana hubungan antara perorangan.

a. Figurehead, berarti lambing dengan pengertian kepala sekolah sebagai lambang sekolah.

b. Leadership, kepala sekolah adalah pemimpin untuk menggerakkan seluruh sumber daya yang ada di sekolah sehingga dapat melahirkan etos kerja dan produktivitas yang tinggi untuk mencapai tujuan.

c. Penghubung (liaison). Kepala sekolah menjadi penghubung antara kepentingan kepala sekolah dengan kepentingan lingkungan di luar sekolah. Sedangkan secara internal kepala sekolah menjadi perantara antara guru, staf dan siswa.

2. Peranan Iformasional

a. Sebagai monitor. Kepala sekolah selalu mengadakan pengamatan terhadap lingkungan kerena kemungkinan adanya informasi-informasi yang berpengaruh terhadap sekolah.

b. Sebagai disseminator. Kepala sekolah bertanggung jawab untuk menyebarluaskan dan membagi-bagi informasi kepda para guru, staf, dan orang tua siswa.

34

www.google.com, Profesionalisme Kepemimpinan Kepala Sekolah, Artikel Ahmad Sudrajat di ases pada tanggal 10 April 2016.


(55)

c. Spokesman. Kepala sekolah menyebarkan informasi kepada lingkungan di luar yang dianggap perlu.

3. Sebagai pengambil keputusan

a. Entrepreneur. Kepala sekolah selalu berusaha memperbaiki penampilan sekolah melalui berbagai macam pemikiran progam-progam yang baru serta melakukan servey untuk mempelajari berbagai persoalan yang timbul dilingkungan sekolah.

b. Orang yang memperhatikan gangguan (Distrubance handler). Kepala sekolah harus mampu mengatisipasi ganguan yang tibul dengan memperhatikan situasi dan ketepatan keputusan yang diambil.

c. Orang yang menyediakan segala sumber (A Resource Allocater). Kepala sekolah bertanggung jawab untuk menentukan dan meneliti siapa yang akan memperoleh atau menerima sumber-sumber yang disediakan dan dibagaikan. d. A negotiator roles. Kepala sekolah harus mampu untuk

mengadakan pembicara dan musyawarah dengan pihak luar dalam memenuhi kebutuhan sekolah.

6. Fungsi Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin

Adapun fungsi kepemimpinan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan adalah sebagai berikut35 :

1. Fungsi Intruktif

35


(56)

Kepala sekolah sebagai pengambil keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaannya pada orang-orang yang dipimpin. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menetukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), kapan (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya) dan dimana (tempat mengerjakan perintah) agar kepeutusan dapat diwujudkan secara efektif.

2. Fungsi Konsultatif

Pemimpin memerlukan bahan pertibangan yang

mengharuskannya berkonsultai dengan orang-orang yang yang dipimpinnya. Konsultasi dapat pula dilkukan melalui arus sebaliknya, yakni dari orang-orang yang dipimpin kepada pemimpin yang menetapkan keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya. Hal ini berarti fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi dua arah, meskipun pelaksanaannya sangat tergantung pada pihak pemimpin.

3. Fungsi Partisipasi

Fungsi ini berarti kesediaan pemimpin untuk tidak berpangku tangan pada saat-saat orang yang dipimpin melaksanakan keputusannya. Pemimpin tidak boleh sekedar mampu membuat keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya, tetapi juga ikut dalam proses pelaksanaannya, dalam batas-batas tidak menggeser dan mengganti petugas yang bertanggung jawab melaksanakannya.

4. Fungsi Delegasi

Fungsi ini mengharuskan pemimpin memilih-milih tugas poko organisasinnya dan mengevaluasi yang dapat dan tidak dapat


(57)

dilimpahkan kepada orang-orang yang dipercayainya. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Pemimpin harus bersedia dan dapat mempercayai orang lain sesuai dengan posisi/jabatannya.

5. Fungsi Pengendalian

Pemimpin mampu mengatur ativitas anggotannya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga kemungkinkan tercapainnya tujuan bersama secara maksimal.

7. Faktor-faktor kepemimpinan pendidikan

Ada tiga faktor penentu dalam kepemimpinan Pendidikan yaitu : a. Faktor Pemimpin

Kemampuan yang dimiliki seorang pemimpin merupakan bagian penting dalam menentukan kepemimpinannya. Kemampuan pemimpin ditentukan oleh tiga hal yaitu, latar belakang sosial, ilmu pengetahuan, dan pengalaman.

Lingkungan sosial yang positif maupun negative berpengaruh terhadap perilaku, tindakan, dan kebijakan kepemimpinan seseorang. Pengetahuan yang didapat melalui pendidikan formal maupun non formal memiliki peran yang sangat penting dalam mempengaruh kepemimpinan seseorang. Pengalaman yang dimiliki seseorang memiliki peran penting dalam mengambil keputusan, memecahkan masalah, member motivasi, dan fungsi-fungsi pemimpin yang lain.36 b. Faktor Anggota

36

Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar: Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Akasara), hal, 201-213.


(58)

Faktor anggota merupakan bagian terpenting dalam kepemimpinan, kerena mereka berposisi sebagai ujung tombak pelaksanaan kepemimpinan. Ada beberapa yang perlu dipahami mengenai anggota diantarannya adalah :

1) Anggota punya keinginan untuk mandiri, sebab mereka punya kemampuan dan inisisatif.

2) Sikap anggota terhadap permasalahan yang dihadapi oleh organisasi akan berdampak terhadap respon mereka terhadap masalah tersebut.

3) Anggota juga harus mengerti, memahami, dan mengenali tujuan organisasi.

4) Anggotannya juga ingin dilibatkan dalam mengambil keputusan. c. Faktot Situasi

Kepemimpinan pendidikan tidak lepas dari faktor situasi, karena perlu menyadari bahwa tiap lembaga pendidikan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga memerlukan perilaku kepemimpinan yang berbeda pula.37

8. Definisi SWOT

Analisis SWOT adalah suatu bentuk analisis di dalam manajemen perusahaan atau di dlam organisasi yang secara sistematis dapat membantu dalam usaha penyusunan suatu rencana yang matang untuk mencapai tujuan, baik itu tujuan jangka pendek maupun tujuan jangkan panjang.

37


(59)

Atau definisi analisis SWOT yang lainnya yaitu sebuah bentuk

analisa situasi dan juga kondisi yang bersifat deskriptif (memberi suatu gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan juga kondisi sebagai sebagai faktor masukan, lalu kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Satu hal yang perlu diingat baik-baik oleh para pengguna analisa ini, bahwa analisa SWOT ini semata-mata sebagai suatu sebuah analisa yang ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang dihadapi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib yang mampu memberikan jalan keluar yang bagi permasalahan yang sedang dihadapi.

SWOT merupakan sebuah singkatan dari S adalah Strenght atau kekuatan, W adalah Weaksness atau kelemahan, O adalah Opportunity atau Peluang dan T adalah Threat atau tantangan. SWOT digunakan untuk menganalisis suatau kondisi dimana akan dibuat sebuah rencana untuk melakukan sesuatu38.

1) Strenght (S) yaitu analisis kekuatan, situasi ataupun kondisi yang merupakan kekuatan dari suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini. Yang perlu di lakukan di dalam analisis ini adalah setiap perusahaan atau organisasi perlu menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan di bandingkan dengan para pesaingnya. Misalnya jika kekuatan perusahaan tersebut unggul di dalam teknologinya, maka keunggulan itu dapat di manfaatkan untuk mengisi segmen pasar yang membutuhkan tingkat teknologi dan juga kualitas yang lebih maju.

38

Situs Internet www.googlle.com, Aplikasi Teori SWOT dalam Oranisaasi, diakses pada tanggal 15 April 2016.


(60)

2) Weaknesses (W) yaitu analisi kelemahan, situasi ataupun kondisi

yang merupakan kelemahan dari suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini. Merupakan cara menganalisis kelemahan di dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi yang menjadi kendala yang serius dalam kemajuan suatu perusahaan atau organisasi.

3) Opportunity (O) yaitu analisis peluang, situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar suatu organisasi atau perusahaan dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi dimasa depan. Cara ini adalah untuk mencari peluang ataupun terobosan yang memungkinkan suatu perusahaan ataupun organisasi bisa berkembang di masa yang akan depan atau masa yang akan datang.

4) Threats (T) yaitu analisis ancaman, cara menganalisis tantangan atau ancaman yang harus dihadapi oleh suatu perusahaan ataupun organisasi untuk menghadapi berbagai macam faktor lingkungan yang tidak menguntungkan pada suatu perusahaan atau organisasi yang menyebabkan kemunduran. Jika tidak segera di atasi, ancaman tersebut akan menjadi penghalang bagi suatu usaha yang bersangkutan baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang.

Dalam penelitian ini SWOT digunkan untuk menegtahui kondisi nyata yang ada pada kepemimpinan kepala sekolah MI Darul Ulum desa mojosarirejo Driyirejo Gresik.

SWOT dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian utama. Pertama, bagian kekuata dan kelemahan , obyak analisa terbagi menjadi dua yaitu, (1), obyek analisa dalam hal sifat dan sikap


(61)

dan (2), obyek analisa dalam hal profesionalitas kinerja kepala sekolah perempuan. Kedua, bagian peluang dan tantangan, obyek analisa disini hanya menganalisa lingkungan dan memberi efek, baik langsung maupun tidak langsung terhadap kepemimpinan kepala sekolah perempuan MI Darul Ulum desa Mojosarirejo Gresik.


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis kualitatif dengan memakai bentuk studi kasus ( Case Study ). Maksudnya adalah dalam penelitian kualitatif data yang dikumpulkan berupa angka-angka, melainkan data tersebut mungkin berasal dari naska wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi dan dokumen resmi lainnya.

Sehingga yang menjadi tujuan dalam penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realitas empiris dibalik fenomena yang ada secara mendalam,rinci dan tuntas. Sejalan dengan penelitian kualitatif tersebut maka penelitian yang mengambil tema “ Model Kepemimpinan Perempuan di Madrasah Ibtyda’iyah Darul Ulum Driyorejo Gresik” adalah menggunakan rancangan kualitatif.

2. Informan Penelitian.

Dalam rangka pencarian data, terlebih dahulu harus ditentukan informasi dan subjek penelitiannya. Informan dalam penelitian ini adalah data atau seseorang yang memberikan informasi atau keterangan yang berkaitan dengan kebutuhan penelitian. 1

Misalnya dalam hal ini adalah Wakil Kepala sekolah, bagian administrasi, para guru, komite madarasah dan siswa. Sementara itu Key Informan subjek dalam penelitian ini adalah Sri Rahayu, S.Pd

1


(63)

selaku kepala sekolah MI Darul Ulum Mojosarirejo Driyorejo Gresik dan di tentukn oleh Snowballing.

Untuk memperoleh informasi, maka peneliti mencarai informan yang representative dengan mencari criteria awal untuk mendekati informan diantarannya ; (1) seseorang yang cukup lama dan intensif menyatu dengan medan aktivitas yang menjadi sasarn peneliti; (2) seseorang yang masih aktif terlibat dilungkungan aktivitas yang menjadi sasaran peneliti. (3) seseorang yang masih banyak mempunyai waktu dimintai keterangan atau informasi oleh peneliti; (4) seseorang yang tidak mengkemas informasi tetapi relative memberikan informasi yang sebenarnya, dan (5) sesorang yang tergolong dari peneliti.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Banyak sekali cara yang bisa dipakai untuk mengumpulkan data. Namun kita harus jeli dalam memilih cara yang terbaik dan efesien untuk mendapatkan data yang tepat dalam kepentingan riset.

Intrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan peneliti untuk mengenali data dari objek atau subjek peneliti. Oleh karena itu peneliti tidak bisa mewakilkan pada orang lain untuk terjun kelapangan dalam mencari data, akan tetapi peneliti sendiri yag harus terjun dan terlibat langsung.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data , diantarannya :


(1)

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah mengumpulkan, mengelolah dan menganalisis data sebagai hasil

penelitian dari pembahasan mengenai Model Kepemimpinan Perempuan

di Madrasah Ibtydai’yah Darul Ulum Mojosarirejo Driyorejo-Gresik,

maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Model kepemimpinan Kepala Sekolah perempuan di Madarasah

Ibtydai’yah lebih mengarah pada Model Kepemimpinan Empat Sistem

atau biasanya disebut gaya partisipasi manajemen yaitu seperti dengan

adanya gya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan

mendasar pada komunikasi kepda bawahan mauapun pemimpin,

menerapkan hubungan yang saling mendukung (Supportive

Relationship). Disisi lain kepala sekolah Madrasah Ibtydai’yah Darul Ulum Mojosarirejo Gresik juga menagarah pada Model Demokrasi

Seorang pemimpin menyadari bahwa tugasnya ialah mengkoordinasikan

pekerjaan dan tugas dari semua anggotanya, dengan menekankan rasa

tanggung jawab dan kerja sama yang baik kepada setiap anggota.

Seorang pemimpin mengetahui, bahwa organisasi atau lembaga bukanlah


(2)

menyadari bahwa ia tidak mampu bekerja seorang diri, oleh karena itu

dia perlu mendapatkan bantuan dari semau pihak.

1. Kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan kepala sekolah perempuan

di Madrasah Ibydai’ah Mojosarirejo Gresik sebagai berikut :

Jadi kekuatan yang dimiliki oleh kepala sekolah perempuan di

madrasah ibtydai’yah Darul Ulum ialah memiliki kepemimpinan yang

baik dalam mengembangkan sekolah dan kekuatan dalam profesional

kerjanya, menegakkan aturan sekolah kepada masyarakat sekolah,

kemudian beliau seseorang yang sangat berhati-hati dalam membuat

keputusan bersama. Kemudian dapat meningkatkan membangun sarana

prasarana seperti tambahan kelas dan mampu mendapatkan prestasi juara

lomba-lomba.

Kemudian kelemahan yang dimilikikepemimpinan perempuan di MI

Darul Ulum, kepala sekolah kurang mampu berkomunikasi dengan

lancar, terkadang ketika ada kunjungan dari Dinas Pendidikan terkadang

kepala sekolah masih memerlukan dampingan atau bantuan dari bawahan

dan staff ketika melaukan komunikasi.

Meskipun kepemimpinan perempuan yang ada di MI Darul Ulum

memiliki kelemahan tettapi beliau juga memilki peluang karir yang

sangat baik, beliau dapat dipercaya Dinas Pendidikan. Dikarenakan


(3)

bekerja sama daam memajukan MI Darul Ulum dengan berhap atau Step by Step.

Dengan adanya kepemimpinan perempuan yang ada juga memiliki

tantangan, adanyan kepemimpinan perempuan yang di zaman sekarang

tidak sangat tidak mudah, dikarenakan ada isugender dan banyak asumsi

yang mengatakan dalam hal kepemimpinan laki-laki lebih cenderung dan

mampu di banding seorang perempuan.

Sehingga kepala sekolah perempuandi MI Darul Ulum, ingin

menunjukkan kepada masyarakat, bahwaperempuan bisa menjadi

pemimpin dan juga sebgai kepela sekolah. Dan ingin menjadikan sekolah

MI Darul Ulum dapat lebih unggul dari padasekolah yang lainnya.

B. SARAN-SARAN

Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Semoga dengan adanya observasi penelitian ini, Madarah Ibtydai’yah

Darul Ulum Mojosarirejo Gresik dapat mengunakan hasil peneliti ini

untuk terus mengembangkan lembaga yang dipimpinnya. Disarankan

agar prestasi yang sudah dicapai sekarang ini dapat dikembangkan

dengan lebih baik lagi, sehingga dapat memberikan kontribusi yang

positif bagi kemajuan lingkungan sekitarnnya.

2. Disarakan memperluas jaringan komunikasi dan kerjasama denagn


(4)

dapat lebih banyak diminati oleh calon peserta didik yang ingin sekolah


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aan ,Komariah, Visionary Laedership, Jakarta : Bumi Aksara, 2004.

Alimi, Yasir, Mohammad, Jenis Kelamin Tuhan: Lintas Batas Tafsir

Agama,Yogyakarta: Lkis Yogjakarta, 2002.

Alvan, Alvian, Menjadi Pemimpina Politik, Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama.

Barus, Maharany, Utary, Pemimpin Wanita dan Hakim Wanita dalam

Pandangan Hukum Islam.

Cleves, Julia, Mosse, 1996, Gender danPemabangunan, Yogyakarta : Pustaka

Belajar, 1996.

Danim, Sudarwan, Menjadi Komunitas Pembelajar: Kepemimpinan

Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran, Jakarta : Bumi Akasara.

Dawam, Ainurrafiq & Ta’arifin , Ahmad, Manajemen Madrasah Berbasis

Pesantren., Jakarta : Listafariska Putra, 2004.

Esha, In’am, Muhammad, Ali, Asghar, Enginner: Menuju Teologi

Pembebasan, dalam Sholeh, A. Khudhori, Pemikiran Islam Kontemporer, Yogyakarta: Jendela, 2003.

Kartini ,Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan

Abnormal ?, Jakarta : Rajawali Pers, 2004.

Lois P, Frankel,., “See Jane Lead-99 Kiat Sukses Pemimpin bagi Perempuan”.

Jakarta : Garmedia pustaka.

Mulyasa, E, Menjadi Kepala Sekolah Profesional : Dalam Konteks

Menyukseskan MBS dan KBKP, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.

Nanang, Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung : Remaja

Rodakarya, 2004.

Purwanto, M, Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.


(6)

Situs Internet www.googlle.com, Aplikasi teori SWOT dalam Oranisaasi,

diakses pada tanggal 15 April 2016.

SP,Wilujeng,Sri, Pengantar Manajemen, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007.

Sugiono, Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta, 2008.

Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, strategi

dan Aplikasi, Jakarta: Grasindo, 2002.

Syaifuddin Muhammad & Djunaidi Mahfudh, t,th.Menyoal Kompetensi

Kepala Sekolah, Jurnal.

Tim Pustaka Merah Putih, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Guru

dan Dosen, Yogyakarta : Pustaka Merah Putih, 2007

Trianto, Model Pembelajaran Innovative Berorientasi Kontruktivisme. Jakarta :Prestasi Pustaka,2007.

Veithzal, Rivai , Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi, Jakarta : Grafindo

Persada, 2007.