JAS Vol 15 No 1 Aksi Petani dan Gerakan Politik Pedesaan 14-Review_Buku

RESENSI BUKU

“PEMBANGUNAN”, KESENJANGAN,
MENTALITAS, DAN DEMOKRATISASI
Dede Mulyanto 1

Judul Buku

:

Yang Berkuasa, Yang Tersisih,
Yang Tak Berdaya: Demokratisasi
yang bagaimana di Indonesia?

Penulis

:

Penerbit

:


Yayasan AKATIGA Bandung

Tahun

:

2005

Jml Halaman :

“Pembangunan”

Ina E. Slamet

xii + 92 halaman

likan kapitalisme global dalam laju
yang tak secuilpun terpikir oleh mere-


Warna yang tak lekang melekati gam-

ka. Bagi Ina Slamet, keberadaan me-

baran negara-negara Dunia Ketiga

reka di pinggir kemakmuran dan per-

adalah kemiskinan sebagian (besar)

caturan politik-ekonomi-budaya na-

penduduknya. Di Indonesia, kemis-

sional bukanlah suratan tangan Tu-

kinan bukan hanya laporan tahunan,

han. Mereka adalah yang tak berdaya


melainkan berita harian; bukan pula

karena proses peminggiran yang ber-

cuma catatan statistik, melainkan ju-

ulang kali terjadi sejak langkah perta-

ga potret pilu kelaparan para peng-

ma perjalanan historik Indonesia se-

huni tepi meja kemakmuran. Peng-

bagai negara-bangsa.

huni pinggir meja itu begitu mudahnya terjatuh lalu terlindas gerak peru-

Buku ini memang tidak sepenuhnya


bahan yang kian lama kian dikenda-

membincangkan persoalan masyara-

1 Staf Pengajar Jurusan Antropologi Universitas Padjadjaran dan anggota Sindikat Belajar Taman

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

225

“PEMBANGUNAN”, KESENJANGAN, MENTALITAS, DAN DEMOKRATISASI

kat suku di pedalaman yang terjebak

daerah yang kaya sumber daya alam

dalam hujan lebat penetrasi kapita-

dipaksa berjumpa dengan 'pemba-


lisme dan terpaksa basah kuyup lalu

ngunan'; gurita lapar yang senan-

terancam

Ina

tiasa mencari daerah-daerah 'tak ber-

Slamet, yang dalam buku ini berperan

tuan' untuk dilahap. Perjumpaan de-

sebagai antropolog, banyak meng-

ngan pembangunan telah menyeret

angkat persoalan ketersisihan yang


mereka ke dalam dunia global yang

dialami suku-suku pedalaman seperti

tunggang-langgang hingga mereka

suku-suku Dayak di pedalaman Kali-

terpontang-panting terseret laju ke-

mantan atau suku-suku pedalaman

serakahan

Papua. Tetapi, penulis juga mengi-

nal'. Dalam bab 4 yang khusus meng-

ngatkan bahwa keterpinggiran sosial-


angkat kasus masyarakat suku di

ekonomi-politik juga dialami sebagian

pedalaman Papua yang berhadapan

orang 'sial' dari suku bangsa Jawa

muka dengan perusahaan transna-

yang secara politik menguasai 'pusat'

sional Freeport, Ina Slamet memberi-

kesatuan politik bernama Indonesia.

kan gambaran tragedi pembangunan

influenza.


Memang

'kapitalisme

internasio-

Peminggiran memang bercokol di ko-

berupa penghancuran sosial-budaya

ta-kota dengan jembel penghuni ko-

suatu masyarakat. Sebagai contoh Ina

long jembatan dan penggusuran se-

Slamet

bagai lambangnya. Hal ini disadari Ina


Nawapiri yang didepak dari daerah

Slamet sepenuhnya. Tetapi, penga-

permukimannya demi pembangunan.

laman bertahun-tahun meneliti dan

Orang Nawapiri, yang sejatinya adalah

mengangkat

kisah

peramu-pemburu,

Suku

hidup bersama suku-suku pedalaman


masyarakat

Papua membuat Ina memusatkan

paksa memasuki pasar, menjadi pem-

ter-

perhatiannya pada ketersisihan yang

beli, dan terlunta-lunta dalam belan-

menghantui suku pedalaman.

tara ekonomi uang yang dikenal lewat
'bantuan' dan 'ganti rugi' dari pe-

Masyarakat suku, seperti di peda-

juang pembangunan. Mereka tidak


laman Papua dan Kalimantan, terpak-

hanya dipindahkan ke daerah gersang

sa menjadi bagian dari sebuah satuan

berbatu yang sering banjir dan tidak

politik negara. Ketika negara menjadi

memiliki air yang layak guna, tetapi

sekadar kantor penjaga kepentingan

juga harus membeli segala kebutuhan

kapitalis yang berjuang tak kenal lelah

hidupnya. Hutan sagu yang mulanya

untuk membuka dan mengembang-

dekat dengan permukiman dan meru-

kan daerah-daerah 'tak-bertuan', ma-

pakan sumber utama pangan, kini

ka masyarakat suku yang meninggali

tertinggal nun jauh di masa lalu atau

226

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

RESENSI BUKU

menjelma

menjadi

sumber

kera-

cunan. Binatang buruan juga jarang,

Dalam kasus ini, pertanyaan tentang

dan kalau pun ada, biasanya berke-

sebab

liaran di lahan yang dimiliki suku lain

kangan mereka seperti menabur ga-

atau tercemar racun tambang.

ram di lautan: tiada guna dan terlihat

kemiskinan

dan

keterbela-

bodoh. Yang mungkin adalah pertaBerbagai pihak yang berkepentingan

nyaan tentang kemungkinan jalan ke-

atas pembangunan wilayah 'suku ter-

luar bagi yang tersisih dan yang tak

asing' ternyata tidak hanya membawa

berdaya ini. Mungkin Daud memang

baju, uang, dan beras, tetapi juga

mampu mengalahkan Goliath. Tapi itu

perpecahan dalam masyarakat. Suku

karena Tuhan berada di pihak Daud.

Nawapiri terpilah-pilah ke dalam ber-

Kini tampaknya Tuhan lebih memihak

bagai orientasi kesetiaan baru. Seba-

kapitalis. Kekuasaan yang dihadapi

gian 'dibina' gereja dan berbagai or-

kaum tersisih dan tertindas ini terlam-

ganisasi misi atau zending. Sebagian

pau besar dibanding ukuran tombak

'dididik' agar sedikit lebih modern oleh

mereka yang kini tiada guna selain

NGO,

pihak

sebagai hasil kerajinan tangan yang

Freeport. Patronase dibangun antara

pemerintah,

ataupun

dijual di pameran seni. Oleh karena

beberapa pihak yang sadar betapa

itu, tidak terlalu mengherankan bila

murahnya tenaga kerja tidak terdidik

Ina Slamet hanya bisa menawarkan

dengan keluarga-keluarga yang kebi-

solusi ideal dan normatif. Nada pesi-

ngungan di dunia yang tunggang-

mis Ina Slamet sudah terdengar dari

langgang ini. Keadaan ini tidak jarang

bait awal elegi dalam buku ini. Misal-

menimbulkan konflik internal. Bila di

nya dia menulis “Secara lokal, demo-

masa lalu perselisihan bisa ditengahi

krasi formal tidak pula akan mem-

oleh para tetua suku, kini kumpulan

bantu mereka, karena mudah dimani-

lelaki tua mereka tidak akan sanggup

pulasi oleh pemimpin dan elit yang

lagi menjadi penengah dan pendamai.

ada” (hal. 12). Meski demikian, Ina

Konsekuensi

dari

Slamet masih percaya pada cita-cita

satuan politik negara adalah bahwa

pencerahan, yaitu demokrasi, sebagai

menjadi

bagian

semua perselisihan harus diserahkan

pengganti sistem politik negara yang

kepada

sentralistik-birokratik.

penegak

ketertiban

dan

keamanan berwenang: tentara atau
polisi. Seikat sapu lidi telah kehi-

Demokrasi yang seharusnya dikem-

langan tali pengikatnya; bercerai-be-

bangkan, menurut Ina Slamet, adalah

rai dan mudah patah.

demokrasi bagi rakyat; terutama bagi

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

227

“PEMBANGUNAN”, KESENJANGAN, MENTALITAS, DAN DEMOKRATISASI

mereka yang tersisih dan tak berdaya.

cara terjalin dengan kesatuan yang

Demokrasi ini harus meliputi adanya

lebih luas di segala bidang dan jalinan

pembagian kekuasaan lebih luas, ter-

ini tidak semua bersifat negatif; ada

bukanya akses kepada sarana-sarana

cukup banyak juga yang saling meng-

produksi dan distribusi bagi rakyat,

untungkan” (hal. 41). Ina Slamet, de-

terbukanya akses bagi rakyat untuk

ngan mengutip buku Seeing Like State

memperoleh

karya James Scott, mengemukakan

perlindungan

hukum

yang layak, dan terciptanya keadaan

bahwa negara otokratik dan sentralis-

yang di situ semua orang setara dalam

tik selalu terobsesi pada keseragam-

membela,

dan

an. Bagi negara, daripada membiar-

mengekspresikan identitas serta har-

kan hutan dengan keanekaragaman

ga dirinya.

hayatinya, lebih baik menebangi dan

mengembangkan,

menanaminya secara monokultur. Hal
Dalam bidang politik, demokrasi harus

ini dilakukan karena akan mengun-

dimulai dengan mengikis sisi buruk

tungkan perusahaan-perusahaan ka-

sentralisasi

Berkenaan

yu dan orang-orang yang mewakili ne-

dengan sentralisasi kekuasaan yang

gara berkat penarikan pajaknya. Wa-

selama ini menjadi moda reproduksi

lau hasil positifnya masih terbatas, de-

kekuasaan negara yang menindas

sentralisasi bukannya tidak perlu. Pa-

rakyat sepanjang sejarah Indonesia,

ling tidak agar suara-suara lokal ter-

Ina Slamet memang belum sepenuh-

dengar dalam simfoni 'masyarakat

nya percaya bahwa desentralisasi me-

adil dan makmur'.

kekuasaan.

rupakan obat mujarab satu-satunya
bila diterapkan secara membabi-buta.
Salah-salah, desentralisasi yang diter-

Kesenjangan

jemahkan ke dalam otonomi daerah
malah memunculkan preman-preman

Ina Slamet mahfum bahwa ada ba-

baru yang bisa lebih kejam daripada

nyak faktor yang memaksa sebagian

ibukota. Menurutnya, harus ada per-

penghuni negeri subur-makmur ini

hatian terhadap situasi lokal yang ber-

bergerombol di pinggiran meja 'ma-

beda-beda. Setiap lokalitas menyim-

syarakat adil dan makmur'. Ia tidak

pan beragam potensi dan karakteris-

mungkir bahwa ketersediaan sumber

tik. Desentralisasi bisa diharapkan

daya alam menyumbang saham da-

berdampak seperti 'obat mujarab' asal

lam produksi keterpinggiran. Tetapi

tidak dilupakan bahwa masyarakat

sumber daya alam bersifat paradoks.

lokal itu “...sudah dengan seribu satu

Masyarakat suku di pedalaman Kali-

228

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

RESENSI BUKU

mantan, Sulawesi, dan Papua menjadi

timpang ini. Ketergusuran, baik yang

miskin dan terlunta-lunta dalam mo-

dialami masyarakat suku di peda-

dernisasi justru karena tanah mereka

laman Papua maupun yang dialami

mengandung tembaga, perak, emas,

pencari remah-remah kemakmuran di

atau kayu. Sebaliknya, penduduk per-

kota besar, bersama-sama dengan bi-

bukitan kapur di bagian selatan Jawa

rokrasi sentralistik yang korup dan

tetap mendekam di penjara kemis-

penetrasi kapitalisme internasional,

kinan karena tanah mereka hanya

bersatu-padu

mengandung secuil 'sumber daya'.

pangan. Mungkin kenyataan inilah

Jadi, bukan semata ketidaktersediaan

yang mendorong Ina Slamet menga-

sumber daya yang membuat suatu

jukan demokrasi rakyat, baik politik

masyarakat terpinggir, melainkan ba-

maupun ekonomi, sebagai satu-satu-

gaimana hubungan antara masyara-

nya solusi.

menciptakan

ketim-

kat dengan sumber daya tersebut. Sekaya apapun alam tempat suatu ma-

Dalam bidang ekonomi, demokrasi

syarakat tinggal, bila pemanfaatannya

yang secara implisit digagas Ina Sla-

dimonopoli oleh segelintir kapitalis

met berkenaan dengan mengurangi

serakah jangan harap 'pembangunan'

kesenjangan sosial-ekonomi. Demo-

akan menyejahterakan rakyat jelata.

krasi berarti juga pemerataan, atau

Rakyat tidak hanya tidak sejahtera,

paling tidak membuka kemungkinan

tetapi juga tersisih secara sosial-

bagi golongan rakyat jelata untuk

politik-budaya. Tersingkirnya banyak

memperoleh kesejahteraan sehingga

orang dari produksi kemakmuran di

membantu mengurangi kesenjangan

daerah asal melahirkan jelata tak

dalam masyarakat. Dalam bab 3 yang

berdaya yang hampir-hampir tidak

mengangkat kasus sejarah masya-

punya pilihan: menjadi gelandangan

rakat Toraja, Ina Slamet mengingat-

di kampung sendiri atau hijrah men-

kan bahwa pemusatan kekayaan pada

cari peruntungan di kota. Jelata yang

segelintir keluarga yang memiliki hak

tersisih oleh modernisasi di peda-

istimewa merupakan bahan bakar da-

laman pun berduyun-duyun ke kota.

lam ketegangan sosial dan bisa me-

Bila boleh berburuk sangka, proses

munculkan konflik terbuka yang ke-

'desa mengepung kota' ini sepertinya

jam. Struktur sosial Toraja yang tim-

sudah suratan tangan Kapitalisme.

pang

Armada cadangan tenaga kerja murah

perbudakan dan perang antarbang-

untuk kerja-kerja nista begitu melim-

sawan dalam produksi komoditi eks-

pah. Betapa fungsionalnya struktur

por (terutama kopi). Pada masa kolo-

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

direproduksi

lewat

lembaga

229

“PEMBANGUNAN”, KESENJANGAN, MENTALITAS, DAN DEMOKRATISASI

nial, monopoli perdagangan kopi me-

sepertinya masih berkeliaran dan siap

mang dipegang pemerintah kolonial

menjadi bahan bakar yang cukup un-

Belanda, namun struktur sosial tetap

tuk meledakkan suatu konflik terbuka.

tidak berubah. Kesenjangan sosial disumber

Dari kisah di atas, tampak bahwa Ina

identitas baru, yaitu agama. Di utara,

Slamet ingin menunjukkan bahwa ke-

bangsawan kaya masuk Kristen be-

senjangan sosial yang dibiarkan tanpa

serta klien-klien mereka. Di selatan,

upaya untuk menguranginya akan

yang dekat dengan Makassar, bang-

menjadi batu sandungan besar dalam

sawan rendahan, seperti Kahar Muza-

mencapai cita-cita masyarakat adil

kar misalnya, masuk Islam yang diba-

dan makmur. Pemusatan dominasi

wa misi Muhammadiyah. Ketegangan

atas orang (kekuasaan) dan dominasi

sosial yang kronis meledak pada ta-

atas kekayaan (ekonomi) pada sege-

hun-tahun

republik

lintir orang harus diwaspadai, bukan

ketika milisi-milisi, yang sebagian be-

hanya karena tidak sesuai dengan se-

pertajam

oleh

awal

masuknya

revolusi

sar berasal dari kalangan jelata dan

mangat demokrasi rakyat, tetapi juga

dipimpin bangsawan rendahan, ter-

bisa menjelma menjadi monster me-

masuk dua kesatuan komunis, mem-

ngerikan dalam konflik.

proklamirkan pemberontakan kepada
pemerintah RI setelah dikecewakan
oleh program rasionalisasi. Pembu-

Mentalitas

nuhan, balas dendam, pembakaran
lumbung, dan aksi-aksi pengambil-

Dalam hitungan jangka panjang, ke-

alihan lahan menjadi warna dominan

senjangan sosial-ekonomi justru be-

hingga dekade 1950-an. Puncak le-

rada di sisi 'rugi' dalam perhitungan

dakan kemarahan anti-elit feodal ini

bisnis. Menurut Ina Slamet, kedu-

terjadi pada tahun 1953. Namun de-

dukan kaum pekerja di Indonesia sa-

mikian,

Divisi

ngat lemah dengan jaminan sosial

Diponegoro dan Divisi Brawijaya—

yang tidak memadai. Peningkatan

dengan

digantinya

yang cenderung 'kiri’—yang ditugas-

upah sebenarnya tidaklah merugikan

kan meredam pemberontakan oleh

pengusaha secara mutlak, hanya saja

kesatuan lain yaitu laskar Kristen

mengurangi keuntungan jangka pen-

yang didukung gereja dan Parkindo,

deknya. Dalam jangka panjang justru

konflik bisa diredakan. Ratusan orang

akan menguntungkan dunia usaha

ditangkap dan dipenjarakan. Pembe-

dan negara. Sayangnya, tidak semua

rontakan dihentikan, namun dendam

orang bisa menerima teori ini, dan,

230

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

RESENSI BUKU

menurut Ina Slamet, kelompok pre-

songan dan kemunafikan” yang beru-

man dan mafia adalah kelompok yang

jung pada formalitas hambar. Di sini-

sulit untuk berpikir demikian. Kese-

lah peran peneliti dan penelitian di-

diaan berpikir untuk jangka panjang,

anggap penting oleh Ina Slamet. Me-

memang, memerlukan keadaan yang

nurutnya, ada banyak hal yang perlu

relatif stabil dan adanya kepercayaan

berubah dalam paradigma penelitian

pada diri sendiri yang mantap; dan ini

kemasyarakatan di Indonesia. Pene-

adalah persoalan mentalitas.

litian diharapkan mampu menjembatani kesenjangan antara ketidak-

Tata nilai, norma, dan mentalitas

tahuan yang berujung pada salah suai

bangsa yang berbeda menurut tempat

pembangunan dengan pencarian jalan

dan golongan bersangkutan, telah

terbaik. Penelitian juga jangan sampai

mengalami perubahan sepanjang se-

terjebak pada perampatan (generali-

jarah bangsa. Sejarah kita memang

sasi) dan prasangka yang seram-

dilumuri banyak kesuraman. Konflik,

pangan. Kekhasan latar belakang so-

pembantaian, dan penindasan seper-

sial-budaya-sejarah-ekologik

tinya telah menjadi moda interaksi

buat “kebenaran yang ditemukan di

yang paling dominan dalam kehidup-

satu tempat belum tentu mewakili

an bangsa kita. Tetapi bangsa mana

kebenaran

yang sejarahnya tidak bernoda? Yang

(hal. 79).

dalam

mem-

keseluruhannya”

terpenting saat ini adalah “kita perlu
membuka tabir dan mengakui sifat-

Kenyataan yang seringkali tabu untuk

sifat kurang baik yang telah melekat

dipercaya adalah bahwa peneliti sosial

pada diri kita... namun yang lebih pen-

sendiri kadang menjadi bagian dari

ting adalah usaha untuk menanggal-

masalah dan seringkali justru menjadi

kannya” (hal. 79). Menurut Ina Sla-

sarana pengaburan gambaran senya-

met, selama lebih dari tiga puluh ta-

tanya kehidupan orang yang tersisih

hun kekuasaan rezim otoriter, gam-

dan tak berdaya. Dampaknya, setiap

baran keadaan kehidupan sosial bang-

kebijakan yang diilhami oleh laporan

sa telah ditutup-tutupi. Ilmuwan so-

penelitian selalu salah sasaran dan

sial dan wartawan sebisa mungkin

malah melanggengkan struktur sosial

'didisiplinkan' agar tidak menyingkap

yang menindas kaum pinggiran.

kebenaran. Ideologi yang tidak sesuai
dengan kenyataan diindoktrinasikan

D.N. Aidit, dalam buku Kaum Tani

kepada masyarakat dan aparat peme-

Mengganjang Setan2 Desa (1964)

rintah. Hal ini memunculkan “keko-

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

231

“PEMBANGUNAN”, KESENJANGAN, MENTALITAS, DAN DEMOKRATISASI

mengidentifikasi tujuh jenis orang

sekadar memperpanjang penderita-

yang menindas rakyat jelata perde-

an. Para bandar penampung dan teng-

saan dan menyebutnya dengan 'Tujuh

kulak masih mirip gambaran tentang

Setan Desa'. Mereka adalah pemilik

'makelar yang jahat' yang semakin

lahan yang jahat, tukang riba, tukang

canggih membungkus praktik mono-

ijon, makelar yang jahat, kapitalis

poli lewat lembaga-lembaga mente-

birokrat, bandit pedesaan, dan pem-

reng seperti koperasi atau kelompok

besar (bangsawan) yang jahat.

usaha untuk tetap menjerat usahausaha kecil dan petani dalam keter-

Pembacaan atas kasus-kasus yang

gantungan yang merugikan. Kapitalis

diangkat Ina Slamet membuat kita

birokrat yang menguasai lahan atau

harus mengakui bahwa Aidit ada

alat produksi tidak berkurang dan

benarnya meski masih terlalu menye-

tetap menjadi golongan kaya yang

derhanakan kenyataan yang penuh

memanfaatkan kedudukannya seba-

warna. 'Setan-setan desa' masih ber-

gai birokrat untuk mengeruk keun-

gentayangan. Sarana-sarana produk-

tungan lewat hubungan kolusifnya de-

si dikuasai segelintir orang yang juga

ngan

berkuasa dalam politik sehingga me-

ngunan'.

'pejuang-pejuang

pemba-

nutup akses sebagian besar kaum tersisih dari meja “adil dan makmur”. Ka-

Dua setan terakhir, yaitu bandit pede-

pitalis-kapitalis besar seperti 'pemilik

saan dan pembesar, yang pada masa

lahan yang jahat' yang tetap men-

Max Havelaar hidup masih kuat peran-

cengkeramkan kukunya atas hutan-

annya dalam penindasan orang desa,

hutan dan sumber daya mineral sam-

kiranya sudah terkalahkan oleh ser-

bil menyingkirkan masyarakat suku

buan pembangunan Orde Baru. Petrus

yang menggantungkan kehidupan so-

di dekade 1980-an, ABRI masuk desa,

sial-budayanya pada keberadaan hu-

dan birokrasi perdesaan modern ala

tan tersebut. Bank-bank perkreditan

UU No.5 1979 telah menghilangkan

masih mirip 'tukang riba' yang ber-

dua setan ini, atau paling tidak mem-

gentayangan mencari mangsa di an-

buatnya malih rupa menjadi salah

tara massa bingung yang tertatih-ta-

satu setan lainnya. Setan-setan desa

tih terseret modernisasi dan ekonomi

temuan Aidit kini tinggal lima. Tetapi

serba-uang. Tukang ijon masih berke-

golongan tersisih dan tak berdaya ti-

liaran hingga ke ujung-ujung desa

dak bisa lega dulu. Negara borjuis te-

mencari petani-petani miskin yang

lah berhasil melahirkan dan mendidik

mau menggadaikan nyawanya untuk

keturunan para pembesar masa lalu

232

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

RESENSI BUKU

menjadi sosok setan-setan baru. Me-

tahu yang sebenarnya. Mereka puas

reka tumbuh besar di kota-kota dalam

dengan angka-angka yang ada di

asuhan lembaga pendidikan borjuis.

kantor desa. Inilah yang oleh Ina Sla-

Mereka adalah peneliti sosial yang

met disebut sebagai penelitian yang

jahat dan aktivis LSM yang jahat.

menghasilkan 'kekosongan dan ke-

Keduanya menjadi setan keenam dan

munafikan'.

ketujuh; menggenapi tujuh setan desa kontemporer di Indonesia.

Dengan kejahatannya, 'gagasan dan
citra yang menyesatkan' direproduksi

Peneliti yang jahat datang tidak diun-

terus oleh peneliti yang jahat dan hal

dang dan pergi membawa pesanan

ini mengaburkan gambaran nyata dari

'orang luar'. Mereka mengulang kebo-

penderitaan kaum pinggiran di antara

hongan yang romantis tentang ma-

pertarungan golongan yang diuntung-

syarakat harmonis. Mereka menutup

kan keadaan. Peneliti-peneliti jahat

mata dari penderitaan rakyat dengan

datang ke masyarakat selama bebe-

lembar-lembar penghitungan statis-

rapa hari; mendatangi tokoh-tokoh

tik. Membuat 'kualitas' ketersisihan

masyarakat; bertandang ke rumah-

hanya sekadar angka. Angka-angka

rumah aktivis LSM jahat; mengutak-

sejuk nan menyenangkan dibawa ke

atik angka-angka yang disodorkan

kota yang di situ perancang pem-

kantor desa dan PPL; menyeleng-

bangunan mengolahnya menjadi ke-

garakan 'temu wicara' dengan me-

bijakan. Di masa Orde Baru, tradisi

manggil birokrat desa, ketua-ketua

Asal Bapak Senang juga berkenaan

kelompok, rentenir, tukang ijon kaya;

dengan

lalu pulang menulis laporan sesuai de-

Angka

angka-angka
kemiskinan

menunjukkan

kemiskinan.

yang

keberhasilan

rendah

ngan prasangka pesanan. Sungguh

pem-

suatu kerjasama tujuh setan yang

bangunan. Pejabat desa yang ber-

produktif.

sangkutan tidak akan malu berhadapan dengan pejabat atasannya bila

Demokratisasi juga berarti adanya

mempunyai angka kemiskinan yang

kesetaraan antara peneliti dengan

rendah. Kebiasaan itu berubah ketika

masyarakat yang diteliti. Memberi

reformasi. Karena adanya dana Jaring

ruang pada suara-suara semua pihak,

Pengaman Sosial (JPS), para pejabat

terutama golongan yang sebagian be-

desa berlomba-lomba memperbesar

sar menghuni ruang, yaitu yang ter-

angka kemiskinan di desanya. Peneliti

sisih dan tak berdaya, merupakan

yang jahat cenderung malas mencari

upaya yang tak bisa diabaikan begitu

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

233

“PEMBANGUNAN”, KESENJANGAN, MENTALITAS, DAN DEMOKRATISASI

saja

demokratisasi.

sekitarnya. Masyarakat suku yang di-

Penelitian menjadi bagian dari, dalam

dalam

proses

paksa menghadapi gurita raksasa ini

istilah Ina, “upaya korektif terhadap

kebingungan dalam belantara 'pem-

ekses-ekses jelek dari sistem kapi-

bangunan' yang tunggang-langgang.

talis”.

Kerjasama yang erat antara kapitalis
dan negara dengan perkakas kekerasannya membuat kapitalis-kapitalis
global itu seolah berseru: “Wahai

Akhirnya

Bangsa Tak Berdaya Sedunia, MenyeDalam buku ini Ina Slamet menggam-

rahlah!”. Tapi Ina Slamet menjawab:

barkan

kekuatan-kekuatan

“Tidak”. Bisakah kita berada di bela-

kapitalisme global dengan kelaparan

kang Ina Slamet untuk memajukan

kronisnya merambahi pedalaman Ka-

demokrasi sebagai “upaya korektif

limantan, Sulawesi, atau Papua sejak

terhadap ekses-ekses jelek dari sis-

jaman kolonial hingga saat ini. Mereka

tem kapitalis”? Semoga setiap orang

mengeruk kekayaan alam sedalam-

bisa menyumbang sesuai dengan ke-

dalamnya lalu memuntahkan limbah,

mampuannya, dan setiap orang mem-

kemiskinan, kemerosotan harga diri,

peroleh sesuai dengan kebutuhannya.

betapa

dan ketimpangan struktur sosial ke

234

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006