Retribusi Jasa Kepelabuhanan sesuai hasil pembahasan di DPRD

(1)

 

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 7 TAHUN 2007

TENTANG

  RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 

BUPATI PARIGI MOUTONG,

Menimbang  :  a. bahwa pelabuhan merupakan salah satu unsur dalam penyelenggaraan Angkutan Laut yang memiliki peranan penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya   dikuasai   oleh   Negara   dan   pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah;

b. bahwa   penyelenggaraan   Jasa   Kepelabuhanan   merupakan   salah   satu kewenangan Kabupaten sehingga perlu penyediaan Jasa kepelabuhanan yang   digunakan   untuk   tujuan   kepentingan   dan   kemanfaatan   umum serta dapat dinikmati oleh para pengguna Jasa  Kepelabuhanan;  

c. bahwa bedasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Jasa Kepelabuhanan;

Mengingat :  1. Undang­Undang   Nomor   21   tahun   1992   tentang   Pelayaran   (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 Nomor 981 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3493);

2. Undang­Undang   Nomor   18   Tahun   1997   tentang   pajak Daerah   dan   Retribusi   Daerah   (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia Tahun   1997   Nomor   41,   Tambahan   Lembaran   Negara   Nomor   3685) sebagaimana   telah   diubah   dengan   Undang­Undang   Nomor   34   Tahun 2000   (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2000   Nomor   246, Tambahan Lembaran Negara  Republik Indonesia Nomor 4048);

3. Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   1999   Nomor   165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

4. Undang­Undang   Nomor   10   Tahun   2002   Tentang Pembentukan Kabupaten Parigi Moutong Di Propinsi Sulawesi Tengah


(2)

(Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2002   Nomor   53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4185 ) ;

5. Undang­Undang   Nomor   10   Tahun   2004   tentang Pembentukan   Peraturan     Perundang­undangan   (   Lembaran   Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

5. Undang­Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2004   Nomor   125, Tambahan   Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Nomor   4437) Sebagaimana   telah   diubah   dengan   Undang­Undang   Nomor   8   Tahun 2005   tentang   Penetapan   Peraturan   Pemerintah   Pengganti   Undang­ Undang Nomor 3 Tahun 2005 menjadi Undang­Undang (Lembara Negara Republik   Indonesia   Tahun   2005   Nomor   108,   Tambahan   Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548 );

6. Peraturan   Pemerintah   Nomor   82   tahun   1999   tentang     Angkutan   Di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3907);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan   Negara   Bukan   Pajak   Yang   Berlaku   Pada   Departemen Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3940 );

8. Peraturan   Pemerintah   Nomor   81   Tahun   2000   tentang   Kenavigasian (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2000   Nomor   160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);  

9. Peraturan Pemerintah Nomor  66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2001   Nomor   119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139); 

10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang   Kepelabuhanan (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2001   Nomor   127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145);

11. Peraturan   Pemerintah   Nomor   51   Tahun   2002   tentang   Perkapalan (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2002   Nomor   95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227);

12. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 54 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut; 

13. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 56 Tahun 2002 tentang Pelimpahan/Penyerahan   Penyelenggaraan   Pelabuhan   Laut   (Unit Pelaksana   Teknis/Satuan   Kerja)   Kepada   Pemerintah   Propinsi   Dan Pemerintah Kabupaten/Kota; 

14. Peraturan   Daerah   Nomor   1   Tahun   2004   Tentang   Kewenangan Kabupaten Parigi Moutong  Sebagai Daerah Otonom ( Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 4 Seri E Nomor 3 );


(3)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT  DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG dan

BUPATI PARIGI MOUTONG  MEMUTUSKAN :

Menetapkan  : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :  1. Daerah adalah Kabupaten Parigi Moutong. 

2. Pemerintah   Daerah   adalah   Bupati   beserta   perangkat   daerah   sebagai   unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3. Bupati adalah Bupati Parigi Moutong. 

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 

5. Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang­undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Bupati.

6. Dinas adalah Dinas Perhubungan Kabupaten Parigi Moutong.

7. Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan perundang­undangan yang berlaku.

8. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas­batas   tertentu   sebagai   tempat   kegiatan   pemerintahan   dan   kegiatan   ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi fasilitas keselamatan pelayaran, dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. 

9. Pelabuhan   Umum   adalah   Pelabuhan   yang   diselenggarakan   untuk   kepentingan pelayanan masyarakat umum.

10. Pelabuhan Khusus adalah Pelabuhan yang dikelolah untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.

11. Pelabuhan Daratan adalah suatu tempat tertentu di daratan dengan batas­batas yang jelas, dilengkapi dengan fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan dan gudang


(4)

serta prasarana dan sarana angkutan barang dengan cara pengemasan khusus dan berfungsi sebagai pelabuhan umum.

12. Pelabuhan Laut adalah Pelabuhan umum yang melayani kegiatan angkutan laut. 13. Daerah   Lingkungan   Kerja   Pelabuhan   adalah   Wilayah   Perairan   dan   Daratan   pada

pelabuhan umum yang dipergunakan secara langsung untuk kegiatan kepelabuhanan. 14. Daerah   Lingkungan   Kepentingan   Pelabuhan   adalah   Wilayah   Perairan   disekeliling

Daerah   lingkungan   kerja   Perairan   pelabuhan   umum   yang   dipergunakan   untuk menjamin keselamatan pelayaran.

15. Dermaga untuk kepentingan sendiri, yang selanjutnya dapat disingkat DUKS, adalah Dermaga   dan   Fasilitas   pendukungnya   berada   dalam   DLKR/DLKP   yang   dibangun, dioperasikan dan dipergunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.

16. Gross Tonage, yang selanjutnya dapat disingkat GT, adalah isi kotor dalam satuan meter kubik yang dimulai setara dengan tonage.

17. Etmal adalah waktu atau lama kapal sandar di dermaga.

18. Jasa Labuh adalah pelayanan yang diberikan bagi kepentingan kapal yang berlabuh baik di kolam pelabuhan maupun di tempat lain.

19. Jasa Tambat adalah pelayanan yang diberikan bagi kegiatan kapal yang bertambat di dermaga tau pun di tambat lain.

20. Jasa Dermaga adalah pelayanan yang di sediakan untuk kegiatan bongkar maupun muat atau naik turun penumpang melalui dermaga.

21. Jasa Penumpukkan adalah pelayanan yang diberikan untuk kegiatan penumpukkan barang.

22. Jasa   Kenavigasian   adalah   pelayanan   yang   diberikan   /   disediakan   yang   berkaitan dengan sarana bantu navigasi pelayaran, telekomunikasi pelayaran, hidrooceanografi, alur dan perlintasan, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage dan pekerjaan bawah air, untuk kepentingan keselamatan pelayaran. 

23. Jasa   Pelayanan   Perkapalan   adalah   pelayanan   yang   diberikan   /   disediakan   yang berkaitan dengan kegiatan bidang perkapalan dan kepelautan serta pengawasannya untuk menentukan kelaiklautan kapal.  

24. Badan   adalah   sekumpulan   orang   dan/atau   modal   yang   merupakan   kesatuan   baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah   dengan   nama   dan   dalam   bentuk   apapun,   firma,   kongsi,   koperasi,   dana pensiunan, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

25. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.


(5)

26. Jasa   Umum   adalah   jasa   yang   disediakan   atau   diberikan   oleh   Pemerintah   Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

27. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perUndang­ Undangan   Retribusi   diwajibkan   untuk   melakukan   pembayaran   Retribusi   termasuk pungutan atau pemotong Retribusi tertentu.

28. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib   Retribusi   untuk   memanfaatkan   jasa   kepelabuhanan   dari   Pemerintah   Daerah yang bersangkutan.

29. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat SSRD adalah Surat yang oleh Wajib Retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Retribusi yang terutang ke kas daerah atau ketempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Bupati.

30. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SKRD, adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah Retribusi yang terutang.

31. Surat   Pendaftaran   Dan   Pendataan   Retribusi   Daerah,   yang   selanjutnya   disingkat SPTRD,  adalah  surat  yang  digunakan  oleh  Wajib  Retribusi  untuk  melaporkan  data Objek   Retribusi   dan   wajib   Retribusi   sebagai   dasar   perhitungan   dan   pembayaran Retribusi yang terutang menurut Peraturan Perundang­undangan Retribusi Daerah. 32. Surat Ketetapan Retribusi Daerah kurang bayar yang selanjutnya disingkat SKRDKB

adalah Surat Ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah pokok retribusi, jumlah kredit retribusi, jumlah kekurangan pembayaran retribusi, besarnya sanksi adminitrasi dan jumlah yang masih harus  dibayar.

33. Surat   Ketetapan  Retribusi   Daerah  Kurang   Bayar  Tambahan,   yang  dapat     disingkat SKRDKBT, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan.

34. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah   surat   ketetapan   Retribusi   yang   menentukan   jumlah   kelebihan   pembayaran Retribusi karena jumlah kredit Retribusi  lebih besar dari pada Retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

35. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau sanksi Administrasi berupa bunga dan/atau denda.

36. Surat Keputusan Keberatan adalah Surat Keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau Dokumen lain  yang dipersamakan, SKRDKB, SKRDKBT, SKRDLB yang diajukan oleh Wajib Retribusi.

37. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, menngumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi   dan   untuk   tujuan   lain   dalam   rangka   melaksanakan   ketentuan   peraturan perUndang­Undangan Retribusi Daerah.

38. Penyidikan   Tindak   Pidana   dibidang   Retribusi   Daerah   adalah   serangkaian   tindakan yang dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah


(6)

Kabupaten Parigi Moutong, yang selanjutnya dapat disebut penyidik, untuk mencari serta   mengumpulkan   bukti   yang   dengan   bukti   itu   membuat   terang   tindak   pidana dibidang Retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 2

Dengan nama Retribusi Jasa Kepelabuhanan dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pemberian dan/atau penyediaan jasa kepelabuhanan.

Pasal 3

(1) Objek   Retribusi   Kepelabuhanan   adalah   pemberian   dan/atau   Penyediaan   Jasa Kepelabuhanan atas orang pribadi atau badan.

(2) Obyek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Jasa pelayanan kapal yang meliputi 

b. jasa pelayanan barang yang meliputi ;

c. jasa pelayanan alat yang meliputi ;

d. pelayanan jasa kepelabuhanan lainnya yang meliputi; 

e. jasa kenavigasian;

f. jasa pelayanan perkapalan.

Pasal 4

Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Jasa kepelabuhanan. BAB III

GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5

Retribusi Jasa kepelabuhanan digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha. BAB IV

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAAN  JASA Pasal 6

Tingkat Penggunaan Jasa diukur berdasarkan jenis, volume dan/atau lamanya pelayanan jasa kepelabuhanan

BAB V


(7)

Pasal 7

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi jasa umum didasarkan pada   kebijakan   daerah   dengan   memperhatikan   biaya   penyediaan   Jasa   yang bersangkutan,   kemampuan   masyarakat   dan   aspek   keadilan   serta   memperhatikan faktor kemampuan pengguna Jasa.

(2) Biaya   sebagaimana   di   maksud   pada   ayat   (1)   dapat   meliputi   biaya   Administrasi, pelayanan,   Pembinaan,   pengawasan,   pemeliharaan,   perawatan   dan   kebersihan pelabuhan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

BAB VI

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF  Pasal 8

(1) Struktur dan besarnya tarif Retribusi ditetapkan sebagai berikut :

Struktur Retribusi Satuan Besarnya

Tarif Retribusi

A. JASA 

KEPELABUHANAN

1. Jasa Pelayanan Kapal  a. Jasa Labuh : 

1) Kapal yang melakukan kegiatan di  pelabuhan umum : 

a) kapal yang melaksanakan  kegiatan niaga : 

1) kapal   angkutan

laut luar negeri  2) kapal   angkutan   laut   dalam

negeri 

3) kapal   pelayaran   rakyat   /   kapal perintis 

4) kapal melakukan kegiatan tetap diperairan pelabuhan :

(a) kapal

angkutan laut dalam negeri

(b) kapal

pelayaran   rakyat   /   kapal perintis 

b) kapal   yang   tidak

melaksanakan       kegiatan niaga :

1) kapal   angkutan

laut luar negeri 

Per GT per kunjungan Per GT per kunjungan Per GT per kunjungan

Per GT per bulan Per GT per bulan

Per GT per kunjungan Per GT per kunjungan Per GT per kunjungan

US$ 0.035 Rp. 40 Rp. 40

Rp. 400 Rp. 200

US$ 0.018 Rp. 40 Rp. 20


(8)

2) kapal   angkutan laut dalam negeri

3) kapal   pelayaran

rakyat / kapal perintis 

2) kapal   yang   melakukan   kegiatan   di Dermaga   Untuk   Kepentingan Sendiri dan di pelabuhan khusus : 

a) Kapal 

angkutan laut luar negeri

b) Kapal 

angkutan laut dalam negeri 

b. Jasa   pemanduan   di   pelabuhan Umum,   di   Dermaga   Untuk Kepentingan   Sendiri   dan   di Pelabuhan Khusus  (PELSUS) :

1) Kelompok I  

Pemanduan   dengan   jarak   0   s/d 10 mil : a) Kapal angkutan  laut luar negeri :  1) Ukuran 500 GT s/d 1000 GT 2) Ukuran

diatas   1000   GT,   tiap   kelebihan GT ditambah  b) Kapal angkutan  laut dalam negeri : 1) Ukuran 500 GT s/d 1000 GT 2) Ukuran

diatas   1000   GT,   tiap   kelebihan ditambah 2) Kelompok II  Pemanduan dengan jarak 10 s/d 20  mil :   a) kapal angkutan laut luar negeri   1) Ukuran    500 GT s/d 1000 GT 2) Ukuran   diatas   1000   GT,   tiap

kelebihan Gt ditambah  

b) kapal angkutan laut dalam negeri 1) sampai dengan 1000 GT

2) Ukuran   diatas   1000   GT,   tiap

Per GT per kunjungan Per GT per kunjungan Per kapal per gerakan Per GT kelebihan per  gerakan Per kapal per gerakan Per GT kelebihan per  gerakan Per kapal per gerakan Per GT kelebihan per  gerakan Per kapal per gerakan Per GT kelebihan per  gerakan Per kapal per gerakan Per GT kelebihan per  gerakan Per kapal per gerakan Per GT kelebihan per  gerakan US$ 0.035 Rp. 40 US $ 27 US $ 0.012 Rp. 33.000 Rp. 21 US $ 30 US $ 0.012 Rp. 36.000 Rp. 21 US $ 33 US $ 0.012 Rp. 41.000 Rp. 21


(9)

kelebihan GT  ditambah   3) Kelompok III  Pemanduan dengan jarak diatas 20 mil a) kapal angkutan laut luar negeri  1) ukuran 500 GT s/d 1000 GT   2) Diatas Gt, tiap kelebihan GT  ditambah  b) kapal angkutan laut dalam negeri  1) sampai dengan 1000 GT 2) Diatas 1000 GT, tiap kelebihan  GT ditambah

c.   Jasa penundaan di Pelabuhan Umum, di   Dermaga   untuk   Kepentingan Sendiri   dan   di         Pelabuhan   Khusus (PELSUS) :

1) Apabila   menggunakan   kapal   tunda dimiliki pelabuhan :  a) Kapal angkutan laut luar negeri  1) kapal sd. 1.500 GT  2) kapal 1.501 sd. 8.000 GT 3) kapal 8.001 sd 18.000 GT 4) kapal 18.001 sd. 75.000 GT 5) kapal diatas 75.000 GT  b) Kapal angkutan laut dalam negeri :  1) kapal sd. 1.500 GT 2) kapal 1.501 sd. 8.000 GT 3) kapal 8.001 sd. 18.000 GT 4) kapal 18.001 sd. 75.000 GT  5) kapal diatas 75.000 GT 

2)   Apabila   menggunakan   kapal   tunda yang bukan dimiliki pelabuhan 

d. Jasa Tambat 

1) Kapal   yang   melakukan   kegiatan dipelabuhan umum : 

a) Tambatan dermaga (besi, beton dan  kayu).

1) Kapal angkutan laut luar negeri  2) kapal   angkutan   laut   dalam

negeri 

3) kapal   pelayaran   rakyat/kapal

Per kapal per jam Per kapal per jam Per kapal per jam Per kapal per jam Per kapal per jam Per kapal per jam Per kapal per jam Per kapal per jam Per kapal per jam Per kapal per jam Per kapal per jam Per GT per Etmal Per GT per Etmal Per GT per Etmal Per GT per Etmal Per GT per Etmal Per GT per Etmal Per GT per Etmal Per GT per Etmal Per GT per Etmal US $ 80 US $ 200 US $ 400 US $ 700 US $ 1.050 Rp.   100.000 Rp.   250.000 Rp.   500.000 Rp.   900.000 Rp.1.300.000 20 % dari pendapatan jasa penundaan US $ 0.035 Rp. 30 Rp. 15 US$0.020 Rp. 20 Rp. 10 US$ 0.005 Rp. 10 Rp. 10


(10)

Perintis

b) Tambatan   Breasthing,   Dolphin Pelampung 

1) Kapal  angkutan laut luar negeri

2) Kapal   angkutan   laut   dalam negeri 

3) Kapal   pelayaran   rakyat   / kapal perintis

c) Tambatan pinggiran / Talud

1) kapal angkutan laut luar negeri  2) Kapal angkutan laut dalam negeri 3) Kapal   pelayaran   rakyat   /   kapal

perintis  

2) Kapal   yang   melaksanakan   kegiatan   di Dermaga   untuk   kepentingan   sendiri (DUKS) dan di Pelabuhan Khusus  a) kapal   yang

mengangkut   bahan   baku,   hasil produksi   dan   peralatan   penunjang produksi untuk kepentingan sendiri b) Kapal   yang

mengangkut kepentingan umum 2. Jasa Pelayanan Barang a. Jasa Dermaga  1) Barang yang dibongkar/dimuat melalui  pelabuhan umum a) Barang ekspor dan impor  b) Barang antar pulau : 

1) Garam,   pupuk   dan   barang   bulog (beras dan gula)  2) Barang lainnya c) Hewan :  1) kerbau, sapi, kuda dan jenisnya  2) Kambing, babi dan sejenisnya  2) Barang yang dibongkar / dimuat melalui

Dermaga   untuk   kepentingan   Sendiri (DUKS) dan di pelabuhan khusus   a) Bahan   yang   merupakan   bahan   baku

hasil   produksi   dan   peralatan penunjang   produksi   untuk kepentingan sendiri 

b) Barang kepentingan umum 

3) Ternak   yang   dibongkar/dimuat   di Outport : Per GT per Etmal Per GT per Etmal Per ton Per m3 Per ton Per m3 Per ton Per m3 Per ekor Per ekor Per ton Per m3 Per ton Per m3 Per ekor Per ekor

Per ton Per m3 Per hari

Per ton Per m3 Per hari

Per ekor per hari Per ekor per hari Per unit per hari Per unit per hari Per unit per hari Per unit per hari Rp. 10 50 % dari pendapatan jasa tambat Rp. 550 Rp. 175 Rp. 350 Rp. 350 Rp. 200 Rp. 300 50 Persen dari pendapatan Jasa Dermaga Rp. 5000 Rp. 2500 Rp. 150 Rp. 100 Rp. 200 Rp. 125 Rp. 1.500 Rp. 3.000 Rp. 3.000 Rp. 6.000


(11)

a. Kerbau dan sejenisnya

b. Kambing dan sejenisnya  b. Jasa Penumpukan  1) Gudang tertutup  2) Lapangan  3) Penyimpanan hewan  a) kerbau, sapi, kuda dan sejenisnya b) Kambing, babi dan sejenisnya  4) Peti kemas (Container)  a) Ukuran 20’ 1) Kos ong  2) Isi   b) Ukuran 40’  1) Kosong  2) Isi  c) Ukuran diatas 40’  1) Kosong  2) Isi  5) Chasis a) Ukuran 20’  b) Ukuran 40’ c) Ukuran diatas 40’  3. Jasa Pelayanan Alat 

a. Apabila   menggunakan   alat   yang dimiliki pelabuhan  1) Alat mekanik  a) Sewa forklift 1. sam pai dengan  2 ton  2. lebi h dari 2 ton s/d 3 ton  3. lebi h dari 3 ton s/d 6 ton  4. lebi h dari 6 ton s/d 7 ton  5. lebi h dari 7 ton s/d 10 ton  6. 10  ton keatas  Per unit per hari Per unit per hari  Per unit per hari Per unit per hari Per unit per hari Per unit per jam  Per unit per jam  Per unit per jam  Per unit per jam  Per unit per jam  Per unit per jam  Per unit per jam  Per unit per jam  Per unit per jam  Per unit per jam  Per unit per jam  Per unit per jam  Per unit per jam  Per unit per jam  Per unit per jam 

Per M2 per bulan

Per M2 per bulan

Rp. 6.000 Rp.12.000 Rp.    750 Rp. 1.500 Rp. 3.000 Rp.   5.000 Rp.   6.500 Rp.   7.500 Rp. 13.000 Rp. 22.000 Rp. 23.000 Rp.   5.000 Rp. 12.000 Rp. 35.000 Rp. 45.000 Rp. 65.000 Rp. 22.000 Rp. 32.000 Rp.     500 20 % dari pendapatan jasa pelayanan alat Rp. 1.000 Rp.    500


(12)

b) Sewa Kren  Derek (Mobil Crane)  1) sam pai dengan 3 ton  2) lebi h dari 3 ton s/d 7 ton  3) lebi h dari 7 ton s/d 15 ton  4) lebi h dari 16 ton s/d 25 ton  5) 25  ton keatas c) Motor Boat  1) sam pai dengan  60 PK  2) lebi h dari 61 PK  2) Alat non mekanik        Gerobak dorong  b. Apabila menggunakan alat yang bukan dimiliki pelabuhan  4. Pelayanan Jasa Kepelabuhanan  lainnya  a. Sewa tanah dan penggunaan  perairan 

1) Untuk   bangunan­bangunan   Industri galangan dan Dock Kapal  

a) Persewaan tanah pelabuhan  b) Penggunaan   perairan   untuk

bangunan   dan   kegiatan   lainnya diatas air

2) Untuk   bangunan­bangunan   industri perusahaan­perusahaan 

a) Persewaan tanah pelabuhan  b) Penggunaan   perairan   untuk

bangunan   dan   kegiatan   lainnya diatas air

3) Untuk kepentingan lainnya  a) Persewaan bangunan kantor 

Per M2 per bulan

Per M2 per bulan Per M2 per bulan Per M2 per bulan

Per orang  Per orang per sekali masuk  Per orang  Per orang per sekali masuk Per orang  Per orang per sekali masuk Per orang per sekali masuk Per orang per bulan  Per orang per tahun  Per kendaraan dan  pengemudi + kenek per  sekali masuk  Per kendaraan dan  pengemudi + kenek per  sekali masuk Per kendaraan dan  pengemudi persekali masuk Per kendaraan dan  pengemudi persekali masuk Per kendaraan per sekali  masuk  Per kendaraan perbulan  Per kendaraan pertahun  Rp. 1.500 Rp. 500 Rp. 5.000 Rp.    500 Rp. 1.500 Rp. 1.000 Rp. 1.000 Rp.    500 Rp.    500 Rp.    250 Rp.     200 Rp.   4.000 Rp. 40.000 Rp.      600 Rp.      500 Rp.      400 Rp.      200 Rp.      100 Rp.  12.000 Rp.120.000


(13)

b) Toko, Warung dan sejenisnya  b. Pelayanan terminal penumpang kapal laut  1) Terminal penumpang kelas A.  a) Penumpang yang berangkat  b) Pengantar/penjemput  2) Terminal penumpang kelas B.  a) Penumpang yang berangkat  b) Pengantar/penjemput   

3) Terminal penumpang kelas C.  a) Penumpang yang berangkat  b) Pengantar/penjemput c. Tanda Masuk Orang dan Tanda Masuk Kendaraan 1) tanda masuk harian  halaman  2) tanda masuk tetap

d. Tanda   Masuk   Kendaraan   (termasuk uang parkir) 1) Tanda Masuk Harian a) Trailler, Truk gandengan  b) Truk, Bus besar c) Pick­Up, Mini Bus, Sedan dan Jeep d) Sepeda Motor  e) Gerobak, Cikar, Dokar dan Sepeda 2) Tanda Masuk Tetap  a) Trailler, Truk gandengan b) Truk Bus Besar  c) Pick­Up, Mini Bus, Sedan dan Jeep Per kendaraan perbulan  Per kendaraan pertahun Per kendaraan perbulan  Per kendaraan pertahun Per kendaraan perbulan  Per kendaraan pertahun Per kendaraan perbulan  Per kendaraan pertahun Per GT Per GT Per GT Per GT Per GT Per GT Per GT Per GT Per Hp Per Hp Per GT Per Gt Per GT Per GT Per GT Per kapal per hari Per GT Per GT Per Buku Per Bulan Per GT Per Kapal Per Kapal Rp.  10.000 Rp.100.000 Rp.    8.000 Rp.  80.000 Rp.    4.000 Rp.  40.000 Rp.    2.000 Rp.  20.000 US $ 0.027 Rp.       200 Rp.       100 Rp.  45.000 Rp.  60.000 Rp.  75.000 Rp.  90.000 Rp. 105.000 Rp.  60.000 Rp.  75.000 Rp.  30.000 Rp.  37.000   Rp.  45.000 Rp.  52.000 Rp.  60.000 Rp.  30.000 Rp.   8.000 Rp.   8.000 Rp.   8.000 Rp.   8.000 Rp.  10.000 Rp.  25.000


(14)

d) Sepeda Motor 

e) Gerobak, Cikar, Dokar dan Sepeda B. JASA KENAVIGASIAN

1. Jasa Penggunaan Sarana Bantu Navigasi Pelayanan (SBNP)/Uang Rambu

a) kapal   angkutan

laut luar negeri;

b) kapal   angkutan

laut dala negeri

c) kapal   pelayanan

rakyat/kapal perintis

2. Sewa   Fasilitas

galangan

a. Kapal barang dan penumpang

­ sa

mpai dengan 50 GT

­ le

bih dari 50 s/d 100 GT

­ le

bih dari 100 s/d 150 GT

­ le

bih dari 150 s/d 200 GT

­ le

bih dari 200 s/d 250 GT b. Kapal Tunda

­ 0

s/d 200 Hp

­ Le

bih dari 200 Hp keatas c) Kapal Kayu

­ sampai dengan 50 GT ­ lebih dari 50 GT s/d 100 GT ­ lebih dari 100 GT s/d 150 GT ­ lebih dari 150 GT s/d 200 GT ­ lebih dari 200 Gt s/d 250 GT

d) Sewa   tempat

tambat

C. JASA PELAYANAN PERKAPALAN

1. Pelayanan   penerbitan   sertifikat kesempurnaan   dan   kebangsaan   kapal ukuran GT 7 (GT< 7) meliputi :

a. sertifikat kesempurnaan

Per Kapal Per Kapal Per Kapal

Per Penerbitan Per Gt

Per GT Per GT Per GT Per Kapal Per Kapal

Rp.  50.000 Rp. 100.000 Rp. 100.000

Rp.  10.000 Rp.   1.000

Rp.    100 Rp.    150 Rp.    160 Us $ 250 Rp. 150.000


(15)

b. pas kecil

c. pas   harian

kapal

d. pas   alat

angkut/apung di perairan 2.

Pemerikasaan   dan   sertifikasi   berkaitan dengan keselamatan kapal

3.

Pelaksanaan Pengukuran dan Surat Ukur

4. Pengujian

dan   sertifikasi   perlengkapan   kapal, keselamatan kapal :

a. pengujian

alat   penolong   dan   alat   pencegahan pencemaran

b. uji

stabilitas   kapal   bangunan baru/perombakan

5. Pengesahan

gambar kapal

6. Penelitian

Dokumen   Kepelautan   dan   Dokumen kapal selain sertifikat :

a. dokumen

kepelautan

b. akte

pendaftaran kapal

7. Pengawasan

bongkar/muat barang berbahaya a.kurang dari 6 jam

b.lebih dari 6 jam s/d 12 jam c.lebih dari 12 jam

8. Pengawasan kapal asing 9. Pengawasan Kapal Nasional

(2)   Dilarang   melakukan   pungutan   atau   dengan   sebutan       lain   diluar   yang   telah ditetapkan dalam Peraturan  Daerah ini. 

BAB VII

WILAYAH PEMUNGUTAN   Pasal 9


(16)

BAB VIII

MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG  Pasal 10

Masa Retribusi adalah frekwensi atau jangka waktu pelayanan  Pasal 11

Saat Retribusi terutang adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan.

BAB IX

SURAT PENDAFTARAN DAN PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 12 

(1) Wajib Retribusi wajib mengisi SPTRD.

(2) SPTRD   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   harus   diisi   dengan   jelas,     benar   dan lengkap serta ditanda tangani oleh Wajib Retribusi atau Kuasanya.

(3) Ketentuan   mengenai   bentuk,   isi,   serta   tata

cara pengisian dan penyampaian SPTRD sebagaimana  dimaksud pada ayat (1)  diatur lebih lanjut dengan  Peraturan Bupati. 

Pasal 13

(1) Berdasarkan   SPTRD   sebagaimana   dimaksud   dalam   pasal   12   ayat   (1)   ditetapkan Retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru  dan/atau data yang

semula   belum   terungkap   yang   menyebabkan   penambahan   jumlah   Retribusi   yang terutang, maka dikeluarkan SKRDKB dan SKRDKBT.

(3) Ketentuan mengenai bentuk, isi dan tata cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang   dipersamakan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   SKRDKB   dan   SDRDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2)  diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. 

BAB XI

TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 14

(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.

(2) Retribusi   dipungut   dengan   menggunakan   SKRD   atau   dokumen   lain   yang dipersamakan. 

BAB XII

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 15


(17)

Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan   sanksi   Administrasi   berupa   bunga   2   %   (dua   perseratus)   setiap   bulan   dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.   

BAB XII

TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 15

(1) Pembayarn Retribusi yang terutang dilunasi sekaligus 

(2) Retribusi   yang   terutang   dilunasi   selambat­lambatnya   15   (Lima   Belas)   hari   sejak diterbitkannya SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penyetoran tempat pembayaran Retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.  

BAB XIV

TATA CARA PENAGIHAN Pasal 17

(1) Pengeluaran Surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan Retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. 

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan / surat lain  yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi Retribusinya yang terutang.

(3) Surat teguran /peringatan/surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk.

BAB XV KEBERATAN

Pasal 18

(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKB, SKRDKBT, dan SKRDLB.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan­ alasan yang jelas.

(3) Dalam   hal   Wajib   Retribusi   mengajukan   keberatan   atas   ketetapan   Retribusi,   Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan Retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak Wajib

Retribusi   menerima     SKRD   atau   dokumen   lain   yang   dipersamakan,   SKRDKB, SKRDKBT, dan SKRDLB diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukan   bahwa   jangka   waktu   itu   tidak   dapat   dipenuhi   karena   keadaan   diluar kekuasaannya. 


(18)

(5) Keberatan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai suatu keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.    

(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi.

Pasal 19

(1) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6 ( enam ) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.

(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah  besarnya Retribusi yang berutang.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberikan keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

BAB XVI

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 20

(1) Atas   kelebihan

pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.

(2) Bupati   dalam

jangka waktu paling lama 6 ( enam ) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran   Retribusi   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   harus   memberikan keputusan.

(3) Apabila   jangka

waktu   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)   telah   dilampaui   dan   Bupati   tidak memberikan   suatu   keputusan   permohonan   pengembalian   Retribusi   dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila   Wajib

Retribusi   mempunyai   utang   Retribusi   lainnya   kelebihan   pembayaran   Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut.

(5) Pengembalian

kelebihan   pembayaran   Retribusi   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)     dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

(6) Apabila

pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan Retribusi.


(19)

(7) Ketentuan mengenai   tata   cara   pengembalian   kelebihan   pembayaran   Retribusi   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. 

Pasal 21

(1) Permohonan

pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurang­kurangnya menyebutkan :

a. nama dan alamat Wajib Retribusi;

b. masa Retribusi;

c. besarnya kelebihan pembayaran;

d. alasan yang singkat dan jelas.

(2) Permohonan

pengembalian   kelebihan   pembayaran   Retribusi   disampaikan   secara   langsung   atau melalui pos tercatat.

(3) Bukti penerimaan

oleh   pejabat   Daerah   atau   bukti   pengiriman   pos   tercatat   merupakan   bukti   saat permohonan diterima oleh Bupati.

Pasal 22

(1) Pengembalian   kelebihan   Retribusi   dilakukan   dengan

menerbitkan surat perintah pembayaran kelebihan Retribusi.

(2) Apabila   kelebihan   pembayaran   Retribusi   diperhitungkan dengan utang Retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pada pasal 20 ayat (4) pembayaran  dilakukan dengan  cara pemindah  bukuan dan  buktipemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

BAB  XVII

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal  23

(1) Bupati   dapat   memberikan

pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi.

(2) Pemberian   pengurangan,   keringanan

dan   pembebasan   Retribusi   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   dengan memperhatikan kemampuam Wajib Retribusi.

(3) Pembebasan   Retribusi   diberikan

kepada Wajib Retribusi yang ditimpa bencana alam atau kerusuhan.

(4) Ketentuan   mengenai   tata   cara

pengurangan,   keringanan   dan   pembebasan   Retribusi     diatur   lebih   lanjut   dengan Peraturan Bupati. 


(20)

KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 24

(1) Hak   untuk

melakukan penagihan  Retribusi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) Tahun   terhitung   sejak   saat   terutang   Retribusi,   kecuali   apabila   Wajib   Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.

(2) Kedaluwarsa

penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :

a. diterbitka

n surat teguran; atau

b. ada

pengakuan   utang   Retribusi     dari   Wajib   Retribusi   baik   langsung   maupun   tidak langsung.

BAB XIX PENYIDIKAN

Pasal 25

(1) Pejabat   Pegawai

Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik   untuk   melakukan   penyidikan   tindak   pidana   dibidang   Retribusi   Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang­Undang Nomor   Tahun 1981 tentang hukum Acara Pidana. 

(2) Wewenang

penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima   ,

mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah    agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. meneliti,

mencari   dan   mengumpulkan   keterangnan   mengenai   orang   pribadi   atau   badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;

c. meminta

keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan   dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;

d. melakukan

penggeledahan   untuk   mendapatkan   bahan   bukti   pembukuan,   pencatatan   dan dokumen   –   dokumen   lain,   serta   melakukan   penyitaan   terhadap   barang   bukti tersebut;


(21)

e. meminta

bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;

f. menyuruh

berhenti, dan/atau  melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan identitas sedang berlangsung dan memeriksa   orang dan / atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf d;

g. memotret

seseorang yang berkaitan dengan Tindak Pidana Retribusi daerah;

h. memanggil

orang untuk didengar keterangannya untuk diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

i. menghentikan

penyidikan;

j. melakukan

tindakan   lain   yang   perlu   untuk   kelancaran   penyidikan   tindak   pidana   dibidang Rertibusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik

sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   memberitahukan   dimulainya   penyidikan   dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana.

BAB XX

KETENTUAN PIDANA Pasal 26

(1) Wajib   Retribusi

yang   tidak   melaksanakan   kewajibannya   sebagaimana   dimaksud   dalam   pasal   8 sehingga merugikan keuangan daerah, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah Retribusi yang terutang.

(2) Tindak   pidana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XXI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 27

Ketentuan mengenai teknis pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini   diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

 

Pasal 28


(22)

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan  penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Parigi Moutong.

Diundangkan di Parigi Pada tanggal 23 Maret 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

H. RUSTAM DG. RAHMATU, BE, SE, Msi Pembina Utama Muda

NIP. 010 078 615

Ditetapkan di Parigi

pada tanggal 22 Maret 2007        

BUPATI PARIGI MOUTONG,

LONGKI DJANGGOLA

LEMBARAN DAERAH TAHUN 2007 NOMOR 12 SERI C NOMOR 20


(23)

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 7  TAHUN 2007

TENTANG

RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN I. UMUM

Untuk penyelenggaraan otonomi Daerah di perlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di Daerah secara proposional yang di wujdkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan.

Sumber­sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi salah satunya terdiri dari pendapatan Asli Daerah, pendapatan asli Daerah merupakan sumber keuangan Daerah yang   digali   dari   dalam   wilayah   Daerah   yang   bersangkutan   yang   salah   satunya   adalah Retribusi Daerah. 

Pelabuhan   merupakan   salah   satu   unsur   dalam   penyelenggaraan   pelayanan   yang memiliki   peranan   yang   sangat   penting   dan   strategis   sehingga   penyelenggaraannya   di kuasai oleh Negara dan pembinaannya di lakukan oleh pemerintah.

Dalam  rangka mewujudkan  pelaksanaan Otonomi  Daerah dengan  memperhatikan potensi   yang   dimiliki,   maka   salah   satu   sumber   Retribusi   yang   diharapkan   adalah penyediaan   jasa   kepelabuhanan   yang   bertujuan   untuk   membiayai   penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 

Cukup jelas Pasal 2 

Cukup jelas  Pasal 3

Cukup jelas  Pasal 4 

Cukup jelas Pasal 5 

Cukup jelas  Pasal 6 

Cukup jelas  Pasal 7 

Cukup jelas  Pasal 8 


(24)

Pasal 9

Cukup jelas  Pasal  10 

Cukup jelas  Pasal  11 

Yang   dimaksud   dengan   dokumen   yang   dipersamakan   adalah     surat   yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Parigi Moutong atau yang ditunjuk sesuai Peraturan PerUndang­Undangan.

Pasal  12  Cukup jelas  Pasal  13 

Cukup jelas  Pasal  14

Ayat 1

        Yang dimaksud dengan tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan Retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, dalam   pengertian   ini   bukan   berarti   bahwa   Pemerintah   Daerah   tidak   boleh bekerjasama   dengan   pihak   ketiga.   Dengan   sangat   selektif   dalam   proses pemungutan   Retribusi,   Pemerintah   Daerah   dapat   mengajak   bekerjasama dengan badan­badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis Retribusi secara lebih efisien. Kegiatan pemungutan Retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan   pihak   ketiga   adalah   kegiatan   perhitungan   besarnya   Retribusi   yang terutang, pengawasan penyetoran Retribusi dan penagihan Retribusi.

         Ayat 2

Cukup jelas Pasal  15 

Cukup jelas  Pasal  16 

Cukup jelas  Pasal  17 

Cukup jelas  Pasal 18 

Cukup jelas  Pasal 19 

Cukup jelas  Pasal  20 

Cukup jelas  Pasal  21 

Cukup jelas  Pasal  22 


(25)

Cukup jelas  Pasal  23

Cukup jelas  Pasal  24 

Cukup jelas  Pasal  25

Cukup jelas  Pasal  26 

Cukup jelas  Pasal  27

Cukup jelas  Pasal  28 

Cukup jelas 


(26)

(1)

e. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah; f. menyuruh berhenti, dan/atau  melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan identitas sedang berlangsung dan memeriksa   orang dan / atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf d; g. memotret seseorang yang berkaitan dengan Tindak Pidana Retribusi daerah; h. memanggil orang untuk didengar keterangannya untuk diperiksa sebagai tersangka atau saksi; i. menghentikan penyidikan; j. melakukan

tindakan   lain   yang   perlu   untuk   kelancaran   penyidikan   tindak   pidana   dibidang Rertibusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik

sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   memberitahukan   dimulainya   penyidikan   dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana. BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 26

(1) Wajib   Retribusi

yang   tidak   melaksanakan   kewajibannya   sebagaimana   dimaksud   dalam   pasal   8 sehingga merugikan keuangan daerah, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah Retribusi yang terutang.

(2) Tindak   pidana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XXI KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Ketentuan mengenai teknis pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini   diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.   Pasal 28 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


(2)

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan  penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Parigi Moutong.

Diundangkan di Parigi Pada tanggal 23 Maret 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

H. RUSTAM DG. RAHMATU, BE, SE, Msi Pembina Utama Muda

NIP. 010 078 615

Ditetapkan di Parigi

pada tanggal 22 Maret 2007        

BUPATI PARIGI MOUTONG,

LONGKI DJANGGOLA


(3)

ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 7  TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN I. UMUM Untuk penyelenggaraan otonomi Daerah di perlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di Daerah secara proposional yang di wujdkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan. Sumber­sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi salah satunya terdiri dari pendapatan Asli Daerah, pendapatan asli Daerah merupakan sumber keuangan Daerah yang   digali   dari   dalam   wilayah   Daerah   yang   bersangkutan   yang   salah   satunya   adalah Retribusi Daerah. 

Pelabuhan   merupakan   salah   satu   unsur   dalam   penyelenggaraan   pelayanan   yang memiliki   peranan   yang   sangat   penting   dan   strategis   sehingga   penyelenggaraannya   di kuasai oleh Negara dan pembinaannya di lakukan oleh pemerintah.

Dalam  rangka mewujudkan  pelaksanaan Otonomi  Daerah dengan  memperhatikan potensi   yang   dimiliki,   maka   salah   satu   sumber   Retribusi   yang   diharapkan   adalah penyediaan   jasa   kepelabuhanan   yang   bertujuan   untuk   membiayai   penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan Daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1  Cukup jelas Pasal 2  Cukup jelas  Pasal 3 Cukup jelas  Pasal 4  Cukup jelas Pasal 5  Cukup jelas  Pasal 6  Cukup jelas  Pasal 7  Cukup jelas  Pasal 8  Cukup jelas 


(4)

Pasal 9

Cukup jelas  Pasal  10 

Cukup jelas  Pasal  11 

Yang   dimaksud   dengan   dokumen   yang   dipersamakan   adalah     surat   yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Parigi Moutong atau yang ditunjuk sesuai Peraturan PerUndang­Undangan. Pasal  12  Cukup jelas  Pasal  13  Cukup jelas  Pasal  14 Ayat 1         Yang dimaksud dengan tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan Retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, dalam   pengertian   ini   bukan   berarti   bahwa   Pemerintah   Daerah   tidak   boleh bekerjasama   dengan   pihak   ketiga.   Dengan   sangat   selektif   dalam   proses pemungutan   Retribusi,   Pemerintah   Daerah   dapat   mengajak   bekerjasama dengan badan­badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis Retribusi secara lebih efisien. Kegiatan pemungutan Retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan   pihak   ketiga   adalah   kegiatan   perhitungan   besarnya   Retribusi   yang terutang, pengawasan penyetoran Retribusi dan penagihan Retribusi.          Ayat 2 Cukup jelas Pasal  15  Cukup jelas  Pasal  16  Cukup jelas  Pasal  17  Cukup jelas  Pasal 18  Cukup jelas  Pasal 19  Cukup jelas  Pasal  20  Cukup jelas  Pasal  21  Cukup jelas 


(5)

Cukup jelas  Pasal  23

Cukup jelas  Pasal  24 

Cukup jelas  Pasal  25

Cukup jelas  Pasal  26 

Cukup jelas  Pasal  27

Cukup jelas  Pasal  28 

Cukup jelas 


(6)