HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KONFLIK KERJA PADA KARYAWAN.

(1)

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S.Psi)

Olif Fitri Susmia Sari B07212025

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dengan konflik kerja pada karyawan PT. X di Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala konflik kerja dan skala komunikasi interpersonal. Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua karyawan dalam PT. X di Surabaya berjumlah 32 karyawan. Subyek dari penelitian ini berjumlah < 100 sehingga penelitian ini tidak mengambil sampel namun meneliti populasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket. Analisis data menggunakan teknik korelasi Product Moment.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara komunikasi interpersonal dengan konflik kerja pada karyawan dengan nilai korelasi p = 0.000 dan r = -0.569, yang artinya semakin tinggi komunikasi interpersonal maka semakin rendah konflik kerja pada karyawan.

Kata Kunci: Komunikasi Interpersonal, Konflik Kerja, Karyawan


(7)

correlation research that using work conflict scale and interpersonal communication scale as collecting data technique. The research is research population. Population in this research is all employees in PT. X in Surabaya that there are 32 employees. The subject of this research is less than 100, so that this research does not take a sample but researching population. Collection data technique in this research uses questionnaire. Data analysis technique uses correlation of product moment. The results of this research show that there is negative relations between interpersonal communication with work conflict on an employee with correlation value p = 0.000 and r = -0.569. It means the higher communication interpersonal the lower work conflict on employee.

Keywords: Interpersonal Communication, Work Conflict, Employee.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Konflik Kerja ... 16

1. Pengertian Konflik Kerja ... 16

2. Indikator Konflik Kerja ... 19

3. Ciri-ciri Konflik Kerja... 19

4. Jenis-jenis Konflik Kerja... 20

5. Sebab-sebab Konflik Kerja ... 22

6. Proses Konflik ... 25

7. Strategi Manajemen Konflik Kerja ... 29

B. Komunikasi Interpersonal ... 32

1. Pengertian Komunikasi ... 32

2. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 34

3. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal ... 36

4. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal ... 40

5. Jenis-jenis Komunikasi Interpersonal ... 42

6. Fungsi Komunikasi Interpersonal ... 43

7. Proses Komunikasi Interpersonal ... 43

C. Hubungan Komunikasi Interpersonal dengan Konflik Kerja... 47


(9)

BAB III : METODE PENELITIAN

A. Variabel dan Definisi Operasional ... 54

1. Variabel Penelitian ... 54

2. Definisi Operasional... 54

B. Populasi dan Sampel ... 55

1. Populasi ... 55

2. Sampel ... 55

C. Teknik Pengumpulan Data ... 56

D. Validitas dan Reliabilitas Data ... 61

1. Validitas ... 61

2. Realibilitas Data ... 66

E. Analisis Data ... 67

BAB IV :HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 71

B. Deskripsi dan Reabilitas Data ... 74

1. Deskripsi Data ... 74

2. Reabilitas Data ... 80

3. Uji Prasyarat ... 81

a. Uji Normalitas ... 81

b. Uji Linieritas ... 84

C. Hasil ... 85

D. Pembahasan ... 87

BAB V :PENUTUP A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 93

1. Bagi Perusahaan ... 93

2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 :Penilaian Pertanyaan Favorable dan Unfavorable ... 57

Tabel 2 :Blue Print Uji Coba Skala Konflik Kerja ... 59

Tabel 3 :Blue Print Uji Coba Skala Komunikasi Interpersonal ... 60

Tabel 4:Validitas Skala Konflik Kerja ... 62

Tabel 5 :Validitas Skala Komunikasi Interpersonal ... 63

Tabel 6 :Blue Print Skala Konflik Kerja Setelah Uji Coba ... 64

Tabel 7:Blue Print Skala Komunikasi Interpersonal Setelah Uji Coba ... 65

Tabel 8 :Hasil Uji Reliabilitas Skala Uji Coba ... 66

Tabel 9 :Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 72

Tabel 10 :Responden Berdasarkan Status ... 72

Tabel 11 :Responden Berdasarkan Usia ... 73

Tabel 12 :Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 73

Tabel 13 :Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 74

Tabel 14 :Hasil Uji Deskriptif Statistik ... 75

Tabel 15 :Deskripsi Data Berdasarkan Jenis Kelamin Responden ... 76

Tabel 16 :Deskripsi Data Berdasarkan Status ... 76

Tabel 17 :Deskripsi Data Berdasarkan Usia ... 77

Tabel 18 :Deskripsi Data Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden ... 78

Tabel 19 :Deskripsi Data Berdasarkan Lama Bekerja Responden ... 79

Tabel 20 :Hasil Uji Estimasi Reliabilitas ... 81

Tabel 21 :Hasil Uji Normalitas ... 83

Tabel 22 :Hasil Uji Linieritas ... 84


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 :Bagan Proses Komunikasi Interpersonal Secara Umum ... 44

Gambar 2 :Bagan Konseptual Teori ... 53

Gambar 3 :Grafik Histogram Uji Normalitas ... 82


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 :Instrumen Uji Coba ... 99

Lampiran 2 :Data Mentah Uji Coba Konflik Kerja ... 103

Lampiran 3 :Data Scoring Uji Coba Konflik Kerja ... 105

Lampiran 4 :Data Mentah Uji Coba Komunikasi Interpersonal ... 107

Lampiran 5 :Data Scoring Uji Coba Komunikasi Interpersonal ... 109

Lampiran 6 :Hasil Output Uji Daya Diskriminasi Uji Coba Skala Konflik Kerja.... ... 111

Lampiran 7 :Hasil Output Uji Estimasi Reliabilitas Uji Coba Skala Konflik Kerja . ... 113

Lampiran 8 :Hasil Output Uji Daya Diskriminasi Uji Coba Skala Komunikasi Interpersonal ... 115

Lampiran 9 :Hasil Output Uji Estimasi Reliabilitas Uji Coba Skala Komunikasi Interpersonal ... 117

Lampiran 10 :Instrumen Valid ... 119

Lampiran 11 :Data Mentah Uji Skala Valid Konflik Kerja ... 122

Lampiran 12 :Data Scoring Uji Skala Valid Konflik Kerja ... 124

Lampiran 13 :Data Mentah Uji Skala Valid Komunikasi Interpersonal ... 126

Lampiran 14 :Data Scoring Uji Skala Valid Komunikasi Interpersonal ... 128

Lampiran 15 :Hasil Output Uji Daya Diskriminasi Aitem Valid Skala Konflik Kerja ... 130

Lampiran 16 :Hasil Output Uji Estimasi Reliabilitas Valid Skala Konflik Kerja ... 132

Lampiran 17 :Hasil Output Uji Daya Diskriminasi Aitem Valid Skala Komunikasi Interpersonal ... 134

Lampiran 18 :Hasil Output Uji Estimasi Reliabilitas Valid Skala Komunikasi Interpersonal ... 136

Lampiran 19 :Uji Prasyarat ... 138 Lampiran 20 :Lembar Bimbingan

Lampiran 21 :Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 22 :Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian Lampiran 23 :Berita Acara Ujian Skripsi


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi perekonomian membawa tantangan baru bagi organisasi untuk tetap bertahan hidup dalam persaingan yang makin kompetitif. Organisasi bisnis maupun organisasi non bisnis dituntut untuk memiliki SDM yang kompeten yang mampu menjalankan dan menyelesaikan tugas dan kewajibannya secara lebih baik. Individu harus terlatih secara aktif bertanggungjawab atas perilaku mereka, mengembangkan dan saling berbagi informasi tentang pekerjaan. Pemberdayaan karyawan akan sangat menentukan kesuksesan organisasi. Organisasi harus menyadari bahwa makin kompetitifnya lingkungan bisnis mereka, memerlukan pembelajaran yang lebih efektif, pemberdayaan karyawan, dan komitmen yang lebih besar dari setiap orang yang terlibat dalam organisasi (Nurrohim, 2009).

Organisasi sebagai tempat berkumpulnya individu yang memiliki visi, misi, dan tujuan yang sama, namun berasal dari latar belakang yang berbeda. Interaksi antara individu satu dengan individu yang lain dapat menyebabkan perbedaan-perbedaan individu dalam hal nilai-nilai, sikap, keyakinan, kebutuhan dan kepribadian, persepsi ataupun pendapat (Alfiah, 2013).

Konflik dalam perusahaan terjadi dalam berbagai bentuk dan corak, yang merintangi hubungan individu dengan kelompok atau kelompok yang lebih besar. Berhadapan dengan orang-orang yang mempunyai pandangan


(14)

2

yang berbeda, sering berpotensi terjadinya pergesekan, sakit hati, dan lain-lain (Afrizal, 2014).

Seperti halnya fenomena yang terjadi di PT. Tjiwi Kimia Sidoarjo, kondisi buruh di PT. Tjiwi Kimia Sidoarjo saat ini sedang mengalami penindasan terjadi karena perusahaan mulai memperkerjakan tenaga buruh harian untuk melakukan aktivitas produksinya. Tindakan inilah yang kemudian memunculkan bibit konflik antara perusahaan dengan para buruh. Buruh yang bekerja di perusahaan tersebut mau tidak mau harus menerima kebijakan perusahaan karena posisi mereka yang lemah. Konflik antara perusahaan dan para buruh yang terjadi di PT. Tjiwi Kimia tidak hanya terjadi kali ini saja. Sebelumnya, pada tahun 2012 juga pernah terjadi konflik antara perusahaan dengan buruh yang disebabkan oleh adanya pemutusan hak kerja (PHK) secara sepihak yang dilakukan oleh pihak perusahaan.

Sebagai reaksi atas pemutusan secara sepihak tersebut, para buruh kemudian melakukan demo untuk menuntut hak kerja mereka. Pasca terjadinya demo tersebut, perusahaan tetap tidak memenuhi tuntutan dari para buruh yang telah di PHK, total buruh yang di PHK oleh Tjiwi Kimia pada saat itu berjumlah sebanyak 72 buruh terhitung sejak bulan februari hingga maret 2014 (http://news.detik.com/surabaya diakses 17 mei 2016).

Dari fakta diatas dapat dilihat bahwa mengelola konflik kerja sangat diperlukan di suatu organisasi atau perusahaan. Kegagalan membangun komunikasi yang harmonis dalam perusahaan akan menimbulkan kegagalan dalam mencapai tujuan perusahaan. Misalnya apabila seorang karyawan


(15)

mempunyai rasa yang tidak nyaman dengan sesama rekan kerjanya, maka akan menimbulkan konflik kerja, sehingga mengabaikan tujuan yang diharapkan bersama.

Sedangkan fenomena yang terjadi pada PT. X di Surabaya ini adalah bahwa masalah komunikasi menjadi hal yang membuat problema tersendiri bagi para karyawan, berdasarkan hasil observasi bahwa ada salah satu karyawan yang sering berselisih paham dengan rekan kerjanya di perusahaan tersebut. Biasanya masalah pribadi yang di bawa-bawa ke urusan pekerjaan sehingga mengganggu aktivitas di kantor. Terkadang masalah kecil yang di besar-besarkan. Dan tidak mau bicara satu sama lain secara langsung. Hanya menyampaikan argumennya lewat anak PKL tersebut. Sehingga anak PKL yang tidak tahu permasalahannya jadi terkena imbasnya sebagai perantara antar rekan kerja yang berselisih paham. Karena sifat ke egoism masing- masing membuat konflik kerja antar karyawan.

Hal demikian membuat jurang kesenjangan antara hubungan para karyawan di dalam suatu perusahaan menjadi semakin lebar, dan dampaknya ketika adanya suatu perbedaan yang kecil bisa membuat konflik yang besar karena kurangnya berkomunikasi antar pegawai.

Selain itu ketika adanya perbedaan pandangan antar karyawan yang berbeda membuat iklim didalam suatu perusahaan menjadi kaku, hal ini jika diteruskan maka akan muncul kesalahpahaman yang menjurus pada konflik yang lebih dalam dan besar.


(16)

4

Menurut Wexley dan Yukl (2005) menyatakan konflik adalah suatu perselisihan atau perjuangan diantara dua pihak yang ditandai dengan menunjukkan permusuhan secara terbuka yang akan mengganggu pencapaian tujuan yang menjadi lawannya.

Konflik dalam sebuah organisasi dapat terjadi karena berbagai sebab, contohnya adanya komunikasi yang tidak berjalan dengan baik, ketidakjelasan struktur atau pekerjaan dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepribadian yang dimiliki oleh masing-masing individu maupun kelompok yang berbeda (Silaban, 2012).

Menurut Jehn (dalam Alfiah, 2013) ada dua jenis konflik yang terjadi dalam kelompok yaitu konflik hubungan dan konflik tugas. Konflik hubungan merupakan ketidaksepahaman atau ketidaksesuaian akibat dibawanya persoalan-persoalan personal dan sosial yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. Artinya konflik dalam hubungan kerja muncul ketika persoalan-persoalan yang sifatnya pribadi ikut dibawa dalam rutinitas kerja di perusahaan sehingga mempengaruhi tingkah laku dalam bekerja. Konflik tugas merupakan suatu kesadaran anggota tim kerja bahwa terdapat ketidaksesuaian tentang tugas aktual yang dikerjakan dengan tujuan dan sasaran serta pembagian tugas yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini tentu memberikan dampak yang kurang baik, terlebih saling ketergantungan kegiatan kerja merupakan salah satu sumber konflik organisasaional.

Istilah konflik berasal dari kata bahasa latin yaitu con yang berarti sama dengan figen berarti penyerangan (Hartatik, 2005). Dalam kamus, kata


(17)

konflik didefinisikan sebagai percekcokan, perselisihan, atau pertentangan. Dengan demikian, secara sederhana konflik merujuk pada adanya dua hal atau lebih yang berseberangan, tidak selaras, dan bertentangan (Ahmadi, 2009).

Menurut Tommy (2010) konflik adalah adanya pertentangan antara seseorang dengan orang lain atau ketidakcocokan kondisi yang dirasakan oleh pegawai karena adanya hambatan komunikasi, perbedaan tujuan dan sikap serta tergantungan aktivitas kerja.

Konflik banyak dijumpai termasuk didalam organisasi seringkali terjadi dan kurang cepat diselesaikan, dalam penanganan konflik didalam organisasi haruslah terselesaikan dengan cepat agar tidak mempengaruhi pelaku konflik atau orang yang menjadi korban konflik itu sendiri. Alasan itulah yang menyebabkan organisasi selalu mencari faktor-faktor yang menyebabkan konflik itu terjadi, penanganan dan pengelolaan yang tepat dapat meminimalisir timbulnya konflik besar, baik antar individu maupun antar kelompok.

Suatu permasalahan baik itu individu maupun kelompok, haruslah dapat penanganan yang cepat agar permasalahan seperti konflik dapat terselesaikan, walaupun konflik suatu saat bisa timbul kembali. Dalam menciptakan suasana yang tenang dalam menangani konflik, seorang manajer harus mengerti langkah dalam menyelesaikan konflik yang sedang terjadi. Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi. Seperti halnya menurut Indriyatni (2010) bahwa faktor-faktor yang memicumunculnya


(18)

6

suatu konflik dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu: komunikasi, struktur dan pribadi.

Sedangkan Indikator konflik kerja menurut Boles, James S., W. Gary Howard & Heather H. Donofrio (dalam Roboth, 2015) terdiri dari lima indikator, diantaranya: (1) tekanan kerja (2) banyaknya tuntutan tugas (3) kurangnya kebersamaan keluarga (4) sibuk dengan pekerjaan, dan (5) konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap pekerjaan.

Di era globalisasi, kompetisi dunia usaha semakin ketat. Dalam kondisi ini, masing-masing perusahaan harus menerapkan strategi dan langkah efektif dalam menjalankan bisnisnya agar tidak kalah bersaing. Hal ini dilakukan guna menjaga kelangsungan organisasi atau perusahaan. Karenanya, perusahaan harus menempatkan sumber daya manusia sebagai aset bernilai tinggi yang akan mendorong karyawan menunjukkan kinerja terbaiknya. Kinerja karyawan akan efektif jika didukung oleh komunikasi efektif, yang melibatkan unsur pimpinan maupun karyawan. Salah satu bentuk komunikasi dalam suatu organisasi adalah komunikasi interpersonal (Lubis, 2006).

Dalam suatu organisasi, komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang paling tepat dalam menyelesaikan sebuah konflik karena komunikasi interpersonal bersifat langsung dan dua arah yang artinya antara komunikator dan komunikan dapat saling memberikan timbal balik atau feed back secara langsung. Wexley (dalam Besare, 2014) menyatakan konflik adalah suatu perselisihan atau perjuangan di antara dua pihak yang ditandai dengan menunjukkan permusuhan secara terbuka dan atau mengganggu dengan


(19)

sengaja pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya. Konflik dapat terjadi antara individu dalam suatu kelompok, antara orang dengan pemimpinnya, di antara dua department atau lebih dalam satu organisasi, antar personalia staf dan lini dan antara serikat buruh dengan manajemen. Manajemen konflik yang baik dan efektif sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi atau perusahaan yang mengalami konflik.

Komunikasi interpersonal merupakan salah satu dari beberapa bentuk kegiatan komunikasi yang ada dalam organisasi. Komunikasi antar individu berguna untuk kemajuan organisasi dan menghilangkan hambatan-hambatan komunikasi dan menduduki peringkat tertinggi sebagai kebutuhan utama organisai. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa individu menghabiskan sekitar 75% waktunya untuk melakukan komunikasi interpersonal (Tubbs & Moss, 2005).

Menurut Nawawi (2010) Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin “Communication” yang berarti pemberitahuan atau perkataan, pikiran. Istilah Communication tersebut bersumber dari kata “communis” yang berarti sama. Berarti orang yang terlibat dalam komunikasi harus terdapat kesamaan makna mengenai apa yang disampaikan. Bila tidak terjadi kesamaan makna berarti tidak terjadi komunikasi. Seperti yang dinyatakan Pace (dalam Cangara, 1998) komunikasi interpersonal adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka.

Komunikasi menduduki peranan penting untuk menghindari adanya konflik kerja pada karyawan. Suasana kerja yang mendukung akan membuat


(20)

8

karyawan ataupun manusia menjadi produktif. Dalam suatu perusahaan, jika menginginkan kemajuan salah satu hal yang perlu diciptakan adalah komunikasi interpersonal yang sehat sehingga dalam bekerja akan merasa nyaman. Komunikasi interpersonal tidak harus dilakukan dengan ucapan ataupun sapaan tetapi bahasa tubuh juga akan menjadi komunikasi interpersonal yang efektif.

Devito (1997) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal bisa efektif dapat diketahui dari 5 hal berikut ini, yaitu: (1) keterbukaan (openness), (2) empati (empathy), (3) sikap mendukung (supportiveness), (4) sikap positif

(positiveness), dan (5) kesetaraan (equality).

Menurut Anoraga (1995) jika dalam suatu organisasi tidak mementingkan komunikasi interpersonal antar karyawannya dan hanya berpatok pada kerja dan hasil, maka sudah pasti perusahaan tersebut akan mengalami penurunan produktivitas karena karyawan di dalam perusahaan tersebut merasa jenuh dan tidak nyaman. Dalam komunikasi interpersonal bisa dilakukan dengan pengiriman pesan melalui tulisan ataupun melalui face to face, atau bisa juga dilakukan dengan bahasa tubuh yang mengatakan bahwa kita peduli dengan antar teman atau karyawan. Selain itu apabila perusahaan tidak dapat melaksanakan komunikasi yang baik maka semua rencana-rencana, instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, sasaran-sasaran, motivasi-motivasi dan sebagainya hanya akan tinggal di atas kertas. Dengan kata lain tanpa adanya komunikasi yang baik, pekerjaan akan menjadi simpang siur dan kacau balau sehingga tujuan perusahaan kemungkinan tidak akan tercapai.


(21)

Penelitian ini mengambil lokasi di PT. X yang terletak di JL. P. Diponegoro, Surabaya. Dimana didalamnya terdapat kabag, kasubag, beberapa devisi dan bagian yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan asuransi. Sebagai perusahaan yang bergerak dibidang jasa asuransi kecelakaan yang dimana Utama dalam Perlindungan, Prima dalam Perlayanan Masyarakat, maka dibutuhkan komunikasi interpersonal yang sehat dalam melakukan tugas atau melayani masyarakat di dalam perusahaan untuk menghindari adanya konflik kerja pada karyawan. Hal ini dilakukan guna menjaga kelangsungan organisasi atau perusahaan. Dengan kata lain tanpa adanya komunikasi yang baik, pekerjaan akan menjadi simpang siur dan kacau balau sehingga tujuan perusahaan kemungkinan tidak akan tercapai.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dengan Konflik Kerja Pada Karyawan PT. X di Surabaya”, studi korelasi pada karyawan PT. X di Surabaya.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti menyusun rumusan masalah sebagai berikut:

Apakah terdapat hubungan antara komunikasi interpersonal dengan konflik kerja pada karyawan PT. X di Surabaya?


(22)

10

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal dengan konflik kerja pada karyawan PT. X di Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk memberikan kontribusi dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi.

b. Untuk memberikan informasi tambahan mengenai konflik kerja yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal.

c. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.

2. Manfaat Praktis

Memberikan masukan kepada perusahaan, agar hasil penelitian ini menjadi bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait di dalam perusahaan terutama dalam meningkatkan hubungan komunikasi interpersonal pada karyawan. Dengan demikian dapat digunakan dalam langkah-langkah dan strategi yang tepat dalam hal mengatasi konflik kerja pada karyawan khususnya.


(23)

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Fidyanti (2007) tentang “Hubungan Efektifitas Komunikasi dengan Konflik Kerja pada Karyawan PT. Rama

Gloria Sakti Tekstil Industri”, menunjukkan bahwa ada hubungan negatif dan sangat signifikan antara efektivitas komunikasi dengan konflik kerja. Dengan koefisien rxy = -0,849 dan p = 0,000, yang artinya semakin tinggi efektivitas komunikasi maka semakin rendah konflik kerja pada karyawan dan sebaliknya semakin rendah efektivitas komunikasi maka semakin tinggi konflik kerja pada karyawan. Efektivitas komunikasi memberikan pengaruh sebesar 79,9% terhadap konflik kerja, sedangkan 20,1% selebihnya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Penelitian yang lain dilakukan oleh Sofiana (2007) tentang “Hubungan Efektifitas Komunikasi Interpersonal dengan Konflik Kerja pada PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk Cabang Cirebon”, menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan konflik kerja. Pada penelitian ini nilai r sebesar -0,074 dan P sebesar 0,632. Dari 44 responden terdapat 27 karyawan atau sebanyak 61% mengalami efektivitas komunikasi yang tinggi dan 17 karyawan atau sebanyak 39% mengalami efektivitas komunikasi yang rendah. Sedangakan untuk konflik kerja dari 44 karyawan terdapat 21 karyawan atau sebanyak 48% mengalami konflik kerja yang tinggi dan 23 karyawan atau sebanyak 52% mengalami konflik kerja yang rendah. Efektifitas komunikasi interpersonal memberikan


(24)

12

sumbangan efektif sebesar 0,54% terhadap konflik kerja, sedangakan sisanya 99,46% di sebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Afrizal, Musadieq, & Ruhana (2014)

tentang “Pengaruh Konflik Kerja dan Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja

pada Karyawan PT. TASPEN (PERSERO) Cabang Malang”, Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh signifikansi bahwa konflik kerja memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F-hitung sebesar 41,986, sedangkan nilai F-tabel sebesar 3,275. Selain itu, secara parsial diketahui bahwa konflik kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang lebih besar dari t-tabel -2,772> 2,034 dan nilai koefisien sebesar -0,300.

Penelitian yang dilakukan oleh Iresa, Utami, & Prasetya (2015)

tentang “Pengaruh Konflik Kerja dan Stres Kerja terhadap Komitmen

Organisasional dan Kinerja Karyawan pada Karyawan PT. Telekomunikasi

Indonesia, Tbk Witel Malang”, menggunakan metode penelitian kuantitaif dengan analisis path.Penelitian ini menunjukkan bahwa konflik kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap komitmen organisasional dan kinerja karyawan.

Disisi lain, terdapat dua penelitian yang menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal berpengaruh terhadap kinerja karyawan yaitu oleh Usman (2013) tentang “Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Pegawai pada Fakultas Ekonomi Universitas PGRI Palembang”, menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara komunikasi interpersonal terhadap


(25)

kinerja pegawai. Hal ini ditunjukkan nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel 6,370 > 2,045.

Penelitian lainnya yaitu oleh Marjianto. (2015) tentang “Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Pegawai Sekolah Tinggi Agama Budha Negeri (STABN) Raden Wijaya Wonogiri Jawa Tengah”, hasil dari penelitian ini adalah komunikasi interpersonal berpengaruh pada kinerja pegawai dengan t-hitung lebih besar dari t-tabel 14,925 > 1,672. Kesimpulannya, bahwa komunikasi interpersonal mempengaruhi kinerja pegawai sebesar 79,9%. Variabel komunikasi interpersonal ini memiliki pengaruh kuat terhadap kinerja pegawai. Hal ini dapat dipahami karena komunikasi interpersonal dalam suatu organisasi berdasar karakteristik pegawai yang notabene berbeda latar belakang (pendidikan ataupun sosial) mempengaruhi kinerja masing-masing individu dan berdampak pada kualitas kinerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Sukendar (2014) tentang “Komunikasi Interpersonal Dalam Pembelajaran Nilai Keberagaman Dalam Pembentukan Karakter Anak Di Labschool Rumah Citta”, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal dilakukan dengan pola satu arah, dua arah dan multi arah, dan dilakukan dengan efektif sesuai faktor keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness) sikap positif (positiveness) dan kesetaraan (equality).

Penelitian yang dilakukan oleh Besare & Martinus (2014) mengenai


(26)

14

Antarpribadi pada Karyawan PT. Pertamina Hulu Energi-West Madura Offshore, Jakarta”, hasil uji korelasi menunjukkan bahwa hubungan antar variabel komunikasi interpersonal dengan variabel penyelesaian konflik antarpribadi memiliki hubungan yang kuat, yakni 0,842. Jadi terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi dengan penyelesaian konflik antarpribadi pada karyawan PT. Pertamina Hulu Energi-West Madura Offshore, Jakarta, dengan H : 2,154 > 1,987, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Dewi & Handayani (2013) tentang “Kemampuan Mengelola Konflik Interpersonal ditempat Kerja Ditinjau dari Persepsi terhadap Komunikasi Interpersonal dan Tipe Kepribadian Ekstrovert”, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara persepsi terhadap komunikasi interpersonal dan tipe kepribadian ekstrovert dengan kemampuan mengelola konflik interpersonal di tempat kerja. Hipotesis Minor dalam penelitian ini adalah 1) Ada hubungan yang positif antara persepsi terhadap komunikasi interpersonal dengan kemampuan mengelola konflik interpersonal di tempat kerja, 2) Ada hubungan yang positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan kemampuan mengelola konflik interpersonal di tempat kerja. Uji hipotesis mayor menggunakan teknik analisis regresi dua prediktor, diperolah hasil ry (1-2) = 0,639 dengan p = 0,000 (p<0,01). Uji hipotesis minor pertama menggunakan teknik korelasi parsial dengan mengendalikan variabel tipe kepribadian ekstrovert, diperoleh hasil ry1-2 = 0,609 dengan p = 0,000 (p<0,01). Uji


(27)

hipotesis minor kedua menggunakan teknik korelasi parsial dengan mengendalikan variabel persepsi terhadap komunikasi interpersonal, diperoleh hasil ry2-1 = -0, 069 dengan p = 0,605 (p>0,05).

Dari penelitian yang sudah dilakukan terlebih dahulu di atas, maka pada penelitian yang akan dilakukan kali ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya karena pada penelitian kali ini subjek yang diambil adalah karyawan pada salah satu perusahaan perasuransian dibidang jasa di wilayah Surabaya. Dengan menggunakan satu variabel bebas, setting penelitian serta subjek yang berbeda menjadikan penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang sudah dilakukan terlebih dahulu. Hal ini untuk membuktikan bahwa penelitian ini bukan merupakan penelitian replikasi atau pengulangan dari penelitian orang lain.


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konflik Kerja

1. Pengertian Konflik Kerja

Dalam kehidupan manusia termasuk dalam dunia kerja tidak akan terlepas dengan yang namanya konflik. Konflik biasanya timbul dalam kerja sebagai hasil adanya masalah komunikasi, hubungan pribadi atau struktur organisasi. Ketidaksesuaian antara dua lebih anggota atau kelompok organisasi yang timbul adanya kenyataan bahwa mereka punya perbedaan status, tujuan, nilai dan persepsi.

Secara definitif konflik memiliki pengertian yang berbeda-beda, demikian juga para ahli dalam memberikan definisi konflik tidak ada yang sama, karena sudut pandang mereka yang berbeda. Kata konflik berasal dari kata bahasa latin yaitu con yang berarti sama dengan figen berarti penyerangan (Hartatik, 2005). Dalam kamus besar bahasa indonesia, konflik didefinisikan sebagai percekcokan, perselisihan, atau pertentangan. Dengan demikian, secara sederhana konflik merujuk pada adanya dua hal atau lebih yang berseberangan, tidak selaras, dan bertentangan (Ahmadi, 2009).

Banyak pengertian tentang konflik yang dapat diberikan oleh para ahli untuk merumuskan suatu teori tentang konflik itu sendiri. Menurut Gillin dan Gillin (dalam Ahmadi, 2009) melihat konflik sebagai bagian


(29)

dari proses interaksi sosial manusia yang saling berlawanan (oppositional process). Artinya, konflik adalah bagian dari sebuah proses interaksi sosial yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan baik fisik, emosi kebudayaan, dan perilaku.

Gibson (1985) menyatakan bahwa konflik kerja merupakan pertentangan antara individu, antara kelompok dan antara organisasi yang disebabkan oleh perbedaan komunikasi, tujuan dan sikap. Pendapat senada dikemukakan oleh Tommy (2010) bahwa konflik kerja adalah pertentangan antara seseorang dengan orang lain atau ketidakcocokan kondisi yang dirasakan oleh pegawai karena adanya hambatan komunikasi, perbedaan tujuan dan sikap serta tergantungan aktivitas kerja.

Luthans (1985) mendefinisikan konflik kerja sebagai kondisi dimana terjadi ketidakcocokan antar nilai dan tujuan yang ingin dicapai, baik nilai dan tujuan yang ada dalam diri sendiri maupun dalam hubungan dengan orang lain.

Konflik kerja menurut Stoner (1985) adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka atau aktivitas kerja atau mempunyai status, tujuan, penilaian, atau pandangan yang berbeda.

Adapun menurut Sunardi (dalam Tommy, 2010) konflik kerja adalah bentuk pertentangan yang terjadi dalam organisasi yang disebabkan oleh perbedaan tujuan, kesalahan komunikasi, ketergantunagn aktivitas kerja, perbedaan penilaian dan kesalahan efektif.


(30)

18

Sedangkan menurut Mangkunegara (2000) konflik kerja adalah pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan dari apa yang diharapkan.

Kemudian Hardjana (dalam Wahyudi, 2011) menyatakan bahwa konflik kerja adalah perselisihan, pertentangan antara dua orang atau dua kelompok dimana perbuatan yang satu berlawanan dengan yang lainnya sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.

Sementara itu Handoko (dalam Nawawi, 2010) mengemukakan bahwa konflik kerja adalah ketidaksesuaian dua orang atau lebih anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya- sumber daya yang terbatas atau kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan nilai dan persepsi.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik kerja merupakan pertentangan antara individu, antara kelompok dan antara organisasi yang disebabkan adanya ketidakcocokan suatu kondisi yang dialami oleh pegawai karena adanya hambatan komunikasi, perbedaan tujuan, status, sikap, penilaian, atau pandangan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.


(31)

2. Indikator Konflik Kerja

Indikator konflik kerja menurut Boles, James S., W. Gary Howard & Heather H. Donofrio (dalam Roboth, 2015) terdiri dari lima indikator, diantaranya:

a. Tekanan kerja.

b. Banyaknya tuntutan tugas.

c. Kurangnya kebersamaan keluarga. d. Sibuk dengan pekerjaan, dan

e. Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap pekerjaan.

3. Ciri-ciri Konflik Kerja

Dalam organisasi yang sedang mengalami konflik dalam aktivitasnya menunjukkan ciri-ciri, sebagaimana dikemukakan oleh Wahyudi (dalam Nawawi, 2010), sebagai berikut:

a) Terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan antara individu atau kelompok.

b) Terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam menafsirkan program organisasi.

c) Terdapat pertentangan norma, dan nilai-nilai individu maupun kelompok.

d) Adanya sikap dan perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain untuk memperoleh kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi yang terbatas.


(32)

20

e) Adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat munculnya kreativitas, inisiatif atau gagasan-gagasan baru dalam mencapai tujuan organisasi.

4. Jenis-jenis Konflik Kerja

Jenis-jenis konflik dapat dibagi atau dibedakan dalam beberapa perspektif (Nimran, 1997), yaitu:

a. Konflik Intra Individu

Yaitu konflik yang dihadapi atau dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya tekanan peran dan ekspetasi dari luar yang berbeda dengan keinginan atau harapannya. Contoh: A sebagai seorang pejabat perusahaan disuruh oleh atasannya menjamu tamu perusahaan ke diskotik untuk minum-minum, padahal ia amat religius dan tak pernah mengunjungi tempat-tempat hiburan seperti diskotik. b. Konflik Antar Individu

Yaitu konflik yang terjadi antara individu yang berada dalam satu kelompok ataupun antara individu yang berada dikelompok yang berbeda. Contoh: Konflik antara X dan Y yang kebetulan bekerja pada bagian yang sama di sebuah perusahaan.

c. Konflik Antar Kelompok

Yaitu konflik yang bersifat kolektif antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Contoh: Konflik antar kelompok kerja A


(33)

dan kelompok kerja B di dalam bagian yang sama, atau antara kelompok yang berbeda pada bagian yang berbeda.

d. Konflik Organisasi

Yaitu konflik yang terjadi antara unit-unit organisasi yang dapat bersifat struktural dan fungsional. Contoh yang klasik adalah konflik antara fungsi staf dan fungsi lini, konflik antara bagian produksi dan bagian pemasaran, atau konflik antara atasan dengan bawahan.

Menurut Handoko (dalam Nawawi, 2010) membedakan konflik menjadi 5 jenis, yaitu:

a. Konflik dalam diri individu

Terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan, yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai pekerja saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.

b. Konflik antar individu dalam organisasi

Dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering dilakukan oleh perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari konflik antar peranan (seperti antar manager dengan bawahan)

c. Konflik antar individu dengan kelompok

Yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka.


(34)

22

Sebagai contoh individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerja karena melanggar norma kelompok.

d. Konflik antar kelompok

Karena terjadi pertentangan antar kelompok. e. Konflik antar organisasi

Yang timbul sebagai akibat persaingan kelompok ekonomi dalam sistem perekonomian suatu Negara. Konflik ini telah mengarah timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.

5. Sebab-sebab Konflik Kerja

Kartono (1994) menyatakan sumber atau sebab-sebab konflik dalam organisasi dan manajemen bisa dibagi dalam 3 kategori pokok yaitu:

a. Faktor Komunikasi

Disebabkan oleh besarnya perusahaan atau organisasi yang secara implisit membawa kesulitan komunikasi yang dapat menimbulkan konflik antara lain:

1) Bermacam-macam unit kerja tidak dapat berkomunikasi dengan baik.

2) Konflik yang distimulir oleh salah paham dan tidak adanya usaha untuk memberikan informasi satu sama lain.


(35)

3) Ketidaklancaran komunikasi antara manajer dengan karyawan mengakibatkan timbulnya emosi-emosi yang ambisius, rasa tidak pasti, tidak aman, dan tidak memahami tujuan secara jelas. Semua hal tersebut memudahkan timbulnya konflik.

4) Relasi yang sangat formal dan non pribadi memudahkan timbulnya konflik dalam batin individu sendiri dan konflik antar unit.

5) Komunikasi yang tidak baik antara atasan dengan bawahan menimbulakn banyak prasangka, kecemasan dan ketegangan batin, karena buruh dan karyawan serta bawahan sangat bergantung pada penilaian atasan.

6) Ketidaklancaran komunikasi menyebabkan timbulnya rasa

terisolasi dengan dunia kerja. Hal ini banyak menimbulkan ketegangan batin, kecemasan dan ketakutan sehingga orang terlalu peka dan mudah berkonflik dengan orang lain.

7) Komunikasi yang tidak lancar menyebabkan kesalahpahaman, yang tidak bisa didialogkan, atau dikomunikasikan dan dipecahkan bersama.

b. Faktor Struktur Organisasi

Konflik banyak terjadi diperusahaan dan lembaga-lembaga yang besar dalam struktur organisasi yang luas. Intensitas dan keseriusan konflik bisa diperkuat oleh variabel-variabel dibawah ini: 1) Sistem birokrasi dan overbirokrasi


(36)

24

3) Supervisi yang terlalu ketat 4) Sistem hadiah yang tidak merata 5) Limitasi sumber energi

6) Spesialisasi teknis kontra kekuasaan formal

7) Struktur organisasi yang piramida, semakin mengkrucut ke atas dengan manajer eselon atas semakin sedikit

c. Faktor Tingkah Laku Pribadi

Jika struktur organisasi merupakan suatu variabel yang bisa dikontrol, maka tingkah laku pribadi itu tidak mudah atau tidak bisa dikontrol. Faktor tingkah laku mencakup:

1) Pribadi pemimpin meliputi:

a) Pemimpin yang otoriter adalah pemimpin yang selalu bertindak menurut dirinya dan tidak mempedulikan pendapat orang lain. b) Pemimpin yang neurotis adalah pemimipin yang selalu

bimbang atau takut dalam pengambilan keputusan.

2) Kepuasan dan apresiasi terhadap status sendiri, jika seseorang tidak bisa mengandalkan apresiasi dan merasa tidak puas dengan status sendiri, dalam hal ini menjadi konflik yang terbuka dan konflik batin.

3) Tujuan yang ingin dicapai oleh beberapa individu dari kelompok sama, maka orang akan memperebutkan dengan sengit.


(37)

Menurut Handoko (dalam Nawawi, 2010) juga menyimpulkan bahwa konflik dalam organisasi timbul dikarenakan adanya masalah-masalah dalam komunikasi, hubungan pribadi, dan struktur organisasi.

6. Proses Konflik

Apabila ditelusuri asal mulanya terjadinya konflik (antecedents of conflict) merupakan kondisi-kondisi yang menyebabkan atau mendahului suatu peristiwa konflik. Peristiwa yang dapat mengawali munculnya konflik adalah adanya kekecewaan (frustation). Kekecewaan tidak selalu diungkapkan secara terbuka dan biasanya gejala-gejala akan terjadinya konflik tidak dapat dilihat masing-masing individu ataupun kelompok berusaha menahan diri dan tidak bersifat reaktif.

Pada tahap berikutnya, kedua belah pihak merasakan adanya konflik (perceived conflict). Ditempat kerja tercipta suasana persaingan, tiap kelompok cenderung untuk saling mengungguli dan bahkan berusaha mengalahkan kelompok lain. Keterbatasan sumber daya organisasi; dana, peralatan, fasilitas kerja, informasi, tenaga dan waktu kerja menyebabkan individu atau kelompok saling berebut.

Perilaku yang nampak (manifest behavior), pada situasi kerja sudah nampak peristiwa konflik. Individu ataupun kelompok menanggapi dan mengambil tindakan, bentuknya dapat secara lisan, saling mendiamkan, bertengkar berdebat. Sedangkan tindakan nyata dalam


(38)

26

perbuatan berupa persaingan, permusuhan atau bahkan dapat mengganggu kelompok lain sehingga mengancam kelangsungan organisasi.

Pengelolaan konflik (conflict resolution), pimpinan (manajer) bertanggung jawab terhadap pengelolaan konflik di dalam organisasi. Realitas menunjukkan bahwa konflik selalu hadir pada setiap organisasi dan keberadaan konflik tidak dapat dihindarkan. Tugas pimpinan adalah mengarahkan dan mengelola konflik agar tetap produktif, meningkatkan kreativitas individu guna menjaga kelangsungan organisasi.

Dampak konflik (conflict effect conflict impact), konflik yang tidak dapat dikelola secara baik menyebabkan kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik menjadi tidak harmonis dalam hubungan kerja, kurang termotivasi dalam bekerja, dan berakibat pada menurunnya produktivitas kerja. Bila konflik dapat dikelola secara baik, suasana kerja menjadi dinamis, setiap anggota lebih kritis (critical) terhadap perkembangan organisasi, setiap kelompok berusaha melakukan pekerjaan yang terbaik untuk kepentingan bersama (organisasi) (Nawawi, 2010).

Seperti dikatakan diatas bahwa konflik adalah proses yang dinamis. Maksudnya, di dalam konflik terdapat urutan waktu dan serangkaian peristiwa. Salah satu cara untuk memahami konflik sebagai suatu proses, adalah dengan memakai model yang diajukan oleh Pondy (dalam Nimran, 1997) yaitu conflict episode (episode konflik). Di dalam model tersebut ditunjukkan adanya serangkaian tahap sebagai berikut:


(39)

1) Latent conflict

Yaitu tahap munculnya faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik didalam organisasi. Bentuk-bentuk dasar dari situasi ini adalah persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas, konfik peran, persaingan perebutan posisi dalam organisasi, dan perbedaan tujuan diantara anggota organisasi.

2) Perceived conflict

Yaitu tahap dimana salah satu pihak memandang bahwa pihak lain seperti akan menghambat atau mengancam pencapaian tujuannya. Keadaan ini bisa timbul dari salah pengertian atau kurang pengertian, dan tidak selalu berasal dari latent conflict. Sebab beberapa latent conflict ada yang tidak sampai dipersepsikan menjadi konflik.

3) Felt conflict

Yaitu tahap dimana konflik tidak hanya sekedar dipandang atau dianggap ada, tetapi sudah benar-benar dirasakan dan dikenali keberadaannya.

4) Manifest conflict

Yaitu tahap dimana perilaku tertentu sudah mulai ditunjukan sebagai pertanda adanya konflik, misalnya sabotase, agresi terbuka, konfrotasi, rendahnya kinerja, dan sebagainya.

5) Conflict resolution

Adalah tahap dimana konflik yang ada diselesaikan atau ditekan dengan berbagai macam cara dan pendekatan, mulai dari


(40)

28

menghindari terjadinya sampai pada menghadapi konflik itu dalam usaha mencari jalan keluar sehingga pihak-pihak yang terlihat mencapai tujuannya.

6) Conflict aftermath

Tahap ini mewakili kondisi yang dihasilkan oleh proses sebelumnya (penyelesaian konflik). Jika konflik benar-benar telah terselesaikan, maka hal itu akan meningkatkan hubungan di antara para anggota organisasi, dan jika penyelesaiannya tidak tepat, hal tersebut akan dapat jadi pemicu bagi timbulnya konflik baru.

Sedangkan proses konflik menurut Robbins (dalam Nawawi, 2010), adalah sebagai berikut:

a) Fase pertama oposisi potensi atau ketidaksesuaian

Ada tiga faktor yang dapat dianggap sebagai sebab atau sumber konflik, yaitu komunikasi, struktur, dan variable pribadi.

b) Fase kedua pengenalan dan personality

Pada fase ini yang penting adalah isu-isu konflik cenderung mulai ditetapkan. Disisi lain merupakan saat proses dan isi konflik mulai ditetapkan oleh pihak-pihak yang terlibat. Hal penting lainnya emosi memegang peran penting dalam menentukan konflik misalnya isu negatif tentang pengurangan kepercayaan isu negatif dari perilaku pihak lain.


(41)

c) Fase ketiga Intensi

Keputusan untuk bertindak dengan cara yang telah ditetapkan dalam episode konflik yang sedang dihadapi. Beberapa usaha untuk mengidentifikasi beberapa itensi untuk konflik adalah kompetensi, kolaborasi, menghindari, akomodasi dan kompromi.

d) Fase keempat Perilaku

Fase perilaku ini termasuk pernyataan-pernyataan, tindakan-tindakan dan reaksi yang ditimbulkan oleh pihak yang sedang konflik. Perilaku ini biasa merupakan usaha nyata untuk mengimplementasi intensi-intensi dari setiap pihak.

e) Fase kelima Hasil

Hasil konflik yang terjadi antara yang terlibat bisa fungsional. Konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok. Namun konflik juga bersifat disfungsional yang sebaliknya justru menghalangi dan menurunnya kinerja kelompok.

7. Strategi Manajemen Konflik Kerja

Bila dalam suatu perusahaan terdapat konflik kerja yang berlebihan (overleaping problem) maka akan menyebabkan perpecahan dalam organisasi tersebut sehingga tidak dapat digerakan, serta tidak dapat melakukan tindakan-tindakan bersama dalam menghadapi tantangan lingkungan (Gibson, 1985).


(42)

30

Oleh karena itu, diperlukan sebuah managemen konflik kerja guna memecahkan konflik kerja tersebut, managemen konflik kerja dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Konflik kerja diubah menjadi situasi dimana yang sedang berselisih bersama-sama berusaha mencari penyelesaian bagi masalah yang timbul. Hal ini dapat dilaksanakan melalui teknik pemecah masalah, dari pada menumpas konflik kerja atau berusaha mencapai kompromi, pihak-pihak yang bersengketa secara terbuka berusaha mencari penyelesaian yang dapat diterima bersama.

b. Menyatukan Tujuan

Melibatkan upaya penyusunan seperangkat tujuan dan sasaran yang sama. Tujuan dan sasaran ini tidak dapat dicapai tanpa kerja sama kelompok yang mengalami konflik kerja.

c. Perluasan Sumber (Expansion of Resources)

Perluasan sumber merupakan teknik yang berhasil untuk menanggulangi konflik kerja dalam banyak hal, karena teknik ini dapat memuaskan semua orang. Akan tetapi, dalam kenyataannya tidak dapat diperluas dengan mudah.

d. Menghindari Konflik Kerja (Avoidence)

Berpura-pura tidak mengetahui adanya konflik kerja merupakan suatu bentuk penghindaran yang sering dijumpai. Bentuk lain ialah penolakan untuk berurusan dengan konflik dengan


(43)

mendiamkannya dan berulang kali menunda untuk mengambil tindakan sampai dapat diperoleh lebih banyak informasi.

e. Melicinkan Konflik Kerja

Menekankan kepentingan bersama dari kelompok yang konflik kerja dan mengabaikan perbedaan mereka. Keyakinan yang mendasari teknik ini adalah bahwa dengan menekan sudut pandang yang sama atas masalah-masalah tertentu memudahkan jalan menuju satu tujuan yang sama.

f. Kompromi (Compromise)

Dengan kompromi, tidak ada pemenang atau yang kalah dan keputusan yang dicapai dapat dibagi secara merata. Kompromi dapat juga melibatkan campur tangan pihak ketiga.

g. Perintah dari Wewenang (Authoritative Commands)

Penggunaan wewenang merupakan metode yang paling tua dan sering digunakan untuk meyelesaikan konflik kerja. Dengan menggunakan metode ini, managemen dengan mudah dapat memecahkan konflik kerja tersebut menurut yang dianggapnya cocok dan mengkomunikasi keinginannya.

h. Mengubah Struktural Individual dan Struktur Organisasi

Mengubah struktural individu melibatkan usaha perubahan perilaku anggota yang terlibat. Metode ini memusatkan perhatian atas sebab atau sebab-sebab konflik kerja dan atas sikap orang-orang yang terlibat.


(44)

32

B. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi

Dalam sebuah organisasi atau perusahaan, para pelaku yang berada di dalam perusahaan akan saling berkaitan dan terlibat secara intensif dengan komunikasi. Semua pihak memerlukan informasi dalam aktifitasnya karena untuk menentukan kelangsungan hidup perusahaan.

Secara etimologis Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin “Communication” yang berarti pemberitahuan atau perkataan, pikiran. Istilah Communication tersebut bersumber dari kata “communis” yang berarti sama. Berarti orang yang terlibat dalam komunikasi harus terdapat kesamaan makna mengenai apa yang disampaikan. Bila tidak terjadi kesamaan makna berarti tidak terjadi komunikasi (Nawawi, 2010).

Ada beberapa definisi mengenai komunikasi menurut para ahli, diantaranya:

Menurut Robbins (2002) mengemukakan alasan pentingnya komunikasi di tempat kerja dimana komunikasi yang berlangsung secara tatap muka, terus terang dan terbuka antara atasan dengan bawahan dan sebaliknya, sehingga baik karyawan maupun pimpinan saling memahami kebutuhan dan keprihatinan masing-masing sehingga tercipta suatu kerjasama yang baik dalam mencapai tujuan bersama.

Menurut Dunham (1984) dan Davis & Nwestroms (1989) (dalam Nawawi, 2010) mengemukakan komunikasi adalah pemindahan informasi yang bisa dimengerti dari satu orang atau kelompok kepada orang lainnya.


(45)

Everett M. Rogers (dalam Aw, 2010) mengartikan bahwa komunikasi adalah proses yang didalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan untuk mengubah perilaku.

Komunikasi diartikan sebagai hubungan atau kegiatan yang ada kaitannya dengan hubungan kemanusiaan. Carl I Hovland (dalam Nawawi, 2010) mengemukakan komunikasi sebagai suatu proses dimana seseorang memindahkan perasaan yang biasanya berupa lambang, kata-kata untuk merubah tingkah laku orang lain. Dengan demikian, jika ada dua orang atau lebih bertemu dan saling hubungan, maka mereka akan berbicara atau memberikan tanda-tanda untuk mengetahui kehadiran orang lain.

Edward Depari (dalam Aw, 2010) mengartikan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditunjukan kepada penerima pesan.

Berdasarkan definisi tersebut, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan yang dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, menciptakan dan mengatur realitas sosial serta adanya kesempatan untuk melakukan umpan balik. Komunikasi akan efektif apabila makna pesan yang diterima komunikan sama dengan makna yang diharapkan oleh komunikator. Sebaliknya komunikasi dikatakan gagal apabila makna pesan antara komunikator dan komunikan berbeda.


(46)

34

2. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Dalam suatu organisasi ataupun kelompok, yang dapat menghidupkan suasana adalah komunikasi, demikian juga dalam perusahaan atau dunia kerja, karyawan akan menjadi nyaman apabila komunikasi di tempat kerja nyaman dan efektif, dari situlah dengan terbentuknya komunikasi yang efektif dan nyaman, karyawan di perusahaan tersebut akan menjadi produktif karena didukung oleh suasana kerja yang nyaman dengan adanya komunikasi interpersonal yang mendukung. Secara luas komunikasi interpersonal dapat diartikan sebagai “process of meaningful interaction among human being”, atau proses saling mempengaruhi yang penting antar sesama manusia.

Komunikasi Interpersonal (Interpersonal Communication) disebut juga dengan komunikasi antarpribadi. Diambil dari terjemahan kata

Interpersonal, yang terbagi menjadi dua kata inter berarti antara atau antar, dan personal berarti pribadi. Sedangkan definisi umum komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap peserta mengangkap reaksi yang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (Enjang, 2009).

Pada hakikatnya komunikasi interpersonal adalah proses interaksi antara komunikator dan komunikan, yang mana di anggap sebagai alat yang efektif untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku seseorang. Komunikasi interpersonal bersifat dialogis. Artinya, arus balik terjadi secara langsung. Komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan


(47)

saat itu juga. Komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif, negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak berhasil maka komunikator dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya (Wiryanto, 2004)

Menurut Liliweri (1997) komunikasi interpersonal merupakan kegiatan komunikator dengan komunikan yang mempertukarkan dan memberikan makna yang sama atas informasi untuk suatu tujuan tertentu, melalui media, metode, teknik atau cara-cara yang telah ditetapkan.

Komunikasi interpersonal yang dimaksud di sini adalah proses komunikasi yang berlangsung antar dua orang atau lebih secara tatap muka, seperti yang dinyatakan R. Wayne Pace (dalam Cangara, 1998) bahwa “interpersonal communication is communication involving two or more people in a face to face setting”. (Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang menyertakan dua orang atau lebih dalam tatanan komunikasi secara tatap muka).

Everett M. Rogers (dalam Wiryanto, 2004) mengartikan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.

Mulyana (2005) menyatakan komunikasi antar pribadi

(interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal dari pesan yang disampaikan. Respon tersebut dapat menunjukkan adanya


(48)

36

kedekatan antara pihak-pihak yang berkomunikasi dalam komunikasi interpersonal yang terbentuk.

Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi interpersonal dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi diantara dua orang atau lebih dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan, pesan-pesan, ataupun gerakan tubuh. Komunikasi ini berlangsung secara tatap muka.

3. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal menurut Pratikto (1987) dikatakan efektif bila pesan yang dikirimkan mengenai sasaran atau mencapai tujuan sesuai dengan maksud si pembicara. Jadi, dalam komunikasi interpersonal apabila tujuan untuk mengubah pendapat, sikap dan tingkah laku komunikan dapat tercapai, maka komunikasi interpersonal itu efektif.

Devito (1997) mengemukakan tentang efektivitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). a. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua


(49)

riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk

membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya

disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Setiap orang ingin orang lain bereaksi secara terbuka terhadap apa yang diucapkan. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Seseorang memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut

“kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang seseorang lontarkan adalah memang miliknya dan orang tersebut bertanggung jawab atasnya.

b. Empati (empathy)

Mendefinisikan empati sebagai ”kemampuan seseorang untuk „mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat

tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain

itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan


(50)

38

merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Individu dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.

c. Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Seseorang memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik, dan (3) profesional, bukan sangat yakin.

d. Sikap positif (positiveness)

Setiap individu mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua


(51)

interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif.

e. Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta seseorang untuk


(52)

40

4. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal

Menurut Alo Liliweri (dalam Wiryanto, 2004) ada beberapa ciri-ciri atau karakteristik untuk mengenali komunikasi interpersonal, yaitu: a. Bersifat spontan.

b. Tidak mempunyai struktur. c. Terjadi secara kebetulan.

d. Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan. e. Identitas keanggotaanya tidak jelas.

f. Dapat terjadi hanya sambil lalu saja.

Menurut M. Rogers (dalam Wiryanto, 2004) ciri-ciri komunikasi interpersonal adalah sebagai berikut:

a. Arus pesan yang cenderung dua arah. b. Konteks komunikasinya dua arah. c. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi.

d. Kemampuan mengatasi tingkat selektivitas, terutama selective exposure yang tinggi.

e. Kecepatan jangkauan terhadap audience yang besar relatif lambat. f. Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap.

Sementara itu Judy C. Pearson (dalam Aw, 2011) menyebutkan enam karakteristik komunikasi interpersonal, yaitu:

a. Komunikasi interpersonal dimulai dengan diri pribadi (self). Artinya bahwa segala bentuk proses penafsiran pesan maupun penilaian mengenai orang lain, berangkat dari diri sendiri.


(53)

b. Komunikasi interpersonal bersifat transaksional. Ciri komunikasi seperti ini terlihat dari kenyataan bahwa komunikasi interpersonal bersifat dinamis, merupakan pertukaran pesan secara timbal balik dan berkelanjutan.

c. Komunikasi interpersonal menyangkut isi pesan dan hubungan antarpribadi. Maksudnya bahwa efektivitas komunikasi interpersonal tidak hanya ditentukan oleh kualitas pesan, melainkan juga kadar hubungan antar individu.

d. Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan kata lain, komunikasi interpersonal akan lebih efektif manakala antara pihak-pihak yang berkomunikasi itu saling bertatap muka.

e. Komunikasi interpersonal menempatkan kedua belah pihak yang berkomunikasi saling tergantung satu dengan yang lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa komunikasi interpersonal melibatkan ranah emosi, sehingga terdapat saling ketergantungan emosional di antara pihak-pihak yang berkomunikasi.

f. Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang. Artinya ketika seseorang sudah terlanjur mengucapkan sesuatu kepada orang lain, maka ucapan itu sudah tidak dapat diubah atau diulang, karena sudah terlanjur diterima oleh komunikan. Ibaratnya seperti anak panah yang sudah terlepas dari busurnya, sudah tidak dapat ditarik lagi. Memang, kalau seseorang terlanjur melakukan salah ucap, orang


(54)

42

tersebut dapat meminta maaf dan diberi maaf, tetapi itu tidak berarti menghapus apa yang pernah diucapkan.

5. Jenis-jenis Komunikasi Interpersonal

Secara teoritis komunikasi antarpribadi di klasifikasikan menjadi dua jenis (Effendy, 2003) menurut sifatnya sebagai berikut :

a. Komunikasi Diadik (Dyadic Communications)

Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara dua orang yakni seorang adalah komunikator yang meyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan, oleh karena itu, pelaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens. Komunikator memusatkan perhatiannya kepada diri komunikan seorang itu.

b. Komunikasi Triadik (Tryadic Communication)

Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan.

Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai

frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung, kedua faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.


(55)

6. Fungsi Komunikasi Interpersonal

Adapun fungsi komunikasi antarpribadi ialah berusaha

meningkatkan hubungan insane (human relations). Menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagai pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.

Komunikasi antarpribadi dapat meningkatkan hubungan

kemanusiaan diantara pihak-pihak yang berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat seseorang bisa memperoleh kemudahan-kemudahan dalam hidupnya karena memiliki banyak sahabat. Melalui komunikasi interpersonal, juga kita dapat berusaha membina hubungan yang baik, sehingga menghindari dan mengatasi terjadinya konflik diantara kita, apakah dengan tetangga, teman kantor, atau dengan orang lain (Cangara, 1998).

7. Proses Komunikasi Interpersonal

Dalam proses komunikasi antarpribadi atau komunikasi

interpersonal arus komunikasi yang terjadi adalah sirkuler atau berputar, artinya setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi komunikator dan komunikan. Karena dalam komunikasi antarpribadi efek atau umpan balik dapat terjadi seketika. Untuk dapat mengetahui komponen-komponen yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi dapat dijelaskan melalui gambar berikut:


(56)

44

Bidang Pengalaman Bidang Pengalaman

SALURAN

GANGGUAN UMPAN BALIK

Gambar 1. Bagan Proses Komunikasi Interpersonal Secara Umum

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa komponen-komponen komunikasi antarpribadi (Devito, 2007) adalah sebagai berikut:

1. Pengirim - Penerima

Komunikasi antarpribadi paling tidak melibatkan dua orang, setiap orang terlibat dalam komunikasi antarpribadi memfokuskan dan mengirimkan serta mengirimkan pesan dan juga sekaligus menerima dan memahami pesan. Istilah pengirim-pengirim ini digunakan untuk menekankan bahwa, fungsi pengirim dan penerima ini dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi, contoh komunikasi antara orang tua dan anak.

2. Encoding - Decoding

Encoding adalah tindakan menghasilkan pesan, artinya pesan-pesan yang akan disampaikan dikode atau diformulasikan terlebih dahulu dengan menggunakan kata-kata simbol dan sebagainya. EFEK

Pengirim - Penerima Encoding - Decoding Pesan - Pesan

EFEK Pengirim - Penerima


(57)

Sebaliknya tindakan untuk menginterpretasikan dan memahami pesan-pesan yang diterima, disebut juga sebagai Decoding. Dalam komunikasi antarpribadi, karena pengirim juga bertindak sekaligus sebagai penerima, maka fungsi encoding-decoding dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi.

3. Pesan - pesan

Dalam komunikasi antarpribadi, pesan-pesan ini bisa terbentuk verbal (seperti kata-kata) atau nonverbal (gerak tubuh, simbol) atau gabungan antara bentuk verbal dan nonverbal.

4. Saluran

Saluran ini berfungsi sebagai media dimana dapat

menghubungkan antara pengirim dan penerima pesan atau informasi. Saluran komunikasi personal baik yang bersifat langsung perorangan maupun kelompok lebih persuasif dibandingkan dengan saluran media massa. Hal ini disebabkan pertama, penyampaian pesan melalui saluran komunikasi personal dapat dilakukan secara langsung kepada khalayak. Contoh dalam komunikasi antarpribadi kita berbicara dan mendengarkan (saluran indera pendengar dengan suara). Isyarat visual atau sesuatu yang tampak (seperti gerak tubuh, ekpresi wajah dan lain sebagainya).


(58)

46

5. Gangguan atau Noise

Seringkali pesan-pesan yang dikirim berbeda dengan pesan yang diterima. Hal ini dapat terjadi karena gangguan saat berlangung komunikasi, yang terdiri dari:

a) Gangguan Fisik

Gangguan ini biasanya berasal dari luar dan mengganggu transmisi fisik pesan, seperti kegaduhan, interupsi, jarak dan sebagainya.

b) Gangguan Psikologis

Ganggan ini timbul karena adanya perbedaan gagasan dan penilaian subyektif diantara orang yang terlibat dalam komunikasi seperti emosi, perbedaan nilai-nilai, sikap dan sebagainya.

c) Gangguan Sematik

Gangguan ini terjadi kata-kata atau simbol yang digunakan dalam komunikasi, seringkali memiliki arti ganda, sehingga menyebabkan penerima gagal dalam menangkap dari maksud-maksud pesan yang disampaikan, contoh perbedaan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.

6. Umpan Balik

Umpan balik memainkan peranan yang sangat penting dalam proses komunikasi antarpribadi, karena pengirim dan penerima secara terus menerus dan bergantian memberikan umpan balik dalam berbagai cara, baik secara verbal maupun nonverbal. Umpan balik ini


(59)

bersifat positif apabila dirasa saling menguntungkan. Bersifat positif apabila tidak menimbulkan efek dan bersifat negatif apabila merugikan.

7. Bidang Pengalaman

Bidang pengalaman merupakan faktor yang paling penting dalam komunikasi antarpribadi. Komunikasi akan terjadi apabila para pelaku yang terlibat dalam komunikasi mempunyai bidang pengalaman yang sama.

8. Efek

Dibanding dengan bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh untuk mengubah sikap, perilaku kepercayaan dan opini komunikasi. Hal ini disebabkan komunikasi dilakukan dengan tatap muka.

C. Hubungan Komunikasi Interpersonal dengan Konflik Kerja

Konflik kerja bisa terjadi dimana saja dalam suatu hubungan antara dua individu atau lebih melakukan suatu yang bertentangan satu dengan yang lain sehingga terjadi salah satu dari mereka merasa terganggu, sedangkan konflik itu sendiri dapat berakibat positif dan negatif. Berdampak positif apabila perbedaan itu dapat ditangani dengan baik untuk menjadi energi kemudian menjadi sinergi dan akan berakibat negatif jika perbedaan tersebut dijadikan sebuah alat bertujuan untuk memecah belah kesatuan organisasi atau kelompok dan strategi problem solving yang kurang baik dalam


(60)

48

menyelesaikan masalah. Konflik yang terjadi dalam batas-batas tertentu dalam organisasi justru diperlukan dalam rangka untuk memajukan atau meningkatkan sebuah organisasi atau kelompok itu sendiri. Tidak dipungkiri adanya konflik kerja para pegawai dapat mempelajari kondisi kerja dan mengevaluasi koreksi terhadap hal-hal yang dilakukan sehingga perusahaan mengharapkan kepada karyawan agar dapat menemukan suatu solusi yang konstruktif untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam perusahaan itu sendiri (Lumintang, 2015).

Menurut Hardjana (dalam Wahyudi, 2011) menyatakan bahwa konflik adalah perselisihan, pertentangan antara dua orang atau dua kelompok dimana perbuatan yang satu berlawanan dengan yang lainnya sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.

Dalam kehidupan manusia termasuk dalam dunia kerja tidak akan terlepas dengan namanya konflik. Konflik biasanya timbul dalam kerja sebagai hasil adanya masalah komunikasi, hubungan pribadi atau struktur organisasi. Ketidaksesuaian antara dua lebih anggota atau kelompok organisasi yang timbul adanya kenyataan bahwa mereka punya perbedaan status, tujuan, nilai dan persepsi (Silaban, 2012).

Komunikasi merupakan sarana bagi manusia untuk dapat saling berhubungan satu sama lain, baik dilingkungan rumah tangga, lingkungan pekerjaan, masyarakat atau dimana saja manusia berada. Pentingnya komunikasi bagi manusia tidak dapat dipungkiri. Begitu pula dengan organisasi, komunikasi juga merupakan kebutuhan yang sangat mendasar,


(61)

karena komunikasi yang baik dapat memengaruhi kelancaran dan keberhasilan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Komunikasi yang tidak baik dapat berakibat pada banyak hal, misalnya koordinasi tidak berjalan dengan lancar, kerjasama antar anggota tidak efektif, timbulnya permusuhan, dan dampak-dampak negatif lainnya. Komunikasi yang tidak efektif akan menyebabkan kesalahan dan penurunan efektivitas tim (Kohler, 1981).

Komunikasi atau proses penyampaian informasi dalam suatu organisasi merupakan salah satu kebutuhan pokok. Dalam proses penyampaian informasi, hasil akhir yang ingin dicapai adalah timbulnya efek, dimana efek tersebut diharapkan dapat memberikan umpan balik sesuai dengan yang dikehendaki.

Dalam lingkungan perusahaan, komunikasi merupakan aktivitas yang tidak bisa diabaikan. Tanpa komunikasi, orang-orang yang berada di perusahaan tidak dapat saling berhubungan, bertukar pikiran, perasaan dan kehendak. Agar komunikasi interpersonal berjalan lancar dan mendatangkan

feedback yang diharapkan, maka pemberi maupun penerima pesan perlu memiliki kemampuan dan kecakapan komunikasi interpersonal secara memadai, sehingga intensitas konflik, kecurigaan, kecemburuan sosial di dalam suatu perusahaan bisa direduksi atau dieleminir, yang pada akhirnya dapat mengurangi konflik kerja pada karyawan (Lubis, 2006).

Perlu diketahui, komunikasi tidak akan pernah bisa lepas dari diri kita dalam setiap keadaan. Perusahaan adalah salah satu wadah atau organisasi yang menuntut kita untuk mengembangkan potensi kita dalam berkomunikasi


(62)

50

dengan sesama karyawan. Di kehidupan nyata, manusia berinteraksi lebih banyak menggunakan komunikasi, baik verbal maupun non verbal. Melalui interaksi dalam komunikasi, pihak-pihak yang terlibat komunikasi dapat saling memberi inspirasi, semangat dan dorongan untuk mengubah pemikiran, perasaaan dan sikap yang sesuai dengan topik yang dibahas bersama. Karena itu komunikasi interpersonal dapat merupakan wahana untuk saling belajar dan mengembangkan wawasan, pengetahuan dan kepribadian (Hardjana, 2003).

Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi didalam diri sendiri, didalam diri manusia terdapat komponen-komponen komunikasi seperti sumber, pesan, saluran penerima dan balikan. Dalam komunikasi interpersonal hanya seorang yang terlibat. Pesan mulai dan berakhir dalam diri

individu masing-masing. Komunikasi interpersonal mempengaruhi

komunikasi dan hubungan dengan orang lain. Suatu pesan yang dikomunikasikan, bermula dari diri seseorang (Muhammad, 1995).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fidyanti (2007) dan Sofiana (2007) bahwa ada hubungan negatif antara komunikasi interpersonal dengan konflik kerja, semakin tinggi komunikasi interpersonal maka semakin rendah konflik kerja pada karyawan.


(1)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi interpersonal dengan konflik kerja pada karyawan dengan signifikansi 0,00 < 0,05 yang artinya ada hubungan antara kedua variabel, akan tetapi arah hubungannya negatif -0.569. Sehingga dapat diartikan semakin tinggi komunikasi interpersonal maka semakin rendah konflik kerja pada karyawan.

B. Saran

Dari serangkaian hasil penelitian yang peneliti lakukan serta kesimpulan yang ada, peneliti akan mengajukan beberapa saran yang kiranya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak terkait, yakni sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan

Bagi perusahaan diharapkan dapat meningkatkan komunikasi interpersonal agar dapat meminimalisir konflik kerja pada karyawan. Dalam berorganisasi komuniksi memegang peranan penting. Komunikasi menjadi alat yang utama dalam menjalankan roda organisasi. Tanpa komunikasi, kehidupan organisasi akan kacau balau dan menyebabkan macetnya organisasi itu sendiri atau bisa mengakibatkan konflik kerja pada


(2)

94

karyawan. Dalam suatu perusahaan harus menjaga komunikasi yang baik antara pimpinan dan bawahan serta sesama rekan kerja.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Untuk kepentingan ilmiah diharapkan ada kelanjutan penelitian sehingga dapat mengembangkan temuan-temuan ilmiah yang sudah dipaparkan dalam penelitian ini. Bagi peneliti selanjutnya yang juga berminat untuk melanjutkan atau meneliti kembali, mohon dapat memperhatikan kendala yang dialami dalam penelitian ini, seperti waktu penyebaran skala pengukuran, serta diharapkan juga memperhatikan alat ukur yang digunakan. Hal ini diharapkan dapat memaksimalkan penelitian kembali yang akan dilakukan. Selain itu penelitian juga diharapkan dapat melakukan pengambilan data dengan responden yang lebih banyak dan pada perusahaan atau organisasi yang memiliki bidang berbeda dari penelitian yang sekarang.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal, P.R., Musadieq, M.A., dan Ruhana, I. (2014). Pengaruh Konflik Kerja dan Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja. Jurnal Administrasi Bisnis. Vol. 8, No. 1

Ahmadi, A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Alfiah, J. (2013). Pengaruh Konflik terhadap Kepuasaan Kerja melalui Kepercayaan. Jurnal Ilmu Manajemen. Vol. 1, No. 1

Anoraga, P. (1995). Perilaku Keorganisasian. Jakarta: Pustaka Jaya.

Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Aw, S. (2010). Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu. Aw, S. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu. Azwar, S. (1997). Realibilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (1999). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2007). Realibilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Besare., Z.G.Z., dan Martinus., H. (2014). Pengaruh Komunikasi Inerpersonal terhadap Penyelesaian konflik Antarpribadi pada Karyawan PT. Pertamina Hulu Energi-West Madura Offshore, Jakarta.

Cangara, H. (1998). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Devito, J. (1997). Komunikasi Antar Manusia Kuliah Dasar Edisi Kelima (Terjemahan). Jakarta: Professional Books.

Dewi., T.H., & Handayani., A., (2013). Kemampuan Mengelola Konflik Interpersonal ditempat Kerja Ditinjau dari Persepsi terhadap Komunikasi Interpersonal dan Tipe Kepribadian Ekstrovert. Jurnal Psikologi Undip Vol. 12 No. 1

Effendy, O.U. (1970). Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Effendy, O.U. (2003). “Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi”. Bandung: PT.


(4)

96

Enjang. (2009). Komunikasi Konseling. Bandung: Nansa Cendikia.

Fidyanti, J. (2007). Hubungan Efektifitas Komunikasi dengan Konflik Kerja pada Karyawan PT. Rama Gloria Sakti Tekstil Industri. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Gibson, J.L, Ivancevich, J.M & Donnelly, J.H. (1985). Perilaku Organisasi, Struktur dan Proses. Jakarta: Erlangga.

Ghozali, Imam. (2001). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hardjana, A. M. (2003). Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius.

Hartatik. (2005). Hubungan antara Persepsi Karyawan terhadap Manajemen Konflik dan Iklim Organisasi dengan Efektivitas Kerja. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Indriyatni, L. (2010). Pengaruh Konflik terhadap Kinerja Organisasi atau Perusahaan. Jurnal Ekonomi. Vol. 5 No. 1, 36 – 42.

Iresa, A.R., Utami, H.N., & Prasetya, A. (2015). Pengaruh Konflik Kerja dan Stres Kerja terhadap Komitmen Organisasional dan Kinerja Karyawan pada Karyawan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Witel Malang. Jurnal Administrasi Bisnis.Vol. 23, No. 1

Kartono, K. (1994). Psikologi Sosial untuk Manajemen Perusahaan, dan Industri. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Kohler, J.W., Anatol, K.W.E dan Applbaum, R.L. (1981). Organizational Communication: Behavioral Perspective. New York: Holt Rinehart and Winstons.

Liliweri, A. (1997). Komunikasi Antar-Pribadi.Bandung: Citra Aditya Bakti. Lubis, D.A. (2006). Hubungan antara Efektifitas Komunikasi Antarpribadi dengan

Motivasi Kerja Karyawan PT. MMT. Jurnal Komunikasi. Vol. 3, No. 2 Lumintang, J. (2015). Dinamika Konflik dalam Organisasi. E-Jurnal “Acta

Diurna”. Vol. IV, No. 2

Luthans, F. (1985). Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill Book Company.


(5)

Mangkunegara, A.P. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : PT. Remaja RosdaKarya.

Marjianto. (2015). Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Pegawai Sekolah Tinggi Agama Budha Negeri (STABN) Raden Wijaya Wonogiri Jawa Tengah.Vol. 6, No. 1

Muhammad, A. (1995). Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Muhid, Abdul. (2012). Analisis Statistik. Sidoarjo: Zifatama Publishing. Mulyana, D. (2005) Komunikasi Sosial. Bandung: Rosda Karya.

Nawawi, U.I. (2010). Perilaku Organisasi. Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya. Nimran, U. (1997). Perilaku Organisasi. Surabaya: CV. Citra Media.

Noor, J. (2011). Metode Penelitian. Jakarta: Kencana Pranada Media Group. Nurrohim, H., dan Anatan, L. (2009). Efektifitas Komunikasi dalam Organisasi.

Jurnal Manajemen. Vol. 7, No. 4

Pratikto, R. (1987). Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi. Bandung: CV. Remaja Karya.

Robbins, S.P. (2002). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia.

Roboth, J.Y. (2015) Analisis Work Family Conflict, Stres Kerja Dan Kinerja Wanita Berperan Ganda Pada Yayasan Compassion East Indonesia. Jurnal Riset Bisnis dan Manajemen Vol.3 ,No.1,33-46.

Santoso, Singgih. 2002. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Sekaran, U. (2006). Metode Riset Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Silaban, B.E., dan Novrisca. (2012). Pengaruh Konflik terhadapa Kinerja Karyawan. Jurnal Esensi. Vol. 15, No. 1

Silalahi, U. (2012). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Sofiana, R.V. (2007). Hubungan Efektifitas Komunikasi Interpersonal dengan

Konflik Kerja pada PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk Cabang Cirebon. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.


(6)

98

Stoner, James A.F. dan R. Edward Freeman dan Daniel R. Gilbert JR. (1985). Manajemen Jilid II. Jakarta: PT Indeks, Gramedia Grup.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukendar., M.U. (2014). Komunikasi Interpersonal Dalam Pembelajaran Nilai Keberagaman Dalam Pembentukan Karakter Anak Di Labschool Rumah Citta. Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta. Vol. 2, No. 2 Tommy, Y.D. (2010). Pengaruh Konflik Kerja terhadap Burnout pada pegawai

Bagian Produksi UD. Abadi Lestari Bojonegoro. Skripsi UM (tidak dipublikasikan).

Tubbs., S.L. dan Moss. S. (2005). Human Communication, Konteks-konteks Komunikasi. Bandung: PT. Rosda Karya.

Usman, B. (2013). Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Pegawai pada Fakultas Ekonomi Universitas PGRI Palembang. Jurnal Media Wahana Ekonomika. Vol. 10, No. 1, 1-18

Wahyudi. (2011). Manajemen konflik Dalam Organisasi. Bandung: CV. Alfabeta, Wexley, K.A dan Yukl, C.A. (2005). Perilaku Organisasi dan Psikologi

Personalia. Terjemahan oleh Muh Shobaruddin. Jakarta: Rineka Cipta. Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia.