Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ketika Toleransi Sedang Dipertanyakan? (Analisis Wacana Kritis pada Film Tanda Tanya “?”) TI 362008008 BAB V

(1)

BAB V

ANALISIS DATA & PEMBAHASAN

5.1 Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan struktur analisis Van Dijk. Dalam Eriyanto (2011:227-228), Van Dijk menyebutkan tiga struktur tersebut tersusun dalam Struktur Makro, Superstruktur, dan Struktur Mikro. Pada level Makro akan melihat bagaimana makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat oleh suatu teks. Dari struktur ini akan terlihat jelas bagaimana pandangan sutradara pada suatu peristiwa yang menguntungkan kelompok-kelompok tertentu Sedangkan Superstruktur merupakan kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan. Dari hal ini muncul kesan yang dibuat sutradara dalam benak khalayak. Dan pada Struktur Mikro merupakan makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, klaimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks. Struktur ini melihat bagaimana pandangan sutradara dalam pemakaian bahasa dalam struktur pendahuluan, isi, dan penutup film.

5.1.1 Struktur Makro

Pada sturktur ini terlihat bagaimana makna global di bangun pada film ini. Struktur makro berbicara tentang teks dalam hal ini film yang dimaknai dan ditangkap oleh khalayak keseluruhan. Dalam struktur ini akan terlihat bagaimana pandangan sutradara/film pada suatu peristiwa atau masalah.

Sebuah tema yang hampir sulit ditemukan di dunia perfilman Indonesia yakni “Toleransi Agama” berhasil diangkat oleh film Tanda Tanya “?” ini. Aroma toleransi agama kental terasa pada tiga bagian pra-cerita yang menggambarkan suasana gereja. Pertama, tampak seorang petugas gereja yang diistilahkan dengan misdinar sedang membunyikan lonceng gereja. Lilin yang menyala dan seorang perempuan berkulit putih sedang berdoa,


(2)

memperjelas gambaran suasana gereja. Kedua, suasana masjid dimunculkan dengan umat Islam yang sedang bergotong-royong membersihkan masjid. Dan ketiga, yakni terlihat beberapa orang sedang melakukan sembahyang di depan altar dengan menggunakan dupa yang identik dengan umat Kong Hu Cu.

Tiga poin tersebut menjadi menarik, karena dimunculkan sebelum tokoh dan cerita dimunculkan. Penonton akan merasa penasaran dengan tema yang sudah menyinggung tentang tiga latar belakang agama yang dikemas dalam sebuah film secara bersamaan. Dari ketiga penggambaran pra-cerita tersebut mengarah pada satu tema yakni tentang toleransi agama.

Menilik kembali makna toleransi yang dijelaskan pada bab II, maka dapat dikatakan bahwa toleransi berarti membiarkan dalam damai orang-orang yang mempunyai keyakinan dan praktik hidup yang lain. Sedangkan Soerjono Soekanto melihat bahwa toleransi yakni suatu sikap yang merupakan perwujudan pemahaman diri terhadap sikap pihak lain yang tidak setuju (Soekanto, 1985:518).

Mengacu pada makna toleransi tersebut mengarah pada beberapa adegan cerita dalam film Tanda Tanya “?” dimana tema tentang toleransi agama digambarkan dengan begitu jelas. Makna toleransi agama tersebut tergambar jelas pada beberapa adegan berikut.

a. Suasana restoran Chinesse Food yang penuh toleransi meskipun banyak perbedaan.

- Menjawab salam dalam cara Islam Scene 1

Menuk : (datang) “Assalamualaikum” Pak Tan: “Waalaikumsalam”

Menuk : “Pagi, Koh” Pak Tan: “Pagi, Nuk”


(3)

Pemilik restoran Tan Kat Sun yang beragama Kong Hu Cu selalu menjawab salam “Waalaikumsalam” yang diberikan Menuk dengan cara Islam.

- Mengingatkan Sholat Scene 1

Pak Tan : “Nggak papa, Nuk. Eh yang lain dah pada sholat tuh. Kamu sholat gih”

Menuk : (menganggukkan kepala)

Tan Kat Sun selalu mengingatkan sholat kepada para pegawainya yang sebagian besar adalah beragama Islam. Kebiasaanya inilah yang membuat pegawai betah dan loyal terhadap restoran ini. Terbukti pada adegan saat Tan Kat Sun jatuh sakit, Menuk dan teman-temannya bersedia mengurus restoran.

- Restoran Chinnese Food yang memiliki peraturan ketat Pengunjung : “Babi semua ya?”

Menuk : “Nggak kok bu, disini ada ayam juga”

Pengunjung : “Tapi pancinya sama kan sama yang buat masak babi?”

Menuk : “Nggak bu, disini panci, penggorengan, pisau, talenan sampai sendok garpu disini semuanya di pisah bu, ngga satu. Disini peraturannya memang begitu” Pengunjung : “Nggak deh, disini babi semua”

Meskipun menyediakan masakan babi di restorannya, namun Tan Kat Sun tetap menyediakan masakan bukan babi seperti ayam dan daging sapi. Ia pun memiliki peraturan ketat dengan memisahkan seluruh peralatan memasak dan memakan, yang babi dengan yang bukan babi.

- Memberikan cuti hari raya Scene 7


(4)

Pak Tan : “Ping Hend, apa-apaan ini. Pulang-pulang, pulang, sudah sana pulang. Ini kan masih hari kedua

lebaran”

Hendra: “Pi tunggu denger dulu pi, disaat lebaran itu justru orang akan makan diluar karena pembantu pada

mudik. Kalo kita tutup kita ndak dapet untung pi” Pak Tan: “Denger ya kamu ya, denger! Ngejalanin bisnis itu bukan Cuma untung doang, ngerti kamu. Tutup, tutup!”

Adegan ini bercerita tentang kelalaian yang dilakukan Hendra karena tidak memberikan cuti lebaran pada pegawai. Tak Kat Sun yang sedang terbaring karena sakit, memberikan kepercayaan kepada Hendra, anaknya, untuk mengelola restoran. Ia marah besar saat mengetahui Hendra tidak memberikan cuti lebaran kepada pegawainya.

b. Ustad memberikan kebebasan kepada Surya berperan menjadi Yesus - Ustadz tidak melarang Surya menjadi Yesus

Scene 5

Ustadz : “Ndak ada salahnya sih kamu coba Sur” Surya: “Berarti saya harus menggereja?”

Ustadz: “Itu kan Cuma fisikmu, hanya tubuhmu.

Walaupun kamu di negeri zolim sekalipun, tapi kalo kamu yakni kamu bisa jaga hatimu,

keimananmu hanya untuk Allah SWT.

Insyaallah aku yakin tidak ada apa-apa, ya? He, tanya sik atimu!”

Dialog ini terjadi di rumah pak Ustadz yang sedang memberikan saran kepada Surya. Ia bimbang dengan tawaran Rika, yaitu menjadi Yesus dalam drama penyaliban. Ia menanyakan hal itu kepada Ustadz sekaligus meminta ijin.

- Ustadz tidak marah saat Surya berlatih menjadi Yesus di Masjid Scene 6


(5)

Ustad: “Dah..udah mirip Yesus (sambil tersenyum)” Surya: “Aduh, jangan gitu donk Ustad jadi nggak pede” Ustad: “Piye Sur, wis mantap atimu?”

Surya: “Insya’allah saya tetep Istiqomah, Ustad!” Ustad: “Amin” (sambil beranjak pergi)

Surya: “Eh Ustad (kembali memanggil), gimana caranya biar dihormatin ya Ustad ya?”

Ustad: “Hm...caranya, jangan pernah berfikir ingin dihormati, tapi kamu harus berfikir bahwa kamu ada Sur, ndak cuma sekedar ada melainkan kamu harus menjadikan dirimu bermanfaat untuk orang yang ada disekelilingmu, ya paham?

Suya: (menganggukkan kepala)

Adegan ini bercerita saat Ustadz memergoki Surya sedang berlatih menjadi Yesus di dalam Masjid. Surya terpaksa tinggal di Masjid karena ia diusir dari kontrakan karena tidak mampu membayar. Saat ia menerima tawaran menjadi Yesus, ia harus berlatih dan ia lakukan di Masjid tempat ia tinggal.

c. Pembacaan Asmaul Husna pada pelajaran Baptis Katholik Scene 4

Pastor: “Dan sekarang giliran Rika, mana Rika? Ya, arti Tuhan dimata Rika. Tuhan itu Allah. Dia Al-Rahman Maha-pengasih; Al-Rahim Maha-penyayang (beberapa peserta pelajaran babtis menggeleng-gelengkan kepala dan menunjuk-tunjuk Rika)... Al-Maliq memerintah; Al-Kudus Maha-suci; Al-Mukmin Maha-pemberi keamanan; Al-Muhaimin Maha-pemelihara”

Pembacaan Asmaul Husna ini dibacakan dalam kelas baptis yang diikuti oleh Rika. Ia yang sedang memperlajari agama Katholik, menuliskan tugas yang diberikan Pastor tentang “arti Tuhan di mata kamu” dengan Asmaul Husna. Ia yang belum mengerti tentang agama Katholik, mendeskripsikan arti Tuhan secara Islam. Pastor pun tetap membacakannya dan tidak menegur Rika.


(6)

d. Petugas Banser menjaga perayaan hari raya umat Katholik di gereja Scene 6

Soleh: “Kita sebagai orang Islam kok jaga gereja tho, eh kan nggak boleh masuk kedalam mas?”

Pimpinan: “Heh yang bilang nggak boleh siapa?” Soleh : “Ya haram tho mas?”

Pimp : “Ndak ada yang haram, Leh. Kamu denger nggak rangkaian berita BOM yang dilakukan teroris itu?” Soleh: “Denger, denger”

Pimp: “Kita sebagai umat Islam jadi jelek gara-gara berita itu, ya? Kita sebagai ormas Islam terbesar, menolak

pandangan seperti itu, dengan menjaga gereja seperti ini, dan ini Jihad! Tahu nggak?

Soleh: “Berarti harus siap kalo ngadepin bom?” Pimp: “Iya lah, berani nggak?”

Soleh: “Insya’allah!” Pimp: “Wani ra?”

Soleh: “Insya’allah, Mas!” Pimp: “Ya sudah jaga situ”

Dialog ini terjadi pada Soleh dan pimpinan Banser, tempat Soleh bekerja. Ini adalah kali pertama ia melakukan tugasnya, sejak bergabung bersama Banser. Ia meragukan tugas Banser dengan menjaga gereja. Setelah dialog ini akhirnya ia paham bahwa menjaga gereja adalah termasuk jihad yang wajib ia jalankan.

e. Pastor menegur Doni yang akan menggagalkan drama dengan alasan karena pemeran Yesus adalah seorang Islam

Scene 6

Figuran 1 : “He Totok, kita minta drama penyaliban Yesus ini dibatalkan!”

Doni : “Kamu tahu yang memerankan Yesus ini agama Islam” Figuran 1: “Itu bisa mencemarkan kebesaran Tuhan kita Tok” Figuran 2 : “Ih apaan sih lebay deh”


(7)

dibatalkan!”

Totok : “Tapi pertunjukkan drama 2 jam lagi”

Doni : “Nggak bisa Tok, pokoknya harus dibatalkan” Pastor : “Hei hei hei, kenapa mesti mempersoalkan hal yang kecil dan mengorbankan hal yang besar?”

Figuran 1 : “Romo romo, romo bilang kalau tokoh Yesus itu diperankan oleh orang Islam itu hal yang kecil? Saya tidak setuju Romo”

Doni : “Iya romo, ini mencemarkan agama kita Romo” Pastor : “Pernahkan kalian mendengar, kehancuran iman hanya karena adegan drama? Sejarah telah membuktikan bahwa kehancuran iman dan agama karena kebodohan. Jangan sekali-kali berbuat bodoh!”

Dialog ini terjadi dua jam sebelum pertunjukkan drama dimulai. Dimana Doni dan temannya ingin membatalkan pertunjukkan drama, karena pemeran Yesus beragama Islam. Saat itu juga Pastor mendengar, dan menegur mereka dengan tegas.

5.1.2 Superstruktur

Superstruktur berbicara tentang kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan. Film Tanda Tanya “?” terbagi dalam 8 scenes yang terdiri dari bagian awal, tengah hingga akhir.

Pada bagian awal film menceritakan tentang latar belakang film, pengenalan tokoh serta memunculkan sisi perbedaan-perbedaan yang adaa ditengah masyarakat. Selanjutnya pada bagian pertengahan film konflik-konflik mulai muncul antar relasi tokoh, dan pada bagian akhir merupakan bagian kesimpulan dari film yang sekaligus menjawab konflik-konflik yang muncul pada bagian pertengahan film.


(8)

Pada struktur ini akan terlihat bagaimana Sutradara mengemas detail-detail film, yang akan penulis paparkan dengan bantuan gambar untuk membantu memperjelas analisa.

a. Pendahuluan

Tan Kat Sun dan Menuk

(Gambar 3)

(Cuplikan dialog Tan Kat Sun dan Menuk pada scene 1) Menuk : (datang) “Assalamualaikum”

Pak Tan: “Waalaikumsalam” Menuk : “Pagi, Koh”

Pak Tan: “Pagi, Nuk

(Cuplikan dialog Menuk dan pengunjung restoran pada scene 1) Pengunjung : “Babi semua ya?”

Menuk : “Nggak kok bu, disini ada ayam juga”

Pengunjung : “Tapi pancinya sama kan sama yang buat masak babi?”

Menuk : “Nggak bu, disini panci, penggorengan, pisau, talenan sampai sendok garpu disini semuanya di pisah bu, nggak jadi satu. Disini peraturannya memang begitu” Pengunjung : “Nggak deh, disini babi semua”

Menuk : (melihat ke arah pak Tan)

Pak Tan : “Nggak papa, Nuk. Eh yang lain dah pada Sholat tuh. Kamu sholat gih”


(9)

Dua cuplikan dialog tersebut terjadi pada restoran Chinnesse Food milik Tan Kat Sun. Pada dialog pertama menggambarkan bahwa tokoh Tan Kat Sun adalah sosok yang memiliki rasa toleransi tinggi. Meskipun ia adalah seorang beragama Kong Hu Cu, namun ia tetap mengucapkan salam kepada Menuk (gambar 5.1) sesuai dengan tata cara sapaan dalam agama Islam. Setiap pagi saat Menuk tiba di restoran ia selalu mengucapkan “Assalamualaikum” kemudian Tan Kat Sun menjawab dengan “Waalaikumsalam”.

Tokoh Tan Kat Sun merupakan salah satu tokoh yang ditonjolkan memiliki rasa toleransi agama yang tinggi dalam film ini. Selain ia selalu mengucapkan salam dengan tata cara Islam, salah satu bentuk toleransinya kepada Menuk adalah Tan tidak pernah lupa mengingatkan Menuk dan karyawan lain untuk Sholat. Dialog ini terjadi ketika seorang pengunjung berjilbab (gambar 5.2) yang memutuskan untuk tidak makan di restoran Tan, karena menjual masakan lain yang mengandung daging Babi. Ditengah perbincangan tersebut, Tan kemudian mengingatkan Sholat pada dialog berikut:“Nggak papa, Nuk. Eh yang lain dah pada sholat tuh. Kamu sholat gih”.

Hubungan yang terjalin baik antara Tan Kat Sun dengan karyawan-karyawannya yang beragama lain (mayoritas: Islam), terutama pada Menuk, menunjukkan adanya sebuah upaya dalam mewujudkan toleransi antar agama. Wujud toleransi yang dilakukan Tan Kat Sun juga terlihat pada peraturan ketat yang ia buat dengan memisahkan seluruh peralatan memasak dan memakan, yang menggunakan danging babi dan bukan babi. Meskipun disisi lain, adanya penolakan atas toleransi Tan Kat Sun oleh salah satu pengunjung seperti yang terjadi pada dialog diatas. Meski begitu, Tan Kat Sun tetap menerima penolakan tersebut dengan ikhlas hati. Tidak ada perlawanan


(10)

maupun upaya yang dilakukan Tan, justru ia hanya terlihat tersenyum dengan mengatakan “Nggak papa, Nuk”.

b. Isi

Surya dan Ustadz (Gambar 4)

(Cuplikan dialog yang dilakukan Surya dan Ustadz pada scene 5) Ustadz : “Ndak ada salahnya sih kamu coba Sur”

Surya: “Berarti saya harus menggereja?”

Ustadz: “Itu kan Cuma fisikmu, hanya tubuhmu. Walaupun kamu ada di negeri zolim sekalipun, tapi kalo kamu yakni kamu bisa jaga hatimu, keimananmu hanya untuk Allah SWT. Insyaallah aku yakin tidak ada apa-apa, ya? He, tanya sik atimu!”

(Cuplikan dialog yang dilakukan Surya dan Ustadz pada scene 6) Ustad: “Dah..udah mirip Yesus (sambil tersenyum)”

Surya: “Aduh, jangan gitu donk Ustad jadi nggak pede” Ustad: “Piye Sur, wis mantap atimu?”

Surya: “Insya’allah saya tetep Istiqomah, Ustad!” Ustad: “Amin” (sambil beranjak pergi)

Surya: “Eh Ustad (kembali memanggil), gimana caranya biar dihormatin ya Ustad ya?”

Ustad: “Hm...caranya, jangan pernah berfikir ingin dihormati, tapi kamu harus berfikir bahwa kamu ada Sur, ndak cuma sekedar ada melainkan kamu harus menjadikan dirimu


(11)

bermanfaat untuk orang yang ada disekelilingmu, ya paham?

Suya: (menganggukkan kepala)

Dalam dua scene ini terjadi adanya dialog antara Surya dan Ustadz yang mendiskusikan mengenai tawaran yang ditujukan kepada Surya untuk berperan menjadi Yesus dalam drama. Surya yang dalam keadaan bimbang karena pada satu sisi ia membutuhkan uang dan disisi lain ia beragama Islam, akhirnya memutuskan untuk berkonsultasi pada Ustadz.

Seperti pada gambar 5.3 Surya berkunjung di rumah Ustadz untuk membicarakan hal ini. Ustadz mendukung Surya untuk mengambil tawaran tersebut dengan berkata: “Ndak ada salahnya sih kamu coba Sur”. Dengan alasan bahwa yang “menggereja” hanyanya fisik Surya, kemudian secara lebih jelas Ustadz memberikan perumpamaan kepada Surya. Perumpamaan tersebut terdapat dalam dialog berikut: “Walaupun kamu ada di negeri zolim sekalipun, tapi kalo kamu yakni kamu bisa jaga hatimu, keimananmu hanya untuk Allah Swt. Insya’allah aku yakin tidak ada apa-apa, ya?”.Ustadz yang digambarkan dalam film ini memiliki jiwa toleransi yang tinggi akan agama lain. Salah satu wujud toleransi yang dilakukan oleh Ustadz yakni dengan tidak melarang Surya berperan menjadi Yesus dalam drama, meskipun Surya adalah seorang Muslim.

Tokoh Ustadz dalam film ini digambarkan sebagai seorang Ustadz yang memiliki hubungan dekat dengan jemaahnya dan orang lain yang tidak se-agama. Ia bahkan pernah melindungi Hendra yang beragama Kong Hu Cu dari pengeroyokan yang dilakukan beberapa pemuda Masjid karena terpantik akibat ulah Hendra. Namun Ustadz tetap melindungi dan membela Hendra. Perbuatan ini semakin menunjukkan bahwa sosok Ustadz yang diceritakan dalam film ini mencerminkan seorang pemuka agama yang baik dan memiliki rasa toleransi yang tinggi.


(12)

- Tokoh: Rika

Pastor dalam pelajaran Baptis (Gambar 5)

(Cuplikan dialog Pastor dengan Rika dalam pelajaran Baptis, scene 4) Pastor: “Dan sekarang giliran Rika, mana Rika? Ya, arti Tuhan dimata Rika. Tuhan itu Allah. Dia Al-Rahman pengasih; Al-Rahim Maha-penyayang (beberapa peserta pelajaran babtis menggeleng-gelengkan kepala dan menunjuk-tunjuk Rika)... Maliq Maha-memerintah; Al-Kudus Maha-suci; Al-Mukmin Maha-pemberi keamanan; Al-Muhaimin Maha-pemelihara”

Scene ini menceritakan tentang suasana pelajaran baptis yang sedang dilakukan Rika sebagai syarat untuk masuk menjadi umat Katholik. Rika yang pada saat itu belum mengenal sedikitpun dengan agama Katholik, memberikan jawaban yang cukup mencengangkan peserta kelas baptis. Jawaban Rika pada tugas yang diberikan Pastor tentang “arti Tuhan dimata kamu?” mendeskripsikan arti Tuhan secara Islam. Rika menuliskan 99 Asmaul Husna yang merupakan deksripsi kebaikan Tuhan pada agama Islam.

Meskipun peserta lain terlihat tidak menghargai jawaban Rika, namun Pastor tetap membacakan jawaban Rika hingga selesai. Tidak ada penolakan dan kemarahan yang dilakukan Pastor, justru ia terlihat memahami jawaban yang diberikan oleh Rika.


(13)

Jawaban Rika tersebut pun tidak berpengaruh pada keinginannya untuk segera memeluk agama Katholik secara resmi. Ia bahkan diceritakan resmi di baptis dengan memperoleh nama baptis, sebagai tanda resminya ia diterima sebagai umat Katholik. Meskipun ia pernah memberikan jawaban secara Islam pada tugas nya dalam kelas baptis, namun Rika akhirnya tetap diluluskan dan resmi menjadi Katholik.

Meskipun ia mendapatkan perlawanan di masyarakat dengan dicela dan dikucilkan karena keputusannya yang cukup berani, namun Rika tetap tidak menghiraukannya. Ia tetap ingin merubah agamanya dari Islam menjadi Katholik.

- Tokoh : Soleh

Soleh dan Pemimpin Banser (Gambar 6)

(Cuplikan dialog Soleh dan pimpinan Banser, pada scene 6)

Soleh : “Kita sebagai orang Islam kok jaga gereja tho, eh kan nggak boleh masuk kedalam mas?”

Pimpinan: “Heh yang bilang nggak boleh siapa?” Soleh : “Ya haram tho mas?”


(14)

berita BOM yang dilakukan teroris itu?” Soleh: “Denger, denger”

Pimp: “Kita sebagai umat Islam jadi jelek gara-gara berita itu, ya? Kita sebagai ormas Islam terbesar, menolak pandangan seperti itu, dengan menjaga gereja seperti ini, dan ini Jihad! Tahu nggak?

Soleh: “Berarti harus siap kalo ngadepin bom?” Pimp: “Iya lah, berani nggak?”

Soleh: “Insya’allah!” Pimp: “Wani ra?”

Soleh: “Insya’allah, Mas!”

Pimp: “Ya sudah jaga situ”

Dialog ini terjadi pada tugas pertama yang harus dilakukan Soleh sejak ia bergabung dengan Banser. Soleh yang pada saat itu pertama kali berada di gereja, merasa ragu memasuki gedung gereja karena takut dianggap haram. Dalam dialog tersebut juga menyinggung tentang jihad. Pengertian jihad yang dimaknai Soleh diluruskan oleh pemimpin Banser pada dialog berikut: “Ndak ada yang haram, Leh. Kamu denger nggak rangkaian berita BOM yang dilakukan teroris itu?” “Kita sebagai umat Islam jadi jelek gara-gara berita itu, ya? Kita sebagai ormas Islam terbesar, menolak pandangan seperti itu, dengan menjaga gereja seperti ini, dan ini Jihad! Tahu nggak?”

Dengan pemahaman inilah akhirnya Soleh memberanikan diri memasuki dan menjaga keamanan gereja. Sejak banyaknya peristiwa ancaman bom yang ditujukkan pada gedung gereja, setiap hari raya umat Kristiani memerlukan bantuan petugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Penjagaan gereja oleh petugas yang sebagian besar beragama Islam ini menunjukkan bahwa adanya hubungan toleransi antara umat Kristiani dan Islam. Hingga film Tanda Tanya “?” pun mengangkat fenomena ini sebagai bagian dari cerita yang diperankan oleh salah satu tokoh utama, sebagai perwujudan toleransi antar agama. Unsur jihad yang menjadi sub-tema dalam adegan ini, mengibaratkan adanya sebuah


(15)

tindakan yang baik yang dilakukan oleh umat Islam dengan menjaga gereja dengan sepenuh hati.

c. Penutup

Tokoh : Tan Kat Sun

Perusakan Restoran Tan Kat Sun (Gambar 7)

Pak Tan : “Ping Hend, apa-apaan ini. Pulang-pulan, pulang, sudah sana pulang. Ini kan masih hari kedua lebaran”

Hendra: “Pi tuggu denger dulu pi, disaat lebaran itu justru orang akan makan diluar karena pembantu pada mudik. Kalo kita tutup kita ndak dapet untung pi”

Pak Tan: “Denger ya kamu ya, denger! Ngejalanin bisnis itu bukan Cuma untung doang, ngerti kamu. Tutup, tutup!”

“Denger ya kamu ya, denger! Ngejalanin bisnis itu bukan Cuma untung doang, ngerti kamu. Tutup, tutup!”. Dialog tersebut adalah dialog yang dilontarkan Tan saat marah besar dengan anaknya, demi menegakkan toleransi yang sudah menjadi ciri khasnya. Hendra telah lalai memberikan hari Lebaran kepada karyawannya yang sebagian besar bergama Islam, dengan tidak memberikan cuti libur pada hari kedua lebaran. Demi alasan keuntungan bagi restoran, Hendra mengambil hak karyawan yang biasanya sangat dijunjung tinggi oleh Tan, Ayahnya.


(16)

Sikap Tan Kat Sun yang demikian, semakin menggambarkan tokoh ini sebagai tokoh utama toleransi dalam film Tanda Tanya “?”. Kekecewaannya yang mendalam pada Hendra ia tumpahkan dengan memukul Hendra habis-habisan dan menyuruh seluruh pegawainya untuk segera pulang. Ekspresi Tan tersebut ditunjukkan pada dialog berikut: Ping Hend, apa-apaan ini. Pulang-pulan, pulang, sudah sana pulang. Ini kan masih hari kedua lebaran.

Sikap Tan yang demikian menunjukkan betapa ia sangat menghargai dan menjunjung tinggi hak karyawan-karyawannya yang sebagian besar beragama Islam. Sikap Tan seperti inilah yang membuat seluruh karyawannya betah bekerja disana, termasuk saat puasa mereka tetap bekerja untuk restoran Tan Kat Sun. Selain itu, loyalitas seluruh karyawan ditunjukkan pada sikap mereka yang tidak melawan dan menentang pada saat Hendra meminta mereka tetap bekerja pada hari libur kedua Lebaran. Sikap ini mereka lakukan semata untuk menghormati Tan Kat Sun dan demi menghargai restoran dimana mereka bekerja. Meskipun apa yang mereka lakukan, ditentang oleh Tan dengan meminta seluruh karyawan untuk segera pulang merayakan Lebaran

5.1.3 Struktur Mikro

Struktur Mikro merupakan makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks. Dalam stuktur mikro ini akan terlihat bagaimana sesungguhnya makna lokal yang ingin dibangun dalam film ini. Penulis mengamati beberapa scene yang menjadi objek kajian dalam struktur ini, menunjukkan adanya hubungan yang berkait dan berstruktur dengan struktur makro dan superstruktur dalam analisis sebelumnya. Analisis tersebut terdapat dalam analisa tokoh-tokoh berikut ini:

a. Dibalik sikap toleransi Tan Kat Sun

Dalam struktur Makro dan Superstruktur telah dipaparkan berbagai macam bentuk sikap toleransi yang ditunjukkan Tan Kat Sun. Bahkan dari


(17)

salah satu sikapnya, ia bahkan sampai memarahi anaknya demi menjunjung hak-hak karyawannya. Dalam pemaparan yang lain, juga terlihat bagaimana hasil dari kebaikkan Tan terhadap karyawan-karyawannya yakni loyalitas karyawan pada restoran. Rasa memiliki yang dilakukan oleh karyawan terhadap restoran memberikan keuntungan tersendiri kepada Tan Kat Sun.

Toleransi bagi Tan Kat Sun harus diwujudkan baik inter-agama maupun antar agama. Perwujudan toleransi yang ia lakukan atas kerangka hubungan dalam kehidupan sosial. Dimana di dalam hubungan tersebut, makhluk sosial tidak dapat hidup sendirian dan memerlukan bantuan orang lain dalam kelangsungan hidup. Hubungan tersebut juga ditunjukkan dalam film pada relasi yang saling menguntungkan antara Tan dengan karyawan-karyawannya. Hubungan tersebut ditunjukkan dalam beberapa hal berikut: 1. Hubungan antara majikan dan pegawai

Sebagai majikan yang penulis artikan sebagai pemilik restoran, Tan Kat Sun memiliki kewajiban untuk memberikan upah/gaji kepada karyawan setiap bulan. Selain sebagai apresiasi atas pekerjaan yang dilakukan, gaji juga merupakan salah satu faktor pengikat. Karyawan yang bekerja karena membutuhkan penghasilan sedangkan sebagai majikan, Tan membutuhkan karyawan untuk membantu bisnis restorannya sebagai pramusaji, juru masak maupun sekedar membersihkan tempat dan peralatan makan. Hubungan yang wajar ini selain menjadi keuntungan besar bagi karyawan yang memiliki penghasilan dan diperlakukan baik oleh majikannya, tampaknya hal tersebut justru menjadi keuntungan yang lebih tinggi bagi bisnis keluarga Tan Kat Sun tersebut.

2. Karyawan: mayoritas beragama Islam sebagai jaminan kelangsungan bisnis restoran

Hubungan yang kedua yakni relasi yang diciptakan baik oleh Tan Kat Sun memiliki maksud agar bisnis restorannya berjalan dengan mulus.


(18)

Hal ini menjawab sikap Tan yang luar biasa baik kepada karyawannya serta toleransi agama yang dijunjung tinggi terhadap karyawannya.

Karyawan Tan Kat Sun yang sebagian besar memeluk agama Islam memiliki keuntungan bagi restoran. Restoran Chinnesse Food milik Tan yang berdiri ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang mayoritas adalah Muslim, menuntut Tan untuk memperkerjakan karyawan beragama Islam lebih banyak dibanding agama lainnya. Hal ini dikarenakan restoran Tan yang juga menjual masakan berbahan dagung babi yang menjadi ciri khas masakan kaum ras Tiong Hoa.

Meskipun memiliki peraturan yang ketat, namun tidak cukup untuk menjamin pengunjung yang beragama Islam dapat menikmati makanan yang halal, jika seandainya Tan memperkerjakan karyawan beragama lain (non-Muslim). Untuk itulah ia lebih banyak memperkerjakan karyawan yang beragama Islam dengan jumlah lebih dibanding yang beragama lain. Apalagi Menuk, wanita yang menarik, cantik dan berjilbab dapat menjadi senjata bagi Tan untuk memberikan rasa nyaman kepada pengunjung. Dengan asumsi bahwa, jika pemilik restoran Chinnesse Food memperkerjakan lebih banyak karyawan beragama Islam, maka tidak akan ada kecurangan yang dilakukan terkait label masakan haram dan tidak haram. Sehingga pengunjung yang beragama Islam akan merasa lebih aman makan di restoran tersebut. Dengan demikian pelanggan Tan Kat Sun akan lebih banyak, karena tidak hanya pada kalangan Tiong Hoa saja melainkan juga masyarakat umum.

b. Tujuan Jihad Soleh

Dalam dialog antara Soleh dan pimpinan Banser tentang jihad, membawa pemahaman baru pada Soleh dalam pekerjaaannya. Ia menjadi lebih siap menjalankan tugasnya dalam mengamankan gereja.


(19)

Atas dasar jihad Soleh akhirnya melakukan tugasnya sebagai seorang Banser dengan tulus hati. Dalam scene terakhir dari film, Soleh diceritakan mati karena ledakan bom, demi menyelamatkan umat Katholik yang sedang merayakan perayaan Misa Natal. Keberanian Soleh mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan umat yang beragama lain dapat dikatakan sebagai jihad dalam film ini. Konsep jihad yang dirumuskan kembali dalam film Tanda Tanya “?” pada adegan yang tersebut merepresentasikan Islam kembali. Beberapa adegan yang dilakukan Soleh, memiliki makna seperti dalam analisa berikut ini.

1. Meluruskan kembali definisi Jihad

Maraknya aksi teorisme di Indonesia yang membawa nama agama Islam, menciptakan citra buruk. Hampir di semua aksis terorisme membawa istilah Jihad. Aksi bom yang dilakukan para teroris selalu membawa misi atas nama Jihad. Sehingga kata istilah “Jihad” menjadi momok di masyarakat karena dikaitkan dengan aksi terorisme. Pemaknaan terhadap ‘jihad” menjadi berkembang di masyarakat yang mengakibatkan makna satu orang/kelompok dengan yang lain menjadi berbeda. Sama hal nya pada adegan dalam scene ini. Dialog antara Soleh dan pimpinannya yang mengatakan, “Kita sebagai umat Islam jadi jelek gara-gara berita itu, ya? Kita sebagai ormas Islam terbesar, menolak pandangan seperti itu, dengan menjaga gereja seperti ini, dan ini Jihad! Tahu nggak?” mencoba meluruskan makna jihad yang selama ini simpang siur kepada penonton. Citra buruk Islam yang sudah melekat dengan kekerasan dan aksi anarkis dalam terorisme kemudian diluruskan oleh dialog ini.

2. Soleh dicitrakan sebagai pahlawan

Aksi berani yang dilakukan Soleh demi menyelamatkan umat yang beragama Katholik merupakan salah satu tindakan yang


(20)

mencerminkan toleransi agama. Tindakan terpuji yang ia lakukan tersebut menunjukkan sikap kepahlawanan. Pahlawan yang identik dengan pengorbanan diri dan berani mati, melekat pada Soleh dalam scene terakhir film ini.

Tokoh dalam adegan ini mewacanakan makna toleransi yang berbeda, karena tidak hanya sebatas menghargai atau memberikan ruang pada agama lain, namun apa yang dilakukan Soleh lebih daripada hal itu. Ia bahkan rela mati dan pengorbankan diri bagi umat beragama lain.

c. Pembacaan Asmaul Husna, sebagai bentuk toleransi kepada Islam

Dalam adegan pembacaan Asmaul Husna dalam pelajaran baptis yang dilakukan Rika, memperlihatkan adanya hubungan toleransi yang baik. Pastor yang disatu sisi memahami kondisi Rika dan pada sisi lain menghormati agama Islam, tetap membacakan jawaban Rika meskipun hal ini diluar kewajaran pada suasana pelajaran Baptis. Adegan yang penuh toleransi ini, selain memberikan makna kerukunan sejati antar umat beragama namun juga memberikan makna toleransi yang lain.

Adegan yang dikemas dengan cerita demikian, jika dipersandingkan dengan kehidupan nyata., tampaknya tidak rasional. Rika yang masih belum mengerti tentang arti Tuhan di mata Katholik, mendeskripsikan makna Tuhan secara Islam. Bilamana ia tidak mengerti, Rika bisa saja menuliskan arti Tuhan secara umum. Tetapi tidak terjadi pada scene ini. Kemasan cerita ini dikemas oleh sutradara untuk memberikan sebuah makna bahwa agama Katholik memiliki sikap toleransi terhadap agama Islam. Pernyataan ini terlihat disaat Pastor tidak melakukan penolakan pada Rika, justru ia tetap membacakan jawaban Rika.

5.2 Pembahasan


(21)

5.2.1.1 Ketergantungan Agama Kong Hu Cu pada Islam

Konsep tentang toleransi agama tidak dapat dipisahkan dari konsep Multikultural karea kedua nya saling berkaitan. Di dalam kehidupan multikultural membutuhkan adanya sebuah usaha, upaya dan pengertian satu sama lain akan perbedaan yang istilah tersebut biasa disebut dengan toleransi. Pada kenyataannya toleransi ini sulit untuk diwujud-nyatakan dalam kehidupan bersama.

Bahkan di dalam adegan sebuah film, toleransi sulit untuk dilakukan. Salah satu tokoh bernama Bu Novi seorang wanita pemilik kostan yang sangat tidak toleran terlebih pada agama lain. Terbukti ketika Rika akan merubah identitas agamaya, Bu Novi selalu mencela, mebanding-bandingkan dan memojokkan Rika dihadapan anaknya. Lain lagi dengan tokoh Hendra, seorang ras keturuanan Cina yang sulit menerima perbedaan disekitarnya dengan memaki-maki pemuda Islam dengan makian “Teroris, Asu!”. Begitu pun sebaliknya, pemuda masjid tersebut memanggil Hendra dengan istilah “Sipit” karena Hendra seorang keturunan Cina. Hal semacam ini tidak hanya terjadi di film melainkan di dalam kehidupan sosial masyarakat, rasisme dan etnosentrisme masih berkembanng.

Teori-teori Multikultural mengemukakan sebuah kenyataan ini, bahwa dalam mewujudkan toleransi di dalam masyarakat multikultural sangat sulit. Melting Pot membahas tentang dominasi mayoritas lebih tinggi, dibandingkan dengan kelompok minoritas dalam kehidupan ber-multikultural. Teori ini berpandangan bahwa masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang beragam latar belakang seperti agama, etnik, bahasa, dan budaya harus disatukan ke dalam satu wadah yang paling dominan. Teori ini melihat individu dalam masyarakat secara hirarkis, yaitu kelompok mayoritas dan minoritas. Bila mayoritas individu dalam suatu masyarakat adalah pemeluk agama Islam, maka individu lain yang memeluk agama non-Islam harus melebur ke dalam Islam. Teori ini hanya memberikan peluang kepada kelompok mayoritas untuk menunjukkan identitasnya. Sebaliknya, kelompok minoritas sama sekali tidak memperoleh hak untuk mengekspresikan identitasnya. Identitas di sini bisa berupa agama, etnik, bahasa, dan budaya.


(22)

Analisis yang penulis lakukan pada beberapa bagian scene film Tanda Tanya “?” menunjukkan adanya dominasi yang dilakukan Islam sebagai mayoritas. Pernyataan tersebut merujuk pada analisis tokoh-tokoh sebagai berikut:

a. Tan Kat Sun

Tan Kat Sun selalu menjunjung tinggi toleransi agama di restorannya. Ia selalu menjawab salam “Waalaikumsalam” dan mengingatkan Sholat pada karyawan yang sebagian besar beragama Islam. Tindakan terpuji ini tentu menunjukkan adanya sikap toleransi dari Tan Kat Sun. Namun apakah keadaan tersebut masih disebut dengan toleransi, ketika hanya Tan yang melakukan hal ini. Tidak muncul di dalam cerita, karyawan-karyawannya menyapa Tan dengan cara Kong Hu Cu ataupun sekedar mengingatkan Tan Kat Sun untuk beribadah.

Dalam kehidupan bersama, bertoleransi harus dilakukan dengan adil. Tidak hanya satu pihak yang melakukan toleransi. Jika demikian, konsep toleransi gagal diwujud-nyatakan. Memahami konsep toleransi yang diungkapkan oleh Gerald O’Collins SJ dan Edward G. Farrugia SJ (1996:335) bahwa toleransi agama adalah adalah membiarkan dalam damai orang-orang yang mempunyai keyakinan dan praktik hidup yang lain. Dalam kerangka kehidupan bersama, hal tersebut harus dilakukan oleh kedua pihak agar keselarasan dan kerukunan dapat terwujud. Apabila hanya dilakukan oleh satu pihak saja, artinya konsep toleransi gagal dilaksanakan.

Hardjana menyebutkan bahwa dengan toleransi dogmatis maka pemeluk agama tidak menonjolkan keunggulan ajaran agamanya masing-masing (1993:115). Kondisi ini dapat terwujud apabila ada upaya untuk melakukan toleransi dalam hubungan timbal balik. Tidak hanya satu pihak saja yang melakukan toleransi. Jika hanya satu pihak, maka pihak tersebut diartikan dengan menonjolkan keunggulan agamanya sendiri.


(23)

Kebaikan Tan kepada karyawannya yang sebagian besar beragama Islam, bukan dalam rangka mewujudkan toleransi yang murni diantra keduanya. Melainkan hal tersebut mencitrakan bahwa Tan Kat Sun bergantung dan membutuhkan Islam, meskipun ia seorang Kong Hu Cu. Tan sangat memerlukan karyawan bukan sebagai individu untuk meringankan pekerjaan di restoran, melainkan identitas “Islam” dari karyawan-karyawannya yang mampu menyelamatkan kelangsungan bisnis Chinnesse Food nya. Adegan ini menunjukkan bahwa adanya ketergantungan agama Kong Hu Cu yang menjadi identitas Tan Kat Sun pada agama Islam.

5.2.1.2 Toleransi yang Dipaksakan Hanya Mengarah kepada Islam Dominasi mayoritas yang kedua tergambar pada tokoh Rika. Rika yang pada saat melaksanakan pelajaran baptis, menuliskan Asmaul Husna pada jawaban soal tentang “arti Tuhan di mata kamu”. Tetapi tidak ada penolakan maupun kemarahan oleh Pastor kepada Rika.

Asmaul Husna adalah nama-nama terindah dari Sang Maha Agung, yang merupakan perwujudan dari sifat-sifat Allah SWT. Dalam Asmaul Husna yang berjumlah sembilan puluh sembilan itu menggambarkan betapa baiknya Allah sebagai pemilik segala bentuk penjagaan, yang memberikan keberkahan, kenikmatan, kesehatan dan keselamatan bagi makhluk-Nya (Ahmad, 2009).

Pastor sebagai tokoh agama Katholik memberikan pengertian kepada Rika. Toleransi yang dilakukan Pastor pada ungkapan Asmaul Husna dalam kelas baptis, menjadi salah stau wujud toleransi agama Katholik yang dilakukan pada agama Islam dalam film.

Namun hubungan toleransi antara agama Katholik kepada Islam dan Islam kepada Katholik tidak berjalan seimbang. Hal ini terlihat pada adegan


(24)

disaat Rika yang akan pindah keyakinan menjadi Katholik, ditentang oleh Islam yang dalam film diwakilkan dengan tokoh Bu Novi (pemilik kos) dan warga. Tidak terjadi wujud toleransi yang dinyatakan pada film dari pihak agama Islam.

Kenyataan ini dapat diartikan bahwa tidak ada toleransi yang terjalin jika hanya satu pihak saja yang melakukan. Artinya adanya dominasi kedua yang dilakukan dari pihak mayoritas, yakni Islam. Agama lain, dalam hal ini Katholik dituntut untuk selalu mentoleran dan memahami Islam, namun hubungan ini tidak terjadi sebaliknya. Dengan demikian dominasi Islam sebagai mayoritas terjadi pada film ini.

5.2.2 Pencitraan Islam Sebagai Agama yang Baik

Film Tanda Tanya “?” menuai kontroversi karena dianggap telah melecehkan agama Islam. Ormas-ormas yang melakukan aksi protes seperti FPI, menuding film ini penuh dengan ajaran sesat dan menginjak-injak agama Islam.

Tetapi semua pernyataan tersebut tidak ditemukan penulis dalam analisa film Tanda Tanya “?” ini. Melainkan fakta sebaliknya terjadi, yakni adanya sebuah pencitraan kembali yang dilakukan oleh agama Islam. “Citra merupakan gambaran, angan atau imaji yang timbul dalam proses pembacaan” (Effendy, 1995:25). Menurut Rakhmat bersamaan dengan proses pembacaan citra-citra yang disajikan di media massa, khalayak akan membentuk pula dunia yang berdasarkan persepsi mereka. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi. Bagi khalayak, informasi itulah yang akan membentuk, mempertahankan, dan mendefinisikan citra.

Film Tanda Tanya “?” sebagai salah satu bentuk media massa memiliki kekuatan dalam hal mendefinisikan citra. Kekuatan ini lebih besar dibandingkan dengan kekuatan yang ditunjukkan media massa bentuk lain. Hal ini dikarenakan film mampu mengemas pesan dengan menarik, bahkan hingga penonton tidak sadar


(25)

bahwa ideologi tertentu terkadang merasuk di dalam pesan film. Menurut Ernest Van den Haag dalam Rakhmat (2005:226), media massa salah satunya film telah menampilkan realitas tangan kedua (second hand reality).

Demikian yang terjadi pada film Tanda Tanya “?”yang menampilkan sebuah realitas yang terjadi di dalam film, yang bertujuan sebagai pencitraan ulang bagi Islam.Pernyataan tersebut tergambar pada beberapa analisis tokoh berikut ini:

a. Soleh

Soleh adalah seorang Muslim yang taat, rajin beribadah dan sayang terhadap keluarga. Tetapi separuh kehidupan Soleh dalam film, diceritakan penuh dengan konflik terkait dengan masalah ekonomi keluarga. Disamping kebutuhan yang semakin meningkat, adiknya Rifka yang belum membayar uang SPP selama 3 bulan, Soleh merasa dirinya tidak berguna karena belum mendapatkan pekerjaan.

Tetapi menginjak pada akhir cerita, Soleh justru diceritakan sebagai seorang yang sangat berguna. Disaat ia mulai mendapat pengakuan karena berhasil bergabung menjadi anggota Banser, Soleh juga melakukan hal besar yakni rela mati demi menyelamatkan orang lain.

Keputusan yang diambilnya untuk menyelamatkan umat Katholik dari bom menewaskan dirinya. Ia rela mati demi keselamatan umat Katholik pada saat itu yang sedang merayakan perayaan hari raya Natal.

Kebaikan Soleh diakui sebagai seorang pahlawan yang menyelamatkan orang banyak. Atas keberanian ini, Soleh diberikan penghargaan dari masyarakat yakni dengan mencantumkan nama “Soleh” pada sebuah gapura yang sebelumnya bertuliskan “Pasar Baru” menjadi “Pasar Soleh”. Gapura ini diresmikan oleh warga dengan perayaan besar-besaran dan sangat meriah dengan pesta kembang api. Dalam adegan terakhir film ini, Menuk sebagai istri Soleh menerima banyak ucapan selamat dari anggota Banser. Menuk terlihat tersenyum bangga.


(26)

Perlakuan ini mengartikan suatu perayaan yang tidak biasa. Meskipun tidak disebut atau diceritakan tentang tujuan perayaan tersebut, namun penonton mampu mengartikan bahwa perayaan tersebut adalah untuk mengenang jasa Soleh yang berani mengorbankan diri seperti seorang pahlawan. Soleh yang kental membawa identias Islam atas aksinya tersebut mengartikan bahwa Islam telah menang, yang ditunjukkan dengan perayaan tersebut. Islam telah berhasil memberikan satu makna toleransi yang berbeda dengan yang lain. Tidak sebatas menerima, mengerti dan menghargai agama lain, namun Soleh bahkan berani mati untuk keselamatan agama lain.

Adegan ini juga mengartikan ulang makna “Jihad” yang sempat disinggung pada dialog. Pemahaman Jihad yang dalam kehidupan nyata, yang telah dirusak oleh oknum teroris yang mengatasnamakan Islam, mencoba diluruskan kembali oleh film dalam adegan ini.

b. Hendra

Anak Tan Kat Sun tersebut diceritakan pada awal film sebagai seorang anak pembangkang, tidak pernah mengerti keluarga atau sekedar membantu orang tua. Hendra juga sering membuat keributan di masyarakat.

Namun Hendra baru seperti lahir kembali pada bagian akhir film. Hendra diceritakan berpindah keyakinan dari Kong Hu Cu menjadi Islam. Saat ia resmi masuk menjadi Islam, kehidupan Hendra diceritakan lebih mapan dari sebelumnya, saat ia beragama Kong Hu Cu.

Cerita yang diletakkan pada akhir film ini menunjukkan adanya sebuah usaha untuk mencitrakan Islam sebagai jawaban atas segala permasalahan. Selain itu dapat diartikan pula bahwa hanya pemeluk agama Islam yang memiliki kehidupan yang baik. Hal ini dicitrakan secara singkat dan jelas pada kahidupan yang dialami Hendra.


(27)

5.2.3 Wacana Toleransi di Film Tanda Tanya “?” dalam Kehidupan Multikultural Dalam teori ini Multikulturaisme – Melting Pot yang berpandangan bahwa masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang beragam latar belakang—seperti agama, etnik, bahasa, dan budaya—harus disatukan ke dalam satu wadah yang paling dominan, melihat individu dalam masyarakat secara hirarkis, yaitu kelompok mayoritas dan minoritas. Film Tanda Tanya “?” yang menyuguhkan makna toleransi di tengah perbedaan, memberikan tataran hierarkis yang sama dimana di dalam cerita tampak kelompok mana yang termasuk dalam mayoritas dan mana yang minoritas. Teori ini hanya memberikan peluang kepada kelompok mayoritas untuk menunjukkan identitasnya. Sebaliknya, kelompok minoritas sama sekali tidak memperoleh hak untuk mengekspresikan identitasnya. Identitas di sini bisa berupa agama, etnik, bahasa, dan budaya.

Konsep Oposisi Biner yang diungkapkan Pamerdi (Untoro & Madio, 2011:123) melihat adanya perbedaan pandangan-pandangan mengenai suatu hal yaitu kebudayaan lama vs baru, kelompok-kelompok lama vs pendatang, sisi kehidupan baik vs buruk, dan sebagainya. Film Tanda Tanya “?” menempatkan pemahaman toleransi dengan menerapkan konsep ini. Maka muncul di dalam beberapa adegan, tentang kebaikan agama Islam dan keburukan agama lain. Oposisi Biner dalam hal ini kemudian ditempatkan dalam cara pandang vertikalisme, dimana cara pandang yang melihat suatu perkara ke dalam tataran hirarkis; satu perkara/hal diletakkan pada peringkat lebih tinggi atau lebih kuat daripada yang lainnya (Pamerdi dalam Hari & Madio, 2011:123).

Hanung Bramantyo dalam mengemas toleransi dalam film Tanda Tanya “?” ini menempatkan pemaknaan toleransi dalam masyarakat multikultural. Ia beranggapan bahwa bangsa Indonesia yang hidup dalam masyarakat multikultur belum mampu mewujudkan makna toleransi yang


(28)

sebenarnya. Inilah alasan yang disampaikan Hanung Bramantyo untuk perlu membuat film Tanda Tanya “?” ini.

“Kalau kita bilang bahwa situasi keagamaan kita, relasi antar agama kita sebut sebagai toleransi itu kok nggak pas. Kenapa? Karena toleransi kok ada yang tidak toleran, terus kalo kita sebut bahwa situasi agama kita ini adalah situasi yang kebhinekaan tunggal ika kok ya tidak pas. Karena didalam bhineka tunggal ika itu ada kesadaran penuh kita menyikap perbedaan itu sebagai suatu kekuatan. Tapi disini kita seolah-olah digiring untuk bahwa orang berbeda itu salah, gitu. Nah sehingga membuat kita itu menjadi bingung sekarang, situasi keagamaan kita ini kita namai apa, makannya karena kita bingung, kita tidak tahu, kita kasih aja ini tanda tanya besar.

Dari pernyataan Hanung ini dapat diartikan bahwa melalui Film Tanda Tanya “?” ia ingin memberikan sebuah pengertian toleransi yang baik, dimana bangsa Indonesia yang terdiri dari 6 agama diperlukan adanya sebuah hubungan yang selaras.

Namun melalui film ini, Hanung Bramantyo telah gagal memberikan makna toleransi yang seharusnya berbeda dengan situasi yang ia paparkan dalam penyataan diatas. Dari beberapa analisa menunjukkan bahwa wacana toleransi yang ingin disampaikan Hanung Bramantyo dalam kerangka multikulturalisme tidak berbeda dengan situasi toleransi keagamaan yang ada di Indonesia saat ini, seperti pada pernyataan sebelumnya. Bahwa di dalam kehidupan multikulturalisme, toleransi masih sulit untuk diwujudkan apabila di dalamnya masih terdapat praktik-praktik ideologi kelompok tertentu serta adanya praktik kekuasaan oleh kelompok tertentu. Sehingga dari situasi ini, ada kelompok yang direndahkan ada pulan kelompok mayoritas yang semakin ditinggikan. Hanung Bramantyo sebagai sutradara telah melakukan konsep ini


(29)

dalam memberikan wacana toleransi yang direpresentasikan melalui film Tanda Tanya “?”.

5.2.4 Ideologi Sutradara dalam Film Tanda Tanya “?” 5.2.4.1 Ideologi Liberalisme

Liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas (Sukarna, 1981).

Dalam membuat sebuah karya film, sutradara yang berperan sebagai pemimpin sekaligus yang mengatur segala jalan cerita memiliki andi yang sangat besar. Maka tidak jarang, ketika suatu film dikatakan baik, buruk maupun kontroversial, nama sutradara dari film tersebut lah yang disebut dan selalu diingat.

Hanung Bramantyo sebagai sutradara film Tanda Tanya “?” menjadi penting terlibat dalam setiap pemberitaan. Berbagai tudingan ditujukkan kepada nya saat film ini menuai kontroversi dari berbagai pihak. Namun dalam press conference, Hanung mengungkapkan bahwa ia memiliki kebebasan dan kekuasaan dalam membuat film sesuai dengan gagasannya.

(Cuplikan wawancara)

“Film ini bener-bener saya jadikan jabang bayi yang akan keluar, yang saya gadang-gadang bisa menjadi semacam sebuah kreasi yang muncul dari lubuk hati saya”.

“Ya ini adalah film ke 14 saya yang saya akui lahir dari gagasan yang liberal. Liberal itu dalam pengertian saya bebas, saya punya kemerdekaan dalam menggagas sesuatu dan akhirnya kemudian didanai gitu kan. Saya bebas melakukan eksplorasi visual, eksplorasi


(30)

gagasan dimana pada awalnya gagasan ini saya tawarkan kepada sebuah PH (Production House) konvensional gitu, sebuah PH main stream menolak dia, karena dianggap ini terlalu inilah, terlalu idealis kurang begini kurang begitu. Akhirnya kita bikin ini sendiri dan di-support sama temen yang bukan orang film, tapi mereka cukup punya potensi pendanaan, cukup kreatif dan cerdas dalam menilai, punya estetika, punya selera gitu kan, dan ternyata punya kegelisahan yang sama”

Dari pernyataan Hanung tersebut dia memiliki kekuasaan penuh atas film ini, baik dari segi cerita, alur, latar maupun penokohan. Selain itu ia juga bebas melakukan eksplorasi gagasan, dimana cara pandang Hanung dalam memandang toleransi hingga menuangkannya dalam sebuah cerita film.

5.2.4.2 Ideologi Kapitalisme

Kapitalisme dan Kebebasan Tatanan ekonomi memainkan peranan rangkap dalam memajukan masyarakat yang bebas. Di satu pihak, kebebasan dalam tatanan ekonomi itu sendiri merupakan komponen dari kebebasan dalam arti luas. Sehingga kebebasan di bidang ekonomi itu sendiri menjadi tujuan. Di pihak lain, kebebasan di bidang ekonomi adalah juga cara yang sangat yang diperlukan untuk mencapai kebebasan politik. Pada dasarnya, hanya ada dua cara untuk mengkoordinasikan aktivitas jutaan orang di bidang ekonomi. Cara pertama ialah bimbingan terpusat yang melibatkan penggunaan paksaan – tekniknya tentara dan negara dan negara totaliter yang modern. Cara lain adalah kerjasama individual secara sukarela – tekniknya sebuah sistem pasaran. Selama kebebasan untuk mengadakan sistem transaksi dipertahankan secara efektif, maka ciri pokok dari usaha untuk mengatur aktivitas ekonomi melalui sistem pasaran adalah bahwa ia mencegah campur tangan seseorang terhadap orang lain. Jadi terbukti bahwa kapitalisme adalah salah satu perwujudan dari kerangka pemikiran liberal.


(31)

Menurut McQuail (1987:14) film ini dapat digunakan sebagai sebuah arena bisnis pertunjukkan yang laris di pasaran. Film yang merupakan salah satu bentuk industri kreatif yang berbentuk cerita. Film sering kali menjadi laris di arena pertunjukkan karena film memiliki kekuatan magis dalam menarik khalayak. Dari kekuatan inilah film adalah sebuah industri yang sangat menjanjikan bagi para pemilik modal.

Salah satu pemilik modal tersebut adalah Mahaka Pictures yang merupakan Production House yang ikut mendanai Flm Tanda Tanya “?”. Berikut adalah transkrip pernyataan Executive Producer dalam wawancara:

“Ya dari grup MAHAKA tentu dalam berkarya selalu ingin berbuat yang terbaik, karena itu kita tahu Hanung adalah sutrada yang terbaik. Makannya kita mau bekerja sama dan tentu dari pengalaman lainnya, kita bisa melihat track-record dari pada saudara Hanung sendiri banyak-cukup mendalami film-film yang bertema religius juga. Nah pada kesempatan ini juga, makannya MAHAKA ingin sekali, kebetulan punya visi yang sama mengeluarkan film bertemakan toleransi, tetapi tentu ada percintaannya, tidak jauh dari kehidupan bangsa kita. Kalau kita lihat dari perjalanan juga bangsa Indonesia yang ber-Garuda Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, itu kan kita berbeda. Tetapi bagaimana kita menjadi satu bangsa, menjadi suatu kebanggaan daripada yang bisa kita ciptakan bersama-sama untuk generasi yang masa datang”

Tema tentang toleransi agama yang sedang hangat di Indonesia menjadi nilai industri yang diangkat oleh Tanda Tanya “?”. Peristiwa-peristiwa yang menyangkut tentang SARA dan Multikulturalisme sedang menjadi pembicaraan di Indonesia. Film ini kemudian muncul dengan tema yang sama, serta menyuguhkan berbagai kontroversi.

Selain menyuguhkan adegan-adegan yang dianggap salah oleh beberapa Ormas Islam, Film Tanda Tanya “?” hadir dengan sisi cerita


(32)

kehidupan yang lain, diluar tema toleransi agama. Yakni menyuguhkan kisah-kisah percintaan dengan konflik di dalamnya. Seperti cinta segitiga antara Hendra, Menuk dan Soleh yang harus dimenangkan oleh Soleh, karena kandasnya hubungan Hendra dan Menuk akibat perbedaan agama. Selain itu, cerita cinta beda agama berhasil dijalani oleh tokoh Surya dan Rika yang tergolong cerita cinta yang unik. Kedua tema cinta ini menambah nilai jual daripada Film Tanda Tanya “?”, dimana cerita cinta masih menjadi idola bagi penonton khususnya di Indonesia.


(1)

5.2.3 Wacana Toleransi di Film Tanda Tanya “?” dalam Kehidupan Multikultural Dalam teori ini Multikulturaisme – Melting Pot yang berpandangan bahwa masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang beragam latar belakang—seperti agama, etnik, bahasa, dan budaya—harus disatukan ke dalam satu wadah yang paling dominan, melihat individu dalam masyarakat secara hirarkis, yaitu kelompok mayoritas dan minoritas. Film Tanda Tanya “?” yang menyuguhkan makna toleransi di tengah perbedaan, memberikan tataran hierarkis yang sama dimana di dalam cerita tampak kelompok mana yang termasuk dalam mayoritas dan mana yang minoritas. Teori ini hanya memberikan peluang kepada kelompok mayoritas untuk menunjukkan identitasnya. Sebaliknya, kelompok minoritas sama sekali tidak memperoleh hak untuk mengekspresikan identitasnya. Identitas di sini bisa berupa agama, etnik, bahasa, dan budaya.

Konsep Oposisi Biner yang diungkapkan Pamerdi (Untoro & Madio, 2011:123) melihat adanya perbedaan pandangan-pandangan mengenai suatu hal yaitu kebudayaan lama vs baru, kelompok-kelompok lama vs pendatang, sisi kehidupan baik vs buruk, dan sebagainya. Film Tanda Tanya “?” menempatkan pemahaman toleransi dengan menerapkan konsep ini. Maka muncul di dalam beberapa adegan, tentang kebaikan agama Islam dan keburukan agama lain. Oposisi Biner dalam hal ini kemudian ditempatkan dalam cara pandang vertikalisme, dimana cara pandang yang melihat suatu perkara ke dalam tataran hirarkis; satu perkara/hal diletakkan pada peringkat lebih tinggi atau lebih kuat daripada yang lainnya (Pamerdi dalam Hari & Madio, 2011:123).

Hanung Bramantyo dalam mengemas toleransi dalam film Tanda Tanya “?” ini menempatkan pemaknaan toleransi dalam masyarakat multikultural. Ia beranggapan bahwa bangsa Indonesia yang hidup dalam masyarakat multikultur belum mampu mewujudkan makna toleransi yang


(2)

sebenarnya. Inilah alasan yang disampaikan Hanung Bramantyo untuk perlu membuat film Tanda Tanya “?” ini.

“Kalau kita bilang bahwa situasi keagamaan kita, relasi antar agama kita sebut sebagai toleransi itu kok nggak pas. Kenapa? Karena toleransi kok ada yang tidak toleran, terus kalo kita sebut bahwa situasi agama kita ini adalah situasi yang kebhinekaan tunggal ika kok ya tidak pas. Karena didalam bhineka tunggal ika itu ada kesadaran penuh kita menyikap perbedaan itu sebagai suatu kekuatan. Tapi disini kita seolah-olah digiring untuk bahwa orang berbeda itu salah, gitu. Nah sehingga membuat kita itu menjadi bingung sekarang, situasi keagamaan kita ini kita namai apa, makannya karena kita bingung, kita tidak tahu, kita kasih aja ini tanda tanya besar.

Dari pernyataan Hanung ini dapat diartikan bahwa melalui Film Tanda Tanya “?” ia ingin memberikan sebuah pengertian toleransi yang baik, dimana bangsa Indonesia yang terdiri dari 6 agama diperlukan adanya sebuah hubungan yang selaras.

Namun melalui film ini, Hanung Bramantyo telah gagal memberikan makna toleransi yang seharusnya berbeda dengan situasi yang ia paparkan dalam penyataan diatas. Dari beberapa analisa menunjukkan bahwa wacana toleransi yang ingin disampaikan Hanung Bramantyo dalam kerangka multikulturalisme tidak berbeda dengan situasi toleransi keagamaan yang ada di Indonesia saat ini, seperti pada pernyataan sebelumnya. Bahwa di dalam kehidupan multikulturalisme, toleransi masih sulit untuk diwujudkan apabila di dalamnya masih terdapat praktik-praktik ideologi kelompok tertentu serta adanya praktik kekuasaan oleh kelompok tertentu. Sehingga dari situasi ini, ada kelompok yang direndahkan ada pulan kelompok mayoritas yang semakin ditinggikan. Hanung Bramantyo sebagai sutradara telah melakukan konsep ini


(3)

dalam memberikan wacana toleransi yang direpresentasikan melalui film Tanda Tanya “?”.

5.2.4 Ideologi Sutradara dalam Film Tanda Tanya “?” 5.2.4.1 Ideologi Liberalisme

Liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas (Sukarna, 1981).

Dalam membuat sebuah karya film, sutradara yang berperan sebagai pemimpin sekaligus yang mengatur segala jalan cerita memiliki andi yang sangat besar. Maka tidak jarang, ketika suatu film dikatakan baik, buruk maupun kontroversial, nama sutradara dari film tersebut lah yang disebut dan selalu diingat.

Hanung Bramantyo sebagai sutradara film Tanda Tanya “?” menjadi penting terlibat dalam setiap pemberitaan. Berbagai tudingan ditujukkan kepada nya saat film ini menuai kontroversi dari berbagai pihak. Namun dalam press conference, Hanung mengungkapkan bahwa ia memiliki kebebasan dan kekuasaan dalam membuat film sesuai dengan gagasannya.

(Cuplikan wawancara)

“Film ini bener-bener saya jadikan jabang bayi yang akan keluar, yang saya gadang-gadang bisa menjadi semacam sebuah kreasi yang muncul dari lubuk hati saya”.

“Ya ini adalah film ke 14 saya yang saya akui lahir dari gagasan yang liberal. Liberal itu dalam pengertian saya bebas, saya punya kemerdekaan dalam menggagas sesuatu dan akhirnya kemudian didanai gitu kan. Saya bebas melakukan eksplorasi visual, eksplorasi


(4)

gagasan dimana pada awalnya gagasan ini saya tawarkan kepada sebuah PH (Production House) konvensional gitu, sebuah PH main stream menolak dia, karena dianggap ini terlalu inilah, terlalu idealis kurang begini kurang begitu. Akhirnya kita bikin ini sendiri dan di-support sama temen yang bukan orang film, tapi mereka cukup punya potensi pendanaan, cukup kreatif dan cerdas dalam menilai, punya estetika, punya selera gitu kan, dan ternyata punya kegelisahan yang sama”

Dari pernyataan Hanung tersebut dia memiliki kekuasaan penuh atas film ini, baik dari segi cerita, alur, latar maupun penokohan. Selain itu ia juga bebas melakukan eksplorasi gagasan, dimana cara pandang Hanung dalam memandang toleransi hingga menuangkannya dalam sebuah cerita film.

5.2.4.2 Ideologi Kapitalisme

Kapitalisme dan Kebebasan Tatanan ekonomi memainkan peranan rangkap dalam memajukan masyarakat yang bebas. Di satu pihak, kebebasan dalam tatanan ekonomi itu sendiri merupakan komponen dari kebebasan dalam arti luas. Sehingga kebebasan di bidang ekonomi itu sendiri menjadi tujuan. Di pihak lain, kebebasan di bidang ekonomi adalah juga cara yang sangat yang diperlukan untuk mencapai kebebasan politik. Pada dasarnya, hanya ada dua cara untuk mengkoordinasikan aktivitas jutaan orang di bidang ekonomi. Cara pertama ialah bimbingan terpusat yang melibatkan penggunaan paksaan – tekniknya tentara dan negara dan negara totaliter yang modern. Cara lain adalah kerjasama individual secara sukarela – tekniknya sebuah sistem pasaran. Selama kebebasan untuk mengadakan sistem transaksi dipertahankan secara efektif, maka ciri pokok dari usaha untuk mengatur aktivitas ekonomi melalui sistem pasaran adalah bahwa ia mencegah campur tangan seseorang terhadap orang lain. Jadi terbukti bahwa kapitalisme adalah salah satu perwujudan dari kerangka pemikiran liberal.


(5)

Menurut McQuail (1987:14) film ini dapat digunakan sebagai sebuah arena bisnis pertunjukkan yang laris di pasaran. Film yang merupakan salah satu bentuk industri kreatif yang berbentuk cerita. Film sering kali menjadi laris di arena pertunjukkan karena film memiliki kekuatan magis dalam menarik khalayak. Dari kekuatan inilah film adalah sebuah industri yang sangat menjanjikan bagi para pemilik modal.

Salah satu pemilik modal tersebut adalah Mahaka Pictures yang merupakan Production House yang ikut mendanai Flm Tanda Tanya “?”. Berikut adalah transkrip pernyataan Executive Producer dalam wawancara:

“Ya dari grup MAHAKA tentu dalam berkarya selalu ingin berbuat yang terbaik, karena itu kita tahu Hanung adalah sutrada yang terbaik. Makannya kita mau bekerja sama dan tentu dari pengalaman lainnya, kita bisa melihat track-record dari pada saudara Hanung sendiri banyak-cukup mendalami film-film yang bertema religius juga. Nah pada kesempatan ini juga, makannya MAHAKA ingin sekali, kebetulan punya visi yang sama mengeluarkan film bertemakan toleransi, tetapi tentu ada percintaannya, tidak jauh dari kehidupan bangsa kita. Kalau kita lihat dari perjalanan juga bangsa Indonesia yang ber-Garuda Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, itu kan kita berbeda. Tetapi bagaimana kita menjadi satu bangsa, menjadi suatu kebanggaan daripada yang bisa kita ciptakan bersama-sama untuk generasi yang masa datang”

Tema tentang toleransi agama yang sedang hangat di Indonesia menjadi nilai industri yang diangkat oleh Tanda Tanya “?”. Peristiwa-peristiwa yang menyangkut tentang SARA dan Multikulturalisme sedang menjadi pembicaraan di Indonesia. Film ini kemudian muncul dengan tema yang sama, serta menyuguhkan berbagai kontroversi.

Selain menyuguhkan adegan-adegan yang dianggap salah oleh beberapa Ormas Islam, Film Tanda Tanya “?” hadir dengan sisi cerita


(6)

kehidupan yang lain, diluar tema toleransi agama. Yakni menyuguhkan kisah-kisah percintaan dengan konflik di dalamnya. Seperti cinta segitiga antara Hendra, Menuk dan Soleh yang harus dimenangkan oleh Soleh, karena kandasnya hubungan Hendra dan Menuk akibat perbedaan agama. Selain itu, cerita cinta beda agama berhasil dijalani oleh tokoh Surya dan Rika yang tergolong cerita cinta yang unik. Kedua tema cinta ini menambah nilai jual daripada Film Tanda Tanya “?”, dimana cerita cinta masih menjadi idola bagi penonton khususnya di Indonesia.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kontestasi “Citra Islam” dalam Film “?” Tanda Tanya

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kontestasi “Citra Islam” dalam Film “?” Tanda Tanya T1 362008093 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kontestasi “Citra Islam” dalam Film “?” Tanda Tanya T1 362008093 BAB II

0 0 41

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kontestasi “Citra Islam” dalam Film “?” Tanda Tanya T1 362008093 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ketika Toleransi Sedang Dipertanyakan? (Analisis Wacana Kritis pada Film Tanda Tanya “?”)

0 1 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ketika Toleransi Sedang Dipertanyakan? (Analisis Wacana Kritis pada Film Tanda Tanya “?”) TI 362008008 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ketika Toleransi Sedang Dipertanyakan? (Analisis Wacana Kritis pada Film Tanda Tanya “?”) TI 362008008 BAB II

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ketika Toleransi Sedang Dipertanyakan? (Analisis Wacana Kritis pada Film Tanda Tanya “?”) TI 362008008 BAB IV

0 1 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ketika Toleransi Sedang Dipertanyakan? (Analisis Wacana Kritis pada Film Tanda Tanya “?”) TI 362008008 BAB VI

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ketika Toleransi Sedang Dipertanyakan? (Analisis Wacana Kritis pada Film Tanda Tanya “?”)

0 0 24