PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR.
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
PERNYATAAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR xi
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah 1
B Rumusan Masalah 7
C Tujuan Penelitian 8
D Manfaat Penelitian 8
E Definisi Operasional 9
F Hipotesis Penelitian 10
BAB II LANDASAN TEORI
A Kemampuan Pemahaman Matematis 12
B Kemampuan Berpikir Kritis Matematis 16
C Pembelajaran Kontekstual 24
D Penelitian yang Relevan 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A Desain Penelitian 30
B Subjek Penelitian 31
(2)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A Hasil Penelitian 50
1. Hasil Uji Coba Instrumen 50
2. Pengolahan Data Kuantitatif 56
3. Pengolahan Hasil Observasi 77
B Pembahasan Hasil Penelitian 82
1. Pembahasan Hasil Uji Coba Instrumen 82
2. Pembahasan Pengolahan Data Kuantitatif 82
BAB V SIMPULAN, REKOMENDASI, DAN IMPLIKASI
A Simpulan 92
B Rekomendasi 93
C Implikasi 94
DAFTAR PUSTAKA
(3)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indikator Berfikir Kritis 20
Tabel 3.1 Rancangan Desain penelitian 30
Tabel 3.2 Kriteria Penskoran Tes 34
Tabel 3.3 Kategori Reliabilitas Instrumen 39
Tabel.3.4 Kategori Validitas Butir Soal 40
Tabel 3.5 Kategori Daya Pembeda Butir Soal 41
Tabel 3.6 Kategori Tingkat Kesukaran Butir Soal 42
Tabel 3.7 Kategori indeks Gain (g). 43
Tabel 4.1 Reliabilitas Instrumen Tes Pemahaman Matematis 50 Tabel 4.2 Validasi Butir Soal Tes Pemahaman matematis 51 Tabel 4.3 Daya pembeda Butir Soal Tes pemahaman Matematis 51
Tabel 4.4 Tingkat kesukaran Butir Soal 52
Tabel 4.5 Reliabilitas Instrumen Tes berfikir Kritis Matematis 52 Tabel 4.6 Validitas tes Berfikir Kritis matematis. 53 Tabel 4.7 Daya pembeda Berfikir Kritis matematis 53 Tabel 4.8 Tingkat kesukaran Berfikir Kritis matematis 54 Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil uji Coba Instrumen 54 Tabel 4.10 Perbanding Pretes Pemahaman Matematis 55 Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas Pretes Pemahaman Matematis 56 Tabel 4.12 Perbandingan Pretes Berfikir Kritis Matematis 57 Tabel 4.13 Hasil Uji homogenitas Pretes Berfikir Kritis Matematis 58 Tabel 4.14 Perbandingan postes Berfikir Kritis Matematis 60 Tabel 4.15 Hasil Uji Homogenitas Postes Berfikir Kritis Matematis 61 Tabel 4.16 Perbandingan Data Indeks Gain Pemahaman Matematis 62 Tabel 4.17 Hasil Uji Normalitas Data Indeks Gain Pemahaman
Matematis
63 Tabel 4.18 Hasil Uji Homogenitas Data Indeks Gain Pemahaman
Matematis
64 Tabel 4.19 Perbandingan Data Indeks Gain Berfikir Kritis Matematis 66 Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas Data Indeks Gain Berfikir Kritis
Matematis
66 Tabel 4.21 Hasil Uji Homogenitas DataIndeks Gain Berfikir Kritis
Matematis
67 Tabel 4.22 Rekapitulasi Rerata Skor Gain Kemampuan Pemahaman
Matematis
69 Tabel 4.23 Rekapitulasi Rerata Skor Gain Kemampuan Berpikir
Kritis
73 Tabel 4.24 Rekapitulasi Nilai Keseluruhan Siswa 77 Tabel 4.25 Rekapitulasi Kriteria Nilai Keseluruhan Siswa 78
(4)
Tabel 4.26 Rekapitulasi Observasi Aktivitas Guru (peneliti) 79
(5)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Hasil Pekerjaan Siswa 70
Gambar 4.2 Aktivitas Siswa dalam Indikator Pemahaman Relasional 72 Gambar 4.3 Hasil Pekerjaan Siswa dan Indikator Menganalisis dan
Mengevaluasi Argumen
74 Gambar.4.4 Aktivitas siswa dalam Indikator Memecahkan Masalah 75 Gambar 4.5 Siswa menemutunjukan hasil pekerjaannya 76
(6)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan suatu bangsa berkaitan erat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut seseorang untuk dapat menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan kemampuan untuk memperoleh informasi, memilih informasi dan mengolahnya, sehingga diperlukan suatu program pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, sistematis, dan logis. Salah satu program yang dapat menganalisis kemampuan berpikir kritis, kreatif, sistematis, dan logis adalah matematika (Rochaminah, 2008:1).
Mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan mulai dari sekolah dasar (SD) sampai ke perguruan tinggi (PT). Hal ini menunjukkan pentingnya peranan matematika dalam dunia pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. Pembelajaran matematika di sekolah dasar merupakan dasar dari penerapan konsep pada jenjang selanjutnya.
Tujuan pembelajaran matematika telah jelas ditunjukkan dalam Peraturan Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (BNSP, 2006). Mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut; (1) memahami konsep
(7)
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelaskan keadaan atau suatu masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Pentingnya perananan matematika juga terlihat pada pengaruhnya terhadap mata pelajaran lain, contohnya mata pelajaran geografi, fisika, dan kimia. Dalam mata pelajaran geografi, konsep-konsep matematika digunakan untuk skala atau perbandingan dalam membuat peta. Sedangkan dalam fisika dan kimia, konsep-konsep matematika digunakan untuk mempermudah penurunan rumus-rumus yang dipelajari.
Gambaran di atas merupakan hal nyata bahwa begitu pentingnya matematika dalam kehidupan, sangat banyak aktivitas manusia yang memanfaatkan matematika, baik pemanfaatan ide-ide dasar, konsep-konsep ataupun aplikasinya.
(8)
Apabila merujuk pada tujuan pembelajaran matematika yang dikemukakan BSNP, kemampuan pemahaman (tujuan yang ketiga) merupakan kemampuan yang harus dipunyai oleh siswa sebagai pembelajar matematika. Tentu saja banyak faktor penunjang yang harus ditempuh agar siswa paham, baik dari sisi sarana prasarana, proses belajar mengajar maupun potensi siswa yang harus guru fasilitasi agar kemampuan pemahamannya terasah.
Pemahaman berasal dari kata “paham,” Poerwadarminta (1984:694) mengartikan kata “paham” sebagai “mengerti benar.” Seseorang diakatakan paham terhadap sesuatu jika orang tersebut mengerti benar sesuatu itu, dalam arti dia mampu menjelaskan sesuatu itu kepada orang lain.
Selanjutnya, kemampuan lain yang perlu siswa kuasai dalam belajar matematika adalah kemampuan berpikir kritis matematis. Ennis (1996, xx) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan suatu proses yang bertujuan agar kita mampu membuat keputusan-keputusan yang masuk akal, sehingga apa yang kita anggap terbaik dalam suatu kebenaran dapat kita lakukan dengan benar.
Kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis akan sangat baik apabila kita sebagai guru mampu mengembangkannya dengan berbagai metode atau model pembelajaran sehingga para siswa dapat terfasilitasi potensinya. Salah satu model pembelajaran yang tengah berkembang saat ini dalam dunia pendidikan khususnya pembelajaran matematika adalah pembelajaran kontekstual di mana
(9)
komponen-komponennya mendukung untuk memfasilitasi potensi pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis siswa.
Membangun pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis siswa sangat penting dilakukan, karena pemahaman dan berpikir kritis matematis pada setiap belajar matematika akan mempeluas pengetahuan matematika yang dimiliki siswa, sehingga sangat mendukung pembelajaran matematika siswa berikutnya.
Pembelajaran yang terjadi selama ini seperti yang dikemukakan oleh Heruman (2008:109) dirasa kurang mampu untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis siswa, karena siswa tidak dilibatkan langsung dalam mencari dan menemukan sendiri konsep yang dipelajari. Hal ini juga memperlihatkan bahwa sebagian waktu belajar khususnya di sekolah dasar digunakan untuk menganalisis kemampuan matematika tingkat rendah. Berdasarkan hasil penelitian Peterson dan Fennema (Suryadi, 2005) di sekolah dasar, hanya 15% dari waktu belajar yang digunakan untuk menganalisis kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi, 62% waktu belajar digunakan untuk menganalisis kemampuan berpikir matematika tingkat rendah, dan sisanya digunakan untuk kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan belajar matematika.
Mengasah kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika di sekolah, yang menitikberatkan pada sistem, struktur, konsep, prinsip, dan kaitan yang ketat antara suatu bagian dan bagian lainnya (Maulana, 2008:39). Selanjutnya Ruggiero
(10)
(Johanson, 2007) menyatakan kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis merupakan sebuah keterampilan hidup. Kemudian Johanson (2007) menambahkan bahwa kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematisadalah kemampuan yang dapat dikembangkan oleh setiap orang, maka hal ini harus diajarkan di sekolah dasar, SMP, dan SMA. Menyadari pentingnya menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa sejak SD, maka diperlukan adanya pelajaran matematika yang lebih banyak melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri.
Menurut Piaget, usia sekolah dasar (7-12 tahun) tengah berada pada tahap operasional konkrit sedangkan konsep-konsep matematika bersifat abstrak. Perlu ada model pembelajaran yang dapat menjembatani hal ini, salah satunya adalah pembelajaran kontekstual yaitu pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam kontek yang beragam, baik di dalam maupun luar sekolah.
Konsep-konsep matematika terorganisasikan secara sistematis, logis, dan hierarkis, dari yang sederhana sampai dengan yang komplek. Kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis terhadap konsep matematika merupakan dasar untuk mengerjakan matematika secara bermakna.
Di antara cabang matematika yang diajarkan di sekolah dasar adalah geometri. Konsep ini mulai diajarkan dari kelas satu SD, yaitu mengenai pengenalan
(11)
bangun datar dan bangun ruang serta mengalami peningkatan di kelas-kelas berikutnya.
Bangun-bangun geometri sangat mudah dijumpai di sekitar siswa, misalnya papan tulis, jendela, pintu, rumah-rumahan yang disusun oleh balok dan kubus, dan lain sebagainya, sehingga dapat disimpulkan bahwa geometri adalah cabang matematika yang sangat akrab dengan anak SD, geometri adalah salah satu cabang matematika yang membantu dalam memahami dan menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan juga memberikan kontribusi dalam banyak hal salah satunya adalah menggambarkan berbagai fenomena dan benda-benda di sekitar kita (Suhendra dan Suwarma, 2006:153).
Dari hal yang telah dikemukakan, tampak peran geometri dalam pelajaran matematika sangat kuat dan berdampak positif terhadap materi lain. Jadi sudah seharusnya siswa SD memahami konsep-konsep geometri dengan baik, sehingga konsep-konsep yang telah dipelajari dapat digunakan pada jenjang selanjutnyadan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah mengingat pentingnya matematika untuk pendidikan sejak siswa SD maka perlu dicarikan solusi, yaitu suatu cara mengelola proses belajar mengajar matematika di SD sehingga matematika dapat dicerna dengan baik oleh siswa SD (Hudojo, 2005:149). Fruner dan Robinson dalam (Rochaminah, 2008:4) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis, maka pembelajaran harus difokuskan pada pemahaman konsep dengan
(12)
berbagai pendekatan daripada keterampilan prosedural. Pembelajaran kontekstual adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang dalam penelitian ini digunakan untuk memfasilitasi berkembangnya kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis siswa kelas V sekolah dasar. Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti kemukakan di atas, maka penelitian ini akan difokuskan pada pengaruh pembelajara kontekstual terhadap pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis siswa kelas V Sekolah Dasar.
B. Rumusan Masalah
Dengan merujuk pada indikator berpikir kritis dari Ennis dan pemahaman matematis dari Skemp, maka rumusan masalahnya adalah:
1. Apakah kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan model kontekstual lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung?
2. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan model kontekstual lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung?
3. Apakah kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar dengan model kontekstual lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung?
(13)
4. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar dengan model kontekstual lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan model kontekstual lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung.
2. Mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan model kontekstual lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung.
3. Mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar dengan model kontekstual lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung.
4. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar dengan model kontekstual lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung.
D. Manfaat Penelitian
1. Menganalisis, meningkatkan, dan memberikan pengalaman yang lebih bermakna kepada siswa dalam belajar matematika terutama konsep geometri.
(14)
2. Bagi peningkatan mutu pembelajaran, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan mutu dan efektivitas pembelajaran geometri khususnya dan konsep matematika umumnya di sekolah dasar terutama kelas V.
3. Bagi guru, akan dapat membantu mengatasi permasalahan pembelajaran geometri dalam kesulitan menanamkan konsep geometri dan penerapannya dalam memecahkan masalah sehari-hari.
4. Bagi siswa akan memperoleh pengalaman belajar materi pembelajaran yang lebih nyata, menarik, menyenangkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pemahamannya. Selain itu memberikan pengalaman dan pengetahuan tentang kontek-kontek nyata dalam kehidupan sehari-hari yang memungkinkan siswa dapat menerapkan konsep geometri. 5. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk para peneliti
selanjutnya dalam rangka memperbaiki pembelajaran matematika terutama geometri dan sebagai bahan perbandingan dalam proses peningkatan kualitas pembelajaran geometri di SD kelas V.
E. Definisi Operasional
Definisi yang digunakan untuk istilah-istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan pemahaman matematis yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup kemampuan pemahaman matematis yang didefinisikan oleh
(15)
Skemp, yaitu (1) Pemahaman instrumental, yaitu hafal sesuatu secara terpisah atau dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja dan (2) Pemahaman relasional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan. Pemahaman instrumental diartikan sebagai pemahaman konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus dalam perhitungan sederhana. Dalam hal ini seseorang hanya memahami urutan pengerjaan atau algoritma. Sedangkan pemahaman relasional termuat skema atau struktur yang dapat digunakan pada penjelasan masalah yang lebih luas dan sifat pemakaiannya lebih bermakna.
2. Kemampuan berpikir kritis matematis yang dimaksud mencakup: (1) menganalisis dan mengevaluasi argumen; (2) memecahkan masalah; dan (3) bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi
3. Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning community), pemodelan (Modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment) (Depdiknas, 2002: 26).
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian yang diambil adalah:
1. Kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan model kontekstual lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran langsung.
(16)
2. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan model kontekstual lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran langsung
3. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar dengan model kontekstual lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran langsung.
4. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar dengan model kontekstual lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran langsung
(17)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan subyek yang tidak dikelompokkan secara acak, tapi peneliti menerima subyek apa adanya. Sehingga kelas-kelas yang sudah tersedia di sekolah dipilih oleh peneliti dengan mempertimbangkan sarana dan prasarana untuk menunjang model pembelajaran yang ditawarkan. Di dalam penelitian ini terdapat satu variabel bebas, yaitu pembelajaran kontekstual dan dua variabel terikat, yaitu kemampuan berpikir kritis dan pemahaman matematis, sedangkan unit tesnya adalah siswa.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa sampel tidak dipilih secara random dan terdapat dua variabel terikat, maka penelitian ini melibatkan desain kuasi eksperimen (Fraenkel dan Wallen, 2007). Dalam penelitian ini akan dilihat hubungan antara pembelajaran kontekstual sebagai stimulus dan kemampuan berpikir kritis dan pemahaman matematis sebagai respon. Penelitian ini melibatkan dua kelompok yang masing-masing diukur tingkat kemampuan berpikir kritis dan pemahaman matematisnya. Desain penelitiannya diilustrasikan sebagai berikut:
Tabel 3.1
Rancangan desain Penelitian
Kelompok Tes Awal Perlakuan Tes Akhir
Eksperimen O X O
(18)
Keterangan:
A : Pengambilan sampel yang dilakukan secara acak
O : Pretes-postes kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis
X : Perlakuan pembelajaran matematika yang menggunakan pembelajaran kontekstual
Penelitian diawali dengan memberikan pretest kemampuan pemahaman matematis kemudian dilanjutkan dengan kemampuan berpikir kritis matematis. Hal ini bertujuan karena setelah siswa mampu memahami sesuatu dengan baik maka diharapkan kemampuan berpikir kritisnya pun baik kepada dua kelompok tersebut, sebelum peneliti memberikan perlakuan/mengajar.
B. Subjek Penelitian
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara kelompok (cluster sampling) dan purposif. Kelompok yang dimaksud adalah kelompok sekolah dasar dengan asumsi bahwa kedua kelompok tersebut memiliki karakteristik yang sama. Purposif yang dimaksud adalah pengambilan kelompok yang didasarkan atas pertimbangan dari peneliti mengenai kondisi kelas yang memungkinkan untuk dilaksanakannya pembelajaran kontekstual yang merupakan tujuan dari penelitian ini.
Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah geometri dengan standar kompetensi memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun, dengan tiga kompetensi dasar, yakni mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar, mengidentifikasi
(19)
sifat-sifat bangun ruang, dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang.
Kelompok yang dipilih sebagai subjek penelitian adalah para siswa kelas VA dan VB SDN Jambudipa I tahun ajaran 2011-2012. Peneliti beranggapan bahwa kelas V sudah mendapatkan materi prasyarat dari materi yang dipilih, yakni pengenalan bangun datar dan bangun ruang (kubus dan balok) di kelas V semester 1. Pemilihan SDN Jambudipa I sebagai sampel penelitian dikarenakan SD ini memiliki reputasi yang baik dalam berbagai perlombaan terutama matematika di Kecamatan Warungkondang khususnya dan di Kabupaten Cianjur umumnya. Alasan memilih sekolah dengan prestasi tinggi ini adalah untuk menunjang penelitian.
C. Instrumen Penelitian
Ada dua instrumen yang akan digunakan untuk memperoleh data, yaitu instrumen tes dan non-tes. Instrumen tes terdiri dari tes kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis. Soal-soal kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis dikonsultasikan terlebih dahulu kemudian dijudgement oleh ahli. Kemudian instrumen ini diujicobakan kepada siswa. Instrumen ini diujicobakan terlebih dahulu agar diperoleh instrumen yang reliabel dan valid.
Pertanyaan-pertanyaan dalam soal tes kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis maupun pernyataan-pernyataannya disintesa dari beberapa
(20)
sumber yang didasarkan pada kisi-kisi kemampuan pemahaman dari Skemp, yakni pemahaman instrumental (hafal sesuatu secara terpisah atau dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja) dan pemahaman relasional (dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan) serta berpikir kritis oleh Ennis (1985), yaitu menganalisis dan mengevaluasi argumen, memecahkan masalah, dan bertanya dan mengembangkan pertanyaan klarifikasi. Sedangkan instrumen dalam bentuk non-tes, yaitu berupa lembar observasi siswa untuk mengukur aktivitas siswa selama proses pembelajaran kontekstual berlangsung. Masing-masing jenis tes di atas akan penulis uraikan sebagai berikut:
1. Tes Pemahaman Matematis dan berpikir kritis Matematis
Soal tes pemahaman dan berpikir kritis matematis dalam penelitian ini adalah soal-soal yang bermuatan indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis yang diberikan pada awal dan akhir penelitian bagi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Soal tersebut terdiri dari 12 soal tes pemahaman matematis dan delapan soal berpikir kritis. Soal-soal ini menyangkut Standar Kompetensi (SK) Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun dan Kompetensi Dasar (KD) Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar, Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang, dan Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana.
(21)
Soal-soal yang terdapat di dalam tes pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis berdasarkan kriteria di bawah ini:
Tabel 3.2
Kriteria Penskoran Tes
Pemahaman Matematis Berpikir Kritis Matematis Keterangan Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Jumlah Soal
12 dan 8 1 – 4 5 – 8 9 – 12 1 – 3 4 – 6 7 – 8
2. Lembar Observasi
Salah satu alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah observasi atau pengamatan. Nasution (1988) dalam Sugiyono (2005:64) mengemukakan bahwa: “Organisasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observer”. Senada dengan pendapat Nasution, Marshall dalam Sugiyono (2005: 64) juga mengemukakan bahwa: “melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut”.
Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas dapat disimpulkan bahwa observasi merupakan langkah yang strategis dalam penelitian. Dalam penelitian kualitatif observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat menentukan keberhasilan penelitian. Observasi dapat dilakukan oleh guru secara langsung, namun jika terlalu menyita waktu dan mengakibatkan konsentrasi guru dalam mengajar terganggu maka observasi dapat dilakukan oleh teman sejawat atau alat perekam.
(22)
Dilihat dari cara melakukannya observasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Wardhani, dkk. (2007) mengemukakan bahwa observasi dibedakan sebagai berikut: 1) Observasi terbuka, 2) Obervasi terfokus, 3) Observasi terstruktur, dan 4) Observasi sistemik.
Jenis observasi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah observasi terfokus. Wardhani, dkk. (2007) mengemukakan bahwa: “Observasi terfokus ditunjukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran”. Aspek-aspek tertentu dalam pembelajaran misalnya kegiatan siswa dan guru dalam pembelajaran. Observasi yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi kegiatan guru dan siswa ketika proses pembelajaran berlangsung.
D. Prosedur Penelitian
Di dalam penelitian ini ada tiga tahap prosedur yang akan dilalui, yakni : 1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini peneliti melakukan beberapa kajian pustaka untuk menunjang latar belakang penelitiannya. Secara garis besar, kajian pustaka yang disajikan dalam penelitian ini adalah:
a. Kemampuan pemahaman matematis sebagai keterampilan yang harus dimiliki oleh siswa.
(23)
b. Kemampuan berpikir kritis sebagai salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu.
c. Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang memfasilitasi kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemahaman matematis.
Peneliti memilih sekolah yang akan diteliti berdasarkan berbagai pertimbangan, yaitu:
a. Sekolah ini merupakan tempat peneliti mengabdi selama 5 tahun terakhir. b. Sekolah ini memiliki reputasi yang baik, khususnya di Kecamatan
Warungkondang, umumnya di Kabupaten Cianjur.
c. Sekolah ini memiliki siswa yang cukup banyak, terutama kelas V, ada dua rombongan belajar.
d. Peneliti berharap dengan adanya penelitian yang dilaksanakan, sekolah mendapatkan kontribusi yang positif.
Selanjutnya peneliti menyiapkan RPP dan bahan ajar lainnya yang akan digunakan pada saat penelitian dilaksanakan. Sebelum melakukan action, peneliti mengkonsultasikan terlebih dahulu RPP dan bahan ajar kepada dosen pembimbing. Sejalan dengan penyusunan RPP dan bahan ajar, peneliti juga menyusun instrumen untuk tes kemampuan berpikir kritis dan pemahaman matematis. Kemudian dikonsultasikan dan diujicobakan.
(24)
2. Tahap Pelaksanaan
Secara garis besar, tahap pelaksanaan penelitian ini terbagi menjadi lima kegiatan, yakni:
a. Melakukan pengambilan sampel secara purposif dari sekolah yang dipilih. Dua kelas ini dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Melaksanakan pretest kemampuan pemahaman matematis di kelas eksperimen dan kelas kontrol.
c. Melaksanakan pretest kemampuan berpikir kritis matematis di kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam satu ruangan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
d. Melaksanakan proses pembelajaran di kelas eksperimen dan kelas kontrol sesuai dengan yang direncanakan selama kurang lebih dua bulan dan peneliti langsung menjadi guru di kedua kelas tersebut.
e. Melaksanakan postest kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis di kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam satu ruangan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data
Tahap pengolahan dan analsis data pada penelitian ini selanjutnya akan melalui tahapan di bawah ini, yakni:
a. Memberikan skor jawaban siswa yang disesuiakan dengan kunci jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan.
(25)
b. Membuat daftar nilai dalam bentuk tabel yang berisikan skor dari kelas eksperimen dan kelas kontrol
c. Menghitung peningkatan kemampuan siswa yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran.
d. Langkah selanjutnya adalah mengujinya dengan menggunakan: 1) Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam mengukur apa yang diukurnya. Artinya, kapan pun alat ukur tersebut digunakan akan memberikan hasil ukur yang sama. Contoh paling nyata adalah timbangan atau meteran. Hal yang sama terjadi untuk alat ukur suatu gejala, tingkah laku, ciri atau sifat individu dan lain-lain. Misalnya alat ukur prestasi belajar seperti tes hasil belajar, alat ukur sikap, kuesioner dan lain-lain, hendaknya meneliti sifat keajegan tersebut.
Tes hasil belajar dikatakan ajeg apabila hasil pengukuran saat ini menunjukkan kesamaan hasil pada saat yang berlainan waktunya, terhadap siswa yang sama. Misalnya siswa kelas V pada hari ini di tes kemampuan matematik. Minggu berikutnya siswa tersebut di tes kembali. Hasil dari kedua tes relatif sama. Sungguhpun demikian masih mungkin terjadi ada perbedaan hasil untuk hal-hal tertentu akibat faktor kebetulan, selang waktu, terjadinya perubahan pandangan siswa terhadap soal yang sama. Jika ini terjadi, kelemahan terletak dalam alat ukur itu, yang
(26)
tidak memiliki kepastian jawaban atau meragukan siswa. Dengan kata lain derajat reliabilitasnya masih rendah.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Office Excel 2007. Rumus yang digunakan adalah metode belah dua (split half method), yaitu:
(Akdon, 2008:148) Keterangan:
r11 : menyatakan reliabilitas instrumen secara keseluruhan
rb : korelasi product moment antara belahan (ganjil-genap) atau awal akhir n menyatakan banyaknya butir soal
Kategori reliabilitas instrumen disajikan pada tabel berikut (Guilford dalam Suherman dan Sukjaya, 1990)
Tabel 3.3
Kategorial Reliabilitas Instrumen
Nilai Reliabilitas Kategori
0,80 < R 1,00 Sangat tinggi
0,60 < R 0,80 Tinggi
0,40 < R 0,60 Sedang
0,20 < R 0,40 Rendah
(27)
2) Validitas butir soal
Validitas berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur, sehingga betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur. Sebagai contoh, ingin mengukur kemampuan pemahaman siswa dalam matematika. Kemudian diberikan soal dengan kalimat yang panjang dan yang berbelit-belit sehingga sukar ditangkap maknanya. Akhinya siswa tidak dapat menjawab, akibat tidak memahami pertanyaannya. Pengukur tersebut tidak tepat (valid). Validitas tidak berlaku universal sebab bergantung pada situasi dan tujuan penelitian. Instrumen yang telah valid untuk suatu tujuan tertentu belum otomatis akan valid untuk tujuan yang lain. Validitas butir soal menggunakan rumus korelasi momen pearson rxy dengan bantuan
software Microsoft Office Excel 2007. Sintaks yang digunakan adalah
“=PEARSON(array1;array2)
Keterangan:
array1 : Kolom skor siswa soal ke-i array2 : Kolom skor total siswa
Kategori validitas butir soal disajikan pada tabel berikut (Arikunto, 2002) Tabel 3.4
Kategorial Validitas Butir Soal
Nilai Korelasi Pearson Kategori
0,80 < rxy 1,00 Sangat tinggi
0,60 < rxy 0,80 Tinggi
0,40 < rxy 0,60 Sedang
0,20 < rxy 0,40 Rendah
(28)
3) Daya pembeda butir soal
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Office Excel 2007. Rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
menyatakan daya pembeda untuk butir soal ke-i menyatakan rerata kelompok atas untuk butir soal ke-i menyatakan rerata kelompok bawah untuk butir soal ke-i SI menyatakan skor ideal
Tabel 3.5
Kategorial Daya Pembeda Butir Soal
Nilai Daya Pembeda Kategori
0,70 < 1,00 Sangat tinggi
0,40 < 0,70 Baik
0,30 < 0,40 Cukup/Sedang
0,00 < 0,20 Rendah
0,00 Sangat Rendah
4) Tingkat Kesukaran Butir Soal
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Office Excel 2007. Rumus yang digunakan adalah:
(29)
Keterangan:
menyatakan tingkat kesukaran untuk butir soal ke-i menyatakan rerata skor untuk butir soal ke-i
SI menyatakan skor ideal
Kategori tingkat kesukaran butir soal disajikan pada tabel berikut (Suherman, 2003). Tabel 3.6
Kategorial Tingkat Kesukaran Butir Soal
Nilai Tingkat Kesukaran Kategori
0,70 < 1,00 Sangat sukar
0,40 < 0,70 Sukar
0,30 < 0,40 Sedang
0,00 < 0,20 Mudah
0,00 Sangat Mudah
e. Analisis data
Analisis data hasil tes dimaksudkan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis siswa, sehingga data primer hasil tes siswa sebelum dan sesudah penerapan perlakukan pembelajaran kontekstual dianalisa dengan cara membandingkan skor pretes dan postes. Perbandingan ini dinyatakan dengan nilai gainnya.
Meltzer (Lestari, 2008) mengembangkan sebuah alternatif untuk menjelaskan gain yang ternormalisasi. Menghitung gain yang ternormalisasi dengan rumus:
(30)
Tabel 3.7
Kategori Indeks Gain (g)
Interval Kategori
Tinggi Sedang rendah (Hake dalam Lestari, 2008) Hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H0 : µ1 (eksperimen) = µ2 (kontrol)
H1 : µ1 (eksperimen) > µ2 (kontrol) Hipotesis 1:
H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kontekstual dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran langsung
H1 : Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kontekstual dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran langsung
Hipotesis 2 :
H0 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kontekstual dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran langsung
H1 : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kontekstual dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran langsung
(31)
Hipotesis 3 :
H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kontekstual dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran langsung
H1 : Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kontekstual dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran langsung
Hipotesis 4 :
H0 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kontekstual dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran langsung
H1 : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kontekstual dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran langsung
Untuk menguji hipotesis 1 – 4 digunakan uji perbedaan dua rata-rata (uji-t) dengan taraf singifikansi α = 0,05 dan derajat kebebasan dk = (ne + nk – 2), H0 diterima jika thitung < ttabel (Russefendi, 1998:278). Adapun langkah-langkah uji perbedaan rata-rata sebagai berikut:
1) Menghitung rata-rata hasil skor pretes dan postes dengan menggunakan rumus:
(32)
2) Menghitung standar deviasi skor hasil pretes dan postes dengan rumus:
(Russefendi, 2001)
3) Menguji normalitas data skor pretes dan postes
Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Menguji normalitas yaitu dengan menggunakan uji chi kuadrat dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : sebaran data berdistribusi normal H1 : sebaran data tidak berdistribusi normal Kriteria:
Hipotesis nol ditolak jika Hipotesis nol diterima jika
Dengan untuk taraf sigifikansi (α) = 0,05 dan j adalah banyaknya kelas interval.
Statistik uji Chi-Kuadrat yang digunakan adalah:
(Ruseffendi, 1998)
(33)
4) Menguji homogenitas varian
Uji homogenitas varian digunakan untuk menguji kesamaan varian dari skor pretes, postes dam gain pada kedua kelompok (kelompok kontrol dan kelompok eksperiment) untuk kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis. Adapun hipotesis statistik yang digunakan adalah :
Hipotesis :
H0 : = , varian kelompok eksperimen sama dengan varian kelompok kontrol H1 : ≠ , varian kelompok eksperimen tidak sama dengan varian kelompok kontrol
Kriteria uji homogenitas adalah : Hipotesis nol ditolak jika Fhitung > Ftabel Hipotesis nol ditolak jika F hitung Ftabel
Untuk menguji hipotesis tersebut, digunakan uji – F sebagai berikut :
F =
(Russefendi, 1998)
varian kelompok eksperimen varian kelompok kontrol
(34)
Sebaran data normal dan homogen, maka uji signifikansi dengan statistik uji–t berikut :
, (Wahyudin, 2011:3) Keterangan :
X1 = rata-rata sampel pertama X2 = rata-rata sampel kedua
= varians sampel pertama = varians sampel kedua
n1 =banyaknya data sampel pertama n2 = banyaknya data sampel kedua
Kriteria : Terima H0 jika thitung < ttabel dengan ttabel = t1-a untuk taraf signifikansi a = 0,05 dan derajat kebebasan dk = n1 + n2 – 2.
(35)
Secara umum, prosedur penelitian disajikan seperti pada diagram di bawah ini:
Identifikasi Masalah, kajian teori, perumusanmasalah
Pretes kemampuan berpikir kritis matematis
Pembelajaran Langsung (kelas kontrol)
Pretes kemampuan pemahaman Pengambilan sampel
secara purposif
Pemilihan kelas eksperimen dan kelaskontrol
Pembelajaran kontekstual (kelaseksperimen)
Postes kemampuan pemahaman matematis
Postes kemampuan berpikir kritis
Pengolahan data, analisis data,
(36)
BAB V
SIMPULAN, REKOMENDASI, DAN IMPLIKSI
A. Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan kontekstual yang berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman dan berpikir kritis siswa sebagai berikut :
1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan menggunakan model kontekstual lebih baik dari pada siswa yang belajar dengan pembelajaran langsung. Hal ini terlihat dari nilai rerata, nilai maksimum, dan nilai minimum serta antusiasme dan motivasi belajar siswa kelas eksperimen ketika proses pembelajaran berlangsung.
2. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran kontekstual lebih baik dibanding siswa yang mendapatkan pembelajaran langsung. Hal ini terlihat dari nilai rerata, nilai maksimum, dan nilai minimum serta antusiasme dan motivasi belajar siswa kelas eksperimen ketika proses pembelajaran berlangsung.
3. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar dengan menggunakan model kontekstual lebih baik dari pada siswa yang belajar dengan pembelajaran langsung. Hal ini terlihat dari nilai rerata, nilai maksimum, dan nilai
(37)
minimum serta antusiasme dan motivasi belajar siswa kelas eksperimen ketika proses pembelajaran berlangsung.
4. Penggunaan pembelajaran kontekstual pada pembelajaran geometri di kelas V Sekolah Dasar telah mengarahkan aktivitas siswa dalam kegiatan belajar yang lebih baik. Siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan melakukan sendiri berbagai tugas yang berkaitan dengan materi geometri. Siswa terlibat aktif dalam diskusi kelompok dan diskusi kelas sehingga hal ini dapat menumbuhkan sikap sosial siswa, yaitu saling menghargai dan menghormati pendapat orang lain.
B. Rekomendasi
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, berikut ini dikemukakan beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pembelajaran matematika terkait dengan pembelajaran kontekstual.
1. Pembelajaran matematika melalui model kontekstual dapat dijadikan alternatif pembelajaran yang diterapkan di sekolah, khususnya apabila tujuan pembelajaran ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis siswa.
2. Sebagai pendidik hendaknya memahami pendekatan atau pembelajaran yang variatif, sehingga siswa merasa senang, tidak jenuh, dan dapat memotivasi siswa dalam belajar.
(38)
3. Untuk peneliti selanjutnya yang tertarik terhadap pembelajaran matematika melalui model kontekstual diharapkan dapat lebih memperluas permasalahan-permasalahan dengan kajian yang berbeda. Sehingga pembelajaran matematika yang dilaksanakan akan lebih baik dan optimal.
C. Impliksi
Simpulan yang telah dikemukakan di atas memberikan implikasi bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kontekstual dapat digunakan oleh guru sekolah dasar khususnya sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis siswa.
(39)
DAFTAR PUSTAKA
Akdon. (2005). Aplikasi Statistik dan Metode Penelitian untuk Administrasi &
Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.
Ansari, B. I. (2004). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
BSNP. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI, dan
SLBSD. Jakarta:BSNP
Dahar, R. W. (1996). Teori Belajar Mengajar. Jakarta: Erlangga
Direktorat PLP. (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta : Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
Gulo, S. (2009). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa SMP dalam Matematika melalui Pendekatan Advokasi. Tesis pada SPs UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Hasratuddin, (2010). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kecerdasan Emosional Siswa SMP melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi pada SPs UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Hasanah, A. (2004). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran
Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematik. Tesis
SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Hassoubah, (2007). Developing Creative and Critical Thinking Skills. Malaysia : YNC
Hendrayana, (2008). Pengembangan Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa dalam Matematika. Tesis
SPs UPI. Bandung:Tidak diterbitkan
Heruman, (2008). Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hudoyo, H. (1985). Teori Belajar Dalam Proses Belajar-Mengajar Matematika. Jakarta. Depdikbud.
(40)
Hudojo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. JICA. Universitas Negeri Malang
Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM PRESS
Jacobsen, dkk. (2009). Methods for Teaching Metode-metode Pengajaran Meningkatkan Belajar Siswa TK-SMA. Edisi ke-8. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Johnson, E. B. (2007). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: Mizan Learning
Center (MLC)
Krismiati, A. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Geometri Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Program Cabry Geometry II. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Mulyana, T. (2008). Pembelajaran Analitik Sintektik untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Bandung : Disertasi Tidak Diterbitkan SPs UPI
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM
Pranata, O. H. (2007). Pembelajaran Berdasarkan Tahap Belajar Van Hiele untuk Membantu Pemahaman Siswa Sekolah Dasar dalam KOnsep Geometri Bangun Datar. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana UPI.
Rochaminah, S. (2008). Penggunaan Metode Penemuan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa calon Guru. Disertasi SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Menganalisis Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. (Edisi Revisi)Bandung : Tarsito
Sa’ud, U. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan Dasar. Bandung : SPs UPI
(41)
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suhendra & Suwarma, D. M. (2006). Kapita Selekta Matematika. Bandung: UPI PRESS
Suherman, E., dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA UPI.
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Sumarmo, U. (2003). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Makalah pada Pelatihan Guru
Matematika, Jurusan Matematika ITB
Suriadi. (2006). Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang Menekankan Aspek Analogi untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Bandung: Program Pascasarjana UPI.
Suwaji, U. T. (2008). Permasalahan Pembelajaran Geometri Ruang SMP dan
Alternatif Pemecahannya. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Suwangsih, E. & Tiurlina, (2006). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS
Tata. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Berorientasi Teori Van Hiele. Tesis pada SPs UPI Bandung : Tidak Dipublikasikan
Wahyudin. (2011). Statistika Terapan. Bandung : Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.
Windayana, H. (2009). Pembelajaran Matematika Kontekstual Kelompok Permanen dan Tidak Permanen dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Dasar. Disertasi
(1)
Adah Saadah, 2012
Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis Dan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas V Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB V
SIMPULAN, REKOMENDASI, DAN IMPLIKSI
A. Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan kontekstual yang berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman dan berpikir kritis siswa sebagai berikut :
1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan menggunakan model kontekstual lebih baik dari pada siswa yang belajar dengan pembelajaran langsung. Hal ini terlihat dari nilai rerata, nilai maksimum, dan nilai minimum serta antusiasme dan motivasi belajar siswa kelas eksperimen ketika proses pembelajaran berlangsung.
2. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran kontekstual lebih baik dibanding siswa yang mendapatkan pembelajaran langsung. Hal ini terlihat dari nilai rerata, nilai maksimum, dan nilai minimum serta antusiasme dan motivasi belajar siswa kelas eksperimen ketika proses pembelajaran berlangsung.
3. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar dengan menggunakan model kontekstual lebih baik dari pada siswa yang belajar dengan pembelajaran langsung. Hal ini terlihat dari nilai rerata, nilai maksimum, dan nilai
(2)
Adah Saadah, 2012
Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis Dan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas V Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
minimum serta antusiasme dan motivasi belajar siswa kelas eksperimen ketika proses pembelajaran berlangsung.
4. Penggunaan pembelajaran kontekstual pada pembelajaran geometri di kelas V Sekolah Dasar telah mengarahkan aktivitas siswa dalam kegiatan belajar yang lebih baik. Siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan melakukan sendiri berbagai tugas yang berkaitan dengan materi geometri. Siswa terlibat aktif dalam diskusi kelompok dan diskusi kelas sehingga hal ini dapat menumbuhkan sikap sosial siswa, yaitu saling menghargai dan menghormati pendapat orang lain.
B. Rekomendasi
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, berikut ini dikemukakan beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pembelajaran matematika terkait dengan pembelajaran kontekstual.
1. Pembelajaran matematika melalui model kontekstual dapat dijadikan alternatif pembelajaran yang diterapkan di sekolah, khususnya apabila tujuan pembelajaran ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis siswa.
2. Sebagai pendidik hendaknya memahami pendekatan atau pembelajaran yang variatif, sehingga siswa merasa senang, tidak jenuh, dan dapat memotivasi siswa dalam belajar.
(3)
Adah Saadah, 2012
Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis Dan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas V Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3. Untuk peneliti selanjutnya yang tertarik terhadap pembelajaran matematika melalui model kontekstual diharapkan dapat lebih memperluas permasalahan-permasalahan dengan kajian yang berbeda. Sehingga pembelajaran matematika yang dilaksanakan akan lebih baik dan optimal.
C. Impliksi
Simpulan yang telah dikemukakan di atas memberikan implikasi bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kontekstual dapat digunakan oleh guru sekolah dasar khususnya sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis siswa.
(4)
Adah Saadah, 2012
Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis Dan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas V Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
Akdon. (2005). Aplikasi Statistik dan Metode Penelitian untuk Administrasi &
Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.
Ansari, B. I. (2004). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
BSNP. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI, dan
SLBSD. Jakarta:BSNP
Dahar, R. W. (1996). Teori Belajar Mengajar. Jakarta: Erlangga
Direktorat PLP. (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta : Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
Gulo, S. (2009). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa SMP dalam Matematika melalui Pendekatan Advokasi. Tesis pada SPs UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Hasratuddin, (2010). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kecerdasan Emosional Siswa SMP melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi pada SPs UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Hasanah, A. (2004). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran
Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematik. Tesis
SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Hassoubah, (2007). Developing Creative and Critical Thinking Skills. Malaysia : YNC
Hendrayana, (2008). Pengembangan Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa dalam Matematika. Tesis
SPs UPI. Bandung:Tidak diterbitkan
Heruman, (2008). Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hudoyo, H. (1985). Teori Belajar Dalam Proses Belajar-Mengajar Matematika. Jakarta. Depdikbud.
(5)
Adah Saadah, 2012
Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis Dan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas V Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Hudojo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. JICA. Universitas Negeri Malang
Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM PRESS
Jacobsen, dkk. (2009). Methods for Teaching Metode-metode Pengajaran Meningkatkan Belajar Siswa TK-SMA. Edisi ke-8. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Johnson, E. B. (2007). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: Mizan Learning
Center (MLC)
Krismiati, A. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Geometri Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Program Cabry Geometry II. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Mulyana, T. (2008). Pembelajaran Analitik Sintektik untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Bandung : Disertasi Tidak Diterbitkan SPs UPI
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM
Pranata, O. H. (2007). Pembelajaran Berdasarkan Tahap Belajar Van Hiele untuk Membantu Pemahaman Siswa Sekolah Dasar dalam KOnsep Geometri Bangun Datar. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana UPI.
Rochaminah, S. (2008). Penggunaan Metode Penemuan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa calon Guru. Disertasi SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Menganalisis Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. (Edisi Revisi)Bandung : Tarsito
Sa’ud, U. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan Dasar. Bandung : SPs UPI
(6)
Adah Saadah, 2012
Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis Dan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas V Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suhendra & Suwarma, D. M. (2006). Kapita Selekta Matematika. Bandung: UPI PRESS
Suherman, E., dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA UPI.
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Sumarmo, U. (2003). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Makalah pada Pelatihan Guru
Matematika, Jurusan Matematika ITB
Suriadi. (2006). Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang Menekankan Aspek Analogi untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Bandung: Program Pascasarjana UPI.
Suwaji, U. T. (2008). Permasalahan Pembelajaran Geometri Ruang SMP dan
Alternatif Pemecahannya. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Suwangsih, E. & Tiurlina, (2006). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS
Tata. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Berorientasi Teori Van Hiele. Tesis pada SPs UPI Bandung : Tidak Dipublikasikan
Wahyudin. (2011). Statistika Terapan. Bandung : Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.
Windayana, H. (2009). Pembelajaran Matematika Kontekstual Kelompok Permanen dan Tidak Permanen dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Dasar. Disertasi pada SPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan