Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa pada Materi Segitiga (Penelitian pada SMP Kharisma Bangsa)

(1)

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

MATEMATIS SISWA PADA MATERI SEGITIGA

(Penelitian pada SMP Kharisma Bangsa)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiayah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : YUSUF AHMADI

109017000049

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

i

ABSTRAK

YUSUF AHMADI (109017000049), “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa pada Materi Segitiga (Penelitian pada SMP Kharisma Bangsa)”, Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan menggunakan beberapa indikator, yaitu menentukan konsep dalam menyelesaikan masalah, merumuskan tindakan berupa strategi, teknik, atau pendekatan untuk menyelesaikan masalah, memberikan argumen yang tepat dalam menyelesaikan masalah, dan mengevaluasi keputusan dalam suatu pemecahan masalah. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa secara kuantitatif tingkat kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang dikategorikan rendah sebanyak 20,83%, kategori sedang sebanyak 56,26%, dan untuk kategori tinggi sebanyak 22,92%. Terdapat beberapa faktor yang sama yang mempengaruhi tingkat kemampuan berpikir kritis siswa, di antaranya pengetahuan siswa tentang materi-materi sebelumnya, penulisan ekspresi aljabar yang benar, membuat tahapan atau langkah-langkah yang benar, serta ketelitian siswa dalam mengerjakan soal.


(6)

ii

YUSUF AHMADI (109017000049), “Analysis of Students’ Mathematical Critical Thinking Skills in the Material Lesson of Triangle (A Research in Kharisma Bangsa Junior High School)”, A Skripsi of Mathematics Education Department, Faculty of Tarbiyah and Education Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta.

The aim of this research is to analyze mathematical critical thinking skills of students by using some indicators, namely determining a concept in solving problem, formulizing a strategy, or a technique, or an approach in solving problem, giving a precise argument in soling problem, and evaluating the decision in solving problem. Quantitatively, the result of the research revealed that students with the level of low critical thinking skills is as many as 20,83%, the middle level is 56,26%, and for the high level is 22,92%. There are some common factors that influenced the level of the students’ critical thinking skills, such as the students’ knowledge about the previous material lessons, the right writing of algebraic expression, using the right steps, and the students’ carefulness in soing the questions.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

ﺳﺑ

ﻦ ﺤﺭﻟﺍ

ﻳﺤﺭﻟﺍ

Alhamdulillaahi Rabbil-‘Aalamiin, segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam, atas nikmat dan anugerah yang selalu diberikan kepada hamba-hamba-Nya di manapun dan kapanpun. Shalawat dan salam selalu dikirimkan kepada Rasul-Nya Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, termasuk ummatnya yang selalu menjunjunginya.

Skripsi ini rampung diselesaikan oleh penulis dengan banyak dorongan, doa, masukan, dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu, sudah selayaknya penulis menghaturkan ungkapan rasa terima kasih yang tak ternilai kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Abdul Muin, S.Si., M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., sebagai dosen Pembimbing Akademik selama studi di Jurusan Pendidikan Matematika, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5. Ibu Dr. Lia Kurniawati, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing I dan Ibu

Maifalinda Fatra, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan bimbingannya, arahan, semangat, dan waktunya untuk menyusun skripsi ini terlepas dari segala perbaikan dan kekurangannya. Semoga Ibu-Ibu selalu dalam rahmat Allah SWT


(8)

6. Seluruh dewan dosen yang terhormat di Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7. Bapak Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, M.A., Bapak Prof. Dr. H. D. Hidayat, M.A., dan Bapak Utob Tobroni, Lc., M.C.L., sebagai kyai yang membina tanpa pamrih di lingkungan Ma’had UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8. PT. Angkasa Pura II selaku pihak pemberi beasiswa BUMN

9. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan serta Staf Bagian Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu membantu proses perkuliahan sampai dengan akhir masa studi

10.Kepala sekolah beserta seluruh jajaran dewan guru dan staf Sekolah Kharisma Bangsa yang membantu proses penelitian sehingga bisa berjalan dengan baik 11.Pimpinan dan staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

12.Ibunda tercinta Rosifitriana, S.Sos. yang tanpa pernah lelah mendidikku sedari kecil dan selalu menyayangiku bersama adik-adikku yang juga selalu kusayangi: Kakak Rara, Adek Nisa, dan Dedek Ilham. Semoga rahmat Allah SWT selalu mengiringi hari-hari kehidupan keluarga kita.

13.Oma tercinta Hj. Sitti Roslina, B.A., Mama Ita sekeluarga, Papa Aa’ dan Mama Melly serta Nik sekeluarga, Ayah Long sekeluarga, Papa Ari sekeluarga, dan Mama Reni sekeluarga.

14.Sahabat-sahabatku di jurusan Pendidikan Matematika terutama teman-teman di Grup Tut Wuri Handayani, di antaranya Sisi, Aninda, Agga, Ilham, Atik, Zia, dan semuanya. Juga di kelas B ada Thoy, Muth, Lina, Bunga, Erdy, Ummu, dan banyak lagi. Juga kepada teman-teman di Ma’had UIN Syarif Hidayatullah Jakarta lintas angkatan, baik ma’had putra maupun ma’had putri.


(9)

Masih banyak lagi nama-nama atau pihak yang tak dapat dituliskan di sini satu per satu untuk penulis ucapkan terima kasih. Hanyalah doa yang bisa dipanjatkan semoga bimbingan, arahan, dukungan, serta kontribusi yang diberikan kepada penulis bisa diganjar dengan ridho dan pahala yang besar oleh Allah SWT. Amiin yaa Rabbal-‘aalamiin.

Demikian pengantar dari skripsi ini, betapapun usaha telah dilakukan sebaik-baiknya untuk menyusun skripsi ini, saran dan kritikan akan diterima jika sekiranya terdapat kekurangan dan kelemahan dalam lembaran-lembaran ini. Semoga karya tulis ini mendatangkan manfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan pembaca lain pada umumnya, juga untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik.

Jakarta, Juli 2016 Penulis,


(10)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKI ... 11

A. Kajian Teoritis ... 11

1. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 11

2. Kemampuan Berpikir Kritis ... 12

3. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 14

B. Pembelajaran Matematika ... 17

1. Pembelajaran Matematika ... 17


(11)

a. Teorema Phytagoras ... 18

b. Teorema Euclid ... 19

c. Perbandingan Sisi Segitiga Siku-Siku Jika Salah Satu Sudut Dalam Segitiga Diketahui Sudut Istimewa... 20

C. Kerangka Berpikir ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

1. Tempat Penelitian ... 24

2. Waktu Penelitian ... 24

B. Metode Penelitian ... 25

C. Populasi dan Sampel ... 25

D. Instrumen Penelitian ... 25

1. Instrumen Tes... 25

a. Uji Validitas ... 27

b. Uji Reliabilitas ... 29

2. Instrumen Non-Tes ... 29

a. Lembar Validitas Tes ... 29

b. Pedoman Wawancara ... 29

E. Teknik Analisis Data ... 30

1. Data Nilai ... 30

2. Pedoman Penyekoran ... 30

3. Persentase Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Per Indikator ... 33

4. Klasifikasi Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 35

A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 35

1. Kegiatan Prapenelitian ... 35


(12)

3. Pemilihan Subyek Wawancara ... 40

4. Analisis Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa... 40

B. Pembahasan Hasil Penelitian (Deskripsi Hasil Tes dan Wawancara Siswa Ditinjau dari Tiap Indikator) ... 44

1. Menentukan Konsep dalam Pemecahan Masalah ... 44

2. Merumuskan Cara dalam Menyelesaikan Masalah ... 48

3. Memberikan Argumen dalam Menyelesaikan Masalah ... 51

4. Mengevaluasi Pemecahan Masalah ... 55

C. Keterbatasan Penelitian ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(13)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis ... 15

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 24

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Berpikir Kritis Matematis ... 26

Tabel 3.3 Nilai Minimum CVR Berdasarkan Jumlah Panelis ... 28

Tabel 3.4 Pedoman Penyekoran Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa.. 30

Tabel 3.5 Klasifikasi Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa... 34

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 41

Tabel 4.2 Deskipsi Statistik Data Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 42

Tabel 4.3 Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Per Indikator ... 43

Tabel 4.4 Persentase Tingkat Kemampuan Indikator 1 ... 45

Tabel 4.5 Persentase Tingkat Kemampuan Indikator 2 ... 48

Tabel 4.6 Persentase Tingkat Kemampuan Indikator 3 ... 52


(14)

x

Gambar 4.1 Contoh Jawaban Siswa yang Menjawab Benar Soal nomor 1

(Indikator 1) ... 45 Gambar 4.2 Contoh Jawaban Siswa yang Menjawab Keliru Soal nomor 1

(Indikator 1) ... 47 Gambar 4.3 Contoh Jawaban Siswa yang Menjawab Benar Soal nomor 2b

(Indikator 2) ... 49 Gambar 4.4 Contoh Jawaban Siswa yang Menjawab Keliru Soal nomor 2b

(Indikator 2) ... 50 Gambar 4.5 Contoh Jawaban Siswa yang Menjawab Benar Soal nomor 5

(Indikator 3) ... 52 Gambar 4.6 Contoh Jawaban Siswa yang Menjawab Keliru Soal nomor 5

(Indikator 3) ... 53 Gambar 4.7 Contoh Jawaban Siswa yang Menjawab Benar Soal nomor 4a

(Indikator 4) ... 55 Gambar 4.8 Contoh Jawaban Siswa yang Menjawab Keliru Soal nomor 4a


(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 65 Lampiran 2 Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Maematis

... 69 Lampiran 3 Hasil Perhitungan Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 74 Lampiran 4 Perhitungan Distribusi Frekuensi Data Hasil Tes Kemampuan Bepikir Kritis Matematis Siswa ... 76 Lampiran 5 Lembar Uji Validitas Isi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis Siswa dengan Metode ... 77 Lampiran 6 Hasil Uji Validitas Isi kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa

dengan Metode CVR dan Hasil Uji Reliabilitas ... 83 Lampiran 7 Surat Keterangan Penlaksanaan Penelitian... 84 Lampiran 8 Uji Referensi ... 85


(16)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya secara aktif. Hal ini dimaksudkan agar mereka memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.1 Pendidikan jelas merupakan hal yang sangat penting dan wajib dijalani oleh setiap manusia. Pendidikan juga menjadi faktor penentu maju tidaknya seseorang. Maka dari itu, siapapun yang ingin memperbaiki kualitas hidupnya, haruslah senantiasa meningkatkan kualitas pendidikannya pula.

Berbicara mengenai pendidikan yang berkualitas, erat kaitannya dengan proses pembelajaran yang baik dan benar. Jadi, untuk mendapatkan pendidikan yang baik, proses pembelajaran yang dijalani pun harus benar, termasuk di dalamnya proses pembelajaran matematika. Hal ini didukung dengan kondisi di mana manusia memasuki zaman globalisasi di mana ahli matematika dan bidang lainnya yang termasuk dalam STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) sangat dibutuhkan.2 Di lain sumber dikatakan bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran inti yang berperan penting dalam aspek kehidupan, karena matematika berkaitan dalam segala bidang seperti dalam bidang pendidikan, teknologi,

1

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, Pasal 1

2Riana Afifah, “10 Tahun Lagi Ahli Matematika Makin Dibutuhkan”, artikel diakses pada 15 April 2013 dari

edukasi.kompas.com/read/2013/03/21/12595429/10.Tahun.Lagi.Ahli.Matematika.Makin.Dibutuhk an.


(17)

ekonomi, sehingga matematika dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan dasar yang harus dikuasai oleh setiap siswa.3

Di antara hal-hal yang kini dianggap penting dalam pembelajaran adalah perlunya kemampuan atau skills dalam berpikir tingkat tinggi atau yang lebih dikenal dengan higher-order thinking skills dalam Bahasa Inggris. Dari istilahnya saja, dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah sesuatu yang sederhana, melainkan sesuatu yang cukup kompleks dan tentu saja merupakan istilah umum dari berbagai kemampuan-kemampuan berpikir lainnya yang lebih bersifat khusus. Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini sendiri misalnya dapat dikatakan mencakup beberapa jenis kemampuan berpikir seperti kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif.4 Jadi, betapa signifikannya kemampuan berpikir tingkat tinggi yang perlu dimiliki bagi siswa dilihat dari aspek keumuman dan kekhususannya. Namun, walaupun kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mencakup banyak kemampuan berpikir lainnya ini begitu kompleks, tetap saja bisa diteliti dengan indikator-indikator yang tepat, juga dapat diaplikasikan dalam pembelajaran untuk siswa di kelas dengan strategi-strategi atau model pembelajaran yang tepat.

Berpikir itu sendiri bukanlah merupakan peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba atau spontan.5 Maka dari itu, sangatlah penting untuk mengajar siswa-siswi kemampuan berpikir mereka serta mengasahnya sebaik mungkin. Berawal dari pembiasaan berpikir tingkat rendah seperti menghafal, menerapkan rumus, dan lain-lain, siswa harus diajarkan dan dibiasakan lebih lanjut untuk dapat menggunakan kemampuann berpikir tingkat tinggi mereka. Hal ini mutlak dibutuhkan untuk menyejajarkan prestasi dan kemampuan siswa-siswi Indonesia di jajaran prestasi maatematika negara-negara di dunia.

3

Lia Kurniawati dan Siti Chodijah, “Pengaruh Pendekatan Contextual Learning pada Materi Bangun Ruang terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII SMP”, Jurnal Pendidikan: ceM ED, Vol.2 No.2 (2007), h.196

4 FJ King, Ludwika Goodson, dan Faranak Rohani, “Higher Order Thinking Skills”, Educational Services Program, tanpa tahun, h.1

5


(18)

Keahlian dalam berpikir tingkat tinggi ini pun terdapat di semua jenjang pendidikan dan di semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran matematika sendiri, kemampuan berpikir tingkat tinggi ini bisa diukur dan diindikasi pada materi yang masih konkrit seperti materi-materi SD, hingga ke materi yang sangat abstrak sekalipun di tingkat SMA maupun perguruan tinggi.

Tuntutan akan berpikir terutama berpikir tingkat tinggi ini bahkan juga terdapat dalam ajaran agama. Bisa dilihat, bahwa sangat banyak ayat-ayat di dalam Al-Quran yang berbicara tentang berpikir, dan kalau dilihat indikator berpikir yang disebutkan pada ayat-ayat tersebut semuanya mengacu pada berpikir tingkat tinggi—bukan berpikir biasa. Di antara ayat yang menerangkan pentingnya berpikir (kritis) adalah ayat berikut.

ض ْر ْْا تا مَسلا ْ خ ْيف َنإ

فَت ْخا

ت يْ ر َنلا لْيَلا

( بْل ْْا ىل أْ

٠٩١

ْ ب ْ نج ى ع َ اًد ْ عق َ ًم يق ن ْ ركْذي نْيذَلا )

ض ْر ْْا تا مَسلا ْ خ ْيف ن ْ رَك تي

ًَط ب اذه تْ خ م نَبر

َنلا اذع ن ف ن حْبس

( ر

٠٩٠

)

Artinya:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian

malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang-orang-orang yang mengingat Allah, sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan

tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami,

tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”.”(Q.S. Âli „Imrân: 190-191)

Bisa dibayangkan apa jadinya umat yang tidak menggunakan akalnya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Indonesia sebagai negara yang menganut Pancasila sebagai landasan idiilnya, menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertamanya. Siswa sebagai generasi masa depan


(19)

bangsa Indonesia, tentulah harus bisa menjalankan perintah agamanya dengan benar dan menggunakan kemampuan berpikir yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa dengan sebaik-baik mungkin.

Khusus berpikir tingkat tinggi yang berupa berpikir kritis, sangat jelas akan pentingnya dimiliki oleh siswa terutama dalam belajar. Setidaknya ada lima sebab pentingnya berpikir kritis oleh siswa dalam belajar, yaitu berpikir kritis termasuk domain keterampilan berpikir umum, penting dalam ekonomi pengetahuan modern, menambah kemampuan berbahasa dan presentasi, meningkatkan kreativitas, dan untuk refleksi akan diri sendiri.6

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan yang ada di lapangan, peneliti menemukan beberapa hal yang kontradiktif—yang ditunjukkan oleh siswa—dengan kemampuan berpikir kritis, yang dalam hal ini adalah pada mata pelajaran Matematika (untuk selanjutnya akan disebut sebagai “kemampuan berpikir kritis matematis”). Misalnya, diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis salah satunya dapat ditunjukkan siswa dengan mempertanyakan dari mana datangnya rumus pada suatu teorema. Namun, banyak kasus di mana siswa hanya menerima mentah-mentah rumus yang diberikan gurunya (yang sayangnya juga tidak memberikan proses pendekatan inventory). Menerima mentah-mentah rumus dalam arti kata siswa tersebut sudah “pasrah” dan “ikhlas” bahwa rumus tersebut apa adanya, tidak mempertanyakan dari mana datangnya rumus, bagaimana bisa seperti ini atau itu, atau kenapa harus menggunakan operasi ini atau itu. Hal ini tentu saja terlepas dari guru yang juga seharusnya menerapkan pendekatan penemuan (inventory) sebagaimana diharapkan. Contoh konkrit dari hal ini adalah rumus lingkaran yang berpusat pada titik yang bukan titik asal yaitu titik . Sehingga, rumus lingkaran yang semula jika titik asal sebagai titik pusat, berubah menjadi . Jika siswa tersebut memikirkan rumus yang diberikan ini secara kritis, tentulah ia

6

Maria Salih, Konsep Pemikiran dan Kemahiran Berpikir Kritis, dalam Pemikiran Kritis dan Kreatif. (Tanjong Malim: Penerbit Universiti Pendidikan Sultan Idris, 2013), h.17


(20)

mempermasalahkan mengapa operasi yang digunakan adalah operasi pengurangan, bukan penjumlahan, mengingat pergeseran koordinat (translasi) menggunakan penjumlahan. Kemudian, sikap berpikir kritis ini bisa membukakan jalan bagi siswa untuk melacak kebenarannya sampailah ditemukan bahwa hal ini merupakan konsep antara obyek dan bayangannya setelah ditranslasikan.

Contoh lain dari kurangnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah tidak dapat memberikan argumen atau alasan yang sahih dalam menjawab atau menyelesaikan masalah, sekalipun jawaban yang diberikan adalah benar. Jika ini terjadi, secara tidak langsung, hal ini sebenarnya mengingatkan guru untuk selalu menanyakan proses apa yang diambil oleh siswa, untuk mengetahui argumen siswa. Kita mengetahui bahwa argumen yang sahih harus berdasarkan sifat-sifat atau teorema-teorema yang telah dipelajari sebelumnya. Terkait hal ini, yang sangat sering ditemukan adalah misalnya dalam materi aljabar. Ketika siswa diminta mencari solusi untuk variabel dari ekspresi . Sangat sering siswa menjawab jawaban yang benar, yaitu , tetapi argumen dari prosedur yang dikerjakan adalah tidak sesuai dengan sifat-sifat operasi aljabar. Argumen salah yang dimaksud, adalah siswa mengatakan bilangan (+)2 di sisi kiri tanda sama dengan “dipindahkan” ke sisi kanan sehingga menjadi -2. Padahal argumen yang benar adalah kita menghilangkan bilangan 2 dengan cara menjumlahkannya dengan lawannya, yaitu -2. Karena ini merupakan suatu persamaan, maka sisi kanan pun ditambahkan dengan -2 juga. Ini terkait dengan invers penjumlahan, yaitu pengurangan. Hal yang sama akan berlaku ketika membagi kedua sisi dengan bilangan 5. Bukan memindahkan 5 ke kanan menjadi “bagi 5”.

Dua contoh empiris di atas menunjukkan terdapat contoh pemikiran yang sama sekali tidak kritis pada siswa pada mata pelajaran matematika, bahkan untuk hal yang sangat sederhana. Tidak adanya kemampuan dan kemauan berpikir kritis ditunjukkan dengan siswa yang menerima apa adanya


(21)

aturan pemindahan bilangan menyeberangi tanda sama dengan pada materi aljabar tadi. Pada materi persamaan lingkaran dengan pusat , seharusnya sudah bisa memunculkan pertanyaan di benak siswa mengapa persamaannya menjadi , di mana terdapat tanda minus. Siswa yang memiliki pemikiran kritis tentu tergelitik untuk menanyakan hal tersebut.

Berangkat dari masalah inilah, terutama pada kemampuan berpikir kritis, penulis menilai bahwa sangat penting untuk mengkaji kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Dari data yang ada, dapat dicari dan digali beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa tersebut.

Atas dasar pemikiran tersebut, peneliti ingin melakukan sebuah penelitian analisis deskriptif dengan judul “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa pada Materi Segitiga (Penelitian pada SMP Kharisma Bangsa)”. Melalui penelitian ini, diharapkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat ditunjukkan dan dideskripsikan sebagai salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Siswa kurang memahami dan tidak dapat menentukan konsep dalam penyelesaian masalah.

2. Siswa kurang bisa merumuskan suatu tindakan yang dapat digunakan sebagai strategi atau taktik atau pendekatan ketika menyelesaikan masalah. 3. Siswa tidak bisa memberikan argumen yang atau alasan yang benar atau


(22)

4. Kurangnya evaluasi oleh siswa terhadap bukti atau keputusan yang telah diambil dalam menyelesaikan masalah.

Fokus penelitian ini adalah menganalisis dan mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada materi segitiga.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini terarah dengan tepat dan untuk memfokuskan masalah, maka dibuatlah batasan-batasan sebagaimana berikut:

1. Analisis kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang dimaksud di sini adalah kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan indikator-indikator yang telah disimpulkan sebagai berikut:

a. Menentukan konsep yang digunakan dalam penyelesaian masalah. b. Merumuskan suatu tindakan (strategi, taktik, atau pendekatan) dalam

menyelesaikan masalah.

c. Memberikan argumen atau alasan dalam menjawab dan menyelesaikan masalah.

d. Mengevaluasi bukti atau keputusan yang telah diambil dalam menyelesaikan masalah.

2. Materi segitiga pada mata pelajaran matematika dengan topik pembahasan berupa Teorema Phytagoras, Teorema Euclid, dan perbandingan besar sisi-sisi segitiga jika salah satu sudut dalam segitiga diketahui sebagai salah satu sudut istimewa.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah di atas, maka masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara umum? 2. Bagaimana kemampuan siswa dalam menentukan konsep yang digunakan


(23)

3. Bagaimana kemampuan siswa dalam merumuskan sutu tindakan (strategi, taktik, atau pendekatan) yang digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah matematika?

4. Bagaimana kemampuan siswa dalam memberikan argumen atau alasan ketika menjawab dan menyelesaikan suatu masalah matematika?

5. Bagaimana kemampuan siswa dalam mengevaluasi bukti atau keputusan yang telah diambil dalam penyelesaian suatu masalah matematika?

6. Kendala/kesulitan apa yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis matematis?

7. Bagaimana mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis matematis?

E. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan menggunakan tes berupa soal-soal materi segitiga. Sedangkan tujuan penelitian ini secara khusus adalah untuk:

1. Mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara umum.

2. Mendeskripsikan kemampuan siswa dalam menentukan konsep yang digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah matematika.

3. Mendeskripsikan kemampuan siswa dalam merumuskan sutu tindakan (strategi, taktik, atau pendekatan) yang digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah matematika.

4. Mendeskripsikan kemampuan siswa dalam memberikan argumen atau alasan ketika menjawab dan menyelesaikan suatu masalah matematika.


(24)

5. Mendeskripsikan kemampuan siswa dalam mengevaluasi bukti atau keputusan yang telah diambil dalam penyelesaian suatu masalah mat.ematika.

6. Mengetahui kendala/kesulitan yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis matematis.

7. Memberikan alternatif solusi dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis matematis.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua jenis manfaat, yaitu:

1. Bagi guru; sebagai masukan atau informasi tentang bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis siswa di sekolah dalam menyelesaikan suatu masalah matematika yang diberikan, sehingga bisa menjadi acuan untuk mencari alternatif solusi dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis tersebut (strategi, pendekatan, model pembelajaran, dan lain-lain).

2. Bagi siswa; dapat dijadikan bahan pembelajaran yang dapat digunakan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kesadaran berpikir kritis matematis.

3. Bagi sekolah; dapat dijadikan sebagai sumbangsih pemikiran untuk bisa selalu meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa-siswanya, tidak hanya dalam mata pelajaran matematika, tetapi juga tidak menutup kemungkinan untuk ditingkatkan pada mata pelajaran lainnya.


(25)

4. Bagi peneliti lain; mendapatkan gambaran dan pemaparan kemampuan berpikir kritis matematis siswa untuk dijadikan pembanding pada penelitian lainnya.


(26)

11

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teoritis

1. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

Kemampuan berpikir tingkat tinggi atau yang dikenal dalam Bahasa Inggrisnya sebagai Higher Order Thinking Skills merupakan suatu kemampuan yang sangat diperlukan dalam pembelajaran siswa-siswa di dalam kelas. FJ King, dkk, menulis bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi mencakup beberapa kemampuan atau skills, di antaranya kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif.1 Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini dapat diaktivasi atau digunakan oleh siswa ketika mereka menjumpai dan menghadapi masalah-masalah yang tidak biasa (unfamiliar problems), ketidakpastian (uncertainties), pertanyaan (questions), dan dilema (dilemmas). Hasil dari kemampuan berpikir tingkat tinggi ini ketika digunakan dengan sukses pada masalah-masalah tersebut adalah penjelasan (explanations), keputusan (decisions), performa (performances), dan produk (products) yang valid dengan konteks ilmu pengetahuan serta pengalaman. Dengan demikian akan menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tingginya dan juga kemampuan-kemampuan intelektual lainnya.

Masih dalam FJ King, dkk, dikatakan bahwa aktivitas berpikir harus mencakup akses “pengalaman yang lampau dan sejumlah pengetahuan yang relevan” untuk bisa menghilangkan kebingungan dan menumbuhkan suatu solusi. Siswa menggunakan apapun yang ia ketahui untuk mendapatkan pengetahuan baru.2 Di sini, bisa dijelaskan dan dihubungkan

1FJ King, Ludwika Goodson, dan Faranak Rohani. “Higher Order Thinking Skills”. Educational Services Program. (tanpa tahun), h. 32

2


(27)

betapa berpikir kritis sangat terlibat dan penting bagi siswa dalam mendapatkan dan mengolah ilmu pengetahuan yang ia pelajari.

Rajendran mencoba membedakan antara berpikir tingkat rendah dengan berpikir tingkat tinggi. Di antaranya adalah bahwa berpikir tingkat rendah menggunakan pikiran yang terbatas; penggunaan mekanistik dan rutin; mengulang-ulang operasi; dan mengingat informasi yang sudah dikenal. Sedangkan berpikir tingkat tinggi mencoba untuk memperluas pikiran; menafsir, menganalisis, atau memanipulasi informasi; memikirkan informasi dengan kritis; mengajukan solusi; dan lain-lain.3

Dari berbagai informasi tentang kemampuan berpikir tingkat tinggi yang ada, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan dan keterampilan berpikir yang harus dimiliki oleh siswa di mana dapat membawa pemikiran tersebut menjadi sebuah pemikiran yang dinamis dan tidak statis, mengacu pada informasi yang ada dan menggali informasi yang baru, tidak hanya memahami suatu masalah, tetapi juga bisa menganalisisnya, serta dapat menghasilkan suatu alternatif solusi dari apa yang ia hadapi.

2. Kemampuan Berpikir Kritis

Bagi seseorang, agar dapat dikatakan memikirkan sesuatu dengan kritis, haruslah memuat syarat-syarat dari berpikir kritis tersebut. Syarat-syarat yang umum disebutkan dalam banyak pendapat para pakar di antaranya merupakan proses-proses seperti analisis, sintesis, evaluasi, dan lainnya yang bisa mendukung berjalannya kemampuan berpikir kritis tersebut. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Rajendran di mana ia mendefinisikan berpikir kritis sebagai proses teratur secara intelektual dalam mengonseptualisasi, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi informasi yang aktif dan penuh keterampilan. Informasi

3

N.S. Rajendran, Teaching and Acquiring Higer-Order Thinking Skills, Theory and Practice, (Tanjong Malim: Penerbit Universiti Sultan Idris, 2013), h.20


(28)

tersebut dapat diperoleh dari observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi dengan orang lain.4

Ruggiero mengutarakan bahwa esensi dari berpikir kritis adalah adanya evaluasi. Ia mengutarakan bahwa, “Critical thinking, therefore, may be defined as the pocess by which we test claims arguments and determine which have merit and which do not”,5 yang dapat kita artikan sebagai “Berpikir kritis, maka dari itu, dapat didefinisikan sebagai proses di mana kita menguji argumaen klaim dan menentukan mana yang terdapat keuntungan dan mana yang tidak”. Disebutkan pula bahwa pemikir yang tidak kritis hanya akan menerima pernyataan orang begitu saja, sedangkan pemikir kritis akan menantang atau menguji ide-ide yang ada dalam bentuk pemikiran dan pertanyaan.6

Halpern mengatakan bahwa berpikir kritis adalah penggunaan kemampuan-kemampuan dan strategi-strategi kognitif yang dapat meningkatkan kemungkinan hasil yang diharapkan, yaitu di antaranya berpikir yang bermanfaat, bernalar, dam tepat sasaran.7 Setelah membandingkan definisi berpikir kritis tersebut dengan tiga pendapat lainnya, Buskist dan Irone mengatakan bahwa berpikir kritis menitikberatkan proses dan hasil. Sehingga, disebutkan secara jelas bahwa tujuan akhir dari mengajar berpikir kritis adalah untuk menilai siswa dalam membuat penilaian yang benar berdasarkan pengukuran hati-hati terhadap bukti yang tersedia. Siswa diharapkan mempelajari beberapa hal, termasuk:8

a. mengembangkan pendekatan skeptis untuk menyelesaikan masalah dan membuat keputusan;

4

Ibid. h. 20. 5

Vincent Ryan Ruggiero, Beyond Feelings, A Guide to Criticcal Thinking, (Boston: McGraw-Hill, 2006), h. 17

6

Ibid, h.17 7

William Buskist dan Jessica G. Irone. Simple Strategies for Teaching Your Students to Think Critically dalam Teaching Critical Thinking in Psychology. Editor: Dunn, et al. (Singapore: Wiley-Blackwell, 2008), h. 50

8


(29)

b. memecah belah masalah menjadi komponen-komponen paling sederhana;

c. mencari bukti yang mendukung dan menyangkal suatu kesimpulan yang diberikan;

d. memelihara sikap waspada terhadap bias, asumsi, dan nilai-nilai pribadi yang dapat berpengaruh, dengan membuat suatu keputusan obyektif.

Dalam matematika, Glaser mendefinisikan berpikir kritis matematis sebagai kemampuan dan disposisi yang menggabungkan pengetahuan awal, penalaran matematis, dan strategi kognitif untuk mengeneralisasi, membuktikan, dan mengevaluasi situasi matematis secara reflektif.9

Dari beberapa referensi kemampuan berpikir kritis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis adaah suatu kemampuan menggunakan konsep yang telah dipahami sebelumnya, strategi yang hati-hati, dan argumen yang tepat dalam mencari hasil atau penyelesaian suatu masalah matematika agar hasil tersebut benar dan bisa dipertanggungjawabkan.

3. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Sumarmo (2013) mengutip beberapa indikator berpikir kritis di antaranya menurut Nickerson dan Bayer, yaitu: 10

- menentukan kredibilitas suatu sumber;

- membedakan antara yang relevan atau valid dari yang tidak relevan atau valid dan antara fakta dan penilaian;

- mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi, bias, dan sudut pandang; - mengevaluasi bukti untuk mendukung pengakuan.

9Utari Sumarmo, “Berpikir dan DisposisiMatematik serta Pembelajarannya”, Kumpulan Makalah Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas MIPA Universitas Pendidikan Indonesia, 2013. h. 382

10


(30)

Ennis mengelompokkan indikator berpikir kritis dalam lima kelompok kemampuan berpikir, yang dapat dijelaskan dalam tabel berikut:11

Tabel 2.1

Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan Berpikir Kritis Sub Keterampilan 1. Elementary clarification

(memberi penjelasan sederhana)

1. Memfokuskan pertanyaan 2. Menganalisis argumen 3. Bertanya dan menjawab

pertanyaan yang menantang

2. Basic support

(membangun keterampilan dasar)

4. Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatu sumber

5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi

6. Inference

(menyimpulkan)

6. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

7. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi

8. Membuat dan

mempertimbangkan nilai keputusan.

11

Dina Mayadiana S, Kemampuan Berpikir Kritis Matematika, (Jakarta: Cakrawala Maha Karya), 2009. hal.13


(31)

7. Advanced clarification

(membuat penjelasan lebih lanjut)

9. Mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan keputusan 10. Mengidentifikasi asumsi

8. Strategy and Tactics

(strategi dan taktik)

11. Merumuskan suatu tindakan

Edward Glaser dan Richard W. Paul menjelaskan dalam berpikir kritis setidaknya memuat beberapa kemampuan dasar berikut ini:12

1. Kemampuan untuk menentukan dan mengambil posisi yang tepat dalam mendiskusikan atau menyoal suatu masalah.

2. Pemikiran yang diberikan harus relevan dengan topik yang dibahas. 3. Argumen yang disampaikan harus rasional.

4. Memutuskan menerima atau menolak keputusan atas klaim yang dibuat oleh orang lain dengan alasan-alasan yang jelas.

5. Keputusan datang dari dalam diri sendiri.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, indikator kemampuan berpikir kritis matematis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berupa indikator yang disimpulkan sebagai berikut:

1. Menentukan konsep yang digunakan dalam penyelesaian masalah. 2. Merumuskan suatu tindakan (strategi, taktik, atau pendekatan) dalam

menyelesaikan masalah.

3. Memberikan argumen atau alasan dalam menjawab dan menyelesaikan masalah.

4. Mengevaluasi bukti atau keputusan yang telah diambil dalam menyelesaikan masalah.

12

Kasdin Sihotang. Critical Thinking, Membangun Pemikiran Logis. Jakarta: 2012, Pustaka Sinar Harapan. h. 8.


(32)

B. Pembelajaran Matematika 1. Pembelajaran Matematika

Matematika dari dulu merupakan mata pelajaran yang tidak pernah ditinggalkan dan selalu menjadi acuan kecerdasan dan ketuntasan proses pendidikan siswa kapan pun dan di mana pun. Keberadaan matematika tidak dapat dilacak lagi asal mulanya karena perhitungan sederhana aritmetika tentunya sudah pasti ada sejak adanya peradaban manusia. Hingga kini matematika terus berkembang sampai ke bidang terbarunya sekali pun, semisal matematika komputasi dan pemrograman yang selalu dipakai dan dikembangkan dalam pembuatan piranti-piranti lunak pada alat-alat berteknologi canggih sesuai tuntutan dan perkembangan zaman. Dengan demikian, matematika bisa diartikan dalam banyak hal. Contohnya, Matematika merupakan studi pola dan hubungan-hubungan, matematika adalah cara berpikir, matematika adalah seni, bahasa, bahkan sebagai alat.13

Sadar akan pentingnya pelajaran matematika ini, membuat para pakar pendidikan dan pakar matematika di berbagai negara menyusun standar-standar pembelajaran matematika bagi peserta didik dari tingkat terendah seperti TK sampai ke tingkat universitas. Contohnya, berdasarkan standar yang diterapkan oleh National Council of Teachers of Mathematics di Amerika Serikat, matematika pada sekolah harus memiliki enam prinsip, yaitu: kesetaraan, kurikulum, pengajaran, pembelajaran, penilaian, dan teknologi. Sedangkan standar isi (content standards) matematika untuk jenjang dari TK sampai dengan kelas 12 harus mencakup: bilangan dan operasi, aljabar, geometri, pengukuran, dan analisis data dan peluang.14

13

NCTM, Principles and Standards for School Mathematics, (Reston: NCTM, 2000) h.32 14

W. George Cathcart, Yvonne M. Pothier, James H. Vance, Learning Mathematics in Elementary and Middle Schools, Fourth Edition, (Toronto: Pearson, 2004), h.2.


(33)

Mengadakan proses pembelajaran matematika yang telah direncanakan dengan matang tentu dimaksudkan agar mencapai tujuan tertentu. Karena dengan tujuan yang ingin dicapai itulah, proses pembelajaran bisa dikatakan berhasil. NCTM menuangkan tujuan pembelajaran dalam standar proses yang mengharapkan agar siswa mampu dalam hal-hal berikut: pemecahan masalah matematika (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi matematika (communication), koneksi matematika (connections), dan representasi matematika (representation).15

2. Materi Segitiga

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, di antara standar isi yang harus ada dalam pelajaran matematika sekolah adalah bidang geometri. Geometri ini sendiri terdiri atas konten yang sangat banyak, mulai dari aksioma titik hingga geometri analisis. Dalam penelitian ini, materi yang digunakan dalam menganalisis kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah materi segitiga yang termasuk dalam materi geometri bangun ruang.

a. Teorema Phytagoras

Pythagoras menyatakan bahwa : “Untuk setiap segitiga siku-siku berlaku kuadrat panjang sisi miring (Hipotenusa) sama dengan jumlah kuadrat panjang sisi siku-sikunya.”

Jika c adalah panjang sisi miring/hipotenusa segitiga, a dan b adalah panjang sisi siku-siku. Berdasarkan teorema Pythagoras di atas maka diperoleh hubungan:

c2 = a2 + b2

Dalil pythagoras di atas dapat diturunkan menjadi:

15


(34)

a2 = c2– b2 b2 = c2 – a2

Catatan : Dalam menentukan persamaan Pythagoras yang perlu diperhatikan adalah siapa yang berkedudukan sebagai hipotenusa/sisi miring.

Contoh :

Tentukan rumus pythagoras dan turunan dari segitiga yang memiliki panjang sisi miring a dan sisi siku-sikunya b dan c.

Rumus Pythagoras : a2 = b2 + c2 Turunannya : b2 = a2– c2 c2 = a2– b2

b. Teorema Euclid

AD2 = BD. DC AB 2 = BD. BC AC2 = DC. BC


(35)

c. Perbandingan Sisi Segitiga Siku-Sika Jika Salah Satu Sudut Dalam Segitiga Diketahui Sudut Istimewa

1) Sudut 300 dan 600

Perhatikan gambar ∆ ABC di bawah ini.

Segitiga ABC di atas merupakan segitiga sama sisi dengan panjang sisi 2x cm dan dengan ∠CAD = ∠ABC = ∠ACB = 60°, kemudian dari titik C ditarik garis tegak lurus (90°) dengan garis AB dan berpotongan di titik D. Akibatnya ∠ACB terbagi menjadi dua yakni ∠ACD = ∠BCD = 30° dan garis AD sama dengan garis BD, sehingga garis AD sama dengan setengah garis AB, maka:

AD = AB AD = ½ AB AD = ½ . 2x cm AD = x cm

Dengan menggunakan teorema Pythagoras maka panjang CD dapat di cari yakni:

CD2 = AC2– AD2 CD2 = (2x)2– x2 CD2 = 4x2– x2


(36)

CD2 = 3x2 CD = x√3 cm

Dengan demikian, diperoleh perbandingan sisi pada segitiga siku-siku pada sudut 30° dan 60°, yakni:

AD : CD : AC = x : x√3 : 2x AD : CD : AC = 1 : √3 : 2

2) Sudut 450

Sekarang perhatikan gambar di bawah ini.

Segitiga ABC pada gambar di atas adalah segitiga siku-siku sama kaki, dengan sudut siku-siku di titik B. Di mana panjang AB = BC = 2x cm, ∠ ABC = 90° dan ∠BAC = ∠ACB = 45°.

Dengan menggunakan teorema Pythagoras maka panjang AC diperoleh:

AC = √(AB2

+ BC2) AC = √((2x)2

+ (2x)2) AC = √(4x2

+ 4x2) AC = √8x2


(37)

Berdasarkan hasil di atas maka diperoleh perbandingan segitiga siku-siku pada sudut 45° yakni:

AB : BC : AC = 2x : 2x : 2x√2 AB : BC : AC = 1 : 1 : √2

C. Kerangka Berpikir

Setiap individu membangun sendiri pengetahuannya. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan dan lingkungan tersebut mengalami perubahan. Lingkungan yang mendukung proses belajar adalah lingkungan di mana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru berdasarkan pengalaman yang telah dimilikinya. Selain itu proses belajar juga memerlukan partisipasi aktif dan kreatif dari siswa. Jadi siswa tidak hanya menerima dan menghafal begitu saja materi yang diperolehnya dari guru.

Namun saat ini masih banyak guru yang menerapkan pembelajaran konvensional, di mana guru sebagai pemegang peran utama pemberi informasi. Hal ini berdampak pada rendahnya aktivitas siswa terhadap pembelajaran matematika, kurangnya inovasi pembelajaran di kelas oleh guru, dan—yang lebih disayangkan lagi—kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pun seperti tak terjamah dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran seperti ini pastinya menjadi pembelajaran yang tidak memberikan kemampuan mengasah otak atau berpikir yang semaksimal mungkin bagi siswa. Padahal, siswa bisa mengeksplorasikan ide-idenya dengan membiasakan diri berpikir tingkat tinggi.

Kaitannya dalam berpikir kritis sebagaimana telah diketahui bahwa berpikir kritis merupakan bagian dari berpikir tingkat tinggi, adalah bagaimana siswa bisa menjembatani informasi-informasi ilmu pengetahuan yang didapatnya dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukannya bersama


(38)

teman-teman sekelasnya dan didampingi serta difasilitasi oleh guru. Maka, kemampuan berpikir kritis dirasa sangat perlu untuk diasah dalam pembelajaran matematika.

Mengetengahkan pentingnya kemampuan berpikir kritis matematis, suatu kelompok pembelajaran dalam suatu sekolah dirasa perlu diadakan suatu pengukuran analisis terhadap siswanya dalam berpikir kritis ini. Analisis kali ini diadakan pada siswa kelas VIII SMP Kharisma Bangsa dengan menggunakan materi segitiga. Analisis ini bisa mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi segitiga. Informasi dan gambaran yang dihasilkan bisa menjadi referensi dan bahan evaluasi bagi guru matematika untuk bisa meningkatkan penggunaan indikator berpikir kritis pada materi matematika, khususnya pada materi segitiga tersebut.


(39)

24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Kharisma Bangsa, yang beralamat di Jalan Terbang Layang no. 21, Pondok Cabe, Kota Tangerang Selatan, pada kelas VIII.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap, tahun ajaran 2015-2016. Adapun jadwal yang direncanakan pada penelitian ini terdapat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1

Jadwal Kegiatan Penelitian

Nama Kegiatan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

Persiapan dan Perencanaan  

Observasi  

Kegiatan Penelitian 

Analisis Data  


(40)

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terdapat pada saat sekarang, dengan perkataan lain penelitian deskriptif mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan.1 Penelitian analisis seperti ini tidak memuat adanya hipotesis. Sedangkan hasil dari penelitian didapat dari telaah yang mendalam terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diujikan terlebih dahulu.

C. Populasi dan Sampel

Peneliti menjadikan siswa-siswi SMP Kharisma Bangsa kelas VIII (A, B, dan C) tahun ajaran 2015-2016, menjadi subjek penelitian di mana siswa-siswi tersebut diberikan instrumen berupa tes kemampuan berpikir kritis matematis dalam materi segitiga. Siswa kelas VIII SMP Kharisma Bangsa berjumlah 65 orang. Peneliti merencanakan memberikan tes penelitian kepada seluruh populasi siswa tersebut. Dari siswa yang mengikuti tes, nanti akan diambil sampel untuk diwawancarai. Sampel yang diambil adalah yang representatif dari siswa yang bisa menjawab soal per indikator dan siswa yang menjawab keliru.

D. Instrumen Penelitian 1. Instrumen Tes

Instrumen tes berupa lembar soal tes yang diberikan kepada siswa. Tes yang digunakan adalah tes untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

Tabel 3.2

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h.20


(41)

Kisi-Kisi Instrumen Berpikir Kritis Matematis Standar Kompetensi: Menggunakan Teorema Phytagoras dalam

Pemecahan Masalah

No. Indikator Kemampuan

Berpikir Kritis Matematis Indikator Operasional

Nomor Soal 1. Menentukan konsep yang

digunakan dalam penyelesaian masalah.

(1-a) Menentukan konsep dalam penyelesaian masalah yang berkaitan dengan Teorema Phytagoras

1

(1-b) Menentukan konsep dalam penyelesaian masalah yang berkaitan dengan Teorema

Phytagoras (atau Teorema Euclid)

2.a.

2. Merumuskan suatu tindakan (strategi, taktik, atau

pendekatan) dalam menyelesaikan masalah.

(2-a) Merumuskan cara dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan Teorema

Phytagoras (atau Teorema Euclid)

2.b

(2-b) Merumuskan cara dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan Teorema Phytagoras

3

3. Memberikan argumen atau alasan dalam menjawab dan menyelesaikan masalah.

(3-a) Memberikan argumen terhadap suatu penyelesaian masalah terkait segitiga siku-siku dengan sudut istimewa.


(42)

(3-b) Memberikan argumen dalam menyelesaikan masalah terkait Teorema Phytagoras

5

4. Mengevaluasi bukti atau keputusan yang telah diambil dalam

menyelesaikan masalah.

(4-a) Mengevaluasi penyelesaian masalah yang berkaitan dengan segitiga siku-siku dengan sudut istimewa.

4.a.

(4-b) Mengevaluasi penyelesaian masalah yang berkaitan dengan Teorema Phytagoras dan segitiga siku-siku dengan sudut istimewa.

6

a. Uji Validitas

Untuk mengukur tingkat validitas soal pada instrumen tes, digunakan dengan rumus content validity ratio (CVR). Instrumen tes berupa butir-butir soal diberikan kepada panelis yang dianggap pakar, yaitu guru matematika atau orang yang berkecimpung di dunia pendidikan matematika. Para panelis tersebut diharapkan menilai tiap butir soal untuk kemudian diberikan pendapatnya berupa esensial, bermanfaat tapi tidak esensial, atau tidak perlu.2 Adapun rumus content validity ratio (CVR) tersebut adalah:

Di mana:

= jumlah panelis yang mengatakan esensial

2

C. H. Lawshe, A Quantitative Approach to Content Validity dalam Jurnal Personnel Psychology, 1975, h.567


(43)

= total jumlah panelis

Tabel 3.3

Nilai Minimum CVR Berdasarkan Jumlah Panelis Jumlah Panelis Nilai Minimal

5 0,99

6 0,99

7 0,99

8 0,75

9 0,78

10 0,62

11 0,59

12 0,56

13 0,54

14 0,51

15 0,49

Ketika semua panelis mengatakan “esensial”, maka perhitungan akan menjadi 1,00. Namun, akan ditulis 0,99 untuk mengurangi adanya manipulasi.3

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas soal pada instrumen diperlukan untuk tingkat konsistensi soal tersebut. Untuk mengukur reliabilitas soal yang berbentuk uraian, digunakan rumus Alpha sebagai berikut.4

3


(44)

Dengan keterangan:

= koefisien reliabilitas tes = varians dari setiap indikator

∑ = jumlah varians dari setiap indikator = banyaknya butir soal

2. Instrumen Non-Tes a. Lembar Validitas Tes

Dalam mengukur validitas tiap butir soal yang menggunakan metode CVR, diberikan instrumen uji validitas kepada panelis yang dianggap ahli dalam bidang pendidikan matematika.

b. Pedoman Wawancara

Untuk mencari berbagai faktor yang turut memengaruhi jawaban siswa dalam mengerjakan tes kemampuan berpikir kritis matematis, digunakan pula metode wawancara kepada siswa. Siswa yang dipilih untuk diwawancarai adalah sampel dari siswa yang bisa mengerjakan soal dan siswa yang tidak bisa mengerjakan soal. Wawancara penting untuk mengetahui masalah apa yang dihadapi oleh para subjek penelitian selama menjawab tes dan untuk mencari tawaran solusi dari siswa jika hasil tesnya mengidikasikan kemampuan berpikir kritis yang baik.

E. Teknik Analisis Data 1. Data Nilai

Untuk mendapatkan nilai dari kemampuan berpikir kritis matematis siswa, digunakan rumus sebagai berikut

4

Masrurotullaily, Hobri, dan Suharto, Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Keuangan Berdasarkan Model Polya Siswa SMK Negeri 6 Jember, Kadikna (Prosiding), Vol.4, 2013, h. 132.


(45)

Dengan keterangan:

= Nilai kemampuan berpikir kritis matematis siswa = Total skor siswa pada semua indikator

= Total skor ideal dari semua indikator 2. Pedoman Penyekoran

Guna mendapatkan nilai dari jawaban siswa pada tes kemampuan berpikir kritis matematis, digunakanlah pedoman penyekoran dari Facione dan Facione yang telah dimodifikasi5 dan ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.4

Pedoman Penyekoran Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa No. Indikator yang Diukur Respon Siswa terhadap Soal Skor

1 (1-a) Menentukan konsep dalam penyelesaian masalah yang berkaitan dengan Teorema Phytagoras

(1-b) Menentukan konsep dalam penyelesaian masalah yang berkaitan dengan Teorema

Phytagoras (atau Teorema Euclid)

Tidak memberikan jawaban dan konsep yang benar, terindikasi tidak memahami soal, atau tidak menjawab

1

Bisa menemukan konsep tetapi salah dalam menghubungkan fakta dan konsep yang diharapkan

2

Mampu memberikan konsep yang benar tetapi masih ada sedikit kesalahan dalam perhitungan

3

Mampu memberikan konsep 4

5

Rosita Mahmudah, Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matemats Siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri Tangerang II Pamulang (Skripsi), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2013, h.34


(46)

yang lengkap dengan perhitungan yang benar dalam menyelesaikan masalah yang diberikan

2 (2-a) Merumuskan cara dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan Teorema

Phytagoras (atau Teorema Euclid)

(2-b) Merumuskan cara dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan Teorema Phytagoras

Tidak memberikan rumusan cara yang benar, terindikasi tidak memahami soal, atau tidak menjawab

1

Bisa merumuskan cara tetapi salah dalam menghubungkan informasi yang diberikan

2

Mampu merumuskan cara yang diharapkan tetapi masih ada sedikit kesalahan dalam perhitungan

3

Mampu merumuskan cara yang lengkap dengan perhitungan yang benar dalam menyelesaikan masalah yang diberikan

4

3 (3-a) Memberikan argumen terhadap suatu

penyelesaian masalah terkait segitiga siku-siku dengan sudut istimewa (3-b) Memberikan argumen dalam menyelesaikan masalah terkait Teorema

Tidak memberikan argumen yang benar, terindikasi tidak memahami soal, atau tidak menjawab

1

Bisa memberikan argumen tetapi salah dalam menghubungkan informasi yang diberikan


(47)

Phytagoras

Mampu memberikan argumen yang diharapkan tetapi masih ada sedikit kesalahan dalam menjawab

3

Mampu memberikan argumen yang lengkap dengan perhitungan yang benar dalam menyelesaikan masalah yang diberikan

4

4 (4-a) Mengevaluasi

penyelesaian masalah yang berkaitan dengan segitiga siku-siku dengan sudut istimewa

(4-b) Mengevaluasi

penyelesaian masalah yang berkaitan dengan Teorema Phytagoras dan segitiga siku-siku dengan sudut istimewa

Tidak memberikan evaluasi yang benar, terindikasi tidak memahami soal, atau tidak menjawab

1

Bisa memberikan evaluasi tetapi salah dalam menghubungkan informasi yang diberikan

2

Mampu memberikan evaluasi yang diharapkan tetapi masih ada sedikit kesalahan dalam menjawab

3

Mampu mengevaluasi sesuai yang diharapkan lengkap dengan pertimbangan yang

memperkuat dalam

menyelesaikan masalah yang diberikan


(48)

3. Persentase Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Per Indikator

Untuk mendapatkan persentase dari kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang ditunjukkan dalam tiap indikator bisa menggunakan rumus sebagai berikut:

̅

Dengan keterangan:

= Persentase hasil kemampuan berpikir kritis matematis per indikator

̅ = Skor rata-rata siswa per indikator = Skor ideal indikator dimaksud

4. Klasifikasi Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Dalam pengelompokan tingkat kemampuan berpikir kritis matematis siswa berdasarkan hasil tes yang nantinya didapat. Untuk pengelompokan tersebut, digunakan pengelompokan berdasarkan yang digunakan oleh Masrurotullalily, Hobri, dan Suharto,6 yaitu tiga tingkatan berupa:

Tabel 3.5

Klasifikasi Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Rentang Nilai

Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Rendah

6


(49)

Sedang

Tinggi

(Dengan NKBK = Nilai Kemampuan Berpikir Kritis)

Untuk mengukur besar persentase kemampuan siswa dalam tiap-tiap indikator kemampuan berpikir kritis matematis digunakan rumus seperti berikut:

Dengan keterangan:

= Persentase siswa pada setiap kemampuan berpikir kritis matematis

= Banyaknya siswa pada setiap kemampuan berpikir kritis matematis

= Jumlah total siswa yang mengikuti tes kemampuan berpikir kritis matematis


(50)

35

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data Hasil Penelitian

Penelitian deskriptif ini dilaksanakan di SMP Kharisma Bangsa, Kota Tangerang Selatan pada kelas VIII. Penelitian dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2015-2016 di bulan Mei tahun 2016. Data-data hasil penelitian didapat dari instrumen tes berpikir kritis matematis siswa serta dari hasil wawancara siswa. Setelah data diperoleh, kemudian dianalisis dan ditafsirkan kemudian menjadi deskripsi hasil dari penelitian yang dilakukan.

1. Kegiatan Prapenelitian

Sebelum memulai penelitian, yaitu memberikan instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematis kepada siswa, instrumen tersebut diujikan validitasnya dengan menggunakan metode CVR. Panelis yang menguji butir-butir instrumen tes kemampuan berpikir kritis tersebut sejumlah 13 orang (terlampir) yang kesemuanya merupakan pakar di bidang pendidikan matematika. Profesi ketiga belas panelis tersebut mayoritas adalah guru matematika yang telah lulus program sarjana (S1) pendidikan matematika dan mengajar di beberapa sekolah di daerah Jabodetabek atau lembaga kursus bimbingan belajar dan privat. Soal yang terdapat pada instrumen validitas tersebut berjumlah 8 soal dari 4 indikator berpikir kritis matematis yang digunakan (masing-masing indikator diwakili oleh 2 butir soal). Hasil pengujian validitas menunjukkan kedelapan soal tersebut adalah valid. Nilai content validity index (CVI) yang terdapat pada hasil perhitungan CVR menunjukkan angka di atas 0,53 (nilai minimum untuk panelis yang berjumlah 13 orang). Setelah melalui tahap uji validitas ini, kesemua soal tersebut diujikan reliabilitasnya dan menghasilkan koefisien reliabilitas yang


(51)

cukup, sehingga dapat dikatakan bahwa tes yang diberikan kepada siswa adalah reliabel untuk digunakan dalam penelitian.

Materi yang diujikan pada tes kemampuan berpikir kritis matematis ini adalah materi segitiga yang mencakup tiga subbab, yaitu Teorema Phytagoras, Teorema Euclid, dan perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku dengan sudut-sudut istimewa ( dan ). Materi ini merupakan materi yang diajarkan di SMP Kharisma Bangsa Kota Tangerang Selatan pada kelas VIII. Berikut ini merupakan permasalahan-permasalahan pada materi tersebut yang diujikan dalam tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa:

Soal 1:

Sebuah kapal berlayar dari pelabuhan sejauh 200 mil ke arah Utara, kemudian memutar haluan ke arah Barat sejauh 150 mil. Carilah jarak kapal dari pelabuhan ke posisinya sekarang!

Soal 2:

Pak Mahmud memiliki sebidang tanah berbentuk segitiga siku-siku yang akan rencanaya akan dipagari dari sisi B ke C (lihat gambar!). Yang sudah dipagari adalah sisi pagar BD yang panjangnya 20m. Diketahui jarak titik A ke D adalah 40m.

a. Menurut kamu, rumus apakah yang bisa kita gunakan jika ingin mengetahui panjang sisi yang belum dipagari (CD)? Terapkanlah rumus tersebut dalam mencari panjang sisi CD!

b. Jika Pak Mahmud juga ingin memagari sisi AC dan AB juga, tentukanlah langkah-langkah dalam penyelesaiannya!


(52)

Soal 3:

Kubus ABCD.EFGH memiliki panjang rusuk 5cm. Ruas garis AC disebut sebagai diagonal sisi dan ruas garis CE disebut sebagai diagonal ruang. Tentukan langkah-langkah yang tepat dalam menentukan panjang CE!

Soal 4:

Perhatikanlah soal dan penyelesaiannya berikut ini: Soal:

Diketahui segitiga PQR siku-siku di P dan panjang sisi PR adalah 4cm. Jika ukuran adalah , berapakah panjang sisi-sisi PQ dan QR? Penyelesaian:

√ √


(53)

a. Apakah menurutmu penyelesaian dari soal yang diberikan di atas sudah benar atau tidak? Berikan komentar!

b. Pada penyelesaian di atas, terdapat pernyataan dan √

Bisakah kamu menjelaskan untuk perbandingan apa ini dan untuk apa digunakannya. Dalam penggunaan pada soal di atas, apakah perbandingannya sudah tepat?

Soal 5:

Suatu sirkuit balap berbentuk seperti gambar di samping, memiliki lima trayek, yaitu trayek AB, BC, CD, DE, dan EA. Tikungan di titik B, C, dan D membentuk sudut . Masing-masing trayek memiliki jarak tempuh yang berbeda-beda, dan ditunjukkan pada gambar. Sayangnya, jarak tempuh trayek AB tercoret dan tak bisa dibaca.


(54)

Bagaimana menurutmu untuk mencari jarak tempuh AB? Apa yang harus kamu lakukan pertama-tama? Berikan pendapatmu, lalu carilah panjang AB!

Soal 6:

Perhatikan soal dan penyelesaiannya berikut ini:

Soal:

Pada gambar di samping, ABC adalah sebuah segitiga siku-siku. Ukuran adalah , | | dan | | | |.

| | Penyelesaian:

√ √


(55)

√| | | | √( √ ) √

Cobalah kamu periksa kembali penyelesaian dari soal di atas. Apakah sudah benar atau belum? Berikan pendapatmu!

2. Pelaksanaan Penelitian

Pada saat pelaksanaan penelitian, peneliti memberikan soal-soal instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematis kepada guru yang telah ditugaskan memasuki kelas VIII A, B, dan C. Dari total 65 siswa di tiga kelas VIII SMP Kharisma Bangsa, hanya 48 orang siswa yang mengikuti tes kemampuan berpikir kritis matematis ini. Total waktu yang diberikan untuk mengerjakan tes adalah selama 90 menit.

3. Pemilihan Subyek Wawancara

Ketika tes sudah selesai dilaksanakan, dipilihlah beberapa orang siswa untuk diwawancarai terkait jawaban dari tes kemampuan berpikir kritis matematis. Siswa yang dipilih untuk wawancara adalah perwakilan dari siswa yang bisa menjawab pertanyaan dan yang tidak bisa menjawab pertanyaan dari soal tes yang diberikan.

4. Analisis Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa

Penelitian berbentuk tes tertulis untuk mengukur dan menganalisis kemampuan berpikir kritis matematis siswa di kelas VIII SMP Kharisma Bangsa telah menghasilkan data yang akan dijabarkan secara umum dan juga mendetail di bawah ini.


(56)

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Hasil Tes

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa No Interval F F relative Fk

1 42 – 49 3 6,25% 3

2 50 – 57 7 14,58% 10

3 58 – 65 12 25,00% 22

4 66 – 73 12 25,00% 34

5 74 – 81 4 8,33% 38

6 82 – 89 6 12,50% 44

7 90 – 97 4 8,33% 48


(57)

Tabel 4.2

Deskripsi Statistik Data Tes

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa

Data Tes Nilai

Nilai Maksimum 96,43

Nilai Minimum 42,86

Rata-Rata 68,33

Median 65,97

Modus 65,50

Varian 161,20

Standar Deviasi 12,70

Berdasarkan pada hasil tes, data pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 di atas menunjukkan statistik umum hasil penilaian kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VIII SMP Kharisma Bangsa. Tergambar rata-rata nilai adalah sebesar 68,33 dengan nilai median sebesar 65,97. Modus data diperoleh pada dua kelas dengan frekuensi yang sama (kelas ke-3 dan ke-4) yaitu frekuensi 12, sehingga nilai modus yang diperoleh adalah 65,50. Standar deviasi yang diperoleh adalah sebesar 12,70.

Hasil tes secara keseluruhan untuk kemampuan berpikir kritis matematis siswa ditinjau dari tiap indikator dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.


(58)

Tabel 4.3

Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Per Indikator

Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis

Rata-Rata Skor Indikator

Skor Ideal Indikator

Persentase Per Indikator

Menentukan konsep dalam penyelesaian masalah

6,08 8 76,04%

Merumuskan cara dalam

menyelesaikan masalah

5,67 8 70,83%

Memberikan argumen dalam menyelesaikan masalah

5,15 8 64,32%

Mengevaluasi penyelesaian masalah

2,25 4 56,25%

Rata-Rata Total 66,86%

Tabel di atas secara jelas menunjukkan persentase kemampuan berpikir kritis secara umum pada siswa meghasilkan capaian angka sebesar 66,86% (perhitungan rata-rata). Untuk hasil persentase berdasarkan indikator, dapat ditunjukkan bahwa indikator 1 menjadi indikator di mana nilai siswa dirasa paling tinggi dalam memenuhi aspek


(59)

tersebut yaitu sebesar 76,04%. Indikator yang diharapkan dicapai siswa di sini adalah menentukan konsep dalam pemecahan masalah. Sedangkan untuk indikator dengan nilai tertinggi kedua, adalah indikator 2 yang mengharapkan siswa bisa merumuskan cara dalam menyelesaikan masalah. Indikator 2 ini menunjukkan nilai dengan angka 70,83%. Indikator berikutnya dengan tingkat capaian ketiga adalah indikator 3 yang mengharapkan siswa agar bisa memberikan argumen dalam menyelesaikan suatu masalah. Indikator 3 ini menunjukkan capaian angka 64,32%. Sedangkan indikator 4 menjadi indikator yang paling sedikit siswa memperoleh nilai benar atau tinggi sesuai apa yang diharapkan, berupa kemampuan mengevaluasi suatu masalah. Indikator ini menunjukkan angka 56,25%.

B. Pembahasan Hasil Penelitian (Deskripsi Hasil Tes dan Wawancara Siswa Ditinjau dari Tiap Indikator)

1. Menentukan Konsep dalam Penyelesaian Masalah

Kemampuan siswa dalam menentukan konsep pada penyelesaian masalah di tes ini menghasilkan angka rata-rata persentase 76% dari skor ideal. Indikator ini merupakan indikator dengan nilai tertinggi dibandingkan yang lainnya. Sedangkan untuk persentase tingkat kemampuan siswa pada indikator ini ditunjukkan pada tabel berikut.


(60)

Tabel 4.4

Persentase Tingkat Kemampuan Indikator 1

Tingkat Kemampuan

Indikator

Jumlah Siswa

Persentase Tingkat Kemampuan Per

Indikator

Rendah 6 12,50%

Sedang 25 52,08%

Tinggi 17 35,42%

Gambar 4.1

Contoh Jawaban Siswa yang Menjawab Benar Soal nomor 1 (Indikator 1)

Pada Gambar 4.1 ditunjukkan jawaban dari siswa AA pada soal nomor 1 yang mengukur kemampuan berpikir kritis matematis pada indikator 1, yaitu menentukan konsep dalam penyelesaian masalah. Siswa AA mendapatkan skor 4 karena jawabannya tepat dan menerapkan konsep yang dimaksud, yaitu Teorema Phytagoras. Sketsa dari arah kapal yang ditulis adalah benar dengan representasi arah Utara ke atas dan arah Barat ke kiri. Lalu siswa AA menarik garis dari titik awal ke titik akhir tersebut untuk dicari jaraknya dengan


(61)

menggunakan Teorema Phytagoras. Berikut adalah kutipan wawancara peneliti dengan siswa AA.

P : Apakah kamu mengalami kesulitan dalam menjawab soal nomor 1 ini?

AA : Alhamdulillah tidak, Pak. Saya langsung bisa mengerjakannya.

P : Bagaimana kamu bisa menggambarkan arah panah seperti ini? (sambil menunjukkan gambar sketsa vektor yang dibuat siswa AA)

AA : Oh, itu karena dari dulu kan diajarkannya kalau arah Utara biasanya dibuat ke atas, Barat ke kiri, Timur juga kan ke kanan. Kalau ke bawah tu Selatan. Ya, berarti habis dari Utara ke Barat kata soalnya kan berarti gambarnya ke atas dulu baru ke kiri.

P : Bagaimana kamu bisa selalu ingat yang mana arah Utara, Barat, dan lain-lain?

AA : Mungkin karena saya suka lihat-lihat peta gitu pak, jadi ngerti arah mata angin.

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada siswa AA, peneliti menanyakan bagaimana ia bisa selalu ingat arah mata angin, siswa tersebut menjawab karena sering melihat peta. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa penggunaan suatu informasi yang kontinu dan frekuen membuat siswa bisa menerapkan di saat lainnya, dalam hal ini ketika menyelesaikan suatu permasalahan matematika dengan Teorema Phytagoras.


(62)

Gambar 4.2

Contoh Jawaban Siswa yang Menjawab Keliru Soal nomor 1 (Indikator 1)

Dalam Gambar 4.2 ditunjukkan jawaban soal tes nomor 1 yang dikerjakan oleh siswa RAS. Secara perhitungan matematis, siswa tersebut sebenarnya benar, namun ada kesalahan dalam pembuatan gambar sketsa yang tidak sesuai dengan arah mata angin, sekalipun cara pengerjaannya menggunakan konsep Phytagoras. Untuk jawaban ini, siswa RAS mendapatkan skor 3. Peneliti sempat mewawancarai siswa RAS ini, sebagai berikut.

P : Kamu sudah yakin dengan jawaban kamu ini? RAS : Sudah, emang benar kan, Pak?

P : Iya, secara perhitungan kamu benar. Tapi coba perhatikan sketsa gambar yang kamu buat. Benar tidak?

RAS : Oh, apa karena pangkal ketemu pangkal ini ya, Pak? Harusnya segitiganya ga kayak gini kan? Tapi gini? (Sambil memperagakan gambar segitiga yang benar)

P : Iya, harusnya seperti itu. Tapi kenapa kamu gambarnya seperti ini?

RAS : Karena kan ujung-ujungnya Phytagoras ya saya pikir sama saja, Pak.

Dari hasil wawancara yang didapat dengan siswa RAS ini, peneliti bisa menyimpulkan bahwa siswa tersebut agak tidak


(63)

mementingkan konsep, ditunjukkan dengan arah vektor yang salah, walaupun perhitungannya benar.

2. Merumuskan Cara dalam Menyelesaikan Masalah

Kemampuan siswa dalam merumuskan cara dalam menyelesaikan masalah di tes ini menghasilkan angka rata-rata persentase 71% dari skor ideal. Indikator ini menjadi indikator dengan nilai tertinggi kedua pada kemampuan berpikir kritis matematis. Sedangkan untuk persentase tingkat kemampuan siswa pada indikator ini ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 4.5

Persentase Tingkat Kemampuan Indikator 2

Tingkat Kemampuan

Indikator

Jumlah Siswa

Persentase Tingkat Kemampuan Per

Indikator

Rendah 16 33,33%

Sedang 14 29,17%


(64)

Gambar 4.3

Contoh Jawaban Siswa yang Menjawab Benar Soal nomor 2b (Indikator 2)

Dari Gambar 4.3 di atas, ditunjukkan jawaban soal tes nomor 2b oleh siswa FKH. Soal ini merupakan soal dengan indikator 2, yaitu merumuskan cara dalam pemecahan masalah. Siswa FKH mendapat skor 4 karena jawabannya tepat dan dan menerapkan rumus dan cara yang sesuai. Untuk mendapatkan panjang sisi AB siswa FKH tersebut menggunakan Teorema Phytagoras. Begitu pula ketika ingin menemukan panjang sisi AC yang pada gambar dia tulis dengan simbol huruf y, juga dengan teorema yang sama. Tentunya dengan bantuan info yang telah didapat pada soal sebelumnya, soal 2a, yaitu panjang CD, sehingga gabungan CD+DB=CB adalah 10m. Berikut adalah kutipan wawancara peneliti dengan siswa FKH.

P : Kamu yakin dengan jawaban kamu ini? FKH : Yakin, Pak.

P : Jadi, kalau mendapatkan panjang AB, kamu pakai apa? FKH : Phytagoras, Pak. Soalnya kelihatan jelas itu.

P : Nah, kalau yang untuk mendapatkan nilai AC bagaimana? Apa yang kamu butuhkan?

FKH : Ini kan di soal sebelumnya sudah dapat CD, jadi CB sudah tau kan, tinggal ditambah. Lalu Phytagoras, deh.


(65)

FKH : Euclid.

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada siswa FKH, peneliti menanyakan rumus apa yang digunakan, siswa tersebut menjawab Phytagoras karena terlihat jelas. Namun untuk menjawab panjang AC, tentunya harus mendapatkan panjang CD dulu yang merupakan bagian dari CB. Karena siswa tersebut telah menemukan di soal sebelumnya, maka jawabannya benar, walaupun siswa tersebut menyimbolkan panjang AC dengan huruf y.

Gambar 4.4

Contoh Jawaban Siswa yang Menjawab Keliru Soal nomor 2b (Indikator 2)

Untuk membandingkan jawaban siswa yang benar dan keliru pada nomor 2b ini, peneliti menunjukkannya pada gambar 4.4. Pada jawaban ini, siswa OHF mencoba menggunakan Teorema Euclid tetapi sedikit keliru, yaitu untuk menjawab panjang AC (disimbolkan oleh siswa dengan huruf c), siswa lupa untuk mengakarkuadratkannya kembali. Sehingga didapat hasilnya 8000m, padahal seharusnya


(66)

√ m. Begitu pun dengan menjawab panjang AB (disimbolkan dengan huruf b), terdapat dua kesalahan, yaitu tidak menuliskan simbol kuadrat (pangkat dua) pada b, sehingga didapat angka 2000m, yang seharusnya √ m. Berikut ini adalah kutipan wawancara peneliti dengan siswa OHF.

P : Kamu sudah yakin dengan jawaban kamu ini? OHF : Ga tau deh, Pak. Ga yakin aja.

P : Ini yang c kuadrat maksudnya kamu nyari apa? OHF : Ini yang sisi ini (menunjuk sisi AC).

P : Padahal kamu sudah benar nulis ini ada kuadratnya. Kenapa lupa diakarkan?

OHF : Oh, iya, Pak. Saya lupa. Baru ingat nih.

P : Nah, kalau yang ini (menunjuk ke huruf b = sisi AB) kenapa ga ditulis kuadratnya?

OHF : Yah, saya salah nulis kayaknya itu, Pak. Tapi jadi lupa ngakarin juga.

Dari hasil wawancara tersebut, terlihat inkonsistensi siswwa dalam menuliskan rumus. Terdapat perbedaan antara mencari sisi AC dengan AB. Selain itu, terdapat tahapan yang dilupakan oleh siswa tersebut, yaitu mengakarkan hasil dari penjumlahan Phytagoras.

3. Memberikan Argumen dalam Menyelesaikan Masalah

Kemampuan siswa dalam memberikan argumen dalam menyelesaikan masalah di tes ini menghasilkan angka rata-rata persentase 64% dari skor ideal. Indikator ini menjadi indikator dengan nilai tertinggi ketiga pada kemampuan berpikir kritis matematis.


(67)

Sedangkan untuk persentase tingkat kemampuan siswa pada indikator ini ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 4.6

Persentase Tingkat Kemampuan Indikator 3

Tingkat Kemampuan

Indikator

Jumlah Siswa

Persentase Tingkat Kemampuan Per

Indikator

Rendah 18 37,50%

Sedang 21 43,75%

Tinggi 9 18,75%

Gambar 4.5

Contoh Jawaban Siswa yang Menjawab Benar Soal nomor 5 (Indikator 3)

Dari Gambar 4.5 di atas, ditunjukkan jawaban soal tes nomor 5 oleh siswa NSP. Soal ini merupakan soal dengan indikator 3, yaitu memberikan argumen dalam menyelesaikan masalah. Siswa NSP memberikan argumen yang sangat jelas dan tepat terhadap apa yang kurang dan dibutuhkan dalam mencari panjang trayek balap pada soal


(68)

tersebut. Trayek AB yang tidak diketahui adalah sisi AB di mana bisa dicari dengan menggunakan Teorema Phytagoras. Siswa dituntut memberikan modifikasi dalam mengerjakannya dan harus dsertakan dengan argumennya untuk menunjukkan adanya indikator kemampuan berikir kritis. Berikut ini adalah hasil dari wawancara peneliti dengan siswa NSP.

P : Kamu sudah yakin dengan jawaban kamu ini? NSP : Yakin, Pak.

P : Coba bisa dijelaskan kembali tidak, apa yang kamu jawab di situ?

NSP : Jadi, intinya kan Pak, kita disuruh nyari trayek yang kecoret ini. Sebenarnya kalau dilihat ini bisa dicari dengan cara Phytagoras. Ini sisi miringnya 260, sisi yang ini sudah diketahui jadi 100, didapat yang ini 240 harusnya. Karena yang 50 sudah diketahui, jadi AB ini 240 dikurang 50 sama dengan 190.

P : Ok, jadi kamu cari total gabungan AB dengan CD ya? NSP : Iya, Pak.

Gambar 4.6

Contoh Jawaban Siswa yang Menjawab Keliru Soal nomor 5 (Indikator 3)


(1)

(2)

UJI

REFERENSI

Nama

:

Yusuf Ahmadi

NIM

:

i09017000049

Judul

Skripsi :

Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa pada

Materi Segitiga (Penelitian pada SMP Kharisma Bangsa)

No

Judul

Buku dan Nama Pengarang

Paraf

Pembimbing

I

Pembimbing

II

BAB

I

I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, Bab I, Pasal 1

tu

M

2 Riana Afifah, "10 Tahun Lagi

Ahli

Matematika Makin Dibutuhkan", artikel diakses pada 15

April

2013 dari

edukasi.kompas. comlrea dl 20 1 3 I 03 12 I I 12

5 9 5 429 I 1 0.Tahun.Lagi.Ahli.Matematika

Makin.Dibutuhkan.

3 Lia Kurniawati dan Siti Chodijah, "Pengaruh Pendekatan Contextual Leaming pada Materi Bangun Ruang terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas

VIII

SMP", Jurnal Pendidikan: Algoritma, Vol.2 No.2 (2007), h.196

4 FJ King, Ludwika Goodson, dan Faranak Rohani, "Higher Order Thinking Skills",

Educational Services Program,

tanpa tahun, h.1


(3)

5 FJ King, Ludwika Goodson, dan Faranak Rohani, "Higher Order Thinking Skills",

Educational Services Program, tanpa tahun, h.18

L

N

6 Maria Salih, Koruep Pemikiran dan Kemahiran Berpikir Kritis, dalam Pemikiran

Kritis

dan Kreatif. (Tanjong

Malim: Penerbit Universiti Pendidikan Sultan Idris, 2013),

h.l7

A-

y+

BAB 2

I FJ King, Ludwika Goodson, dan Faranak Rohani. "Higher Order Thinking Skills".

Educational

Services

Program.

(tanpa

tahun), h. 32

b

2 FJ King, Ludwika Goodson, dan Faranak Rohani. "Higher Order Thinking Skills".

Educational Services Program. (tanpa tahun), h. 24

k

r\

J N.S. Rajendran, Teaching and Acquiring

Higer-Order Thinking Skills, Theory and Practice, (Tanjong Malim: Penerbit

Universiti Sultan Idris, 2013), h.20

b

4 N.S. Rajendran, Teaching and Acquiring Higer-Order Thinking Skills, Theory and Practice, (Tanjong Malim: Penerbit

Universiti Sultan Idris, 2013), h. 20.

k

fr

5 Vincent Ryan Ruggierc, Beyond

Feelings, A Guide to Criticcal Thinking,


(4)

6

Vincent

Ryan

Ruggiero,

Beyond Feelings,

A

Guide

to

Criticcal

Thinking,

@ oston : McGraw-H

ill,

200 6), h. 17

b

fr

7

William

Buskist dan

Jessica

G.

Irone.

Simple

S*ategies

for

Teaching

Your

Students

to

Think

Critically

dalam

Teaching

Critical

Thinking

in

Psychologt

Editor: Dunn,

et

al. (Singapore: Wiley-Blackwell, 2008), h.

50

E

8

William

Buskist dan

Jessica

G.

Irone.

Simple

Strategies

for

Teaching

Your

Students

to

Think

Critically

dalam

Teaching

Critical

Thinking

in

Psychologt

Editor: Dunn,

et

al. (Singapore: Wiley-Blackwell, 2008), h.

50

t-

&

9 Utari Sumarmo, "Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajar anny a", Kumpulan Makalah Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas MIPA Universitas Pendidikan Indonesia, 2013. h. 382

IL

A

l0

Utari

Sumarmo,

"Berpikir

dan Disposisi

Matematik

serta

Pembelajarannya",

Kumpulan Makalah Jurusan Pendidikan

Matematika Fakultas

MIPA

Universitas Pendidikan lndonesia, 2013. h. 382

A

t1 Dina Mayadiana S, Kemampuan Berpikir

Kritis

Matematika, (Jakarta: Cakrawala


(5)

t2

Kasdin Sihotang. Critical Thinking,

Memb angun Pemikiran Logis. Jakarta: 2012, Pustaka Sinar Harapan. h. 8.

il-

A

t3

NCTM,

Principles

and

Standards

for

School

Mathematics, (Reston: NCTM,

2000)h.32

k

ry

t4 W. George Cathcart, Yvonne

M.

Pothier, James

H.

Vance, Learning Mathematics

in

Elementary

and

Middle

Schools, Fourth Edition, (Toronto: Pearson, 2004), h.2.

fr

t5 W. George Cathcart, Yvonne

M.

Pothier, James

H.

Vance, Learning Mathematics

in

Elementary

and

Middle

Schools, Fourth Edition, (Toronto: Pearson, 2004),

h.3

fr

BAB 3

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur P enelitian

Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:

Rineka Ciptu, 2002), h.20

rt"

fr

2 Suharsimi Arikunto, Manaj emen

Penelitian: Edisi Revisi, (lakarta: Rineka

Cipta,20l0),

h.234

X

J C. H. Lawshe, A Quantitative Approach to Content Validity dalam Jurnal

P ers onne I P sychol o

gt,

197 5, h.5 67

b

/+

4 C. H. Lawshe,A Quantitative Approach

to Content Validity dalam Jurnal

Personnel Psycholog,t, 1975, h. 568

b


(6)

5

Masrurotullaily,

Hobri, dan

Suharto,

Analisis

Kemampuan

Pemecahan

Masalah

Matematika

Keuangan Berdasarkan

Model

Polya

Siswa SMK

Negeri

6

Jember, Kadikna (Prosiding),

Vol.4, 2013,h.132"

6 Rosita lvlahmudah, Pengaruh Model

P embelaj aran Creative Problem Solving terhadap Kemampuan Berpikir Kritis

Matemats Siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri Tangerang

II

Pamulang (Skripsi),

UIN

Syarif

Hidayatullah Jakarta: 2013, h.3 4

H

7 Masrurotullaily, Hobri, dan Suharto, Analisis Kemampuon P eme cahan

Mas al ah

M

at e mat i ka Keuan gan

Berdasarkan Model Polya Siswa SMK Negeri 6 Jember, Kadikna (Prosiding),

Vol.4, 2013,h.133

k

B

Mengetahui,

Jakarta,24Juli 2016

Pembimbing

II

Pembimbing

I

L.

Dr. Lia Kurniawati,

M.Pd. NrP. 19760521 200801 2 008