BIMBINGAN MEREDUKSI KECEMASAN AKADEMIK PESERTA DIDIK MELALUI TEKNIK SELF AFFIRMATION.

(1)

ABSTRAK

Ela Nurlaela Sari. (2012). Bimbingan Mereduksi Kecemasan Akademik Peserta Didik Melalui Teknik Self Affirmation (Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012)

Peserta didik yang mengalami kecemasan akademik memiliki pola pikir yang tidak logis. Pola pikir tersebut berpengaruh sangat kuat pada emosi yang akhirnya menghasilkan perilaku yang maladaptif. Tujuan penelitian mengetahui efektivitas teknik self affirmation dalam mereduksi kecemasan akademik. Penelitian menggunakan metode pra-eksperimen dengan one group pretest-posttest design. Analisis data statistik yang digunakan adalah Wilcoxon Match Pairs Test. Populasi penelitian adalah peserta didik kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 dengan sampel delapan peserta didik pada kategori kecemasan akademik tinggi. Instrumenyang digunakan dalam penelitian adalah angket yang dikembangkan dari karakteristik kecemasan akademik Alan J. Ottens. Hasil penelitian: (1) kecemasan akademik peserta didik sebagian besar termasuk kategori sedang; (2) rancangan intervensi berfokus pada reduksi indikator kecemasan akademik; (3) teknik self affirmation efektif mereduksi kecemasan akademik.

Kata kunci: kecemasan akademik; bimbingan belajar; teknik self affirmation; modifikasi pola pikir dan perilaku yang negatif; peserta didik.


(2)

ABSTRACT

Ela Nurlaela Sari. (2012). Guidance for Reducing Students’Anxiety Academic Through Self-Affirmation Techniques (Pre-Experimental Research Students Against Class X High Lab-School UPI Bandung in Academic Year 2011/2012)

Students who experience academic anxiety have an illogical mindset. This mindset is a powerful influence one motions that ultimately result in maladaptive behavior. The purpose of research examines the effectiveness of self affirmation technique in reducing academic anxiety. The study used a pre-experimental method with one group pretest-posttest design. Analysis of data used was

Wilcoxon Match Pairs Test. The study population were high school students of class 10th Lab-School UPI Bandung in Academic Year 2011/2012 with a sample ofeight studentsin thecategory ofhighacademicanxiety. The instruments usedin the study was a questionnaire that was developed from the characteristics of academic anxiety Alan J.Ottens. The results: (1) students’academic anxiety most include moderate category, (2) the design of interventions focused on the reduction of academic anxiety indicators, (3) self-affirmation technique effectively reduce academic anxiety.

Keywords: academic anxiety; learning guidance; self-affirmation technique; modification patterns of thought and behavior that negatively; students.


(3)

BIMBINGAN MEREDUKSI KECEMASAN AKADEMIK

PESERTA DIDIK MELALUI TEKNIK SELF AFFIRMATION

(Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh

Ela Nurlaela Sari 0707220

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


(4)

BIMBINGAN MEREDUKSI KECEMASAN AKADEMIK

PESERTA DIDIK MELALUI TEKNIK SELF AFFIRMATION

(Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012)

Oleh

Ela Nurlaela Sari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Ela Nurlaela Sari 2012

Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2012

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(5)

ELA NURLAELA SARI

0707220

BIMBINGAN MEREDUKSI KECEMASAN AKADEMIK PESERTA DIDIK MELALUI TEKNIK SELF AFFIRMATION

(Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012)

Disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I,

Dr. Ilfiandra, M.Pd. NIP. 197211241999031003

Pembimbing II,

Nandang Budiman, S.Pd., M.Si NIP.197102191998021001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan,

Dr. Nandang Rusmana, M.Pd NIP. 196005011986031004


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Pertanyaan Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Struktur Organisasi Skripsi ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 10

A. Konsep Kecemasan Akademik dan Teknik Self Affirmation ... 10

B. Kerangka Berpikir ... 37

C. Hipotesis Penelitian ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 40

B. Desain Penelitian ... 40

C. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 41

D. Definisi Operasional Variabel ... 41

E. Instrumen Penelitian ... 42

F. Proses Pengembangan Instrumen ... 44

G. Pengumpulan Data Penelitian ... 46


(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Intensitas Kecemasan Akademik Peserta Didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 ... 59

B. Kecemasan AkademikPeserta Didik ... 63

C. Program Teknik Self Affirmation dalam Mereduksi kecemasan Akademik Peserta Didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 ... 68

D. Pelaksanaan Teknik Self Affirmation dalam Mereduksi kecemasan Akademik Peserta Didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 ... 78

E. Efektivitas Teknik Self Affirmation dalam Mereduksi kecemasan Akademik Peserta Didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 ... 110

F. KeterbatasanPenelitian ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 121

A. Kesimpulan ... 121

B. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

3.1 Kisi-kisi Instrumen Kecemasan Akademik... 43

3.2 Konversi Skor Mentah Menjadi Matang dengan Batas Lulus Ideal... 47

3.3 Interpretasi Skor Kategorisasi Kecemasan Akademik... 47

3.4 Rekap Penilaian Instrumen Program Intervensi... 58

4.1 Gambaran Umum Kecemasan Akademik Peserta didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012... 59

4.2 Gambaran Kecemasan Akademik Peserta didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012... 63

4.3 Profil Kecemasan Akademik Peserta didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012... 64

4.4 Analisis Berpikir Peserta Didik (Sesi 1)... 81

4.5 AnalisisBerpikirPesertaDidik (Sesi2)... 84

4.6 AnalisisBerpikirPesertaDidik (Sesi3)... 88

4.7 AnalisisBerpikirPesertaDidik (Sesi4)... 92

4.8 AnalisisBerpikirPesertaDidik (Sesi5)... 96

4.9 AnalisisBerpikirPesertaDidik (Sesi6)... 100

4.10 AnalisisBerpikirPesertaDidik (Sesi7)... 103

4.11 AnalisisBerpikirPesertaDidik (Sesi8)... 106

4.12 Hasil Perhitungan Uji Wilcoxon Test Selisih Pre-Test dan Post-Test Kelompok Eksperimen Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012... 111

4.13 Perbedaan Tingkat Kecemasan Akademik Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Peserta Didik Kelompok Intervensi... 111

4.14 Perbedaan Skor Kecemasan Akademik Peserta DidikSebelum dan Sesudah Intervensi melalui Teknik Self Affirmation... 112

4.15 Penurunan Gejala Kecemasan Akademik Peserta Didik Setelah Intervensi Melalui Teknik Self Affirmation... 113

4.16 Persentase Secara Umum Hasil Pre-Test dan Post-Test dari 8 Peserta Didik yang Mendapatkan Intervensi... 115


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Masa remaja merupakan masa dimana setiap individu mengalami perubahan yang drastis baik secara fisik, psikologis, maupun lingkup sosialnya dari anak usia sekolah menuju persiapan dewasa. Seperti yang diungkapkan Erikson (Kann, 2008: 212), „masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan baru termasuk mengekspresikan perasaan seksual‟. Hal tersebut senada dengan pendapat Steinberg (Peachmann, et.al., 2005: 202) „remaja pada usia 15-18 tahun mengalami banyak perubahan secara kognitif, emosional dan sosial, mereka berpikir lebih kompleks, secara emosional lebih sensitif dan lebih sering menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya‟.

Dalam prosesnya, remaja mengalami tekanan yang diakibatkan dari perubahan yang drastis tersebut. Pada sebagian besar remaja, mungkin akan mengalami berbagai hambatan dalam proses perubahannya. Hambatan-hambatan tersebut akan sangat mengganggu kesehatan fisik dan emosi mereka, menghancurkan motivasi dan kemampuan menuju sukses di sekolah dan merusakkan hubungan pribadi mereka.

Hambatan yang banyak dialami remaja ini merupakan manifestasi dari stres, di antaranya depresi, kecemasan, pola makan tidak teratur, penyalahgunaan obat sampai penyakit yang berhubungan dengan fisik. Seperti yang diungkapkan Hall (Taiwo, 2010: 16) „masa ini sebagai periode “badai dan tekanan” atau “storm & stress” suatu masa dimana ketegangan emosi meningkat sebagai akibat dari

perubahan fisik dan kelenjar‟. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Walker (2002: 1) pada 60 orang remaja.


(10)

Penyebab utama ketegangan dan masalah yang ada pada remaja berasal dari hubungan dengan teman dan keluarga, tekanan dan harapan dari diri mereka sendiri dan orang lain, tekanan di sekolah oleh guru dan pekerjaan rumah, tekanan ekonomi dan tragedi yang ada dalam kehidupan mereka misalnya kematian, perceraian dan penyakit yang dideritanya atau anggota keluarganya.

Sebagai salah satu contoh yang sering dialami remaja adalah tekanan di sekolah. Peserta didik merasakan kondisi yang kurang nyaman dalam proses akademik. Ketidaknyamanan tersebut menimbulkan kecemasan sehingga peserta didik menjadi tidak dapat berkonsentrasi dalam sebagian atau keseluruhan aktivitas akademik.

Lebih lanjut dijelaskan adanya tuntutan terhadap sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik, dijelaskan dalam standar kompetensi lulusan (Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006), lulusan SMA hendaknya:

(1) memiliki kemampuan mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya, (2) menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan dan pekerjaannya, (3) menunjukkan cara berpikir logis, kritis dan inovatif dalam mengambil keputusan, (4) menunjukkan sikap kompetitip untuk mendapatkan hasil yang baik, (5) memiliki kemampuan menganalisis, dan memecahkan masalah kompleks, (6) menghasilkan karya kreatif, baik individu atau kelompok, (7) menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi.

Kompleksitas permasalahan serta kehidupan yang penuh dengan tantangan, tekanan dan persaingan tersebut sangat mungkin dialami dan dirasakan oleh peserta didik. hal inilah sebagai salah satu yang mendorong munculnya kecemasan akademik, yaitu suatu kecemasan yang bersifat temporer atau timbul pada situasi tertentu dan terhadap sesuatu yang spesifik yang hanya terjadi ketika proses akademik berlangsung (Greenberg 2002: 132).

Kecemasan akademik merupakan reaksi dari diri yang merasa tidak mampu untuk melakukan berbagai aktivitas dalam bentuk akademik. Intensitas belajar yang tinggi, rentang waktu belajar formal yang lebih lama dan tugas-tugas sekolah yang lebih banyak dapat menimbulkan kecemasan akademik pada peserta didik. Kecemasan yang dialami peserta didik timbul hanya pada kegiatan-kegiatan yang


(11)

berhubungan dengan tugas-tugas akademik, seperti berdiskusi di kelas, berbicara di depan kelas, mengerjakan tugas-tugas sekolah dan ketika mengikuti ujian.

Menurut Tobias (Matthews et al., 2000: 272) „peserta didik yang cemas menunjukkan adanya kesulitan khusus dalam penginstruksian informasi sehingga kehilangan proses pengaturannya, dan melibatkan memori jangka pendek dan jangka sedang‟. „Fakta tersebut sesuai dengan penelitian laboratorium dan terapan yang menunjukkan kecemasan mengurangi keaktifan dalam pengaturan kembali informasi dalam memori‟ (Naveh-Benjamin et al. (Matthews et al., 2000: 272). Hal ini senada dengan penelitian Zeidner (Matthews et al., 2000: 272)

„kecemasan cenderung mengganggu proses belajar dan prestasi dalam pendidikan, bahkan mengganggu perhatian, working memory, dan retrival’.

Menurut Ottens (1991: 5) peserta didik yang mengalami kecemasan akademik menunjukkan gejala seperti :

Kekhawatiran yang tidak beralasan, dialog yang maladaptif, pengertian dan keyakinan yang salah, perhatian yang menurun akibat pengganggu eksternal (perilaku peserta didik lain, jam, suara-suara bising), perhatian menurun akibat pengganggu internal (kekhawatiran, melamun, reaksi fisik), otot tegang, berkeringat, jantung berdetak kencang, tangan gemetar, prokrastinasi dan kecermatan yang berlebihan. Apabila kondisi tersebut dibiarkan berlarut-larut, maka peserta didik tidak akan mampu mencapai prestasi akademik yang telah ditargetkan.

Permasalahan kecemasan akademik yang dialami peserta didik memerlukan sebuah upaya bantuan. Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dalam pendidikan memegang peranan penting dalam membantu permasalahan akademik peserta didik yang dapat menghambat pengembangan potensinya. Upaya bimbingan dan konseling yang diperlukan bertujuan untuk mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam proses pelaksanaan dan penyesuaian aktivitas akademik dengan berbagai tuntutannya seperti mengerjakan PR (pekerjaan rumah), berdiskusi, berbicara di depan kelas, mengikuti pelajaran tambahan, dan lain sebagainya.


(12)

Bimbingan dan konseling yang membantu permasalahan akademik peserta didik yaitu bimbingan dan konseling akademik. “Bimbingan dan konseling akademik adalah proses bantuan untuk memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan pemahaman dan keterampilan dalam belajar, dan memecahkan masalah-masalah belajar atau akademik” (Yusuf, 2009: 51).

Rancangan layanan bimbingan dan konseling akademik diperlukan dalam rangka melakukan upaya kuratif terkait masalah akademik peserta didik yaitu berupa layanan responsif. “Layanan responsif adalah pemberian bantuan kepada peserta didik yang memiliki kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera” (Yusuf, 2009: 81).

Layanan responsif yang tepat bagi permasalahan kecemasan akademik peserta didik adalah melalui konseling yang berfokus pada aspek kognitif. Hal ini karena kecemasan akademik berhubungan erat dengan pikiran-pikiran peserta didik dimana proses berpikir peserta didik sedang tidak logis. Pikiran tersebut berpengaruh sangat kuat bagi perasaan dan tindakan peserta didik yang mengalami kecemasan akademik. Hal ini diungkapkan juga oleh Ottens (1991: 1),

“Kecemasan akademik mengacu pada terganggunya pola pemikiran dan respon

fisik serta perilaku karena kemungkinan performa yang ditampilkan peserta didik tidak diterima secara baik ketika tugas-tugas akademik diberikan”. Sering kali hal-hal yang dipikirkan peserta didik nampak sebagai kondisi yang sebenarnya atau kemungkinan akan terjadi. Peserta didik tidak dapat menentukan respon yang efektif terhadap kondisi/stimulus yang diterima.

Konseling diberikan kepada peserta didik agar dapat mengelola stimulus yang datang dan merespon dengan pikiran dan perilaku yang positif dan logis. Salah satu teknik konseling yang efektif untuk mengatasi kecemasan akademik adalah teknik self affirmation yang memiliki elaborasi konsep dengan konseling Modifikasi Perilaku-Kognitif (MPK). Elaborasi ini bisa terlihat dari konsep kedua teori tersebut. Konsep self affirmation dan MPK sebagai sebuah kemampuan dalam mengolah perilaku dan pikiran agar tetap dalam kondisi yang diinginkan


(13)

dimana orang dapat mengubah cara mereka berpikir untuk merasakan atau bertindak, terlepas dari situasi.

Modifikasi Perilaku-Kognitif (MPK) adalah pencampuran dari dua model konseptual manajemen perilaku dan teori kognitif. Perilaku dianggap menjadi ''dipelajari'' dan dengan demikian dapat “dipelajari” semua. Perilaku berfungsi melayani individu. Mereka bisa berupa hal-hal atau kondisi penguatan yang berwujud atau tidak berwujud. Teori Kognitif melibatkan pikiran dan perasaan, dua hal dimana perilaku tidak bisa mengidentifikasi atau mengukur secara terang-terangan. Teori kognitif akan membahas struktur kognitif dan dialog internal sebagai alasan untuk berperilaku. Intervensi yang didasarkan pada MPK termasuk

self affirmation dan berpikir sebagai komponen anteseden dan konsekuensi dalam mengubah perilaku.

Modifikasi Perilaku-Kognitif adalah bentuk intervensi yang menekankan peran penting dari berpikir dalam cara orang merasakan dan apa yang mereka lakukan. Seperti yang diungkapkan Salkind (2008: 160), “Modifikasi Perilaku-Kognitif melibatkan atribusi keyakinan pikiran orang-orang yang secara teoritis menyebabkan perasaan dan perilaku mereka”.

Manfaat model MPK ini yaitu keyakinan dan pikiran dikonseptualisasikan sebagai belajar. “Berpikir, merasa, percaya (self affirmation, self narration, skema diri) sebagai perilaku yang dipelajari dimana orang dapat mengubah cara mereka berpikir untuk merasakan atau bertindak, terlepas dari situasi” (Salkind, 2008: 160).

Dalam proses intervensinya, self affirmation digunakan sebagai teknik untuk memberikan berbagai wawasan informasi baru yang membantu peserta didik yang mengalami kecemasan akademik untuk berpikir lebih logis dan positif. Pikiran tersebut berpengaruh sangat kuat bagi perasaan dan tindakan peserta didik yang akhirnya dapat menurunkan kecemasan akademik.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini adalah: “Apakah teknik self affirmation efektif dalam mereduksi


(14)

kecemasan akademik peserta didik kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011-2012”.

B.Identifikasi dan Rumusan Masalah

Peserta didik SMA dalam aspek kognitifnya sudah memiliki kematangan dalam proses berpikirnya. Seperti yang diungkapkan Makmun (2000: 35),

“peserta didik SMA berada pada tahapan meningkatnya kapasitas intelektual dimana persentase taraf kematangan dan kesempurnaan IQ (Intelegence Quotient) seseorang mencapai 92% nya sejak usia 13 tahun”. Artinya tingkat kematangan intelektual pada usia remaja terjadi perubahan signifikan yang ditandai dengan adanya eksplorasi kematangan intelektual. Tahapan eksplorasi kematangan intelektual bisa dikembangkan melalui pendidikan yang dimanifestasikan dengan luasnya wawasan informasi dan kapasitas berfikir. Dengan demikian, masa remaja merupakan masa yang penuh potensi dalam menentukan keberhasilan akademik.

Potensi yang dimiliki remaja membuat keluarga dan lingkungan menaruh harapan-harapan yang tinggi terhadap keberhasilan dalam jenjang pendidikan. Dalam pencapaiannya, peserta didik berusaha mengerjakan dan menuntaskan berbagai tugas akademiknya, dan berusaha untuk tidak gagal dalam mengerjakannya, sehingga tugas yang terlalu banyak, tuntutan yang terlalu tinggi, dan keterbatasan keterampilan coping membuat beberapa peserta didik tidak mampu beradaptasi yang menyebabkan peserta didik mengalami kecemasan terutama dalam lingkup akademik.

„Kecemasan akademik tidak boleh dibiarkan karena akan merugikan diri peserta didik. Kecemasan akademik berdampak pada kecenderungan mengganggu proses belajar dan prestasi dalam pendidikan, bahkan mengganggu perhatian,

working memory, dan retrival’ (Zeidner, (Matthews et al., 2000: 272)). Menurut Ross (Sherman, 2006: 5) „berbagai solusi bisa diberikan melalui terapi perilaku, terapi kognitif, dan instruksi ruang kelas tradisional dalam berbagai teknik seperti


(15)

Upaya mengatasi permasalahan ini, peneliti menggunakan teknik self affirmation sebagai salah satu treatment dalam mereduksi kecemasan akademik peserta didik. Hal ini karena prinsip-prinsip dari teori self affirmation

menunjukkan “self affirmation dapat mengurangi berbagai kejadian reaksi defensif salah satunya adalah kecemasan” (Cohen et.al. 2000: 5). Self affirmation

berfokus pada pikiran dan perilaku. Teknik self affirmation dapat mereduksi kecemasan akademik dengan cara mengubah cara mereka berpikir untuk merasakan atau bertindak, terlepas dari situasi.

Penelitian Correll et al. (2004: 2) “self affirmation meningkatkan kemungkinan peserta langsung merasakan perasaan mereka terhadap suatu hal atau orang lain”. Artinya, setelah individu mengafirmasi nilai-nilai mereka, mereka menjadi lebih mungkin untuk menjadi percaya, terbuka, dan penuh kasih. Perasaan-perasaan ini, pada gilirannya, mengurangi kemungkinan reaksi defensif seperti kecemasan.

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menguji efektivitas teknik self affirmation

dalam mereduksi kecemasan akademik peserta didik Kelas X SMA Labschool UPI Bandung Tahun Ajaran 2011-2012.

Adapun tujuan khusus dalam penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran kecemasan akademik peserta didik Kelas X SMA Labschool UPI Bandung Tahun Ajaran 2011-2012.

2. Untuk mengetahui rancangan intervensi melalui teknik self affirmation dalam mereduksi kecemasan akademik peserta didik Kelas X SMA Labschool UPI Bandung Tahun Ajaran 2011-2012.

3. Untuk mengetahui apakah teknik self affirmation efektif dalam mereduksi kecemasan akademik peserta didik kelas X SMA Labschool UPI Bandung Tahun Ajaran 2011-2012.


(16)

Berdasarkan tujuan di atas, maka pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah.

1. Seperti apa gambaran kecemasan akademik peserta didik Kelas X SMA Labschool UPI Bandung Tahun Ajaran 2011-2012.

2. Seperti apa rancangan intervensi melalui teknik self affirmation dalam mereduksi kecemasan akademik peserta didik Kelas X SMA Labschool UPI Bandung Tahun Ajaran 2011-2012.

3. Apakah teknik self affirmation efektif dalam mereduksi kecemasan akademik peserta didik kelas X SMA Labschool UPI Bandung Tahun Ajaran 2011-2012.

E. Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif, yaitu metode yang menggunakan analisis statistik untuk mengetahui tingkat reduksi kecemasan akademik setelah diberikan intervensi melalui self affirmation. Metode penelitian yang digunakan adalah Pra-Eksperimen dengan desain one-group pretest-posttest yakni desain eksperimen dengan memberikan pretest

sebelum diberikan intervensi dan posttest setelah diberikan intervensi.

F. Manfaat

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis penelitian adalah diharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu bimbingan dan konseling.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis penelitian dibedakan menjadi dua perspektif, yaitu perspektif peserta didik dan guru.

a. Bagi peserta didik

Manfaat praktisnya adalah peserta didik memperoleh informasi dan mampu mengenali gejala kecemasan sehingga tidak berpengaruh pada


(17)

performa akademiknya. Peserta didik juga dapat mengetahui cara-cara meningkatkan self affirmation.

b. Bagi guru

Penelitian tersebut dapat memberi kontribusi bagi guru, yaitu berupa cara-cara penanganan dan kiat-kiat mereduksi kecemasan akademik serta mengoptimalkan strategi yang digunakan dalam teknik self affirmation. G.Struktur Organisasi Skripsi

BAB I: Pendahuluan A. Latar Belakang

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian

D. Pertanyaan Penelitian E. Metode Penelitian F. Manfaat Penelitian

G. Struktur Organisasi Skripsi

BAB II: Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis Penelitian BAB III: Metode Penelitian

BAB IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan BAB V: Kesimpulan


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Lab-School UPI Bandung. Alasan pemilihan lokasi penelitian yakni belum tersedianya suatu layanan bimbingan konseling khususnya bimbingan yang secara khusus difokuskan untuk mereduksi kecemasan akademik peserta didik.

Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung tahun ajaran 2011-2012. Jumlah subjek penelitian adalah 134 orang. Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling,

yaitu “teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu” (Sugiyono, 2010: 124). Pemilihan sampel berdasarkan ciri-ciri populasi yaitu peserta didik yang mengalami karakteristik kecemasan akademik tinggi. Sebanyak 8 peserta didik termasuk pada kategori kecemasan akademik tinggi. Upaya layanan yang akan diberikan untuk mereduksi kecemasan akademik peserta didik yaitu berupa layanan konseling kelompok.

B.Desain Penelitian

Desain penelitian menggunakan one-group pretest-posttest design yakni desain eksperimen dengan memberikan pre-test sebelum dan sesudah diberikan perlakuan atau eksperimen. Desain penelitian digunakan untuk memperoleh gambaran keefektifan teknik self affirmation dalam menangani kesemasan akademik peserta didikkelas X SMA Lab-School UPI Bandung tahun angkatan 2011-2012. Desain penelitiannya adalah sebagai berikut.

Keterangan:

O1= nilai Pre test (sebelum dilakukan treatment)

X = eksperiment/tindakan (treatment)

O2 = nilai post test ( setelah dilakukan treatment)

(Sugiyono, 2010:110)


(19)

C.Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Proses penelitian bersifat deduktif, dimana untuk menjawab rumusan masalah digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan hipotesis. Hipotesis tersebut selanjutnya diuji melalui pengumpulan data lapangan. Untuk mengumpulkan data digunakan instrumen penelitian. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif atau inferensial sehingga dapat disimpulkan hipotesis yang dirumuskan terbukti atau tidak (Sugiyono, 2010:8).

Metode penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimen, yaitu “metode penelitian eksperimen yang desain dan perlakuannya seperti eksperimen tetapi tidak ada pengontrol variabel sama sekali” (Sugiyono, 2010:109).

D. Definisi Operasional Variabel

Terdapat dua variabel utama dari tema penelitian yaitu kecemasan akademik dan teknik self affirmation. Definisi operasional variabel diuraikan sebagai berikut:

1. Secara konsep, “kecemasan akademik yaitu terganggunya pola pemikiran, respon fisik dan perilaku sehingga kemungkinan performa yang ditampilkan peserta didik tidak diterima secara baik ketika tugas-tugas akademis

diberikan” (Ottens, 1991:1). Secara operasional yang dimaksud dengan

kecemasan akademik di dalam penelitian ini adalah skor respon peserta didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung terhadap aspek (1)


(20)

terganggunya pola pikir yang ditandai oleh (a) kekhawatiran yang tidak beralasan; (b) dialog diri yang maladaptif; dan (c) pengertian dan keyakinan yang salah; (2) terganggunya respon fisik yang ditandai oleh (a) otot tegang; (b) berkeringat; (c) jantung berdetak cepat; dan (d) tangan gemetar; dan (3) terganggunya perilaku yang ditandai oleh (a) perhatian menurun akibat pengganggu eksternal; (b) perhatian menurun akibat pengganggu internal; (c) prokrastinasi; (d) sikap terburu-buru; dan (e) kecermatan yang berlebihan.

2. Teknik Self afiirmatian, pada penelitian ini didefinisikan sebagai langkah-langkah konselor untuk meningkatkan kemampuan peserta didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung dalam meningkatkan keyakinan positif melalui pernyataan positif secara berulang-ulang terhadap tugas-tugas akademik seperti mengerjakan PR, mengikuti ulangan, tampil di depan kelas, dan mengikuti pembelajaran yang tidak disenangi yang dipersepsinya bukanlah sebuah beban.

E. Instrumen Penelitian 1. Penyusunan Instrumen

Instrumenyang digunakan dalam penelitian adalah angket yang dikembangkan dari karakteristik kecemasan akademik Alan J. Ottens. Butir-butir pernyataan dalam instrumen merupakan gambaran tentang karakteristik kecemasan akademik peserta didik. Angket tersebut mempunyai dua pilihan

jawaban, yaitu “Ya” dan “Tidak”. Skordalamsetiap item berkisardari 1-0.Angket pengungkap karakteristik kecemasan akademik digunakan untuk pre-test dan

post-test.

2. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Kisi-kisi instrumen untuk mengungkapkan karakteristik kecemasan akademik dikembangkan dari definisi operasional variabel penelitian. Kisi-kisi dari instrumen disajikan pada tabel berikut.


(21)

Tabel3.1

Kisi-kisi Instrumen KecemasanAkademik

No Aspek Indikator Pernyataan

(+) (-) Ʃ

1 Terganggunya pola pikir

Kekhawatiran yang tidak beralasan

1,2,3,4,5 5

Dialog diri yang maladaptif

6,7,8,9,10,11,12 7

Pengertian dan keyakinan yang salah 13,14,15,16,17 18,19,20,21 9

2 Terganggunya respon fisik

Otot tegang 22,23,24,25 4 Berkeringat 26,27,28,29,30 5 Jantung berdetak

cepat

31,32,33,34 4

Tangan gemetar 35, 36,37,38 4 3 Terganggunya

perilaku

Perhatian menurun akibat pengganggu eksternal

39,40,41,42 4

Perhatian menurun akibat pengganggu internal 43,44,45,46, 47,48 49 7

Prokrastinasi 50,51,52 3 Sikap terburu-buru 53,54 2 Kecermatan yang

berlebihan

55,56 2

3. Pedoman Skoring

Angket kecemasan akademik dibuat dalam bentuk pernyataan-pernyataan beserta kemungkinan jawabannya. Item pernyataan tentang intensitas kecemasan akademik peserta didik dibuat dalam bentuk alternatif respon subjek yaitu “Ya”

dan “Tidak”. Skor dalamsetiap item berkisardari 1-0.Semakin tinggi skor yang diperoleh responden berarti semakin tinggi kecemasan akademiknya, demikian juga sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh responden berarti semakin rendah kecemasan akademiknya.


(22)

F. Proses Pengembangan Intrumen 1. Uji Validitas Rasional

Uji validitas rasional bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari segi bahasa, konstruk dan isi. Penimbangan atau uji validitas rasional dilakuakn oleh dua dosen ahli. Uji validitas rasional dilakukan dengan meminta pendapat dosen ahli untuk memberikan penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberikan nilai M berarti item tersebut bisa digunakan dan item yang diberi nilai TM bisa memiliki dua kemungkinan yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau masih bisa digunakan dengan revisi terlebih dahulu.

Hasil penilaian menunjukkan secara konstruk seluruh item pada angket kecemasan akademik termasuk memadai. Terdapat item-item yang perlu diperbaiki dari segi bahasa dan isi. Hasil penimbangan dari dua dosen ahli dapat disimpulkan pada pada dasarnya item-item pernyataan dapat digunakan dengan beberapa perbaikan redaksi agar mudah dipahami peserta didik.

Langkah berikutnya dilakukan uji keterbacaan terhadap lima orang peserta didik kelas X SMAN 14 Bandung yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian. Uji keterbacaan dimaksudkan untuk melihat sejauhmana keterbacaan instrumen oleh responden sebelum digunakan untuk kebutuhan penelitian. Hasil uji keterbacaan item pernyataan pada angket dapat dipahami oleh ke lima peserta didik tersebut.

2. Uji Validitas Butir Item

“Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan suatu instrumen” (Arikunto, 2003:78). Pengujian validitas butir item yang dilakukan terhadap seluruh item yang terdapat dalam angket yang mengungkap karakteristik kecemasan akademik peserta didik. Kegiatan uji validitas butir item


(23)

bertujuan untuk mengetahui kevalidan instrumen yang akan digunakan. Semakin tinggi nilai validasi soal, menunjukkan semakin valid instrumen yang akan digunakan. Pengujian validitas butir item akan menggunakan rumus korelasi

product moment dengan angka kasar.

Setelah besar koefisien korelasi diketahui, langkah selanjutnya adalah menguji taraf signifikansi korelasi dengan menggunakan rumus uji signifikansi korelasi product moment yaitu dengan menggunakan rumus distribusi t-student.

Adapun data yang digunakan untuk mengukur validitas item, merupakandata hasil penyebaran instrumen. Dengan kata lain, penyebaran instrumen dilaksanakan sekaligus untuk menguji validitas item (built-in). Berdasarkan pengolahan data, hasil uji validitas menunjukkan dari 60 butir itempernyataan dari angket kecemasan akademikpeserta didik56butir item pernyataan dinyatakan valid. Indeks validitas instrumen bergerak diantara 2,018 – 8,746 pada p > 0.05 (Hasil penghitungan validitas pada lampiran C).

3. Uji Reliabilitas Instrumen

Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui keterandalaninstrumen atau keajegan instrumen. Suatu alat ukur memiliki reliabilitasbaik jika memiliki kesamaan data dalam waktu yang berbeda sehinggadapat digunakan berkali-kali. Untuk menguji reliabilitas, penelitimenggunakan Spearman-Brown.

Harga reliabilitas berkisar antara -1 sampai dengan +1, harga reliabilitas yang diperoleh berada di antara rentangan tersebut. Dimana makin tinggi harga reliabilitas instrumen maka semakin kecil kesalahan yang terjadi, dan makin kecil harga reliabilitas maka semakin tinggi kesalahan yang terjadi.

Kriteria tolak ukur koefisien reliabilitas yaitu: 0,00 – 0,199 : derajat keterandalan sangat rendah 0,20 – 0,399 : derajat keterandalan rendah

0,40 – 0,599 : derajat keterandalan cukup 0,60 – 0,799 : derajat keterandalan tinggi 0,80 – 1,00 : derajat keterandalan sangat tinggi


(24)

Hasil uji reliabilitas instrumen kecemasan akademik diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,88. Merujuk pada klasifikasi rentang koefisien reliabilitas termasuk ke dalam kategori sangat tinggi.

G. Pengumpulan Data Penelitian 1. Penyusunan Proposal

Rancangan kegiatan dalam penelitian dituangkan peneliti dalam bentuk proposal. Langkah penyusunan proposal penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.

a. Menentukan permasalahan yang akan dijadikan tema penelitian dan membuat peta masalah.

b. Menentukan pendekatan masalah yang meliputi metode penelitian, teknik pengumpulan data, penentuan sampel dan populasi, teknik pengolahan data, dan teknik analisis data.

c. Menyusun proposal skripsi dengan sistematika penulisan yang telah ditentukan.

2. Perizinan Penelitian

Perizinan penelitian diperlukan sebagai legitimasi dari pelaksanaan penelitian. Proses perizinan penelitian diperoleh dari Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, BAAK UPI, yayasan Lab-School UPI dan SMA Lab-Lab-School UPI Bandung.

3. Penyusunan dan Pengembangan Alat Pengumpul Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan angket, yakni sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk mengungkap karakteristik kecemasan akademik peserta didik kelas X SMA Lab-SchoolUPI Bandung. Item pernyataan instrumen dikembangkan dari konstruk karakteristik


(25)

kecemasan akademik Alan J. Ottens. Angket pengungkap karakteristik kecemasan akademik digunakan untuk pre-test dan post-test.

H. Analisis Data

Pada penelitian dirumuskan tiga pertanyaan penelitian. Secara berurutan, masing-masing pertanyaan penelitian dijawab dengan cara sebagai berikut.

1. Pertanyaan penelitian mengenai gambaran kecemasan akademik peserta didikkelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011-2012 dijawab dengan menggunakan persentase jawaban peserta didik tentang kecemasan akademik yang dilakukan dengan mengkoversi skor mentah menjadi skor matang dengan menggunakan batas lulus ideal dengan cara menjumlahkan jawaban setiap peserta didik kemudian mencari rata-rata (μ) dan standar deviasi (σ) untuk memberikan makna diagnostik terhadap skor. Langkah ini dilakukan untuk memberikan kategori tinggi, sedang, daan rendah dengan rumus yang tersaji pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Konversi Skor Mentah Menjadi Matang dengan Batas Lulus Ideal

Kategori Rentang Skor

Tinggi X > (μ + 1,0 σ) Sedang (μ - 1,0 σ) ≤x<(μ + 1,0 σ) Rendah X < (μ - 1,0 σ) Keterangan:

X = skor subjek

μ = rata-rata baku


(26)

Rumusan kategorisasi skala yang digunakan sebagai acuan dalam pengelompokkan skor kecemasan akademik peserta didik. Tiga kategori kecemasan akademik tersaji pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Interpretasi Skor Kategorisasi Kecemasan Akademik

Katerori Rentang Skor

Tinggi X > 37,32 Sedang 37,32≤ X < 16,67 Rendah X < 16,67

2. Pertanyaan kedua mengenai rancangan intervensi melalui teknik self affirmation dalam mereduksi kecemasan akademik peserta didik. Rancangan intervensi disusun berdasarkan hasil pretest. Uji kelayakan (judgement) dilakukan untuk rancangan intervensi.

a. Rancangan intervensi setelah judgement

PROGRAM SELF AFFIRMATION DALAM MEREDUKSI KECEMASAN AKADEMIK

A. Rasional

„Remaja pada usia 15-18 tahun mengalami banyak perubahan secara kognitif, emosional dan sosial, mereka berpikir lebih kompleks, dan secara emosional lebih sensitif dan lebih sering menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya‟ (Steinberg, (Peachmann, et.al., 2005: 202)). Setiap remaja akan mengalamai kompleksitas permasalahan.Sebagai salah satu contoh yang sering dialami remaja adalah tekanan di sekolah. Peserta didik merasakan kondisi yang kurang nyaman dalam proses akademik. Ketidaknyamanan tersebut menimbulkan


(27)

kecemasan sehingga peserta didik menjadi tidak dapat berkonsentrasi dalam sebagian atau keseluruhan aktivitas akademik.

Kecemasan akademik merupakan reaksi dari diri yang merasa tidak mampu untuk melakukan berbagai aktivitas dalam bentuk akademik. Intensitas belajar yang tinggi, rentang waktu belajar formal yang lebih lama dan tugas-tugas sekolah yang lebih banyak dapat menimbulkan kecemasan akademik pada peserta didik. Kecemasan yang dialami peserta didik timbul hanya pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan tugas-tugas akademik, seperti berdiskusi di kelas, berbicara di depan kelas, dan ketika mengikuti ujian. “Kecemasan ini bersifat temporer atau timbul pada situasi tertentu dan terhadap sesuatu yang spesifik yang hanya terjadi ketika proses akademik berlangsung” (Greenberg 2002:132).

Hasil penelitian terhadap kelas X SMA Lab-School UPI Bandung menunjukkan intensitas kecemasan akademik peserta didik sebanyak 5,8% termasuk kedalam kategori tinggi, 50,9% termasuk ke dalam kategori sedang, dan 43,3 % termasuk ke dalam kategori rendah. Data-data tersebut menegaskan peserta didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung tahun ajaran 2011-2012 sebagian besar mengalami kecemasan akademik pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan kecemasan akademik sudah menjadi bumerang yang ada di kehidupan akademik, yang jika tidak ditangani dengan serius bisa lebih banyak mengarah ke tinggi. Data yang dipaparkan di atas, diperkuat dengan persentase kecemasan akademik area terganggunya pola pikir sebanyak 7,4% peserta didik, terganggunya respon fisik sebanyak 5,8% peserta didik, dan terganggunya perilaku sebanyak 15,7% peserta didik. Dengan demikian fenomena kecemasan akademik harus segera ditangani, karena semakin banyak peserta didik yang mengalami kecemasan akademik, maka proses akademik tidak akan berjalan produktif dan efektif.

Hal ini senada dengan penelitian Zeidner (Matthews et al., 2000:272)

„kecemasan cenderung mengganggu proses belajar dan prestasi dalam pendidikan, bahkan mengganggu perhatian, working memory, dan retrival’.


(28)

Berdasarkan fakta dan gambaran fenomena, diperlukan suatu pemberian bantuan yang kuratif dalam menangani kecemasan akademik. Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dalam pendidikan memegang peranan penting dalam membantu permasalahan akademik peserta didik yang dapat menghambat pengembangan potensinya. Upaya bimbingan dan konseling yang diperlukan bertujuan untuk mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam proses pelaksanaan dan penyesuaian aktivitas akademik dengan berbagai tuntutannya seperti mengejakan PR (pekerjaan rumah), berdiskusi, berbicara di depan kelas, mengikuti pelajaran tambahan, dan lain sebagainya.

Bimbingan dan konseling yang membantu permasalahan akademik peserta didik yaitu bimbingan dan konseling akademik. “Bimbingan dan konseling akademik adalah proses bantuan untuk memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan pemahaman dan keterampilan dalam belajar, dan memecahkan masalah-masalah belajar atau akademik” (Yusuf, 2009:51).

Rancangan layanan bimbingan dan konseling akademik diperlukan dalam rangka melakukan upaya kuratif terkait masalah akademik peserta didik yaitu

berupa layanan responsif. “Layanan responsif adalah pemberian bantuan kepada

peserta didik yang memiliki kebutuhan dan masalah yang memerlukan

pertolongan dengan segera” (Yusuf, 2009:81). Layanan responsif yang tepat bagi

permasalahan kecemasan akademik peserta didik adalah melalui konseling yang berfokus pada aspek kognitif. Hal ini karena kecemasan akademik berhubungan erat dengan pikiran-pikiran peserta didik. Pikiran berpengaruh sangat kuat bagi perasaan dan tindakan peserta didik yang mengalami kecemasan akademik.

Hal ini diungkapkan juga oleh Ottens (1991:1), “kecemasan akademis mengacu pada terganggunya pola pemikiran dan respon fisik serta perilaku karena kemungkinan performa yang ditampilkan peserta didik tidak diterima secara baik ketika tugas-tugas akademis diberikan”. Sering kali hal-hal yang dipikirkan peserta didik nampak sebagai kondisi yang sebenarnya atau kemungkinan akan


(29)

terjadi. Peserta didik tidak dapat menentukan respon yang efektif terhadap kondisi/stimulus yang diterima.

Konseling diberikan kepada peserta didik agar dapat mengelola stimulus yang datang dan merespon dengan pikiran dan perilaku yang positif. Salah satu teknik konseling yang efektif untuk mengatasi kecemasan akademik adalah teknik

self affirmation yang memiliki elaborasi konsep dengan konseling Modifikasi Kognitif-Perilaku (MKP). Elaborasi ini bisa terlihat dari konsep kedua teori tersebut. Konsep self affirmation dan MKP sebagai sebuah kemampuan dalam mengolah perilaku dan pikiran agar tetap dalam kondisi yang diinginkan dimana orang dapat mengubah cara mereka berpikir untuk merasakan atau bertindak, terlepas dari situasi.

Modifikasi Kognitif-Perilaku (MKP) adalah pencampuran dari dua model konseptual manajemen perilaku dan teori kognitif. Modifikasi Kognitif-Perilaku adalah bentuk intervensi yang menekankan peran penting dari berpikir dalam cara

orang merasakan dan apa yang mereka lakukan. “Modifikasi Kognitif-Perilaku melibatkan atribusi keyakinan pikiran orang-orang yang secara teoritis

menyebabkan perasaan dan perilaku mereka” (Salkind, 2008:160). Manfaat model MKP ini keyakinan dan pikiran dikonseptualisasikan sebagai belajar. “Berpikir,

merasa, percaya (self affirmation, self narration, skema diri) sebagai perilaku yang dipelajari dimana orang dapat mengubah cara mereka berpikir untuk

merasakan atau bertindak, terlepas dari situasi” (Salkind, 2008:160).

Prinsip-prinsip dari teori self affirmation menunjukkan “self affirmation

dapat mengurangi berbagai kejadian reaksi defensif salah satunya adalah

kecemasan” (Cohen et.al. 2000:5). Self affirmation berfokus pada pikiran dan perilaku. Penelitian Correll et al. (2004), “self affirmation meningkatkan kemungkinan peserta langsung merasakan perasaan mereka terhadap suatu hal

atau orang lain”. Artinya, setelah individu mengafirmasi nilai-nilai mereka, mereka menjadi lebih mungkin untuk menjadi percaya, terbuka, dan penuh kasih. Perasaan-perasaan ini, pada gilirannya, mengurangi kemungkinan reaksi defensif seperti kecemasan.


(30)

B. Tujuan

Secara umum tujuan dari self affirmation adalah mereduksi kecemasan akademik peserta didik kelas X SMA Lab-School UPI Bandung. Secara khusus tujuan intervensi yang merujuk pada indikator kecemasan akademik adalah mengembangkan keterampilan peserta didik dalam:

1. Mengembangkan berfikir logis mengenai diri dan akademiknya 2. Mengembangkan dialog diri yang lebih positif dan konstruktif

3. Mengembangkan pengertian dan keyakinan yang lebih positif dan konstruktif 4. Mengembangkan sikap yang lebih relax ketika berada dalam situasi-situasi

belajar

5. Meningkatkan fokus perhatian diri baik eksternal maupun internal

6. Meningkatkan tanggung jawab dalam belajar dan tepat waktu dalam pengerjaan tugas-tugas sekolah

7. Meningkatkan kosentrasi dan ketepatan dalam bertindak 8. Meningkatkan rasa percaya diri dalam belajar

C. Prosedur Teknik Self Affirmation

Prosedur teknik self affirmation dalam menangani kecemasan akademik adalah sebagai berikut:

1. Membantu konseli mengidentifikasi perilaku-perilaku dan situasi yang tidak menyenangkan yang terjadi dengan menanyakan penyebab dan situasi penyebab kecemasan akademik muncul.

2. Membantu konseli mengidentifikasi respon emosional, mood yang kurang menyenangkan, atau perilaku masalah yang mengikuti pikiran-pikiran yang mengganggu.

3. Membantu konseli untuk berhenti berpikir tentang pikiran-pikiran yang mengganggu atau membantu konseli berpikir lebih rasional atau pikiran yang diinginkan.


(31)

4. Konselor mengajarkan konseli self-affirmation yang spesifik yang dapat mereka buat pada suatu situasi yang bermasalah untuk mengembangkan tingkah laku mereka atau mempengaruhi perilaku mereka pada situasi yang menimbulkan kecemasan akademik. Langkah-langkahnya sebagai berikut: (1)

Niat: pikirkan tentang apa yang ingin dicoba untuk dirubah dalam hidup. Ini berarti, melihat produk akhir, perilaku, sikap dan sifat-sifat yang ingin berkembang dalam rangka sampai ke sana. (2) Membuat pernyataan: setelah mendapatkan ide dari tujuan yang ingin dicapai, cobalah untuk menaruh ide tersebut menjadi pernyataan sederhana yang mencerminkan realitas apa yang ingin diciptakan. Kalimat pernyataan seolah-olah sudah terjadi, bukan ingin menjadi kenyataan. Sebagai contoh, afirmasi, "Saya merasa lebih damai setiap hari," akan lebih baik daripada, pernyataan "Saya ingin merasa lebih damai". Hal ini karena pikiran bawah sadar memprogram hal tersebut sudah terjadi dan membantu mewujudkannya ke dalam realitas. Konseli tidak mencoba untuk menginginkan sesuatu, tetapi mencoba untuk membuatnya begitu. (3) Pastikan pernyataan yang dibuat positif : saat membuat afirmasi, pastikan pernyataan tersebut positif. Ini berarti berfikir apa yang ingin dilihat dan dialami, bukan apa yang tidak ingin dilihat dan dialami. Misalnya, daripada berfikir, "Aku tidak ingin merasa cemas", atau bahkan, "Saya sudah berhenti merasa cemas", lebih baik gunakan, "Aku merasa damai". Kadang-kadang pikiran tidak mendaftar yang negatif, dan hanya mendengar konsep, "cemas", dimana hal tersebut adalah apa yang coba untuk dihindari. (4)

Membuat Pernyataan-pernyataan tersebut realistis : pikiran bawah sadar bisa mendapatkan keuntungan dari afirmasi positif yang memperluas perspektif konseli, tetapi jika konseli mendorong terlalu jauh langkah-langkah 'inner judge' nya ke dalam dan akhirnya menegasikan afirmasi. Pastikan konseli membuat afirmasinya realistis, tetapi juga afirmasi penuh harapan dan positif. Misalnya, afirmasi, "Setiap hari, dalam segala hal, saya menjadi lebih baik

dan bisa”, mungkin merasa seperti terlalu banyak peregangan, dan pikiran bawah sadar mungkin 'memohon untuk berbeda'. Namun, "Saya belajar dari


(32)

kesalahan saya, atau „Saya bersyukur untuk semua yang saya miliki dalam hidup saya‟, mungkin merasa lebih nyata ke pikiran bawah sadar. Cobakan,

dan lihat apa yang terasa tepat.

D. Asumsi Intervensi

Asumsi berikut menjadi acuan pokok dalam merancang program self affirmation dalam mereduksi kecemasan akademik peserta didik.

1. “Kecemasan akademis terjadi karena informasi tidak tersimpan dalam bentuk sistematika yang baik, informasi sukar ditemukan dan penggalian tidak berhasil” (Winkel, 1997:123). Hal ini diakibatkan dari terganggunya mood

atau emosi sebagai hasil dari ketidaktepatan pola berpikir. Ketidaktepatan pola berfikir ini dipengaruhi oleh minimnya informasi yang didapat, sehingga individu hanya melihat dari satu sudut pandang saja.

2. Individu merasa bereaksi terhadap realita keadaan, tetapi dia bereaksi terhadap sudut pandangnya sendiri yang menyimpang pada situasi tersebut. 3. Individu yang mengalami kecemasan akademik berfikir atau membuat sistem

kepercayaan atas anteseden yang terjadi padanya melalui pemrosesan informasi yang salah, sehingga menimbulkan perasaan cemas yang akhirnya menghasilkan perilaku tegang dan sulit berkonsentrasi.

4. Self affirmation berposisi sebagai teknik yang berproses mengembangkan wawasan individu yang mengalami kecemasan akademik, dimana ketika individu tersebut memiliki wawasan yang tinggi, maka individu tersebut akan memiliki informasi sebenarnya dan dapat melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang, sehingga kecemasan akademisnya akan menurun.

5. “Para peneliti menggambarkan bagaimana afirmasi diri tidak hanya mempengaruhi respon kognitif untuk informasi dan peristiwa yang mengancam individu, tetapi juga adaptasi fisiologis dan perilaku mereka yang sebenarnya” (Sherman, 2008:6).


(33)

E. Sasaran Intervensi

Intervensi dilakukan terhadap 8 orang peserta didik dengan intensitas kecemasan akademik tinggi dengan ciri peserta didik yang mengalami kekhawatiran yang tidak beralasan, dialog diri yang maladaptif, pengertian dan keyakinan yang salah, otot tegang, berkeringat, jantung berdetak cepat, tangan gemetar, perhatian menurun akibat pengganggu eksternal, perhatian menurun akibat pengganggu internal, prokrastinasi, sikap terburu-buru, dan kecermatan yang berlebihan dalam intensitas tinggi. Upaya layanan yang akan diberikan untuk mereduksi kecemasan akademik peserta didik yaitu berupa layanan konseling kelompok.

F. Sesi Intervensi

Program intervensi teknik Self Affirmation dalam menangani kecemasan akademik peserta didik dilakukan selama 8 sesi. Sesi intervensi yang dirancang berdasarkan hasil pertimbangan masalah kecemasan akademik dan penyesuaian penerapan pendekatan terapi Modifikasi Perilaku - Kognitif khususnya teknik Self Affirmation dalam setting akademik. Pelaksanaan intervensi dilaksanakan 3 kali dalam seminggu. Penentuan jadwal intervensi berdasarkan kesepakatan antara konselor dan peserta didik. Gambaran setiap sesi intervensi sebagai berikut. Sesi 1

Sesi 1 berjudul “Logic Thinking”. Sesi ini bertujuan untuk mengembangkan

berfikir logis. Melalui sesi ini peserta didik diharapkan mampu berfikir logis mengenai diri dan akademiknya.

Sesi 2

Sesi 2 berjudul “Positive Affirmation”. Sesi ini bertujuan untuk mengembangkan


(34)

irasional peserta didik yang bisa berdampak pada perasaan cemas dimodifikasi menjadi pikiran-pikiran yang rasional.

Sesi 3

Sesi 3 berjudul “Positive Meaning and Belief”. Sesi ini bertujuan untuk mengembangkan pengertian dan keyakinan yang lebih positif dan konstruktif. Pada sesi ini pengertian dan keyakinan yang salah yang bisa berdampak pada persepsi negatif terhadap akademik dimodifikasi menjadi pengertian dan keyakinan yang positif.

Sesi 4

Sesi 4 berjudul “I am Relax”. Sesi ini bertujuan untuk mengembangkan

sikap yang lebih relax ketika berada dalam situasi-situasi belajar. Melalui sesi ini konseli diharapkan mampu mengurangi sikap gugup yang diperlihatkan melalui otot tegang, tangan berkeringat dingin dan gemetar, dan jantung berdetak lebih cepat dari biasanya melalui afirmasi positif sehingga konseli tetap relax dalam setiap kegiatan akademik.

Sesi 5

Sesi 5 berjudul “Full Attention”. Sesi ini bertujuan untuk meningkatkan

fokus perhatian diri baik eksternal maupun internal. Melalui sesi ini konseli diharapkan mampu berkonsentrasi penuh dan memusatkan perhatian dalam setiap proses akademik berlangsung.

Sesi 6

Sesi 6 berjudul “I am Responsibility”. Sesi ini bertujuan untuk

meningkatkan tanggung jawab dalam belajar dan tepat waktu dalam pengerjaan tugas-tugas sekolah. Melalui sesi ini konseli diharapkan mampu bertanggung jawab dan melakukan penentangan terhadap perilaku-perilaku negatif (penghindaran) terhadap tugas-tugas akademik dan menggantinya dengan melatih diri untuk dapat mengidentifikasi situasi-situasi yang dianggap membingungkan dan mengurutkan situasi-situasi tersebut dari yang paling harus segera diselesaikan atau dari tugas yang paling mudah ke sulit.


(35)

Sesi 7

Sesi 7 berjudul “Keep Cool, Calm, and Confident”. Sesi ini bertujuan

meningkatkan kosentrasi dan ketepatan dalam bertindak peserta didik ketika menghadapi berbagai situasi akademik. Orientasi sesi ini adalah melatih konseli berpikir dan bersikap positif ketika menghadapi suasana hati yang tidak stabil. Pikiran-pikiran dan perilaku baru yang positif dapat menghasilkan suasana hati dan kecenderungan tindakan yang lebih baik.

Sesi 8

Sesi 8 berjudul “I am Belief to Myself”. Sesi ini bertujuan agar peserta didik memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam belajar. Target sesi ini adalah peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan afirmasi diri yang positif agar semakin percaya diri dalam belajar.

G. Indikator Keberhasilan

Evaluasi keberhasilan intervensi kecemasan akademik dilakukan setelah seluruh program intervensi selesai dilaksanakan melalui pemberian post-test. Intervensi dikatakan berhasil apabila hasil post-test menunjukkan penurunan skor kecemasan akademik. Peserta didik yang berhasil mengikuti kegiatan intervensi adalah peserta didik yang mampu mengubah afirmasi diri yang negatif menjadi afirmasi diri yang positif dalam setiap sesi intervensi. Sumber utama untuk evaluasi adalah analisis terhadap statement record yang ditugaskan kepada konseli. Analisis statement record dijadikan ukuran untuk mengetahui perubahan afirmasi diri konseli yang menjadi indikator keberhasilan dari setiap sesi intervensi.


(36)

H. Langkah-langkah Implementasi Teknik Self Affirmation dalam Menangani Kecemasan Akademik

Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan pre-test di kelas X SMA Lab-School UPI Bandung untuk

mengetahui tingkat kecemasan akademik.

2. Penentuan sampel peserta didik yang mengalami kecemasan akademik pada kategori tinggi.

3. Pelaksanaan intervensi teknik self affirmation dalam menangani kecemasan akademik selama delapan sesi pertemuan.

4. Pelaksanaan post-test setelah sesi intervensi dilaksanakan.

5. Penyajian laporan tentang pelaksanaan teknik self affirmation dalam menangani kecemasan akademik.

Berikut adalah hasil peilaian validitas instrumen program yang dilakukan oleh tiga orang pakar bimbingan dan konseling. Hasil penimbangan rancangan sebagai berikut:

Tabel 3.4

Rekap Penilaian Instrumen Program Intervensi

Komonen program

Memadai Tidak memadai Saran

untuk perbaikan Dosen 1 Dosen 2 Dosen 3 Dosen 1 Dosen 2 Dosen 3

Rasional

Tujuan

Prosedur Teknik

Self Affirmation

Struktur Intervensi

Sesi Intervensi

Indikator

Keberhasilan


(37)

Intervensi

SKLB Sesi 1

SKLB Sesi 2

SKLB Sesi 3

SKLB Sesi 4

SKLB Sesi 5

SKLB Sesi 6

SKLB Sesi 7

SKLB Sesi 8

3. Pertanyaan penelitian ketiga mengenai efektivitas teknik self affirmation dirumuskan ke dalam hipotesis “teknik self affirmation efektif dalam mereduksikecemasan akademik peserta didik.” Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji statistik Wilcoxon Match Pairs Test. Selain itu dilakukan perbandingan intensitas kecemasan akademik peserta didik sebelum dan sesudah diberi intervensi.


(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh simpulan sebagai berikut.

1. Sebagian besar siswa mengalami kecemasan akademik pada kategori sedang. Artinya gejala kecemasan akademik kadang-kadang dialami siswa.

2. Rancangan intervensi melalui teknik self affirmation yang masuk dalam rumpun modifikasi perilaku-kognitif (MPK) berdasarkan riset dan teori diprediksi dapat digunakan untuk mereduksi kecemasan akademik yang berfokus pada penurunan gejala-gejalanya.

3. Teknik self affirmation menunjukkan hasil yang efektif dalam mereduksi semua gejala kecemasan akademik siswa.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian memberikan direkomendasi hal-hal sebagai berikut.

1. Bagi Pihak Sekolah

Hasil penelitian menunjukkan siswa mengalami kecemasan akademik. Pihak sekolah dapat melakukan pembaharuan terhadap iklim pembelajaran yang lebih ramah dan kreatif.

2. Bagi Pembimbing

Pembimbing diharapkan mampu menerapkan teknik self affirmation dalam menangani siswa yang mengalami kecemasan akademik di sekolah. Agar teknik ini memiliki keajegan dalam stabilitas berpikir positif siswa, pembimbing membantu siswa melatih keterampilan melakukan afirmasi diri secara signifikan melalui self help. Selain itu, pembimbing dapat mengagendakan secara terprogram pemberian layanan bimbingan belajar melalui teknik self affirmation dalam mencegah terjadinya kecemasan akademik siswa yang baru masuk sekolah. Hal ini menjadi bagian dari


(39)

tanggung jawab pembimbing tidak hanya untuk membantu siswa mencapai akademis tetapi juga untuk mempersiapkan mereka dalam merespon tuntutan lingkungan dan akademik yang berbeda.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas subjek penelitian tentang kecemasan akademik. Peneliti dapat mencoba menggabungkan teknik self affirmation dengan teknik relaksasi, atau menggunakan model terapi medofikasi perilaku-kognitif yang lain dalam menangani kecemasan akademik seperti teknik restrukturisasi kognitif, teknik pemecahan masalah, atau teknik instruksi diri, menggunakan model Cognitive Theraphy (CT), atau model


(40)

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Departemen Pendidikan Nasional.

Agustin, Mubiar. (2009). Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk Menangani Kejenuhan Belajar pada Mahasiswa (Disertasi). Bandung: PPS UPI

Arikunto, S. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Bandung: Bumi Aksara

Atkinson, Rita.L, et.al.,. (1999). Pengantar Psikologi (Edisi 8-jilid 2). Penrjmh. Nurdjanah T & Agus Dharma. Jakarta: Erlangga.

Bhansali & Trivedi. (2008). Is Academic Anxiety Gender Specific: A Comparative Study. Journal Soc. Sci., 17(1): 1-3.

Center for learning & teaching. (2005). Understanding Academic Anxiety. Cornell University.

Cohen, et.al.,. (2000). When beliefs yield to evidence: Reducing biased evaluation by affirming the self. Personality and Social Psychology Bulletin, 26, 1151-1164.

Cohen, et.al.,. (2006). A social-psychological intervention to reduce the racial achievement gap in school. Manuscript under review.

Connecticut Comprehensive School Counseling. (2008). A Guide to Comprehensive School Counseling Program Development. State of Connecticut State Board of Education.

Corell, et.al.,. (2004). An affirmed self and an open mind: Self-affirmation and sensitivity to argument strength. Journal of Experimental Social Psychology, 40, 350-356.

Elliot. (1996). Educational Psychology. Second Edition. Madition: Brown and Benchmark Company.

Greenberg, J.S. (2002). Comprehensive Stress Management. New York: Mc Graw Hill.

Ibrahim, AbdulRahaman I. (1996). Changes In Level Of Anxiety And Academic Performance Of College Students. Department of Curriculum Studies & Educational Technology, Kwara State College of Education, Ilorin, Nigeria.


(41)

Ilfiandra.(2008). Model Konseling Kelompok Berbasis Pendekatan Kognitif Perilaku Untuk Mengurangi Gejala Prokrastinasi Akademik (Disertasi). Bandung: PPS UPI

Kann, Lisa. (2008). A Dangerous Game: Male Adolescents’Perceptions And Attitudes Towards Sexual Consent (Dissertation). Masters in Community Based-Counselling Psychology in the Faculty of Humanities at the University of the Witwatersrand.

Lantigimo, Tertius. (2009). Metode Affirmasi dan Visualisasi Kreatif: Metode Bagaimana Menciptakan Keberuntungan dan “Kebetulan”. E-book

“Kekuatan Pikiran”.

Makmun, A. (2000). Psikologi Kependidikan. (Edisi Revisi). Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Matthews. et.al., (2000). Human Performance Cognition, Stress and Individual Differences. Philadelphia: Psyhology Press.

Nevid, et.al.,. (2005). Psikologi Abnormal. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Nurihsan, A.Juntika. (2003). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama.

Nurihsan, A.Juntika & Yusuf, Syamsu. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda Karya.

O'Connor, F. (2007). Frequently Asked Questions about Academic Anxiety. New York: The Rosen Publishing Group.

Oemarjoedi, A.Kasandra. (2004). Pendekatan Cognitive Behavior dalam Psikoterapi. Jakarta: Kreatif Media

Ottens, J.Allan. (1991). Coping With Academic Anxiety. New York: Rosen Publishing Group, inc.

Peachmann, et.al., (2005). Impulsive and Self-Consciuous: Adolescents’ Vulnerability to Advertising Promotion. American Marketing Association. Vol. 24 (2) Fall 2005, 202–221.

Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006. Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Menteri Pendidikan Nasional.

Pratiwi, Amalia Putri. (2009). Hubungan Antara Kecemasan Akademis dengan Self-Regulated Learning pada Siswa Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di Sma Negeri 3 Surakarta. Semarang. (Tidak Diterbitkan).


(42)

Safitri, Ema. (2010). Gambaran Kecemasan Akademik Siswa di SMA Negeri Unggul Aceh Timur. Medan. (Tidak Diterbitkan).

Salkind, J.Neil. (2008). Encyclopedia of Educational Psychology. California: SAGE Publications Ltd.

Santrock, Jhon W. (1996). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Scott, Elizabeth. (2009). How and Why to Use Positive Affirmations as a Stress Management Tool. About.com Health's Disease and Condition.

Sherman & Cohen. (2006). The Psychology of Self-Defense: Self-Affirmation

Theory. Department of Psychology, University of California, Santa Barbara.

Sherman, et. al,. (2008). Psychological Vulnerability and Stress: The Effects of Self-Affirmation on Sympathetic Nervous System Responses to Naturalistic Stressors. Department of Psychology, UCSB, Santa Barbara.

Stapel,Diederik A & van der Linde, Lonneke A.J.G (2011:1). "What drives self-affirmation effects? On the importance of differentiating value self-affirmation and attribute affirmation". Journal of Personality and Social Psychology, Vol 101(1), Jul 2011, 34-45.

Steele, C. M. (1988). The psychology of self-affirmation: Sustaining the integrity of the self. In L. Berkowitz (Ed.), Advances in experimental social psychology (Vol. 21, pp. 261-302). New York: Academic Press.

Sternberg, J.Robert. (2008). Psikologi Kognitif (Edisi Keempat). Terjmh. Yudi. Jogjakarta: Pustaka Belajar.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung: Maestro.

Taiwo, P.Kotila. (2010). Assesment of Parental Attitudes Toward Behavioural Changes In Adolescents. Departement of Home Science and Management. University of Agriculture Abeokuta, Ogunstate.

Valiante, G. dan Pajares, F. 1999. The Inviting/Disinviting Index: Instrument Validation and Relation to Motiation and Achievement. Journal of Invitational Theory and Practice. 6, 1, 28-47.


(43)

Yusuf. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Walker, Joyce. (2002). Teens In Distress Series Adolescent Stress and Depression. University of Minnesota Extension.

Winkel, W.S. (2009). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.

Wulandari, L Hadiati. (2004). Efektivitas modifikasi Perilaku-Kognitif Untuk Mengurangi Kecemasan Komunikasi Antar Pribadi. Sumatera Utara. (Tidak Diterbitkan).

Tn. (2011). Achieve Anything Your Heart Desires With Positive Affirmation. tersedia [Online]: http://www.dailypositiveaffirmation.com/ Achieve Anything Your Heart DesiresWith Positive Affirmation. (11Oktober 2011)

Tn. (2011). How to acquire perfect self affirmation techniques. Tersedia [Online]: http://www .file:///H:/affirmation/How-to-acquire-perfect-self-affirmation-techniques.htm. (17 Januari 2012)


(1)

Ela Nurlaela Sari, 2013

Bimbingan Mereduksi Kecemasan Akademik Peserta Didik Melalui Teknik Self Affirmation (Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh simpulan sebagai berikut.

1. Sebagian besar siswa mengalami kecemasan akademik pada kategori sedang. Artinya gejala kecemasan akademik kadang-kadang dialami siswa.

2. Rancangan intervensi melalui teknik self affirmation yang masuk dalam rumpun modifikasi perilaku-kognitif (MPK) berdasarkan riset dan teori diprediksi dapat digunakan untuk mereduksi kecemasan akademik yang berfokus pada penurunan gejala-gejalanya.

3. Teknik self affirmation menunjukkan hasil yang efektif dalam mereduksi semua gejala kecemasan akademik siswa.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian memberikan direkomendasi hal-hal sebagai berikut.

1. Bagi Pihak Sekolah

Hasil penelitian menunjukkan siswa mengalami kecemasan akademik. Pihak sekolah dapat melakukan pembaharuan terhadap iklim pembelajaran yang lebih ramah dan kreatif.

2. Bagi Pembimbing

Pembimbing diharapkan mampu menerapkan teknik self affirmation dalam menangani siswa yang mengalami kecemasan akademik di sekolah. Agar teknik ini memiliki keajegan dalam stabilitas berpikir positif siswa, pembimbing membantu siswa melatih keterampilan melakukan afirmasi diri secara signifikan melalui self help. Selain itu, pembimbing dapat mengagendakan secara terprogram pemberian layanan bimbingan belajar melalui teknik self affirmation dalam mencegah terjadinya kecemasan akademik siswa yang baru masuk sekolah. Hal ini menjadi bagian dari


(2)

122

tanggung jawab pembimbing tidak hanya untuk membantu siswa mencapai akademis tetapi juga untuk mempersiapkan mereka dalam merespon tuntutan lingkungan dan akademik yang berbeda.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas subjek penelitian tentang kecemasan akademik. Peneliti dapat mencoba menggabungkan teknik self affirmation dengan teknik relaksasi, atau menggunakan model terapi medofikasi perilaku-kognitif yang lain dalam menangani kecemasan akademik seperti teknik restrukturisasi kognitif, teknik pemecahan masalah, atau teknik instruksi diri, menggunakan model Cognitive Theraphy (CT), atau model Acceptance and Comitment Therapy (ACT).


(3)

Ela Nurlaela Sari, 2013

Bimbingan Mereduksi Kecemasan Akademik Peserta Didik Melalui Teknik Self Affirmation (Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Departemen Pendidikan Nasional.

Agustin, Mubiar. (2009). Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk Menangani Kejenuhan Belajar pada Mahasiswa (Disertasi). Bandung: PPS UPI

Arikunto, S. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Bandung: Bumi Aksara

Atkinson, Rita.L, et.al.,. (1999). Pengantar Psikologi (Edisi 8-jilid 2). Penrjmh. Nurdjanah T & Agus Dharma. Jakarta: Erlangga.

Bhansali & Trivedi. (2008). Is Academic Anxiety Gender Specific: A Comparative Study. Journal Soc. Sci., 17(1): 1-3.

Center for learning & teaching. (2005). Understanding Academic Anxiety. Cornell University.

Cohen, et.al.,. (2000). When beliefs yield to evidence: Reducing biased evaluation by affirming the self. Personality and Social Psychology Bulletin, 26, 1151-1164.

Cohen, et.al.,. (2006). A social-psychological intervention to reduce the racial achievement gap in school. Manuscript under review.

Connecticut Comprehensive School Counseling. (2008). A Guide to Comprehensive School Counseling Program Development. State of Connecticut State Board of Education.

Corell, et.al.,. (2004). An affirmed self and an open mind: Self-affirmation and sensitivity to argument strength. Journal of Experimental Social Psychology, 40, 350-356.

Elliot. (1996). Educational Psychology. Second Edition. Madition: Brown and Benchmark Company.

Greenberg, J.S. (2002). Comprehensive Stress Management. New York: Mc Graw Hill.

Ibrahim, AbdulRahaman I. (1996). Changes In Level Of Anxiety And Academic Performance Of College Students. Department of Curriculum Studies & Educational Technology, Kwara State College of Education, Ilorin, Nigeria.


(4)

124

Ilfiandra.(2008). Model Konseling Kelompok Berbasis Pendekatan Kognitif Perilaku Untuk Mengurangi Gejala Prokrastinasi Akademik (Disertasi). Bandung: PPS UPI

Kann, Lisa. (2008). A Dangerous Game: Male Adolescents’Perceptions And Attitudes Towards Sexual Consent (Dissertation). Masters in Community Based-Counselling Psychology in the Faculty of Humanities at the University of the Witwatersrand.

Lantigimo, Tertius. (2009). Metode Affirmasi dan Visualisasi Kreatif: Metode

Bagaimana Menciptakan Keberuntungan dan “Kebetulan”. E-book “Kekuatan Pikiran”.

Makmun, A. (2000). Psikologi Kependidikan. (Edisi Revisi). Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Matthews. et.al., (2000). Human Performance Cognition, Stress and Individual Differences. Philadelphia: Psyhology Press.

Nevid, et.al.,. (2005). Psikologi Abnormal. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Nurihsan, A.Juntika. (2003). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama.

Nurihsan, A.Juntika & Yusuf, Syamsu. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda Karya.

O'Connor, F. (2007). Frequently Asked Questions about Academic Anxiety. New York: The Rosen Publishing Group.

Oemarjoedi, A.Kasandra. (2004). Pendekatan Cognitive Behavior dalam Psikoterapi. Jakarta: Kreatif Media

Ottens, J.Allan. (1991). Coping With Academic Anxiety. New York: Rosen Publishing Group, inc.

Peachmann, et.al., (2005). Impulsive and Self-Consciuous: Adolescents’ Vulnerability to Advertising Promotion. American Marketing Association. Vol. 24 (2) Fall 2005, 202–221.

Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006. Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Menteri Pendidikan Nasional. Pratiwi, Amalia Putri. (2009). Hubungan Antara Kecemasan Akademis dengan

Self-Regulated Learning pada Siswa Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di Sma Negeri 3 Surakarta. Semarang. (Tidak Diterbitkan).


(5)

Ela Nurlaela Sari, 2013

Bimbingan Mereduksi Kecemasan Akademik Peserta Didik Melalui Teknik Self Affirmation (Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Lab-School UPI Bandung Tahun Ajaran 2011/2012)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Safitri, Ema. (2010). Gambaran Kecemasan Akademik Siswa di SMA Negeri Unggul Aceh Timur. Medan. (Tidak Diterbitkan).

Salkind, J.Neil. (2008). Encyclopedia of Educational Psychology. California: SAGE Publications Ltd.

Santrock, Jhon W. (1996). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Scott, Elizabeth. (2009). How and Why to Use Positive Affirmations as a Stress Management Tool. About.com Health's Disease and Condition.

Sherman & Cohen. (2006). The Psychology of Self-Defense: Self-Affirmation Theory. Department of Psychology, University of California, Santa Barbara. Sherman, et. al,. (2008). Psychological Vulnerability and Stress: The Effects of Self-Affirmation on Sympathetic Nervous System Responses to Naturalistic Stressors. Department of Psychology, UCSB, Santa Barbara.

Stapel,Diederik A & van der Linde, Lonneke A.J.G (2011:1). "What drives self-affirmation effects? On the importance of differentiating value self-affirmation and attribute affirmation". Journal of Personality and Social Psychology, Vol 101(1), Jul 2011, 34-45.

Steele, C. M. (1988). The psychology of self-affirmation: Sustaining the integrity of the self. In L. Berkowitz (Ed.), Advances in experimental social psychology (Vol. 21, pp. 261-302). New York: Academic Press.

Sternberg, J.Robert. (2008). Psikologi Kognitif (Edisi Keempat). Terjmh. Yudi. Jogjakarta: Pustaka Belajar.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung: Maestro.

Taiwo, P.Kotila. (2010). Assesment of Parental Attitudes Toward Behavioural Changes In Adolescents. Departement of Home Science and Management. University of Agriculture Abeokuta, Ogunstate.

Valiante, G. dan Pajares, F. 1999. The Inviting/Disinviting Index: Instrument Validation and Relation to Motiation and Achievement. Journal of Invitational Theory and Practice. 6, 1, 28-47.


(6)

126

Yusuf. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Walker, Joyce. (2002). Teens In Distress Series Adolescent Stress and Depression. University of Minnesota Extension.

Winkel, W.S. (2009). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.

Wulandari, L Hadiati. (2004). Efektivitas modifikasi Perilaku-Kognitif Untuk Mengurangi Kecemasan Komunikasi Antar Pribadi. Sumatera Utara. (Tidak Diterbitkan).

Tn. (2011). Achieve Anything Your Heart Desires With Positive Affirmation. tersedia [Online]: http://www.dailypositiveaffirmation.com/ Achieve Anything Your Heart Desires With Positive Affirmation. (11Oktober 2011) Tn. (2011). How to acquire perfect self affirmation techniques. Tersedia [Online]:

http://www.file:///H:/affirmation/How-to-acquire-perfect-self-affirmation-techniques.htm. (17 Januari 2012)