MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS SANTRI PUTRA DAN SANTRI PUTRI MELALUI METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT PADA MTS BERBASIS PESANTREN.

(1)

DAFTAR ISI

hal

LEMBAR PENGESAHAN

. . . .. . . .. . . . .. . . . .. . . . . . .

i

LEMBAR PERSEMBAHAN

. . . .. . . .. . . . .. . . . .. . . . . . .

ii

LEMBAR PERNYATAAN

. . . .. . . .. . . . .. . . . .. . . . . . .

iii

ABSTRAK

. . . .. . . .. . . . .. . . . .. . . . . . . .

iv

KATA PENGANTAR

. . . .. . . .. . . . .. . . . .. . . . . . . .

v

UCAPAN TERIMA KASIH

. . . .. . . .. . . . .. . . . .. . . . . . .

vii

DAFTAR ISI

. . . .. . . .. . . . .. . . . .. . . . . . .

ix

DAFTAR TABEL

. . . .. . . .. . . . .. . . . .. . . . . . .

xii

DAFTAR BAGAN

. . . .. . . .. . . . .. . . . .. . . . . . .

xv

DAFTAR GAMBAR

. . . .. . . .. . . . .. . . . .. . . . . . . .

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

. . . .. . . .. . . . .. . . . .. . . . . . .

xviii

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang . . . . . . . . . .. . . 1

B.

Rumusan Masalah . . . .. . . . . . 13

C.

Tujuan Penelitian . . . .. . . 14

D.

Manfaat Penelitian . . . .. . . 16

E.

Defenisi Operasional . . . 17

F.

Hipotesis Penelitian . . . 18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.

Teori Belajar yang Mendukung . . . 20

1. Teori Perkembangan Piaget. . . 20

2. Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky. . . 23

B.

Pembelajaran Kooperatif . . . 25

C.

Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT. . . 28

1. Presentasi Kelas . . . 29

2. Pembentukan Kelompok . . . .. . . 30


(2)

4. Permainan . . . 34

5. Turnamen Akademik . . . 35

6. Penghargaan Kelompok . . . 38

7. Bumping . . . 40

D.

Pemahaman Matematis. . . 41

E.

Penalaran Matematis. . . 43

F.

Pembelajaran Biasa . . . 46

G.

Pesantren . . . . .. . . . . . . . . .. 47

H.

Perkembangan Peran Gender . . . .. . . .. 52

I.

Penelitian Yang Relevan . . . .. . . 55

BAB III METODE PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian . . . .. . . 57

B.

Desain Penelitian . . . 57

C.

Populasi dan Sampel Penelitian . . . 59

D.

Data Penelitian . . . . . . . .. . . . . . . 60

E.

Variabel Penelitian . . . .. . . 62

F.

Instrumen Penelitian . . .

63

1. Tes Kemampuan Santri. . . 64

2. Lembar

Pengamatan

Kegiatan

Santri

dalam

Pembelajaran. . .

75

3. Skala Sikap . . . 76

4. Pedoman Wawancara . . . 76

5. Pengembangan Bahan Ajar . . . 77

G.

Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian

77

1. Tahap Persiapan . . . .. . . 77

2. Tahap Pelaksanaan . . .

78

3. Tahap Pengolahan Data. . . .. . . 80

BAB IV HASIL PENELITIAN, PENEMUAN DAN

PEMBAHASAN

A.

Hasil Penelitian . . . . . .

85


(3)

1. Kemampuan Pemahaman Matematis . . . .. . 85

2. Kemampuan Penalaran Matematis. . . . . . . . . 99

3. Deskripsi Skala Sikap Santri.. . . 111

4. Hasil Wawancara. . . .. . . . .. . . 117

5. Hasil Pengamatan . . . .. 119

B.

Temuan dan Pembahasan. . .

123

1. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis

Santri . . . . . .

125

2. Sikap Santri Terhadap Pembelajaran Kooperatif

Tipe TGT. . . . . .

136

3. Pendapat Guru terhadap Pembelajaran Kooperatif

Tipe TGT . . . . . .

137

C.

Keterbatasan . .. . . . . .

138

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan . .. . . .. . . 139

B.

Saran . . . 140

DAFTAR PUSTAKA . . . 142


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan dari pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar

dan pendidikan menengah yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Program

Pengajaran (GBPP) yaitu untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi

perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang,

melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis,

cermat, jujur, efisien dan efektif (Soedjadi, 2000). Berdasarkan tujuan pada

GBPP dapat dikatakan bahwa matematika merupakan salah satu disiplin ilmu

yang memiliki peranan penting dalam menentukan masa depan. Hal tersebut

dibuktikan dengan diberikannya matematika pada setiap jenjang pendidikan, baik

dasar, menengah, maupun perguruan tinggi. Untuk itu, pembelajaran matematika

di setiap jenjang sekolah haruslah mampu mengembangkan potensi yang dimiliki

siswa, minimal kemampuan dasar matematika, dan sikap yang diharapkan dimiliki

siswa pada agar mampu mengerjakan dan memahami matematika secara benar.

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tujuan

mempelajari matematika pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah agar:

(a) siswa memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep

dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat

dalam pemecahan masalah; (b) siswa menggunakan penalaran pada pola dan sifat,

melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti

atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (c) siswa memecahkan


(5)

masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model

matematika. Menyelesaikan model dan menafirkan solusi yang diperoleh; (d)

siswa mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah dan (e) siswa memiliki sikap

menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin

tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan

percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).

Seperti yang tercantum dalam KTSP, kemampuan pemahaman dan

penalaran matematis merupakan salah satu tujuan dari mata pelajaran matematika

sekolah dan juga merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dikuasai

siswa. Hasil belajar akan tercapai maksimal apabila dua kemampuan tersebut

dikuasai dengan baik. Hal ini senada dengan pendapat Sumarmo (2006) yang

mengelompokkan kemampuan dasar metematika dalam lima standar yaitu: (1)

kemampuan mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan

ide matematika, (2) kemampuan menyelesaikan masalah matematis (mathematical

problem solving), (3) kemampuan bernalar matematis (mathematical reasoning),

(4) kemampuan melakukan koneksi matematis (mathematical connection), dan (5)

kemampuan komunikasi matematis (mathematical communication).

Bagi seorang guru, kurikulum merupakan pedoman untuk mencapai target

dari tujuan pendidikan. Tugas guru adalah mendidik siswa untuk mencapai tujuan

pendidikan, yaitu mejadikan siswa sebagai manusia yang unggul melalui

kurikulum (Eriadi, 2008). Tuntutan inilah yang membuat banyak guru

menjadikan dirinya sebagai figur sentral yang sesempurna mungkin, yang berhak


(6)

menentukan salah atau benar dalam kegiatan belajar, dan memperlakukan siswa

hanya sebagai

objek

. Berbagai permasalahan seperti beban materi yang terlalu

banyak, alokasi waktu yang kurang dan tujuan hasil belajar yang harus dicapai

sesuai tuntutan kurikulum menyebabkan pengajaran hanya dianggap sebagai

proses penyampaian informasi berupa fakta-fakta kepada para siswa. Siswa

dianggap berhasil dalam belajar apabila mampu mengingat banyak fakta, dan

mampu menyampaikan kembali fakta-fakta tersebut kepada orang lain, atau

menuliskan untuk menjawab soal ulangan atau ujian.

Praktek pendidikan yang demikian, yaitu memperlakukan siswa hanya

sebagai obyek tentu saja tidak sesuai dengan salah satu prinsip penyelenggaraan

pendidikan yang dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan,

yaitu pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan

peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (Depdiknas, 2007).

Kesimpulannya, peserta didik harus dapat mengembangkan dirinya. Mereka bebas

berkreasi. Dalam proses tersebut diperlukan figur guru yang dapat memberikan

keteladanan, menciptakan kemauan, dan mengembangkan potensi serta kreativitas

peserta didik. Akibat dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses

pendidikan, yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Metode

pembelajaran yang berpusat pada guru harus segera di tinggalkan.

Proses belajar-mengajar merupakan peristiwa yang utama dalam

pendidikan di sekolah. Melalui proses ini akan dicapai tujuan pendidikan dalam

bentuk bertambahnya pengetahuan yang dimiliki siswa dan terjadinya perubahan

tingkah laku siswa kearah lebih baik. Dari perubahan tersebut, diharapkan siswa


(7)

akan memperoleh bekal sehingga akan mampu menghadapi lingkungan luar

dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat cepat.

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional pada bidang

pendidikan bangsa Indonesia tengah berusaha keras untuk menentukan masa

depannya yang lebih cerah dengan membiasakan dirinya menjadi masyarakat

belajar. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia pesantren adalah lembaga

pendidikan tertua. Dalam sejarah perjuangan dan pembangunan bangsa, pesantren

telah banyak memberikan hasil nyata dalam melahirkan pemimpin yang

berkarakter kuat, pantang menyerah, penuh, gigih, visioner, dan ikhlas dalam

berjuang. Peranan pesantren dalam dunia pendidikan di bangsa ini begitu besar,

sehingga bukan tidak mungkin jika pesantren berhasil turut memberikan andil

besar dalam mewujudkan Indonesia menjadi bangsa yang berpendidikan dan

bermartabat (Prayitno, 2008).

Sistem pendidikan Pesantren di Indonesia telah memberikan pengaruh yang

positif terhadap pembangunan nasional dalam bidang pendidikan, dengan

didirikannya sekolah-sekolah umum dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah

Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah

Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

hingga Perguruan Tinggi (PT) di lingkungan pesantren.

Pada beberapa pesantren sistem pembagian kelas dibedakan menurut jenis

kelamin. Jadi pada pesantren yang memakai sistem ini setiap tingkatan dibagi

menjadi dua kelompok kelas, yaitu kelas putra dan kelas putri. Dalam kegiatan


(8)

belajar mengajar antara santri putra dan santri putri tidak digabungkan baik belajar

biasa di kelas maupun yang berbentuk praktik.

Santri memiliki keistimewaan jika dibandingkan dengan siswa pada

sekolah umum. Santri harus memiliki kemampuan ekstra untuk dapat

memenejemen waktu. Namun, kegiatan dalam pesantren yang sangat padat

menyebabkan banyak santri, sebutan untuk orang yang belajar di pondok

pesantren, menjadi susah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, terutama

dalam kemampuan pendidikan umum, lebih khusus pada kemampuan

matematikanya. Peneliti menemukan kondisi beberapa santri yang kelelahan

menyebabkan santri mengalami kesulitan belajar. Santri mengantuk, tidak dapat

berkonsentrasi dan bersikap acuh sehingga berakibat tidak dapat menerima

pelajaran dengan maksimal. Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya nilai

ulangan harian mereka pada bidang studi matematika.

Di sekolah guru merupakan orang tua yang mendidik anak dalam segala hal.

Seorang guru harus bisa memahami karakteristik siswa. Karakteristik tersebut

meliputi perkembangan sosio-emosional, perkembangan fisik, dan berujung pada

perkembangan intelektual. Perkembangan sosio-sosial dan perkembangan fisik

mempunyai kontribusi yang kuat terhadap perkembangan intelektual atau

perkembangan mental atau perkembangan kognitif siswa

.

Seorang guru tidak

boleh membeda-bedakan posisi siswa termasuk berdasarkan jenis kelaminnya.

Dapat terbayangkan jika dalam suatu kelas yang semuanya terdiri dari siswa

laki-laki tentunya sangat memusingkan jika dibandingkan siswa perempuan.


(9)

Berdasarkan pengalaman, mengarahkan kelas putri ternyata tidak lebih mudah

jika dibandingkan dengan mengarahkan kelas putra.

Sriyono (2011) membedakan laki-laki dan perempuan berdasarkan cara

berfikirya. Menurutnya, otak pikiran laki-laki dikatakan sangat sistematis.

Beberapa cirinya adalah kemampuan yang rendah untuk multitasking, orientasi

hubungan personal yang rendah, namun memiliki kemampuan yang tinggi untuk

mengelompokkan segala sesuatu, orientasi kerja yang tinggi, serta kemampuan

yang tinggi untuk mengasingkan diri. Dikatakan juga bahwa laki-laki memiliki

kecenderungan untuk bertindak lebih dahulu baru berfikir kemudian jika

mengalami stres, respon yang agresif terhadap resiko, dan kecenderungan untuk

berkompetensi dengan laki-kali lain. Laki-laki berfikir dengan otak kanan sebagai

sumber utama pengambilan keputusan dibandingkan dengan otak kiri. Otak kanan

yang dominan telah meminimalisir ekspresi emosi dan intuisi perasaan sehingga

berfikir secara terstruktur dalam rangkaian yang rumit. Secara praktis pola fikir

seperti itu telah menempatkan laki-laki sebagai pribadi yang mudah mengambil

keputusan dan tidak terlalu memusingkan hal-hal sekunder.

Sementara otak wanita mempunyai bebrapa ciri seperti tingkat empati yang

tinggi, kemampuan yang rendah untuk menggolong-golongkan, kemampuan yang

tinggi untuk multitasking, kemampuan yang rendah untuk untuk mengontrol

emosi, mempunyai orientasi hubungan personal, orientasi kerja yang rendah,

kemampuan yang rendah untuk mengasingkan diri, kecenderungan untuk berfikir

dan merasa terlebih dahulu sebelum bertindak dalam merespon stress, respon yang


(10)

berhati-hati terhadap resiko, dan kecenderungan untuk bekerjasama dengan wanita

lain.

Pada sekarang ini umumnya para guru matematika di sekolah umum

maupun di pesantren masih memberikan pelajaran dengan metode biasa, yaitu

metode ceramah sehingga proses belajar

mengajar berlangsung secara pasif

karena kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran secara maksimal.

Pola pembelajaran seperti ini dapat menyebabkan pembelajaran kurang memberi

bekal bagi siswa untuk menghadapi perkembangan pengetahuan pada lingkungan

siswa itu sendiri dan masyarakat.

Telah banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar

siswa dalam mata pelajaran matematika, baik oleh para guru, maupun para

peneliti matematika. Beberapa usaha peningkatan kemampuan guru dalam

penguasaan materi pembelajaran yang telah dilakukan misalnya dengan

mengikuti seminar-seminar pendidikan. Guru juga harus terus meningkatan

kemampuannya dalam penggunaan metode-metode pembelajaran. Sebagaimana

diungkapkan oleh Soedjadi (2000) bahwa upaya perbaikan dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa diantaranya dengan melakukan perbaikan kurikulum dan

memperbaharui materi ajar pendidikan, sehingga memunculkan suatu inovasi baru

yang sesuai dengan tuntutan zaman. Guru berusaha terus untuk meningkatkan

penguasaannya tentang aspek substansi matematika, model atau pendekatan

pembelajarannya, dan teknik serta strategi yang digunakan dalam proses

pembelajaran agar siswa mudah memahami pelajaran.


(11)

Perbaruan dan perbaikan dalam pembelajaran perlu dibangun dan

dikembangkan guna menciptakan suasana belajar yang lebih kondusif,

konstruksif, demokratis, dan kolaboratif sehingga suasana interaksi dalam kelas

baik antara guru dengan siswa, maupun siswa dengan siswa sendiri dapat tumbuh

dan berkembang. Interaksi kelas merupakan bagian yang sangat penting dalam

kelangsungan proses belajar-mengajar. Pola interaksi yang tidak seimbang tidak

akan menciptakan hasil belajar yang optimal, meskipun bahan ajar yang

disampaikan tersusun dengan sistematis. Peran guru sebagai instruktur perlu

mengalami pergeseran menjadi fasilisator atau mediator dalam belajar.

Banyak siswa berpendapat bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit..

Berkenaan dengan hal itu, Ruseffendi (1991)

menyatakan bahwa “terdapat banyak

orang yang setelah belajar matematika bagian yang sederhana pun banyak yang

tidak dipahaminya, bahkan banyak konsep yang dipahami secara keliru.

Matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan banyak

memperdaya

kan”. Hal ini membuktikan

bahwa banyak anak yang mengalami

kesulitanan dalam belajar matematika, karena kebanyakan dari mereka belajar

dengan menghapalnya bukan memahami konsepnya.

Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian Sumarmo (1987) menemukan

masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam pemahaman relasional dan

berfikir derajat kedua, artinya siswa mengalami kesulitanan dalam soal penalaran

deduktif dan induktif. Dengan kata lain bahwa keadaan skor kemampuan siswa

dalam pemahaman dan penalaran matematis siswa masih rendah.


(12)

Hasil penelitian Wahyudin (1999) menemukan bahwa rata-rata tingkat

penguasaan matematika siswa dalam pelajaran matematika adalah 19,4% dengan

simpangan baku 9,8. Juga diketahui bahwa model kurva berkaitan dengan tingkat

penguasaan para siswa adalah positif (miring ke kiri) yang berarti sebaran tingkat

penguasaan siswa tersebut cenderung rendah. Secara rinci Wahyudin menemukan

bahwa salah satu hal yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan

baik pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu siswa cenderung kurang

memahami dan menggunakan nalar yang baik dalam menyelesaikan tes atau

persoalan yang diberikan.

Pada perkembangannya, banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk

meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Berbagai

metode dan pendekatan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan tersebut,

seperti penelitian yang dilakukan oleh Kariadinata (2001), Herman (2004),

Wikaningsih (2005), dan Irma (2010)

Permasalahannya adalah bagaimana seorang guru dapat menanamkan

konsep dan mentransfer pengetahuan sebaik-baiknya kepada siswa. Permasalahan

tersebut selalu relevan bagi semua pelaku pendidikan dalam menemukan sebuah

metode, strategi atau pendekatan pembelajaran yang sebaik-baiknya. Pendekatan

yang bukan semata-mata menyangkut kegiatan guru mengajar akan tetapi

menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa, membantu siswa jika ada kesulitan

atau membimbingnya untuk memperoleh suatu kesimpulan yang benar.

Pendekatan dipilih dengan harapan dapat berguna bagi usaha-usaha perbaikan

proses pembelajaran matematika guna meningkatkan kemampuan pemahaman


(13)

dan penalaran matematis siswa khususnya dan umumnya prestasi belajar

matematika siswa.

Peneliti memperkirakan bahwa model pembelajaran kooperatif mampu

mendukung upaya peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis

santri. Coperative learning dapat melatih santri untuk mendengarkan

pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat-pendapat atau temuan-temuan dalam bentuk

tulisan. Tugas-tugas kelompok akan dapat memacu para santri untuk bekerja

sama, saling membantu satu sama lain dalam mengintegrasikan

pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimilikinya (Suherman, 2003).

Menurut Hamalik (1990) pembelajaran kooperatif adalah prosedur

belajar-mengajar melalui kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Ravid

(dalam Budiman, 2008) pada model pembelajaran kooperatif terdapat unsur-unsur

yang dapat memberikan kegairahan dan kebahagiaan siswa mempelajari materi

pelajaran. Salah satu unsur penting yang terdapat pada pembelajaran kooperatif

ialah penghargaan kelompok (reward). Dalam usaha mencapai penghargaan

kelompok, setiap siswa berusaha aktif belajar untuk memperoleh hasil belajar

yang maksimal.

Dalam pembelajaran koperatif terdapat beberapa aktivitas yang banyak

melibatkan siswa belajar secara aktif dan membangun pemahaman konsep.

Aktivitas pada pembelajaran kooperatif ini membentuk struktur kognitif siswa

yang dapat meningkatkan penggunaan ketrampilan berfikir tingkat tinggi

mewujudkan pencapaian akademis lebih tinggi, menginternalisasikan kegunaan


(14)

dan kemampuan menerapkan collaborative skill dan efektivitas dalam pemecahan

masalah.

Terdapat beberapa varian pembelajaran menurut jenis kegiatan dalam

pembelajaran kooperatif. Slavin (dalam Rahadi, 2002) membagi pembelajaran

kooperatif dalam beberapa tipe, di antaranya:

Student-Teams-Achievement-Division

(STAD),

Teams-Games-Tournament

(TGT),

Teams-Assisted-Individualization (TAI), Cooperative-Integrateg-Reading and Composition

(CIRC), Jigsaw, Group-Investigation-Go-a Round, Think-Pair and Share (TPS),

Make a Match, dan Numbered-Head-Teams (NHT). Berdasarkan permasalahan di

atas, salah satu model pembelajaran yang akan diujicobakan adalah pembelajaran

kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT).

Model belajar koopratif tipe TGT atau Turnamen Akademik adalah

semacam ajang pertandingan yang melibatkan setiap siswa berkompetisi mewakili

kelompoknya masing-masing. Dalam suatu turnamen akademik terdapat beberapa

meja turnamen dan setiap meja turnamen terdiri dari empat sampai lima siswa

yang bersaing mewakili kelompoknya. Siswa-siswa tersebut sebelumnya

dikelompokkan sedemikian rupa sehingga dalam satu meja turnamen terdapat

siswa yang bertanding dengan kemampuan akademis setara. Persaingan yang

setara ini memungkinkan siswa dari semua tingkatan kemampuan awal berusaha

untuk dapat mengumbangkan nilai maksimal bagi kelompoknya.

Dalam pembelajaran kooperatif, belajar belum dinyatakan selesai apabila

salah satu dari anggota kelompok tersebut belum menguasai bahan pelajaran yang

telah disampaikan. Setiap anggota kelompok saling bekerja sama dan


(15)

bantu-membantu dalam usaha memahami bahan ajar ataupun mengerjakan tugas yang

diberikan kepada kelompoknya. Dengan demikian semua siswa harus dapat

menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya atau bersama kelompoknya

selama pembelajaran berlangsung.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah dorongan untuk

meningkatkan kemampuan anggotanya selama pembelajaran yang terdiri dari

belajar kelompok, turnamen akademik, dilanjutkan dengan pemberian

penghargaan setelah perhitungan skor selesai. Dengan langkah-langkah tersebut

dimungkinkan siswa terbiasa saling membantu dalam belajar, melatih

berkompetisi dalam turnamen untuk membela kelompoknya, sehingga diharapkan

siswa akan termotivasi untuk belajar lebih baik dan lebih aktif.

Dalam turnamen akademik, siswa mengoptimalkan seluruh kemampuannya

seperti mempertahankan argumen, mengemukakan pendapat, memeriksa validitas

argumen, mengikuti aturan, mengaitkan antara satu konsep dengan konsep yang

lainnya, memberikan penjelasan dengan menggunakan model, dan menarik

kesimpulan. Dari langkah-langkah tersebut siswa dapat memperoleh skor tertinggi

sehingga selain mendapatkan poin untuk dirinya sendiri juda dapat

menyumbangkan poin untuk kelompoknya.

Pada pembelajaran kooperatif tipe TGT kelompok merupakan komponen

terpenting. Setiap anggota kelompok diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu

yang terbaik untuk kelompoknya dan kelompok memiliki arti yang besar, yaitu

memberikan makna belajar.


(16)

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk membahas

peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis antara santri kelas

putra dan santri kelas putri. Dalam rangka lebih memajukan pendidikan di

Indonesia khususnya meningkatkan pemahaman dan penalaran matematis siswa,

peneliti merencanakan melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan

pembelajaran kooperatif yang berjudul

Meningkatkan Kemampuan Pemahaman

dan Penalaran Matematis Santri Putra dan Sanatri Putri Melalui Metode

Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT pada MTS Berbasis Pesantren

.

B.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah peningkatan

kemampuan pemahaman dan penalaran matematis santri kelas putra dan santri

kelas putri setelah mendapat pembelajaran dengan metode pembelajaran

kooperatif tipe TGT?

Selanjutnya, rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam beberapa pertanyaan

penetian berikut:

1.

Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis

antara santri kelas putra yang mendapat pembelajaran metode kooperatif tipe

TGT dengan santri kelas putra yang mendapat pembelajaran biasa?

2.

Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis

antara santri kelas putra yang mendapat pembelajaran metode kooperatif tipe

TGT dengan santri kelas putra yang mendapat pembelajaran biasa?


(17)

3.

Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis

antara santri kelas putri yang mendapat pembelajaran metode kooperatif tipe

TGT dengan santri kelas putri yang mendapat pembelajaran biasa?

4.

Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis

antara santri kelas putri yang mendapat pembelajaran metode kooperatif tipe

TGT dengan santri kelas putri yang mendapat pembelajaran biasa?

5.

Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis

antara santri kelas putra yang mendapat pembelajaran tipe TGT dengan santri

kelas putri yang mendapat pembelajaran tipe TGT?

6.

Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis

antara santri kelas putra yang mendapat pembelajaran tipe TGT dengan santri

kelas putri yang mendapat pembelajaran tipe TGT?

7.

Bagaimana aktivitas santri kelas putra dan kelas putri selama proses

pembelajaran matematika yang mendapat pembelajaran dengan metode

kooperatif tipe TGT?

8.

Bagaimana sikap santri kelas putra dan kelas putri terhadap pembelajaran

matematika dengan metode kooperatif tipe TGT?

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1.

Untuk memperoleh gambaran tentang peningkatan kemampuan pemahaman


(18)

kooperatif tipe TGT dengan santri kelas putra yang mendapatkan

pembelajaran biasa.

2.

Untuk memperoleh gambaran tentang peningkatan penalaran matematis

antara santri kelas putra yang mendapatkan pembelajaran metode kooperatif

tipe TGT dan dengan santri kelas putra yang mendapatkan pembelajaran

biasa.

3.

Untuk memperoleh gambaran tentang peningkatan kemampuan pemahaman

matematis antara santri kelas putri yang mendapat pembelajaran metode

kooperatif tipe TGT dengann santri kelas putri yang mendapat pembelajaran

biasa.

4.

Untuk memperoleh gambaran tentang peningkatan kemampuan penalaran

matematis antara santri kelas putri yang mendapat pembelajaran metode

kooperatif tipe TGT dengan santri kelas putri yang mendapat pembelajaran

biasa.

5.

Untuk memperoleh gambaran tentang perbedaan peningkatan kemampuan

pemahaman matematis antara santri kelas putra dengan santri kelas putri yang

mendapat pembelajaran kooperatif tipe TGT?

6.

Untuk memperoleh gambaran tentang perbedaan peningkatan kemampuan

kemampuan matematis antara santri kelas putra dengan santri kelas putri yang

mendapat pembelajaran kooperatif tipe TGT?

7.

Untuk mengetahui aktivitas santri kelas putra dan kelas putri selama proses

pembelajaran matematika yang mendapat pembelajaran dengan metode

kooperatif tipe TGT.


(19)

8.

Untuk mengetahui sikap santri kelas putra dan kelas putri dalam

pembelajaran matematika yang mendapat pembelajaran metode kooperatif

tipe TGT.

D.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna sebagai suatu alternatif pembelajaran

yang berarti bagi guru, calon guru, siswa, dan sekolah. Untuk lebih jelasnya

diharapkan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Bagi guru, dapat menjadi ide dan inspirasi dalam memperluas pengetahuan

dan wawasan mengenai alternatif pembelajaran matematika dalam upaya

meningkatkan pemahaman dan penalaran matematis siswa.

2.

Bagi siswa, pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat menarik rasa

keingintahuan siswa untuk berfikir kritis, kreatif, inovatif, dan sikap sportif

dalam memahami matematika.

3.

Bagi para calon guru. Sebagai bahan masukan untuk lebih mengetahui

alternatif-alternatif metode mengajar dalam usaha meningkatkan prestasi

belajar siswa.

4.

Bagi peneliti bidang sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

salah satu dasar dan masukan untuk melakukan pengembangan dalam

penelitian-penelitian selanjutnya.


(20)

E.

Definisi Operasional

Dalam rangka memperoleh persamaan persepsi dan menghindarkan

penafsiran yang berbeda dari beberapa istilah dalam penelitian ini, maka perlu di

perjelas istilah-istilah yang digunakan, yaitu:

1.

Pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu bentuk pembelajaran dimana santri

belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang

anggotanya terdiri dari tiga sampai lima orang dengan struktur kelompok

yang heterogen.

2.

Pembelajaran Kooperatif tipe TGT

Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah semacam ajang pertandingan yang

melibatkan setiap santri untuk bersaing ketika mewakili kelompoknya.

Pembelajaran kooperatif tipe TGT ini menitikberatkan pada penghargaan

kelompok, pertanggungjawaban masing-masing anggota, kemampuan

berkompetisi dan memperoleh peluang yang sama untuk berhasil bagi setiap

anggota kelompok.

3.

Pemahaman Matematis

Pemahaman matematis adalah penyerapan arti dari suatu materi atau bahan

yang dipelajari. Indikator dalam penelitian ini yaitu: (1) dapat menyelesaikan

soal disertai dengan prinsip/sifat yang mendasarinya; (2) mengidentifikasi

konsep/prinsip/hukum yang termuat dalam suatu sajian.


(21)

4. Penalaran Matematis

Penalaran matematis adalah kemampuan dalam menarik kesimpulan logis

berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Indikator penalaran yang

digunakan dalam penelitian ini adalah menarik kesimpulan logis, mengikuti

aturan interferensi, memeriksa validitas argumen, dan memberikan penjelasan

dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan dalam

menyelesaikan soal-soal tidak rutin.

4.

Pesantren

Pesantren adalah lembaga pendidikan yang khas, bercirikan menggabungkan

pengetahuan agama dan umum. Pada dasarnya pesantren adalah asrama

pendidikan Islam.

5.

Santri

Sebutan untuk orang yang belajar di pesantren.

6.

Madrasah Tsanawiyah berbasis pesantren

Madrasah Tsanawiyah berbasis pesantren adalah madrasah tsanawiyah yang

berada dalam lingkungan pesantren.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka hipotesis

penelitiannya adalah:

1.

Peningkatan kemampuan pemahaman matematis santri kelas putra yang

mendapat pembelajaran metode kooperatif tipe TGT lebih baik

dibandingkan dengan yang mendapat pembelajaran biasa.


(22)

2.

Peningkatan kemampuan penalaran matematis santri kelas putra yang

mendapat pembelajaran metode kooperatif tipe TGT lebih baik

dibandingkan dengan yang mendapat pembelajaran biasa.

3.

Peningkatan kemampuan pemahaman matematis santri kelas putri yang

mendapat pembelajaran metode kooperatif tipe TGT lebih baik

dibandingkan dengan yang mendapat pembelajaran biasa.

4.

Peningkatan kemampuan penalaran matematis santri kelas putri yang

mendapat pembelajaran metode kooperatif tipe TGT lebih baik

dibandingkan dengan yang mendapat pembelajaran biasa.

5.

Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis

santri kelas putra dengan santri kelas putri yang mendapat pembelajaran

tipe TGT.

6.

Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis santri

kelas putra dengan santri kelas putri yang mendapat pembelajaran tipe

TGT


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen. Dalam penelitian ini

digunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT. Pembelajaran kooperatif tipe TGT

diduga dapat mempengaruhi terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan

penalaran matematis santri

.

Pengujian dilakukan dengan eksperimen, yaitu membandingkan metode

pembelajaran biasa dengan metode kooperatif tipe TGT. Hal lain yang dikaji

dalam penelitian ini adalah untuk melihat aktivitas sanatri selama pembelajaran,

perubahan pemahaman dan penalaran matematis santri serta sikap santri terhadap

pembelajaran kooperatif tipe TGT

B. Disain Penelitian

Desain adalah rancangan yang menggambarkan arah penelitian. Desain

merupakan kerangka atau pola. Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan

desain Pretes-Postest Control Group Design. Di dalamnya terdapat

langkah-langkah atau tahap-tahap yang menunjukkan suatu urutan kegiatan penelitian.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1.

Untuk melihat seberapa besar peningkatan kemampuan pemahaman dan

penalaran matematis, maka diambil kelas kontrol sebagai pembanding. Jadi

dalam penelitian ini akan di ambil empat kelas dari kelas yang sudah

terbentuk apa adanya, terdiri dari dua kelas putra dan dua kelas putri. Dua


(24)

kelas terdiri dari satu kelas putra dan satu kelas putri disebut kelompok

pertama sebagai kelompok eksperimen dan dua kelas terdiri dari satu kelas

putra dan satu kelas putri disebut kelompok kedua sebagai kelompok kontrol.

2.

Untuk menghindari ekstranous variabel, maka variabel-variabel yang

diperkirakan membuat penelitian ini bias perlu dinetralkan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

a.

Kemampuan awal siswa

Kedua kelas adalah kelas yang memiliki kemampuan awal yang sama,

data diperoleh dari guru berupa nilai harian siswa.

b.

Lama penyampaian materi

Lama penyampaian materi harus sama, ditambah dengan 2

×

40 menit

untuk pretes sebelum perlakuan diberikan, dan 2

×

40 menit untuk

postes setelah perlakuan diberikan.

c.

Bahan ajar

Kedua kelompok diberikan bahan ajar yang sama dari buku pegangan

yang sama dan LKS yang sama.

Desain penelitiannya adalah desain kelompok kontrol pretest - postest

control group design. Menurut Ruseffedi (1998) desain penelitian ini

digambarkan sebagai berikut:

O

×

O


(25)

Keterangan :

O = tes awal, tes akhir pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

×

= perlakuan pembelajaran kooperatif tipe TGT

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Santri yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa yang mempunyai

kemampuan akademik beragam dalam mempelajari serta memahami mata

pelajaran matematika. Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi penelitian

adalah seluruh santri Mts Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu

Ceper Tangerang.

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan cara sampling

purposif. Sampling purposif dikenal juga sebagai sampling pertimbangan, terjadi

apabila pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan seseorang atau

pertimbangan peneliti (Sudjana, 1996). Pada MTs Manbaul Ulum jumlah kelas

VIII ada empat kelas, dua kelas putra dan dua kelas putri. Semua kelas VIII

digunakan sebagai sampel sesuai dengan kebutuhan penelitian. Jadi sampel pada

penelitian ini adalah santri kelas VIII, dengan pertimbangan sebagai berikut :

1.

Santri kelas VIII merupakan santri kelas menengah pada jenjangnya yang

dipandang sudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan pesantren

dibandingkan dengan santri kelas VII.

2.

Santri kelas VIII lebih mempunyai pengalaman dalam belajar matematika


(26)

3.

Santri kelas IX dipersiapkan untuk menghadapi UN. apabila dijadikan subjek

penelitian dikhawatirkan akan mengganggu kegiatan yang telah dijadwalkan

pihak Mts dan pesantren.

4.

Pada kelas VIII terdapat pokok bahasan yang digunakan dalam penelitian ini.

5.

Penyebaran santri yang mempunyai kemampuan akademik tinggi, sedang dan

rendah setiap kelas cukup merata berdasarkan nilai harian dan informasi dari

guru matematka ang mengajar.

6.

Jumlah santri setiap kelas hampir sama. Masing-masing berjumlah 22 s.d 24

santri setiap kelas.

Dengan pertimbangan diatas, santri kelas VIII MTs Manbaul Ulum Pondok

Pesantren Asshiddiqiyah II dianggap mewakili para santri MTs di pondok

pesantren pada umumnya.

Sebagai sampel diambil empat kelas dari kelas yang sudah tersedia apa

adanya. Dari undian yang dilakukan, kelas Putra D (VIIID) dan kelas Putri A

(VIIIA) ditetapkan sebagai kelas eksperimen. Untuk kelas kontrol yaitu kelas

Putra C (VIIIC) dan kelas putri B(VIIIB).

D. Data penelitian

1. Data kemampuan santri sebelum eksperimen

Merupakan data dari hasil tes awal santri sebelum menggunakan model

pembelajaran tipe TGT dan pembelajaran biasa.

a.

Data ini dikumpulkan sebelum menggunakan pembelajaran kooperatif


(27)

b.

Cara pengumpulan data: tes

c.

Bentuk data: skor tes

2. Data ketrampilan kooperatif

Merupakan data ketrampilan khusus yang dimiliki santri dalam pembelajaran

kooperatif tipe TGT pada saat santri melaksanakan belajar kelompok.

Ketrampilan kooperatif yang diamati dalam penelitian ini meliputi : berada

dalam tugas, menghargai pendapat orang lain, mendengarkan dengan aktif,

mengambil giliran, berbagi tugas, dan bertanya.

a.

Data ini dikumpulkan selama pembelajaran kooperatif tipe TGT pada

kelas eksperimen berlangsung.

b.

Cara pengumpulan data: observasi langsung

c.

Bentuk data: berupa sejumlah aktivitas yang menonjol selama

pembelajaran tipe TGT berlangsung.

3. Data ketrampilan berkompetisi

Merupakan data ketrampilan khusus yang dimiliki santri pada saat santri

melaksanakan turnamen akademik dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT.

Data ini dikumpulkan berdasarkan perolehan skor setiap santri pada saat

turnamen akademik dilaksanakan.

a.

Cara pengumpulan data: tes dalam turnamen akademik.


(28)

4. Data Pemahaman dan penalaran matematis santri

Merupakan data setelah santri menggunakan pembelajaran kooperatif tipe

TGT. Data ini didapat setelah mendapat tes akhir (postest). Postest

dilaksanakan bagi santri pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

a.

Data ini dikumpulkan setelah selesai melaksanakan pembelajaran

kooperatif tipe TGT.

b.

Cara pengumpulan data: tes

c.

Bentuk data: skor tes.

5). Data sikap santri mengenai pembelajaran kooperatif tipe TGT

Merupakan data yang berupa sikap, pendapat, komentar yang berkaitan

dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT yang telah dilaksanakan pada kelas

eksperimen.

a.

Data dikumpulkan setelah pembelajaran di kelas eksperimen setelah

dilaksanakan.

b.

Cara pengumpulan data: skala sikap

c.

Bentuk data: skor skala sikap

E. Variabel Penelitian

Ada dua variabel pada penelitian ini yaitu variabel bebas (independent

variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas adalah

variabel yang dapat dimodifikasi sehingga dapat mempengaruhi variabel lain,

sedangkan variabel terikat adalah hasil yang diharapkan setelah terjadi modifikasi

pada variabel bebas. Sebagaimana Menurut Fraenkel (1990) independent variable


(29)

adalah suatu variabel mandiri yang diduga dapat mempengaruhi variabel lain,

sedangkan dependent variable adalah variabel yang dipengaruhi oleh

independent variable.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT).

Sedangkan variabel terikatnya adalah pemahaman dan penalaran matematis santri.

Dalam setiap pelaksanaan penelitian tidak menutup kemungkinan akan

muncul variabel-variabel luar yang akan mempengaruhi variabel terikat yang

disebut variabel extraneous, misalnya disain pembelajaran, guru, waktu belajar

dan lain sebagainya. Variabel luar yang terjadi dalam penelitian ini diasumsikan

tidak mempengaruhi secara signifikan (berarti) terhadap variabel terikat.

F. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan dua macam

instrumen, yaitu instrument tes dan non-tes. Instrumen jenis tes melibatkan

seperangkat tes kemampuan pemahaman matematik (soal berbentuk tes uraian),

tes kemampuan penalaran matematik (soal berbentuk tes uraian). Sedangkan

instrumen dalam bentuk non-tes melibatkan skala sikap santri, dan lembar

observasi untuk mengukur tingkat aktivitas santri selama proses pembelajaran

dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT. Masing-masing

jenis tes di atas, penulis uraikan sebagai berikut:


(30)

1.

Tes Kemampuan Santri

Tes kemampuan santri digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif

santri dalam pemahaman dan penalaran matematis. Tes kemampuan santri disusun

berdasarkan rumusan tujuan pembelajaran yang dituangkan dalam kisi-kisi. Soal

tes diujicobakan kemudian diadakan revisi terhadap item yang kurang baik atas

dasar analisis ujicoba. Selain itu dalam menyusun tes mengikuti

ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data mengenai pemahaman dan

penalaran matematis santri. Tes dipillih dalam bentuk uraian dengan maksud

untuk melihat proses pengerjaan yang dilakukan santri agar dapat diketahui

sejauh mana kemampuan pemahaman dan penalaran matematis santri.

Dalam penyusunan tes, diawali dengan penyusunan kis-kisi yang mencakup

kompetensi dasar, indikator, aspek yang diukur beserta skor penilaiannya dan

nomor butir soal. Dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawaban dan

aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal.

Bahan tes direncanakan diambil dari materi pelajaran matematika

SMP/MTs kelas VIII semester genap dengan mengacu pada KTSP.

Pemberian skor untuk soal-soal pemahaman dan penalaran matematis

mengikuti pedoman dari Cai, Lane dan Jakabcsin (dalam Budiman, 2008) sebagai

berikut:


(31)

Tabel 3.1

Pemberian Skor Soal Pemahaman Matematis

Skor Respon Siswa Terhadap Soal

4

Menunjukkan kemampuan pemahaman :

a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika secara lengkap

b. Penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, dan melakukan perhitungan benar

3

Menunjukkan kemampuan pemahaman :

a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika hampir lengkap

b. Penggunaan algoritma secara lengkap namun mengandung sedikit kesalahan dalam perhitungan

2

Menunjukkan kemampuan pemahaman :

a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika kurang lengkap

b. Penggunaan algoritma namun mengandung perhitungan yang salah

1

Menunjukkan kemampuan pemahaman :

a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika sangat terbatas

b. Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah 0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada tidak menunjukkan pemahaman

kosep dan prinsip terhadap soal matematika

Tabel 3.2

Pemberian Skor Soal Penalaran Matematis

Skor Respon Siswa Terhadap Soal

0 Tidak ada jawaban/menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan/tidak ada yang benar

1 Hanya sebagian aspek dari pertanyaan dijawab dengan benar 2 Hampir semua aspek dari pertanyaan dijawab dengan benar 3 Semua aspek dijawab dengan jelas, lengkap dan benar

Kemudian, apabila soal telah diujicobakan maka dilanjutkan dengan

analisis soal meliputi validitas, reabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda

soal.


(32)

a.

Analisis Validitas tes

Validitas merupakan salah satu hal yang penting dalam menentukan

instrumen penelitian. Menurut Suherman (1990) suatu alat evaluasi disebut valid

apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi.

Menurut Ruseffendi (1994) suatu instrumen dikatakan valid bila instrumen itu,

untuk maksud dan kelompok tertentu, mengukur apa yang semestinya diukur.

Sebuah soal tes dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar

terhadap skor total. Untuk dapat menentukan apakah suatu tes telah memiliki

validitas atau daya ketepatan mengukur, dapat dilakukan dari dua cara, yaitu: dari

tes itu sendiri sebagai suatu totalitas, dan dari segiitem sebagai bagian tak

terpisahkan dari tes tersebut (Sudijono,2003)

Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas banding,

yaitu nilai hasil uji coba per item dikorelasikan dengan nilai total uji coba. siswa

yang diasumsikan telah mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya dalam

matematika. Dalam hal ini digunakan rumus korelasi product moment (Arikunto,

2002).

=

{ − } { − }

Keterangan:

= koefisien korelasi nilai x dengan nilai y

n = banyak santri

x = skor butir soal yang dicari validitasnya

y = skor total

Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi menurut Arikunto

(2002) sebagai berikut:


(33)

Tabel 3.3

Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas

Koefisien Korelasi Interpretasi

0,80 < ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < ≤ 0,80 Tinggi

0,40 < ≤ 0,60 Cukup

0,20 < ≤ 0,40 Rendah

0,00 ≤ ≤ 0,20 Kurang

Perhitungan validitas soal secara keseluruhan dengan menggunakan

program Exel. Terlihat koefisien korelasi validitas untuk soal pemahaman

matematisnya adalah 0,77 termasuk kategori tinggi, sedangkan untuk koefisien

korelasi validitas soal penalaran matematisnya adalah 0,81 juga termasuk kategori

sangat tinggi. Selengkapnya disajikan dalam lampiran C.2 dan C.3.

b.

Validitas Item Soal

Validitas butir item dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki

oleh sebutir item (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu

totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir item tersebut

(Sudijono, 2003:182). Sebuah soal tes dikatakan valid bila mempunyai dukungan

yang besar terhadap skor total. Untuk menguji setiap item validitas setiap item

soal, skor-skor yang ada pada item tes dikorelasikan dengan skor total.

Perhitungan validitas item tes dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi


(34)

=

{ − } { − }

Keterangan :

= koefisien korelasi nilai x dengan nilai y

n = banyak santri

x = skor butir soal yang dicari validitasnya

y = skor total

Berdasarkan tabel harga kritis r product moment , jika

<

��

maka

korelasi tersebut tidak signifikan (tidak valid). Jika harga jika

>

��

maka

korelasi tersebut signifikan (valid).

Dalam penelitian ini, koefisian korelasi nilai x dengan nilai y dihitung

dengan SPSS 16. Perolehan nilai disajikan pada tabel 3.4 berikut :

Tabel 3.4

Korelasi antara Skor Masing-masing Item Soal dengan Skor Total

Kemampuan

Matematis

No. Soal

Korelasi Pearson

Sig (2-tailed) Kategori

Pemahaman Matematis

1 0,752 0,000 Tinggi

2 0,836 0,000 Sangat Tinggi

3 0,899 0,000 Sangat Tinggi

4a 0,866 0,000 Sangat Tinggi

Penalaran Matematis

4b 0,931 0,000 Sangat Tinggi

5 0,824 0,000 Sangat Tinggi

6 0,732 0,000 Tinggi

7 0,717 0,000 Tinggi

Dari perhitungan validitas per item soal dengan menggunakan program

SPSS 16 terlihat bahwa untuk soal pemahaman matematis nomor 1 memiliki


(35)

validitas yang tinggi, sedangkan soal nomor 2, 3, dan 4 memiliki validitas yang

sangat tinggi. Sedangkan untuk soal kemampuan penalaran matematis, pada

nomor 4b dan 5 memiliki validitas yang sangat tinggi, nomor 6 dan 7 memiliki

validitas tinggi. Perhitungan selengkapnya disajikan dalam lampiran C.4 dan C.5

c.

Analisis Reliabilitas Tes

Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan(konsistensi) suatu tes, yaitu sejauh

mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang konsisten (tidak

berubah-ubah).

Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian

dikenal dengan rumus alpha (Suherman, 2003), yaitu :

11

=

� −

1

1

2

2

Keterangan :

11

= reliabilitas tes secara keseluruhan

n = banyak butir soal

2

= varians skor setiap item

2

= varians skor total yang diperoleh siswa

Untuk koefisien reliabilitas yang menyatakan derajat keterandalan alat

evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P. Guilford

(Suherman, 2003) seperti pada Tabel 3.5 berikut:


(36)

Tabel 3.5

Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Interpretasi

0,80 < ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < ≤ 0,80 Tinggi

0,40 < ≤ 0,60 Cukup

0,20 < ≤ 0,40 Rendah

0,00 ≤ ≤ 0,20 Kurang

Dari hasil uji coba instrumen dengan menggunakan rumus alpha dengan program SPSS 16 dan berdasarkan interpretasi reliabilitas pada tabel 3.5 diperoleh reliabilitas instrumen tes kemampuan pemahaman matematis secara keseluruhan 0,8

55 yang

artinya kategori sangat tinggi, sedangkan reliabilitas untuk instrumen kemampuan

penalaran matemati secara keseluruhan adalah 0.819 juga masuk pada kotegori

sangat tinggi. Perhitungan selengkapnya isajikan pada lampiran C.6 dan C.7

d.

Analisis Tingkat Kesukaran Soal

Menurut Sudijono (2001) butir-butir item tes hasil belajar dapat dinyatakan

sebagai butir-butir item yang baik apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu

sukar dan tidak terlalu rendah pula. Butir-butir item tes baik, jika derajat

kesukaran item itu adalah sedang atau cukup.

Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung dengan

menggunakan rumus berikut (To, 1996) :

TK =

� �


(37)

Keterangan :

TK = tingkat kesukaran

Sr = jumlah skor yang diperoleh seluruh santri padasatu butir soal yang

diolah

Ir = Jumlah skor ideal maksimum yang diperoleh pada satu butir soal

tersebut.

Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan dengan menggunakan

kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan oleh Suherman (2003)

sebagai berikut :

Tabel 3.6

Kriteria Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran Interpretasi

TK = 0,00 Terlalu sukar

0.00 < TK ≤ 0.30 Sukar

0,30 < TK ≤ 0,70 Sedang

0,70 < TK ≤ 1,00 Mudah

TK = 1,00 Terlalu mudah

Berdasarkan hasil uji coba instrumen dengan menggunakan Exel, diperoleh

tingkat kesukaran soal pemahaman dan penalaran matematis sebagai berikut :

Tabel 3.7

Perhitungan Tingkat Kesukaran

Soal Kemampuan Pemahaman Matematis

Nomor

soal

Tingkat

Kesukaran

Interpretasi

1

0,56

Sedang

2

0,56

Sedang

3

0,73

Mudah


(38)

Tabel 3.8

Perhitungan Tingkat Kesukaran

Soal Kemampuan Penalaran Matematis

Nomor

Soal

Tingkat

Kesukaran

Interpretasi

4b

0,61

Sedang

5

0,50

Sedang

6

0,28

Sukar

7

0,28

Sukar

Dari tabel terlihat bahwa untuk soal kemampuan pemahaman matematis

terdapat tiga soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, yaitu nomor 1, 2, dan

4a dan untuk soal yang tingkat kesukarannya mudah ada satu nomor, yaitu nomor

3.

Sedangkan tingkat kesukaran pada soal penalaran matematis terdapat dua

soal yang memiliki tingkat kesukaran tinggi, yaitu nomor 6 dan 7. Untuk soal

yang memiliki tingkat kesukaran sedang ada dua nomor, yaitu nomor 4b dan 5.

Cara perhitungan tingkat kesukaran

Perhitungan tingkat kesukaran pada soal kemampuan pemahaman dan

penalaran matematis disajikan dalam lampiran C.8 dan C.9

e.

Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda butir soal menyatakan kemampuan suatu butir soal

untuk dapat membedakan santri yang mampu menjawab benar dengan santri yang

tidak mampu menjawab benar. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda


(39)

yang baik apabila santri yang pandai dapat menjawab soal dengan baik, dan santri

yang kurang pandai tidak dapat menjawab soal dengan baik.

Untuk menghitung daya pembeda, perlu dibedakan antara skor

kelompok atas (

) dengan skor kelompok bawah (

)). Kelompok dibagi dua ,

yaitu kelompok atas dan kelompok bawah. Pembagiannya 27% untuk kelompok

atas dan 27% untuk kelompok bawah.. Menghitung daya pembeda (DP) dilakukan

dengan menggunakan rumus (Sudijono, 2001: 387) yaitu :

DP =

� −�

Keterangan :

DP = Daya pembeda

= Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah

= Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

= Jumlah skor ideal salah satu kelompok butir soal dipilih

Hasil perhitungan daya pembeda kemudian diinterpretasikan dengan

klasifikasi yang dikemukakan oleh Suherman (2003) seperti Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Interpretasi

�� ≤ 1,00 Sangat rendah

0,00 < DP≤ 0,20 Rendah

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup/Sedang

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 ≤ DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Dengan menggunakan program Exel hasil perhitungan instrumen uji

coba daya pembeda soal kemampuan pemahaman dan penalaran matematis

adalah sebagai berikut:


(40)

Tabel 3.10

Perhitungan Daya pembeda Soal Kemampuan Pemahaman Matematis

Nomor

soal

Daya

Pembeda

Interpretasi

1 0,55 Baik

2 0,64 Baik

3 0,82 Sangat Baik

4a 0,75 Sangat Baik

Dari tabel terlihat, untuk daya pembeda soal kemampuan pemahaman

matematis pada nomor 1 dan 2 termask kategori baik, sedangkan untuk nomor 3

dan 4a termasuk kategori sangat baik.

Tabel 3.11

Perhitungan Daya pembeda Soal Kemampuan Penalaran Matematis

Nomor

soal

Daya

Pembeda

Interpretasi

4b

0,77

Sangat Baik

5

0,55

Baik

6

0,55

Baik

7

0,44

Baik

Dari tabel terlihat bahwa daya pembeda soal kemampuan penalaran

matematis untuk nomor 4b termasuk kategori sangat tinggi, sedangkan nomor 5, 6

dan 7 mempunyai daya pembeda yang baik. Hasil selengkapnya disajikan pada

lampiran C.10 dan C.11.

f.

Rekapitulasi Analisi Hasil Uji Coba

Kesimpulan hasil uji coba instrumen kemampuan pemahaman dan penalaran

matematis secara keseluruhan dapat dilhat pada Tabel 3.12 berikut:


(41)

Tabel 3.12

Rekapitulai Analisis Hasil Uji Coba instrumen Kemampuan

Pemahaman Matematis

Jenis Tes No Soal Interprepasi Validitas Tes Interpretasi Validitas Item Tes Interpretasi reliabilitas Interpretasi Tingkat kesukaran Interpretasi Daya Pembeda Kemampuan pemahamn Matematis 1 Tinggi Tinggi Tinggi

Sedang Baik

2 Sangat

Tinggi

Sedang Baik

3 Sangat

Tinggi

Mudah Sangat Baik

4a Sangat

Tinggi

Sedang Sangat Baik

Tabel 3.13

Rekapitulai Analisis Hasil Uji Coba instrumen Kemampuan Penalaran

Matematis

Jenis Tes No Soal Interprepasi Validitas Tes Interpretasi Validitas Item Tes Interpretasi reliabilitas Interpretasi Tingkat kesukaran Interpretasi Daya Pembeda Kemampuan penalaran Matematis 1 Sangat Tinggi Sangat

tinggi Sangat Tinggi

Sedang Sangat Baik

2 Sangat

Tinggi

Sedang Baik

3 Tinggi Sukar Baik

4a Tinggi Sukar Baik

2.

Lembar Pengamatan Kegiatan Santri dalam Pembelajaran

Pengamatan

dilakukan

sepanjang

kegiatan

belajar

mengajar

berlangsung, dari awal kegiatan hingga guru menutup pelajaran. Kegiatan santri

yang diamati meliputi : mendengarkan atau menyimak pelajaran guru/teman,

membaca dan memahami LKS, bekerja dengan mengembangkan alat/media,


(42)

mencatat, bertanya antara santri dengan guru, berdiskusi/bertanya antara santri

dengan santri, menjawab pertanyaan baik dari santri maupun guru, kemampuan

berkompetisi, dan kejujuran.

Pengamat dalam penelitian ini adalah guru yang mengajar mata

pelajaran matematika di sekolah yang sebelumnya telah berdiskusi terlebih

dahulu. Format lembar pengamatan yang digunakan terdapat pada lampiran B.5..

3.

Skala Sikap

Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data tentang pendapat santri

terhadap pembelajaran matematika pada umumnya, pembelajaran kooperatif tipe

TGT, dan soal-soal kemampuan pemahaman dan penalaran matematis.

Sikap respon santri yang digunakan terbagi ke dalam 4 kategori yang

tersusun secara bertingkat, mulai dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju

(TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). (Suherman & Kusumah, 1990)

Dalam menganalisis hasil angket, skala kualitatif ditransfer ke dalam skala

kuantitatif. Penskoran yang digunakan dalam menstranfer skala tersebut

berdasarkan pada distribusi jawaban santri yang di transfer ke dalam persentase.

Format skala sikap dan kisi-kisi skala sikap terdapat pada lampiran B.3 dan B.4.

4.

Pedoman wawancara

Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak dapat diperoleh

pada saat tes atau pengamatan, karena wawancara sangat efektif untuk menggali

informasi yang berada dalam benak dan pikiran.Wawancara akan dilakukan


(43)

dengan beberapa santri kelas eksperimen dan guru matematika di MTs.

Wawancara terhadap santri digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih

lengkap dan mendalam mengenai perasaan dan sikap santri kelas eksperimen

terhadap pembelajaran kooperatif tipe TGT. Wawancara terhadap guru digunakan

untuk memperoleh pendapat dan saran mengenai pembelajaran kooperatif tipe

TGT. Format wawancara terdapat pada lampiran B.7.

5.

Pengembangan Bahan Ajar

Bahan ajar yang digunakan pada penelitian ini disusun dalam bentuk Lembar

Kerja Santri (LKS) dan soal-soal turnamen. Dengan LKS, santri berusaha

memahami materi yang sedang dipelajari secara berkelompok, berdiskusi, saling

membantu sesama anggota kelompok untuk mempersiapkan turnamen sesuai

dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT.

G. Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu tahap

persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.

1.

Tahap Persiapan.

Beberapa kegiatan yang direncanakan dalam tahap ini yaitu :

a.

Menyusun kisi-kisi dan instrumen tes serta merancang LKS

b.

Menemui Kepala Madrasah Tsanawiyah Manbaul Ulum Pondok Pesantren

Asshiddiqiyah II Kota Tangerang untuk memohon ijin melaksanakan

penelitian.


(44)

c.

Berkonsultasi dengan guru matematika untuk menentukan waktu, teknis

pelaksanaan penelitian, memilih sampel sebanyak empat kelas secara acak

untuk

dijadikan

kelas

eksperimen

dan

kelas

kontrol,

membuat

pengelompokan di kelas eksperimen berdasarkan nilai hasil ulangan umum

dan harian dari guru matematika.

d.

Mengujicobakan instrumen.

2.

Tahap Pelaksanaan

Kegiatan pertama dalam tahap pelaksanaan pada penelitian ini diawali

dengan memberikan pretes di kelas kontrol dan kelas eksperimen yang semuanya

berjumlah 4 kelas. Waktu untuk pertemuan awal ini adalah 2 x 40 menit. Kelas

VIIIB ditetapkan sebagai kelas kontrol putri, sedangkan kelas VIIIA ditetapkan

sebagai kelas eksperimen. Sementara untuk kelas putra ditetapkan kelas VIIIC

sebagai kelas kontrol dan kelas VIIID sebagai kelas eksperimen. Jumlah santri

pada kelas VIIIA adalah 22 santri, kelas VIIIB 23 santri, kelas VIIIC 24 santri dan

kelas VIIID berjumlah 24 santri.

Kegiatan berikutnya adalah pembelajaran. Pembelajaran dilakukan dikelas

eksperimen dan kelas kontrol. Pembelajaran pada semua kelas dilakukan

sebanyak 7 kali pertemuan termasuk pretes dan postes. Tahap pelaksanaan

dilaksanakan di bulan Mei 2012. Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai

guru matematika di kelas. Model pemelajaran yang dipakai dikelas kontrol adalah

model pembelajaran biasa. Sedangkan di kela eksperimen diterapkan model

pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT). Sebelum


(45)

pembelajaran dilaksanakan, peneliti telah mendata nilai harian santri semua kelas.

Tujuannya adalah untuk mengetahui kemampuan awal santri sekaligus sebagai

pedoman untuk membagi kelompok pada pelaksanaan pembelajaran dengan tipe

TGT di kelas eksperimen. Berdasarkan data nilai harian, peneliti menyusun

rangking santri. Pembentukan kelompok dibuat dengan ketentuan setiap

kelompok terdiri dari anggota yang homogen, termasuk dari segi kemampuannya.

Sehingga dalam mengerjakan tugas kelompok akan ada interaksi antar santri,

berupa saling bantu membantu dalam mengerjakan tugas atau pembahasan bahan

ajar.

Selain membentuk kelompok untuk pelaksanaan pembelajaran, peneliti juga

membentuk kelompok untuk turnamen akademik untuk pertemuan pertama. Jika

pada kelompok pembelajaran anggotanya harus homogen, maka tidak demikian

pada kelompok turnamen. Anggota kelompok turnamen dalam satu meja haruslah

santri yang memiliki kemampuan setara. Jadi anggota pada meja turnamen

pertama (meja1) adalah santri yang memiliki kemampuan paling tinggi pada

masing-masing kelompoknya. Meja kedua beranggotakan santri yang memiliki

kemampuan lebih rendah dari santri yang menjadi aggota di meja pertama dan

seterusnya. Segala keperluan untuk proses pembelajaran mulai dari pretes,rencana

pelaksanaan pembelajaran, lembar kerja santri, soal turnamen dan susunan

anggota setiap meja turnamen pada setiap pertemuan selengkapnya disajikan pada

lampiran F.3.

Pemberian materi kubus dan balok direncanakan sebanyak 5 kali pertemuan.

Setelah pembelajaran selesai, selanjutnya dilaksanakan postes di kelas eskperimen


(46)

dan juga di kelas kontrol. Tujuannya untuk memperoleh data sejauh mana

keberhasilan metode pembelajaran yang digunakan.

3.

Tahap Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil tes baik pretes maupun postes kemudian

dianalisis secara sattistik. Sedangkan hasil skala sikap, pengamatan aktivitas guru

dan santri serta hasil wawancara dengan siswa dianalisis secara deskriptif.

a.

Pengolaha Data Tes

Data Yang diperoleh dari tas awal dan tes akhir dianalisis untuk mengetahui

kemampuan pemahaman dan penalaran matematis santri. Yaitu dengan cara

membandingkan skor santri yang diperoleh dari hasil tes sebelum dan sesudah

diberi perlakuan. Besarnya peningkatan sebelum dan sesudah pembelajaran

dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalize gain) yang dikembangkan

oleh Meltzer(2002) sebagai berikut :

Gain ternormalisasi (g)

=

− ( )

� � − ( )

Dengan kriteria indeks gain seperti pada Tabel dibawah ini :

Tabel 3.14

Skor Gain Ternormalisasi

Skor Gain Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang


(47)

Pengolahan dan analisis data hasil tes kemampuan pamahaman dan

penalaran matematis dengan menggunakan uji statistik dengan tahapan-tahapan

sebagai berikut :

1.

Uji Normalitas

Menguji normalitas distribusi skor tes awal dan tes akhir dilakukan untuk

mengetahui apakan sampel berdistribusi norml atau tidak. Dalam penelitian ini,

uji normalitas menggunakan uji Lilliefors Kolmogorov-Smirnov sprogram SPSS

16. Uji Komogorov-Smirnov dipilih karena jumlah sampel dalam satu kelas

kurang dari 30 siswa.

Pasangan hipotesis yang akan diuji pada pengujian normalitas ini adalah

sebagai berikut:

H

0

= Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

H

1

= Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.

Kriteria pengujian dengan uji Lilliefors adalah terima

H

0

jika nilai sig

>

dan tolak

H

0

jika nilai sig

<

. Besar

adalah 0.05 (Sundayana, 2010).

2.

Uji homogenitas

Uji homogenitas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan untuk

mengetahui apakah varians kedua kelompok sama atau berbeda. Dalam penelitian

ini, uji homogenitas dilakukan dengan Uji Levene’s program SPSS 16.

Pasangan yang akan diuji pada pengujian homogenitas ini adalah sebagai

berikut:

H

0

= Tidak terdapat perbedaan varians antara kelompok eksperimen dengan


(48)

H

1

= Terdapat perbedaan varians antara kelompok eksperimen dengan

kelompok kontrol

Kriteria pengujiannya adalah H

0

diterima jika sig

>

, dan H

0

ditolak jika

sig

<

. Besar

adalah 0.05 (Sundayana, 2010).

3.

Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata ini digunakan untuk menguji kesamaan antara

dua rata-rata, yaitu antara data kelas eksperimen dan data kelas kontrol untuk

kelas putra dan kelas putri.

Pada penelitian ini, uji dua nilai rata-rata menggunakan Independent

Samples t-test program SPSS 16 . Uji kesamaan dua nilai rata-rata dengan

menggunakan Independent Samples t-test dilakukan jika sampel derdistribusi

normal dan homogen.

Pasangan hipotesis yag akan diuji dalam pngujian ini adalah sebagai

berikut:

H

0

= Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok

eksperimen dengan kelompok kontrol

H

1

= Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok

eksperimen dengan kelompok kontrol

Kriteria pengujian adalah

H

0

dierima jika sig

>

, dan

H

0

ditolak jika

sig

<

. Bila tidak berdistribusi normal, dapat dilakukan dengan pengujian

nonparametrik, yaitu Uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney (Uji-U) adalah uji

nonparametrik yang cukup kuat sebagai pengganti uji-t, yaitu:


(1)

2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis pada kelas eksperimen putra tidak berbeda dengan kelas kontrolnya meskipun menurut perhitungan gain terdapat peningkatan.

3. Peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis antara kelas eksperimen putra dan kelas eksperimen putri tidak berbeda.

4. Sikap santri positif terhadap pembelajaran matematika, terhadap penggunaan LKS dalam pembelajaran, terhadap pembelajaran matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT dan terhadap soal-soal kemampuan pemahaman dan penalaran matematis.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan, selanjutnya penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Untuk guru-guru bidang studi matematika, agar menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai alternatif dalam pembelajaran matematika dikelas guna meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa Mts dan yang sederajat khususnya pada materi kubus dan balok.

2. Jika hendak menggunakan TGT, hendaknya dipersiapkan bahan ajar, alokasi waktu, variasi kegiatan dalam pembelajaran, dan variasi soal yang mengarah kepada kemampuan yang diteliti.


(2)

3. Dalam pembagian indikator soal, hendaknya perbandingan jumlahnya seimbang agar soal yang diujikan benar-benar dapat digunakan untuk peneliti kemampuan yang sedang diteliti.

4. Soal dibuat sedemikian rupa sehingga soal yang disiapkan satu sama lain tidak saling berhubungan, hal ini dimaksudkan agar skor yang diperoleh pada masing-masing soal tidak bergantung pada soal sebelumnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdi, M, A. (2005). Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan. Pendidikan

Pesantren Dalam Perspektif Pendidikan Nasional [On Line] , Volume 3 No. 4, 12 halaman. Tersedia:

http:/1sjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/34056272.pdf.[4 Maret 2012] Arikunto, S. (1992) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . Edisi revisi.

Jakarta : Rineka Cipta

Arikunto, S. (2002) Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi revisi. Jakarta : Bumi Aksara

Budiman, A. (2008). Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMP. Tesis Pada SPS UPI Bandung : Tidak diterbitkan

Cahyo, A, N. (2011). Game Khusus Penyeimbang Otak Kanan & kiri Anak. Jogjakarta : Flash Books

Cai, J. Lane, S., dan Jakabcsin, M.S. (1996) . The Role of Open-Ended Tasks and

Holistic Scoring Rubrics : Assesing Students Mathematical Reasoning and Communication in Mathematics. Dalam P.C. Elliot dan M.J Kenney(Eds).

Yearbook Communication in Mathematics K-12 and Beyond : The National Council of Teachers of Mathematics.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Dahlan, J. A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan pemahaman Matematik Siswa Sekolah Menengah Lanjutan Pertama melalui Pendekatan Pembelajaran Open –Ended. Disertasi FPS IKIP Bandung : Tidak dipublikasikan

Darmayanti, S. (2010). Meningkatkan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Tesis pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Depdiknas, (2006). Kurikulum Satuan pendidikan SMP Mata Pelajaran Matematika. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Republik


(4)

Eriadi. (2008). Penerapan Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis Magister pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan Fraenkel, Jack and Wallen, Norman. (1990). How to Design and Evaluate

Research in Education.: New York : McGraw-Hill Publishing Company

Hamalik, O. (1990). Pendidikan Baru : Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung : Sinar Baru.

Hastuti. (2012). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Tugu Publisher

Hermanto, R. (2011). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Program Geometer’s Sketchpad Terhadap Kmampuan generalisasi Matematis Siswa SMP. Tesis Sps pada UPI. Bandung : Tidak dipublikasikan

Herman, T. (2004). Prosiding Seminar Nasional Matematika :”Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah dalam Upaya Meningkatkan kemampuan Penalaran Siswa SMP”. Bandung : UPI

Irma, A. (2011). Peningkatan Pemahaman dan Representasi matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui strategi Think-Talk-Write. Tesis pada SPs UPI. Bandung : Tidak diterbitkan

Kariadinata, R. (2001). Peningkatan Pemahaman dan Kemampuan Analogi Matematika Siswa SMU melalui Pembelajaran Kooperatif. Tesis pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Nugroho, H. I. (2009). Pengantar Ilmu Pendidikan: Posisi Pendidikan Agama Islam Dalam Konteks Pendidikan Indonesia. Jogjakarta : Tidak Diterbitkan

Meltzer, D. E. (2002) The Relationship between Mathematics Preparotion anda Conceptual Learning Gain in Physics : A Possible “Hidden Variable” in Diagnostics Pretest Scores. Dalam American Journal of Physics

Miranti, G. (2004) Prosiding Seminar Nasional Matematika: “Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika melalui Pembelajaran Menggunakan Media Program Komputer”. Bandung: UPI

Prayitno, I. (2008). Revitalisasi Pendidikan Pesantren. [On Line] tersedia:


(5)

http://irwanprayitno.info/artikel/1209699147-revitalisasi-pendidikan-Rosyidah, L. (2011). Peranan Pesantren dalam Mewujudkan Pendidikan berkarakter bagi Pelajar Bangsa Indonesia.[On Line] Tersedia: http://lailatulrosyidah.blogspot.com/2011/08/peran-pesantren-dalam-mewujudkan.html. [27 Januari 2012]

Rahadi, M. (2002). Penerapan model Belajar Kooperatif Tipe Teams-gmes-Tournament dalam Pembelajaran Matematika SMU. Tesis Pada SPs UPI. Bandung : Tidak diterbitkan

Ruseffendi, E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya Dalam pengajaran Matematika Untuk Guru dan Calon Guru. Bandung : IKIP Press

--- (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : IKIP Press

--- (1994) Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang

Sarwono, S. W. (2005) Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning Theory, Research, and Practice. Second Edition. : Allyn and Bacon

Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Konstatasi keadaan masa kini menuju aharapan masa depan. Jakarta: Depdiknas Sriyono, (2011). Perbedaan Cara Berfikir Pria dan Wanita [Online].Tersedia:

www. google.com/downloads_04.pdf [29 Febuari 2012]

Stahl, R. (1994). Cooperative Learning in Socisl Studies. California: Arizona State University

Subini, N (2011). Mengatasi Kesulitan Belajar Pada anak. Jogjakarta : Javalitera

Sudijono, A. (2003). Pengantar Evaluasi pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : CV. Alfabeta


(6)

Suherman, E. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Tarsito

Suherman, E. et al. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Tarsito

Sulaeman, M. S. (2010) Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui pembelajaran dengan Pendekatan Kontruktivisme. Tesis pada SPs UPI. Bandung : Tidak dipublikasikan

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahamandan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi FPS IKIP Bandung: Tidak dipublikasikan

--- (2002) Jurnal Matematika atau Pembelajarannya: “Pembelajaran Berfikir Tingkat Tinggi Matematika Pada Siswa Sekolah Dasar”. Edisi khusus Juli 2002.

Tn, (2011). Peranan Pesantren Dalam Pendidikan Nasional. [On Line] Tersedia:

http://telusuri-web.blogspot.com/2011/04/peranan-pesantren-dalam-pendidikan.html. [April 2012]

To, K. (1996). Mengenal Analisis Tes. Bandung : FIP IKIP Bandung

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan Siswa dalam Pembelajaran Matematika. Disertasi IKIP Bandung Tidak dipublikasikan.

--- (2008). Pembelajaran dan Mode-model Pembelajaran. Bandung : UPI Wikanengsih, (2005). Pembelajaran kooperatif Tipe Teams-Games-Tournament(TGT) Dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Baca Siswa. Tesis pada SPS UPI Bandung : Tidak diperbitkan

. .