Upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 3 melalui metode pembelajaran kooperatif tipe TGT : teams games tournament di MI Darul Muqinin Jakarta Barat

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

i

Matematika siswa Kelas 3 Melalui Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournaments) di M.I. Darul Muqinin Sukabumi Utara Jakarta Barat .

Kata Kunci : Hasil Belajar Matematika, Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil belajar Matematika siswa kelas 3 yang masih tergolong rendah serta kegiatan pembelajaran yang masih berjalan monoton. Penelitian ini di laksanakan di M.I. Darul Muqinin Jakarta Barat dengan subyek penelitian para siswa/i kelas 3 dengan jumlah 20 orang. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana peningkatan hasil belajar Matematika siswa kelas 3 di M.I. Darul Muqinin Jakarta Barat dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan melalui empat kali pertemuan dalam 2 siklus. Pelaksanaan PTK ini juga dilakukan dalam empat tahapan, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Sedangkan instrumen penelitian yang digunakan adalah: lembar observasi aktifitas siswa, lembar observasi aktifitas guru, lembar kerja untuk diskusi, lembar tugas untuk di rumah (PR), tes tertulis dalam bentuk lembar kerja siswa (LKS), dokumentasi serta catatan-catatan lain yang dapat mendukung pelaksanaan PTK tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 3 di M.I. Darul Muqinin. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perbedaan hasil nilai belajar siswa, yaitu antara hasil tes siswa siklus I dengan hasil tes siswa siklus II. Yang mana pada hasil tes siswa siklus I hanya memperoleh nilai rata-rata sebesar 47,00 dengan prosentase ketuntasan belajar siswa 20% (sebanyak 4 orang siswa saja yang baru mencapai KKM 70), kemudian meningkat pada hasil tes siswa siklus II dengan nilai rata-rata tes sebesar 76,50 dengan prosentase ketuntasan belajar siswa sebesar 85% (sebanyak 17 orang siswa dari 20 orang siswa yang sudah mencapai KKM 70).


(6)

ii

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Yang telah melimpahkan cucuran rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournaments) di M.I. Darul Muqinin Jakarta Barat.

Shalawat serta salam semoga selalu terlimpah dan tercurah kepada junjungan kita kekasih Allah SWT, pembawa rahmat bagi semesta alam, yaitu Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, serta kita semua selaku pengikut-Nya hingga akhir zaman.

Selanjutnya pada kesempatan ini, izinkan penulis untuk menyampaikan rasa terimakasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Bpk. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Fauzan, MA., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bpk. Firdausi, S.Si, M.Pd. Selaku Pembimbing Skripsi yang telah banyak membantu dan meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi dalam penyelesaian Skripsi ini.

4. Kepala M.I. Darul Muqinin Jakarta Barat, Bpk. Drs. H. Mudili HAS. yang telah memberikan izin penelitian di Madrasah Ibtidaiyyah Darul Muqinin. 5. Bpk. M. Taufik, S.Pd.I. selaku observer dan sekaligus juga sebagai

kolaborator yang telah membantu peneliti selama penelitian berlangsung. 6. Seluruh dewan guru beserta staf M.I. Darul Muqinin Jakarta Barat.

7. Para Siswa dan siswi M.I. Darul Muqinin khususnya kelas 3 yang telah membantu peneliti dalam penelitian ini.


(7)

iii

penulis dalam penyusunan skripsi ini. Serta semua pihak yang telah banyak membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Mudah-mudahan atas segala bantuan, bimbingan, dukungan, serta doa yang telah diberikan mendapatkan ganjaran pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amiiin.

Akhirnya, penulis juga menyadari bahwa masih banyak sekali kesalahan-kesalahan dan juga kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang dapat membangun demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak yang membacanya.

Jakarta, 8 Januari 2015 Penulis,


(8)

iv

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI SURAT PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR. ... ii

DAFTAR ISI ... iv

LAMPIRAN ... vii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II : DESKRIPSI TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Deskripsi Teori Tentang Hasil Belajar Matematika ... 8

1. Pengertian dan Karakteristik Matematika ... 8

2. Hasil Belajar Matematika ... 16

3. Jenis-jenis Hasil Belajar Matematika ... 17

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika ... 23

B. Deskripsi Teori Tentang Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 31

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 31

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif ... 35


(9)

v

Kooperatif Model TGT ... 44

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

1. Tempat Penelitian ... 52

2. Waktu Penelitian ... 52

B. Metode Penelitian dan Desain Intervensi Tindakan ... 52

1. Metode Penelitian ... 52

2. Desain Intervensi Tindakan ... 53

C. Subyek Penelitian ... 55

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 55

E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 55

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 58

G. Data dan Sumber Data ... 59

H. Instrumen Penelitian ... 59

I. Tekhnik Pengumpulan Data ... 62

J. Tekhnik Pemeriksaan Keterpercayaan ... 63

K. Analisis Data ... 63

BAB IV : DESKRIPSI DATA, PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 65

1. Penelitian Pendahuluan ... 65

2. Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ... 66

B. Hasil Penelitian ... 92


(10)

vi

B. Saran-saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105 UJI REFERENSI


(11)

vii

2. Kisi-kisi Penilaian Hasil Belajar Matematika Siklus I 3. Instrumen Soal Tes Matematika Siklus I

4. Kunci Jawaban Soal Matematika (Tes Siklus I) 5. Soal-soal Turnamen Siklus I

6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II 7. Kisi-kisi Penilaian Hasil Belajar Matematika Siklus II 8. Instrumen Soal Tes Matematika Siklus II

9. Kunci Jawaban Soal Matematika (Tes Siklus II) 10. Soal-soal Turnamen Siklus II

11. Instrumen Bahan Diskusi Siklus I (Pertemuan ke 1)

12. Instrumen Tugas Pekerjaan Rumah Siklus I (Pertemuan ke 1) 13. Instrumen Bahan Diskusi Siklus II (Pertemuan ke 3)

14. Instrumen Tugas Pekerjaan Rumah Siklus II (Pertemuan ke 3) 15. Hasil Observasi Pengamat Terhadap kegiatan Guru Siklus I 16. Hasil Observasi Pengamat Terhadap Aktivitas Siswa Siklus I 17. Hasil Belajar Siswa Siklus I

18. Hasil Observasi Pengamat Terhadap Kegiatan Guru Siklus II 19. Hasil Observasi Pengamat Terhadap Aktivitas Siswa Siklus II 20. Hasil Belajar Siswa Siklus II

21. Hasil Angket Respon Siswa


(12)

1

A . Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, dunia pendidikan sedang dihadapkan pada suatu permasalahan tentang bagaimana caranya agar dapat berlomba dan bersaing untuk membuat terobosan baru dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya sekolah-sekolah internasional yang ada dan marak bermunculan di hampir setiap negara. Mereka berlomba dan bersaing dalam mengetengahkan bentuk dan model penyajian pembelajaran yang sistematis, efektif, efisien, menarik serta sesuai dengan standarisasi pendidikan tingkat dunia. Mereka juga berusaha menyajikan bentuk dan model pembelajaran yang belum pernah ada sebelumnya (inovatif) dengan berpedoman pada beberapa teori pendidikan yang dibuat oleh para pakar pendidikan dunia.

Sementara itu, di Indonesia sendiri mutu pendidikan yang ada sekarang ini dianggap oleh banyak kalangan masih rendah. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa indikasi : Pertama, lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap dalam memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Kedua, peringkat Human Development Index (HDI) Indonesia yang masih rendah, yaitu peringkat 111 dari 117 negara (tahun 2004). Ketiga, berdasarkan laporan International Educational Achievement (IEA) bahwa kemampuan membaca para siswa SD Indonesia berada pada urutan ke 38 dari 39 negara yang disurvei. Keempat, berdasarkan laporan Trend in International

Matemathics and Science Study (TIMSS), yaitu suatu lembaga yang mengukur

hasil pendidikan di dunia, mengemukakan bahwa kemampuan Matematika siswa Sekolah Menengah Pertama Indonesia berada diurutan ke 34 dari 38 negara.1 Hal tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi kemerosotan dalam prestasi belajar oleh para siswa di banyak sekolah di negara kita, baik bagi

1

Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru, (Jakarta:PT Rajawali Pers, 2011), Cet. 1, hal. 47- 48


(13)

siswa-siswa yang berada di sekolah-sekolah negeri maupun bagi siswa-siswa yang berada di sekolah-sekolah swasta. Baik bagi siswa-siswa yang berada di daerah perkotaan, maupun bagi siswa-siswa yang berada daerah di pedesaan. Hal tersebut terjadi terutama sekali dalam mata pelajaran Matematika, sehingga menyebabkan prestasi belajar siswa menjadi rendah.

Penyebab hasil belajar siswa rendah karena dipengaruhi adanya beberapa hambatan yang antara lain: (1). Kurang dikemasnya pembelajaran dengan metode yang menarik, menantang dan menyenangkan (pembelajaran kurang memenuhi strategi PAIKEM GEMBROT, yaitu: pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan, serta gembira dan berbobot), (2). Guru seringkali menyampaikan materi pembelajaran yang terkesan apa adanya (konvensional) sehingga pembelajaran cenderung membosankan dan kurang menarik minat para siswa yang pada akhirnya prestasi belajar siswa kurang memuaskan, (3). Di sisi lain juga ada kecendrungan bahwa aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika masih rendah. Setidak-tidaknya ada tiga indikator yang menunjukkan hal itu. Pertama, Siswa kurang memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapatnya kepada orang lain. Kedua, siswa kurang memiliki kemampuan untuk merumuskan gagasan sendiri. Dan ketiga, siswa belum terbiasa bersaing menyampaikan pendapat dengan teman yang lain.2

Masitoh dan Laksmi Dewi, berpendapat bahwa terdapat beberapa kelemahan dan kekurangan dalam metode pembelajaran ceramah, diantaranya : (a) siswa menjadi jenuh terutama kalau guru tidak pandai menjelaskan, (b) dapat menimbulkan verbalisme pada siswa, (c) materi ceramah terbatas pada yang diingat guru, (d) bagi siswa yang keterampilan mendengarnya kurang akan dirugikan, (e) siswa dijejali dengan konsep yang belum tentu dapat diingat terus, (f) informasi yang disampaikan mudah usang dan ketinggalan zaman, (g) tidak merangsang berkembangnya kreatifitas siswa, (h) terjadi interaksi satu arah yaitu dari guru kepada siswa.3

2

Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru, (Jakarta:PT Rajawali Pers, 2011), Cet. 1, hal. 267

3

Dra. Masitoh, M.Pd. dan Laksmi Dewi, M.Pd, Strategi Pembelajaran, (Jakarta, Dirjen Pend. Islam Departemen Agama RI, 2009) Cet-1 Hal. 159


(14)

Dari hasil wawancara dengan guru Matematika di MI Darul Muqinin Jakarta Barat diketahui bahwa hasil belajar Matematika siswa disekolah tersebut rendah. Yang menjadi penyebab Rendahnya hasil belajar Matematika tersebut di duga karena guru secara aktif menjelaskan materi, memberi contoh, dan latihan. Sedangkan siswa hanya mendengar, mencatat, dan mengerjakan latihan. Pembelajaran seperti itu kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan, membentuk, dan mengembangkan pengetahuan siswa. Dengan demikian, pembelajaran tersebut dirasakan kurang mampu menumbuhkan motivasi belajar dalam diri siswa. Selain itu, sangat kecil sekali peluang terjadinya proses sosial antar para siswa tersebut, yaitu hubungan antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya di dalam rangka membangun kebersamaan dalam pengetahuan.

Konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang lahir dari gagasan Jean Peaget. Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan disusun dalam pemikiran pelajar. Pengetahuan dikembangkan secara aktif oleh pelajar itu sendiri. Menurut Suherman, didalam kelas konstruktivisme, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara yang satu dengan yang lainnya, dan berpikir secara kritis tentang cara yang terbaik untuk menyelesaikan setiap masalah.4

Salah satu model pembelajaran yang berpijak pada pandangan konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara kelompok. Para siswa dalam satu kelas dijadikan beberapa kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru.5

Dalam pembelajaran kooperatif masing-masing siswa anggota kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan diri dan anggotanya. Mereka harus saling membantu melaksanakan tugas yang di berikan kepada kelompoknya

4

https://Julifa.wordpress.com/2013/11/15/pendekatan-pembelajaran-konstruktivisme kontekstual problem-solving pmri/.

5

Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, Model-model Pembelajaran Inovatif dan Efektif, (Bandung, Alfabeta, 2013) cet. ke 4, hal. 56


(15)

sehingga setiap anggota kelompok mencapai potensi optimal yang mungkin di raihnya. Sampai saat ini sudah cukup banyak tipe/model-model pembelajaran kooperatif learning yang di kembangkan, diantaranya adalah: Student Teams- Achievement Divisions (STAD) atau Divisi Pencapaian-Kelompok Siswa, Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Turnament (TGT), Team Assisted Individralization (TAI), Model Pembelajaran Investigasi Kelompok atau Group Investigation (GI), dan lain-lain6.

Teams Games Turnament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan adanya kerjasama antar anggota kelompok untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Slavin (1995), Terdapat lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) yaitu : (1). Penyajian Kelas (Class Pressentation), (2), Kelompok (Teams), (3). Permainan (Games), (4). Kompetisi/Turnamen (Turnaments) atau Perlombaan, dan (5). Pengakuan Kelompok/Penghargaan Kelompok (Teams Recognition)7. Hal menarik yang merupakan ciri khas yang membedakan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan metode pembelajaran kooperatif yang lainnya adalah adanya turnamen yang mempertandingkan antar kelompok8. Didalam turnamen, siswa yang berkemampuan akademiknya sama akan saling berlomba untuk mendapatkan skor tertinggi dimeja turnamennya. Jadi, siswa yang berkemampuan akademiknya tinggi akan berlomba dengan siswa yang berkemampuan akademiknya tinggi, siswa yang berkemampuan akademiknya sedang akan berlomba dengan siswa yang berkemampuan akademiknya sedang, siswa yang berkemampuan akademiknya rendah akan berlomba dengan siswa yang berkemampuan akademiknya rendah pula. Oleh karena itu, setiap siswa punya kesempatan yang sama untuk menjadi yang terbaik dimeja turnamennya. Hal ini tentu akan memotivasi siswa dalam belajar sehingga berpengaruh juga terhadap prestasi belajar siswa.

6

Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, Model-Model Pembelajaran Inovatif dan Efektif, (Bandung, Alfabeta, 2013) cet. ke 4, hal. 64.

7

Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, Model-Model Pembelajaran Inovatif dan Efektif, (Bandung, Alfabeta, 2013) cet. ke 4, hal. 67-70.

8

Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, Model-Model Pembelajaran Inovatif dan Efektif, (Bandung, Alfabeta, 2013) cet. ke 4, hal. 73.


(16)

Berdasarkan latar belakang dan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka perlu kiranya dilakukan suatu tindakan yang akan dilaksanakan oleh guru untuk mencari dan menerapkan suatu model pembelajaran yang dapat memotivasi dan meningkatkan hasil belajar Matematika siswa. Dalam hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian tindakan kelas yang diberi judul:

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS 3 MELALUI METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENTS) DI M.I. DARUL MUQININ

JAKARTA BARAT ”.

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan yang timbul dan sering terjadi serta dialami selama proses pembelajaran berlangsung di kelas diantaranya adalah : kurangnya konsentrasi, perhatian, dan minat belajar siswa. Untuk itu perlu adanya identifikasi masalah yang antara lain adalah sebagai berikut :

1. Motivasi dan hasil belajar matematika siswa masih tergolong rendah. 2. Jalannya pembelajaran matematika di kelas masih monoton.

3. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru masih bersifat konvensional.

4. Tidak adanya strategi pembelajaran menarik yang diterapkan oleh guru, sehingga menimbulkan terjadinya kejenuhan dan kebosanan belajar siswa. 5. Strategi pembelajaran dengan menggunakan metode Teams Game

Tournament (TGT) dianggap dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian dapat dibahas dengan jelas dan tidak meluas, maka penelitian dibatasi pada upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III dengan menggunakan metode pembelajaran Teams Game Tournament di Madarasah Ibtidaiyah (MI) Darul Muqinin Kebon Jeruk Jakarta Barat. Hasil belajar dibatasi pada hasil belajar kognitif dengan materi pokok : bangun datar, persegi dan persegi panjang, standar kompetensi: Menghitung keliling dan luas


(17)

pada bangun datar persegi dan persegi panjang, serta penggunaannya dalam pemecahan masalah.

D. Perumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang dan pembatasan masalah maka masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1.Bagaimana proses pembelajaran dapat diterapkan di MI. Darul Muqinin dengan menggunakan metode kooperatif tipe TGT pada hasil belajar matematika?

2.Apakah pelaksanaan strategi pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar matematika?

3.Bagaimana hasil belajar matematika siswa kelas III MI. Darul Muqinin Jakarta Barat dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan strategi pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat diterapkan di sekolah, khususnya dalam pembelajaran matematika.

2. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan strategi pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan kualitas dan hasil belajar siswa.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi siswa

1.Siswa diharapkan mampu dapat menyelesaikan permasalahan seputar peningkatan hasil belajar.


(18)

b. Bagi Guru

1. Dapat meningkatkan kualitas serta mutu pembelajaran matematika dengan metode pembelajaran Teams Games Tournament (TGT).

2. Dapat dijadikan alternatif model pembelajaran kelas

3. Dapat membantu meningkatkan kreatifitas dan perhatian dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

4. Dapat dijadikan pengalaman dalam menggunakan metode pembelajaran selanjutnya.

c. Bagi sekolah

Menjadi salah satu sumber masukan bagi kepala sekolah dalam meningkatkan mutu sekolah melalui peningkatan hasil belajar dengan penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT.


(19)

7

BAB II

DESKRIPSI TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

TINDAKAN

A. Deskripsi Teori tentang Hasil Belajar Matematika 1. Pengertian dan Karakteristik Matematika

Apakah matematika itu? Hingga saat ini belum ada kesepakatan yang bulat di antara para matematikawan tentang apa yang disebut matematika itu. Untuk mendeskripsikan definisi matematika, para matematikawan belum pernah mencapai satu titik ―puncak‖ kesepakatan yang ― sempurna‖. Banyaknya definisi dan beragamnya deskripsi yang berbeda dikemukakan oleh para ahli mungkin disebabkan oleh pribadi (ilmu) matematika itu sendiri, di mana matematika termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas, sehingga masing-masing ahli bebas mengemukakan pendapatnya tentang matematika berdasarkan sudut pandang, kemampuan, pemahaman, dan pengalamannya masing-masing. Oleh sebab itu, matematika tidak akan pernah selesai (tuntas) untuk didiskusikan, dibahas, maupun diperdebatkan. Penjelasan mengenai apa dan bagaimana sebenarnya matematika itu akan terus mengalami perkembangan seiring dengan pengetahuan dan kebutuhan manusia serta laju perubahan dan perkembangan zaman.1

Menurut Drs. E.T. Ruseffendi, M.Sc. Matematika juga timbul karena fikiran-fikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses dan penalaran. Matematika terdiri dari 4 wawasan yang luas yaitu: aritmetika, aljabar, geometri dan analisa (analyses). Di mana dalam aritmetika mencakup antara lain teori bilangan dan statistika. Selain itu matematika adalah : ratunya ilmu (mathematics is the queen of the sciences), maksudnya antara lain ialah bahwa matematika itu tidak bergantung kepada bidang studi lain ; bahasa, dan agar dapat difahami orang dengan tepat kita harus

1

Abdul Halim Fathani, Matematika Hakikat & Logika, (Malang : Ar-Ruzz Media Yogyakarta, 2008), cet. 1 hal. 17


(20)

menggunakan simbol dan istilah yang cermat yang disepakati secara bersama ; ilmu deduktif yang tidak menerima generalisasi yang didasarkan kepada observasi (induktif) tetapi generalisasi yang didasarkan kepada pembuktian secara deduktif ; ilmu tentang pola keteraturan ; ilmu tentang struktur yang terorganisasikan mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil.2 Pengertian matematika juga dilontarkan oleh Andi Hakim Nasoetion, beliau berpendapat bahwa, ― matematika‖ berasal dari kata Yunani yaitu ―mathein‖ atau ―manthenein‖ yang berarti ―mempelajari‖. Kata tersebut mempunyai hubungan yang erat dengan kata Sanskerta ―medha‖ atau ―widya‖ yang mempunyai arti ―kepandaian‖, ―ketahuan‖, atau ―inteligensi‖.3

Sedangkan menurut Abdul Halim Fathani, bahwa yang dimaksud dengan karakteristik matematika adalah ciri-ciri umum yang terdapat dalam matematika, yang antara lain sebagai berikut :

1). Memiliki Objek Kajian yang Abstrak

Matematika mempunyai objek kajian yang bersifat abstrak, walaupun tidak setiap yang abstrak adalah matematika. Sementara beberapa matematikawan menganggap bahwa objek matematika itu ―konkret‖ dalam pikiran mereka, maka kita dapat menyebut objek matematika secara lebih tepat sebagai objek mental atau pikiran.

Ada empat objek kajian dalam matematika, yaitu fakta, operasi atau relasi, konsep, dan prinsip.

a. Fakta

Fakta adalah pemufakatan atau konvensi dalam matematika yang biasanya diungkapkan melalui simbol-simbol tertentu.

Contoh :

2

Drs.E.T. Ruseffendi, M.Sc., Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid Guru dan

SPG, (Bandung: Tarsito, 1980), cet. 5, hal. 148 3

Andi Hakim Nasoetion, Landasan Matematika, (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1980), Cet Ke


(21)

Simbol ―2‖ secara umum telah difahami sebagai simbol untuk bilangan dua. Sebaliknya, bila kita menghendaki bilangan dua, maka cukup dengan menggunakan sialam trigonometri, dikenal simbol ―< ― yang berarti ― sudut ―, simbol ― ― yang menunjukan ― segitiga‖. Dalam aljabar, simbol ― (a,b)‖ menunjukkan ―pasangan berurutan‖, simbol ―f‖ yang dipahami sebagai ―fungsi‖, dan lain-lain.

Cara mempelajari fakta dapat dilakukan dengan cara hafalan, drill (latihan secara terus menerus), demonstrasi tertulis, dan lain-lain. Namun, yang perlu diperhatikan adalah bahwa mengingat fakta itu penting, tetapi jauh lebih penting memahami konsep yang diwakilinya. Menurut Skemp, arti atau konsep yang diwakili oleh simbol disebut deep structure (struktur dalam), sementara bentuk simbol itu sendiri merupakan surface structure (struktur muka).

Rubenstein dan Thompson sebagaimana dikutip Sumardyono, mengingatkan bahwa : Secara umum, guru harus menyadari kesulitan-kesulitan tentang simbol bagi siswa. Simbolisme merupakan bentuk bahasa matematika yang rapi, abstrak, khusus, dan formal….Dengan demikian, kesempatan menggunakan bahasa tersebut seharusnya secara bertahap, kaya, penuh arti, dan bermanfaat.

b. Konsep

Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan objek, apakah objek tertentu merupakan contoh konsep atau bukan.

Contoh :

―Segitiga‖ adalah nama suatu konsep. Dengan konsep itu, kita dapat membedakan mana yang merupakan contoh segitiga dan mana yang bukan contoh segitiga. ―Bilangan Prima‖ juga nama suatu konsep, yang dengan konsep itu kita dapat membedakan mana yang merupakan bilangan prima dan mana yang bukan bilangan prima. Konsep ― bilangan prima‖ lebih kompleks dari konsep ―segitiga‖, oleh karaena didalam konsep ―bilangan


(22)

prima‖ memuat konsep-konsep lain seperti ―faktorisasi‖, ―bilangan‖, ―satu‖, dan lain-lain. Disamping itu, dalam matematika terdapat konsep-konsep yang penting, seperti ―fungsi‖ dan ―variabel‖. Selain itu, terdapat pula konsep-konsep yang lebih kompleks, dseperti ―matriks‖, ―determinan‖, ―periodik‖, ―gradien‖, ―vector‖, ―group‖, dan ―bilangan phi‖.

Konsep dapat dipelajari lewat defenisi atau observase langsung. Seseorang dianggap telah memahami suatu konsep, jika ia dapat memisahkan contoh konsep dari yang bukan contoh konsep.

c. Operasi atau Relasi

Operasi adalah pengerjaan hitung, pengertian aljabar, dan pengerjaan matematika lainnya. Sementara relasi adalah hubungan antara dua atau lebih elemen.

Contoh :

Contoh operasi antara lain : ―penjumlahan‖, ―perpangkatan‖, ―gabungan‖, ―irisan‖, dan lain-lain. Sedangkan relasi antara lain : ―sama dengan‖, ―lebih kecil‖, dan lain-lain.

Pada dasarnya, operasi dalam matematika adalah suatu fungsi, yaitu relasi khusus, karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. Sementara dari elemen-elemen yang dioperasikan dengan elemen-elemen yang diperoleh dari operasi tersebut bisa sama bisa pula berbeda. Elemen yang dihasilkan dari suatu operasi disebut sebagai hasil operasi.

d. Prinsip

Prinsip adalah obyek matematika, yang terdiri atas beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara sederhana, dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan di antara berbagai obyek dasar matematika. Prinsip dapat berupa ―aksioma‖, ―teorama‖ atau ―dalil‖, ―corollary‖ atau sifat, dan sebagainya.


(23)

Sifat komutatif dan sifat asosiatif dalam aritmetika merupakan suatu prinsip. Begitu pula dengan Teorema Pythagoras. Contohsebuah aksioma antara lain ―melalui satu titik A di luar sebuah garis G dapat dibuat tepat sebuah garis yang sejajar dengan garis G‖.

Siswa dapat dianggap telah memenuhi suatu prinsip bila ia memahami bagaimana prinsip tersebut dibentuk dan dapat menggunakannya dalam situasi yang cocok. Bila demikian, berarti ia telah memahami fakta, konsep, atau defenisi serta operasi atau relasi yang termuat dalam prinsip tersebut.

2). Bertumpu pada Kesepakatan

Simbol-simbol dan istilah-istilah dalam matematika merupakan kesepakatan atau konvensi yang penting. Dengan simbol dan istilah yang telah disepakati dalam matematika, maka pembahasan selanjutnya akan menjadi mudah dilakukan dan dikomunikasikan.

Contoh :

- Lambang bilangan yang digunakan sekarang: 1, 2, 3, …. Dan seterusnya merupakan contoh sederhana dari sebuah kesepakatan dalam matematika. Siswa secara tidak sadar menerima kesepakatan itu ketika mulai mempelajari tentang angka atau bilangan. Termasuk pula penggunaan kata ―satu‖ untuk lambang ―1‖, atau ―sama dengan‖ untuk lambang ―=‖ juga merupakan kesepakatan.

- Istilah ―fungsi‖ kita batasi pengertiannya sebagai pemetaan yang mengawankan setiap elemen dari himpunan yang tepat satu ke sebuah elemen di himpunan yang lain. Mengapa harus menggunakan kata ―tepat satu‖ ? Penggunaan kata ―tepat satu‖ merupakan contoh kesepakatan dalam matematika. Bila ada pemetaan yang bernilai ganda, kita tidak menyebutnya sebagai fungsi.

Dalam matematika, kesepakatan atau konvensi merupakan tumpuan yang amat penting. Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma (postulat, pernyataan pangkal yang tidak perlu pembuktian) dan konsep


(24)

primitif (pengertian pangkal yang tidak perlu didefinisikan, undefined term). Aksioma yang diperlukan untuk menghindari proses berputar-putar dalam pembuktian (circulus in probando). Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindari proses berputar-putar dalam pendefinisian (circulus in defienindo).

3). Berpola Fikir Deduktif

Dalam ilmu matematika, hanya diterima pola fikir yang bersifat deduktif. Pola fikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus.

Pola berfikir deduktif ini dapat terwujud dalam bentuk yang amat sederhana, tetapi juga dapat terwujud dalam bentuk yang tidak sederhana. Contoh :

- Seorang siswa telah memahami konsep dari ―lingkaran‖.

Ketika berada di dapur, ia dapat menggolongkan mana peralatan dapur yang berbentuk lingkaran dan mana yang bukan berbentuk lingkaran. Dalam hal ini, siswa tersebut telah menggunakan pola berpikir deduktif secara sederhana ketika menunjukkan suatu peralatan yang berbentuk lingkaran.

- Perhatikan pola jumlah bilangan-bilangan ganjil berikut ini.

1 = 1 x 1 = 12

1 + 3 = 2 x 2 = 22 1 + 3 + 5 = 3 x 3 = 32 1 + 3 + 5 + 7 = 4 x 4 = 42

…. Dan seterusnya

Dari pola yang terlihat, kemudian disimpulkan bahwa : 1 + 3 + 5 + …. + (2n – 1) = n2 , n adalah bilangan ganjil.

Penarikan kesimpulan dengan pola pikir induktif di atas tidak dapat dibenarkan dalam matematika. Pendekatan induktif tersebut tidaklah


(25)

salah, tetapi untuk dapat diterima sebagai suatu kebenaran harus dapat dibuktikan secara umum (deduktif).

4). Konsisten dalam Sistemnya

Dalam matematika, terdapat berbagai macam sistem yang dibentuk dari beberapa aksioma dan memuat beberapa teorema. Ada sistem-sistem yang berkaitan, ada pula sistem-sistem yang dapat dipandang lepas satu dengan lainnya. Sitem-sistem aljabar dengan sistem-sistem geometri dapat dipandang lepas satu dengan lainnya. Di dalam sistem aljabar, terdapat pula beberapa sistem lain yang lebih ―kecil‖ yang berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Demikian pula di dalam sistem geometri.

Contoh :

Di dalam aljabar terdapat contoh aksioma dalam group, sistem aksioma dalam ring, sistem aksioma dalam lapangan ( field ), dan lain-lain. Di dalam geometri, terdapat sistem geometri netral, sistem geometri insidensi, sistem geometri Euclid, sisitem geometri Lobachevski, dan lain-lain.

Di dalam masing-masing sistem, berlaku ketaatasasan atau konsistensi. Artinya, dalam setiap sistem tidak boleh terdapat kontradiksi. Suatu teorema ataupun definisi harus menggunakan istilah atau konsep yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Antara sistem atau struktur yang satu dengan sistem atau struktur yang lain tidak mustahil terdapat pernyataan yang saling kontradiksi.

5). Memiliki Simbol yang Kosong Arti

Di dalam matematika, banyak sekali terdapat simbol baik yang berupa huruf Latin, huruf Yunani, maupun simbol-simbol khusus lainnya. Simbol-simbol tersebut membentuk kalimat dalam matematika yang biasa disebut model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, maupun fungsi. Selain itu ada pula model matematika yang berupa gambar (pictorial) seperti bangun-bangun geometrik, grafik, maupun diagram.


(26)

Contoh :

Model matematika, seperti x + y = z tidak selalu berarti bahwa x, y, dan z berarti bilangan. Secara sederhana, bilangan-bilangan yang biasa digunakan dalam pembelajaranpun bebas dari arti atau makna real. Bilangan tersebut dapat berarti panjang, jumlah barang, volume, nilai uang, dan lain-lain tergantung pada konteks penerapan bilangan tersebut.

Jadi, secara umum, model atau simbol matematika sesungguhnya kosong dari arti. Ia akan bermakna sesuatu bila kita mengaitkannya dengan konteks tertentu. Secara umum, hal ini pula yang membedakan simbol matematika dengan simbol yang bukan matematika. Kosongnya arti dari model-model matematika itu merupakan ―kekuatan‖ matematika, yang dengan sifat tersebut, ia bisa masuk pada berbagai macam bidang kehidupan, dari masalah tekhnis, ekonomi, hingga ke bidang psikologi.

6). Memerhatikan Semesta Pembicaraan

Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol-simbol matematika, bila kita menggunakannya seharusnya kita memperhatikan pula lingkup pembicaraannya. Lingkup atau sering disebut semesta pembicaraan bisa sempit bisa pula luas. Bila kita berbicara tentang bilangan-bilangan, maka simbol-simbol tersebut menunjukkan bilangan-bilangan pula.Begitu pula bila kita berbicara tentang transformasi geometris (seperti translasi, rotasi, dan lain-lain), maka simbol-simbol matematikanya menunjukkan suatu transformasi pula. Benar salahnya atau ada tidaknya penyelesaiannya suatu soal atau masalah, juga ditentukan oleh semesta pembicaraan yang digunakan.

Contoh :

Dalam semesta himpunan bilangan bulat, terdapat model 2 x = 3. Adakah penyelesaiannya? Apabila diselesaikan dengan menggunakan cara biasa tanpa menghiraukan semesta pembicaraannya, maka diperoleh x = 1,5. Tetapi 1,5 bukan termasuk bilangan bulat. Jadi, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa model tersebut tidak memiliki penyelesaian dalam semesta


(27)

pembicaraan bilangan bulat. Atau dengan kata lain dapat dinyatakan sebagai ―himpunan kosong‖.4

2. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar dapat dicapai oleh siswa apabila siswa tersebut telah melaksanakan kegiatan pembelajaran dan juga telah melalui beberapa tes atau evaluasi. Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.5

Hal senada tersebut juga dilontarkan oleh Nana Sudjana sebagaimana yang telah dikutip oleh Kunandar yang menyatakan bahwa, ― hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan‖. Sedangkan S. Nasution berpendapat bahwa, ― hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitaif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa tersebut telah mengetahui suatu materi atau belum. Sedangkan penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.‖ (Cullen, dalam Fathul Himam,).6

4

Abdul Halim Fathani, Matematika Hakikat dan Logika, (Malang, Januari 2008) cet. Ke 1, hal. 58

-71 5

Dr. Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: P.T. Remaja

Rosdakarya, 1989), cet. 12, hal. 22

6

Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru,


(28)

Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (subsumatif), dan nilai ulangan semester (sumatif). Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah hasil nilai ulangan harian yang diperoleh siswa dalam mata pelajaran matematika. Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran dalam satu bahasan atau kompetensi tertentu. Ulangan harian ini terdiri dari seperangkat soal yang harus dijawab oleh para peserta didik, dan tugas-tugas terstruktur yang berkaitan dengan konsep yang sedang dibahas. Ulangan harian minimal dilakukan tiga kali dalam setiap semester. Tujuan ulangan harian untuk memperbaiki modul dan program pembelajaran serta sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan nilai bagi para peserta didik.7

Dengan demikian, hasil belajar matematika dapat diartikan sebagai hasil akhir yang telah dicapai oleh peserta didik yang ditandai dengan adanya suatu bentuk perubahan dari ranah : kognitif yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami proses pembelajaran.

3. Jenis-jenis Hasil Belajar Matematika

Pendidikan sebagai sebuah proses belajar memang tidak cukup dengan sekedar mengejar masalah kecerdasannya saja. Berbagai potensi anak didik atau subyek belajar lainnya juga harus mendapatkan perhatian yang proporsional agar berkembang secara optimal. Karena itulah aspek atau factor rasa atau emosi maupun ketrampilan fisik juga perlu mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang.

Sejalan dengan pengertian kognitif, afektif dan psikomotorik tersebut, kita juga mengenal istilah cipta, rasa, dan karsa yang dicetuskan oleh tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara. Konsep ini juga mengakomodasi berbagai potensi anak didik. Baik menyangkut aspek cipta yang berhubungan dengan otak dan kecerdasan, aspek rasa yang berkaitan dengan emosi dan perasaan, serta karsa atau keinginan maupun ketrampilan yang lebih bersifat fisik.

7

Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru,


(29)

Konsep kognitif, afektif, dan psikomotorik dicetuskan oleh Benyamin Bloom pada tahun 1956. Karena itulah konsep tersebut juga dikenal dengan istilah Taksonomi Bloom.

Pengertian kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam Taksonomi Bloom ini membagi adanya 3 domain, ranah atau kawasan potensi manusia belajar. Dalam setiap ranah ini juga terbagi lagi ke dalam beberapa tingkatan yang lebih detail. Ketiga ranah itu meliputi :

1). Kognitif (Proses Berfikir)

Kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, menegtahui dan memecahkan masalah.

Menurut Bloom tujuan domain kognitif terdiri atas enam bagian : a. Pengetahuan (knowledge)

mengacu kepada kemampuan mengenal materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat keterangan dengan benar.

Contoh : siswa dapat menyebutkan beberapa contoh bilangan bulat positif dan bilangan bulat negatif.

b. Pemahaman (comprehension)

Mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berfikir yang rendah.

Contoh : siswa dapat mengerti dan memahami hasil penjumlahan antara bilangan bulat positif dan bilangan bulat negatif.

c. Penerapan (application)

Mengacu kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan


(30)

aturan dan prinsip. Penerapan merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada pemahaman.

Contoh : siswa dapat menerapkan dan menggambarkan dengan menggunakan garis bilangan hasil penjumlahan antara bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif’

d. Analisis (analysis)

Mengacu kepada kemampun menguraikan materi ke dalam komponen-komponen atau faktor-faktor penyebabnya dan mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. Analisis merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada aspek pemahaman maupun penerapan.

e. Sintesa (evaluation)

Mengacu kepada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Aspek ini memerlukan tingkah laku yang kreatif. Sintesis merupakan kemampuan tingkat berfikir yang lebih tinggi daripada kemampuan sebelumnya.

f. Evaluasi (evaluation)

Mengacu kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Evaluasi merupakan tingkat kemampuan berfikir yang tinggi.

Urutan-urutan seperti yang dikemukakan di atas, seperti ini sebenarnya masih mempunyai bagian-bagian lebih spesifik lagi. Di mana di antara bagian tersebut akan lebih memahami akan ranah-ranah psikologi sampai di mana kemampuan pengajaran mencapai Introduktion Instruksional. Seperti evaluasi terdiri dari dua kategori yaitu ―Penilaian dengan menggunakan kriteria internal‖ dan ―Penilaian dengan menggunakan kriteria eksternal‖. Keterangan yang sederhana dari aspek kognitif seperti


(31)

dari urutan-urutan di atas, bahwa sistematika tersebut adalah berurutan yakni satu bagian harus lebih dikuasai baru melangkah pada bagian lain.

Aspek kognitif lebih didominasi oleh alur-alur teoritis dan abstrak. Pengetahuan akan menjadi standar umum untuk melihat kemampuan kognitif seseorang dalam proses pengajaran.

2). Afektif (Nilai atau Sikap)

Afektif atau intelektual adalah mengenai sikap, minat, emosi, nilai hidup dan operasiasi siswa.

Menurut Krathwol klasifikasi tujuan domain afektif terbagi lima kategori :

a. Penerimaan (receving)

Mengacu kepada kemampuan memperhatikan dan memberikan respon terhadap sitimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif.

b. Pemberian respon atau partisipasi (responding)

Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara afektif, menjadi peserta dan tertarik.

c. Penilaian atau penentuan sikap (valuing)

Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi ―sikap dan opresiasi‖.

d. Organisasi (organization)

Mengacu kepada penyatuan nilai, sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.


(32)

e. Karakterisasi / pembentukan pola hidup (characterization by a value or value complex)

Mengacu kepada karakter dan daya hidup sesorang. Nilai-nilai sangat berkembang nilai teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa.

Variable-variabel di atas juga telah memberikan kejelasan bagi proses pemahaman taksonomi afektif ini, berlangsungnya proses afektif adalah akibat perjalanan kognitif terlebih dahulu seperti pernah diungkapkan bahwa:

―Semua sikap bersumber pada organisasi kognitif pada informasi dan pengatahuan yang kita miliki. Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok atau orang hubungan kita dengan mereka pasti di dasarkan pada informasi yanag kita peroleh tentang sifat-sifat mereka.‖

Bidang afektif dalam psikologi akan memberi peran tersendiri untuk dapat menyimpan menginternalisasikan sebuah nilai yang diperoleh lewat kognitif dan kemampuan organisasi afektif itu sendiri. Jadi eksistensi afektif dalam dunia psikologi pengajaran adalah sangat urgen untuk dijadikan pola pengajaran yang lebih baik tentunya.

3). Psikomotorik (Keterampilan)

Psikomotorik adalah kemampuan yang menyangkut kegiatan otot dan fisik.

Menurut Dave, klasifikasi tujuan domain psikomotor terbagi lima kategori yaitu :

a. Peniruan

terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol


(33)

otot-otot saraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.

b. Manipulasi

Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.

c. Ketetapan

memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan. Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum.

d. Artikulasi

Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di natara gerakan-gerakan yang berbeda.

e. Pengalamiahan

Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.

Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa domain psikomotorik dalam taksonomi instruksional pengajaran adalah lebih mengorientasikan pada proses tingkah laku atau pelaksanaan, di mana sebagai fungsinya adalah untuk meneruskan nilai yang terdapat lewat kognitif dan diinternalisasikan lewat afektif sehingga mengorganisasi dan diaplikasikan dalam bentuk nyata oleh domain psikomotorik ini.


(34)

Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran kegiatan evaluasi hasil belajar adalah:

1. Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan pada mereka?

2. Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya?

3. Apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam kehidupannya sehari-hari? Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.8

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika

Secara umum faktor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.

a. faktor internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.

1). Factor fisiologis

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.

Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya

sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang . kondisi fisik yang sehat

8

http://syahsmkn2tb.wordpress.com/2012/07/29/


(35)

dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar , maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.

Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah :

a. menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk kedalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu , dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar,

b. rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat; c. istirahat yang cukup dan sehat.

Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar

berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula . dalam proses belajar , merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh lkarena itu, baik guru maupun siswwa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.

2). Factor psikologis

Faktor–faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama yang


(36)

dapat mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.

kecerdasan /intelegensia siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hamper seluruh aktivitas manusia.

Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingakat kecerdasannya.

Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill sebagai berikut.9

Distribusi Kecerdasan IQ menurut Stanford Revision Tingkat kecerdasan (IQ) Klasifikasi

140 – 169 Amat superior

120 – 139 Superior

9

http://ekosuprapto.wordpress.com/2009/04/18/


(37)

110 – 119 Rata-rata tinggi

90 – 109 Rata-rata

80 – 89 Rata-rata rendah

70 – 79 Batas lemah mental

20 — 69 Lemah mental

Dari table tersebut, dapat diketahui ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan manusia, yaitu:

A. Kelompok kecerdasan amat superior (very superior) merentang antara IQ 140—IQ 169;

B. Kelompok kecerdasan superior merenytang anatara IQ 120—IQ 139; C. Kelompok rata-rata tinggi (high average) menrentang anatara IQ

110—IQ 119;

D. Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90—IQ 109;

E. Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang antara IQ 80—IQ 89;

F. Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada pada IQ 70—IQ 79;

G. Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20—IQ 69, yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil, idiot.

Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi kamampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada siswa.

- Motivasi

Motivasi adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan


(38)

belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat. Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.

Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsic relaatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).

Menurut Arden N. Frandsen, yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar anatara lain adalah:

Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas;

1.Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;

2.Adanaya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebaginya.

3.Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.

Motivasi ekstrinsik adalah factor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.

- Minat

Secara sederhana, minaat (interest) nerrti kecemnderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya


(39)

terhadap berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.

Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.

Untuk membagkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Anatara lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik mingkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.

- Sikap

Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negatif.

Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas,seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaranyang diampunya dengan baik dan menarik sehingga


(40)

membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkansiswa bahwa bidang studi yang dipelajara bermanfaat bagi ddiri siswa.

- Bakat

Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating. Berkaitan dengan belajar, Slavin mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.

Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasiyang berhungan dengan bakat yang dimilkinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

B. Faktor-faktor eksogen/eksternal

Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa, dalam hal ini, Syah menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan


(41)

menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

1) Lingkungan sosial

a. Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat

memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik disekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.

b. Lingkungan sosial massyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.

c. Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik. 2) Lingkungan non sosial.

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;

a. Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan factor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas


(42)

belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.

b. Faktor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan, silabi dan lain sebagainya.

c. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.10

B. Deskripsi Teori Tentang Metode Pembelajaran Kooperatif TipeTGT 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berasal dari kata asing yaitu ‖Cooperate‖ yang artinya bekerja sama. Pembelajaran kooperatif adalah merupakan pembelajaran yang mana siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang dirancang untuk mendapatkan hasil/tujuan bersama. Siswa dituntut untuk bisa bekerja sama dalam mencapai sukses bersama serta bertanggung jawab terhadap keberhasilan individu dalam kelompoknya.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan menggunakan kelompok kecil yang siswanya bekerja secara bersama-sama untuk memaksimalkan belajar mereka, siswa dituntut untuk bertanggung jawab terhadap keberhasilan setiap individu dan kelompoknya. Didalam pembelajaran kooperatif guru sebagai fasilitator dan guru bukan lagi satu-satunya sebagai sumber informasi bagi siswa.

10

http://ekosuprapto.wordpress.com/2009/04/18/


(43)

Wina Sanjaya berpendapat, bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai dengan enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai rasa ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan rasa tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.11

Sementara itu menurut Kunandar, dalam bukunya ‖Langkah

Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru”,

mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan di kalangan para siswa.12

Hal senada juga dijelaskan oleh Demitra dan kawan-kawan, bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dilaksanakan dengan berkolaborasi. Anggota-anggota kelompok belajar dengan bekerjasama antara yang satu dengan yang lainnya. Kooperatif dapat diartikan sebagai suatu cara bertukar pendapat antara anggota kelompok. Suatu kegiatan kerjasama dapat dikatakan sebagai adanya dua

11

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta,

Kencana, 2006), cet. Ke 1, Hal. 242 – 243. 12

Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru,


(44)

atau lebih anggota kelompok yang berkolaborasi dengan tujuan yang sama.13

Beberapa definisi lain tentang pembelajaran kooperatif, yaitu :

Demitra dan kawan-kawan juga menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu kluster strategi pembelajaran yang memita pelajar bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan yang sama. Pembelajaran kooperatif mengembangkan kerjasama, memberikan pengalaman kepemimpinan dan membuat keputusan kelompok dan memberikan kesempatan kepada pelajar berinteraksi dan belajar dengan pelajar lainnya yang memiliki latar belakang budaya, status sosial ekonomi dan kemampuan yang berbeda-beda. Definisi ini mengandung komponen-komponen keterampilan bekerjasama, memimpin, membuat keputusan, interaksi antar pelajar dan keberagaman kelompok.14

Posamentier secara sederhana menyebutkan belajar secara kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas. Definisi ini menyatakan bahwa metode pembelajaran melalui pendekatan kooperatif merupakan suatu pembelajaran dimana siswa belajar bersama, saling menyumbang pikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok, berbeda dengan pembelajaran konvensional, penekanan pembelajaran kooperatif adalah ‖belajar bersama‖.

Menurut Posamentier pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dalam kelompok kecil yang memiliki kemampuan yang berbeda, saling bekerjasama untuk belajar dan bertanggung jawab atas teman sekelompoknya. Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota saling bekerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman atau kelompok

13

Demitra dkk, Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Handep untuk Pembelajaran

Matematika dan Sains, (Palangkaraya, Universitas Palangkaraya, 2010), Hal. 8 14

Demitra dkk, Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Handep untuk Pembelajaran


(45)

belum menguasai bahan pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak cukup jika hanya mempelajari materi saja, tetapi mereka juga harusmempelajari ketrampilan untuk memperlancar hubungan pada saat kerja kelompok.

Menurut Suyanti, pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena, itu tim harus mampu membuat siswa belajar. Semua anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan oleh keberhasilan tim.15 Dalam strategi pembelajaran kooperatif, siswa di arahkan untuk bisa bekerja, mengembangkan diri, dan bertanggung jawab secara individu atau kelompok.

Sedangkan untuk mencapai hasil yang maksimal, maka terdapat lima unsur/prinsip yang harus diterapkan dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu : (1). Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), (2). tanggung jawab perseorangan (individual accountability), (3). interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), (4). partisipasi dan komunikasi antar anggota (participation communication), dan (5). evaluasi proses kelompok.16

Pada pembelajaran kooperatif diajarkan ketrampilan-ketrampilan khusus agar dapat bekerjasama didalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, memberikan penjelasan kepada teman kelompok dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan dalam belajar. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bersama dalam kelompok kecil, dan masing-masing

15

Retno Dwi Suyanti, Strategi Pembelajaran Kimia, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2010), hal. 99

16


(46)

anggota mempunyai tanggungjawab terhadap keberhasilan diri dan kelompoknya.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif.

Menurut Johnson dan Johnson serta Hilke mengemukakan bahwa ada 9 ciri tertentu yang terdapat didalam pembelajaran kooperatif, yaitu :

1. Terdapat saling ketergantungan yang positif diantara anggota kelompok, 2. Dapat dipertanggungjawabkan secara individu,

3. Bersifat heterogen, 4. Berbagi kepemimpinan, 5. Berbagi tanggung jawab,

6. Menekankan pada tugas dan kebersamaan, 7. Membentuk keterampilan sosial.

8. Peran guru/dosen mengamati proses belajar siswa/mahasiswa, 9. Efektivitas belajar tergantung pada kelompok.17

3. Pentingnya Pembelajaran Kooperatif

Slavin dalam Sanjaya mengemukakan dua alasan mengapa strategi pembelajaran kooperatif menjadi strategi pembelajaran yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan oleh para ahli pendidikan untuk digunakan, pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa pengguna pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berfikir, memecahkan

17

Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, Model-Model Pembelajaran Inovatif dan Efektif, (Bandung, Alfabeta, 2013), cet. 4, hal. 59


(47)

masalah dan mengitegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Dari dua alasan tersebut maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.18

Sedangkan Harvey F. Silver, dkk. mengemukakan enam alasan positif keberhasilan TGT (Teams Games Tournamen) : (1). TGT menggabungkan aspek-aspek terbaik dari kooperasi dan kompetisi, (2). TGT memenuhi semua persyaratan dari sebuah strategi pembelajaran kooperatif yang efektif, (3). TGT mengembangkan pembelajaran murid melalui repetisi dan variasi, (4). TGT menyediakan data pemeriksaan yang efektif bagi guru, (5). TGT menggunakan model penskoran berbasis motivasi, (6). TGT menggabungkan berbagai jenis pertanyaan.19

Dengan demikian, tugas-tugas belajar yang kompleks seperti pemecahan masalah, berfikir kritis, berfikir konseptual, dan berpikir tinggi diharapkan dapat meningkat secara nyata pada diskusi dalam kelompok belajar kooperatif jika dibandingkan apabila siswa bekerja secara kompetitif atau secara individual. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar dari satu teman ke teman yang lainnya dari pada bersama gurunya. Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang sangat positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya.

Perbedaan model pembelajaran kooperatif dengan model pembelajaran tradisional juga dijelaskan oleh Abdurrahman dan Bintaro sebagaimana yang dikutif Kunandar, dapat dilihat pada tabel 1 selanjutnya di bawah ini20 :

18

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta,

Kencana, 2006), Cet. Ke 1, Hal. 242. 19

Harvey F. Silver dkk. strategi-strategi pengajaran, (Jakarta, P.T. Indeks Permata Puri Media, 2012) cet. ke 1, hal. 61 – 63.

20

Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru,


(48)

Tabel 1

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional Adanya saling ketergantungan positif,

saling membantu, dan saling

memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya ‖enak -enak saja‖ di atas keberhasilan temannya yang dianggap ‖pemborong‖.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Ketua kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Ketua kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih ketuanya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dengan kerja gotong royong seperti

kepemimpinan, kemampuan

berkomunikasi, mempercayai orang

\keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.


(1)

r,

i'

l.AUu

sedang mengukur panjang dan lebar selembar kain yang akan dibuat ibu untuk seragam

V

v

sekolahku. Panjang kain tersebut 90 cm, Sedangkan lebarnya 80 cm. Berapa sentimeter

persegikah luas

kainku,

,:,#t

xBocnr

I

T-rog-ca,

\

8.

Kebun sekolahku yang berbentuk persegi panjang akan dibuatkan pagar disekelilingnya. Jika

|

/

panjang kebun sekolah itu 35 meter dan lebar 20 meter, berapa meter persegikah luas kebun

/

y

sekolahku itu? L : P

lL

\\

u

,t

in*,

J

*ts

.

Oki

akan membuat seekor burung bangau dari selembar kertas origami. Kertas origami tersebut mdslng-masing mempunyai panjang sisi sebesar

l6

cm. Berapa cm persegikah luas kertas origami tersebut

?/:Sfgi xSiS

i

,

XSp; rci*

/

-b

<.{>1^

^

V

$.

sebesar Selembar 33 cm dan lebar sisi 22 cm. Berapakah cm persegikah luas kertas HVS tersebut ketas HVS yang berbentuk bangun datar persegi panjang, mempunyai panjang sisi?

LIF

xr

\Wcu)/-Ta

eh

..TlLcfi|

h

t['

ft

!

t_

t & I


(2)

Lembar

Keria

Siswa Siklus

II

(Dua)

Matematika

Nama

,Ah*ed.ftn..?"1

Mata

Pelajaran

Hari/Tanggal

k*b.v..n.)}r6.=}'.?.Il

-

Kelas/semester

z

lll

l2

a

*tt

4,

for:i

Selesaikanlah soal-soal

di

bawoh

ilti

dengan lepat !

)

| /

Sebuah bangun datar berbentuk persegi mempunyai panjang sisi sebesar 17 cm.Tentukanlah

V

keliling

bangun datar tersebrt

rlrEl;l;Iq

*'!?x

'#4i+i

4

rA

'atcrn

\

Z.

Andre sedang berlari mengelilingi lapangan sekolah yang berbentuk persegi. Jika setiap sisi

,

"lZ

lapangan sekolah yang dikelilingi Andre mempunyai panjang sisi 25 meter, maka berapa

meterkah Andre harus mengelilingilapangan sekolah selama satu putaran

penuntLPtthg'!X!.

r-"-""--

Y

";3.9X4

/

-$o*n*f

V

pak Guru se,Jang mengukur keliling selembar kertas karton yang akan dibuat prakarya,

Berapa sentimeterkah keliling kertas yang akan diukur oleh Pak Guru,

jika

diketahui pmjang kertas karton tersebut 85 cm, dan lebar 60 cm f

ktli

tinq=)*F*

L

';Yo#'f

"

= SeeC run

I

:.asgf

*.

\,

4.

Hitunglah

keliling

sebuah bangun datar persegi panjang,

jikidiketahui

panjang bangun

/

tersebut

23

cmr

lr+l'tinq

=

Ed

P+

L

'

V

tersebut 57 cm,dan lebar

bangun

=

cg

+

Aa

i6lirut

\

-.[6;f

ftt

Kakak sedang menggambar sebuah bangun datar yang

bttb;r'ff€;,iiJ.gi

di buku berpetak.

Jika masing-masing sisi bangun tersebut mempunyai panjang sisi 27 petak satuan, maka

berapa petak satuankah luas bangun persegi yang harus digambar oleh kakak

f

lf€f

;'lrly

'-1\?

^

:Qtxq

r

I05f

tl'tr

Carilah luas sebuah taplak meja yang berbentuk persegi,

jika

diketahui panjang sisitaplak mejatersebut 85 cm

!

lap\;*tiy

:*+{-xS

:et{{

j

3tn

rr"r

,1

4*

m.

t4s

t*

QSb

4

Lqa

4x

ffi

i:

i,

'1

,


(3)

--Aku sedang mengukur panjang dan lebar selembar kain yang akan dibuat ibu untuk seragam sekolahku. Panjang kain tersebut 90 cmo Sedangkan lebarnya 80 cm' Berapa sentimeter persegikah luas kainkur

[r}(S

'PXL

^

'l

:

3o

KBoCpl

)

t

=

73o

-+.

\

9.

Oki akan membuat seekor burung bangau dari selembar kertas origami. Kertas

orig$Iff

Y

tersebut masing-masing mempunyai panjang sisi sebesar 16 cm. Berapa cm persegikah luas

/

1/

kertas origami tersebut 2

[u09i

",

ffi f i \"

irG[

-*_

$a

ij.b* .in#

eo

t*:/

7zo

o

, /

,O.Selembar ketas HVS yang berbentuk bangun datar persegi panjang, mempunyai panjang sisi

V

;;.;";;3

cm dan lebar sisi

22

cm.Berapakah cm persegikah luas kertas HVS tersebut r

{-rx$'p7r'l

7

I6"

i4

:r

d

ss

'l

a

-I

-i.r-__'

tEr

b r:\

>?

aex

-T

,

b6

6(

_t"

7eb


(4)

Nama

NIM

Jurusan

Fakultas

Judul Skripsi

Pembimbing

Uji

Referensi

Bahrudin

809018300398

PGMI

Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

:

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Maternatika Siswa Kelas

III

Melalui

Metode

Teams Games Tournamen (TGT) Di ML Darul Muqinin lakarta Barat.

:

Firdausi, S.Si. M.Pd.

No. Judul Buku

&

Nama Pengarang Paraf Pembimbing

1

@'Penelitian

Tindakan

Kelas

Sebagai

Pengembangan Profesi Guru, (Jakarta:PT Rajawali Pers, 201l), Cet' 1,

hal.47- 48

H

2.

nra-

Masitoh, M.Pd. dan Laksmi

Dewi,

M.Pd,

Strategi

Pembelajaran, (Jakarta, Dirjen Pend. Islam Departemen Agama Rf,2009) Cet-l Hal. 159

J. aUOul ffatirn'Fithani, Motematika Hakikat

&

Logika, (Malang :

Ar-Ruzz Media Yogyakarta, 2008), cet.

I

hal. 17

#

4.

nrse:.

Rtrseffendi, M.Sc., Pengaiaran Matematikq Modern untuk

Orang Tua Murid Guru dan SPG, (Bandung: Tarsito, 1980), cet. 5, hal. 148

5. enOl Uat<im Nasoetion, Landasan Matematika, (Jakarta: Bhratara

Karya Aksara, 1980), Cet. Ke 3,hal.12

.6.

ffi

Matematika Hakikat dan Logika, (Malang,

Januari 2008) cet. Ke 1, hal.58'71

**{*,'

Y

7.

Dr.

Nana

Sudjana, Penilaian

Hasil

Proses Belajar Mengaiar,

(Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 1989), cet. 12,hal;22

4'

8.

@

Langkai

uudan

Penelitian Tindakan Kelas sebagai

Pengembongan Profesi Guru, (Jakarta, PT Rajawali Pers,

20ll), cet.l

hal.276-2'17. 9.


(5)

10. http://ekosuprapto.wordpress.com/2OOg I O4l Lglfa ktor-fa

ktor-yang-mempengaruhi-hasil-belajarflumat,l

I

mei

20l2ljam

20.45

11 Wina Sanjaya, Strotegi Pembelajaran Berorientasi Standor Proses

Pendidikon, (Jakarta, Kencana,2006), cet. Ke 1, Hal.242-243.

+

12. Kunandar, Langkah Mudah Penelitiqn Tindakan Kelas sebagai

Pengembangan Profesi Guru, (Jakarta, PT Rajawali Pers, 201l), cet.l

hal270.

13. Demitra, dkk. Laporan Hibah Kompetitif Penelitian Sesuoi Prioritas

Nasional, (Universitas Palangkaraya, 2010), hal. 8

4

14. Demitra, dkk. Laporan Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas

N as i onal, (Universitas Palangkaraya, 20 I 0), hal 27

-

28.

+

15. R.D. Suyanti, Strategi Pembelajaran Kimio, (Yogyakarta, Graha Ilmu,

2010), hal. 99

1

-z

)

16. R.D. Suyanti, Strategi Pembelajaran Kimia, (Yogyakarta, Graha Ilmu,

2010), hal. 101

a

L)

17. Tukiran Taniredja, Model-Model Pembelaiaran Inovatif dan Efektif,

(Bandung, Alfabeta, 2013), cet, ke 4,ha1.59.

a'

18. Wina Sanjaya, Strotegi Pembelajaran Berorientasi Stondar Proses

Pendidikan, pokorta, Kencono,2006), Cet, Ke 7, Ha|.242.

?

19. Harvey F. Silver dkk, strotegi-strotegi pengoioron, ( Jakarta, P.T. lndeks

Permata Puri Media, 2012), cet. ke 1, hal. 61- 63.

4

20. Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindqkan Kelas Sebagai

Pengembangan Profesi Guru, (lakarta : PT. Rajawali Pers, 201 1), Cet.

l,Hal.272-273

21. Wina Sanjaya, Strotegi Pembelojaron Berorientosi Standor Proses

Pendidikon, (Jakarto, Kencono, 2006), Cet. Ke 7, Hal. 249 - 250.

f

22. l.r:ianto, M.pd. Mendesain Model Pembelajoran lnovatif- rogresif,

(Jakarta, Kencana-2010). Cet.2.

Hal.7O-7L

\.

4

23. R.D. Suyanti, Strategi Pembelajaran Kimia, (Yogyakarta, Graha Ilmu,

2010), hal. 98

-

100.

7

24. Prof. Dr. H. Achmad Hufad, M.Ed. Penelitian Tindakan Kelas,

(Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Deportemen Agama Republik Indonesia,2009), Cet. Ke l,Hlal.126

II

:.

,c' i

-*rl

.'i

!

.:


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis (Bahrudin), lahir di Jakarta pada tanggal 6 Juni

1966 (06-06-1966) merupakan putra belahan jiwa (buah hati)

dan sekaligus anak ke tujuh dari pasangan suami istri Bapak

H. Buang (Alm) dan Ibu Asmanah (Almh). Saat ini, Penulis

tinggal di Jl. Daud I RT.001/RW.08 Kelurahan Sukabumi

Utara Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat.

Adapun riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut :

1.

SDN. 04 pagi lulus pada tahun 1980

2.

SMPN. 189 lulus tahun 1983

3.

SMEAN. 17 lulus tahun 1986

4.

D.2 Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta lulus

tahun 2003

Hingga sekarang penulis masih bekerja sebagai tenaga pengajar (guru) di

MI. Darul Muqinin Kelurahan Sukabumi Utara Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta

Barat.

Jakarta, Januari 2015

Penulis


Dokumen yang terkait

Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Pada Konsep Sistem Koloid

0 7 280

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games Tournament) terhadap pemahaman konsep matematika siswa

1 8 185

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe teams-games-tournament (tgt) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa (kuasi eksperimen pada Kelas XI IPA Madrasah Aliyah Negeri Jonggol)

0 5 199

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi

1 3 310

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Learning Tournament Terhadap Hasil Belajar IPS Sswa Kelas V MI Darul Muqinin

1 13 200

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dengan Games Digital Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Alat-Alat Optik

3 35 205

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT Upaya meningkatkan motivasi belajar matematika siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe tgt(teams games tournament) pada siswa kelas viiib smp islam sudirman

0 3 11

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT Upaya meningkatkan motivasi belajar matematika siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe tgt(teams games tournament) pada siswa kelas viiib smp islam sudirman

0 2 16

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR IPA DI KELAS IV MI DARUL HIKMAH MAKASSAR MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT

0 0 76