INTERNALISASI NILAI-NILAI KEMANDIRIAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DI SEKOLAH DASAR NEGERI 09 SUNGAI RAYA KUBU RAYA.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... v

KATA PENGANTAR... vi

UCAPAN TERIMA KASIH... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... Xv BAB I PENDAHULUAN ...

A.Latar Belakang Penelitian... B. Rumusan Masaah Penelitian... C.Tujuan Penelitian ... D.Manfaat Penelitian ... E. Struktur Organisasi Disertasi ...

1 1 20 21 21 24 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...

A.Konsep Nilai ... 1 Jenis-jenis Nilai ... 2. Urgensi Nilai ... B. Nilai Kemandirian ...

1. Pengertian Nilai Kemandirian ... 2. Jenis Nilai Kemandirian ... C.Internalisasi Nilai... 1. Pengertian Internalisasi Nilai ... 2. Teknik Internalisasi Nilai Kemadirian ...

D. Internalisasi Nilai Kemandirian dalam Pendidikan Umum...

E. Pembelajaran IPA di SD ... 1. Hakekat IPA ... 2. Karakteristik Pembelajaran IPA di SD ... 3. Proses Pembelajaran IPA di SD ... F.Studi-Studi Terdahulu yang Relevan ... G. Kerangka Pemikiran Penelitian ...

25 25 29 32 33 33 39 54 54 59 60 65 65 70 74 88 96 BAB III METODE PENELITIAN ... A. Metode yang Digunakan ... B. Pendekatan Penelitian ... C. Pengumpulan Data ... 1. Sumber Data Primer dan Skunder ...

97 97 100 103 103


(2)

2. Instrumen Penelitian ... D.Teknik Pengumpulan Data ... 1. Teknik Observasi ... 2. Teknik Wawancara ... 3. Teknik Studi Dokumentasi ... E. Langkah-Langkah Penelitian ... 1. Studi Pendahuluan ... 2. Perumusan Pola Konseptual ... 3. Validasi Pola Konseptual ... 4. Refleksi dan Revisi Pola Konseptual ... 5. Uji Coba Terbatas ... 6. Revisi Pola ... 7. Analisis Data dan Evaluasi ... F. Strategi Pengumpulan Data dan Analisis Data ... 1. Teknik Pengumpulan Data ... 2. Teknik Analisis Data ... 3. Keabsahan Data ...

105 106 106 107 196 110 111 112 115 116 117 117 117 118 118 119 120 BAB IV DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...

A.Data Penelitian... 1. Data Keadaan Umum Sekolah ... 2. Hasil Temuan Penelitian ...

a. Temuan program sekolah dengan internalisasi nilai-nilai Kemandirian Siswa... b. Temuan pembelajaran dengan internalisasi nilai-

nilai kemandirian siswa... c. Pelaksanaan pembelajaran IPA dengan

pengembangan internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa ... B, Pembahasan Hasil Temuan Penelitian ...

1. Program sekolah terkait internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA di SD Negeri 09 Sungai Raya Kubu Raya... 2. Pelaksanaan pembelajaran IPA dengan

internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa di SD Negeri 09 Sungai Raya Kubu Raya... 3. Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan

pengembangan internalisasi nilai-nilai kemandiriaaaaaaaa 122 122 122 126 126 147 155 158 158 158 188 183 BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ...

A.Simpulan Umum ... B. Simpulan Khusus ... C.Rekomendasi ...

219 219 221 222 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN-LAMPIRAN ...

224 235


(3)


(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa perilaku mandiri merupakan implementasi dari fungsi dan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), tujuan pendidikan nasional dirumuskan, yaitu bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kemandirian adalah salah satu bagian dari tujuan pendidikan nasional yang harus dikembangkan melalui berbagai pembelajaran, di antaranya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah dasar (SD). Sejalan dengan itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sisdiknas, Bab I, Pasal 1 Ayat 1 dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, mandiri serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu perlu ditanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis,


(5)

kreatif dan mandiri pada siswa dalam pembelajaran (PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat 1)

Bertolak dari fungsi, tujuan dan konsep pendidikan itu, bahwa dalam proses pembelajaran IPA di SD, tujuan yang akan dicapai tidak hanya terfokus pada aspek kognitif saja, akan tetapi aspek lainnya, seperti aspek afektif dan psikomotor. Oleh karena itu seorang guru, sekaligus seorang pendidik harus memberikan bekal pengalaman belajar sesuai dengan target substansi proses kegiatan pembelajaran yang direncanakan, baik aspek kognitif, afektif maupun psikomor, sehingga para siswa memperoleh hasil belajar yang utuh dan bermakna. Secara kognitif daya nalarnya berkembang, kepekaan afeksinya tinggi dan aneka motoriknya berkembang sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya.

Proses pembekalan substansi yang ideal diharapkan tidak hanya aspek kognitif dalam bentuk hafalan, melainkan mampu terciptanya ”self concept”, yaitu

suatu keyakinan individu tentang dirinya atas potensi yang dimilikinya. Sedangkan untuk domain afektif substansi afektual yang berbentuk nilai moral mampu berwujud sebagai prinsip yang diyakini sehingga berbentuk norma bagi diri atau bagi kehidupan, dan secara psikomotorik pembekalan substansinya mencapai tahapan keterampilan atau perilaku yang berefleksi pada perilaku mandiri. Kesemua ini hanya bisa diraih oleh peserta didik, apabila peroses pembelajarannya melibatkan ketiga struktur potensi diri bersangkutan (kognitif, afektif dan psikomotor). Pembelajarannya perlu direkaupaya dirancang sebagai pola yang terencana dan terprogram untuk menginternalisasikan atau mempribadikan (internalizing and personalizing) substansi menjadi isi ketiga


(6)

potensi diri manusia serta memanfaatkan substansi tersebut dalam pembinaan proses pelakonan (experiencing) kemandirian peserta didik saat mengikuti pembelajaran (Kosasih,1996: 35), demikian juga saat siswa mengikuti pembelajaran IPA di SD. Di dalamnya ada unsur memahami, mencintai dan mengamalkan. Fasli Jalal yang dikutip oleh Narmoatmojo (2010: 2) mengatakan bahwa pendidikan karakter yang didorong oleh pemerintah untuk dilaksanakan di sekolah-sekolah tidak membebani guru dan siswa. Sebab, hal yang terkandung dalam pendidikan karakter, sebenarnya sudah ada dalam kurikulum, namun selama ini tidak dikedepankan dan diajarkan secara tersurat. Jadi sesungguhnya anjuran implementasi internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran di sekolah itu secara inplisit sudah terprogram dalam kurikulum, demikian juga dalam pembelajaran IPA di SD (KTSP, 2006: 484), tinggal yang menjadi pertanyaan pola internalisasinya seperti apa, bagaimana perencanaannya, dan bagaimana bentuk realisasi pelaksanaannya dalam pembelajaran IPA di SD,

Dengan demikian dapat digarisbawahi bahwa pola proses pembelajaran IPA yang berbasis kemandirian harus dalam bentuk terintegrasi, holistik, terpadu dan merupakan satu kesatuan yang utuh antara kognitif, afektif dan psikomotor (Kosasih,1996: 32), bahkan sesungguhnya perkembangan anak usia SD itu bersifat holistik, terpadu, dan saling keterkaitan antara perkembangan yang satu dengan lainnya. Perkembangan fisik tidak bisa dipisahkan dari perkembangan mental, sosial dan emosional atau sebaliknya. Perkembangan itu akan terintegrasi dengan pengalaman, kehidupan, dan lingkungan (Kartadinata dan Dantes, 1997: 18), termasuk di dalamnya sikap nilai moral dalam bentuk kemandirian akan


(7)

dikembangkan melalui kegiatan internalisasi pada siswa dalam pembelajaran IPA SD, dengan harapan terbentuknya sikap mandiri pada siswa.

Kemandirian merupakan suatu kemampuan psikologis yang seharusnya sudah dimiliki oleh setiap individu, termasuk pada anak SD. Kemandirian adalah perilaku yang aktivitasnya diarahkan kepada diri sendiri, bahkan mencoba memecahkan atau menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa minta bantuan kepada orang lain. Kemandirian yang dimaksud, bukan lepas dari arahan atau bimbingan serta motivasi dari seorang guru, hanya saja seorang guru berperan sebagai fasilitator sehingga anak bisa berlaku dan bertindak menurut kodratnya sesuai kemampuan yang ada pada anak mengikuti kata hatinya yang bersumber dari nilai-nilai terpuji, yang berimplikasi pada perilaku baik, berakhlak, tanggung jawab, tulus, kreatif dan mandiri. Secara psikologis sesuatu yang dilakukan seseorang itu sesungguhnya merupakan cerminan kata hati yang mendapat sinar pancaran cahaya dari Ilahi, Tuhan Yang Maha Hakiki (Al-Gazali;2007: 1034). Lahir batin yang dimotori hati dan akal pikir, dan berimplikasi pada gerak fisik yang menggambarkan perilaku mandiri secara kaffah. Ada ungkapan yang ada kaitannya dengan kata hati, yaitu: ”cerdas otaknya, lembut hatinya dan terampil tangannya” (Sauri, 2008). Ungkapan ini memberikan gambaran bahwa antara otak/ inteligensi, hati dan perilaku merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling berhubungan. Nabi Muhammas SAW telah bersabda dalam Haditsnya, yang substansinya adalah bahwa ”apabila hati (jiwa) seseorang baik, tidak berpenyakit, baik dan sehatlah tubuhnya, dan sebaliknya apabila hatinya (jiwa) rusak, maka sakitlah tubuhnya”, H.R.Al-Bukhary dan Muslim dalam Hasbi (2002: 31). Ini


(8)

memberikan indikasi bahwa pendidikan nilai moral yang berimplikasi terbentuknya sikap perilaku mandiri, sesuai tuntutan tujuan pendidikan nasional yang telah diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang implimentasinya perlu dilakukan di semua jenjang pendidikan pada setiap mata pelajaran, di antaranya dalam pembelajaran IPA di SD, karena pendidikan nilai merupakan ruhnya mata pelajaran yang disampaikan kepada siswa (Aeni, 2010). Jadi jelas bahwa penanaman nilai kemandirian pada siswa melalui pembelajaran IPA di SD itu adalah suatu keharusan yang harus dilakukan oleh guru sebagai salah satu upaya dalam pencapaian tujuan pembelajaran secara utuh dan terintegratif. Utuh dalam artian bahwa hasil pembelajaran yang diperoleh siswa tidak hanya aspek konsep saja melainkan aspek lainnya berupa sikap dan perilaku dalam bentuk kemandirian. Sedangkan terintegratif, hasil belajar yang didapat siswa diperolehnya secara satu kesatuan antara kognitif, afektif dan psikomotor.

Pembelajaran IPA di SD, bertujuan mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat (KTSP, 2006: 484). Secara implisit pernyataan tersebut mengandung unsur nilai moral yang berkulminasi terbentuknya sikap perilaku mandiri bagi siswa, daya nalarnya berkembang, kepekaan afeksinya tinggi, dan terampil memanfaatkan teknologi secara arif dan bijaksana baik terhadap IPA itu sendiri, lingkungan maupun terhadap masyarakat di mana para siswa berada. Para siswa yang mengikuti pembelajaran IPA di SD tidak sekedar mempelajari pengetahuan yang sifatnya kognitif saja, akan tetapi


(9)

aspek lainnya seperti nilai-nilai kemandirian perlu ditanamkan pada siswa yang disebut dengan istilah internalisasi, karena dengan pembelajaran IPA nilai kemandirian siswa diharapkan dapat terbentuk dan dikembangkan.

Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari (KTSP SD, 2006: 484). Berarti target yang akan dicapai dalam pembelajaran IPA, tidak sebatas pada konsep saja, namun aspek lain juga diperlukan, seperti: mandiri, tanggung jawab, peduli lingkungan, sikap tenggang rasa, pandai bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, dan lain-lain. Dalam mengajarkan IPA kepada siswa SD perlu dikembangkan sikap ilmiah seperti sikap ingin tahu, sikap kerja sama, sikap mawas diri, sikap tanggung jawab, sikap berpikir bebas, dan sikap disiplin diri termasauk sikap mandiri (Sulistyorini, S, 2007: 10). Kesemua sikap ini adalah bagian dari dimensi afektif, yang oleh Kosasih (1985: 18) dikatakan sebagai sikap prilaku yang cenderung mencerminkan nilai, keyakinan/

belief sebagai tingkat tertinggi yang paling mantap. Di sinilah munculnya rasa

percaya diri yang mendorong siswa untuk bersikap kreatif dan mandiri, faktor inilah yang perlu dikembangkan oleh guru dalam pemelajaran IPA di SD melalui kegiatan internalisasi dengan pola yang mudah terlaksana oleh guru di sekolah.

Bertolak dari beberapa uraian di atas, dapat digarisbawahi bahwa penginternalisasian nilai-nilai kemandirian siswa dengan pola tertentu dalam pembelajaran IPA di SD perlu dilakukan, karena merupakan anjuran yang sangat mendasar dari tuntutan Sisdiknas, UU.No.20 Tahun 2003, yang tertuang dalam


(10)

tujuan Pendidikan Nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pengembangan nilai yang dimaksud adalah penginternalisasian nilai potensi kemandirian siswa melalui pembelajaran science (IPA) di sekolah. Sehingga tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran adalah menghasilkan manusia yang berkepribadian, bermoral, berakhlak dan mandiri secara intelektual, emosional, dan spiritual. Oleh karena itu komponen esensial kepribadian, moral, dan akhlak, kepercayaan, tanggung jawab dan kreatif menjadi nilai-nilai dasar dalam pengembangan kehidupan manusia yang mandiri.

Pengembangan nilai-nilai kemandirian dalam pembelajaran IPA di SD belum dapat dilaksanakan secara efektif, karena beberapa hal, antara lain, tingkat pemahaman guru dalam pengimplementasiannya masih rendah, metodologi pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional dan kurang variatif, manajemen berbasis sekolah belum terlaksana dengan baik, peran serta pemerintah belum memadai, dukungan moral dan dana dari masyarakat belum optimal, serta akibat pengaruh modernisasi yang terjadi di lingkungan siswa itu sendiri.

Rukiyati (2005/ http://www.suarakarya-online.com) mengatakan dalam

Suara Karya, bahwa bangsa Indonesia saat ini sering dianggap sebagai bangsa

yang tidak berkarakter, karena berbagai "prestasi" buruk yang ditunjukkannya kepada dunia. Padahal, karakter suatu bangsa menunjukkan identitas bangsa


(11)

tersebut, sehingga diperlukan upaya yang sangat besar dan sungguh-sungguh untuk membangun karakter bangsa agar dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan peradaban. Dalam hal ini, pendidikan nilai merupakan keniscayaan jika ingin membangun karakter bangsa. Pendidikan nilai mulai dilakukan dari keluarga, di sekolah dan masyarakat yang berlangsung sepanjang hidup manusia.

Rukiyati (2005) mengakui, bahwa pendidikan nilai termasuk nilai kemandirian di sekolah dasar Indonesia masih kurang mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius oleh segenap pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, karena selama ini arah kebijakan pendidikan lebih menekankan pada "output" yang terukur hasilnya. Akibat dari itu aspef afektif, aspek sikap dan prilaku mandiri siswa dalam belajar kurang mendapat perhatian oleh pihak sekolah termasuk oleh guru yang mengajarkan mata pelajaran kepada siswanya, di antaranya mata pelajaran IPA di SD, lebih menekankan aspek kognitif dan psikomotor dibanding aspek afektif. Pada hal justru melalui pembelajaran IPA di sekolah, pengembangan inernalisasi nilai-nilai kemandirian mudah diserap atau dijiwai oleh siswa, yang pada akhirnya mendorong diri siswa untuk menjadi orang yang mandiri dalam belajar, lebih-lebih bila pengembangan nilai kemandirian siswa itu didasari dengan nilai-nilai ketulusan yang bersumber dari nilai-nilai Ilahiah, maka pengembangan nilai-nilai kemandirian itu akan mengakar pada diri siswa secara internalisasi. Maka dari itu pendidikan nilai, dan kemandirian makin perlu dikemabangkan di antaranya melalui pendidikan formal di SD salah satunya dalam pembelajaran IPA di SD (Aunurahman, 2010).


(12)

Bertolak dari itu, nilai-nilai kemandirian siswa dalam belajar sangat diperlukan pengembangannya, agar kelak menjadi generasi penerus yang handal, kreatif, inovatif berguna dan berdayaguna bagi Agama, Bangsa dan Negara sebagai bangsa yang memiliki kepribadian yang tinggi sesuai dengan ideologinya yaitu Pancasila dan UUD 1945. Dalam pengembangannya para guru dan pendidik perlu menggunakan cara khusus atau pola yang terprogram untuk menanamkan nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA di SD. Nilai-nilai yang dimaksud berupa aspek-aspek kemandirian siswa saat mengikuti pembelajaran seperti: kebebasan, usaha sendiri, prestasi, inisiatif, kreatif, percaya diri, dan tanggung ajawab (Masrun, 1986: 13).

Sehubungan dengan hal tersebut, Hartono (2011) mengatakan bahwa mengintegrasikan antara sains dan agama dapat menjadi alternatif ilmu pengetahuan baru yang sangat diperlukan dalam dunia Islam abad ke- 21 ini, terutama dalam menghadapi imperialisme ekonomi dari negara adidaya. Respons terbaik menghadapi imperialisme tersebut adalah membangun kemandirian ekonomi. Untuk mencapai kemandirian ekonomi itu dibutuhkan perangkat softwer (perangkat lunah) berupa internalisasi kemandirian pada diri setiap individu, yang hendaknya sudah mulai ditanamkan pada anak di rumah, di masyarakat dan di sekolah melalui pembelajaran yang disampaikan oleh, termasuk dalam pembelajaran IPA di SD.

Dari kenyataan yang terjadi di sekolah, harapan tersebut belum terupaya oleh guru saat berlangsungnya pembelajaran, karena guru lebih mengutamakan aspek kognitif kebanding aspek lainnya. Dari sumber yang didapat dari guru SD


(13)

tempat penelitian mengatakan bahwa para siswa SD menurut pengamatannya banyak mainnya dari belajarnya (Sumber dari guru SD tempat penelitian). Aspek nilai bagi siswa saat belajar seakan tidak ada manfaatnya. Siswa belajar bukan karena untuk bisa mandiri, akan tetapi hanya sekedar memenuhi tuntutan orang tua dan guru agar cerdas dan trampil tanpa ada kaitannya dengan pembentukan sikap prilaku mandiri. Di sekolah siswa bagaikan paku, bila dipalu dengan martil paku tersebut baru bergerak, artinya siswa tidak akan belajar bila tanpa ada dorongan dari pihak guru, sekalipun sebagian siswa ada juga belajar tanpa ada motivasi dari pihak guru (Marjohan, 2007: 8). Hal ini akan terjadi terus pada siswa, dan akan menular pada prilaku siswa saat ia di Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjut Tingkat Akhir (SLTA) dan bahkan saat ia di perguruan tinggi dan saat terjun di masyarakat. Inilah yang memicu munculnya perkelahian, tawuran, berandalan, tidak punya harga diri serta punya masa depan yang suram alias pengangguran, yang pada akhirnya menjadi beban Negara. Apa lagi dari kenyataan yang terjadi, Negara Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan, krisis multidimensi di berbagai bidang, yaitu bidang politik, hukum, ekonomi, moral, akhlak, budi pekerti, kurang percaya diri, dan tidak mempunyai kepribadian yang mandiri. Kondisi seperti ini menjadi indikasi kurang tertanamnya nilai-nilai kemandirian, sebagai akibat pendidikan yang diterima di lingkungan rumah, atau di sekolah kurang mendapat perhatian dari pihak orang tua atau sekolah atau pihak lainnya tentang internalisasi nilai-nilai kemandirian, sehingga berdampak negatif pada kehidupan masa depan anak sebagai kader penerus bangsa.


(14)

Bila dilihat dari proses pembelajaran IPA di SD, ada yang namanya dampak pengiring, sebagai dampak dari pencapaian tujuan pembelajaran dan berpengaruh pada siswa, yang munculnya bisa dalam waktu singkat dan bisa juga ada jeda waktu setelah berlangsungnya pembelajaran (Marzuki, 2006: 55). Dampak positif-tidaknya pengaruh yang diberikan pembelajaran pada siswa tergantung aspek tujuan yang diharapkan oleh guru. Dari fakta yang terjadi, aspek kognitif mengemuka, aspek lain kurang mendapat perhatian begitu juga pada aspek sikap perilaku mandiri. Jadi tidak heran bila seorang siswa pintar, cekatan dan terampil, namun tidak berjiwa mandiri, tidak bermoral dan tidak berakhlak bahkan kadang kala terjadi perkelahian sesama siswa sebagai contoh: Siswa SD saling pukul akibat saling mengejek sehingga terjadi perkelahian yang mengakibatkan salah seorang siswa kena sabetan kaca pada pipinya yang berujung diperkarakan secara hukum (Tribun Pontianak Post, 16 Januari 2011).

Penyimpangan prilaku dan akhlak yang kurang baik juga terjadi di kalangan siswa SD. Sering kita temukan anak-anak usia SD sudah tidak mampu lagi membedakan mana orang tua mana teman, mana manusia mana hewan. Bahasa yang digunakan selalu disertai dengan kata-kata kotor, seolah kata-kata kotor itu menjadi bumbu penyedap yang wajib diucapkan. Dunia premanisme sudah merambah siswa SD (http://bataviase.co.id, 2010), seperti yang terjadi di Cipinang Jatinegara Jakarta Timur karena di bawah pengaruh obat sejenis narkoba, siswa kelas 3 SD di Cipinang menyekap dan menganiaya enam teman sekelasnya di kamar mandi. Bocah ini bahkan menyayat tangan teman-temannya itu. Bahkan mirisnya lagi siswa SD sudah terbiasa menyaksikan adegan film


(15)

porno yang akhirnya mencoba untuk melakukannya. Kasus ini trejadi di Depok 4 orang siswa SD memperkosa bergilir 2 orang siswa SD (detektifromantika.wordpress.com: 2008). Di sisi lain aspek emosi siswa semakin rapuh, ditandai dengan tidak adanya percaya diri, sombong, cepat putus asa, mencari jalan pintas untuk keluar dari masalah, dalam hal ini terjadinya kasus siswa SD yang bunuh diri sebagaimana yang terjadi di Surabaya (http://infoindonesia.wordpress.com, 2007) gara-gara tidak mampu membayar SPP, seorang anak SD nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Tidak seimbangnya aspek kognisi dan aspek apektif yang akhirnya melahirkan siswa yang cerdas secara intelektual tetapi tidak cerdas secara etika, dan sopan santun, apa lagi berperilaku mandiri.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi perkembangan perilaku mandiri siswa dalam belajar adalah seiring makin berkembangnya kemajuan teknologi seperti: radio, televisi, Hand phone (HP), telpon, komputer, laptop, game, dan lain-lain, yang dapat menggeser perhatian siswa sehingga siswa menjadi malas, tidak kreatif, nakal, berandal, tidak bermoral dan tidak mempunyai akhlak yang baik, dan berbagai tindakan dan peri lakunya tidak mencerminkan kemandirian dalam belajar. Dari tinjauan psikologis, tidak mandirinya siswa dalam belajar bisa jadi bersumber dari guru yang mengajar. Strategi yang digunakan guru dalam mengajar kurang tepat, guru lebih mendominasi pembicaraan kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, mengemukakan pendapat dan manipulatif dalam pembelajaran, pada akhirnya siswa kurang percaya diri dalam belajar dan tidak adanya kesadaran untuk bertindak sendiri secara mandiri.


(16)

Faktor lainnya lagi yang juga dapat memberikan dampak negatif pada peri laku siswa dalam belajar, ialah faktor masyarakat modern yang cenderung berperilaku serba instan, praktis, ingin serba cepat yang dapat mempengaruhi perilaku kemandirian. Akibatnya keinginan serba cepat itu kadangkala menyebabkan aturan dilanggar, nilai-nilai moral terabaikan, bekerja asal-asalan, dan cenderung selalu tergantung pada orang lain dan tidak mandiri. Sikap manusia modern seperti ini telah digambarkan oleh Al-Qur’an dengan kata-kata al-’ajalah yaitu ketergesa-gesaan, serba instan (Q.S Al-Qiyamah: 20- 21). Akibat dari ini membawa dampak negatif pada masyarakat dan orang yang ada di sekitarnya termasauk pada diri siswa, baik di masyarakat, di rumah maupun di sekolah.

Sejalan dengan hal tersebut, Wiranata, U. S (2010: 1) mengatakan bahwa “seluruh komponen bangsa tentang kondisi bangsa saat ini dirasakan menghawatirkan” dengan indikasi terjadinya krisis multidemensi diberbagai bidang, seakan-akan sudah kehilangan karakter bangsa, belum lagi dilihat dari tayangan-tayangan yang tidak mencerminkan nilai moral seperti yang terlihat pada TV, mess media, majalah, HP, film, video, kadang kala ada tampilan-tampilan yang tidak menggambarkan karakter bangsa yang berkepribadian, yang sedikit banyaknya dapat mempengaruhi kemandirian anak dalam belajar. Seharusnya tayangan-tanyangan tersebut memberikan pesan nilai moral, bukan berakibat membuat anak tidak fokus dalam belajar, males, dan diberikan tugas oleh guru untuk dikerjakan di rumah tetapi tidak digupris oleh anak. Bila kondisi seperti ini terjadi secara berkesinambungan, maka apa yang akan terjadi pada


(17)

bangsa ini. Bangsa Indonesia ini lambat laun akan menjadi bangsa yang tidak berkarakter, tidak bermoral, dan tidak memiliki nilai-nilai kemandirian sebagai

bangsa yang memiliki kepribadian yang berediologi Pancasilan dan UUD 1945. Karena itu, sekarang saatnya untuk sungguh-sungguh memperhatikan

aspek pendidikan nilai bagi pembangunan karakter generasi muda Indonesia secara terpadu dan komprehensif dengan melibatkan para pengambil kebijakan di tingkat pusat sampai guru yang ada di sekolah, demikian juga pengembangan internalisasi nilai-nilai kemandirian pada siswa SD. Pendidikan karakter saat ini menjadi salah satu perhatian kuat pemerintah, yang menjadi tugas utama Diknas untuk mengembangkannya secara utuh sesuai tuntutan UU No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, temasuk di dalamnya penginternalisasikan nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA di SD dengan pola yang tepat dan sesuai dengan tingkat perkembangannya (Kartadinata,S: 2010/ http://file.upi.edu).

Dengan demikian, semua guru harus menyadari dan melaksanakan pendidikan nilai, bukan hanya kewajiban guru mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagaimana yang dipersepsikan masyarakat selama ini, melainkan pada mata pelajaran lainnya seperti pada mata pelajaran IPA (sains). Secara filosofis penguasaan sains dan teknologi harus menyatu dengan pengembangan karakter perilaku mandiri dan kreatif pada manusia agar dapat berjuang untuk mencapai kesejahteraan dan kemaslahatan umat secara kaffah (Kartadinata, S: 2010/http://file.upi.edu/direktori). Dengan pendidikan sains anak akan dapat mengenal dirinya sendiri dan Tuhannya (Suprayogo; 2010), sehingga pendidikan sains sebagai pendekatan untuk


(18)

membangun moral, karakter, prilaku mandiri dan akhlak mulia (Suprayogo, 2010). Atas dasar kondisi inilah peneliti merasa terpanggil untuk mengangkat permasalahnya kepermukaan melalui tulisan ilmiah disertasi ini, dengan harapan, paling tidak memberikan masukan agar pembelajaran IPA atau pembelajaran lainnya di SD itu tidak hanya sekedar menyampaikan konsep-konsep, dan berbagai keterampilan saja, akan tetapi justru bisa dijadikan sebagai sarana tepat guna dalam mengembangkan nilai-nilai kemandirian siswa melalui pembelajaran ke arah terbentuknya sikap dan perilaku siswa yang berkemandirian sesuai dengan tuntunan nilai-nilai ilahiyah. Allah SWT berfirman: ”Bertebaranlah kamu di muka bumi untuk mencari kurnia Allah” (Q.S. 62 Al-Aljumuah: 10). Selanjutnya Nabi SAW bersabda sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ghazali dalam Kitabnya Ihya Ulumiddin Terjemahan bahwa: “Allah sesungguhnya menyukai hambaNya yang mengambil sesuatu pekerjaan, untuk memperoleh kecukupan dari pada bantuan orang lain” (Ismail Yakub, 2007: 10). Ini artinya bahwa kemandirian itu sangat perlu ditanamkan pada diri anak, minimal dimulai pada siswa SD salah satunya dalam pembelajaran IPA di SD dengan pola yang tepat.

Bertolak dari itu internalisasi nilai-nilai kemandirian perlu dilakukan secara terintegrasi ke dalam pembelajaran IPA, di samping ia berperan sebagai sarana pengembang nilai-nilai kemandirian. Untuk mencapai harapan ini, maka tepatlah dilakukan penelitian secara terprogram dan terencana sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan studi bagi peneliti Program Doktor (S3) Pendidikan Umum/ Nilai pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.


(19)

Ada beberapa pertimbangan lain perlunya ditanamkan nilai-nilai kemandirian pada siswa dalam pembelajaran IPA SD, yaitu:

1. Dilaksanakannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006), di mana dalam KTSP itu, yang diharapkan dicapai tidak hanya aspek kognitif saja, akan tetapi yang lainnya juga secara terintegrasi, yaitu; kognitif, afektif dan psikomotor.

2. Firman ”Allah telah menjelaskan melalui firman-Nya, yang intinya bahwa ”pengakuan manusia terhadap Allah sebagai Tuhannya sudah tertanam kuat dalam fitrahnya, dalam jiwanya” (Q.S. 7 Al-’A’raaf:

172), tinggal bagaimana pengembangannya melalui penginternalisasian nilai-nilai kemandirian pada diri siswa serta pemeliharaan potensi (perasaan religius), yang ada pada siswa tersebut, maka disinilah peran para pendidik dalam mengembangan keagamaan anak, termasuk dalam bidang akhlak/ budi pekerti, moral, tanggung jawab dan mandiri. Dengan kata lain bahwa nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA perlu dipribadikan.

Dalam kehidupan, manusia memiliki potensi beragama bahkan potensi tersebut sudah dianggap sebagai kebutuhan spiritual manusia. Menurut Jalaluddin (1996: 1), bahwa potensi bawaan (agama) tersebut memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaaan yang mantap lebih-lebih pada anak usia dini, demikian juga pada anak usia SD.

3. Bertolak dari beberapa hasil penelitian, yaitu perlunya mengarahkan anak kepada pembentukan kepribadian, pengembangan dan penanaman nilai-nilai


(20)

kesantunan pada anak (Sauri, 2002: 260), termasuk pempribadian nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA SD. Oleh karena itu perlu adanya penelitian tentang pola internalisasi nilai-nilai kemandirian yang lebih memfokuskan masalahnya pada pengembangan nilai-nilai yang berbasis penelitian empirik (Sauri, 2002: 260). Selain itu Sauri (2002: 47) mengemukakan bahwa ”Tujuan yang hendak dicapai dalam pembinaan nilai -nilai agama pada hakekatnya adalah terwujudnya -nilai--nilai ideal yang bersumber dari agama dalam pribadi anak didik”. Maka dari itu, ”betapa pentingnya pembinaan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan serta nilai-nilai moral lainnya di sekolah, di keluarga, dan di masyarkat” (Somad, 2007: 6), termasuk dalam hal pengembangan internalisasi nilai-nilai kemandirian pada siswa. Namun yang menjadi permasalahan, pada usia berapa sikap anak-anak itu dapat terbentuk, dengan demikian apabila seorang guru dapat mengembangkannya, atau paling tidak untuk dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan saat guru mengembangkan nilai moral sebagai upaya guru menanamkan sikap perilaku kemandirian pada siswa melalui pembelajaran IPA di SD. Ormerd dan Duckworth menegaskan: ”the critical age for influencing pupils’ attitudes lies between eight and thirteen years” (dalam Dahar, 1985: 25).

Usia yang dikemukakan oleh Ormerd dan Duckworth tersebut adalah usia anak-anak SD. Berarti bahwa usia anak antara 8 dan 13 tahun itu betul-betul harus dimanfaatkan, apakah sikap anak sekolah dasar terhadap sains akan dibuat positif atau tidak, dalam artian apabila anak sudah senag dalam


(21)

belajar sains atau IPA, ini suatu pertanda upaya guru menanamkan sikap perilaku kemandiriaan sebagai refleksi dari pengembangan nilai moral akan membawa kesuksesan bagi guru. Untuk itu guru perlu pola yang tepat agar pengembangan internalisasi nila-nilai kemandirian siswa dalam belajar IPA di sekolah dapat berlangsung secara efektif sesuai tujuan yang sudah terprogram dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Tentu harapan yang tergambar dalam RPP itu tidak hanya berupa pengetahuan yang terdiri dari fakta-fakta, prinsip-prinsip, konsep-konsep, dan teori-teori saja, melainkan juga berupa keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang diperlukan (Dahar, W.R 1985: 298), seperti kejujuran, tanggap, tanggung jawab, demokratis, berakhlak dan santun serta bersikap mandiri.

4. Dari hasil penelitian menegaskan bahwa ”kemandirian” merupakan gambaran jati diri dan ciri utama bangsa, oleh karena itu perhatian terhadap hal itu tidak hanya bersifat simbolis atau kata-kata indah yang tertuang dalam undang-undang, namun perlu diimplementasikan secara operesioanal di lembaga-lembaga pendidikan, termasuk di SD (Maufur, 2005: 273).

5. Dari sumbar beberapa artikel dan jurnal mengungkapkan sebagai berikut: a. Apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa

dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan atau panutan bagi generasi muda, jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan mandiri.


(22)

b. Kita sebagai Generasi Muda sangat perihatin dengan keadaan generasi penerus atau calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang tinggal, hidup dan dibesarkan di dalam bumi republik ini tanpa adanya upaya internalisasi nilai-nilai moral, nilai-nilai-nilai-nilai semangat juang yang mandiri dan nilai-nilai-nilai-nilai moral ketanggungjawaban yang agamawi. Untuk menyiapkan generasi penerus yang dimaksud perlu dilakukan beberapa hal mendasar yang memungkinkan (http://www.segalaartikel.blogspot.com/), di antaranya melalui penggunaan pola yang tepat, yaitu pola yang dikembangkan oleh guru di SD.

6. Pendidikan itu sangat penting dalam kehidupan, baik dalam keluarga, bangsa maupun negara. Maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan bangsa itu (http://blog.tempointeraktif.com/). Maka dari itu menurut pandangan Islam menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim tanpa kecuali sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, yang substansinya ”bahwa menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap muslim”, tanpa batas waktu (Riwayat Ibnu Majah dari Anash dalam Imam Ghazali, Terjemahan 2007: 32). Artinya bahwa pendidikan itu sangat perlu bagi seorang individu, termasuk pendidikan kemandirian.

7. Salah satu dari tujuh ayat pendidikan kontekstual, yaitu bahwa anak didik memiliki potensi, gandrung, dan kemampuan yang merupakan benih kodrati untuk ditumbuhkembangkan tanpa henti (Alwasilah, 2007: 17), salah satunya potensi kemandirian dalam belajar sebagai potensi yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran, termasuk pada pembelajaran IPA di SD.


(23)

Dengan pendidikan, manusia akan mendapatkan kemuliaan serta kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, pendidikan menjadi tugas orang tua dan guru di samping juga amanah yang harus dipikul oleh generasi berikutnya, dan dijalankan oleh para pendidik dalam mendidik anaknya. Sebagaimana firman Allah SWT, yang terjemahannya adalah: “Hai orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka”. (Q.S.66

At-Tahrim: 6). Substansi dari ayat ini mengandung makna bahwa orang tua dan guru

sangat berperan terhadap keberhasilan pendidikan anak-anaknya, demikian juga penginternalisasian nilai-nilai kemandirian siswa dalam belajar.

Di dalam Al-Qur’an diungkapkan bahwa Allah, sesungguhnya tidak akan merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (Q.S.13 Ar-Ra’d: 11). Dari sini dapat diambil pelajaran bahwa setiap manusia itu dituntut untuk berlaku mandiri dalam berbuat, bertindak ataupun menetapkan dalam mengambil suatu keputusan. Oleh karena itu internalisasi nilai-nilai kemandirian perlu dimulai pada anak usia dini termasuk pada anak usia SD. melalui pembelajaran IPA dengan pola yang tepat oleh guru. Nah! atas dasar itulah peneliti tergugugah untuk mengangkat kepermukaan masalah ini melalui penelitian dengan judul ”Pola internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA di SD”, di samping untuk dijadikan sebagai laporan disertasi tugas akhir dalam menyelesaikan studi Program Doktor, S3 Pendidikan Umum/Nilai pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, dengan harapan bisa direkomendasikan untuk dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau sebagai pertimbangan dalam menentukan pola yang tepat


(24)

oleh guru untuk menginternalisasikan nilai-nilai kemandirian siswa dalam pmebelajaran IPA di SD.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu, maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah, ”Bagaimana internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA di Sekoah Dasar?”. Untuk menjawab masalah tersebut perlu solusi pemecahan masalah melalui pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimana program sekolah dilaksanakan dengan internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA di SD?

2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPA dengan internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa di SD?

3. Seperti apa pelaksanaan pembelajaran IPA dengan pengembangan internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa di SD?

C. Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan umum dalam penelitian ini adalah terbentuknya sebuah RPP yang berbasis nilai-nilai kemandirian siswa yang digunakan dalam pembelajaran IPA di SD. Adapun tujuann khususnya adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan program sekolah yang dilaksanakan dengan internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA di SD.

2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran IPA dengan internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa di SD.


(25)

3. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran IPA dengan pengembangan internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa di SD.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan praktis bagi guru di sekolah dasar, mahasiswa calon guru/ PGSD, pengembang kurikulum dan pihak yang berkepentingan lainnya:

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah dapat dijadikan sebagai bahan rujukan atau bahan pertimbangan bagi guru yang mengajarkan IPA di SD. Selain itu bermanfaat juga bagi guru yang mengajarkan mata pelajaran lainnya, termasuk bagi calon guru (PGSD) yang akan ber-PPL, berpraktek mengajar di SD, sehingga dapat membentuk perilaku siswa yang mandiri, handal, kreatif, cerdas, cekatan, terampil dan berakhlak mulia sebagai generasi penerus harapan bangsa yang memiliki sikap yang berkepribadian yang mandiri,

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan bagi dosen yang memberikan bimbingan PPL kepada mahasiswa yang akan berpraktek mengajar di sekolah, dan sekali gus menjadi bahan pemikiran bagi pengembanng kurikulum yang berbasis kemandirian dan kreativitas.

2. Manfaat Praktis

Secara rinci hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi guru, mahasiswa calon guru, dosen Pembimbing PPL mahasiswa yang akan berpraktek mengajar di sekolah, dan bagi pengembang kurikulum termasuk perguruan tinggi yang menangani ke-LPTK-an (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan):


(26)

a. Bagi Guru Sekolah Dasar

Guru sebagai tenaga profesional, dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru tidak hanya sekedar menyampaikan konsep materi pokok pembelajaran saja, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah pengembangan sikap kemandirian yang diinplisitkan dalam pembelajaran. Di samping itu hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai panduan dalam mengimplimentasikan pendidikan nilai di sekolah, khususnya tentang pengembangan internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA di sekolah.

b. Bagi Mahasiswa atau Peneliti Sendiri

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa, utamanya mahasiswa calon guru yang akan berpraktek mengajar di SD, untuk dijadikan ”sebagai bahan pertimbangan bagaimana langkah yang harus dilakukan oleh guru dalam menerapkan internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa dalan embelajaran IPA di SD.

c. Bagi Dosen

Dalam hal ini dosen PGSD yang mengampu mata kuliah PPL 1 (Microteaching), atau Peer Teching, atau juga Real Teaching, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengembangan model pembelajaran nilai (kemandirian) untuk dijadikan sebagai bahan ajar sisipan saat memberikan bimbingan microteaching kepada para mahasiswa yang akan berpraktek mengajar di sekolah. Selain itu bisa juga dimanfaatkan oleh dosen untuk memasukkan unsur-unsur nilai secara inplisit ke dalam materi perkuliahan setiap melakukan kegiatan perkuliahan, sebagaimana yang dilakukan oleh guru kepada para siswanya.


(27)

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak pengembang kurikulum untuk dijadikan rujukan dasar bahwa faktor nilai (moral, etika, estetika, dan aklakul karimah atau budi pekerti, dan kemandirian) sangat perlu dijadikan sebagai materi sisipan pada setiap mata pelajaran secara terintegrasi, yang pada akhirnya muncullah Kurikulum KTSP yang Berbasis Nilai sebagai aplikasi UU No.20 Tahun 2003. Dalam hal ini PGSD sebagai lemabaga LPTK termasuk berbagai Pergurruan Tinggi yang menangani ke LPTK-an diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai ujung tombak mengembalikan konsep kurikulum yang ada menjadi Kurikulum KTSP yang berbasis niilai kemandirian. E. Struktur Organisasi Disertasi

Dalam bagian ini akan dipaparkan secara beurutan keseluruhan isi disertasi, sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, mencakup: Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Struktur Organisasi Disertasi. Bab II Kajian Pustaka dan Kerangka Pemikiran Penelitian, mencakup: Konsep Nilai, Nilai Kemandirian, Pola Internalisasi Nilai, Teknik Internalisasi Nilai, Internalisasi Nilai Kemandirian dalam Pembelajaran IPA, Internalisasi Nilai Kemandirian dalam Pendidikan Umum, Pembelejaran IPA SD, Studi-Studi Terdahulu yang Relevan, dan Kerangka Pemikiran Penelitian. Bab III Metode Penelitian, meliputi: Lokasi dan Subyek Penelitian; Metode yang digunakan, Instrumen Penelitian; Teknik Pengumpulan Data, Langkah-Langkah Penelitian, Strategi Pengumpulan Data, dan Analisis Data; Definisi Konseptual; dan Alur Paradigma Penelitian. Bab IV Data Penelitian dan Pembahasannya, mencakup:


(28)

Hasil Penelitian yang meliputi: Gambaran Umum, Lokasi Penelitian, dan hasil temuan penelitian. Bab V terdiri dari Kesimpulan dan Rekomendasi.


(29)

97

BAB III

METODE PENELITIAN A. Metode yang Digunakan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengembangan, yang disebut dengan design researrch. Metode pengembangan tersebut terdiri dari tiga komponen utama yaitu: 1) model pengembangan, 2) prosedur pengembangan, 3) uji coba produk (Puslitjaknov, 2008: 8). Model pengembangan merupakan dasar untuk mengembangkan produk yang dihasilkan. Model pengembangannya berupa model prosedural, model konseptual, dan model teoritik. Dari tiga model tersebut, sesuai dengan situasi kondisi di lapangan tentang internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa yang selama ini guru lakukan, seperti apa internalisasinya, dan bagaimana pengembangannya sehingga internalisasi yang dilakukan guru itu dapat dijadikan sebagai model oleh guru lainnya, maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model prosedural.

Model prosedural adalah model yang bersifat deskriftif, menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk dalam hal ini adalah RPP yang berbasis nilai kemandirian. Dengan demikian, pendekatan yang digunakan bersifat kualitatif. Penggunaan metode pengembangan ini bermaksud untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, yaitu internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA di SD. Gambaran yang dimaksud adalah kejadian subyek yang akan diteliti, untuk dijadikan sebagai data dasar dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 09 Sungai Raya Kubu Raya. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan atas pertimbangan bahwa SD itu berlokasi di Kabupaten Kubu Raya (Kabupaten baru, yang membutuhkan masukan-masukan atau info-info yang


(30)

98

antaranya upaya peningkatan kualitas pendidikan di SD-SD, di samping SDN 09 menjadi SD inti, yang menggunakan Kurikulum RSBI), tepatnya di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya sekitar areal bandara Supadio Pontianak.

Dalam penelitian pengembangan itu menurut konsep Borg dan Gall (1983), perlu langkah-langkah strategis. Langkah-langkah itu adalah sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian pendahuluan (pra survei) untuk mengumpulkan informasi (kajian pustaka, pengamatan kelas, identifikasi permasalahan yang dijumpai dalam pembelajaran, dan merangkum permasalahan);

2. Melakukan perencanaan (identifikasi dan definisi keterampilan, perumusan tujuan, penentuan langkah-langkah pembelajaran), dan uji ahli atau uji coba pada skala kecil atau expert judgement.

3. Melakukan uji coba RPP yang berbasis nilai kemandirian di SD lain, tepatnya di SD Negeri 08 Sungai Raya Kubu terhadap guru yang mengajarkan IPA di kelas VI, kemudian hasilnya dibandingkan dari RPP yang telah dibuat oleh guru dengan hasil aplikasi RPP yang berbasis nilai kemandirian siswa, baik dilihat dari rancangan RPP-nya, maupun dalam aplikasinya, termasuk dari berbagai indikasi kemandirian siswa saat berlangsungnya pembelajaran. Uji coba dilakukan dari tanggal 25 Maret 2012 sampai tanggal 30 Maret 2012;

4. Analisis data hasil uji-coba, baik RPP-nya maupun aplikasinya dalam pembelajaran IPA di kelas VI SD Negeri 08 Sungai Raya Kubu Raya, dan telah divalidasi oleh ahli, yaitu Dr.H. Tomo Djudin, Dosen tetap IPA FKIP Untan Pontianak.

5. Melakukan penelitian di SD Negeri 09 Sungai Raya Kubu Raya dari 8 April sampai dengan 30 tahun 2012.


(31)

99

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah observasi di samping mengunakan wawancara, dan dukomentasi serta catatab lapangan. Wawancara digunakan untuk menjaring data yang dilakukan oleh guru dalam menginternalisasikan nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA. Subjek penelitiannya adalah guru yang mengajar IPA di kelas VI beserta para siswanya yang aktif mengikuti pembelajaran selama berlangsungnya penelitian. Observasi digunakan untuk memperoleh data mengenai pelaksanaan pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam menginternalisasikan nilai-nilai kemandirian siswa. Sedangkan dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran keberadaan objek yang diteliti untuk melengkapi data hasil wawancara dan observasi. Untuk mendapatkan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka data yang telah terkumpul perlu dilakukan pengecekan keabsahan datanya dengan teknik triangulasi, yaitu teknik penyilangan informasi yang diperoleh dari sumber yang satu ke sumber lainnya sehingga mendapatkan data yang absah untuk digunakan sebagai hasil capaian dalam penelitian (Arikunto, 2006: 18). Untuk lebih lancarnya pelaksanaan peneliatian, begitu juga saat berlanhsung try out, peneliti berkolabarasi dengan guru yang subyek penelitian, kepala sekolah, dan guru lainnya. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan cara mengkonfirmasi ulang informasi hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Data penelitian yang diperoleh dari sumber yang berbeda melalui wawancara dikonfirmasi ulang dengan data yang diperoleh melalui observasi dan dokumentasi. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data yang absah setelah melalui proses penyilangan informasi atau tringulasi.


(32)

100

simpulan-simpulan umum. B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena relevan dengan karakteristik masalah yang menjadi fokus penelitian. Selain itu, pendekatan ini mempunyai keunggulan dengan karakteristik tersendiri. Guba dan Lincoln dalam Alwasilah (2008: 104-107) secara rinci mengungkap 14 karakteristik pendekatan kualitatif sebagaimana yang diungkapkan pada bagian berikutnya.

Penelitian ini lebih dititikberatkan pada upaya untuk mengkaji suatu proses dan fenomena secara menyeluruh dan saling terkait. McMillan dan Schumacher (2001: 398) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif didasarkan pada asumsi bahwa realitas merupakan sesuatu yang bersifat ganda, saling berinteraksi dan terjadi pertukaran pengalaman-pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu.

Berdasarkan pembahasan tersebut, penelitian kualitatif meyakini bahwa realitas sesunguhnya merupakan sebuah konstruksi sosial. Pendekatan kualitatif lebih melihat sesuatu sebagaimana adanya dalam suatu kesatuan yang saling terkait yang lebih menekankan pada proses dari pada dampak atau hasil (Creswell, 1994: 145). Dalam penelitian ini realitas yang diteliti adalah internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran IPA di kelas VI SD, baik yang dilakukan oleh guru dengan caranya sendiri maupun yang dilakukan oleh guru setelah ada pengembangan RPP dari internalisasi yang telah dilakukan sebelumnya.

Pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor, 1984: 5). Pendekatan ini diarahkan pada latar individu


(33)

101

secara holistic (utuh). Nasution (1992: 5) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Dalam penelitian ini yang menjadi sasaran amatan oleh peneliti adalah tahapan-tahapan proses keterlaksanaan internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran IPA di kelas VI dimulai dari awal kegiatam, kegiatan inti sampai pada kegiatan akhir pembelajaran di samping mengamati berbagai sikap kemandirian siswa dilihat dari berbagai aktivitas yang dilakukannya saat mengikuti pembelajaran IPA di kelas VI SD itu. Penelitian kualitatif ini memiliki ciri-ciri berikut: 1) sumber data dalam penelitian kualitatif adalah hal yang wajar atau

natural setting dan merupakan fakta kunci; 2) riset kualitatif bersifat deskriptif; 3) riset

kualitatif lebih memperhatikan proses ketimbang hasil atau produk semata; 4) peneliti kualitatif cenderung menganalisa data secara induktif; dan (5) makna merupakan soal esensial bagi pendekatan kualitatif (Bogdan dan Biklen,1982: 27-29).

Sejalan dengan pendapat Guba dan Lincoln yang telah diungkapkan oleh Alwasilah (2008: 104-107) bahwa pendekatan kualitatif mempunyai 14 karakteristik yang membedakan dengan pendekatan lainnya, ialah: 1) latar alamiah, artinya objek yang diteliti harus dilihat secara objektif, faktual dan alami, sehingga data yang diambil betul-betul dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah; 2) manusia sebagai instrumen pengumpul data, sedangkan benda-benda tidak akan dapat digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian karena tidak memiliki kemampuan untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan realita sesungguhnya pada subyek yang diteliti; 3) Pemanfaatan pengetahuan non proporsional, karena pengetahuan jenis ini banyak dipergunakan dalam proses interaksi antara peneliti dan responden; 4)


(34)

metode-102

berinteraksi; 5) Sampel purposif, pemilihannya dilakukan secara teoretis disebabkan peneliti ingin meningkatkan cakupan dan jarak data yang dicari demi mendapatkan realitas yang berbagai-bagai; 6) analisis data secara induktif, karena lebih memungkinkan peneliti mengidentifikasi realitas yang berbagai-bagai dilapangan, membuat inteaksi antara peneliti dan responden lebih eksplisit, nampak, dan mudah dilakukan, serta memungkinkan identifikasi aspek-aspek yang saling mempengaruhi; 7) teori didasarkan pada data di lapangan; 8) Desain penelitian mencuat secara alamiah, karena sebagai akibat dari fungsi interaksi antara peneliti dan responden; 9) Hasil penelitian berdasarkan negosiasi; 10) Cara pelaporannya berupa kasus, karena pelaporan kasus lebih mudah diadaptasikan terhadap deskripsi realitas di lapangan yang dihadapi para peneliti; 11) Interpretasinya dilakukan secara idiografik atau kasus, kontektual dan berdasarkan hukum-hukum generalisasi; 12) Aplikasi tentatif, hasil temuannya bersifat sementara karena realitas yang dihadapinya beragam; 13) Batas penelitian ditentukan fokus; karena dengan fokus penelitian lebih memungkinkan menjadi mantap antara peneliti dan responden pada konteks tertentu; 14) Keterpercayaan dengan kriteria khusus; seperti internal validity, external validity,

reliability dan objectivity kedengaran asing bagi para peneliti naturalistik, karena

memang bertentangan dengan aksioma-aksioma naturalistik. Keempat istilah tersebut dalam panelitian naturalistik diganti dengan credibility, transfer ability, dependant

ability, dan confirmability.

Makna dari setiap data yang ditemukan memiliki arti yang sangat penting untuk memperoleh justifikasi bagi kelayakan aplikasi pelaksanaan internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA di SD menurut versi yang dilakukan oleh guru. Mengenai rancangan pembelajaran IPA yang akan digunakan oleh guru termasuk


(35)

103

pendekatan, metode dan teknik serta media pembelajaran sampai kepada pelaksanaannya, guru sendiri yang menentukannya. Peran peneliti hanya mengamati embelajaran mulai dari awal kegiatan,, kegiatan inti dan kegiatan akhir, agar mendapatkan data primer dan skunder yang akan digunakan dalam penelitian.

C.Pengumpulan Data

1. Sumber Data Primer dan Skunder

Moleong (2008: 60), mengatakan bahwa “informasi dapat diperoleh melalui internal sampling”. Informasi itu dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran atau membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subjek lainnya. Berdasarkan fokus penelitian, tujuan penelitian, rumusan masalah, dan pertanyaan penelitian, maka sumber data dalam penelitian ini terbagi dua bagian, yaitu data primer dan data skunder. Dalam pada itu, data primer meliputi berbagai hal yang berhubungan dengan: a). Perencanaan pembelajaran IPA dalam bentuk RPP yang berbasis nilai-nilai kemandirian; b). Keterlaksanaan perencanaan pembelajaran dengan pola internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA; dan c). Keberadaan visi khusus oleh guru dalam menginternalisasikan nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA di SD. Sedangkan data skonder diambil dari aparat sekolah lainnya seperti: guru lain, kepala sekolah, termasuk para siswa yang bukan sampel. Demikian juga data skunder lainnya seperti: KTSP, Program Sekolah, Silabus dan RPP. datanya digunakan untuk kelengkapan data primer.

Data dalam penelitian ini adalah seluruh fenomena atau peristiwa internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA di SD dari sudut tinjauan pada kegiatan awal pembelajaran, kegiatan inti dan kegiatan akhir pembelajaran. Tahap awal penelitian berupa persiapan pelaksanaan kegiatan internalisasi nilai sampai pada


(36)

104

tahap akhir penelitian berupa pengevaluasian, baik melalui pemaparan hasil temuan melalui pengamatan lembar observasi, wawancara, dokumentasi maupun data yang diperoleh melalui catatan lapangan.

Data yang dikumpulkan berasal dari pelaku dan situasi pembelajaran yaitu guru dan siswa bahkan kepala sekolah, terkait dengan kegiatan internalisasi nilai-nilai kemandirian pada siswa saat berlangsungnya pembelajaran. Teknik pengumpulan data yang digunakan disesuaikan dengan jenis dan sumber data. Sumber data tentang kepala sekolah, guru-guru, dan siswa dikumpulkan melalui teknik wawancara dan pengamatan secara langsung. Sementara itu, sumber data yang berasal dari situasi atau proses pembelajaran dikumpulkan melalui pengamatan secara langsung disertai dengan wawancara. Penggunaan teknik ini dilakukan secara simultan.

2. Instrumen Penelitian

Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti sendiri merupakan instrumen utama penelitian. Dalam hal ini, Lincoln dan Guba (1985: 39) dalam

Moleong (2008: 119), mengemukakan bahwa “seorang peneliti naturalistik memilih

menggunakan sendiri sebagai human instrumen pengumpul data primer. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti sendiri merupakan instrumen utama penelitian. Dalam hal ini, Lincoln dan Guba (1985: 39) dalam

Moleong (2008: 119), mengemukakan bahwa “seorang peneliti naturalistik memilih

menggunakan sendiri sebagai human instrumen pengumpul data primer. Dalam kedudukannya sebagai instrumen utama, maka peneliti dapat menangkap secara utuh situasi yang sesungguhnya serta dapat memberikan makna atas apa yang diamatinya

itu”. Moleong (2008: 169) mengungkapkan bahwa ciri-ciri manusia sebagai instrumen mencakup beberapa hal,yaitu: responsif, dapat menyesuaikan diri, berkemampuan


(37)

105

rsponden, dan berkemampuan untuk menggali informasi yang lain, yang tidak direncanakan semula.

Pendapat di atas, diperkuat dengan penyataan Nasution (1996: 55-56) tentang ciri-ciri manusia (peneliti) sebagai instrumen penelitian, yaitu: peka terhadap segala stimulus dari lingkungan yang diperkirakan bermakna; dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka data sekaligus; tidak ada suatu instrumen berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi kecuali manusia; memahami sesuatu yang diamati berdasarkan penghayatan inderanya; berkemampuan menganalisis data serta menafsirkannya; dan berkemampuan dalam menarik suatu kesimpulan berdasarkan data yang terkumpul. D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian menggunakan empat teknik pengumpulan data yaitu dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi dan catatan lapangan. 1. Teknik Observasi

Peneliti dan guru berkolaborasi secara pertisipatif mengamati langsung obyek yang sedang diteliti yakni keterlaksanaan internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa saat berlangsungnya pembelajaran IPA. Internalisasi ini diasumsikan dapat membentuk pribadi siswa yang mandiri, percaya diri, disiplin, penuh perhatian, tekun, teliti, kreatif, berprestasi dan tanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan siswa tanpa bergantung pada pihak lain di sekolah, di rumah ataupun di masyarakat.

Observasi dilakukan secara terbuka, artinya kehadiran peneliti ditengah-tengah responden atas ijin responden sendiri. Agar hasil observasi dapat menjawab tujuan penelitian yang sudah dirumuskan, Alwasilah (2003: 215-216) mengungkapkan sejalan dengan yang disarikan oleh Merriam (1988) bahwa dalam observasi harus ada


(38)

106

lima unsur penting yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) latar (setting); 2. pelibatan (participant); 3. kegiatan dan interaksi (activity and interaction); 4) frekuensi dan durasi (frequency and duration); dan 5) faktor substil (subtle factors).

Moleong (2008: 174-175) sejalan dengan pendapat Guba dan Lincoln memberikan alasan sebagai berikut:

1. Teknik pengamatan atau observasi adalah sebagai alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Jika suatu data yang diperoleh kurang meyakinkan, biasanya peneliti berkesempatan menanyakannya langsung kepada subjek sebagai cek recek dari kebenaran data yang diperoleh.

2. Teknik pengamatan juga memungkinkan untuk melihat sendiri, kemudian mencatatnya dari peristiwa yang terjadi pada keadaan sesungguhnya.

3. Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa penting dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.

4. Teknik pengamatan adalah cara yang terbaik untuk mengecek kebenaran data 5. Melalui teknik pengamatan memungkinkan peneliti berkemampuan memahami

situasi-situasi yang rumit, jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku subyek sekaligus.

6. Dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnya tidak mungkin dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Selama melakukan pengamatan, peneliti mencatat setiap fenomena yang ditemukan dan sesampainya di rumah catatan yang dibuat pada saat di lapangan, langsung ditranskif ke dalam catatan lapangan yang dibagi menjadi dua bagian, yakni catatan deskriptif dan catatan reflektif. Selanjutnya, mengkonfirmasi temuan-temuan


(39)

107

selanjutnya melakukan proses wawancara terhadap kepala sekolah, guru, pengurus pramuka, pembina, dan siswa.

2. Teknik Wawancara

Wawancara dengan kepala sekolah untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan program yang dibuat oleh sekolah, terutama program yang berhubungan dengan pembelajaran IPA terkait dengan internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa IPA di SD. Teknik wawancara ini bertujuan untuk menggali data dan informasi dari subyek yang diteliti berkaitan dengan item-item pertanyaan penelitian. Wawancara dapat menjaring sejumlah data verbal mengenai persepsi informan maupun responden tentang dunia empirik yang mereka hadapi. Pemikiran, tanggapan, maupun pandangan yang diverbalisasikan akan lebih mudah dipahami oleh peneliti dibandingkan dengan bahasa (ekspresi) tubuh. Oleh karena itu menurut Nasution (1996: 69) teknik pengamatan saja tidak cukup memadai dalam melakukan suatu penelitian. Wawancara dilakukan secara mendalam (indepth interview) dengan tetap berpegang pada pedoman wawancara yang telah dipersiapkan. Hal ini dilakukan agar arah percakapan tidak terlalu menyimpang dari data yang digali, juga untuk menghidari terjadinya bias penelitian. Untuk mendapatkan validitas informasi maka pada saat wawancara berlangsung, peneliti berusaha membina hubungan baik dengan cara menciptakan iklim saling menghargai, saling mempercayai, saling memberi dan menerima.

Menurut Alwasilah (2003: 195) yang sejalan dengan pendapat Lincoln dan Guba (1985) bahwa terdapat lima langkah penting dalam melakukan wawancara, yitu: 1). Menentukan siapa yang akan diintervi; 2). Menyiapkan bahan-bahan interviu; ). Langkah-langkah pendahuluan; 4). Mengatur kecepatan menginterviu dan


(40)

108

mengupayakan agar tetap produktif; dan 5). Mengakhiri interviu sebagai penutup wawancara.

Berdasarkan langkah-langkah yang telah diungkapkan di atas,maka sebagai langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah menentukan siapa yang akan di wawancara. Selanjutnya peneliti menyusun pedoman wawancara sebagai pedoman agar senantiasa terarah kepada fokus penelitian. Dalam prakteknya, pertanyaan terlontar secara sistematis sesuai dengan pedoman, namun tidak jarang ditambahkan beberapa pertanyaan tambahan atas fenomena baru yang muncul. Pedoman wawancara isinya mengacu kepada rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

Waktu dan tempat wawancara ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara pewawancara dengan yang terwawancara. Di akhir kegiatan wawancara, peneliti tidak langsung menutup kegiatan wawancara, melainkan berpesan agar kiranya terwawancara bersedia kembali untuk diwawancarai pada kesempatan lain apabila terdapat fenomena-fenomena yang memerlukan penjelasan lebih lanjut. Dalam penelitian ini, teknik wawancara dimaksudkan untuk melengkapi data hasil observasi. Wawancara dilakukan terhadap subyek penelitian yang dalam hal ini kepala sekolah, guru, tata usaha, komite sekolah dan siswa. Teknik wawancara yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur, yakni wawancara yang dilakukan untuk menanyakan permasalahan-permasalahan seputar pertanyaan penelitian dalam rangka memperjelas data atau informasi yang tidak jelas pada saat dilakukan observasi.

3. Teknik Studi Dokumentasi


(41)

109

ditelti dari subyek penelitian. Teknik studi dokumentasi ini sesungguhnya bertujuan untuk melengkapi data yang yang berkaitan dengan program pembelajaran siswa SD, dan sekaligus sebagai data pelengkap yang telah diperoleh melalui observasi dan wawancara. Dokumen digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Di samping itu Nasution (1996: 86) mengungkapkan bahwa dokumen dapat memberikan latar belakang yang luas mengenai pokok penelitian, dan dapat dijadikan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data. Dokumen dapat dipandang sebagai info yang dapat membantu dalam menganalisis dan menginterpretasi data.

Dalam konteks penelitian ini, analisis dokumen. dilakukan untuk mengetahui proses penginternalisasian nilai-nilai kemandirian pada siswa saat berlangsungnya pembelajaran IPA. Dokumen diperoleh dari kepala sekolah, guru, siswa termasuk kegiatan intra kurikuler, kokurikuler maupun kegiatan ekstra kurikuler.

E. Langkah-Langkah Penelitian

Desain penelitian yang dikembangkan lebih mengacu pada siklus disain

research and development melalui beberapa penyesuaian karena mempertimbangkan

beberapa faktor yang berkaitan dengan jadwal akademik pada lembaga yang diteliti, waktu sekolah, dan waktu belajar mengajar di sekolah. Prosedur pengembangan pola penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi langkah-langkah: (1) studi pendahuluan, (2) perumusan pola menurut guru (RPP), (3) validasi pola prosedural (RPP), (4) refleksi dan revisi pola prosedural (RPP), (5) uji coba terbatas, (6) revisi pola (RPP), (7) keterlaksanaan RPP, (8) analisi dan pembahasan, (9) kesimpulan dan rekomendasi. Langkah-langkah tersebut dituangkan dalam bentuk diagram seperti


(42)

110

1. Studi Pendahuluan

Langkah awal yang dilakukan untuk menghasilkan pola konseptual adalah melakukan studi pendahuluan. Studi pendahuluan diarahkan pada dua sasaran

(PRODUK) RPP& Keterlaksanaan

Tujuan Pendidikan

Pola Internalisasi Nilai-Nilai Kemandirian

(Konseptual) Evaluasi &

Revisi Analisis/ Pembahasan

Revisi Pola

Uji Coba Terbatas

Refleksi & Revisi Pola

Validasi Pola dan Isi

Full up Pola Internalisasi nilai Menurut

Guru (Silabus-RPP)

Studi Pendahuluan

Internalisasi Nilai-Nilai Kemandirian Siswa dlm

Pembelajaran IPA di SD


(43)

111

teks, jurnal, sumber-sumber hasil penelitian, dan kajian lainnya yang berkaitan langsung dengan pola internalisasi nilai yang dilaksanakan oleh guru yang mengajar IPA di SD. Beberapa aspek pokok tentang teori yang dikaji melalui studi pendahuluan ini berhubungan dengan konsep dan pemahaman mendasar tentang keterlaksanaan Pola Internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran IPA di SD yang didukung dengan sejumlah hasil penelitian terdahulu. Stelah dilakukan penelitian dengan melihat kejadian dan peristiwa pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru di lapangangan, pada akhirnya ditemukan suatu konseptual yang dianggap relevan tentang Pola Internalisaisi Nilai-Nilai Kemandirian Siswa dalam Pembelajaran IPA di SD sesuai harapan yang dianjurkan dalam tujuan pendidikan nasional. Sedangkan beberapa aspek pokok yang menjadi arah kajian terhadap lembaga adalah kurikulum yang digunakan (KTSP/ Silabus dan RPP). Selain itu, dikaji pula visi, misi, tujuan lembaga dan profil lulusan yang diharapkan. Data kajian yang diperoleh melalui studi pendahuluan sangat berarti bagi pengembangan pola internalisasi nilai dalam penelitian selanjutnya.

2. Perumusan Pola Konseptual

Hasil analisis dari studi pendahuluan yang dilakukan, baik yang berkenaan dengan kajian literatur maupun telaahan terhadap beberapa aspek kelembagaan SD Negeri 09 Sungai Raya Kubu Raya, menjadi kerangka dasar dalam perumusan pola konseptual. Pola konseptual yang dirumuskan dalam penelitian ini merupakan pola internalisasi nilai-nilai kemandirian yang dikembangkan dalam proses pembelajaran IPA untuk meningkatkan kemampuan komunikasi sosial siswa. Artinya berbagai kegiatan atau aktivitas para siswa di sekolah bahkan di rumah, di masyarakat dan di mana saja mereka berada tanpa batas waktu dan tempar, selalu diwarnai nilai-nilai


(44)

112

kemoralan, keetikaan dan kesantunan sebagai cerminan mempribadinya nilai-nilai ilahiyah pada diri setiap individu siswa. Pola konseptual ini mencakup beberapa langkah yang saling terkait, mulai dari kegiatan awal, kegiatan Inti sampai pada kegiatan akhir pembelajaran.

Berikut ini digambarkan pola konseptual dari pola investigasi kelompok seperti ditampilkan pada gambar di halaman berikut ini.

Gambar 3.2 : Pola Konseptual dari Pola Internalisasi Nilai

Sesuai dengan rumusan konseptual, kegiatan awal meliputi persiapan berbagai perangkat dan instrumen yang diperlukan dan identifikasi nilai IPA yang meliputi penjelasan satuan bahasan dan sub satuan bahasan, menentapkan guru dan kelas sebagai tempat pelaksanaan, penentuan waktu pelaksanaan observasi dan wawancara ke sekolah. Proses pelaksanaan meliputi kegiatan pokok berupa implementasi pola internalisasi yang diikuti dengan pemantauan (monitoring) dan pengecekkan. Pada langkah ini, guru terlibat langsung untuk melaksanakan pengamatan terhadapa proses penanaman nilai dalam pembelajaran matematika di sekolah tersebut. Hasil kerja guru ini kemudian di analisis hingga menemukan tujuan dan aspek-aspek yang diamati dalam proses pembelajaran IPA dan aspek-aspek pokok yang diperoleh melalui wawancara. Kegiatan siswa ini diamati pula oleh peneliti (dosen) dan hasil-hasil monitoring ini menjadi bagian dari sumber data dalam penelitian ini.

Kegiatan Awal PROSES PELAKSANAAN EVALUASI

Perencanaan Persiapan Identifikasi Nilai

dalam Pembelajaran IPA

Implementasi (Pengumplan Data

& Analisis Temuan) Penyusunan

Laporan

Pemaparan Hasil


(45)

113

Kegiatan akhir yang dirumuskan pola konseptual ini adalah melaksanakan evaluasi. Evaluasi dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara cermat tentang aspek-aspek pengetahuan dan nilai-nilai moral yang berkembang dalam diskusi, penyajian hasil kerja kelompok, dan penganalisisan hasil laporan dan wawancara masing-masing kelompok. Jika dianalisis dengan pola transaksi pendidikan atau mekanisme EDS (Effector, Detector, dan

Selector), keterlaksanaan pola internalisasi nila secara investigasi kelompok untuk

mencapai tujuannya dapat digambarkan sebagai berikut:

Dampak keterlaksanaan internalisasi nilai-nili kemandiriarian siswa dalam pembelajaran IPA adalah meningkatkan kemampuan kemandirian siswa dalam belajar dan memperbaiki sistem pembelajaran. Internalisasi nilai yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan salah satu untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap proses pembelajaran nilai-nilai ke-IPA-an di sekolah. Keterlaksanaan internalisasi

Siswa Proses Pembelajara

n IPA Di SD 09

Sungai Raya Kubu

Raya EFFECTO

Evaluasi Keterlaksanaan Pola Internalisasi Nilai-Nilai Kemandirian Siswa dalam Pembelajaran IPA

Melalui pengamatan langsung, wawancara dan catatan lapangan

Pelaksanaan Internalisasi nilai/Pengumpulan Data

(Pengamatan PBM & Wawancara, Analisis Temuan, Diskusi Hasil)

Implementasi Pola

HASIL PENELITIAN 1. Intetnalisasi nilai-nilai

kemandidirian siswa dalam pembalajaran IPA 2. Pempribadian sikap

kemandiria siswa dalam pembelajaran IPA di sekolah ke arah peningkatan prestasi belajarnya. 3. Berkembangnya rasa

tanggung jawab, keber-samaan, rasa demokratis, dan percaya diri. 4. Peningkatan pemahaman

tentang prosedur implement pola internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa dalam pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran IPA di kelasVI SD

DETECTOR

Gambar 3.3: IPA EDS (Effector, Detector, Selector) untuk menganalis dampak penelitian (dimodifikasi dari Somantri, 2001: 78)


(1)

234

Mc Millan J. H & Schumacher, S. (2001). Research in Education. Fifth Education. A.

Conceptual Intruduction.United State:Addition Wesly Longman,Inc. Miles, Mattehew B. Dan Huberman, A. Michael (1992). Analisis Data Kualitatif.

Edisi Indonesia Terjemahan. Rohidi, Tjetjep Rohendi. Jakarta: UI Press. Mohammad. Nazir. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Moleong, Lexy. J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Monks, F. J., Knoers, A. M. P. & Haditono, S. R. (2001). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001), h. 278.

Muhadjir, N. (1996). Pedoman Pelaksanaan Penelitian Pendidikan Kelas, Bagian Keempat: Analisis dan Refleksi. Yogyakarta: Dirjen DIKTI.

Muharram, dkk. (2006). Pengembangan Model Pembelajaran IPA Melalui Penerapan Metode Eksprimen di SD. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaa.Vol.16. Edisi Khusus III. Oktober 2010. Makassar: FKIP UNM.

Muhibbin. (1999). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Cetakan keempat. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Mulyana, Rohmat. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Cetakan Pertamtama.Bandung:Alfabeta.

Murdiono, M. (2010). Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Moral Religius Dalam ProsesPembelajaran Di Perguruan Tinggi (Jurnal). Yogyakarta:Jurusan PKn UNY.

Muslicah (2006: 25). Prinsip-Prinsip Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. (Online): http://www.sekolahdasar.net/prinsip-prinsip-pembelajaran

Mussen, P.H; Conger, J.J; Kagan, J; Huston, A.C. (1989). Perkembangan dan Kepribadian Anak. Edisi Keenam. Diterjemahkan Oleh F.X. Budianto, Gianto Widianto dan Arum Gayatri. Cetakan II. Jakarta: Penerbit Arcan. Mu’tadin. (2002). Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis pada

Remaja.Tersedia (Online) :

http://www.e-psikologi.com/epsi/individual.asp.

Nasution. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tersito. Narmoatmojo, W. (2010). Implementasi Pendidikan Nilai Di Era

Global.(Makalah) SeminarRegional Tannggal 22 September 2010 di UNISRI Surakarta.

Nasruddin. (2009). Kerjasama Orang Tua dan Guru Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak.(Jurnal Serambi Ilmu September 2009 Nomor 1 (1). Aceh: FKIP Universitas Abulyatama.


(2)

235

Nawawi, Hadari. (1991). Metode Penelitian Sosial. Eetakan keenam. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Nawawi, Rif'at Syauqi. (1996). Konsep Manusia Menurut al-Qur’an, Makalah Disampaikan Pada Simposium: Tidak diterbitkan.

Nugroho. (2009).Menulis Tujuan Pembelajaran.

(Online):http://www.google.co.id/mem-Buat+tujuan+pembelajaran.pdf/. Nursyam. (2009). Panduan Kegiatan Pembelajaran Ekplorasi, Elaborasi, dan

Konfirmasi .(Online): http://www.google.co.id/Eksplorasisi.

Nuryoto, S. (1993). Hubungan Antara Peran Jenis dengan Kemandirian Siswa SMU. Disertasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Prayitno. (2009). Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Cetakan pertama. Jakarta:Grasindo.

Purwanto. (1984). Psikilogi PendidikanI. Cetakan Pertama. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Puslitjaknov, T. (2008). Metode Penelitian Pengembangan. Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan DIKNAS.

Pusung. (2012). Meningkatkan Pemahaman Siswa Tentang Konsep IPA Dengan Menggunakan Alat IPA Ssederhana Di SD. (Jurnal Mimbar Pendidikan Dasar, Volume 1 Nomor 01 (1)- Juni 2012). (online): fipunima. files.wordpress. com/jp/program-studi-jurnal-pgsd.pdf

Ormerod, M. B., & Duckworth, D. (1975). Pupils' Attitudes to Science. Slough: NFER. Osborne,

Qur`an Terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia.

Ramly, Mansyur. (2011). Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karaktter (Berdasarkan Pengalaman Di Satuan Pendidikan Rintisan). Jakarta: BP3KP.

Rif’at Syauqi Nawawi. (2000). Konsep Manusia Menurut al-Qur’an, Makalah Disampaikan Pada Simposium Psikologi Islam.

Riyana, Cepi. (2012). Komponen- Komponen Pembelajaran. Tersedia.(Online): http://www.google.co.id/ komponen-komponen+pembelajaran.

Rizal.(2012). PenerapanPembelajaranBerbass Nilais.(online):http://respository.upi.edu /operator/ upload/s_kom_0804327_chapter2.pdf.

Rukiyati. (2005). Bangsa Indonesia Alami Krisis Karakter Kebangsaan/ Suara Karya (online): http://www.suarakarya-online.com/news.

Safardi. (2009). Meningkatkan Kemampuan Guru PKn dalam Menyusun RPP Melalui Focus Group Discussion Pada SMAS Muhammadiyah Pekan Baru. Jurnal Cendekia, Jilid I, Nomor 2, Januari, 2008, hal.125-130.


(3)

236

Saleh. (2003). Hirarki Kebutuhan Manusia Menurut Abraham Maslow. Jurnal Al-Bayan, Vol.7. No.7, Januari-Juni 2003: 57-74:

http://www.google.co.id/.

Santrock, J.W. (1999). Life Span Development. Seventh Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.

Sarini, M.I. (1997). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta. BP3 GSD: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI).

Sauri, S. (2002). Pengembangan Strategi Pendidikan Bahasa Santun Di Sekolah, Studi Kasus di Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Bandung. Desertasi Doktor pada SPs UPI, Bandung:tidak diterbitkan.

... (2008). Hasil Rangkuman Perkuliahan Matrikulasi Tahun 2008. Angkatan 1 Program Doktor Kerjasama UNTAN dengan PSs Bandung:tidak diterbitkan.

Sauri, S dan Firmansyah, H. (2010). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: CV Arifino Raya.

Shofiana. (2008).. Profesionalisme Guru dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar Siswa di Sekolah. Jakarta: MTs.N Cilodog.

Sholeh. (2006). Membangun Profesionalitas Guru Dalam Mengajar. Cetakan Pertama. Jakarta: Elsas.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor – faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Somad, AM. (2007). Pengembangan Model Pembinaan Nilai-Nilai Keimanan dan Ketakwaan Siswa di Sekolah/ Disertasi. Bandung:UPI.

Somantri, M. N. (2001). Menggagas Pembeharuan Pendidikan IPS. (Dedi Supriadi dan Rohmad Mulyana, Eds). Bandung: Kerjasama PPS dan FPIPS UPI dengan PT. Remaja Rosdakarya

Steinberg, L. (2002). Adolescence. Sixth edition. New York: McGraw-Hill.

Sudarwan. (2002). Menjadi Peneliti Kualitatif/ Ancangan Metodologi, Presentasi, dan Publikasi Hasil Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &D. Bandung. Alfabeta.

Suhardi. (2009). Peran Kedisiplinan Terhadap Peningkatan Prestasi Olahraga dan Kesehatan Siswa SD. Semarang: FKIP Semarang.

Suhartono, Suparlan. (2008). Filsafat Pendidikan. Cetaka ketiga.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media.

Suhardi. (2009). Peran Kedisiplinan Terhadap Peningkatan Prestasi Olahraga dan Kesehatan Siswa SD. Semarang: FKIP Semarang.

Sukadji, S. (1988). Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan. Depok: Fakultas Psikologi Universita Indonesia.


(4)

237

Sudjana, Nana. (1991). Model-Model Mengajar CBSA. Modul 1 sampai dengan 9. Edisi pertama. Jakarta: UT.

Sudijono Anas. (2006). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sujoko. (2012). Peningkatan Kemampuan Guru Mata Pelajaranmelalui In-House Training.(Jurnal Pendidikan Penabur. No. 18/ Tahun ke 11-Juni 2012 (32). Cimahi: SMK Penabur.

Sukiman. (2011). Bimbingan Guru Yang Efektif Tehadap Keberhasilan Siswa Dalam Belajar. (Jurnal). Guidena Vol.1, No.1 September 2012: Universitas Muhammadiyah Metro.

Sulistyorini, S. (2007). Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan Penerapannya Dalam KTSP.Semarang: Tiara Wacana.

Sumantri, E,.(2009). Pendidikan Umum, Bahan kuliah SPs S3 Universitas Pendidikan Bandung.

Suminar. (2008). Peta Kompetensi Akademik Guru SD Mata Pelajaran IPA(Jurnl Lingkar Mutu Pendidikan, Vlume 1. Nomor 3- Desember 2008). Jakarta:Widyaiswara LPMP DKI Jakarta.

Sunarta. (2010). Peran Visi Bagi Pemimpin Organisasi Ditengah Eraglobalisasi. (Online): http://www.google.co.id/Manfaat+visi oganisasi.

Sunaryo Kartadinata. ((2010). Mencari Bentuk Pendidikan Karakter Bangsa.(Online): http://file.upi.edu/direktori.

Suprayetkti. (2008). Penerapan Mode Pembelajara Intraktif pada Mata Pelajaran IPA Di SD (Hasil Penelitian). Jakarta:UT.

Suprayogo, M. (2010). Menginternalisasikan Nilai- nilai Luhur dalam Pendidikan Sains untuk Menyosong Masa Depan Bangsa. http://rektor.uin-malang ac.id/index.php/article/1604-menginternalisasi-nilai-nilai.

Suprawoto. (2010). Standar Pengeloaan Pendidikan. (Online): htpp://www.slides.net/ standar-pengelolaan –pendidikan.

Surachmad, Winarno. (1979). Metodologi Pengajaran Nasional. Edisi Pertama. Bandung.

Suroso, AY. (2005). Manajemen Alam Sumber Pendidikan Nilai. Bandung: Mughni Sejahtera.

... (2011). Dimensi Pendidikan karakter/Nilai dalam Model Sains Biologi untuk Pembelajaran Manusia sebagai Upaya Mengatasi Krisis Nilai dan Moral Bangsa (Pidato Pengukuhan Guru Besar UPI). Bandung: UPI. Sutarno. (2004). Materi Pembelajaran IPA Di Sekolah Dasar. Jakarta: Universtas

Terbuka.

Sutrisno, dkk. (2008). Pengembangan Pembelajaran IPA Sekoalah Dasar Untuk PJJ PGSD. Jakarta: DIKTI.


(5)

238

Surya, Hendra. (2006). Kiat Mengajak Anak Belajar dan Berprestasi. Jakarta: PT. Gramedia.

Suyanto. (1997). Pedoman Penelitian Tindakan Kelas. Bagian Kesatu Yogyakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI).

Syaifullah. (2000). Hubzingan antara Kebiasaan Belajar dun Kreativitas dengan Hasil Belajar Siswa. Tesis Magister Pendidikan. Jakarta: UNJ.

Syam, Nur. (2005). Islam Pesisir. Yogyakarta: LkiS

Syarifuddin. (2010). Implementasi Kebijakan Nasional Tentang Pembengunan Karakter Bangsa.(Online):udin@mail.ut.id.winata@yahoo.com.

Suparno, dkk. (2012). Buku Pedoman Sertifikasi Pendidik Untuk Guru. Jakarta: Dikti Kemendsiknas.

Sutarno, N. (2004). Materi Dan Pembelajaran IPA SD. Buku Materi Pokok PGSD4403/Modul 1-9. Jakarta: UT.

Tim Pengembang PGSD. (1997). Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S 2 Pendidikan Dasar. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI).

Tim Pelaksana SD. (2011). Buku Lapoaran SD Negeri 09 Sungai Raya Kubu Raya. Pontianak: SD Negeri 09.

Tim PPL PGSD. ( 2012). Pedoman Pelaksanaan PPL PGSD. Pontianak: UPT FKIP UNTAN.

Tim SEQIP. (2002).Buku IPA Guru Kelas IV, V, & VI Sekolah Dasar. Cetakan Pertama.Jakarta:Dikdasmen.

Triani. (2012). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. (online): http://www.google.co.id/

IPA SD.pdf&gs.

Tribun Pontianak. (2011). Siswa Sekolah Dasar saling Pukul. Kolom1.1, 2 & 3: Tribun Pontianak Post.

Trimo. (2008). Pembinaan Profesional Guru Melalui Supervisi/ Makalah. (Online): http://kampus215.blogspot.com/2012/08/pembinaan-guru. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional. (Online): www.hukumonline.com.

Usman, Uzer. (1990). Menjadi Guru Profesional. Edisi pertama. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wijaya. (2011). Peningkatan Kemampuan Guru Dalam Menyusun RPP Melalui Supervisi Klinis & Implikasinya Terhadap Bbelajar IPS. Malang: UM Wiranata, U. S. (2010). Implementasi Kebijakan Nasional Tentang Pembengunan

Karakter Bangsa.(Online):udin@mail.ut.id.winata@yahoo.com. Yusuf, S.L.N. (2000). Psikologi Anak dan Remaja. Bandung: PT. Rosdakarya.


(6)

Dokumen yang terkait

ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUKU ILMU PENGETAHUAN ALAM KELAS III SEKOLAH DASAR TERBITAN PUSAT Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Buku Ilmu Pengetahuan Alam Kelas III Sekolah Dasar Terbitan Pusat Perbukuan Tahun 2008.

0 4 14

ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUKU ILMU PENGETAHUAN ALAM KELAS III SEKOLAH DASAR TERBITAN PUSAT Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Buku Ilmu Pengetahuan Alam Kelas III Sekolah Dasar Terbitan Pusat Perbukuan Tahun 2008.

0 3 15

PENDAHULUAN Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Buku Ilmu Pengetahuan Alam Kelas III Sekolah Dasar Terbitan Pusat Perbukuan Tahun 2008.

0 3 4

INTEGRASI NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN DALAM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK ECONOMIC CIVIC (EKONOMI WARGANEGARA): Studi Kasus Pembentukan Ekonomi Warga Negara di SMA Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya.

2 16 65

INTERNALISASI NILAI SPORTIVITAS MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DI SEKOLAH DASAR NEGERI: Studi di Sekolah Dasar Negeri Loktabat 1 Banjarbaru.

1 2 62

PENGELOLAAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DASAR NEGERI 8 SUNGAI RAYA KABUPATEN KUBU RAYA

0 1 14

PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DI KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 09 SUNGAI RAYA

0 0 15

PENGARUH INQUIRY TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DI SEKOLAH DASAR

0 0 10

INTERNALISASI NILAI MELALUI PEMBELAJARAN SEJARAH (STUDI KASUS DI SMA NEGERI 1 DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA)

0 0 18

ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU IPA DI SMP NEGERI 2 SUNGAI RAYA KABUPATEN KUBU RAYA

0 0 21