PENGUJIAN BERBAGAI CAMPURAN MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN BEBERAPA KOSENTRASI ZPT NAA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BIBIT TANAMAN BUAH NAGA.(Hylocereus.costaricencis).

PENGUJIAN BERBAGAI CAMPURAN MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN
BEBERAPA KOSENTRASI ZPT NAA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN BIBIT TANAMAN BUAH
NAGA.(Hylocereus.costaricencis)

SKRIPSI

Oleh
MADE VASEK WIJAYA
0810211007

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

PENGUJIAN BERBAGAI CAMPURAN MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN
BEBERAPA KOSENTRASI ZPT NAA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN BIBIT TANAMAN BUAH NAGA
(Hylocereus.costaricencis)
ABSTRAK


Penelitian mengenai ―Pengujian berbagai kombinasi media tanam dan
pemberian beberapa kosentrasi ZPT NAA terhadap pertumbuhan bibit tanaman buah
naga ( Hylocereus costaricencis). Penelitian telah dilaksanakan di rumah kawat dan
laboratorium teknologi benih Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang, dari
Desember 2012 sampai Mei 2013. Tujuan dari penelitian adalah mendapatkan
campuran media tanam dan kosentrasi ZPT NAA yang terbaik untuk pertumbuhan
bibit buah naga, dengan melakukan pengujian beberapa campuran media tanam
antara Ultisol pasir pupuk kandang, Ultisol pasir sekam padi, dan Ultisol pasir serbuk
gergaji, dengan perbandingan 2:1:1 dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang terbaik
untuk pertumbuhan setek buah naga ( Hylocereus costaricencis). Rancangan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dalam Bentuk Faktorial, terdiri dari dua
faktor, Faktor pertama campuran media tanam yang terdiri dari 3 taraf, dan faktor
kedua kosentrasi zat pengatur tumbuh NAA yang terdiri dari 4 taraf, sehingga
terdapat 12 perlakuan dan tiap-tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga
diperoleh 36 satuan percobaan. Data dianalisis secara statistik dengan uji F pada taraf
nyata 5%, apabila F hitung lebih besar dari F Tabel 5%, maka dilanjutkan dengan uji
Duncan’s New Multiple Range Tes (DNMRT) pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian
menunjukkan campuran antara Ultisol, pasir dan pupuk kandang sapi yang terbaik
untuk pertumbuhan setek tanaman buah naga. Sedangkan untuk pemberian NAA

belum mampu merangsang pertumbuhan setek tanaman buah naga pada pembibitan..
Kata kunci : Media tanam, buah naga, zat pengatur tumbuh NAA

THE EFFECTS OF MIXTURE OF GROWTH MEDIA AND PLANT
GROWTH REGULATOR ON THE GROWTH OF DRAGON FRUIT
(Hylocereus.costaricencis) SEEDLING
ABSTRACT
An experiment to study the growth response of dragon fruit seedling towards the
combinations of growth media and plant growth regulator NAA has been conducted
at the Seed Technology laboratory and wire house of the Faculty of Agriculture,
Andalas University Padang from December 2012 to May 2013. A two-way factorial
design with three replicates was used for the experiment. The first experimental factor
was growth media as follow: the mixture of Ultisol, sand and cattle manure, the
mixture of Ultisol, sand, and rice husk, and the mixture of Ultisol, sand, and saw dust.
All mixture was made with ratio of 2:1:1. The second factor was four levels of plant
growth regulator NAA. Data were analysed with Analyses of Variance (ANOVA)
and mean comparisons of Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) at 5%.
Results demonstrate that the mixture of Ultisol, sand, and cattle manure resulted in
the best growth of dragon fruit seedlings whilst NAA did not show any effect in
promoting the growth of dragon fruit seedlings.


Keywords: growth media, dragon fruit, plant growth regulators, NAA

BAB I
PENDAHULUAN

A..Latar Belakang
Buah naga yang sering disebut juga kaktus manis atau kaktus madu terbilang
buah yang baru dikenal di Indonesia. Buah naga mulai dikembangkan ditanah air
pada tahun 2000, serta memiliki peluang besar untuk disebarluaskan. Buah naga
termasuk dalam keluarga tanaman kaktus dengan karakteristik memiliki duri pada
setiap ruas batangnya. Buah ini berasal dari Meksiko, Amerika Selatan. Konon
disebut buah naga, karena seluruh batangnya yang menjulur panjang seperti layaknya
naga. Tanaman ini dikembangkan di Israel, Thailand dan Australia (Kristanto,
2008).
Prospek buah naga di pasar domestik cukup baik karena penggemarnya
berangsur-angsur

meningkat.


Hal

tersebut

dapat

dilihat

dengan

semakin

membanjirnya buah naga di supermarket atau pasar swalayan dibeberapa kota di
Indonesia. Buah naga memiliki manfaat yang cukup besar dalam bidang kesehatan,
maka buah naga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Apabila dibandingkan dengan
buah-buahan yang lain, buah naga memiliki harga jual sekitar 20 sampai 25 ribu
rupiah perkilogram, sedangkan untuk pedagang buah dikebun dan dilapak dijual
dengan harga sekitar 15 sampai 20 ribu perkilogram (Andoko dan Nurrasyid, 2012).
Kondisi lingkungan memberikan pengaruh penting dalam teknik budidaya
buah naga terutama pada pertumbuhan tanaman, faktor-faktor yang mempengaruhi

yaitu: cahaya, curah hujan, suhu, kelembaban serta unsur-unsur iklim lain yang
mendukung

pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Unsur iklim yang sangat

mempengaruhi pertumbuhan yaitu sinar matahari, terutama lamanya penyinaran.
Dalam proses pembungaan tanaman buah naga membutuhkan penyinaran cahaya
matahari penuh, lebih kurang selama 7-9 jam dalam sehari. Tanaman buah naga
paling baik ditanam di dataran rendah, pada ketinggian 20-500 mdpl. Kondisi tanah
yang gembur, porous, banyak mengandung bahan organik dan unsur hara, pH tanah
6,5-7 sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman buah naga. Tanaman ini peka
terhadap kekeringan dan akan membusuk bila kelebihan air (Andoko dan Nurrasyid,
2012).

Kondisi tanah di Indonesia khususnya Sumatera Barat yang didominasi oleh
Ultisol, maka pengolahan tanah sebagai media tumbuh merupakan faktor penting
yang harus diperhatikan agar perakaran tanaman buah naga bisa tumbuh dengan
baik, disebabkan perakaran tanaman buah naga memerlukan tanah yang gembur,
karena perakarannya merayap dipermukaan tanah. Apabila tanah terlalu keras atau
liat maka akar tidak bisa tumbuh dengan baik dan pertumbuhan tanaman ini akan

terganggu.
Tanaman buah naga masih tergolong baru dikalangan masyarakat Indonesia,
terutama para petani tanaman hortikultura. Sebagian besar petani hanya mengetahui
tanaman buah naga lebih cocok tumbuh pada daerah yang berpasir, maka dalam
pembudidayaan di Sumatera Barat terkendala dengan jenis tanah yang didominasi
oleh Ultisol, yang memiliki kadar liat yang tinggi dan pori tanah yang sempit.
Mengatasi kondisi tanah yang seperti ini, dalam melakukan budidaya tanaman buah
naga perlu diatasi dengan menambahkan pasir, sekam padi dan serbuk gergaji serta
pupuk kandang, karena media tersebut bersifat porous, jika ditambahkan ke dalam
tanah maka akan mempengaruhi total ruang pori dan distribusi pori tanah, baik pori
mikro maupun pori makro tanah.
Perbanyakan tanaman dilakukan dengan setek, dengan cara mengambil bagian
dari tanaman yang telah ditetapkan sebagai tanaman induk. Untuk mempercepat
pertumbuhan akar dan tunas maka perlu ditambahkan zat pengatur tumbuh.
Mempercepat induksi akar dan tunas pada setek tanaman buah naga ini, zat pengatur
tumbuh yang digunakan adalah Auksin dengan jenis NAA( Naphtalene Acetid Acid).
Auksin berperan dalam proses fisiologi dalam tumbuhan, antara lain pemanjangan
sel, fototropisme, geotropisme, dominansi apical, inisiasi akar, produksi etilen,
pembentukkan kalus, perkembangan buah partenokarpi, absisi, dan ekspresi kelamin
pada tumbuhan hemafrodit (Harjadi dan Setyati, 2009).

B..Identifikasi dan Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, perlu diketahui kondisi tanah atau media
tanam yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman buah naga.
Indonesia didominasi oleh tanah Ultisol, dengan rata-rata kandungan liat yang tinggi,
iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Luas sebaran Ultisol di Indonesia adalah
45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan. Sebaran terluas terdapat di

Kalimantan (21.938.000 ha), diikuti Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua
(8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara
(53.000 ha). Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga
pegunungan (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Ultisol dapat berkembang dari berbagai bahan induk, dari yang bersifat
masam hingga basa. Namun sebagian besar bahan induk tanah ini adalah batuan
sedimen masam, hal ini karena persyaratan klasifikasinya hanya didasarkan pada nilai
kejenuhan basa yaitu < 35% dan adanya horizon argilik, tanpa ada syarat tambahan
lainnya. Konsepsi pokok dari Ultisol adalah tanah-tanah berwarna merah kuning,
yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut sehingga menunjukkan adanya
kenaikan kandungan liat dengan bertambahnya kedalaman yaitu terbentuknya horizon
dibawah akumulasi liat (Munir, 1996).
Media untuk budidaya tanaman yang digunakan oleh banyak orang, terutama

para petani Indonesia adalah tanah. Namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi media tanam tidak hanya tanah saja. Sebagian orang sudah bisa
melakukan teknik budidaya tanaman dengan menggunakan air (hidroponik), udara
(aeroponik), dan media tanam yang lainnya. Masing-masing tanaman akan memiliki
media atau tempat tumbuh yang berbeda satu sama lainnya. Tidak semua tanaman
bisa tumbuh pada satu tempat atau satu lahan yang sama, karena semua tanaman
memiliki adaptasi dan pertumbuhan yang berbeda-beda.
Perbanyakan tanaman buah naga dilakukan secara vegetatif. Merangsang
pertumbuhan akar pada setek dibutuhkan zat pengatur tumbuh, yang dapat membantu
dalam mempercepat pertumbuhan tunas dan akar pada setek. Dalam hal itu zat
pengatur tumbuh yang digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar pada setek ini
adalah golongan auksin. Auksin merupakan suatu senyawa aktif yang diproduksi
pada bagian pucuk dan ditranslokasi ke bagian akar tanaman untuk merangsang
pertumbuhan akar. Hormon tanaman yang akan digunakan yaitu jenis hormon sintetik
yang mengandung NAA karena dalam proses menstimulasi akar pada tanaman, NAA
lebih efektif dibandingkan IBA (Harjadi dan Setyati, 2009).
Kosentrasi hormon yang akan diberikan disesuaikan dengan kebutuhan,
terutama pemberian auksin dalam segala metode pemberian, berkisaran antara 105.000 ppm (part per milian = mg/L larutan). Sedangkan pada percobaan ini kosentrasi
hormon yang akan diberikan pada masing-masing setek yaitu 200 ppm, 250 ppm, dan


300 ppm. Ini didasarkan pada penggunaan auksin pada tanaman berbatang lunak
berkisaran antara 100-1000 ppm, sedangkan setek berkayu diberikan auksin antara
1000-5000 ppm (Harjadi dan Setyati, 2009).
Masalah yang telah teridentifikasi, dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah interaksi antara pemakaian media tanam serta pemberian
bermacam kosentrasi zat pengatur tumbuh pada pertumbuhan setek tanaman
buah naga.
2. Bagaimanakah pertumbuhan tanaman buah naga yang di tanam pada media
tanam yang berbeda.
3. Bagaimanakah pertumbuhan tanaman buah naga yang diberikan kosentrasi zat
pengatur tumbuh NAA yang berbeda.
C..Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah dengan menanam tanaman buah naga pada
media tanam yang berbeda-beda yang telah dicampurkan dari bermacam-macam
media, mampu memberikan pengaruh tehadap pertumbuhan buah naga pada
pembibitan, serta pada kosentrasi berapakah NAA yang berpengaruh pada
pertumbuhan tanaman buah naga pada pembibitan. Tujuan dari penelitian adalah
mendapatkan media tanam yang terbaik bagi pertumbuhan buah naga dengan
melakukan beberapa campuran media tanam dan konsentrasi zat pengatur tumbuh.
D..Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan mendapatkan pengetahuan tentang media
tanam yang baik untuk penanaman buah naga dengan melakukan beberapa campuran
media tanam serta konsentrasi zat pengatur tumbuh yang cocok untuk pertumbuhan
setek buah naga.