PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH.

(1)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN... i

KATA PENGANTAR... ii

ABSTRAK... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR BAGAN... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….... .. 1

B. Rumusan dan Pertanyaan Penelitian……….… ………...…… 11

C. Klarifikasi Konsep...……….……… …………...……. 11

D. Tujuan Penelitian …..……… ……… ………....…….. 14

E. Manfaat Penelitian..……… ………...……… 14

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Sejarah dan Pembelajaran Sejarah 1. Pengertian Sejarah... 15

2. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Sejarah... 23

3. Sejarah Sebagai Bagian dari Pendidikan IPS... 25

B. Konstruktivisme dan Ruang Lingkupnya 1. Pengertian dan Ciri-ciri Konstruktivisme... 33

2. Macam-Macam Konstruktivisme... 36

C. Konstruktivisme dalam Pendidikan 1. Konstruktivisme dalam Pembelajaran... 40

2. Metode Mengajar Guru dalam Pendekatan Konstruktivisme... 47

D. Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Konstruktivisme 1. Teori Perubahan Konsep... 55

2. Teori Belajar Bermakna Ausubel... 56

3. Teori Skemata... 57

4. Teori Belajar Bruner... 57

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan ...………..………... 59

B. Prosedur Penelitian ……… 60

C. Lokasi Penelitian... 64

D. Subyek Penelitian... 64

E. Instrumen Penelitian …………...………. 64

F. Teknik Pengumpulan Data...………... 65

G. Teknik Analisis Data... 68


(2)

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 73

2. Keadaan Kelas XI IPS.3... 77

3. Deskripsi Keadaan Guru SMA Negeri 1 Kuantan Mudik... 80

4. Profil Awal Pembelajaran Sejarah... 81

5. Refleksi Awal... 93

6. Perencanaan Untuk Tindakan Pertama... 96

B. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan 1. Pelaksanaan Tindakan Siklus Pertama………. 98

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua... 112

3. Pelaksanaan Tindakan Siklus Ketiga... 125

4. Pelaksanaan Tindakan Siklus Keempat... 141

5. Pelaksanaan Tindakan Siklus Kelima... 153

C. Analisis Penelitian... 167

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan... 174

B. Rekomendasi... 177

DAFTAR PUSTAKA………...………..…… 180


(3)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Perbedaan pembelajaran konvensional dengan konstruktivisme.. 41

Bagan 2.2. Alur pembelajaran konstruktivisme... 43

Bagan 2.3. Komparasi behavioristik, kognitivistik, dan konstruktivistik... 45

Bagan 3.1. Model siklus penelitian tindakan kelas... 61

Bagan 3.2. Langkah-langkah observasi... 66

Bagan 3.3. Komponen-komponen analisis data... 69

Bagan 4.1. Tata letak ruangan SMAN 1 Kuantan Mudik... 74

Bagan 4.2. Nama-nama kepala sekolah SMAN 1 Kuantan Mudik... 75

Bagan 4.3. Denah kelas XI IPS.3... 79

Bagan 4.4. Daftar nilai siswa pada waktu orientasi... 91

Bagan 4.5. Lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa siklus 1... 110

Bagan 4.6. Posisi kelompok diskusi kelas XI IPS.3... 119

Bagan 4.7. Lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa siklus 2... 123

Bagan 4.8. Daftar nilai siswa pada siklus ke 3... 136

Bagan 4.9. Lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa siklus 3... 138

Bagan 4.10 Lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa siklus 4... 150

Bagan 4.11 Daftar Nilai siswa pada siklus ke 5... 162


(4)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Catatan Lapangan Orientasi... 184

Lampiran 2 : Catatan Lapangan Tindakan Pertama... 192

Lampiran 3 : Catatan Lapangan Tindakan Kedua... 199

Lampiran 4 : Catatan Lapangan Tindakan Ketiga... 207

Lampiran 5 : Catatan Lapangan Tindakan Keempat... 214

Lampiran 6 : Catatan Lapangan Tindakan Kelima... 225

Lampiran 7 : Matriks Pengembangan Instrumen Penelitian... 234

Lampiran 8 : Matriks Hasil Penelitian... 235

Lampiran 9 : Pedoman Wawancara dengan Guru Mitra... 245

Lampiran 10 : Pedoman Wawancara dengan Siswa... 247

Lampiran 11 : Photo-photo Penelitian... 248

Lampiran 12 : Riwayat Singkat Penulis... 251


(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mutu pendidikan Nasional saat ini menjadi topik pembicaraan yang hangat baik di kalangan politikus maupun dikalangan akademisi. Upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional dengan melahirkan berbagai kebijakan. Di samping itu pemerintah terus mengusahakan pemerataan atau perluasan akses terhadap pendidikan, peningkatan mutu, mengembangkan potensi peserta didik agar peserta didik menjadi manusia yang berkualitas. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (USPN) No. 20 Tahun 2003 pasal 3 yang berbunyi :

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam peningkatan mutu pendidikan termasuk pendidikan sejarah adalah dengan memahami bagaimana peserta didik belajar. Apakah perilaku peserta didik telah menunjukan bahwa belajar telah berlangsung pada diri mereka. Guru adalah orang yang sangat tahu bagaimana mengembangkan potensi peserta didik. Pengetahuan hanya akan diperoleh siswa jika siswa tersebut mengembangkan potensinya dengan


(6)

melakukan kegiatan-kegiatan aktif dan kreatif. Pengetahuan tidak akan diperoleh jika siswa pasif.

Pada dasarnya setiap siswa adalah seorang pembelajar aktif. Mereka senantiasa berusaha menemukan pengertian-pengertian, pemahaman-pemahaman, persamaan-persamaan realitas, fakta atau fenomena yang ditemui. Mereka aktif membangun dan menginterpretasikan segala sesuatu hingga mencapai pengertian terhadap diri dan lingkungannya. Oleh karena itu pendidik hendaknya dapat menciptakan situasi belajar student centered agar proses konstruksi pengetahuan siswa dapat terlaksana dengan baik.

Dalam upaya meningkatkan iklim pembelajaran di sekolah untuk memperoleh hasil yang maksimal maka pembelajaran teacher-centered yang menekankan konsep-konsep dapat ditansfer dari pendidik ke siswa, beralih menuju student-centered yang menekankan bahwa dalam pembelajaran siswa sendirilah yang akan membangun pengetahuannya (Karli, 2003:7).

Pengajaran sejarah pada tingkat persekolahan mempunyai nilai strategis dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa masa kini dan masa mendatang. Pembelajaran sejarah akan mengembangkan pemahaman siswa terhadap peristiwa atau kejadian masa lampau untuk dijadikan dasar perilaku di masa kini khususnya dalam menghadapi perkembangan masyarakat yang serba dinamis saat ini. Pendidikan sejarah bukan semata-mata dimaksudkan agar siswa tahu dan hafal tentang peristiwa masa lalu bangsa dan negaranya, namun bagaimana mereka dapat menjadikan pengetahuan dan pemahaman terhadap sejarah sebagai bahan refleksi diri dalam memahami dinamika kehidupan saat ini, sehingga dalam diri mereka tumbuh dan berkembang rasa cinta dan tanggung jawab terhadap


(7)

bangsanya. Disamping itu pendidikan sejarah di sekolah bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa untuk berfikir kronologis dan kritis analitis serta dapat memahami sejarah dengan baik dan benar. Hal ini sesuai dengan tujuan diajarkannya mata pelajaran sejarah di SMA yaitu:

• Mendorong siswa berfikir kritis analitis dalam memanfaatkan pengetahuan tentang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan yang akan datang.

• Memahami bahwa sejarah merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.

• Mengembangkan kemampuan intelektual dan keterampilan untuk memahami proses perubahan dan keberlanjutan masyarakat (Depdiknas, 2003:6)

Berfikir kritis analitis dalam pendidikan sejarah adalah kemampuan mengembangkan pengetahuan, pemahaman, analisis dan sikap serta prilaku berdasarkan pengalaman-pengalaman sejarah dengan menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya serta mampu membuat keputusan dan mengambil hikmah dari pengalaman-pengalaman tersebut untuk dijadikan tolok ukur dalam bersikap, berfikir dan bertingkah laku. Hal ini sesuai dengan pendapat Said Hamid Hasan, (1997: 140) yang menyatakan bahwa:

Sesuai dengan fungsi institusional SMA dapat diarahkan pada kemampuan berfikir kritis, analitis dan keterampilan prosesual yang didasarkan pada disiplin ilmu sejarah. Mereka sudah mulai dapat diperkenalkan dengan berbagai cara kerja, cara analisis dan juga wawasan keilmuan sejarah. Ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan untuk mempersiapkan mereka memasuki pendidikan yang lebih tinggi dan khusus di perguruan tinggi. Dalam jenjang pendidikan ini tujuan utama pendidikan sejarah bukan lagi untuk menambah keleluasan pengetahuan tentang berbagai peristiwa yang terjadi tetapi mendalami peristiwa tertentu.

Sejarah tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap saat orang akan mengukir sejarah. Dalama proses perjalanan sejarah diharapkan siswa


(8)

dapat mengasah kemampuan intelektualnya dan memahami proses perubahan yang terjadi. Oleh karena itu sejarah dapat dijadikan pedoman untuk kehidupan selanjutnya. Kehidupan selanjutnya atau masa depan akan penuh dengan berbagai tantangan. Sudah saatnya pula proses pembelajaran sejarah di kelas disesuaikan, dengan maksud untuk mengantisipasi perkembangan dunia tersebut, sehingga dapat membantu siswa dalam mempersiapkan kehidupan mereka dengan keadaan perkembangan dunia saat ini dan masa depan. Hasan (2004:16) mengatakan “belajar sejarah adalah belajar dari pengalaman orang lain di masa lampau untuk dijadikan pelajaran dan bahan pemikiran untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang”.

Sejalan dengan itu Sjamsuddin (1999:15) mengungkapkan “Mengkaji sejarah adalah ikut mengapresiasi masa lalu dan kita turut empati apa yang menjadi tujuan-tujuan, prestasi-prestasi, dan penderitaan-penderitaan orang masa lalu. Reaksi-reaksi emosional dan sentimental tersebut dapat menentukan tingkah laku di masa yang akan datang”. Senada dengan itu Wiriaatmadja (2002: 156) menulis, ”Pengajaran sejarah akan membangkitkan kesadaran empati (emphatic awareness) di kalangan peserta didik, yaitu sikap simpati dan toleransi terhadap orang lain yang disertai dengan kemampuan mental untuk imajinasi dan kreativitas".

Kenyataan dari realitas pendidikan berdasarkan penelitian beberapa pakar pendidikan di Indonesia, mengisyaratkan bahwa pelajaran Sejarah yang diajarkan di berbagai lembaga pendidikan formal masih memperlihatkan suatu kondisi yang memprihatinkan. Pengajaran Sejarah sebagai bagian dari pendidikan IPS sangat


(9)

tampak masih sebagai kontribusi pengetahuan belaka dengan penekanan lebih pada domain kognitif rendah berupa hapalan terhadap tokoh, ruang, waktu dan peristiwa belaka. Secara umum Al Muchtar (2004: 52) mengungkapkan bahwa kelemahan guru pendidikan IPS dianalisis atas tuntutan memperkuat mutu proses pembelajaran antara lain;

(1). Tidak bertindak sebagai fasilitator akan tetapi lebih banyak bertindak dan berposisi sebagai satu-satunya sumber belajar, (2). Lebih banyak cenderung tampil sebagai pendidikan yang dapat mengembangkan secara terintegrasi dimensi intelektual, emosional dan sosial, (3). Cenderung bertindak sebagai pemberi bahan pembelajaran belum bertindak sebagai pembelajar, (4). Belum dapat melakukan pengelolaan kelas secara optimal, lebih banyak bertindak sebagai penyaji informasi buku, (5). Belum bertindak secara langsung terencana membentuk kemampuan berfikir dan sistem nilai peserta didik, (6). Lebih banyak bertindak sebagai pengajar sehingga belum banyak bertindak sebagai panutan, (7). Belum secara optimal memberikan kemudahan bagi para peserta didik dalam belajar. Akibatnya pendidikan sejarah dalam konteks pendidikan IPS, terkesan sebagai mata pelajaran yang dianggap remeh dan bahkan terkesan membosankan. Selebihnya tidak ada yang diharapkan karena dianggap tidak inovatif dalam memberikan suatu kecakapan hidup (life skill) bagi peserta didik dalam menghadapi dunia kerja di masyarakat. Tidak mengherankan kalau sebagian besar masyarakat menganggapnya kurang menarik, tidak memiliki nilai guna sehingga kurang diminati. Bahkan adapula yang menganggap bahwa penonjolan tokoh-tokoh sejarah tertentu cenderung mengarahkan pada pengkultusan individu.

Selain itu kenyataan yang ada di sekolah-sekolah menunjukkan bahwa pelajaran sejarah dapat dikatakan masih belum memuaskan, karena guru sejarah hanya membeberkan fakta-fakta kering, berupa urutan tahun dan peristiwa belaka. Pelajaran sejarah dirasakan murid hanyalah mengulangi hal-hal yang sama dari


(10)

tingkat SD hingga Sekolah Menengah. Model serta teknik pengajarannya juga dari itu ke itu saja.

Kelemahan-kelemahan dalam pembelajaran sejarah lebih banyak disebabkan oleh faktor guru yang kurang mampu mengembangkan keterampilan mengajar yang dapat menarik perhatian siswa dan merangsang siswa untuk belajar secara kreatif. Dengan kata lain pembelajaran yang dilakukan masih bersifat konvensional, yaitu hanya terbatas pada penyampaian serangkaian fakta sejarah dengan ciri khasnya guru sebagai sentral ilmu pengetahuan (teacher centered) dan siswa hanya menerima apa yang diajarkan oleh guru. Penggunaan metode ceramah sangat mendominasi dalam pembelajaran sehingga potensi siswa tidak berkembang. Anak didik kurang diikutsertakan dan membiarkan budaya diam selama pelajaran sejarah berlangsung. Sehingga daya nalar dan berfikir kreatif siswa dalam pelajaran sejarah tidak berkembang. Hal ini diungkapkan oleh Wiriaatmadja (2002 :158) :

Kelemahan-kelemahan yang tampak dalam pembelajaran sejarah adalah kurang mengikutsertakan siswa, dan membiarkan 'budaya diam' berlangsung di dalam kelas. Kondisi demikian menyebabkan pengajaran sejarah, dan sejarah nasional khususnya, kurang berhasil dalam menggairahkan pembelajaran siswa untuk penghayatan nilai-nilai secara mendalam yang ditunjukkan dengan pengungkapan ekspresi secara vokal. Faktor-faktor lain yang kurang menunjang ialah luasnya cakupan bahan pengajaran, bertumpangtindihnya materi dengan pengajaran lain yang sejenis, dan dukungan buku teks dan bahan bacaan lainnya yang bersifat informatif dari pada merangsang daya nalar dan berpikir kreatif siswa.

Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan selama penulis bertugas mengajar sejarah di SMA, dapat dinyatakan bahwa kondisi pembelajaran sejarah saat ini adalah sebagai berikut:


(11)

1. Pembelajaran sejarah masih bersifat teacher centered. Artinya sebagian besar guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan ceramah yang monoton, sehingga kurang terbuka pada tuntutan pembaharuan atau inovasi sebagaimana tuntutan kurikulum. Pendekatan belajar ini mengakibatkan guru lebih aktif sedangkan siswa akan terkesan pasif dan hanya menerima apa yang dikatakan guru saja. Hal ini akan menghambat kreativitas siswa.

2. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran masih sangat terbatas, karena itu banyak siswa merasa bosan dan jenuh.

3. Pembelajaran dititikberatkan pada penguasaan fakta dan konsep, yang bersifat hafalan, kurang mengembangkan aspek-aspek yang lain seperti keterampilan berpikir, dan bekerjasama. Padahal pembelajaran Sejarah juga diharapkan dapat menanamkan aspek-aspek tersebut.

4. Pelaksanaan evaluasi yang dikembangkan oleh guru lebih banyak berorientasi pada hasil mengabaikan proses, sehingga menyebabkan siswa dipaksa untuk menghafal, sedangkan proses pembelajarannya berada di luar jangkauan penilaian guru.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka upaya peningkatan kualitas pembelajaran sejarah di SMA merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Salah satu pendekatan yang diduga dapat menjembatani keresahan tersebut adalah pendekatan Konstruktivisme. Pendekatan konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri. Pendekatan ini memberikan peluang kepada siswa


(12)

untuk membangun pengetahuannya sedikit demi sedikit dan akan menjadi milik mereka dengan memulai dari konsep awal siswa tentang materi-materi atau peristiwa-peristiwa sejarah yang dipelajari. Hal ini memberikan kesempatan belajar lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan, sikap nilai, termasuk keterampilan bekerjasama untuk memperoleh pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat.

Pendekatan Konstruktivisme merupakan upaya untuk meningkatkan keaktifan siswa (student centered) dalam proses belajar mengajar. Nurhadi, (2002:10) menyatakan Konstruktivisme mengajarkan bahwa pengetahuan dibangun manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Wiriaatmadja (2002 : 307-308) Proses belajar mengajar Ilmu-Ilmu Sosial akan tangguh apabila melakukan banyak kegiatan aktif, seperti :

Belajar mengajar aktif harus disertai dengan berfikir reflektif dan pengambilan keputusan selama kegiatan berlangsung, karena proses pembelajaran berlangsung dengan cepat dan peristiwa dapat berkembang tiba-tiba.

Melalui proses belajar aktif, siswa lebih mudah mengembangkan dan memahami pengetahuan baru mereka.

Proses belajar aktif membangun kebermaknaan pembelajaran yang diperlukan agar peserta didik dapat mengembangkan pemahaman sosialnya.

Peran guru secara bertahap bergeser dari berbagai sumber pengetahuan atau model kepada peranan yang tidak menonjol untuk mendorong siswa agar mandiri dan berdisiplin.

Proses belajar mengajar Ilmu-Ilmu Sosial yang tangguh menekankan proses pembelajaran dengan kegiatan aktif di lapangan untuk mempelajari


(13)

kehidupan nyata dengan menggunakan bahan dan keterampilan yang ada di lapangan.

Siswa perlu dikondisikan untuk terbiasa memecahkan masalah, menemukan hal-hal yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan gagasan-gagasan. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan dapat menjadi milik mereka sendiri. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran.

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Rozak (Tesis, 2001) pada mahasiswa jurusan bahasa dan sastra Indonesia FKIP Unswagati Cirebon dengan kesimpulan bahwa Pendekatan Konstruktivistik dapat memperluas pemahaman mahasiswa terhadap teks fiksi narasi. Selain itu mahasiswa telah mengaitkan dengan berbagai pengalaman, dan perasaan yang telah mereka miliki. Kemudian penelitian yang dilakukan Susanto (Tesis1998) terhadap siswa SMAN 1 Cipatat menunjukan hasil bahwa Pembelajaran Konstruktivisme dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memahami konsep dan kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya sebagai efek dari pembelajaran konstruktivisme artinya siswa mempunyai kepedulian yang lebih baik terhadap lingkungannya setelah mereka mengikuti pembelajaran


(14)

yang konstruktivisme. Kepedulian yang dimiliki siswa merupakan nilai yang telah menjadi milik mereka sendiri tanpa dipaksakan oleh guru atau orang lain.

Sadia (Disertasi, 1996) yang mengadakan penelitian di SMPN Singaraja Bali menyimpulkan bahwa model pembelajaran konstruktivis dapat memudahkan siswa dalam mempelajari konsep-konsep yang ada dalam pelajaran, hal ini tercermin dari respon siswa yang mengemukakan bahwa melalui model konstruktivis mereka memperoleh kesempatan yang cukup banyak untuk mengemukakan gagasan dan saling tukar gagasan dengan teman sejawat sehingga pelajaran tidak membosankan dan proses pembelajaran lebih bermakna dalam arti bahwa apa yang telah mereka pahami dirasa lebih tahan lama. Sementara itu Nurjanah (Disertasi 2005) yang meneliti konstruktivisme dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMPN 1 Banjaran Kab. Bandung menyimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivisme dapat melatih sistematika berfikir, memotivasi, berbuat yang lebih kreatif dan siswa mempunyai minat dan rasa ingin tahu yang lebih tinggi terhadap topik pelajaran.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu sebagaimana yang diuraikan diatas, jelas bahwa pendekatan konstruktivisme sangat efektif dalam memahami pembelajaran berbagai mata pelajaran di sekolah. Atas dasar itu penulis mencoba mengadakan penelitian tentang “Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Sejarah (Penelitian Tindakan Kelas di SMAN 1 Kuantan Mudik Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau).


(15)

B. Rumusan Masalah Dan Pertanyaan Penelitian.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis berkeyakinan bahwa pendekatan konstruktivisme akan dapat mengubah pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) kepada pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimanakah penerapan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran sejarah?". Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka pertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Mengapa guru perlu menggunakan metode pembelajaran yang beragam/variatif?

2. Apakah pendekatan konstruktivisme dapat mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran?

3. Bagaimanakah perencanaan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran sejarah?

4. Bagaimanakah pelaksanaan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran sejarah?

5. Bagaimanakah evaluasi proses dan evaluasi hasil pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran sejarah?

C. Klarifikasi Konsep

Berikut ini akan dijelaskan beberapa istilah yang dipandang penting untuk dipahami pengertiannya, yaitu:


(16)

1. Konstruktivisme adalah pandangan yang beranggapan bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi manusia melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka (Suparno, 1997 :28-29). Dalam hal ini siswa sendirilah yang akan membangun pengetahuan mereka sendiri. Tugas guru dalam hal ini adalah sebagai motivator dan fasilitator. Maka dalam penelitian ini akan dibahas mengenai langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme yaitu :

a. Apersepsi, yaitu pembelajaran awal di kelas dengan kegiatan berupa mengungkap konsep awal siswa, memotivasi siswa, brainstorming (curah pendapat)

b. Eksplorasi, yaitu kegiatan siswa untuk mencari pengetahuan sendiri sampai mereka menemukan sendiri.

c. Diskusi dan Penjelasan Konsep, maksudnya adalah hasil yang telah dicapai oleh masing-masing kelompok di diskusikan dengan kelompok lain dengan mempresentasikan hasil temuan kelompok di depan kelas dan kelompok lain diminta untuk menanggapi. Kemudian guru memberikan penjelasan-penjelasan terhadap permasalahan yang ditemui.

d. Pengembangan Aplikasi, maksudnya adalah siswa dapat mengambil hikmah dari nilai guna sejarah yang mereka pelajari untuk dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari, dan guru dapat menghubungkan materi pelajaran tersebut dengan kehidupan keseharian siswa.

2. Pembelajaran Sejarah adalah proses interaksi yang dilakukan oleh guru dan siswa pada mata pelajaran sejarah di kelas dengan menggunakan berbagai


(17)

sumber belajar sebagai bahan kajian. Istilah pembelajaran lebih difokuskan kepada orang yang belajar. Dalam hal ini guru dan siswa adalah orang yang terlibat dalam proses belajar.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan penerapan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran sejarah pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Sedangkan secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Membantu guru sejarah dalam melaksanakan metode pembelajaran sejarah yang beragam/variatif.

2. Mengetahui sejauh mana pendekatan konstruktivisme dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran sejarah.

3. Mengetahui bagaimana merencanakan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran sejarah pada kelas XI IPS SMA Negeri 1 Kuantan Mudik 4. Mengembangkan pembelajaran sejarah dengan pendekatan konstruktivisme 5. Mengetahui evaluasi belajar siswa dengan menggunakan pendekatan

konstruktivisme.

E. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian bagi pengembangan pendekatan pembelajaran yang konstruktivisme pada setiap mata pelajaan di sekolah. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang pendekatan konstruktivisme terutama dalam


(18)

pembelajaran sejarah dan juga akan dapat memberikan konstribusi yang positif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di semua jenjang pendidikan.

Secara praktis yang dapat ditimba dari penelitian ini antara lain:

1. Memberikan suatu pengalaman (baru) yang berharga bagi guru dan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar, dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme sehingga dapat menumbuhkan aktivitas dan kreativitas belajar siswa

2. Bagi guru yang ingin menggunakan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran sejarah, diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dan bahan acuan dalam melaksanakan pembelajaran.

3. Bagi peserta didik, dengan pembelajaran ini diharapkan dapat memperoleh pengalaman berharga sehingga dapat dijadikan sebagai latihan untuk mempelajari sejarah.

4. Bagi kepala sekolah atau pengambil keputusan dalam bidang pendidikan diharapkan hasil dari penelitian ini nantinya dapat menjadi masukan dalam menentukan kebijakan tentang pendekatan pembelajaran yang cocok untuk mata pelajaran sejarah diberbagai jenjang pendidikan umumnya, khususnya di SMA.

5. Bagi peneliti bidang sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar dan masukan dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian yang Digunakan

Penelitian ini akan menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research) bertujuan untuk memperbaiki kinerja guru di kelas, sehingga hasil belajar siswa menjadi semakin meningkat. Wiriaatmadja (2005:75) menyatakan “bahwa tujuan dasar Penelitian Tindakan Kelas adalah memperbaiki praktek pembelajaran guru di kelas”.

Alasan peneliti menggunakan metode Peneltian Tindakan Kelas (PTK) di SMA Negeri 1 Kuantan Mudik adalah sebagai berikut :

1. Memperbaiki proses pembelajaran sejarah di kelas sehingga menjadi lebih efektif dan bermakna terutama bagi siswa sendiri.

2. Tidak menuntut waktu khusus artinya tidak mengganggu waktu mengajar guru sebagaimana yang telah disediakan. Guru tetap mengajar sebagaimana biasanya, dan tidak mengganggu komitmennya sebagai seorang pengajar. 3. Membantu guru dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam proses

belajar mengajar di kelas.

4. Menemukan berbagai kelemahan yang telah dilakukan selama ini dalam proses pembelajaran sejarah di kelas

5. Mengkaji masalah-masalah situasional dan kontekstual yang dihadapi siswa dalam proses pembelajaran sejarah


(20)

B. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus yang mengacu pada model Kemmis & McTaggart (McTaggart,1991:32; Hopkins, 1993:48; Wiriaatmadja, 2005 :66-67; Depdikbud,1999:26-27; Wardani, et al, 2000:24; Sukidin, et al, 2002:84; Zuriah, 2003:77-81, Soedarsono, 1997:16, Kasbolah,1999:114). Alasan dipilihnya model Kemmis & McTaggart dalam penelitian ini adalah karena model ini akan mendaur ulang empat kegiatan pokok yang berupa perencanaan (plan), pelaksanaan (act), pengamatan (observe), dan refleksi (reflect). Dengan mendaur ulang empat kegiatan pokok ini dapat menemukan suatu masalah dan dicarikan solusi yang berupa perencanaan perbaikan, pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan dengan disertai kegiatan observasi, lalu direfleksikan melalui diskusi balikan bersama peneliti sehingga menghasilkan tindakan berikutnya.

Sebelum tahap-tahap siklus dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan studi pendahuluan (orientasi). Hal ini dilakukan untuk menemukan informasi-informasi aktual dan akan dijadikan indikator dalam menyusun rencana tindakan untuk penerapan pendekatan konstruktivisme.

Selanjutnya pada siklus kedua dan seterusnya jenis kegiatan yang dilaksanakan peneliti bersama guru mitra adalah memperbaiki rencana (revised plan), pelaksanaan (act), pengamatan (observed) dan refleksi (reflect), dan tahap-tahap ini akan diulangi pada siklus berikutnya, dan seterusnya hingga siklus terakhir.


(21)

Plan

Reflect Act

Reflect

Observe

Revised Plan

Reflect Act

Observe

Revised Plan

Reflect Act

Observe dst

Bagan 2.3. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas (Diadopsi dari Model Spiral Kemmis dan Taggart)

Siklus 1

Siklus 2

Siklus 3 Orientasi


(22)

Prosedur penelitian seperti tergambar dalam bagan di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Orientasi, yaitu studi pendahuluan sebelum melakukan tindakan. Kegiatan ini terdiri dari pengamatan terhadap lingkungan sekolah SMA Negeri 1 Kuantan Mudik, kegiatan pembelajaran sejarah yang dilakukan oleh guru mitra di kelas XI IPS.3, wawancara dengan kepala sekolah (Drs. Toni Idris, MM), wawancara dengan guru mitra (Sujasman, S. Pd) dan wawancara dengan beberapa orang siswa. Secara umum kegiatan orientasi ini bertujuan untuk mengumpulkan berbagai informasi tentang kondisi sekolah dan secara khusus untuk melihat gambaran awal pembelajaran sejarah di kelas XI IPS.3 SMA Negeri 1 Kuantan Mudik. Hasil orientasi ini akan disesuaikan dengan hasil kajian teoritis yang relevan, sehingga menghasilkan suatu program pengembangan tindakan yang dipandang tepat dengan situasi sosial di kelas dimana tindakan akan dilaksanakan.

2. Plan (Perencanaan), yaitu kegiatan yang dilakukan dalam menyusun rencana tindakan yang hendak dilaksanakan di kelas. Dari kegiatan identifikasi pada studi orientasi di kelas XI IPS.3 SMA Negeri 1 Kuantan Mudik, peneliti dan guru mitra (Sujasman) merencanakan langkah-langkah penerapan pendekatan konstruktivisme sesuai dengan pokok bahasan pelajaran sejarah. Pada tahap perencanaan ini disepakati tentang hal-hal yang akan di observasi, kriteria-kriteria penilaian, materi atau pokok bahasan yang akan diberikan, buku sumber, tempat dan waktu pelaksanaan, persiapan perangkat pembelajaran, serta sarana dan prasarana yang akan dipakai.


(23)

3. Act (Pelaksanaan/tindakan), yaitu kegiatan nyata pembelajaran sejarah di kelas XI IPS.3 SMA Negeri 1 Kuantan Mudik dengan penerapan pendekatan konstruktivisme yang dilakukan berdasarkan rencana yang telah disepakati sebelumnya antara peneliti dengan mitra peneliti. Pelaksanaan tindakan di kelas XI IPS.3 SMA Negeri 1 Kuantan Mudik berlangsung selama lima kali siklus pembelajaran, artinya pada siklus ke lima pembelajaran sejarah sudah stabil (jenuh).

4. Observe (Pengamatan), yaitu kegiatan mengamati, mengenali sambil mendokumentasikan (mencatat dan merekam) terhadap proses, hasil, pengaruh dan masalah baru yang muncul selama penerapan pendekatan konstruktivisme di kelas XI IPS.3 SMA Negeri 1 Kuantan Mudik. Hasil observasi ini akan dijadikan bahan analisis dan dasar refleksi terhadap tindakan yang telah dilakukan dan bagi penyusunan rencana tindakan selanjutnya.

5. Reflect (Refleksi), yaitu menganalisis tentang apa-apa saja rencana dan tindakan yang sudah tercapai dan apa yang belum dapat dilakukan pada suatu siklus. Refleksi dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru mitra setelah selesai tindakan yang bertempat di ruang majlis guru dan di perpustakaan SMA Negeri 1 Kuantan Mudik.

Dalam penelitian ini, jumlah siklus yang dilakukan bergantung dari tingkat ketercapaian hasil penerapan pendekatan konstruktivisme sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya. Artinya penelitian akan diakhiri, apabila sudah tidak ditemukan lagi permasalahan-permasalahan dalam melaksanakan penerapan pendekatan konstruktivisme di kelas XI IPS.3 SMA Negeri 1 Kuantan Mudik.


(24)

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kuantan Mudik Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman KM 4 Lubuk Jambi.

D. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah guru, siswa, serta proses-proses interaktif yang terjadi antara guru dengan siswa dan antara sesama siswa selama berlangsungnya program tindakan ini. Guru yang dimaksud adalah guru sejarah yang mengajar di kelas XI IPS.3 SMA Negeri 1 Kuantan Mudik yang bernama Bapak Sujasman S. Pd. Sedangkan siswa yang dimaksud adalah siswa kelas XI IPS.3 berjumlah 37 orang.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti sendirilah yang menjadi instrumen utama (human instrument) yang turun ke lapangan (kelas) untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Menurut Sugiyono (2005: 59) “Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat peneliti adalah peneliti itu sendiri”.

Di samping peneliti sendiri sebagai instrumen utama, penelitian ini juga akan menggunakan instrumen bantu berupa catatan lapangan (field notes), lembar panduan observasi, pedoman wawancara, dokumen sekolah, foto dan alat perekam.


(25)

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

observasi, wawancara dan dokumentasi. Kesemua teknik ini diharapkan dapat melengkapi dalam memperoleh data yang diperlukan.

1. Observasi

Observasi adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk mengamati, merekam dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang dicapai. Dalam kegiatan observasi di Kelas XI IPS.3 SMA Negeri 1 Kuantan Mudik, peneliti menggunakan pedoman observasi yang berbentuk format isian, dengan memberikan atau membubuhkan tanda centang (V) pada aspek yang muncul. Tujuan utama dari observasi adalah untuk memantau proses, hasil, dan dampak perbaikan pembelajaran yang direncanakan.

Dalam PTK observasi terutama ditujukan untuk memantau proses dan dampak perbaikan yang direncanakan. Oleh karena itu yang menjadi sasaran observasi dalam PTK adalah proses dan hasil atau dampak pembelajaran yang direncanakan sebagai tindakan perbaikan. Proses dan dampak yang teramati diinterpretasikan, selanjutnya digunakan untuk menata kembali langkah-langkah perbaikan (Wardani, 2002:2.19).

Langkah-langkah observasi terdiri dari tiga tahap yaitu; pertemuan pendahuluan, pelaksanaan observasi, dan pertemuan balikan. Pertemuan pendahuluan sering disebut sebagai pertemuan perencanaan dilakukan sebelum observasi berlangsung dengan tujuan menyepakati hal-hal yang akan diamati dengan mitra peneliti. Pelaksanaan observasi dilakukan setelah adanya kesepakatan dengan guru mitra sebelumnya terhadap proses dan hasil tindakan perbaikan yang terfokus pada perilaku mengajar guru, perilaku belajar siswa dan


(26)

interkasi antara guru dan siswa. Diskusi atau pertemuan balikan dilakukan setelah tindakan perbaikan yang diamati berakhir. Siklus tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 3.2. Langkah-Langkah Observasi

Sumber : Wardani, et al (2002:2.20) 2. Wawancara

Nasution (1996:69) mengatakan "Observasi saja tidak memadai dalam melakukan penelitian, itu sebabnya observasi harus dilengkapi oleh wawancara. Dengan melakukan wawancara peneliti dapat memasuki dunia pikiran dan perasaan responden". Tujuan dari wawancara adalah sebagai berikut :

Tujuan wawancara adalah untuk mengetahui apa yang terkandung dalam hati dan pikiran orang lain, bagaimana pandangannya tentang hal-hal yang tidak dapat kita ketahui melalui observasi. Teknik ini akan peneliti tempuh dengan melakukan wawancara secara hati-hati dan mendalam berdasarkan instrumen yang telah dipersiapkan dan bersifat terbuka dengan maksud pertanyaan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan (Nasution,1996:73)

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan berbagai pihak diantaranya dengan kepala sekolah (Drs. Toni Idris, MM), guru mitra

Diskusi Balikan

Pertemuan Perencanaan


(27)

(Sujasman, S. Pd) dan peserta didik. Wawancara dengan Kepala Sekolah dilakukan untuk memperoleh gambaran pelaksanaan proses pembelajaran sejarah dan informasi awal tentang profil pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Kuantan Mudik yang dipimpinya. Wawancara dilakukan dengan guru sejarah sebagai mitra peneliti dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran sejarah di kelas XI IPS.3 SMA Negeri 1 Kuantan Mudik Di samping itu wawancara dialogis dengan guru mitra dalam bentuk diskusi akan dilakukan untuk mengetahui dan mencari alternatif pemecahan masalah yang mungkin saja ditemukan ketika pelaksanaan tindakan berlangsung. Sedangkan wawancara dengan siswa akan dilakukan untuk mengetahui tanggapan siswa tentang pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran sejarah. Wawancara dengan siswa dilakukan secara acak yang kira-kira dapat mewakili kelasnya.

Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber data maka diperlukan alat-alat bantu wawancara. Alat-alat bantu tersebut menurut Sugiyono (2005:81) adalah sebagai berikut :

a. Buku catatan: berfungsi untuk mencatat semua percakapan sumber data. Sekarang sudah banyak komputer kecil, notebook yang dapat digunakan untuk membantu mencatat data hasil wawancara.

b. Tape recorder: berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan. Penggunaan tape recorder dalam wawancara perlu memberi tahu kepada informan apakah dibolehkan atau tidak

c. Camera : berfungsi untuk memotret kalau peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan informan/sumber data. Dengan adanya foto maka akan dapat meningkatkan keabsahan data penelitian, karena peneliti betul-betul melakukan pengumpulan data.


(28)

3. Dokumentasi

Dokumen sebagai teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dokumen-dokumen resmi yang dimiliki oleh SMA Negeri 1 Kuantan Mudik dan dokumen-dokumen dari guru mitra peneliti. Dokumen-dokumen resmi yang dimiliki sekolah antara lain; sejarah berdirinya sekolah, denah lokasi sekolah, kepala-kepala sekolah yang pernah memimpin sekolah, data jumlah guru dan siswa, ini semua termuat dalam prifil SMA Negeri 1 Kuantan Mudik yang diserahkan oleh Kepala Sekolah pada saat pertemuan awal dengan kepala sekolah. Sedangkan dokumen guru mitra peneliti antara lain kurikulum sejarah, program pengajaran sejarah (program tahunan, program semester, program satuan pelajaran, analisis materi pelajaran, alat-alat evaluasi, media pembelajaran), buku teks yang digunakan, buku penunjang yang digunakan, buku nilai siswa, absen siswa, sudah diperlihatkan oleh guru mitra kepada peneliti pada waktu orientasi.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan (Nasution, 1996 :126). Sedangkan menurut Sugiyono (2005:89) Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami.


(29)

Dalam penelitian ini menggunakan cara yang dipakai oleh Miles dan Huberman (1992:16-18) terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan merupakan rangkian kegiatan analisis yang saling susul menyusul

Bagan 3.3. Komponen-komponen Analisis Data Diadopsi dari Miles dan Huberman (1992:20)

Bagan diatas dapat dijelaskan bahwa tiga jenis kegiatan utama pengumpulan data (reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi) merupakan proses siklus dan interaktif. Peneliti harus siap bergerak diantara empat “sumbu” kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak balik diantara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

Penyajian data

Reduksi

data Kesimpulan /

Verifikasi Pengumpulan


(30)

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang mucul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga memerlukan pencatatan secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu dirangkum dan dipilih hal-hal yang pokok dan penting.

2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah melakukan reduksi terhadap data yang dikumpulkan maka peneliti menyajikan data dalam bentuk deskripsi yang berdasarkan aspek-aspek yang diteliti dan disusun berturut-turut mengenai implementasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru mitra dari tahap persiapan atau perencanaan sampai pada pelaksanaannya.

3. Pengambilan Kesimpulan/verifikasi (Conclusion/Verification)

Dalam hal ini kesimpulan dilakukan secara bertahap, pertama berupa kesimpulan sementara, namun dengan bertambahnya data maka perlu dilakukan verifikasi data yaitu dengan mempelajari kembali data-data yang ada (yang direduksi maupun disajikan). Disamping itu dilakukan dengan cara meminta pertimbangan dengan pihak-pihak yang berkenaan dengan penelitian ini, yaitu pihak kepala sekolah dan pihak guru. Setelah hal itu dilakukan, maka peneliti baru dapat mengambil keputusan akhir.


(31)

H. Validasi Data

Validasi data adalah suatu kegiatan pengujian terhadap keobjektifan dan keabsahan data. Teknik validasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Member-chek, (Nasution, 1996:117-118, Wiriaatmadja, 2005:168, Sugiyono, 2005:129). yaitu mengecek kebenaran dan kesahihan data temuan penelitian dengan cara mengkonfirmasikannya dengan sumber data atau kepada pemberi data agar informasi yang diperoleh dan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti datanya valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya. Kegiatan ini peneliti lakukan dengan cara menanyakan kembali informasi yang disampaikan oleh kepala sekolah, guru mitra, maupun siswa SMAN 1 Kuantan Mudik pada waktu yang berbeda. 2. Triangulasi, (Hopkins, 1993:152-153, Miles dan Huberman, 1992:434,

Wiriaatmadja, 2005:168, Nasution, 1996:115-116) yaitu pengecekan kebenaran data atau informasi tentang pelaksanaan tindakan dengan cara mengkonfirmasikan kebenaran data, yaitu upaya mendapatkan informasi dari sumber-sumber lain mengenai kebenaran data penelitian. Pada tahap orientasi kegiatan triangulasi dilakukan pada saat mencari gambaran awal pembelajaran sejarah di kelas XI IPS.3 sebelum penerapan pendekatan monstruktivisme. Kegiatan ini peneliti lakukan dengan jalan membandingkan hasil pengamatan waktu orientasi dengan hasil wawancara dengan guru mitra, kepala sekolah , dan siswa. Begitu juga triangulasi peneliti lakukan pada akhir penelitian dengan cara membandingkan pendapat siswa, guru mitra, dan kepala sekolah


(32)

terhadap penerapan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran sejarah di kelas XI IPS.3 SMAN 1 Kuantan Mudik.

3. Expert Opinion (Wiriaatmadja, 2005:171), yaitu kegiatan untuk mengkonsultasikan hasil temuan atau meminta nasehat kepada para ahli. Dalam kegiatan ini peneliti mengkonsultasikan hasil temuan penelitian kepada pembimbing I Ibu Prof. Dr. Hj. Rochiati Wiriaatmadja dan kepada pembimbing II Bapak Dr. H. Dadang Supardan, M. Pd. untuk memperoleh arahan dan masukan terhadap masalah-masalah penelitian. Perbaikan, modifikasi atau penghalusan berdasarkan arahan atau opini pembimbing akan meningkatkan derajat kepercayaan sehingga validasi temuan penelitian dapat dipertanggung jawabkan.


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Setelah peneliti memaparkan beberapa kondisi dan proses pembelajaran, serta dari beberapa temuan yang diperoleh selama penelitian dilaksanakan, maka peneliti menarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan yang dimaksud adalah jawaban atas pertanyaan penelitian sesuai temuan di lapangan. Hal ini akan dijabarkan melalui poin-poin sebagai berikut :

1. Penggunaan metode yang bervariatif telah dapat memotivasi siswa dan meningkatkan profesionalisme guru dalam pembelajaran sejarah. Penerapkan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran sejarah di kelas XI IPS.3 SMA Negeri 1 Kuantan Mudik menggunakan metode

Questioning (Tanya Jawab), Inquiry (Penyelidikan/Penemuan), Learning Comunity (Belajar Kelompok/diskusi). Metode-metode ini dilaksanakan secara integratif dan mampu dilaksanakan oleh guru mitra peneliti dan siswa di lapangan. Menurut siswa metode yang diterapkan seperti ini membuat mereka menjadi aktif, keingintahuan siswa tentang materi semakin tinggi, materi yang dipelajari lebih bertahan lama dalam ingatan, pembelajaran tersebut tidak membosankan, memperoleh kesempatan yang banyak mengemukakan gagasan atau ide, dan menjadikan siswa berani mengemukakan pendapat.

2. Pendekatan konstruktivisme ternyata dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran sejarah. Hal ini terbukti dari siklus ke siklus


(34)

terdapat peningkatan keaktifan siswa diantaranya aktif bertanya, mencari dan mengolah informasi, berani mengemukakan ide atau gagasan, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, mengembangkan dan menganalisis terhadap peristiwa-peristiwa sejarah yang dipelajari, mengeksplorasi pengalaman belajar, mengaplikasikan pengalaman belajar, bertukar fikiran tentang materi dengan teman sejawat, dan membuat kesimpulan. Peran guru dalam pembelajaran ini tidak lagi sebagai penyampai informasi utama, akan tetapi lebih diutamakan sebagai motivator dan fasilitator, pembimbing siswa mencari dan menemukan sumber belajar dan informasi lain dalam hubungannya dengan materi yang akan dipelajari, kemudian meramu dan menganalisis informasi yang diperoleh, lalu menyimpulkan. Selain itu peran guru sebagai pembimbing dan pelatih siswa untuk terbiasa dengan beberapa aktivitas aktif melalui proses pembelajaran yang berlangsung.

3. Perencanaan pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajarana sejarah melalui langkah-langkah apersepsi, eksplorasi, diskusi, dan pengembangan aplikasi. Perencanaan pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran sejarah secara umum dirancang mulai dari pembuatan perangkat pembelajaran sampai dengan pelaksanaan tindakan di kelas. Setiap siklus dibuat suatu rencana tindakan penerapan pendekatan konstruktivisme yang berdasarkan kepada hasil refleksi dan analisis tindakan sebelumnya, karena penelitian ini menggunakan classroom action research.

4. Pelaksanaan pembelajaran konstruktivisme melalui siklus-siklus tindakan dengan menerapkan langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme yaitu :


(35)

(a) Apersepsi mencakup; mengabsen siswa, membuka pelajaran, melakukan tanya jawab, mengungkap konsep awal siswa, bertukar fikiran/curah pendapat (brainstorming), (b) Eksplorasi mencakup; mencari, menyelidiki, menyusun, dan menemukan pengetahuan tentang materi pelajaran melalui berbagai sumber pembelajaran, (c) Diskusi dan penjelasan konsep mencakup; mempresentasikan hasil kerja kelompok, memberikan tanggapan kepada kerja kelompok, menjelaskan konsep-konsep, (d) Pengembangan aplikasi mencakup; menghubungkan nilai-nilai yang terkandung dalam materi dengan kehidupan keseharian siswa, mengaplikasikan pengalaman belajar, menganalisis permasalahan, dan membuat kesimpulan.

5. Evaluasi (proses dan hasil) menunjukkan peningkatan yang sangat berarti. Evaluasi proses dari lima siklus yang dilaksanakan, diketahui bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan konstruktivisme, secara umum ada kecenderungan peningkatan aktivitas dan kreativitas mengajar, baik dalam membuka pembelajaran, apersepsi, eksplorasi, diskusi dan penjelasan konsep, maupun pengembangan aplikasi belajar. Artinya kinerja guru menjadi semakin baik. Begitu pula dengan siswa hasil proses yang diharapkan, dari siklus awal ke siklus berikutnya memperlihatkan kecenderungan kemajuan perolehan pengetahuan yang sangat berarti, yaitu: (1) melahirkan semangat untuk mencari dan menemukan sumber belajar, yang pada akhirnya mengakibatkan siswa rajin membaca. (2) kemampuan berkerjasama dan rasa tanggung jawab, kemampuan keberanian mengemukakan pendapat, bertanya, menjawab, menanggapi, kemampuan


(36)

berbahasa lisan dan berpikir kritis semakin meningkat. (3) Melalui diskusi kelompok dan diskusi kelas yang teratur, dapat menumbuhkan sikap menghargai pendapat teman, mendorong teman untuk berani berbicara, dapat berargumentasi, pandai memimpin diskusi, dan menumbuhkan sikap demokratis, serta menghargai waktu. (4) di samping itu siswa dapat pula menghubungkan materi pelajaran dengan keadaan kekinian, mengungkap nilai-nilai yang terdapat dari peristiwa sejarah untuk dijadikan pegangan bagi kehidupan siswa, dapat menyusun laporan secara kronologis, dapat menganalisis dan menyimpulkan, dan menyelesaikan tugas tepat waktu. Evaluasi hasil belajar berdasarkan hasil penelitian ini, terlihat adanya kemajuan yang cukup berarti terhadap hasil belajar siswa, dengan membandingkan hasil tes pada waktu orientasi dengan tes pada siklus ketiga dan tes pada siklus terakhir, ternyata menunjukkan adanya kemajuan perbaikan hasil tes, yaitu meningkatnya perolehan rata-rata hasil tes siswa. Pada waktu orientasi nilai tes siswa rata-rata 5,83 sedangkan tes siswa pada siklus ketiga rata-rata kelas 6,95. dan tes berikutnya pada siklus terakhir dengan rata-rata kelas 7,89.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil pengamatan siklus pertama sampai siklus kelima, maka pada bagian ini dikemukakan rekomendasi yang diperkirakan dapat bermanfaat bagi pihak terkait yang hirau tentang pendidikan sejarah khususnya bagi pengajar sejarah dilapangan.


(37)

1. Bagi guru sejarah dilapangan diharapkan terus berusaha mengembangkan profesionalisme baik melalui pendidikan formal maupun kegiatan-kegiatan pengembangan profesional dalam jabatan (in service training), seperti MGMP, workshop, dan kegiatan in house training (IHT) di sekolahnya masing-masing. Oleh karena itu dalam pendekatan konstruktivisme, guru diharapkan benar-benar dapat mengoptimalkan perannya sebagai perancang, motivator, fasilitator, pengelola pembelajaran sekaligus sebagai model dalam pembelajaran. Karena pendekatan konstruktivisme mengharuskan adanya berbagai alternatif kegiatan belajar, sehingga peran guru dalam proses pembelajaran pun akan selalu berubah sesuai dengan jenis dan karakteristik materi pembelajaran. Guru harus dapat mengubah pola pembelajaran lama yang bersifat teacher centered kepada student centered.

2. Kepala Sekolah diharapkan dapat memberikan motivasi dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para guru untuk mengembangkan potensinya dan meningkatkan kompetensinya dalam melaksanakan pembelajaran, serta mencobakan berbagai model pembelajaran yang aktual, termasuk pendekatan konstruktivisme, baik melalui wadah pengembangan profesional guru seperti kegiatan MGMP maupun kegiatan-kegiatan lain seperti penataran, workshop, dan sebagainya perlu terus diberdayakan.

3. Kepada Dinas Pendidikan Propinsi Riau dan Dinas Pendidikan Kabupaten Kuantan Singingi, Agar dapat mengagendakan secara kontinu pelatihan, MGMP, penataran, seminar bagi guru untuk mengembangkan model dan pendekatan pembelajaran yang student centered. Hasil penelitian


(38)

ini diharapkan dapat dijadikan salah satu masukan dalam meningkatkan kinerja guru dan membenahi proses pembelajaran, khususnya pembelajaran sejarah, sehingga pembelajaran sejarah tidak hanya sekedar mementingkan perolehan nilai dalam arti product, tetapi juga proses, untuk mencapai tujuan kurikuler yang lebih optimal.

4. Untuk peneliti selanjutnya hendaknya dapat mengkaji dan menelaah masalah-masalah mengenai pendekatan konstruktivisme secara lebih luas pada jenjang SMA/MA. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan sentuhan dan pengalaman yang lebih luas kepada guru-guru sejarah, tentang pembelajaran yang dapat merangsang aktivitas dan kreativitas siswa untuk membangun pengetahuan mereka sendiri sehingga kualitas proses dan hasil pembelajaran sejarah dapat lebih meningkat lagi di masa-masa yang akan datang.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Al Muchtar, S. (2004). Epistimologi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Bandung : Gelar Pustaka Mandiri.

Aqib, Z. (2002). Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya : Insan Cendikia.

Bruner, J (1998). Contructivist Theory. [online] Tersedia:

http://www.jaring.com.my/weblog/comments.php?id=3603[25 Maret 2006]. Budiningsih, C.A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Creswell, J.W,. (1998). Qualitatif Inquiry and Research Design; Chosing Among

Five Traditions : London, New Delhi : Sage Publications, Inc. Dahar, R.W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Depdikbud. (1999). Penelitian Tindakan (Action Research). Jakarta : Dirjen Dikdasmen, Depdikbud.

Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta : Depdiknas.

Depdiknas. (2005). Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta : Dirjen Dikti. Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Gazalba, S. (1981). Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bharata Karya Aksara.

Gottschalk, L. (1985). Mengerti Sejarah. Jakarta : UI Press.

Hamalik, O. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasan, S.H. (1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Dirjen Dikti, Depdikbud.

Hasan S.H. (1997). Kurikulum Dan Buku Teks Sejarah. Kongres Nasional Sejarah 1996 Sub Tema Perkembangan Teori dan Metodologi Dan Orientasi Pendidikan sejarah. Jakarta: Pusat Sejati Raya.


(40)

Hasan, S.H. (1999). “Pendidikan Sejarah Untuk Membangun Manusia Baru Indonesia”, Mimbar Pendidikan. XVIll, (2), 4-11.

Hasan, S.H., (2002). Pendidikan Sejarah Dalam Rangka Pengembangan Memori Kolektif, Makalah Dalam Dialog Peran Guru Sejarah di Pontianak, Proyek Pemanfaatan Sejarah Purbakala, Dept. Kebudayaan dan Pariwisata

Hasan, S.H. (2003). Strategi Pembelajaran Sejarah pada Era Otonomi Daerah sebagai Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dalam Historia Magistra Vitae, UPI Bandung, Historia Utama Press.

Hopkins, D. (1993). A Teacher's Guide to Classroom Research. Philadelphia Open University Press.

Hugiono dan Purwantana. (1987). Penganatar Ilmu Sejarah. Jakarta: Bumi Aksara.

Ismaun. (2001). Pengantar Ilmu Sejarah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Joyce, B. dan Weil, M. (2000). Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon Publisher.

Karli, H. dan Yuliariatiningsih, M.S. (2003). Model-Model Pembelajaran.

Bandung : Bina Media Informasi.

Kasbolah, K., (1999). Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Jakarta: Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Dirjen Dikti, Depdikbud.

Kuntowijoyo. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Bentang Pustaka. McTaggart, R., (1991), Action Research A Short Modern History, Victoria:

Deakin University Press

Miles, M.B dan Huberman, A.M., (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press.

Moedjiono dan Dimyati. (1991/1992). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi, P2TK.

Nasution, S. (1987). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar.

Jakarta : Bina Aksara.

Nasution, S. (1996). Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.


(41)

Nur, M,. (2000). Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Press.

Nurhadi, (2003), Pendekatan Konstektual (Contextual Teaching and Learning), Jakarta, Ditjen Dikdasmen Depdiknas

Nurjanah, N (2005). Penerapan Model Konstruktivisme dalam Pembelajaran Menulis Bahasa Indonesia. Disertasi PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Poedjiadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat; Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Roestiyah. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rozak, A. (2001). Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivistik sebagai Upaya Memperluas Pemahaman Pembaca terhadap Teks Narasi-Fiksi. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sadia, I.W. (1996). Pengembangan Model Belajar Konstruktivis Dalam Pembelajaran IPA di SMP. Disertasi PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Siroj, R. A, (2004). Pemerolehan Pengetahuan Menurut Pandangan

Konstruktivistik. [online]. Tersedia:

http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/43/rusdy-a-siroj.htm [25-3-2006] Sjamsuddin, H. (1996). Metodologi Sejarah. Jakarta: Dirjen Dikti Proyek

Pendidikan Tenaga Akademik

Sjamsuddin, H. (1999). “Sejarah dan Pendidikan Sejarah”, Mimbar Pendidikan. XVIll, (2), 12-17.

Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning, Theory, Research, and Practice.

Boston : Allyn and Bacon.

Soedarsono, FX. (1997). Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Dikti, Depdikbud. Suderadjat, H. (2004). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).

Bandung : Cipta Cekas Grafika.


(42)

Sukidin, Basrowi, dan Suranto. (2002). Manajemen Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta : Insan Cendikia.

Somantri, M.N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya dan PPS UPI.

Suparno, P. (2001). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.

Supriatna, N. (2001). Pengajaran Sejarah Yang Konstruktivistik. Historia : Jurnal Pendidikan Sejarah. II, (3),26-36.

Surya, M., (2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya.

Susanto, Y. (1998). Efektivitas Model Pembelajaran Konstruktivisme Melalui Pendidikan STS dalam Meningkatkan Kemampuan Memahami Konsep dan Kepedulian Terhadap Lingkungan pada Pembelajaran Listrik Statis di SMU. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nosional.

Jogjakarta : Media Wacana Press.

Wardani. et al. (2000). Penelilian Tindakan Kelas.Jakarta: Universitas Terbuka. Widja, I. G., (1989). Dasar-Dasar Pengembangan Strategi Serta Metode

Pengajarah Sejarah, Jakarta, Proyek PLPTK, Dirjen Dikti, Depdikbud Widja, I.G., (2002). Menuju Wajah Baru Pendidikan Sejarah. Yogyakarta:

Lappera Pustaka Utama.

Wiriaatmadja, R. (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia. Bandung: Historia Utama Press.

Wiriaatmadja, R. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PPs UPI dengan Remaja Rosdakarya.

Yulaelawati, E. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta : Pakar Raya.

Zuriah, N. (2003). Penelitian Tindakan Dalam Bidang Pendidikan dan Sosial. Malang: Bayumedia Publishing


(1)

1. Bagi guru sejarah dilapangan diharapkan terus berusaha mengembangkan profesionalisme baik melalui pendidikan formal maupun kegiatan-kegiatan pengembangan profesional dalam jabatan (in service training), seperti MGMP, workshop, dan kegiatan in house training (IHT) di sekolahnya masing-masing. Oleh karena itu dalam pendekatan konstruktivisme, guru diharapkan benar-benar dapat mengoptimalkan perannya sebagai perancang, motivator, fasilitator, pengelola pembelajaran sekaligus sebagai model dalam pembelajaran. Karena pendekatan konstruktivisme mengharuskan adanya berbagai alternatif kegiatan belajar, sehingga peran guru dalam proses pembelajaran pun akan selalu berubah sesuai dengan jenis dan karakteristik materi pembelajaran. Guru harus dapat mengubah pola pembelajaran lama yang bersifat teacher centered kepada student centered. 2. Kepala Sekolah diharapkan dapat memberikan motivasi dan kesempatan

yang seluas-luasnya kepada para guru untuk mengembangkan potensinya dan meningkatkan kompetensinya dalam melaksanakan pembelajaran, serta mencobakan berbagai model pembelajaran yang aktual, termasuk pendekatan konstruktivisme, baik melalui wadah pengembangan profesional guru seperti kegiatan MGMP maupun kegiatan-kegiatan lain seperti penataran, workshop, dan sebagainya perlu terus diberdayakan.

3. Kepada Dinas Pendidikan Propinsi Riau dan Dinas Pendidikan Kabupaten Kuantan Singingi, Agar dapat mengagendakan secara kontinu pelatihan, MGMP, penataran, seminar bagi guru untuk mengembangkan model dan pendekatan pembelajaran yang student centered. Hasil penelitian


(2)

ini diharapkan dapat dijadikan salah satu masukan dalam meningkatkan kinerja guru dan membenahi proses pembelajaran, khususnya pembelajaran sejarah, sehingga pembelajaran sejarah tidak hanya sekedar mementingkan perolehan nilai dalam arti product, tetapi juga proses, untuk mencapai tujuan kurikuler yang lebih optimal.

4. Untuk peneliti selanjutnya hendaknya dapat mengkaji dan menelaah masalah-masalah mengenai pendekatan konstruktivisme secara lebih luas pada jenjang SMA/MA. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan sentuhan dan pengalaman yang lebih luas kepada guru-guru sejarah, tentang pembelajaran yang dapat merangsang aktivitas dan kreativitas siswa untuk membangun pengetahuan mereka sendiri sehingga kualitas proses dan hasil pembelajaran sejarah dapat lebih meningkat lagi di masa-masa yang akan datang.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Al Muchtar, S. (2004). Epistimologi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung : Gelar Pustaka Mandiri.

Aqib, Z. (2002). Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya : Insan Cendikia.

Bruner, J (1998). Contructivist Theory. [online] Tersedia: http://www.jaring.com.my/weblog/comments.php?id=3603 [25 Maret 2006]. Budiningsih, C.A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Creswell, J.W,. (1998). Qualitatif Inquiry and Research Design; Chosing Among

Five Traditions : London, New Delhi : Sage Publications, Inc. Dahar, R.W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Depdikbud. (1999). Penelitian Tindakan (Action Research). Jakarta : Dirjen Dikdasmen, Depdikbud.

Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta : Depdiknas.

Depdiknas. (2005). Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta : Dirjen Dikti. Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Gazalba, S. (1981). Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bharata Karya Aksara.

Gottschalk, L. (1985). Mengerti Sejarah. Jakarta : UI Press.

Hamalik, O. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasan, S.H. (1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Dirjen Dikti, Depdikbud.

Hasan S.H. (1997). Kurikulum Dan Buku Teks Sejarah. Kongres Nasional Sejarah 1996 Sub Tema Perkembangan Teori dan Metodologi Dan Orientasi Pendidikan sejarah. Jakarta: Pusat Sejati Raya.


(4)

Hasan, S.H. (1999). “Pendidikan Sejarah Untuk Membangun Manusia Baru Indonesia”, Mimbar Pendidikan. XVIll, (2), 4-11.

Hasan, S.H., (2002). Pendidikan Sejarah Dalam Rangka Pengembangan Memori Kolektif, Makalah Dalam Dialog Peran Guru Sejarah di Pontianak, Proyek Pemanfaatan Sejarah Purbakala, Dept. Kebudayaan dan Pariwisata

Hasan, S.H. (2003). Strategi Pembelajaran Sejarah pada Era Otonomi Daerah sebagai Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dalam Historia Magistra Vitae, UPI Bandung, Historia Utama Press.

Hopkins, D. (1993). A Teacher's Guide to Classroom Research. Philadelphia Open University Press.

Hugiono dan Purwantana. (1987). Penganatar Ilmu Sejarah. Jakarta: Bumi Aksara.

Ismaun. (2001). Pengantar Ilmu Sejarah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Joyce, B. dan Weil, M. (2000). Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon Publisher.

Karli, H. dan Yuliariatiningsih, M.S. (2003). Model-Model Pembelajaran. Bandung : Bina Media Informasi.

Kasbolah, K., (1999). Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Jakarta: Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Dirjen Dikti, Depdikbud.

Kuntowijoyo. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Bentang Pustaka. McTaggart, R., (1991), Action Research A Short Modern History, Victoria:

Deakin University Press

Miles, M.B dan Huberman, A.M., (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press.

Moedjiono dan Dimyati. (1991/1992). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi, P2TK.

Nasution, S. (1987). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta : Bina Aksara.

Nasution, S. (1996). Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.


(5)

Nur, M,. (2000). Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Press.

Nurhadi, (2003), Pendekatan Konstektual (Contextual Teaching and Learning), Jakarta, Ditjen Dikdasmen Depdiknas

Nurjanah, N (2005). Penerapan Model Konstruktivisme dalam Pembelajaran Menulis Bahasa Indonesia. Disertasi PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Poedjiadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat; Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Roestiyah. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rozak, A. (2001). Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivistik sebagai Upaya Memperluas Pemahaman Pembaca terhadap Teks Narasi-Fiksi. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sadia, I.W. (1996). Pengembangan Model Belajar Konstruktivis Dalam Pembelajaran IPA di SMP. Disertasi PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Siroj, R. A, (2004). Pemerolehan Pengetahuan Menurut Pandangan

Konstruktivistik. [online]. Tersedia:

http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/43/rusdy-a-siroj.htm [25-3-2006] Sjamsuddin, H. (1996). Metodologi Sejarah. Jakarta: Dirjen Dikti Proyek

Pendidikan Tenaga Akademik

Sjamsuddin, H. (1999). “Sejarah dan Pendidikan Sejarah”, Mimbar Pendidikan. XVIll, (2), 12-17.

Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning, Theory, Research, and Practice. Boston : Allyn and Bacon.

Soedarsono, FX. (1997). Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Dikti, Depdikbud. Suderadjat, H. (2004). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).

Bandung : Cipta Cekas Grafika.


(6)

Sukidin, Basrowi, dan Suranto. (2002). Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Insan Cendikia.

Somantri, M.N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya dan PPS UPI.

Suparno, P. (2001). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.

Supriatna, N. (2001). Pengajaran Sejarah Yang Konstruktivistik. Historia : Jurnal Pendidikan Sejarah. II, (3),26-36.

Surya, M., (2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya.

Susanto, Y. (1998). Efektivitas Model Pembelajaran Konstruktivisme Melalui Pendidikan STS dalam Meningkatkan Kemampuan Memahami Konsep dan Kepedulian Terhadap Lingkungan pada Pembelajaran Listrik Statis di SMU. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nosional. Jogjakarta : Media Wacana Press.

Wardani. et al. (2000). Penelilian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka. Widja, I. G., (1989). Dasar-Dasar Pengembangan Strategi Serta Metode

Pengajarah Sejarah, Jakarta, Proyek PLPTK, Dirjen Dikti, Depdikbud Widja, I.G., (2002). Menuju Wajah Baru Pendidikan Sejarah. Yogyakarta:

Lappera Pustaka Utama.

Wiriaatmadja, R. (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia. Bandung: Historia Utama Press.

Wiriaatmadja, R. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PPs UPI dengan Remaja Rosdakarya.

Yulaelawati, E. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta : Pakar Raya.

Zuriah, N. (2003). Penelitian Tindakan Dalam Bidang Pendidikan dan Sosial. Malang: Bayumedia Publishing