PENELITIAN TINDAKAN KELAS UNTUK SMP ARTIKEL PTK

UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN DENGAN
PENDEKATAN BERVISI SETS MATERI SISTEM KOORDINASI DI KELAS
IX.B SMPN 2 PEMALANG
Agus Susilo, S.Pd
Susilo, Agus. 2010. Upaya Meningkatkan Kualitas Dengan Pembelajaran Bervisi SETS
Materi Sistem saraf di Kelas VIII.B SMPN 2 Pemalang). PTK.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menitikberatkan pada keaktifan peserta didik
sebagai sentral pembelajaran. Guru sebagai fasilitator perlu terampil dalam mendesain
proses pembelajarannya. Salah satu alternatif desain pembelajaran adalah pembelajaran
bervisi SETS (dilengkapi dengan Multimedia interaktif). Masalah pada penelitian ini
bagaimana meningkatkan kualitas pembelajaran bervisi SETS. Tujuan penelitian ini
adalah untuk meningkatkan
pembelajaran bervisi SETS materi sistem saraf,
meningkatkan keaktifan peserta didik, dan hasil belajar.
Penelitian tindakan kelas (PTK) dilakukan kelas VIII.A SMPN 2 Pemalang yang
terdiri dari 16 laki-laki dan 16 perempuan. Hasil penelitian menunjukkan pada siklus I
keaktifan bertanya meningkat 6,94 sebelum di PTK, Keaktifan berdiskusi dengan temen
dan kelompok lain 6,31 sebelum di PTK, Keaktifan mempresentasikan hasil diskusi naik
3,38 sebelum di PTK dan Hasil Belajar siswa naik 7,87. Pada siklus II keaktifan bertanya
meningkat 4,08 dari Siklus I, Keaktifan berdiskusi dengan temen dan kelompok lain 7,08
dari siklus I, Keaktifan mempresentasikan hasil diskusi naik 7,65 dari siklus I dan Hasil

Belajar siswa naik 3,95 Pada siklus III keaktifan bertanya meningkat 3,15 dari Siklus II,
Keaktifan berdiskusi dengan temen dan kelompok lain 3,94 dari siklus II, Keaktifan
mempresentasikan hasil diskusi naik 3,94 dari siklus II dan Hasil Belajar siswa naik 4,75.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bervisi SETS
materi sistem saraf di SMPN 2 Pemalang meningkatkan keaktifan dan hasil belajar.

Latar Belakang Masalah
Belajar adalah suatu proses yang komplek yang terjadi pada diri setiap orang dan
berlangsung sepanjang hidupnya (life long education). Proses belajar dapat terjadi kapan
saja dan di mana saja terlepas dari ada yang mengajar atau tidak. Proses belajar terjadi
karena adanya interaksi dengan lingkungannya. Salah satu indikator bahwa seseorang
telah belajar adalah adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan yang dimaksud adalah

1

perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik) maupun
yang menyangkut nilai dan sikap (afektif) (Winarno, 2009). Proses belajar itu
diselenggarakan secara formal di sekolah-sekolah, tidak lain dimaksudkan untuk
mengarahkan perubahan pada diri siswa secara terencana, baik dari aspek pengetahuan,
keterampilan maupun sikap (Arsyad, 2007). Guru yang kompeten akan lebih mampu

menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola proses
belajar mengajar, sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal
(Suryosubroto, 2002). Tugas guru adalah menyampaikan materi pelajaran kepada siswa
melalui interaksi komunikasi dalam proses belajar mengajar yang dilakukannya.
Keberhasilan guru dalam menyampaikan materi sangat tergantung pada kelancaran
komunikasi antara guru dan siswanya (Asnawir, 2002) .
Media pembelajaran merupakan unsur yang amat penting dalam proses pembelajaran
selain metode mengajar. Kedua unsur ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode
mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang digunakan.
Meskipun masih ada beberapa aspek lain yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran.
Pemakaian media pembelajaran dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan
keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar,
dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap peserta didik (siswa).
Penggunaan media pembelajaran diharapkan proses belajar mengajar (PBM) yang
sering kali dihadapkan pada materi sulit, bersifat abstrak dan di luar pengalaman siswa
sehari-hari dapat dikonkritkan dari yang abstrak menjadi nyata, materi yang sulit menjadi
mudah dengan adanya visualisasi melalui multimedia. Gambar dua dimensi atau model
tiga dimensi adalah visualisasi yang sering dilakukan dalam proses belajar mengajar. Pada
era informatika visualisai berkembang dalam bentuk gambar bergerak (animasi) yang
dapat ditambahkan dengan suara (audio).

Multimedia bertujuan untuk menyajikan informasi dalam bentuk yang menyenangkan,
menarik, mudah dimengerti dan jelas. Informasi akan mudah dimengerti karena sebanyak
mungkin indera, terutama telinga dan mata, digunakan untuk menyerap informasi itu
(Arsyad, 2007).
2

Titik berat pembelajaran sains berwawasan SETS adalah mengaitkan antara
konsep sains yang dipelajari dengan keberadaan serta implikasi konsep tersebut pada
lingkungan,

teknologi,

merupakan unsur SETS

dan

masyarakat

dalam


konteks

SETS. Teknologi yang

melibatkan keterampilan proses sains dan keterampilan proses

teknologi yang juga melibatkan lingkungan dan juga sosial, Menurut Satchwell dan
Dugger, Jr. (1996) bahwa: 1). Teknologi merupakan aplikasi pengetahuan manusia, dan
tidak sekedar aplikasi sains, 2). Teknologi merupakan application based karena
merupakan kombinasi dari pengetahuan, pemikiran dan tindakan, 3). Teknologi
mengembangkan kemampuan manusia oleh karena teknologi memungkinkan manusia
mengadaptasi dan menata dunia fisik yang telah ada, 4). Teknologi berada dalam ranah
sosial dan ranah fisik oleh karena dikenal teknologi keras (seperti tool dan equipments)
serta teknologi lunak (seperti sistem managemen, perangkat lunak, internet dan lain-lain).
Pada proses pembelajaran,

guru dapat mengangkat isu yang berkembang di

masyarakat mengenai sistem koordinasi kemudian mencoba mengaitkan


ke bentuk

teknologi

serta

dan

pemecahannya

dampaknya
dan

tindakan

terhadap
positif

lingkungan
apa


yang

dan masyarakat

cara

dapat dilakukan menanggapi isu

tersebut. Siswa akan dituntut berpikir aktif dan kreatif.
Pemikiran yang kreatif mendorong siswa menguasai pengetahuan, manfaat dan efek
sampingnya. Pembelajaran Bervisi SETS (Science, Environment, Technology, And
Society) mengandung makna bahwa di dalam pembelajaran yang dilaksanakan selalu
memperlakukan materi pembelajaran dalam konteks SETS. Dalam arti, materi
pembelajaran diupayakan untuk ditempatkan dalam kaitan unsur Sains, Lingkungan,
Teknologi, dan Masyarakat secara timbal balik. Dengan pemikiran serta perlakukan
semacam itu kita akan dapat melihat kemanfaatan hasil pembelajaran lebih besar dari
sekedar memahami konsep pengetahuan yang dibelajarkan tanpa keterhubungkaitannya
dalam konteks SETS.
Untuk itu perlu untuk melakukan penelitian dengan implementasi pembelajaran pada

materi sistem koordinasi bervisi SETS sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan
hasil belajar pada SMPN 2 Pemalang.
3

Salah satu alasan diadakannya penelitian di SMPN 2 Pemalang adalah latar belakang nilai
harian peserta didik untuk materi sistem koordinasi lebih rendah dibanding dengan materi
lainnya dan belum adanya perangkat pembelajaran Biologi bervisi SETS (lihat tabel 1) .
Tabel 1. Data Kondisi Awal Pembelajaran Kelas IX.B.
No

Kualitas Pembelajaran

Nilai (dlm
Prosen )
63,00

1

Keaktifan Bertanya


2

Keaktifan bekerja sama dengan temen dan kelompok

59,85

3

Keaktifan mempersentasikan hasil diskusi

63,78

4

Hasil Belajar

62,21

Penelitian ini berjudul “Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran dengan
Pendekatan Bervisi SETS Materi Sistem Koordinasi di Kelas VIII.B SMPN 2

Pemalang”. Pada dasarnya penelitian yang dilakukan ini adalah Meningkatkan kualitas
pembelajaran yang meliputi keaktifan siswa dan hasil belajar.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kualitas pembelajaran bervisi SETS materi sistem koordinasi
dapat meningkatkan keaktifan bertanya peserta didik
2. Untuk mengetahui kulaitas pembelajaran bervisi SETS materi sistem koordinasi
meningkatkan keaktifan bekerja kelompok dengan teman dan kelompok lain.
3. Untuk mengetahui kualitas pembelajaran bervisi SETS materi sistem koordinasi
untuk presentasi hasil diskusi peserta didik
4. Untuk mengetahui kualitas pembelajaran bervisi SETS materi sistem koordinasi
untuk meningkatkan ketuntasan hasil belajar peserta didik.

KAJIAN PUSTAKA
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Badan Standar Nasional

4

Pendidikan, 2006). Kurikulum 2006 menitik beratkan pada keaktifan peserta didik sebagai

sentral pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, karena sentral pembelajaran adalah
keaktifan peserta didik maka peran guru hanya sebagai fasilitator dalam proses
pembelajaran.Guru sebagai fasilitator dituntut untuk aktif dalam mendesain proses
pembelajaran, salah satu alternatif desain pembelajaran adalah pembelajaran bervisi SETS
berfungsi sebagai media penyampaian materi yang diharapkan dapat memberi wawasan
pengetahuan tentang sistem koordinasi pada manusia.
Pembelajaran Biologi
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang standar
kompetensi bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu
(inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja,
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Hasil Belajar
Pengertian kata hasil menurut

Poerwadarminta (2006), yaitu sesuatu yang diadakan

(dibuat, dijadikan dan sebagainya) oleh usaha. Di samping itu beliau mengemukakan
definisi belajar sebagai usaha melalui latihan dan usaha lainnya agar mendapat sesuatu
kepandaian atau suatu ilmu pengetahuan.

Belajar merupakan proses aktif pelajar mengkontruksi arti entah teks, dialog, pengalaman
fisik, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan
pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang
sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut bercirikan sebagai berikut belajar
berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat,
dengar, rasakan, dan alami. Kontruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia
punyai (Suparno, 1997).

Keaktifan Peserta Didik Dalam Pembelajaran

5

Keaktifan dapat diartikan kegiatan yang dilakukan peserta didik dalam proses
pembelajaran untuk mencapai hasil belajar (Sudjana, 1999). Keaktifan siswa untuk
berfikir mempunyai ciri-ciri: (a) mengarahkan peserta didik untuk mengamati,
menghitung, mengukur, mencatat data menggolongkan data dan mencari hubungan antara
dua data, (b) meminta peserta didik untuk hipotesis dengan memecahkan masalah yang
dihadapi, (c) mengarahkan peserta didik untuk melakukan penelitian percobaan serta
menyampaikan kembali variabel-variabel dalam percobaan yang dilakukan, (d) meminta
peserta didik untuk menyimpulkan, menerapkan konsep serta mengkomunikasikan proses
suatu hasil belajar.
Pembelajaran Dengan SETS
Dasar dari pengembangan SETS adalah Constructivism oleh Glasersfeld pada 1986
(Glasersfeld, 1986). Teori konstruktivisme ini pada pokoknya menggambarkan bahwa si
pembelajar membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan
lingkungannya (Glasersfeld, 1986).
Dalam teori konstruktivisme siswa lebih diberikan tempat dibanding guru atau instruktur,
maksudnya dalam penyelenggaraan proses pembelajaran siswa dijadikan sebagai pusat
pembelajaran

(student

center),

atau

konstruktivisme

merupakan

pembangunan

pemahaman peserta didik secara aktif dalam pemahaman sebuah makna (Jones dkk, 2002).
Science ,Lingkungan, Teknologi, dan masyarakat (SETS) diturunkan dengan landasan
filosofis yang mencerminkan kesatuan unsur SETS dengan mengingat urutan unsur-unsur
SETS dalam susunan akronim tersebut. Selanjutnya landasan filosofis tersebut dipakai
sebagai dasar pengembangan konsep pendidikan SETS itu sendiri dalam implementasinya
untuk ikut berperan dalam sistem pendidikan, di mana saja dia diadopsi (Binadja, 1999).
Adapun keterkaitan antara keempat unsur SETS dapat dilihat pada gambar 1.

6

Gambar 1. Keterkaitan antar unsur SETS (Binadja, 1999).
Pendidikan SETS atau yang sering disebut Salingtemas (Sains, Lingkungan, Teknologi
dan Masyarakat) merupakan kecenderungan masa depan pendidikan yang belum banyak
disadari oleh masyarakat (Binadja, 2001).
Pembelajaran biologi, pengintegrasian dalam konteks SETS memerlukan kesediaan
guru atau pendidik biologi untuk memiliki cara pandang terbuka di samping selalu
mengikuti perkembangan-perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat berkenaan
dengan subjek biologi. Untuk itu perlu kepekaan yang tinggi dari guru biologi terhadap
situasi di masyarakat yang bernuansa biologi. Contoh pembelajaran SETS dapat dilihat c
Sistem Saraf Dalam Konteks SETS

Gambar 2. Dua orang yang sedang telepon (Lestari dan Idun, 2009).

7

Gambar tersebut memperlihatkan dua orang yang berbincang-bincang melalui telepon.
Seseorang di suatu tempat menyampaikan suatu pesan dan ditanggapi oleh orang di tempat
lain. Melalui komunikasi tersebut akhirnya pesan yang disampaikan seseorang dapat
ditanggapi oleh orang lain. Ilustrasi tersebut ternyata dapat menjelaskan tentang sistem
saraf. Dilihat dari cara kerja dan fungsinya, saraf bagaikan sebuah jaringan komunikasi.
Sistem saraf berfungsi untuk menerima pesan dan menanggapi pesan tersebut. Sebagai
contoh saraf (sains) dapat dihubungkan dengan teknologi penanggulangan parkinson yang
sekarang ini sedang ramai dibahas manfaatnya bagi masyarakat dan lingkungan yang
sangat besar, diantaranya didirikannya klinik terapi parkinson, obat untuk penderita
parkinson, lebih jelasnya lihat gambar 4.
Sistem Hormon Dalam Konteks SETS
Tahukah kalian sebenarnya apa yang terjadi dengan tubuh kalian saat itu? Pada saat itu
tubuh mengeluarkan hormon adrenalin (epinefrin) yang berpengaruh dalam penyempitan
pembuluh darah sehingga tekanan darah dan denyut jantung meningkat, hormon ini juga
mengubah glikogen (gula otot) menjadi glukosa untuk memenuhi kebutuhan energi
sehingga pada saat dikejar orang gila memiliki kekuatan untuk lari, dan memiliki
semangat untuk mempersiapkan ujian sehingga saat kelulusan tidak begitu ketakutan.
Kelenjar endokrin pada manusia terdiri dari kelenjar hipofisis, kelenjar adrenal, kelenjar
tiroid, kelenjar paratiroid dan kelenjar pulau langerhans.

Salah satu contoh kelenjar

langerhans (kelenjar pankreas) menghasilkan hormon insulin yang berfungsi untuk
mengatur kadar gula dalam darah, kekurangan hormon insulin menyebabkan Diabetes
mellitus (kencing manis), bila dihubungkan dengan SETS dengan adanya Diabetes
mellitus (sains) maka diproduksinya insulin sintetis, obat untuk diabetes, produk susu
diabetasol (teknologi), dokter special untuk amputasi

jika penderita diabet sampai

mengalami pembusukan pada organ tubuh yang mengalami luka, dokter mata jika
diabetesnya dapat menyebabkan kebutaan (masyarakat dan lingkungan)
gambar 3.

8

seperti pada

Teknologi terapi Parkinson untuk melatih
motorik penderita Parkinson: kursi roda,
tongkat penyanggga, bola dsb
Teknologi farmasi untuk penerita Parkinson
diantaranya obat: Obat Dopaminergik
sentral. Levodopa. Bromokriptin.
Carbidopa Obat,antikolinergik sentral;
Triheksifenidil dsb
NuroPro (alat tes darah dari Power
3Product): untuk meneteksi sejak dini
penyakit Parkinson

Saraf:

Lingkungan yang buruk akibat
karbon monoksida, pestisida,
herbisida diduga penyebab
kerusakan subtansia nigra pada
otak

Penyakit
parkinson

Bagi penderita Parkinson menurunkan
kualitas hidupnya karena aktifitas
(motoriknya) terganggu: suara
mengecil, mandi,
berpakaian,mengancingkan
baju,makan,berjalan sangat lambat
Klinik terapi Parkinson: terapi nur Syifa

Pemanfaatan darah penderita
Parkinson untuk pendeteksian
sejak dini penyakit tersebut

Dokter psesialis saraf melalukan
penelitian tentang Parkinson
Ada harapan bagi masyarakat untuk
deteksi sejak dini tentang parkinson

Pemanfaatan tumbuhan dan hewan
sebagai sumber makanan bergizi
akan membantu bagi penderita
Parkinson untuk tetap sehat

Gambar 3. Penyakit parkinson dalam konteks SETS.

9

Sistem Indera Dalam Konteks SETS
Rasa nikmat dan lezat dari setiap masakan yang dirasakan dipengaruhi oleh adanya
rangsangan pada lidah. ungkapan rasa sakit seperti mengucap kata “aduh” juga terkait
rangsangan pada bagian tertentu tubuh kita. Oleh kerena itu, rangsangan (stimulus)
diartikan sebagai sesuatu yang menyebabkan perubahan pada tubuh atau bagian tubuh
tertentu. Sedangkan alat tubuh yang menerima rangsangan tersebut dinamakan indera
(reseptor). Adanya reseptor memungkinkan ransangan dihantarkan menuju saraf pusat. Di
dalam saraf pusat rangsangan di olah untuk dikirim kembali meneuju efektor, seperti otot
dan tulang oleh suatu sel saraf sehingga terjadi tanggapan (respons). Sementara
rangsangan yang menuju tubuh dapat berasal dari luar tubuh dan dalam tubuh.
Rangsangan dari luar tubuh misalnya bau, rasa (pahit, manis, asin, dan masam), sentuhan,
cahaya, suhu, tekanan, dan gaya berat. Rangsangan itu akan diterima indera penerima
(reseptor luar/eksteroreseptor). Sedangkan reseptor yang berasal dari dalam tubuh
misalnya rasa kenyang, lapar, haus, dan lelah diterima oleh indera yang disebut reseptor
dalam (interoreseptor). Eksoreseptor sering disebut alat indera yang terdiri indera
penglihat, indera peraba, perasa, pencium dan pengecap. Bila dihubungkan dengan SETS,
misalnya mata (sains) dapat dihubungkaitkan dengan kaca mata (soflen) untuk membantu
penglihatan, operasi katarak (Lasik), obat mata (teknologi), dokter spesialis mata dan
rumah sakit khusus mata merupakan manfaatnya untuk lingkungan dan masyarakat.
Telinga sebagai indera pendengar, lidah sebagai indera pengecap, hidung sebagai indera
pencium dan kulit sebagai indera perasa, semua dapat dihubungkan dengan SETS. Untuk
lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar 4.

10

Alat untuk tes gula ; USB yang diberi
nama Bayer CONTOUR USB meter.

Pemanfaatan tumbuhan untuk
mengobati diabetes

Hormon Insulin:
mengontrol kadar
gula dalam
darah:
Diabetes mellitus

Pemanfaatan mikrooragisme
(bakteri) untuk produksi insulin

Bagi penderita diabetes
menyebabkan penurunan
berat badan secara dratis,
mudah ngatuk,mudah lapar
dan haus.
Penderita diabet untuk mengatur
pola makannya
Menambah pengetahuan bagi
masyarakat tentang diabetes
baik peyebab dan
pengobatannya
Masyarakat mulai bergaya hidup
sehat

Gambar 4. Penyakit Diabetus mellitus dalam konteks SETS.

11

Bila dihubungkan dengan SETS, misalnya mata (sains) dapat dihubungkaitkan
dengan kaca mata (soflen) untuk membantu penglihatan, operasi katarak (Lasik), obat
mata (teknologi), dokter spesialis mata dan rumah sakit khusus mata merupakan
manfaatnya untuk lingkungan dan masyarakat. Telinga sebagai indera pendengar, lidah
sebagai indera pengecap, hidung sebagai indera pencium dan kulit sebagai indera perasa,
semua dapat dihubungkan dengan SETS. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar 5.
Dalam pembelajaran biologi bervisi SETS, ciri atau karakteristik pendekatan SETS yang
perlu ditampilkan adalah:
Tetap memberi pembelajaran konsep biologi yang diinginkan


Murid dibawa ke situasi untuk melihat teknologi yang berkaitan dengan konsep
yang dibelajarkan atau memanfaatkan konsep biologi ke bentuk teknologi untuk
kepentingan masyarakat



Murid diminta untuk menjelaskan keterhubungkaitan antara unsur sains biologi
yang dibincangkan dengan unsur-unsur lain dalam SETS yang mempengaruhi
berbagai keterkaitan antar unsur tersebut



Murid dibawa untuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian menggunakan
konsep sains biologi tersebut bila diubah dalam bentuk teknologi
 Murid diajak untuk mencari alternatif pengatasan terhadap kerugian (bila ada)
yang ditimbulkan oleh penerapan sains ke bentuk teknologi tersebut terhadap
lingkungan dan masyarakat (mencari teknologi yang lebih baik)



Kontruktivisme, murid dapat diajak berbincang tentang SETS berkaitan dengan
konsep sains yang dibelajarkan, dari berbagai macam arah dan berbagai macam
titik awal tergantung pengetahuan dasar yang dimiliki siswa yang bersangkutan
(Binadja, 2001).

Media Pembelajaran Dan Pengembangannya
Proses pembelajaran terjadi proses interaksi antara guru dan peserta didik, peserta
didik dengan peserta didik yang lain dalam memahami, mendiskusikan, tanya jawab,
mendemontrasiksan, mempraktikan materi pelajaran di dalam kelas. Dari situ terjadi

12

komunikasi antara guru dan peserta didik atau peserta didik dengan peserta didik yang
lainnya, di dalamnya terjadi dan terlaksana hubungan timbal balik (komunikatif). Guru
menyampaikan pesan, peserta didik bertanya atau sebaliknya.

Teknologi operasi katarak dengan
Phacoemulsification di
singapura(SNEC): mengunakan alat
ultra sound: membentuk emulsi untuk
mengeluarkan lensa katarak
Teknolog Lazik: dengan teknologi laser
orpersi mata menjadi lebih cepat
± 10 menit



Faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya katarak: penggunaan obatobatan terlalu lama, efek samping
diabet, darah tinggi, akibat kecelakaan,
usia, radiasi penggunaan
komputer/laptop, televisi

Indera Mata:
Penyakit Katarak”
Kondisi lensa mata
yangt semula bening
menjadi buram”

Bagi penderita katarak
menyebabkan sulit untuk
melihat dan dalam kondisi
yang parah menyebabkan
kebutaan
Adanya dokter spesialis mata
untuk operasi katarak
Menambah pengetahuan bagi
masyarakat tentang katarak
baik peyebab dan
pengobatannya
Dengan adanya teknologi
operasi katarak yang efesien
dan akurat menyebabkan
penderita merasa aman dan
nyaman

Gambar 5. Penyakit katarak dalam konteks SETS

13

Kerangka Berfikir
 Materi sistem koordinasi
(saraf, hormone dan indera)
memiliki sub materi yang
banyak dibanding dengan
materi lain di kelas IX
 Berkurangnya jam biologi
dari 3 jam menjadi 2 jam
 Nilai harian siswa untuk
materi saraf rendah
dibanding materi lain
 Belum adanya perangkat

 Perlu solusi dalam PBM
yaitu dengan
pembelajaran yang efektif
dan efesien


Perlu dikembangkan
perangkat pembelajaran Biologi
bervisi SETS materi sistem
koordinasi
Dalam proses pembelajaran
terjadi peningkatan pada:
 Ketuntasan hasil
belajar
 Keterampilan proses
peserta didik
 Keaktifan peserta didik
 Respon positif peserta
didik
 Kesan positif guru

 SETS merupakan pembelajaran
yang
terintegrasi
yang
mengaitkan
antara
materi
pembelajaran dengan lingkungan,
masyarakat dan teknologi
 Perangkat pembelajarn biologi
bervisi SETS (Silabus, RPP,
LKS/LDS, Bahan Ajar)

Hasil Belajar akan
mengalami peningkatan
pada:
 Nilai kognitif
 Keaktivan)(psikomotorik)
Gambar 5. Kerangka berfikir pembelajaran bervisi SETS sistem saraf

14

Hipotesis Penelitian
1. Pembelajaran bervisi SETS materi sistem saraf dapat meningkatkan keaktifan
bertanya peserta didik
2. Pembelajaran bervisi SETS materi sistem saraf meningkatkan keaktifan bekerja
kelompok dengan teman dan kelompok
3. Pembelajaran bervisi SETS materi sistem saraf dapat meningkatkan presentasi
hasil diskusi peserta didik
4. Pembelajaran bervisi SETS materi sistem saraf dapat meningkatkan

hasil

belajar peserta didik
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas IX.B SMPN 2 Pemalang tahun ajaran 2009/2010
dengan jumlah 32 siswa dengan laki-laki 16 dan perempuan 16.
Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan dilaksanakan dalam 3 siklus, untuk setiap siklus terdiri

atas

perencanaan, pelaksanaan, tindakan, observasi, dan refleksi
1.

Perencanan

terdiri

atas

meenyiapkan

perangkat

pembelajara

berupa

Silabus,Rencana Program Pembelajaran dengan langkah-langkah pemecahan
masalah oleh guru.
2.

Pelaksanaan tindakan terdiri atas mengidentifikasi topik dan mengatur siswa ke
dalam kelompok, merencanakan tugas yang akan di pelajari, menyiapkan laporan,
mempresentasikan siswa laporan

3. Observasi
Melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan
lembar observasi dalam kegiatan pembelajaran maupun dalam diskusi. Observasi
dilakukan oleh observer (guru serumpun), setiap observer

mengamati satu

kelompok. Objek pengamatan adalah aktivitas siswa dalam kegiatan yang sesuai
dengan indikator pada instrumen penelitian.
15

4. Refleksi
Pada fase ini dilakukan analisis yang diperoleh dan hasil observasi dianalisis
secara kuantitatip, refleksi ini dilakukan oleh peneliti, peneliti dan kolabulator
serta siswa untuk perbaikan siklus selanjutnya, Refleksi yang dilalukan dengan
mengacu pada instrumen yang di terdapat pada penelitian meliputi Meningkatnya
aktifitas bertanya siswa dalam pembelajaran , aktivitas siswa dalam diskusi
kelompok , dan ketuntasan belajar.
Indikator Keberhasilan
1. Tercapainya keaktifan siswa bertanya sebesar 75% lebih dari jumlah
Siswa dalam satu kelas
2. Tercapainya keaktifan siswa bekerja sama dengan temen dan kelompok sebesar
75% lebih dari jumlah siswa dalam satu kelas
3. Tercapainya keaktifan dalam mempresentasikan hasil diskusi sebesar 75% lebih
dari jumlah siswa dalam satu kelas
4. Tercapainya ketuntasan belajar minimal sebesar 75% lebih dari jumlah siswa dalam
satu kelas
Analisis Data
Penelitian ini dianalisa dengan deskripsi kuantitip pada masing-masinh
dengan Sajian sebuah tabel dan grafik. Untuk variabel keaktivan
dengan analisis data

siswa

Siklus

dilakukan

kualitaip menjadi kuantitatip, sedangkan hasil proses

pembelajaran dengan patokan analisis norma (PAN) sesuai dengan KKM yang
sudah dibuat.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian di sajikan dalam deskripsi kuantitatip pada masing-masing siklus,
untuk data yang bersifat kualitatip dilakukan pensekoran sehingga data berubah mnjadi
data yang kuantitip.
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Keseluruhan Siklus

16

NO

Indika
Tor

1
A
2
B
3
C
4
D
Keterangan

Sebelum Siklus I
Di PTK
(%)
63,00
59,85
63,78
62,21

Kenaik

Siklus

Kenaik

Siklus

Kenaik

(%)

an

II

an

III

an

69,94
66,16
67,16
70,08

(%)
6,94
6,31
3,38
7,87

(%)
74.02
73,24
74,81
74,03

(%)
4,08
7,08
7,65
3,95

(%)
77,17
77,18
78,75
78,75

(%)
3,15
3,94
3,94
4,75

A) Keaktifan siswa dalam bertanya B). Keaktifan dalam bekerja sama dengan teman dan
kelompok lain C) . Keaktifan siswa dalam mempresentasikan hasil diskusi D) . Hasil
belajar siswa dengan pembelajaran SETS
Pembahasan
Siklus I
Pada siklus I materi yang diajarkan adalah system syaraf pada manusia , sebelum
pembelajaran siswa diminta untuk mempelajari tentang topic dan mencaru keterkaitan
unsur-unsur SETS ( Science,Envirommnet, Technologi and Sociery

Gambar 4 : Diagram Hasil Siklus I

17

Hasil penelitian keaktifan siswa bertanya pada siklus I terlihat ada kenaikan 6,94
dari sebelum di PTK ini berarti pembelajaran bervisi SETS dapat diterima oleh siswa.
Saat bertanya siswa masih banyak yang belum menghubungkan 4 komponen SETS.
Untuk keaktifan kerja sama dengan teman dan kelompok lain terjadi peningkatan 6,31
ini masih katagori rendah banyak siswa yang malu untuk menonjolkan diri artinya
masih banyak yang malu. Untuk mempresentasikan hasil diskusi terjadi kenaikan 3,38
ini berarti masih tergolong rendah karena siswa masih kurang percaya diri dalam
berbicara di depan kelas. Hasil belajar pada siklus I terjadi peningkatan 7,87 ini sangat
baik hal ini disebabkan siswa sudah memahami konsep dengan benar dengan
pembelajaran bervisi SETS.
Proses pembelajaran yang dilakukan dalam kelas merupakan aktivitas
menstransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pengajar diharapkan
mengembangkan kapasitas belajar, kompetensi dasar dan potensi yang dimiliki oleh
siswa secara penuh. Pembelajaran yang dilakukan

lebih berpusat pada siswa,

sehingga siswa ikut berpartisipasi dalam proses pembelajaran, dapat mengembangkan
cara-cara belajar mandiri, berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
proses pembelajaran itu sendiri (Yamin, 2007b).
Pembelajaran

biologi

bervisi

SETS

dalam

pembelajaran

biologi

adalah

pengembangan biologi yang selalu diusahakan adanya inovasi-inovasi pembelajaran
yang menarik, terkait dengan objek/fenomena nyata dan aplikasi konsep/praktik
(Ranis dan Walters, 2004). Siswa aktif melakukan pengamatan langsung tentang
gerak relfek dan gerak biasa, bagian tubuh yang memiliki banyak saraf sensoris,
kepekaan hidung terhadap berbagai macam bau.
Siklus 2

18

Gambar 5 : Diagram Hasil Siklus II
Pembahasan
Hasil penelitian keaktifan siswa bertanya pada siklus II terlihat ada kenaikan 4,09
dari siklus I ini berarti pembelajaran bervisi SETS dapat diterima oleh siswa dan
siswa sudah tertarik. Saat bertanya siswa sudah banyak yang menghubungkan 4
komponen SETS. Untuk keaktifan kerja sama dengan teman dan kelompok lain
terjadi peningkatan 7,08 ini masih katagori bagus karena banyak siswa tidak malu lagi
untuk berdiskusi. Untuk mempresentasikan hasil diskusi terjadi kenaikan 7,65 ini
berarti masih tergolong tinggi karena siswa masih sudah percaya diri dalam berbicara
di depan kelas. Hasil belajar pada siklus II terjadi peningkatan 3,95 ini rendah karena
bahan yang dipelajari semakin banyak.
Siklus 3

19

Gambar 6 : Diagram Batang Siklus III
Hasil penelitian keaktifan siswa bertanya pada siklus III terlihat ada kenaikan
3,15 dari siklus II ini berarti pembelajaran bervisi SETS dapat diterima oleh siswa
dan siswa sudah tertarik. Saat bertanya siswa sudah banyak yang menghubungkan
4 komponen SETS. Untuk keaktifan kerja sama dengan teman dan kelompok lain
terjadi peningkatan 3,94 ini masih katagori rendah karena banyak siswa semakin
banyak bersaing (egois) dalam berdiskusi. Untuk mempresentasikan hasil diskusi
terjadi kenaikan 3,94 ini berarti masih tergolong rendah karena siswa sudah makin
bosan untuk presentase di depan kelas. Hasil belajar pada siklus III terjadi
peningkatan 4,75 ini rendah karena bahan yang dipelajari semakin banyak

SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian dapat disimpulkan

20

1. Model pembelajaran SETS yang dibagun dengan Science, Environmnet, Techonologi
dan Society siswa dapat memahami konsep dan meningkatkan keaktifan bertanya
siswa dalam proses pembelajaran
2. Model pembelajaran SETS yang dibagun dengan Science, Environmnet Techonologi
dan

Society siswa dapat meningkatkan kepercayaan diri dalam mengeluarkan

pendapat baik pada kelompok kecil maupun pada diskusi kelas dan menguasai
teknologi informasi dalam proses pembelajaran
3. Model pembelajaran SETS yang dibagun dengan Science, Environmnet Techonologi
dan Society siswa dapat meningkatkan kepercayaan untuk mempresentasikan hasil
pemikirannya
4. Model pembelajaran SETS yang dibagun dengan Science, Environmnet
Techonologi dan Society siswa dapat meningkatkan hasil belajar siswa
SARAN
Hasil penelitian ini dapat di pergunakan

untuk konsep-konsep lain untuk -dengan

standar dan karakteristik yang sama dengan subjek penelitian ini meningkatkan
kualitas pembelajaran di Sekolah. Pembelajaran SETS harus di rancang sedemikian
rupa sehingga kendalan di lapangan seperti kurangnya kesiapan siswa dan materi yang
mendukung pembelajaran SETS.

DAFTAR PUSTAKA

21

Angkowo, Robertus dan Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara.
Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Grafindo Persada
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Binadja, Ahmad. 1999. Hakekat dan Tujuan Pendidikan SETS Dalam Kontek Kehidupan
dan Pendidikan Yang Ada. Makalah ini dipresentasikan Pada Seminar dan
Lokakarya Nasional Pendidikan SETS Untuk Bidang Sains dan Non Sains
Kerjasama dengan SEAMEO RECSAM dan UNNES. Semarang, 14-15 Desember
1999.
Binadja, Ahmad. 2001. Pembelajaran Biologi dan Evaluasinya Dalam Kontek SETS.
Makalah ini dipresentasikan Pada Seminar dan Lokakarya Pengembangan Bahan
Pembelajaran Biologi dalam Kontek SETS Kerjasama Dengan PGBS, Depdiknas
JaTeng, RECSAMAS, Dan MGMP Biologi Surakarta. Surakarta, 31 Maret 2001.
Jones, G.M, Laura B., dan Araje. 2002. The Impact of Contructivisme on
Education:Language, Discourse, and Meaning. Carolina: University of North
Carolona at Chapel Hill. American Communication Journal, 5/3: 2,
http://www.acjournal.org/holdings/vol5/iss3/special/jones/htm,
(diunduh
30/01/2010).
Poerwadarminta ,W. J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sudjana, Nana. 1999 Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Suparno, Paul. 1997. Filasafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius
Winarno. 2009. Teknik Evaluasi Multi Media Pembelajaran. Yogyakarta: Genius Prima
Media.
Yamin, Martinis. 2007a. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan.
Jakarta: Gaung Persada Press.
Yamin, Martinis. 2007b. Kiat Membelajarkan Siswa, Jakarta: Gaung Persada Press.

22

AGUS SUSILO, S.Pd
SMPN 2 PEMALANG

23

AGUS SUSILO, S.Pd
SMPN 2 PEMALANG
AGUS SUSILO, S.Pd
SMPN 2 PEMALANG

24