IDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK GENTENG BETON DENGAN METODE DMAIC DI UD. PAYUNG SIDOARJO.

(1)

SKRIPSI

Oleh : DEDY ERMANTO

NPM. 0832010007

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

J URUSAN TEKNIK INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ” VETERAN ”

J AWA TIMUR


(2)

Alhamdulillah berkat rahmat Tuhan YME yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Laporan Penelitian Tugas Akhir (Skripsi) dengan

judul “Identifikasi Kualitas Produk Genteng Beton Dengan Metode Dmaic di

UD.PAYUNG Sidoarjo” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan skripsi ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan kelulusan Program Sarjana Strata - 1 (S-1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Terselesaikannya Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini tentunya tak lepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Allah SWT karena atas ijin-NYA lah laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini bisa

terselesaikan tepat pada waktunya.

2. Orang Tua saya yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada saya.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto,MP. Selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM. Selaku ketua jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

6. Bapak Ir. Handoyo, MT. Selaku Dosen Pembimbing I

7. Bapak Ir.M. Anang Fahrodji,MT. Selaku Dosen Pembimbing II


(3)

waktunya terhadap penelitian saya.

10.”Kekasihku tercinta” yang sudah memberikan motivasi dan waktunya untuk

membantu dalam memyelesaikan skripsi saya sampai selesai.

11.Teman - teman seangkatan khususnya paralel A dan semua pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian Skripsi saya.

Dalam penulisan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini tentunya masih dapat di katakan jauh dari sempurna dan saya mohon maaf jika penulisan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini terdapat kesalahan. Dan semoga Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Surabaya, 09 Mei 2012

Hormat kami


(4)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Peruumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Asumsi ... 3

1.5 Tujuan Penelitian ... 3

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian kualitas ... 6

2.2 Six Sigma ... 9

2.3 DMAIC (define, measure, analyze, improve, control) ... 12

2.3.1 Define……….………. 13

2.3.2 Measure ……….……….…... 14

2.3.3 Analyze... 15


(5)

2.5 DPMO (defects per million opportunities) ... 20

2.6 Kapabilitas Proses (process capability) ... 22

2.6.1 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Atribut ... 23

2.7 Pareto ... 24

2.8 Diagram SIPOC (supplier, input, process, output, costumer)….. 26

2.9 Diagram Sebab - Akibat………. ... ..27

2.10 Failure Mode and Effect Analyze (FMEA)... ..29

2.11 Brainstorming ... ..33

2.12 Genteng Beton………. ... ..34

2.12.1 Bahan Baku Genteng Beton ... ..35

2.12.2 Proses Produksi Genteng Beton ... ..35

2.13 Penelitian Pendahulu………. ………37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 39

3.2. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 39

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 40

3.4 Metode Pengolahan Data ... 40

3.5 Langkah – Langkah Pemecahan Masalah ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data………....45

4.2 Define ... .46


(6)

4.3.1 Menentukan CTQ………. 48

4.3.2 Mengukur Baseline Kinerja……… .55

4.4 Analyze ... 65

4.4.1 Analisis Hasil Pengukuran……….………. 65

4.4.2 Menentukan Akar Penyebab……….…………..….... 65

4.5 Improve ... 70

4.6 Control. ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85

5.2. Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA


(7)

2.1 Konsep Six Sigma Motorola Dengan Distribusi Normal ... 9

2.2 Proses DMAIC... 12

2.3 Contoh Pareto ... 25

2.4 Contoh Diagram SIPOC ... 27

2.5 Contoh Fish Bone Chart ... 29

3.1 Langkah – Langkah Penelitian ... 42

4.2 Diagram SIPOC Produk Genteng Beton ... 47

4.3 Diagram Pareto Bulan Agustus 2011 ... 49

4.4 Diagram Pareto Bulan September 2011 ... 50

4.5 Diagram Pareto Bulan Oktober 2011 ... 51

4.6 Diagram Pareto Bulan November 2011 ... 52

4.7 Diagram Pareto Bulan Desember 2011 ... 53

4.8 Diagram Pareto Bulan Januari 2012 ... 54

4.9 Diagram Pareto Bulan Agustus 2011- Januari 2012 ... 55

4.10 Diagram Sebab Akibat jenis defect genteng beton retak ... 67

4.11 Diagram Sebab Akibat jenis defect genteng beton gumpil ... 70

4.12 Diagram Sebab Akibat jenis defect genteng beton pecah ... .73

4.13 Diagram Sebab Akibat jenis defect genteng beton keropos ... 76


(8)

2.1 Tabel Konversi Sigma Motorola... 21

2.2 Severity ... 31

2.3 Occurrence ... 31

2.4 Detection ... 32

2.5 Contoh Penggunaan Nilai Risk Priority Number (RPN)... 33

4.1 Data Pemeriksaan Pada Bulan Agustus 2011 – Januari 2012 ... 45

4.2 Data Jenis Defect CTQ ... 45

4.3 Data Persentase Defect Bulan Agustus 2011... 49

4.4 Data Persentase Defect Bulan September 2011 ... . 50

4.5 Data Persentase Defect Bulan Oktober 2011 ... 51

4.6 Data Persentase Defect Bulan November 2011 ... 52

4.7 Data Persentase Defect Bulan Desember 2011 ... 53

4.8 Data Persentase Defect Bulan Januari 2012 ... 54

4.9 Data Persentase Defect Bulan Agustus 2011 - Januari 2012 ... 55

4.10 Nilai DPMO dan Sigma Bulan Agustus 2011 ... 56

4.11 Nilai DPMO dan Sigma Bulan September 2011 ... 58

4.12 Nilai DPMO dan Sigma Bulan Oktober 2011 ... 59

4.13 Nilai DPMO dan Sigma Bulan November 2011 ... 60

4.14 Nilai DPMO dan Sigma Bulan Desember 2011 ... 62

4.15 Nilai DPMO dan Sigma Bulan Januari 2012... 63

4.16 Nilai DPMO dan Sigma Bulan Agustus 2011 - Januari 2012 ... 64


(9)

Sejarah Perusahaan UD.PAYUNG... A1

Proses Produksi Genteng Beton di UD.PAYUNG ... A2

Tabel Acuan ... B Perhitungan Data Persentase Defect ... C2

Perhitungan Nilai Sigma Menggunakan Kalkulator Sigma ... C3


(10)

Oleh: DEDY ERMANTO

ABSTRAKSI

Adanya persaingan antar produk yang semakin ketat dewasa ini menuntut setiap perusahaan memberikan yang terbaik bagi konsumennya. Kualitas merupakan salah satu jaminan yang harus diberikan dan dipenuhi oleh perusahaan kepada pelanggan. Termasuk pada kualitas produk. Karena kualitas suatu produk merupakan salah satu kriteria penting yang menjadi pertimbangan pelanggan dalam memilih produk. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dan peningkatan kualitas secara terus – menerus dari perusahaan sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan pelanggan.

Permasalahan pada proses genteng beton ini masih terdapat berbagai jenis cacat yang antara lain genteng retak, genteng gumpil, genteng pecah, genteng keropos dan genteng meluber. hal ini mengindikasikan bahwa kualitas genteng beton dari perusahaan masih banyak mengalami kekurangan. Sistem manajemen mutu hanya menekankan pada upaya peningkatan terus-menerus berdasarkan kesadaran mandiri dari manajemen tanpa memberikan solusi yang tepat dalam hal terobosan-terobosan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat kapabilitas (kemampuan) dan faktor –faktor yang mempengaruhi kecacatan dan menentukan tindakan perbaikan untuk memperbaiki kualitas produk genteng beton. Metode yang digunakan untuk menganalisis kualitas produk genteng beton ini (pada penelitian ini hanya di fokuskan untuk genteng beton dengan type Nusantara) adalah siklus perbaikan terus-menerus DMAIC. Dengan metode ini nantinya akan

diperoleh tingkat DPMO dan level sigma dari kualitas produk perusahaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja proses selama bulan Agustus 2011 – Januari 2012 menghasilkan tingkat DPMO = 6687 dan level sigma = 4,0 dengan pemeriksaan sebanyak 10318 dan defect sebanyak 345. Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil tersebut adalah karena mesin kurang perawatan dan pelumas, karyawan melakukan kesalahan, material kurang berkualitas, lingkungan kerja yang kotor, sehingga untuk menentukan prioritas perbaikan digunakan

metode FMEA ( Failure Mode and Effect Analysis ).


(11)

By:

DEDY ERMANTO

ABSTRACT

The existence of competition between the increasingly stringent product today requires every company to provide the best for consumers. Quality assurance is one that must be administered and fulfilled by the company to customers. Including the quality of the product. Because the quality of a product is one of the important criteria to be considered when consumers select products. Therefore, the required improvements and a continuous quality improvement - going from a company in accordance with specifications and customer needs.

Problems on the concrete roof tiles are still there are many different types of defects such as cracked tiles, tile gumpil, broken roof tiles, roof tiles and porous tiles overflow. this indicates that the quality of concrete roof tiles are still a lot of companies have a shortage. Quality management system only emphasizes the continuous improvement efforts based on self-awareness of management without providing the right solution in terms of breakthroughs to be done to improve quality.

The purpose of this study was to measure the level of capability (ability) and the factors that influence disability and determine corrective actions to improve the quality of concrete tile products. The method used to analyze the quality of concrete tile products are (in this study to focus only on the type of concrete tile archipelago) is a continuous improvement cycle of DMAIC. By this method will be obtained by the DPMO and sigma level of quality products.

The results showed that the performance of the process during the month of August 2011 - January 2012 generating level 6687 and level DPMO = sigma = 4.0 with a total of 10 318 examinations and 345 defects. Factors - factors affecting these results is due to lack of maintenance and engine lubricants, employees make mistakes, poor-quality material, dirty work environments, so as to determine methods of repair used FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belaka ng

Adanya persaingan antar produk yang semakin ketat dewasa ini menuntut setiap perusahaan memberikan yang terbaik bagi konsumennya. Kualitas merupakan salah satu jaminan yang harus diberikan dan dipenuhi oleh perusahaan kepada pelanggan. Termasuk pada kualitas produk. Karena kualitas suatu produk merupakan salah satu kriteria penting yang menjadi pertimbangan pelanggan dalam memilih produk. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dan peningkatan kualitas secara terus – menerus dari perusahaan sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan pelanggan.

Saat ini kualitas produk genteng di UD. PAYUNG dapat dikatakan belum

maksimal, hal ini ditunjukkan oleh adanya defect pada hasil produksi.

UD.PAYUNG memproduksi berbagai jenis genteng beton, tetapi berdasarkan hasil dari brainstorming dengan staf produksi dan pihak manajemen serta berdasarkan tingkat kesulitan dan tingkat kecacatan yang sering terjadi sehingga menyebabkan terjadinya kegagalan produk, maka proses cetak genteng beton merupakan proses cetak yang perlu untuk diteliti dan dievaluasi kembali. Pada proses cetak genteng beton ini merupakan proses cetak yang bersifat continue process dimana pada setiap bulannya perusahaan selalu memproduksi genteng beton.

Pada hasil akhir proses genteng beton ini terdapat berbagai jenis cacat yang antara lain genteng retak, genteng gumpil, genteng pecah, genteng keropos


(13)

dan genteng meluber. hal ini mengindikasikan bahwa kualitas genteng beton dari UD.PAYUNG masih banyak mengalami kekurangan. Sistem manajemen mutu hanya menekankan pada upaya peningkatan terus-menerus berdasarkan kesadaran mandiri dari manajemen tanpa memberikan solusi yang tepat dalam hal

terobosan-terobosan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas menuju zero defect.

Untuk mengurangi penyebab kecacatan maka di gunakan metode DMAIC. Metode DMAIC didefinisikan sebagai metode untuk meningkatkan kualitas produk dengan tujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kecacatan dan kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan produktifitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, mencapai tingkat pendayagunaan asset yang lebih tinggi, serta mendapatkan imbal hasil atas investasi yang lebih baik dari segi produksi maupun pelayanan.

DMAIC, yang merupakan singkatan dari define (merumuskan), measure

(mengukur), analyze (menganalisa), improve (meningkatkan/memperbaiki), dan

control (mengendalikan) yang menggabungkan bermacam-macam perangkat statistic serta pendekatan perbaikan proses lainnya

Dengan demikian diharapkan penelitian menggunakan metode DMAIC ini mampu meningkatkan kualitas produk dan menekan jumlah cacat produk seminimal mungkin.


(14)

1.2 Per umu san Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan maka yang menjadi

perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana mengetahui faktor

penyabab defect dan menentukan kapabilitas produksi?”

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian dilakukan hanya pada produk genteng beton type nusantara

2. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari 2012

3. Peneliti hanya menerapkan satu siklus DMAIC

4. Tahap Improve hanya sebatas usulan pada pihak perusahaan

5. Tahap Control dilakukan oleh perusahaan.

1.4 Asumsi

Asumsi dari penelitian tugas akhir ini adalah :

1. Tidak ada perubahan kebijakan manajemen selama penelitian berlangsung. 2. Proses produksi berjalan stabil dan tidak ada perubahan yang berarti. 3. Faktor biaya tidak dilibatkan dalam penelitian ini.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian Tugas Akhir ini adalah :

1. Mengidentifikasi timbulnya penyebab faktor kecacatan (defect) produk

genteng beton.


(15)

3. Memberikan respon teknis yang di perlukan untuk memperbaiki kualitas pada produk genteng beton.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Penulis

Hasil analisa ini diharapkan mampu mengetahui penggunaan teori-teori yang telah diperoleh selama kuliah di dunia industri dan menambah pemahaman peneliti terhadap materi-materi perkuliahan yang telah diperoleh selama ini. 2. Bagi Perusahaan

Hasil analisa ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa kerangka DMAIC untuk mengendalikan kualitas produk yang dihasilkan serta mengetahui tingkat kualitas produk dan penyebab yang dapat menimbulkan terjadinya defect (cacat).

3. Bagi Universitas

§ Memberikan bahan masukan yang berguna untuk proses belajar mengajar.

§ Hasil penelitian dapat digunakan sebagai perbendaharaan perpustakaan


(16)

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang permasalahan, perumusan masalah, asumsi-asumsi, maksud dan tujuan, manfaat penelitian serta sistematika penulisannya.

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA

Bab ini akan menjelaskan mengenai landasan teori yang mendukung permasalahan yang akan dibahas, seperti definisi pengendalian kualitas, konsep Six Sigma dan tahap-tahap DMAIC.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi langkah-langkah dalam melakukan penelitian, mulai dari lokasi pencarian data, metode pengambilan data, identifikasi variabel, dan metode pengolahan data, yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang proses pengolahan data dengan menggunakan

siklus DMAIC ( Define, Measure, Analyze, Improve, Control ).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab berisi tentang kesimpulan hasil pembahasan dan juga saran – saran.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

2.1 Pengendalian Kualitas

Ada dua segi umum tentang kualitas yaitu kualitas rancangan dan kualitas kecocokan. Semua barang dan jasa dihasilkan dalam berbagai tingkat kualitas. Kualitas rancangan adalah istilah teknik terkait dengan perbedaan dalam variasi tingkat kualitas yang memang disengaja meliputi jenis bahan, daya tahan, keandalan, misalnya semua mobil mempunyai tujuan dasar memberikan angkutan yang aman bagi konsumen, tetapi mobil–mobil berbeda dalam ukuran, penentuan, rupa, dan penampilan. Perbedaan–perbedaan ini adalah hasil perbedaan rancangan yang disengaja antara jenis–jenis mobil itu, jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan, daya tahan dalam proses pembuatan, keandalan yang diperoleh melalui pengembangan teknik mesin dan bagian–bagian penggerak, dan perlengkapan atau alat-alat yang lain.

Kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk yang sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang diisyaratkan oleh rancangan. Kualitas kecocokan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan kualitas (pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan) yang digunakan, seberapa jauh prosedur jaminan kualitas ini diikuti, dan motivasi angkatan kerja untuk mencapai kualitas. (Montgomery, 2002).

Pengendalian kualitas produk merupakan suatu sistem pengendalian yang di lakukan dari tahap awal suatu proses sampai produk jadi, dan bahkan sampai pada


(18)

pendistribusian kepada konsumen. Perusahaan yang memiliki kemampuan proses yang tinggi akan dapat menghasilkan produk cacat sedikit atau bahkan tidak ada.

(Susetyo, 2011)

Dalam istilah “Kendali Kualitas”, mengandung pengertian bahwa “Kualitas” bukan berarti terbaik di dunia industri kata itu berarti “terbaik dalam memuaskan

kebutuhan pelanggan tertentu” (Montgomery, 2002)

Montgomery mengemukakan 2 hal penting dari kebutuhan konsumen yaitu fungsi dan harga produk, dua syarat ini tercemin dalam beberapa

kondisi-kondisi produk, diantaranya :

1. Kondisi Spesifikasi dimensi dan karakteristik

2. Umur produk dan keandalan

3. Standar yang relevan

4. Biaya rekayasa, pembuatan dan mutu

5. Pembuatan (persyaratan produksi)

6. Fungsi, pemeliharaan dan pemasangan di lapangan

7. Biaya-biaya operasi dan pemakaian konsumen

Berdasarkan hal diatas jelaslah kualitas tidak hanya berkaitan dengan mutu teknis produk, tetapi juga nilai ekonomisnya, sehingga kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen dalam produk dan jasa.

Tujuan pelaksanaan pengendalian kualitas adalah :

1 Pencapaian kebijaksanaan dan target perusahaan secara effesien

2 Perbaikan hubungan manusia

3 Peningkatan moral karyawan


(19)

Dengan mengarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan diatas akan terjadi peningkatan produktivitas dan probabilitas usaha. Secara khusus dapat pula diungkapkan bahwa tujuan pengendalian kualitas adalah :

1. Memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan

2. Penurunan ongkos kualitas secara keseluruhan (Lindsay, 2007)

Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya terdiri dari 4 langkah yaitu :

1. Menetapkan standar, yaitu standar kualitas biaya, standar kualitas prestasi

kerja, standar kualitas keamanan dan standar kualitas keandalan yang diperlukan untuk suatu produk

2. Menilai kesesuaian antara produk yang dibuat dengan standar

3. Mengambil tindakan bila diperlukan, yaitu mencari penyebab timbulnya

masalah dan mencari pemecahan masalah

4. Perencanaan peningkatan, berupa pengembangan usaha-usaha yang

continue untuk memperbaiki standar-standar biaya, prestasi keamanan dan keandalan.

Kegiatan pengendalian kualitas yang menunjang tercapainya standar kualitas tertentu tersebut, melibatkan unsur–unsur manusia, mesin, peralatan, spesifikasi dan metode pengujian.

Dengan adanya pengendalian diharapkan penyimpangan-penyimpangan yang muncul dapat dikurangi dan proses dapat diarahkan pada tujuan yang dicapai. Oleh karena itu fungsi pengendalaian kualitas ini harus dilaksanakan


(20)

2.2 Six Sigma

Six Sigma, pertama kali dikembangkan oleh Bill Smith, Vice President Motorola Inc.. (Harry, Mikel J., 1988). Six Sigma, yang dikenal luas sebagai teknik yang memungkinkan suatu perusahaan mencapai kesempurnaan dalam mutu produk yang dihasilkan, pertama kali dikembangkan sebagai desain praktis

untuk peningkatan proses manufaktur dan mengeliminasi kerusakan (defect),

namun akhirnya diaplikasikan secara luas dalam berbagai tipe perusahaan. Dalam

Six Sigma, defect diartikan sebagai segala keluaran dari proses yang tidak memenuhi spesifikasi pelanggan atau segala hal yang dapat mengakibatkan keluaran (produk) yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.

T

- 1,5 sigma +1,5 sigma

mean

LSL USL

- 6sigma - 3sigma - 2sigma - 1sigma + 1sigma + 2sigma + 3sigma + 6 sigma

Gambar 2.1 Konsep Six sigma Motorola dengan Distribusi Normal ber geser 1,5–Sigma.


(21)

Doktrin utama dari Six Sigma, adalah :

• Usaha yang terus-menerus untuk mencapai hasil proses yang secara stabil dan

terprediksi (yaitu pengurangan variasi dalam proses) merupakan hal terpenting dalam kesuksesan bisnis

• Manufaktur (proses produksi) dan proses bisnis harus memiliki karakteristik yang dapat diukur, dianalisis, ditingkatkan dan dikontrol

• Pencapaian peningkatan kualitas yang berkelanjutan membutuhkan komitmen

dari seluruh organisasi, utamanya dari Top Manajemen.

Dalam Six Sigma dikenal istilah DPMO (Defect Per Million Opportunities), yaitu besarnya kemungkinan terjadinya kerusakan (defect) dalam setiap sejuta kesempatan. Jadi, misalnya suatu perusahaan, seperti Motorola Inc., telah mencapai level 3,4 DPMO maka dalam setiap 1 juta proses/produk kemungkinan terjadi 3,4 proses/produk yang cacat. Sehingga jika dibuat rejection rate-nya sebesar 0,00034% (bandingkan dengan rejection rate industri farmasi rata-rata 5 – 10%). Motorola Inc., mengklaim bahwa dengan melaksakan jurus ini, mereka bisa

menghemat lebih dari US$ 17 juta (About Motorola University.

http://motorola.com/content).

Six sigma berfokus pada cacat dan variasi, di mulai dengan mengidentifikasi unsur unsur terhadap kualitas dari suatu proses. Six sigma menganalisa kemampuan proses dan bertujuan menstabilkan dengan cara mengurangi atau menghilangkan variasi variasi. Six sigma di dasarkan pada pengukuran terhadap pembuatan sistem dimana informasi internal dan eksternal memberitahukan kepada manajer tentang bagaimana tetap pada jalur,berdiri tegak lurus, dan


(22)

berjalan dengan sukses. Sistem yang baik mampu bekerja bahkan pada jalur yang

buruk atau dalam sebuah lingkungan bisnis yang berbahaya. (Pregiwati, 2005)

Six Sigma , terbagi menjadi 2 metode, yaitu DMAIC dan DMADV. DMAIC digunakan untuk proyek-proyek yang ditujukan untuk peningkatan pada

perusahaan yang telah exist, dan DMADV digunakan untuk produk baru atau

proses desain.

DMAIC merupakan singkatan dari :

Define, yaitu penetapan masalah yang juga bisa merupakan keluhan dari pelanggan, tujuan dari suatu proyek, atau spesifikasi yang diinginkan

Measure, yaitu pengukuran aspek-aspek kunci dari proses yang ada saat ini dan proses pengumpulan data-data yang relevan

Analysis, yaitu melakukan analisa terhadap data-data yang telah dikumpulkan untuk dilakukan penyelidikan dan memverifikasi hubungan sebab-akibat (akar permasalahan).

Improve, yaitu perbaikan atau optimalisasi dari proses yang ada saat ini

berdasarkan analisis data menggunakan teknik-teknik misalnya design

experiment, poka yoke atau pembuktian kesalahan yang selanjutnya menciptakan atau menetapkan standar baru

Control, yaitu pengendalian atau pemantauan terhadap proses atau standar baru yang telah ditetapkan untuk memastikan bahwa setiap penyimpangan harus telah dikoreksi sebelum terjadi defect (kerusakan).

Sedangkan DMADV (juga dikenal dengan nama DFSS – Define For Six Sigma)


(23)

Define, yaitu pemastian bahwa hasil akhir dari desain akan konsisten dengan keinginan/kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan

Measure, yaitu ukur dan identifikasi hal-hal kritis yang berpengaruh terhadap kualitas, kapabilitas produk, kapabilitas proses produksi dan resiko

Analysis, yaitu Analisis untuk pengembangan dan desain alternatif, ciptakan desain dengan level yang tinggi dan evaluasi kapabilitas desain untuk mendapatkan desain yang terbaik

Design, yaitu detail dari desain, optimasi dan rencanakan verifikasi dari desain.

Verify, yaitu pemastian desain, set-up, implementasi dari proses produksi dan

sampaikan rancangan tersebut kepada pemilik proses.( Pande, 02)

2.3 DMAIC (Define, measure, analyze, improve, control)

DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus–menerus menuju

target Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu

pengetahuan dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah–langkah proses yang tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran–pengukuran baru, dan

menetapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target Six Sigma.


(24)

2.3.1 Define

Define merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini, yang paling penting untuk dilakukan adalah identifikasi produk dan/atau proses yang akan diperbaiki. Kita harus menetapkan prioritas utama tentang masalah-masalah dan/atau kesempatan peningkatan kualitas mana yang akan ditangani terlebih dahulu. Pemilihan proyek terbaik adalah berdasarkan pada identifikasi proyek yang sesuai dengan kebutuhan, kapabilitas dan tujuan organisasi. Langkah kedua yaitu pernyataan tujuan proyek harus ditetapkan untuk setiap proyek Six Sigma yang terpilih. Pernyataan tujuan yang benar adalah apabila mengikuti prinsip SMART sebagai berikut :

Specific Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus bersifat spesifik yang dinyatakan dengan tegas. Tim peningkatan

kualitas Six Sigma harus menghindari pernyataan-pernyataan

tujuan yang bersifat umum dan tidak spesifik. Pernyataan tujuan seyogianya menggunakan kata kerja, seperti : menaikkan, menurunkan, menghilangkan, dll.

Measurable Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat diukur menggunakan indikator pengukuran yang tepat guna mengevaluasi keberhasilan, peninjauan-ulang, dan tindakan perbaikan diwaktu mendatang. Pengukuran harus mampu memunculkan fakta-fakta yang di-nyatakan secara kuantitatif menggunakan angka-angka.


(25)

Achievable Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat

dicapai melalui usaha-usaha yang menantang

(challenging effort).

Result-oriented Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus berfokus pada hasil-hasil berupa pencapaian target-target kualitas yang

ditetapkan, yang ditunjukkan melalui penurunan DPMO (defect

per million opportunities), peningkatan kapabilitas proses (cpm;cpmk), dll.

Time-bound Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus menetapkan batas waktu pencapaian tujuan itu dan harus dicapai secara tepat waktu. (Pande,2002)

2.3.2 Measure

Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam

tahap Measure, yaitu :

1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang

berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan.

2. Melakukan pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada

tingkat proses, output dan outcome.

Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu kita harus membedakan apakah data yang diukur itu merupakan data variabel atau data atribut. Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel bersifat continue. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah : diameter


(26)

pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi,

diameter, volume.Data atribut merupakan data kualitatif yang dihitung

menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut bersifat diskrit. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dan lain-lain.

3. Mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses, output, dan outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja (performance baseline)

pada awal proyek Six Sigma. Baseline kinerja dalam proyek Six Sigma

biasanya diterapkan menggunakan satuan pengukuran DPMO dan tingkat

kapabilitas sigma (sigma level). Sesuai dengan konsep pengukuran yang

biasanya diterapkan pada tingkat proses, output dan outcome, maka baseline kinerja juga dapat ditetapkan pada tingkat proses, output dan outcome.

Pengukuran biasanya dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output dari

proses dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. (Pzydek, 2002)

2.3.3 Analyze

Tahap ini merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah beberapa hal sebagai berikut :

1. Menentukan kapabilitas/kemampuan dari proses.

Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi


(27)

produk yang telah ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Keberhasilan implementasi program peningkatan kualitas Six Sigma

ditunjukkan melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk menuju tingkat kegagalan nol. Kemampuan proses didefinisikan sebagai “ukuran statistik dari variansi yang inheren pada suatu peristiwa tertentu dalam proses yang stabil.”

Cpm =

(

)

2 2

6 x T s

LSL USL

+ −

Dimana : Cpm = indeks kapabilitas proses (Process Capability Indeks) USL = batas spesifikasi atas (Upper Specification Limit) LSL = batas spesifikasi bawah (Lower Specification Limit) T = target

s = standart deviasi

x = arithmetic mean

Kriteria penilaian indeks kapabilitas proses sebagai berikut : Cpm > 2,00 : maka proses dianggap mampu (capable)

Cpm = 1,00 – 1,99 : maka proses dianggap mampu namun perlu upaya upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia.

Cpm < 1,00 : maka proses dianggap tidak mampu (not capable)

Semakin tinggi Cpm menunjukkan bahwa output proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas yang diinginkan pelanggan.


(28)

Menurut (Gasperz, 2002) bahwa analisis kapabilitas proses Cpm dan Cpk tidak dapat diterapkan pada data atribut karena data tersebut mengikuti pola distribusi binomium. Data atribut sering berbentuk kategori atau klasifikasi seperti : baik/buruk, sukses/gagal.

2. Mengidentifikasi sumber–sumber dan akar penyebab kecacatan atau

kegagalan. Untuk mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kegagalan,

dapat menggunakan Fishbone diagram (cause andeffect diagram). Dengan

analisa cause and effect, manajemen dapat memulai dengan akibat sebuah

masalah, atau dalam beberapa kasus, merupakan akibat atau hasil yang diinginkan dan membuat daftar terstruktur dari penyebab potensial.

Setelah akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan, dimasukkan ke

dalam cause and effect diagram yang telah mengkategorikan

sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu : 1) Manpower ( tenaga kerja ).

2) Machines ( mesin-mesin ). 3) Methods ( metode kerja ).

4) Material ( bahan baku dan bahan penolong ).

5) Media (surat kabar). 6) Motivation ( motivasi ). 7) Money ( keuangan ).

( Pzydek, 2002 )

2.3.4 Improve

Tahap Improve merupakan langkah operasional keempat dalam program


(29)

dan akar penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi. Pada tahap ini ditetapkan suatu rencana tindakan (action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma. Tool yang digunakan untuk tahap improve ini adalah FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).

Pada tahap ini tim peningkatan kualitas Six Sigma harus memutuskan apa

yang harus dicapai serta alasan kegunaan rencana tindakan itu harus dilakukan, dimana rencana tindakan itu akan dilakukan, bilamana rencana tindakan itu akan dilakukan, siapa yang akan menjadi penanggung jawab dari rencana tindakan itu, bagaimana melaksanakan, dan berapa besar biaya untuk melaksanakan serta manfaat positif yang diterima dari implementasi rencana tindakan itu.(Gasper, 2002)

2.3.5 Control

Tahap ini merupakan langkah operasional kelima dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini hasil–hasil peningkatan kualitas di dokumentasikan dan disebarluaskan, praktek–praktek terbaik yang sukses dalam peningkatan proses standardisasikan dan disebarluaskan, prosedur–prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standard, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab, yang berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini.

Tujuan dari standardisasi adalah menstandardisasikan sistem kualitas

Six Sigma yang telah terbukti menjadi terbaik dalam bisnis kelas dunia. Hasil–hasil yang memuaskan dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus


(30)

jenis masalah yang lain melalui proyek–proyek Six Sigma yang lain mengikuti

konsep DMAIC. (Gaspersz, 2002).

2.4 CTQ (critical to quality)

CTQ merupakan karakteristik kualitas yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap suatu produk. CTQ dapat diklasifikasi kedalam tiga kategori, seperti yang disarankan oleh professor dari jepang, Noriaki Kano:

1. Penyebab ketidak puasan : sesuatu yang diharapkan didalam suatu produk atau

jasa. Pada sebuah mobil, radio, pemanas, dan fitur-fitur keselamatan yang penting merupakan beberapa contoh yang tidak diminta langsung oleh pelanggan tetapi diharapkan ada di dalam produk tersebut. Jika fitur-fitur ini tidak ada, maka pelanggan akan merasa tidak puas.

2. Penyebab kepuasan : sesuatu yang diinginkan oleh pelanggan. Banyak

pembeli mobil menginginkan atap mobil, jendela otomatis, atau rem antikunci. Meskipun kebutuhan-kebutuhan ini tidak diminta oleh pelanggan. Memenuhi kebutuhan ini akan menciptakan kepuasan.

3. Pembuat senang : fitur baru atau otomatis yang tidak diharapkan pelanggan. Adanya fitur yang tidak diharapkan, seperti tombol prakiraan cuaca di radio atau kontrol audio khusus di kursi belakang yang terpisah yang memberi kesempatan pada anak-anak untuk mendengarkan music yang berbeda dari orang tua mereka, menghasilkan persepsi kualitas yang lebih tinggi. (Pzydek, 2002).


(31)

2.5 DPMO (Defects per million opportunities)

Defect adalah kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh

pelanggan. Sedangkan Defects per Opportunity (DPO) merupakan ukuran

kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan. Dihitung menggunakan formula DPO = banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan dibagi dengan (banyaknya unit yang diperiksa dikalikan banyaknya CTQ potensial yang menyebabkan cacat atau kegagalan itu). Besaran DPO ini, apabila dikalikan dengan konstanta 1.000.000, akan menjadi ukuran Defect Per Million Opportunities (DPMO).

Defects Per Million Opportunities (DPMO) merupakan ukuran kegagalan dalam program peningkatan Six Sigma , yang menunjukkan kegagalan per satu juta kesempatan. Target dari pengendalian kualitas Six Sigma Motorola, sebesar 3,4 DPMO seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata–rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik CTQ adalah hanya 3,4 kegagalan per satu juta kesempatan.

Saat ini pihak Motorola telah membuat gambaran kapabilitas sebuah proses dalam perbandingan antara sigma dan DPMO yang ditunjukkan di tabel 2.1


(32)

Tabel 2.1 Tabel konver si Sigma Motorola

(Sumber : Gasperz, V., 2002)

Keterangan :

- Pada nilai DPMO sebesar 690.000 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 1 sigma dengan prosentase sebesar 30,9 %

- Pada nilai DPMO sebesar 308.000 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 2 sigma dengan prosentase sebesar 69,2 %

- Pada nilai DPMO sebesar 66.800 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 3 sigma dengan prosentase sebesar 93,3 %

- Pada nilai DPMO sebesar 6.210 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 4 sigma dengan prosentase sebesar 99,4 %

- Pada nilai DPMO sebesar 320 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 5 sigma dengan prosentase sebesar 99,98 %

- Pada nilai DPMO sebesar 3,4 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 6 sigma dengan prosentase sebesar 99,9997 % Presentase yang memenuhi

spesifikasi DPMO Sigma

30,9 % 69,2 % 93,3 % 99,4 % 99,98 % 99,9997 % 690.000 308.000 66.800 6.210 320 3,4 1 2 3 4 5 6


(33)

2.6 Kapabilitas Proses (Process Capability)

Kapabilitas proses adalah kemampuan proses untuk memproduksi atau

menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan.

Keberhasilan implementasi program peningkatan kualitas Six Sigma ditunjukkan melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk menuju tingkat kegagalan nol (zero defect). Oleh karena itu, konsep perhitungan kapabilitas proses menjadi sangat penting untuk dipahami dalam implementasi program Six Sigma.

Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu : 1 Data Attribut (Attributes Data) merupakan data kualitatif yang dihitung

menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data attribut bersifat diskrit. Contoh data attribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat karena corelap, dana lain-lain. Data attribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformans/ketidaksesuaian atau cacat/kegagalan terhadap spesifikasi kualitas yang ditetapkan.

2 Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur

menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah ; diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume merupakan data variabel. (Pzydek, 2002)


(34)

2.6.1 Penentuan Kapabilitas Pr oses Untuk Data Attribut

Berikut ini akan dibahas tentang teknik memperkirakan kapabilitas proses dalam ukuran pencapaian target Sigma untuk data atribut (data yang diperoleh melalui perhitungan-bukan pengukuran langsung). Pada umumnya data atribut hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan YA atau TIDAK.

Menurut (Gaspersz, 2002) Langkah-langkahnya :

1. Proses apa yang ingin anda tahu ?

2. Berapa banyak unit yang dikerjakan melalui proses?

3. Berapa banyak unit transaksi yang gagal

4. Hitung tingkat cacat berdasarkan langkah 3

(langkah 3) / (langkah 2)

5. Tentukan banyaknya CTQ potensial yang dapat mengakibatkan cacat

Banyaknya karakteristik CTQ

6. Hitung peluang tingkat cacat per karakteristik CTQ

(langkah 4) / (langkah 5)

7. Hitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan (DPMO)

(langkah 6) x 1.000.000

8. Konversi DPMO (langkah 7) ke dalam nilai sigma

9. Buat kesimpulan

DPO = Banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan

(Banyaknya unit yang diperiksa x banyaknya kegagalan)


(35)

2.7 Pareto

Analisis pareto adalah proses dalam mempersingkat kesempatan untuk menentukan yang mana dari kesempatan potensial yang banyak harus dikejar lebih dahulu. Ini juga dikenal sebagai “memisahkan sedikit yang penting dari

banyak yang sepele”. Dengan bentuknya yang seperti batang, diagram pareto

dapat membantu untuk mengidentifikasikan kejadian-kejadian atau penyebab masalah yang paling umum. Diagram pareto hanya digunakan pada data yang bersifat diskrit, tujuannya adalah mempermudah pihak perbaikan kualitas untuk menentukan jenis-jenis kesalahan manakah yang harus menjadi prioritas utama perbaikan dalam upaya untuk peningkatan kualitas.

Analisis pareto harus digunakan pada berbagai tahap dalam suatu program peningkatan kualitas untuk menentukan langkah mana yang diambil berikutnya. Analisis pareto digunakan untuk menjawab pertanyaan seperti”departemen apa yang harus memiliki tim SPC berikutnya?” atau “pada jenis kerusakan apa kita

seharusnya mengkonsentrasikan usaha kita?” (pyzdek, 2002)

Sedangkan menurut (Gaspersz, 2002) pareto adalah grafik batang yang

menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.

Pada dasarnya diagram pareto dapat dipergunakan sebagai alat interpretasi untuk :


(36)

• Menentukan frekuensi relative dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada.

• Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat

rangking terhadap masalah-masalah atau penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.

Gambar 2.3 Contoh Par eto (Sumber : www.google.com)

Langkah-langkah pembuatannya :

1. Menentukan masalah apa yang akan diteliti.

2. Membuat suatu ringkasan daftar atau table yang mencatat frekuensi kejadian

dari masalah yang telah diteliti dengan lembar periksa.

3. Membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi ke yang terendah.


(37)

5. Membuat histogram pada pareto.

6. Menggambar kurva kumulatif dan mencantumkan nilai kumulatif.

7. Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas penyebab utama

dari masalah yang sedang terjadi.

2.8 Diagr am SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer)

SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer) digunakan untuk

menunjukkan aktivitas mayor, atau subproses dalam sebuah proses bisnis,

bersama-sama dengan kerangka kerja dari proses, yang disajikan dalam Supplier,

Input, Process, Output, Costumer. Dalam mendefinisikan proses-proses kunci beserta pelanggan yang terlibat dalam suatu proses yang dievaluasi dapat didekati

dengan model SIPOC (supplier-Inputs- Process- Output-Costumer). Model

SIPOC adalah paling banyak digunakan manajemen dalam peningkatan proses. Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen utama dalam sistem kualitas,

yaitu:(Gasperz,2002)

Suppliers adalah orang atau kelompok orang yang memberikan informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat dianggap sebgai petunjuk pemasok internal (internal suppliers).

Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers) kepada proses.

Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi-dan secara ideal

menambah nilai kepada inputs (proses trnasformasi nilai tambah kepada


(38)

Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi

(final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-informasi kunci dari proses.

Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang menerima

outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal (internal customers).

Ga mbar 2.4 Contoh Diagram SIPOC

(Sumber : www.google.com)

2.9 Diagram Sebab-Akibat

Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan factor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab-akibat ini sering juga disebut diagram tulang ikan


(39)

ishikawa (ishikawa’s diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh prof.

Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1943.(gaspersz,2002)

Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan berikut:

• Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah

• Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah

• Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

Langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab-akibat dapat

dikemukakan sebagai berikut :

§ Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan mendesak

untuk diselesaikan.

§ Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan akibat

(effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas , kemudian gambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak.

§ Tuliskan faktor-faktor penyebab utama yang mempengaruhi masalah kualitas

sebagai tulang besar, juga ditempatkan dalam kotak. Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor; manusia, mesin, peralatan, material, metode, lingkungan, dll, atau stratifikasi melalui langkah-langkah actual dalam proses. Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori dapat


(40)

§ Tuliskan penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab-penyebab utama, serta penyebab-penyebab-penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai tulang berukuran sedang.

§ Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-penyebab

sekunder, serta penyebab-penyebab tersier itu dinyatakan sebagai tulang berukuran kecil.

§ Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-faktor

penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas.

§ Catatlah informasi yang perlu di dalam diagram sebab-akibat itu.

Gambar 2.5 Contoh Fish bone chart

(Sumber : www.google.com)

2.10 Failure Mode and Effect Analyze (FMEA)

FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk mengidentifikasi dan mendahulukan masalah-masalah potensial (kegagalan). Dengan mendasarkan aktifitas pada FMEA, seorang manajer, tim perbaikan, atau pemilik proses dapat memfokuskan enerji dan sumber daya pada pencegahan, monitoring, dan rencana-rencana tanggapan yang paling mungkin untuk


(41)

FMEA di lakukan dengan cara brainstorming dengan pihak perusahaan yaitu department produksi. Pada FMEA, di lakukan pengidentifikasian tindakan perbaikan yang akan di lakukan dalam upaya mencegah atau mengatasi terjadinya defect dan melakukan perangkingan yang di jadikan prioritas tindakan perbaikan

yang akan di lakukan berdasarkan pada penyebab kegagalannya. (Moses, 2008)

Langkah – langkah proses implementasi FMEA adalah sebagai berikut :

§ Tetapkan dan gambarkan proses yang akan dianalisa (tahapan define dari

DMAIC)

§ Tetapkan keseriusan nilai (dengan Brainstorming) untuk :

1. Keseriusan (severity) akibat kesalahan terhadap proses lokal, proses lanjutan dan konsumen

2. Tingkat keseringan terjadinya suatu kesalahan (occurance) karena

penyebab potensial

3. Cara mendeteksi kesalahan akibat penyebab potensial muncul (detection)

(tahapan measure dari DMAIC)

§ Brainstorming kesalahan dari tiap tahapan proses, potensial causes dan

alat deteksi kesalahan yang ada (tahapan Analyze dari DMAIC)

§ Masukan kriteria nilai yang sesuai untuk masing – masing akibat atau

efek kesalahan, penyebab potensial dan alat kontrol

§ Dapatkan RPN (Risk Potensial Number) dengan menganalisa S.O.D

(Severity, Occurance, Detection)


(42)

Severity menunjukkan nilai keseriusan masalah yang timbul pada proses

setempat, proses selanjutnya dan end user. Adapun nilai – nilai yang

menggambarkan severity bisa diinterpretasikan seperti pada tabel 2.2 Tabel 2.2 Severity

Rating Kriteria Deskripsi

1. Negligigible Severity Pengaruh buruk yang dapat diabaikan 2. Mild Severity Pengaruh buruk yang ringan atau sedikit 3. Mild Severity Pengaruh buruk yang ringan atau sedikit 4. Moderat Severity Pengaruh buruk yang moderat

(masih berada dalam batas toleransi) 5. Moderat Severity Pengaruh buruk yang moderat

(masih berada dalam batas toleransi) 6. Moderat Severity Pengaruh buruk yang moderat

(masih berada dalam batas toleransi) 7. High Severity Pengaruh buruk yang tinggi

(berada di luar batas toleransi) 8. High Severity Pengaruh buruk yang tinggi

(berada di luar batas toleransi)

9. Potensial Safety Problems Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya

(berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial) 10. Potensial Safety Problems Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya

(berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial)

Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah yang terjadi karena

potential cause. Adapun nilai – niali yang menggambarkan occurrence bisa diinterpretasikan seperti pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Occurrence

Rating Tingkat kegagalan Deskripsi

1. 1 dalam 1.000.000 Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang mengekibatkan mode kegagalan

2. 1 dalam 20.000 Kegagalan akan jarang terjadi 3. 1 dalam 4.000 Kegagalan akan jarang terjadi 4. 1 dalam 1.000 Kegagalan agak mungkin terjadi 5. 1 dalam 400 Kegagalan agak mungkin terjadi 6. 1 dalam 80 Kegagalan agak mungkin terjadi

7. 1 dalam 40 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 8. 1 dalam 20 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi

9. 1 dalam 8 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi 10. 1 dalam 2 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi


(43)

Detection merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi potential cause. Adapun nilai – nilai yang menggambarkan detection bisa diinterpretasikan seperti pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Detection

Rating Degree Deskripsi

1. Very high Secara otomatis proses bisa mendeteksi kesalahan yang terjadi 2. Very high Hampir semua kesalahan bisa dideteksi oleh alat kontrol (visual

pada bentuk barang dan ada doublechecking)

3. High Alat kontrol cukup awal untuk mendeteksi kesalahan (visual pada bentuk barang)

4. High Alat kontrol relatif andal untuk mendeteksi kesalahan (visual pada kode barang)

5. Moderate Alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan (visual pada jumlah barang)

6. Moderate Alat kontrol cukup bisa mendeteksi kesalahan (visual pada susunan barang)

7. Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan rendah (pengamatan fisik)

8. Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan sangat rendah (perubahan warna)

9. Very low Alat kontrol tidak bisa diandalkan untuk mendeteksi kesalahan (feeling berdasar pengalaman masa lalu)

10. Nil Tidak ada yang bisa digunakan untuk mendeteksi kesalahan

§ Pusatkan perhatian pada RPN yang tertinggi dan lakukan perbaikan pada

potential cause-nya atau alat kontrolnya atau bahkan pada efeknya. (tahapan

improve pada DMAIC)

§ Tetapkan implementasi action plan (tahapan improve pada DMAIC)

§ Ukur perubahan RPN yang terjadi (tahapan control pada DMAIC)

§ Jika RPN-nya (baru) masih lebih besar RPN tertinggi terdahulu, maka kembali

ke tahapan Brainstorming hingga nilai RPN-nya turun. Pada tabel 2.5 diberikan contoh penggunaan nilai RPN.


(44)

Tabel 2.5 Contoh penggunaan nilai Risk Priority Number (RPN)

S O D RPN Artinya

8 8 1 64 Sering terjadi dan cukup serius akibatnya meskipun ada

alat control otomatis untuk memberitahukan kesalahan proses yang terjadi

8 1 9 72 Jarang terjadi dan cukup serius akibatnya dan alat control

yang ada belum bisa diandalkan untuk memberitahukan kesalahan proses yang terjadi

1 8 9 72 Sering terjadi dan akibat yang ditimbulkan tidak serius dan

alat control yang ada belum bisa diandalkan untuk memberitahukan kesalahan proses yang terjadi

2.11 Brainstorming

Brainstorming membantu membangkitkan ide-ide alternative dan persepsi dalam suatu tim kerja sama (teamwork) yang bersifat terbuka dan bebas (tidak malu-malu). Brainstorming dapat digunakan berkaitan dengan hal-hal berikut:

(gaspersz,2002)

§ Menentukan penyebab yang mungkin dari masalah-masalah dalam proses atau

solusi terhadap masalah masalah itu.

§ Memutuskan masalah apa (atau kesempatan peningkatan apa) yang perlu

diselesaikan.

§ Anggota tim merasa bebas untuk berbicara dan menyumbangkan ide-ide

kreatif mereka.

§ Kreatifitas merupakan outcome yang diinginkan.

§ Fasilitator dapat secara efektif mengelola tim kerja sama itu. ( Gasper, 2001)

Untuk dapat melaksanakan brainstorming, dapat mengikuti langkah-langkah


(45)

• Menyatakan pertanyaan masalah secara jelas

• Semua anggota dari kelompok harus berpikir dan membuat catatan-catatan.

• Setiap ide atau respon yang diberikan oleh anggota kelompok tidak boleh dikritik atau diberi komentar.

• Setiap ide atau respon dari anggota kelompok dicatat tanpa memberikan

komentar.

• Setiap anggota kelompok diminta memberikan ide atau respon, tidak boleh

ada satupun anggota kelompok yang tidak memberikan ide atau respon.

• Setiap anggota kelompok menyiapkan suatu rangking dari ide-ide atau respon

yang diterima itu.

• Memperioritaskan untuk memilih ide-ide terbaik dari berbagai ide atau respon

yang dikemukakan itu. 2.12 Genteng Beton

Genteng beton atau genteng semen adalah unsure bangunan yang digunakan untuk menutup atap yang terbuat dari beton dan dibentuk sedemikian rupa serta berukuran tertentu. Genteng dibuat dengan cara mencampurkan semen, pasir dan minyak tanah, kemudian diaduk dan selanjutnya dicetak. Selain semen,pasir dan minyak tanah sebagai bahan susunan genteng dapat juga ditambahkan bahan lain .Seperti penggunaan fly ash sebagai bahan perekat dengan komposisi bahan yang ditentukan dengan seimbang terhadap bahan utama. Penambahan fyl ash dan bahan baku lainnya pada pembuatan genteng bertujuan untuk memperbaiki sifat fisis dan sifat kimia dari beton.


(46)

2.12.1 Bahan Baku Genteng Beton

Bahan baku yang di gunakan dalam proses produksi genteng adalah pasir, abu bata, semen, fly ash, dan air yang nantinya akan di proses lebih lanjut dan kemudian proses tersebut akan di cetak menjadi sebuah genteng beton.

Bahan baku yang di gunakan oleh UD.PAYUNG masih menggunakan produk dalam negeri, sehingga harga bahan baku lebih murah dari pada harga bahan baku yang di beli oleh perusahaan yang lain, yang berakibat harga jual genteng menjadi lebih mahal.

2.12.2 Pr oses Pr oduksi Genteng Beton

Langkah-langkah pembuatan genteng di UD.PAYUNG sebagai berikut :

1. Persiapan bahan

- Dengan memeriksa bahan baku yang masih berupa pasir yang di

simpan di tempat yang telah di sediakan.

- Bahan baku dibersihkan dengan ayakan pasir untuk menghilangkan kotoran yang masih ikut dalam bahan baku serta untuk memisahkan batu kerikil yang masih tercampur, karena mutu genteng dipengaruhi oleh kualitas bahan baku.

- Selanjutnya bahan baku dimasukkan ke bak perbandingan dengan komposisi yang sudah di tentukan.

2. Pengolahan

Bahan baku yang sudah tersedia dari bak perbandingan diangkut melalui

Belt Conveyor menuju ke mesin Koller Gang. Mesin ini berfungsi untuk mencampur dan menghaluskan serta meratakan bahan baku. Dalam


(47)

pelumatan ini diberikan sedikit air agar benar-benar menyatu. mesin Koller Gang dengan landasan berlubang, jenis ini dapat bekerja lebih cepat dan hasilnya dapat dikeluarkan dari landasan melalui lubang-lubang dengan diameter tertentu, sehingga dapat segera diisi dengan bahan baku selanjutnya.

Hasil dari pengolahan ini akan dibawa ke proses selanjutnya di mesin Fine

Roll Mill. Mesin Fine Roll Mill berfungsi untuk melumatkan dan memecah batu kerikil atau bahan lain yang ikut tercampur. Kemudian lempengan

tersebut diangkut lewat Belt Conveyor menuju Vacum Extruder guna

dibentuk menjadi campuran yang telah hampa udara. Hasil dari mesin ini diangkut alat pengangkut rantai menuju Revolver Press.

3. Pembentukan

Pada mesin ini di cetak atau dipres menjadi bentuk genteng yang biasa disebut genteng basah atau hijau. Kedua bidang cetakan harus digosok atau diberi minyak pelumas agar genteng tidak lengket dengan cetakannya. Hasil cetakan dilepaskan pada alat pengangkut rantai yang akan membawanya ke rak pengeringan. Mesin ini mempunyai landasan berputar. Setiap kali selesai membuat satu genteng, cetakan atas naik dan landasannya berputar dan menyediakan lagi cetakan bawah baru, kemudian disusul dengan turunya cetakan atas untuk menggencet genteng dan seterusnya. Untuk melayani mesin diperlukan dua orang, seorang sebagai pencetak genteng dan seorang lagi sebagai penerima hasil cetak dan menempatkannya pada alat pengangkut rantai.


(48)

4. Pengeringan

Proses pengeringan ini dilakukan selama 7 hari dalam cuaca normal dan 14 hari untuk cuaca tidak normal (mendung atau hujan) sampai genteng tersebut benar-benar kering. Pengeringan dilakukan dalam udara terbuka.

5. Penyortiran

Proses sortir dilakukan untuk memisahkan genteng yang cacat dari genteng yang utuh (baik). Proses ini juga menentukan apakah genteng yang diproduksinya termasuk mutu 1,2 dan 3. Inspeksi dilakukan secara visual.

2.13 Penelitian Pendahulu

Sebagai komparasi untuk penelitian yang terkait maka dicantumkan pula judul, pembahasan, dan kesimpulan dari penelitian pendahulu

Judul : IDENTIFIKASI CACAT PADA GENTENG WENDIT DENGAN METODE DMAIC DAN DIAGRAM PARETO

Oleh : DYAH RETNO P

Asbtrak : Produk genteng layur kecil sebagai bahan penelitian karena genteng

layur kecil merupakan salah satu produk dari UD. BJ Mendit yang paling banyak diproduksi sehingga kemungkinan untuk memiliki cacat lebih besar dan memerlukan perbaikan dalam prosesnya. Dari pengamatan yang telah dilakukan maka kerusakan genteng yang biasa dapat diidentifikasi sebelum proses produksi selesai(sebelum pembakaran) adalah genteng retak, gopel atau pecah. Produk baru dapat dikatakan cacat saat proses keseluruhan telah rampung. Selama masa


(49)

pengamatan, telah terjadi cacat produksi genteng Layur kecil sebesar 36.70% didapat dari 29250 : 79705 *100% Dimana 97.43% dari keseluruhan cacat adalah keropos dengan jumlah 28500, 0.96% dari keseluruhan cacat adalah cacat gopel dengan jumlah 278 genteng, 0.71% cacat didapat dari cacat retak dengan jumlah 209 genteng, 0.59% cacat pecah dengan jumlah 173 genteng dan 0.31% gosong dengan jumlah cacat sebesar 90 genteng.

Gambar Pareto Jenis Cacat

Dari diagram Pareto dari jenis-jenis cacat produk diatas dapat dilihat berdasarkan diagram Pareto tersebut dan konsep 80%-20%, maka ada 1 jenis cacat yang menyebabkan 80% total cacat yang terjadi yaitu keropos.


(50)

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di UD.PAYUNG yang beralamatkan di Jalan Gedongan Masjid no-40 Wadungasri Waru Sidoarjo. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Februari 2012 s/d data yang dibutuhkan terpenuhi.

3.2. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Identifikasi variabel berada di tahap Define, tahap ini merupakan awal dari siklus DMAIC pada pola berpikir Six Sigma. Dimana variabel yang ditentukan adalah sebagai berikut:

1. Variabel Bebas

Variabel yang mempengaruhi variabel lain dalam penelitian (variabel terikat). Dalam penelitian ini variabel yang dimaksud antara lain:

• Retak

• Pecah

• Gumpil

• Keropos

• Meluber

2. Variabel Terikat

Variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas. Variabel terikat yang dipengaruhi variabel bebas disini adalah :


(51)

3.3Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk bahan penelitian ialah menggunakan data sekunder yaitu :

Data yang diperoleh dari data bagian produksi yang sudah berbentuk arsip di UD.PAYUNG. Yaitu data hasil produksi, data kecacatan produk.

Teknik-teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dilapangan adalah :

1. Observasi

Pengumpulan data yang dilakukan secara pengamatan langsung di lapangan.

2. Interview

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan tanya jawab pada karyawan bagian produksi, data yang terkumpul kemudian diolah berdasarkan teori-teori yang mempunyai maksud dan tujuan seperti yang telah ditetapkan.

3.4 Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data yang dilakukan adalah berdasarkan siklus DMAIC

(define, measure, analyze, improve, control)yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Define

Menentukan obyek penelitian dan membuat Diagram SIPOC (supplier, input,

process, output, customer).

2. Measure

Menentukan CTQ dari obyek yang telah ditentukan dan mengukur baseline kinerja dalam DPMO dan level Sigma.

DPO = Banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan


(52)

Untuk level sigma dapat dilihat pada tabel konversi sigma 3. Analyze

Menganalisa hasil dari DPMO dan Nilai sigma

Menganalisa penyebab terjadinya cacat terbesar dengan brainstorming untuk

menentukan fishbone diagram

4. Improve

Memberikan usulan perbaikan dari potensial cacat sekaligus prioritas perbaikan

dengan menggunakan FMEA(Failure Mode and Effect Analyze).

5. Control

Memantau dan menjaga hasil dari perbaikan yang telah dilakukan, tapi dalam hal ini dilakukan oleh pihak perusahaan sendiri.


(53)

3.5 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah

Langkah-langkah pemecahan masalah ada pada gambar 3.1 berikut ini:

Survei lapangan Studi pustaka

Identifikasi Variabel Perumusan Masalah

Mulai

IMPROVE - Usulan rencana perbaikan

- Identifikasi prioritas rencana perbaikan MEASURE - Menentukan CTQ

- Mengukur baseline kinerja (DPMO dan Sigma) DEFINE

- Identifikasi obyek penelitian - penyusunan diagram SIPOC

ANALYZE - Menganalisis hasil pencetakan - Menentukan akar penyebab dari CTQ

Pengumpulan data - Data pemeriksaan - Data jenis defect

Tujuan Penelitian

CONTROL - Pengendalian dilakukan oleh perusahaan


(54)

Penjelasan langkah-langkah Pemecahan Masalah : 1. Mulai

Tahap ini merupakan langkah awal sebelum melakukan penelitian. 2. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan tahap penelusuran referensi, dapat bersumber dari buku, jurnal, maupun penelitian yang telah ada sebelumnya. Berguna untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

3. Survei Lapangan

Studi lapangan sangat diperlukan dalam suatu penelitian karena pada tahap ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi nyata obyek yang akan diteliti. Hal ini untuk menghindari terjadinya ketidaksesuaian antara tujuan peneliti dengan kondisi obyek penelitian.

4. Perumusan masalah

Yaitu bagaimana menganalisis kualitas produk genteng beton dengan metode DMAIC di UD.PAYUNG.

5. Tujuan penelitian

Yaitu perencanaan hasil yang ingin diketahui 6. Identifikasi variabel

Yaitu menentukan variabel yang akan dipakai 7. Pengumpulan Data

Yaitu tahap untuk mengumpulkan data-data yang akan diolah dalam penelitian.


(55)

8. Define

Menentukan obyek penelitian dan membuat Diagram SIPOC (supplier, input,

process, output, customer)

9. Measure

Menentukan CTQ dari obyek yang telah ditentukan dan mengukur baseline kinerja dalam DPMO dan level Sigma.

DPO = Banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan (Banyaknya unit yang diperiksa x banyaknya potensial kegagalan)

DPMO = DPO x 1.000.000

Untuk level sigma dapat dilihat pada tabel konversi sigma 10. Analyze

Menganalisa hasil dari DPMO dan Nilai sigma

Menganalisa penyebab terjadinya cacat terbesar dengan brainstorming untuk

menentukan fishbone diagram

11. Improve

Memberikan usulan perbaikan dari potensial cacat sekaligus prioritas

perbaikan dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect Analyze).

12. Control

Memantau dan menjaga hasil dari perbaikan yang telah dilakukan, tapi dalam hal ini dilakukan oleh pihak perusahaan sendiri.

14. Kesimpulan dan Saran

Menjawab dari tujuan dan memberikan saran-saran yang dapat digunakan untuk perbaikan dan pengembangan selanjutnya


(56)

4.1 Pengumpulan Data

Tabel 4.1 Data Pemeriksaan Defect pada bulan Agustus 2011 – J anuari 2012

Bulan Total pemeriksaan

(buah)

Total defect (buah)

Agustus 2011 1680 60

September 2011 1720 52

Oktober 2011 1705 47

November 2011 1748 73

Desember 2011 1695 55

Januari 2012 1770 58

Jumlah 10318 345

Sumber : data internal perusahaan

Tabel 4.2 Data J enis Defect

Bulan Retak Gumpil Pecah Keropos Meluber

Agustus 2011 23 15 11 7 4

September 2011 12 9 25 6 0

Oktober 2011 18 7 13 6 3

November 2011 25 30 8 10 0

Desember 2011 22 13 11 9 0

Januari 2012 27 15 12 7 3

Total 127 89 80 45 15


(57)

4.2 Define

Tahap define adalah langkah pertama dalam siklus DMAIC dimana pada tahap ini dilakukan identifikasi obyek penelitian yang dimaksudkan untuk mementukan sasaran yang akan dilakukan penelitian terhadapnya. Pada tahap ini juga dilakukan pemetaan terhadap terhadap obyek penelitian dengan menggunakan diagram SIPOC untuk mengetahui aliran produksinya.

4.2.1 Identifikasi Obyek Penelitian

UD.PAYUNG memproduksi berbagai jenis genteng beton untuk keperluan memenuhi pesanan pelanggan dan stok. Nusantara adalah salah satu dari sekian jenis produk genteng beton yang diproduksi di perusahaan tersebut.

Penelitian difokuskan pada proses pembuatan produk genteng beton type

Nusantara yang pengambilan datanya dari data historis bulan Agustus 2011- Januari 2012. Data tersebut berupa data pemeriksaan produk jadi. Berdasarkan informasi, data pemeriksaan tersebut diambil secara sistematik sampling Data tersebut disajikan dalam tabel 4.1 dan 4.2

4.2.2 Penyusunan Diagr am SIPOC

Untuk dapat menganalisis menggunakan pendekatan DMAIC, maka perlu diketahui proses produksi dari produk tersebut. Adapun proses produksi dari

produk genteng beton dapat dipetakan melalui diagram SIPOC (Suppliers, Inputs,


(58)

Persiapan Bahan Pengolahan Pembentukan

Penyortiran Pengeringan

Gambar 4.1 Diagram SIPOC Pr oduk Genteng Beton Keterangan :

Supplier : Untuk memasok bahan baku genteng beton didatangkan dari dua supplier yaitu UD.Bumi Jaya dan UD.Samudera.

Input : Bahan baku yang digunakan adalah berupa pasir,semen,air.

Process : Pada bagian proses terdapat 5 macam proses dalam pembuatan genteng beton, yaitu persiapan bahan, pengolahan, pembentukan, pengeringan dan penyortiran.

Output : keluaran yang dihasilkan adalah Genteng Beton

Customer : Produk jadi diperuntukkan untuk pemesan atau untuk keperluan stok.

4.3 Measure

Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam siklus DMAIC dimana pada tahap ini dilakukan pengukuran terhadap obyek penelitian yaitu

Supplier Input Process Output Cust om er

- Pemesan - St ok - UD. Bumi Jaya

- UD.Samudera

- Pasir - Semen -air

- Gent eng Bet on


(59)

Genteng Beton Nusantara. Pemeriksaan dilakukan dari segi tingkat kecacatan serta mengukur baseline kinerja dalam kurun waktu Agustus 2011 – Januari 2012. Untuk baseline kinerja, yang akan dicari adalah tingkat DPMO dan level sigma. 4.3.1 Menentukan CTQ

Karakteristik kualitas berhubungan langsung dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan oleh karena itu karakteristik kualitas, harus mewakili keinginan dan kebutuhan pelanggan serta kinerja proses operasional.

Hasil pengidentifikasian menunjukkan bahwa CTQ pada genteng beton Nusantara adalah : Retak,Gumpil,Pecah,Keropos,Meluber,

a. Perhitungan persentase defect pada bulan Agustus 2011 dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut :

Tabel 4.3 Data Per sentase defect Bulan Agustus 2011

CTQ Jumlah defect Persen defect (%) Komulatif defect (%)

Retak 23 38,3 38,3

Gumpil 15 25 63,3

Pecah 11 18,3 81,6

Keropos 7 11,6 93,2

Meluber 4 6,6 100

Total 60 100

Sumber : data internal perusahaan

Berdasarkan tabel 4.3 diatas, maka dapat dibuat diagram pareto seperti pada gambar 4.3 dibawah ini.


(60)

Gambar 4.3 Diagr am Par eto Bulan Agustus 2011

Dari gambar 4.3 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada bulan Agustus 2011 adalah terdapat genteng retak dengan persentase sebesar 38,3 %

b. Persentase Defect Bulan September 2011

Tabel 4.4 Data Per sentase Defect Bulan September 2011

CTQ Jumlah defect Persen defect (%) Komulatif defect

(%)

Pecah 25 48,07 48,07

Retak 12 23,07 71,14

Gumpil 9 17,30 88,44

Keropos 6 11,53 100

Meluber 0 0 100

Total 52 100

Sumber : data internal perusahaan

Berdasarkan tabel 4.4 diatas, maka dapat dibuat diagram pareto seperti pada gambar 4.4 dibawah ini.


(61)

Gambar 4.4 Diagram Pareto Bulan September 2011

Dari gambar 4.4 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada bulan September 2011 adalah terdapat genteng pecah dengan persentase sebesar 48,07% c. Persentase Defect Bulan Oktober 2011

Tabel 4.5 Data Per sentase Defect Bulan Oktober 2011

CTQ Jumlah defect Persen defect (%) Komulatif defect

(%)

Retak 18 38,29 38,29

Pecah 13 27,65 65,94

Gumpil 7 14,89 80,83

Keropos 6 12,76 93,59

Meluber 3 6,38 100

Total 47 100

Sumber : data internal perusahaan

Berdasarkan tabel 4.5 diatas, maka dapat dibuata diagram pareto seperti pada gambar 4.5 dibawah ini.


(62)

Gambar 4.5 Diagram Par eto Bulan Oktober 2011

Dari gambar 4.5 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada bulan Oktober 2011 adalah terdapat genteng retak dengan persentase sebesar 38,29%

d. Persentase Defect Bulan November 2011

Tabel 4.6 Data Per sentase Defect Bulan November 2011

CTQ Jumlah defect Persen defect (%) Komulatif defect

(%)

Gumpil 30 41,09 41,09

Retak 25 34,24 75,33

Keropos 10 13,69 89,02

Pecah 8 10,95 100

Meluber 0 0 100

Total 73 100

Sumber : data internal perusahaan

Berdasarkan tabel 4.6 diatas, maka dapat dibuata diagram pareto seperti pada gambar 4.6 dibawah ini.


(63)

Gambar 4.6 Diagram Par eto Bulan November 2011

Dari gambar 4.6 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada bulan November 2011 adalah terdapat genteng gumpil dengan persentase sebesar 41,09%

e. Persentase Defect Bulan Desember 2011

Tabel 4.7 Data Per sentase Defect Bulan Desember 2011

CTQ Jumlah defect Persen defect (%) Komulatif defect

(%)

Retak 22 40 40

Gumpil 13 23,63 63,63

Pecah 11 20 83,63

Keropos 9 16,36 100

Meluber 0 0 100

Total 55 100

Sumber : data internal perusahaan

Berdasarkan tabel 4.7 diatas, maka dapat dibuat diagram pareto seperti pada gambar 4.7 dibawah ini.


(64)

Gambar 4.7 Diagram Par eto Bulan Desember 2011

Dari gambar 4.7 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada bulan Desember 2011 adalah terdapat genteng retak dengan persentase sebesar 40% f. Persentase Defect Bulan Januari 2012

Tabel 4.8 Data Per sentase Defect Bulan J anuari 2012

CTQ Jumlah defect Persen defect (%) Komulatif defect

(%)

Retak 21 36,20 36,20

Gumpil 15 25,86 62,06

Pecah 12 20,68 82,74

Keropos 7 12,06 94,8

Meluber 3 5,17 100

Total 58 100

Sumber : data internal perusahaan

Berdasarkan tabel 4.8 diatas, maka dapat dibuata diagram pareto seperti pada gambar 4.8 dibawah ini.


(1)

Analisis Hasil Pengukuran Nilai DPMO dan Nilai Sigma

Berdasarkan pengukuran dari tahap sebelumnya, telah diketahui tingkat DPMO dan level sigma selama bulan Agustus 2011 - Januari 2012 adalah nilai DPMO sebesar 6687 dan nilai sigma sebesar 4.0.

Program peningkatan kualitas Six Sigma yaitu menurunkan nilai DPMO menuju target kegagalan nol ( Zero Defect ) atau mencapai kapabilitas proses pada tingkat lebih besar atau sama dengan 6-sigma, sehingga membandingkan dengan hasil penelitian pada bulan Agustus 2011 – Januari 2012 yang menunjukkan nilai DPMO = 6687 dan nlai sigma = 4.0 ( belum mencapai 6-sigma ) maka perlu dilakukan analisa terhadap faktor – faktor penyebab dari kecacatan yang terjadi.

Menentukan Akar Penyebab

Berdasarkan pengukuran pada tahap sebelumnya, dapat diketahui ada lima defect yang harus diperbaiki yaitu : retak, gumpil, pecah, keropos, meluber. Dan dari kelima defect tersebut, terdapat genteng retak merupakan defect yang akan diprioritaskan untuk diperbaiki karena menduduki peringkat pertama pada diagram pareto bulan Agustus 2011 – Januari 2012 dengan persentase sebesar 35,67 %.

Improve

Setelah sumber-sumber penyebab dari masalah teridentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan rencana perbaikan (action plan) untuk menurunkan jumlah defect, penetapan rencana tindakan perbaikan tersebut bertujuan untuk peningkatan kualitas.

Pada dasarnya rencana perbaikan mendeskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya serta prioritas alternatif yang dilakukan dalam mengimplementasi rencana perbaikan tersebut. Rencana perbaikan tersebut didapatkan dengan cara mengkombinasikan hasil brainstorming pihak perusahaan dengan kondisi lokasi penelitian proses pembuatan genteng beton. Alat bantu yang digunakan dalam menentukan prioritas rencana perbaikan adalah Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).

Dengan pengerjaan FMEA ini kita akan dapat memberikan usulan perbaikan pada perusahaan. Secara teknis penetapan penilaian keseriusan akibat kesalahan potensial terhadap proses dan konsumen severity (S), frekuensi terjadinya kesalahan yang terjadi karena kesalahan potensial occurance (O), dan terhadap alat kontrol akibat potential cause detection (D) dengan jalan brainstorming. Dari hasil penetapan tersebut akan didapatkan nilai RPN (risk potential number) yang nilainya didapatkan dengan jalan mengalikan nilai S x O x D


(2)

(severity, occurance, dan detection). Untuk tabel standart acuan severity (S), occurance (O), detection (D) dapat dilihat di lampiran B. Berikut adalah hasil dari brainstorming tersebut.

FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

No Faktor Potential

Problem Root Cause S O D RP

N

Usulan Tindakan Perbaikan 1. Retak

Material Bahan perekat fly ash kurang kuat

8 8 5 320 Memberikan himbauan untuk membeli bahan baku yang berkualitas

Metode

Proses pencampuran bahan baku kurang semen

8 8 5 320

Memantau pada saat proses pencampuran bahan baku

Mesin Cetakan pada mesin aus

5 6 3 90 Melakukan perawatan berkala pada mesin

Manusia

Karyawan tidak hati hati memindahkan genteng

4 7 3 84 Memberikan himbauan karyawan untuk hati hati dalam membawa genteng

Lingkungan Lingkungan kerja kotor

3 5 2 30 Membersihka n lingkungan setiap awal kerja sampai selesai kerja

2. Gumpil

Material

Bahan perekat fly ash kurang kuat

8 8 5 320 Memberikan himbauan untuk membeli bahan baku


(3)

yang berkualitas

Metode

Pencampuran bahan baku kurang semen

5 6 5 150 Memantau pada saat proses pencampuran bahan baku

Manusia

Karyawan tidak hati hati memindahkan genteng

4 7 3 84 Memberikan himbauan karyawan untuk hati hati dalam membawa genteng

Lingkungan Lingkungan kerja kotor

3 5 2 30 Membersihka n lingkungan setiap awal kerja sampai selesai kerja 3. Pecah Material Pasir banyak

kerikil

8 8 5 320 Memberikan himbauan untuk melakukan proses pengayakan lebih lama. Metode Pencampuran

bahan baku kurang semen

5 6 5 150 Memantau pada saat proses pencampuran bahan baku Manusia Karyawan tidak

hati hati memindahkan genteng

4 7 3 84 Memberikan himbauan kepada karyawan untuk hati hati dalam membawa genteng Lingkungan Lingkungan

banyak kotoran

3 5 2 30 Membersihka n lingkungan setiap awal kerja sampai selesai kerja


(4)

4. Keropos Material

Metode

Bahan perekat fly ash kurang kuat

8 8 5 320 Memberikan himbauan membeli bahan baku yang berkualitas Pencampuran

bahan baku kurang semen

5 6 5 150 Memantau pada saat proses pencampuran bahan baku Mesin Cetakan pada

mesin sudah aus

5 6 3 90 Melakukan perawatan berkala pada mesin Lingkungan Lingkungan

banyak kotoran

3 5 2 30 Membersihka n lingkungan setiap awal kerja sampai selesai kerja 5. Meluber Material Pasir banyak

kerikil

8 8 5 320 Memberikan himbauan untuk melakukan proses pengayakan lebih lama Metode Pencampuran

bahan baku kurang semen

5 6 5 150 Memantau pada saat proses pencampuran bahan baku Mesin Cetakan pada

mesin sudah aus

5 6 3 90 Melakukan perawatan berkala pada mesin Lingkungan Lingkungan

banyak kotoran

3 5 2 30 Membersihka lingkungan setiap awal kerja sampai selesai kerja


(5)

Analisa tabel :

Prioritas 1 : nilai RPN 320

Memberikan himbauan untuk membeli bahan baku yang berkualitas. Prioritas 2 : nilai RPN 150

Melakukan perubahan pada metode. Prioritas 3 : nilai RPN 144

Memantau proses pengepresan genteng beton dengan teliti. Prioritas 4 : nilai RPN 90

Melakukan perawatan berkala pada mesin Prioritas 5 : nilai RPN 84

Memberikan himbauan pada karyawan untuk hati hati dan tidak melakukan kesalahan. Prioritas 6 : nilai RPN 30

Membersihkan lingkungan setiap awal kerja sampai selesai kerja. 4.6. Control

Pada tahap ini merupakan tahap operasional terakhir. Tetapi pada penelitian ini tidak dapat melaksanakan kontrol karena pada tahap improve hanya sebatas usulan Sehingga pada tahap ini hasil-hasil pengukuran didokumentasikan untuk dijadikan pedoman kerja.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di UD.PAYUNG maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Identifikasi jenis kecacatan:  Retak

 Gumpil  Pecah  Keropos  Meluber

2. Kinerja proses selama bulan Agustus 2011 – Januari 2012 diukur dengan tingkat DPMO dan level sigma dengan pemeriksaan sebanyak 10318 dan defect sebanyak 345 adalah : DPMO = 6687 dan level sigma = 4.0


(6)

3. Respon teknis yang di perlukan dengan metode FMEA untuk mengurangi jumlah defect adalah :

• Pengadaan bahan baku semen dan fly ash mempunyai zat perekat yang kuat.

• Melakukan standarisasi pekerjaan pada tiap tiap tahapan

• Memantau proses pengepresan genteng dengan teliti.

• Melakukan perawatan berkala pada mesin

• Memberikan himbauan pada karyawan untuk hati hati dan tidak melakukan kesalahan

• Membersihkan lingkungan setiap awal kerja sampai selesai kerja DAFTAR PUSTAKA

Evans dan Lindsay, (2007), Pengantar Six Sigma, Salemba Empat.

Gaspersz, V., (2001), Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas, Gramedia Pustaka Utama.

Gaspersz, V., (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma: Terintegrasi dengan ISO 9001: 2001, MBNQA, dan HACCP, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Jurnal Pegiwati Pusparin, (2005), Pengendalian Kualitas Produk Finger Joint Laminating Board Dengan Pendekatan Six Sigma, Gresik, vol 6, 5 November 2005

Montgomery, D.C., (2002), Introduction to Statistical Quality Control, Wiley

Jurnal Joko Susetyo, (2011), Aplikasi six sigma Dmaic dan Keizen Sebagai Metode Pengendalian dan Perbaikan Kualitas Produk, Yogyakarta, vol 4 nomor 1, Juni 2011.

Jurnal Moses L. Singgih dan Renanda, (2008), Peningkatan Kualitas Produk Kertas Dengan Menggunakan Pendekatan Six Sigma Di Pabrik Kertas Y, Yogyakarta, 16 Oktober 2008

Pande, dkk., (2002), The Six Sigma Way, Andi Yogyakarta.

Purnama, N., (2006), Manajemen Kualitas Perspektif Global, Ekonisia, Yogyakarta. Pyzdek, T., (2002), The Six Sigma Handbook, Salemba Empat.