ANALISIS KUALITAS PRODUK SANDAL GUNUNG DENGAN METODE SIX SIGMA DAN FOKUS PADA METODE DMAIC DI UD. AZAM JAYA SIDOARJO.

Persaingan kualitas produk di dunia industri semakin meningkat. Perusahaanperusahaan manufaktur pun berlomba-lomba untuk membuat produk yang

dapat

berusaha menghilangkan variasi dari produk mereka.
UD. Azam Jaya sebagai salah satu perusahaan manufaktur di Indonesia yang
memproduksi sandal gunung menginginkan produk mereka dapat lebih menguasai
pasar dengan meminimalkan variasi yang terdapat pada produk mereka. Metode yang
digunakan untuk menganalisis kualitas produk baut mereka adalah siklus perbaikan
terus-menerus DMAIC. Dengan metode ini nantinya akan diperoleh tingkat DPMO

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui baseline kinerja dari segi
tingkat DPMO dan level sigma, faktor –faktor yang mempengaruhi kualitas dan
menentukan tindakan perbaikan untuk memperbaiki kualitas produk sandal gunung.
Hasil penelitian menunjukkan kinerja proses pembuatan sandal gunung
mempunyai tingkat DPMO sebesar 3.372 dan level sigma sebesar 4,209. Faktor –
faktor yang mempengaruhi hasil tersebut adalah karena mesin, operator, material, dan
lingkungan kerja, dan untuk memperbaikinya harus dilakukan pembenahan pada
faktor – faktor tersebut.

Kata kunci : DMAIC, DPMO, Level Sigma, Sandal Gunung


DMAIC DI UD. AZAM JAYA SIDOARJO

dan level sigma dari kualitas produk yang mereka buat.

ANALISIS KUALITAS PRODUK SANDAL GUNUNG DENGAN METODE SIX SIGMA DAN FOKUS PADA METODE

diterima dipasaran dengan baik. Dan untuk mewujudkannya, perusahaan harus

Nama : DWI NOVIANTO

ABSTRAK

NPM : 0732010121

ANALISIS KUALITAS PRODUK SANDAL GUNUNG DENGAN METODE SIX SIGMA DAN
FOKUS PADA METODE DMAIC DI UD. AZAM J AYA SIDOARJ O

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


ANALISIS KUALITAS PRODUK SANDAL GUNUNG DENGAN
METODE SIX SIGMA DAN FOKUS PADA METODE DMAIC
DI UD. AZAM J AYA SIDOARJ O

SKRIPSI

Disusun Oleh :

DWI NOVIANTO
0732010121

J URUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
2011

KATA PENGANTAR


Syukur Alhamdulillahirobil Alamin kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul
“ANALISIS KUALITAS PRODUK SANDAL GUNUNG DENGAN METODE
SIX SIGMA DI U.D AZAM JAYA”.
Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan bagi mahasiswa
Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur, untuk meraih gelar sarjana Teknik Industri.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis mendapat bimbingan, saran dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Ir. Minto Waluyo, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Ir. Hari Purwoadi, MM, selaku Dosen Pembimbing I
5. Bapak Eny Ariani, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing II
6. Seluruh Staf dan Karyawan U.D Azam Jaya, Sidoarjo.yang telah memberikan
waktu dan tempat kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Kedua orang tua, kakak dan pacarQ tercinta yang telah banyak memberikan
dukungan baik moral, spiritual dan material.

ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8. Semua teman-temanku (Mahmud, Brenk, Adit, Vina, Arip, Cuplis, Gocir, Qwiel, Jonz, Homo, Alm. Ical, Mbah, Budi,) dan semua angkatan 2007 terutama
khusus paralel C.
Penulis juga menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih kurang sempurna
maka penulis mengharapkan masukan dari pembaca dan dengan segala
kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, apabila masih
banyak kekurangan-kekurangan didalamnya.

Surabaya, November 20011

Penulis

ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRAKSI

Persaingan kualitas produk di dunia industri semakin meningkat. Perusahaanperusahaan manufaktur pun berlomba-lomba untuk membuat produk yang

dapat

diterima dipasaran dengan baik. Dan untuk mewujudkannya, perusahaan harus berusaha
menghilangkan variasi dari produk mereka.
UD. Azam Jaya sebagai salah satu perusahaan manufaktur di Indonesia yang
memproduksi sandal gunung menginginkan produk mereka dapat lebih menguasai pasar
dengan meminimalkan variasi yang terdapat pada produk mereka. Metode yang
digunakan untuk menganalisis kualitas produk baut mereka adalah siklus perbaikan
terus-menerus DMAIC. Dengan metode ini nantinya akan diperoleh tingkat DPMO dan
level sigma dari kualitas produk yang mereka buat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui baseline kinerja dari segi
tingkat DPMO dan level sigma, faktor –faktor yang mempengaruhi kualitas dan
menentukan tindakan perbaikan untuk memperbaiki kualitas produk sandal gunung.
Hasil penelitian menunjukkan kinerja proses pembuatan sandal gunung

mempunyai tingkat DPMO sebesar 3.372 dan level sigma sebesar 4,09. Faktor – faktor
yang mempengaruhi hasil tersebut adalah karena mesin, operator, material, dan
lingkungan kerja, dan untuk memperbaikinya harus dilakukan pembenahan pada faktor
– faktor tersebut.

Kata kunci : DMAIC, DPMO, Level Sigma, Sandal Gunung

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................

i

DAFTAR ISI .......................................................................................................

ii


DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................

v

ABSTRAKSI ...................................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................

1

1.2. Perumusan Masalah......................................................................

2

1.3. Batasan Masalah...........................................................................

3


1.4. Asumsi .........................................................................................

3

1.5. Tujuan Penelitian..........................................................................

3

1.6. Manfaat Penelitian........................................................................

4

1.7. Sistematika Penulisan ...................................................................

4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Difinisi Kualitas ................................................................................ 6
2.1.1.Dimensi Kualitas …................................................................... 6
2.1.2. Dimensi Kualitas Produk Manufaktur ..................................... 7

2.1.3. Pengendalian Kualitas .............................................................. 8
2.2. Six Sigma .......................................................................................

10

2.2.1.DMAIC (Define,Measure, Anayize, Improve, Control) .......

14

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.2.1.1. Define ....................................................................... 14
2.2.1.2. Measure ……………………………………………. 15
2.2.1.3. Analyze ……………………………………………. 16
2.2.1.4. Improve ……………………………………………. 18
2.2.1.5. Control ……………………………………………... 19
2.2.2 Critical To Quality (CTQ) ........................................................ 19
2.2.3 Defect Per Million Opprtunities (DPMO) ................................ 20
2.2.4. Penentuan Kapabilitas proses (Process Capability)…………... 21

2.2.5. Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Atribut ……...…… 23
2.2.6. Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Atribut …………... 24
2.2.7. Pareto ………………………………………………………… 26
2.2.8. Diagram SIPOC (Suplier, Input, Process, Out put, Costemer... 28
2.2.9. Diagram Sebab – Akibat ……………………………………... 30
2.2.10. Failure Mode and Effect Analyze …………………………... 32
2.2.11. Brainstorming …………………………………………….... 35

BAB III. METODELOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 37
3.2 Identifikasi Variabel ................................................................... 37
3.3 Langkah-langkah pemecahan masalah ........................................ 39

BAB IV : ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengumpulan Data ……………………………………………. 43

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.1.1. Data produksi ……………………………..…………… 43

4.1.2. Data Kecacatan Produk ….…………………..………… 43
4.1.3. Data Jenis Kecacatan Produk ………………..………… 44
4.2. Pengolahan Data
4.2.1. Define ................................................................................ 45
4.2.1.1. Identifikasi Obyek penelitian ............................ 45
4.2.1.2. Identifikasi CTQ …………................................ 46
4.2.2. Measure ............................................................................ 47
4.2.2.1. Menentukan CTQ ............................................... 47
4.2.2.2. Mengukur Baseline Kinerja .............................. 61
4.2.3. Analyze ............................................................................. 77
4.2.3.1. Menganalisa Hasil Pengukuran ………….......... 77
4.2.3.2. Menentukan Akar Penyebab ………........…...… 79
4.2.4 Improve ............................................................................... 86
4.4 Hasil dan Pembahasan …........................................................ 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...............................................................................

92

5.2 Saran .......................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A-1

Gambaran Umum Perusahaan

Lampiran A-2

Distribusi produk U.D Azam Jaya

Lampiran B

Tabel Acuan

Lampiran C-1

Tabel Pengumpulan Data

Lampiran C-2

Perhitungan Data Persentase Kecacatan(defect)

Lampiran C-3

Perhitungan Nilai Sigma Menggunankan Kalkulator Sigma

Lampiran D

Tabel Konversi Kapabilitas Sigma

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia yang semakin mengglobal seperti saat ini yang
ditandai dengan adanya pasar bebas yang memiliki iklim kompetisi yang sangat
ketat di segala bidang usaha, baik di bidang manufaktur maupun di bidang jasa.
Dengan adanya barang atau jasa yang masuk ke dalam negeri dengan bebas tanpa
adanya hambatan sedikitpun. Hal ini akan menyebabkan adanya ancaman bagi
para produsen dalam negeri apabila perusahaan dalam negeri tidak mampu untuk
bersaing dengan produk-produk dari luar negeri.
Kualitas merupakan dimensi yang sangat penting dalam keadaan seperti
ini, karena kualitas menjadi faktor penentu daya saing. Dengan adanya kualitas
yang

baik

maka

kelangsungan

hidup

suatu

perusahaan

akan

dapat

berkesinambungan. Kualitas adalah faktor kunci yang membawa keberhasilan
bisnis, pertumbuhan dan peningkatan posisi bersaing. Industri yang maju dan
modern seharusnya mampu memahami keinginan konsumen (Voice of Customer)
dengan memperhatikan banyak faktor untuk menjaga mutu sebuah produk.
Kualitas sebuah produk dikatakan bagus apabila kriteria-kriteria yang ada pada
produk dapat membuat konsumen atau pengguna produk merasa puas sehingga
jaminan kualitas menjadi prioritas utama dalam menentukan pilihan produk bagi
konsumen.
UD. Azam Jaya sebagai perusahaan pembuatan sandal dimana jenis
produk yang diproduksi antara lain sandal jepit, sandal selop dan sandal gunung.
Berdasarkan hasil brainstorming dengan staf produksi dan pihak manajemen di

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

UD. Azam Jaya masih terdapat kecacatan produk sandal gunung sekitar 3%,
dimana tingkat kecacatan yang sering terjadi menyebabkan biaya kegagalan
produk pada proses pembuatan sandal, hal ini membuat perusahaan berusaha
meningkatkan kualitas hasil produksi sandal serta menekan defect yang ada.
Dengan adanya masalah tersebut maka dilakukan dengan

metode six

sigma. Six sigma adalah metode peningkatan proses bisnis yang bertujuan untuk
menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kecacatan dan kesalahan,
mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan produktifitas,
memenuhi

kebutuhan

pelanggan

dengan

lebih

baik,

mencapai tingkat

pendayagunaan asset yang lebih tinggi, serta mendapatkan imbal hasil atas
investasi yang lebih baik dari segi produksi maupun pelayanan.
Dengan penerapan metode six sigma tersebut

diharapkan

perusahaan

mampu meningkatkan kualitas produk dan menekan jumlah cacat seminimal
mungkin.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan yaitu :
“ Berapa tingkat kualitas produk sandal gunung di UD. Azam jaya ?”

1.3 Batasan Masalah
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian maka perlu
dilakukan pembatasan terhadap masalah yang dihadapi :
1. Penelitian dilakukan hanya pada produk Sandal gunung.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2. Data yang diambil adalah pada bulan Januari – Desember 2010.
3. Tahap Improve hanya sebatas usulan pada pihak perusahaan.
4. Tahap Control dilakukan oleh perusahaan.

1.4 Asumsi
Asumsi-asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tidak ada perubahan kebijakan manajemen selama penelitian berlangsung.
2. Data-data yang diambil dari UD. Azam Jaya adalah benar.
3. Biaya-biaya yang ditimbulkan untuk peningkatan dan perbaikan kualitas tidak
diperhitungkan.
4. Karyawan mampu melakukan perbaikan – perbaikan dan pengendalian yang
diusulkan.

1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1

Mengukur tingkat Kualitas sandal gunung.

2

Menentukan tindakan perbaikan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
kualitas produksi sandal gunung.

1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti
-

Dapat mengetahui proses produksi pembuatan sandal.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

- Menambah pengetahuan mengenai analisis kualitas produk dengan
pendekatan DMAIC.
- Dapat memenuhi persyaratan kelulusan program pendidikan S1 di UPN
‘Veteran’ Jatim.
2. Bagi Perusahaan
- Dengan adanya penerapan metode DMAIC, pihak perusahaan dapat
memperbaiki kualitas produknya.
- Dapat mengetahui prioritas tindakan perbaikan dan melakukan perbaikan
yang terbaik secara kontinyu.
3. Bagi Universitas
- Menambah referensi perpustakaan.
- Diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang mengadakan penelitian
dengan permasalahan yang serupa dan untuk penelitian lebih lanjut dimasa
yang akan datang.

1.7 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan penelitian disusun sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang
dilakukannya penelitian, perumusan masalah yang akan dibahas,
penetapan tujuan yang ingin dicapai, manfaat yang didapatkan, batasan
dan asumsi yang digunakan serta sistematika penulisan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II : TINJ AUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dipaparkan teori–teori yang relevan dan sesuai
dengan topik penelititan yang dilakukan, mulai dari teori tentang
gambaran umum produk yang diteliti sampai teori tentang metode–
metode yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisi tentang langkah-langkah dalam melakukan
penelitian, mulai dari lokasi pencarian data, metode pengambilan data,
identifikasi variabel, dan metode pengolahan data, yang dilakukan
untuk mencapai tujuan dari penelitian selama pelaksanaan penelitian.
BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi tentang data-data yang telah terkumpul, kemudian
diolah

dengan

menggunakan

metode

yang

digunakan

untuk

menyelesaikan masalah yang ada.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini merupakan penutup tulisan yang berisi kesimpulan dan
saran mengenai analisa yang telah dilakukan sehingga dapat
memberikan suatu rekomendasi sebagai masukan ataupun perbaikan
bagi pihak perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kualitas
Kualitas dalam konteks peningkatan proses adalah bagaimana baiknya kulitas
suatu produk (barang dan/atau jasa) itu memenuhi spesifikasi dan toleransi yang
ditetapkan oleh desain dan pengembangan dari suatu perusahaan. Spesifikasi dan
toleransi yang ditetapkan oleh bagian desain dan pengembangan produk yang
disebut sebagai kualitas desain (Quality of design) harus berorientasi kepada
kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. .(Gaspersz,V 2001)

2.1.1 Dimensi Kualitas
Menentukan kualitas produk harus dibedakan antara produk manufaktur atau
barang (goods) dengan produk layanan (service) karena keduanya memiliki
banyak perbedaan. Menyediakan produk layanan (jasa) berbeda dengan
menghasilkan produk manufaktur dalam beberapa cara. Perbedaan tersebut
mempunyai implikasi penting dalam manajemen kualitas. Perbedaan antara
produk manufaktur dengan produk layanan adalah : (purnama,2006)
1. Kebutuhan konsumen dan standart kinerja sering kali sulit diidentifikasi
dan diukur, sebab masing-masing konsumen mendefinisikan kualitas
sesuai keinginan mereka dan berbeda satu sama lain.
2. Produksi layanan memerlukan tingkatan “customization atau individual
customer” yang lebih tinggi disbanding manufaktur. Dalam manufaktur

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

sasarannya

adalah

keseragaman.

Sedangkan

dalam

jasa

harus

menyesuaikan layanan mereka dengan konsumen individual.
3. Output sistem layanan tidak berwujud, sedangkan dalam manufaktur
berwujud. Kualitas produk manufaktur dapat diukur berdasar spesifikasi
desain, sedangkan kualitas layanan pengukurannya subyektif menurut
pandangan consume, dikaitkan dengan harapan dan pengalaman mereka.
Produk manufaktur jika rusak bias ditukar dan diganti, sementara produk
layanan harus diikuti permohonan maaf dan reparasi.
4. Produk layanan diproduksi dan dikonsumsi secara bersama-sama,
sedangkan produk manufaktur diproduksi sebelum dikonsumsi. Produk
layanan tidak bisa disimpan atau diperiksa sebelum disampaikan ke
konsumen.
5. Konsumen seringkali terlibat dalam proses layanan dan hadir ketika layana
dibentuk, sedangkan produk manufaktur dibentuk diluar keterlibatan
langsung dari konsumen.
6. Layanan secara umum padat tenaga kerja, sedangkan manufaktur lebih
banyak padat modal. Kualitas interaksi antara produsen dan konsumen
merupakan faktor vital dalam penciptaan layanan.
7. Banyak organisasi layanan harus menangani sangat banyak transakasi
konsumen.

2.1.1.1 Dimensi Kualitas Produk Manufaktur
Menurut Garvin (1996) untuk melihat kualitas produk manufaktur
terdapat 8 dimensi yang bisa digunakan, yaitu:

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1. Performance, karakteristik utama suatu produk yang tercermin dari
kemampuan produk dalam menjalankan fungsi utama
2. Feature, karakteristik pelengkap yang membedakan suatu produk
dengan produk lain dan bisa member kesan berbeda
3. Reliability, keandalan suatu produk bila digunakan selama waktu
tertentu
4. Conformance, kesesuaian produk dengan spesifikasi yang telah
ditentukan
5. Durability, tingkat keawetan produk yang digambarkan dengan umur
ekonomis produk atau seberapa lama produk member manfaat
ekonomis.
6. Serviceability, kemudahan dalam perawatan produk, kemudahan
menemukan pusat-pusat reparasi jika produk mengalami kerusakan,
dan kemudahan mendapatkan suku cadang jika ada suku cadang yang
perlu diganti.
7. Aesthethic, nilai keindahan atau daya tarik produk, bagaimana daya
tarik produk.
8. perceived, reputasi produk atau citra produk.

2.1.2 Pengendalian Kualitas
Secara tradisional, para pembuat produk (manufacturers) biasanya
melakukan inspeksi terhadap produk setelah produk itu selesai dibuat dengan
jalan menyortir produk yang baik dari yan jelek, kemudian mengerjakan ulang
bagian-bagian produk yang cacat itu. Dengan demikian pengertian tradisional

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

tentang konsep pengedalian kualitas hanya berfokus pada aktifitas inspeksi untuk
mencegah lolosnya produk-produk cacat ke tangan pelanggan. Kegiatan inspeksi
ini dipandang dari perspektif sistem manajemen kualitas ISO 9001:2000 adalah
sia-sia, karena tidak memberikan kontribusi kepada peningkatan kualitas (quality
improvement).
Pada masa sekarang, terutama dengan berlakunya sistem manajemen
kualitas ISO 9001:2000, pengertian dari konsep pengendalian kualitas adalah
lebih luas daripada sekedar aktifitas inspeksi yang mengandalkan pada strategi
pendeteksian

(strategy

of

detection).

Pengertian

pengendalian

kualitas

berdasarkan konsep ISO 9001:2000 berorientasi pada tindakan prefentif (klausul
8.5.3 dari ISO 9001:2000)
Salah satu cirri dari pengendalian kualitas modern adalah bahwa di
dalamnya terdapat aktifitas yang berorientasi pada tindakan pencegahan
kerusakan, dan bukan bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan
saja. Kualitas melalui inspeksi saja tidak cukup dan hal itu terlalu mahal.
Meskipun tetap menjadi persyaratan untuk melakukan beberapa inspeksi singkat
atau audit terhadap produk akhir, tetapi usaha pengendalian kualitas dari
perusahaan seharusnya lebih difokuskan pada tindakan pencegahan sebelum
terjadinya kerusakan dengan jalan melakukan aktifitas secara baik dan benar pada
waktu pertama kali mulai melaksanakan suatu aktifitas. Dengan melaksanakan
prinsip ini, usaha peningkatan kualitas akan mampu mengurangi ongkos produksi.
Berkaitan dengan hal ini perlu dibangun suatu sistem pengendalian proses sebagai
implementasi dari tindakan prefentif (klausul 8.5.3 dari ISO 9001:2000) dalam
sistem manajemen kualitas itu. .(Gaspersz,V 2001)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.2 Six Sigma
Six Sigma, pertama kali dikembangkan oleh Bill Smith, Vice President
Motorola Inc.. (Harry, Mikel J., 1988). Six Sigma, yang dikenal luas sebagai
teknik yang memungkinkan suatu perusahaan mencapai kesempurnaan dalam
mutu produk yang dihasilkan, pertama kali dikembangkan sebagai desain praktis
untuk peningkatan proses manufaktur dan mengeliminasi kerusakan (defect),
namun akhirnya diaplikasikan secara luas dalam berbagai tipe perusahaan. Dalam
Six Sigma, defect diartikan sebagai segala keluaran dari proses yang tidak
memenuhi spesifikasi pelanggan atau segala hal yang dapat mengakibatkan
keluaran (produk) yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.

T
LSL

USL
- 1,5 sigma

- 6sigma

- 3sigma

- 2sigma

- 1sigma

+1,5 sigma

mean + 1sigma + 2sigma + 3sigma

+ 6 sigma

Gambar 2.1 Konsep Six sigma Motorola dengan Distribusi Nor mal bergeser
1,5–Sigma.
(Sumber : Gaspersz,V.,2002)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Doktrin utama dari Six Sigma, adalah :


Usaha yang terus-menerus untuk mencapai hasil proses yang secara stabil
dan terprediksi (yaitu pengurangan variasi dalam proses) merupakan hal
terpenting dalam kesuksesan bisnis



Manufaktur (proses produksi) dan proses bisnis harus memiliki
karakteristik yang dapat diukur, dianalisis, ditingkatkan dan dikontrol



Pencapaian peningkatan kualitas yang berkelanjutan membutuhkan
komitmen dari seluruh organisasi, utamanya dari Top Manajemen.

Dalam Six Sigma dikenal istilah DPMO (Defect Per Million Opportunities),
yaitu besarnya kemungkinan terjadinya kerusakan (defect) dalam setiap sejuta
kesempatan. Jadi, misalnya suatu perusahaan, seperti Motorola Inc., telah
mencapai level 3,4 DPMO maka dalam setiap 1 juta proses/produk kemungkinan
terjadi 3,4 proses/produk yang cacat. Sehingga jika dibuat rejection rate-nya
sebesar 0,00034% (bandingkan dengan rejection rate industri farmasi rata-rata 5 –
10%). Motorola Inc., mengklaim bahwa dengan melaksakan jurus ini, mereka bisa
menghemat

lebih

dari

US$

17

juta

(About

Motorola

University.

http://motorola.com/content).
Jurus Six Sigma , terbagi menjadi 2 metode, yaitu DMAIC dan DMADV.
DMAIC digunakan untuk proyek-proyek yang ditujukan untuk peningkatan pada
perusahaan yang telah exist, dan DMADV digunakan untuk produk baru atau
proses desain.
DMAIC merupakan singkatan dari :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.



Define, yaitu penetapan masalah yang juga bisa merupakan keluhan dari
pelanggan, tujuan dari suatu proyek, atau spesifikasi yang diinginkan



Measure, yaitu pengukuran aspek-aspek kunci dari proses yang ada saat
ini dan proses pengumpulan data-data yang relevan



Analysis, yaitu melakukan analisa terhadap data-data yang telah
dikumpulkan untuk dilakukan penyelidikan dan memverifikasi hubungan
sebab-akibat (akar permasalahan).



Improve, yaitu perbaikan atau optimalisasi dari proses yang ada saat ini
berdasarkan analisis data menggunakan teknik-teknik misalnya design
experiment, poka yoke atau pembuktian kesalahan yang selanjutnya
menciptakan atau menetapkan standar baru



Control, yaitu pengendalian atau pemantauan terhadap proses atau standar
baru yang telah ditetapkan untuk memastikan bahwa setiap penyimpangan
harus telah dikoreksi sebelum terjadi defect (kerusakan).

Sedangkan DMADV (juga dikenal dengan nama DFSS – Define For Six
Sigma) adalah singkatan dari:


Define, yaitu pemastian bahwa hasil akhir dari desain akan konsisten
dengan keinginan/kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan



Measure, yaitu ukur dan identifikasi hal-hal kritis yang berpengaruh
terhadap kualitas, kapabilitas produk, kapabilitas proses produksi dan
resiko



Analysis, yaitu Analisis untuk pengembangan dan desain alternatif,
ciptakan desain dengan level yang tinggi dan evaluasi kapabilitas desain
untuk mendapatkan desain yang terbaik

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.



Design, yaitu detail dari desain, optimasi dan rencanakan verifikasi dari
desain.



Verify, yaitu pemastian desain, set-up, implementasi dari proses produksi
dan sampaikan rancangan tersebut kepada pemilik proses.

2.2.1 DMAIC (Define, measure, analyze, improve, control)
DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus–menerus menuju target
Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan
dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah–langkah proses yang tidak
produktif, sering berfokus pada pengukuran–pengukuran baru, dan menetapkan
teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target Six Sigma. (Sumber:
“Pedoman Implementasi Six Sigma”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
Gaspersz, Vincent, 2002)
DEFINE

CONTROL

M EASURE

IM PROV

ANALYSE

Gambar 2.2 Proses DMAIC
(sumber : Gaspersz, V., 2002).

2.2.1.1 Define
Merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan
kualitas Six Sigma. Pada tahap ini, yang paling penting untuk dilakukan adalah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

identifikasi produk dan/atau proses yang akan diperbaiki. Kita harus menetapkan
prioritas utama tentang masalah-masalah dan/atau kesempatan peningkatan
kualitas mana yang akan ditangani terlebih dahulu. Pemilihan proyek terbaik
adalah berdasarkan pada identifikasi proyek yang sesuai dengan kebutuhan,
kapabilitas dan tujuan organisasi. Langkah kedua yaitu pernyataan tujuan proyek
harus ditetapkan untuk setiap proyek Six Sigma yang terpilih. Pernyataan tujuan
yang benar adalah apabila mengikuti prinsip SMART sebagai berikut :
Specific

Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus bersifat
spesifik yang dinyatakan dengan tegas. Tim peningkatan
kualitas Six Sigma harus menghindari pernyataan-pernyataan
tujuan yang bersifat umum dan tidak spesifik. Pernyataan tujuan
seyogianya menggunakan kata kerja, seperti : menaikkan,
menurunkan, menghilangkan, dll.

Measurable

Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat
diukur menggunakan indikator pengukuran yang tepat guna
mengevaluasi keberhasilan, peninjauan-ulang, dan tindakan
perbaikan diwaktu mendatang. Pengukuran harus mampu
memunculkan fakta-fakta yang di-nyatakan secara kuantitatif
menggunakan angka-angka.

Achievable

Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat
dicapai

melalui

usaha-usaha

yang

menantang

(challenging effort).
Result-oriented Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus berfokus
pada hasil-hasil berupa pencapaian target-target kualitas yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ditetapkan, yang ditunjukkan melalui penurunan DPMO (defect
per million opportunities), peningkatan kapabilitas proses
(cpm;cpmk), dll.
Time-bound

Tujuan program peningkatan kualitas Six

Sigma

harus

menetapkan batas waktu pencapaian tujuan itu dan harus dicapai
secara tepat waktu. (Gasperz,V.,2002)

2.2.1.2 Measure
Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam
tahap Measure, yaitu :
1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang
berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan.
2. Melakukan pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat
dilakukan pada tingkat proses, output dan outcome.
Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu kita harus
membedakan apakah data yang diukur itu merupakan data variabel
atau data atribut. Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur
menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan
analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Contoh data variabel
karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan produk kayu
lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen,
dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume.
Data atribut merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis.
Data atribut bersifat diskrit. Contoh data atribut karakteristik kualitas
adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses
administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada
produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dan
lain-lain.
3. Mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses,
output, dan outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja
(performance baseline) pada awal proyek Six Sigma. Baseline kinerja
dalam proyek Six Sigma biasanya diterapkan menggunakan satuan
pengukuran DPMO dan tingkat kapabilitas sigma (sigma level). Sesuai
dengan konsep pengukuran yang biasanya diterapkan pada tingkat
proses, output dan outcome, maka baseline kinerja juga dapat
ditetapkan pada tingkat proses, output dan outcome. Pengukuran
biasanya dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output dari
proses dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.

2.2.1.3 Analyze
Tahap ini merupakan langkah operasional ketiga dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah
beberapa hal sebagai berikut :
1.

Menentukan kapabilitas/kemampuan dari proses.
Process

capability

merupakan

suatu

ukuran

kinerja

kritis

yang

menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

produk yang telah ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan
ekspektasi pelanggan.
Keberhasilan implementasi program peningkatan kualitas six sigma
ditunjukkan melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan
produk menuju tingkat kegagalan nol. Kemampuan proses didefinisikan
sebagai “ukuran statistik dari variansi yang inheren pada suatu peristiwa
tertentu dalam proses yang stabil.”
USL − LSL

Cpm =
6

(x − T )2 + s 2

Dimana : Cpm = indeks kapabilitas proses (Process Capability Indeks)
USL

= batas spesifikasi atas (Upper Specification Limit)

LSL

= batas spesifikasi bawah (Lower Specification Limit)

T

= target

s

= standart deviasi

x

= arithmetic mean

Kriteria penilaian indeks kapabilitas proses sebagai berikut :
Cpm > 2,00
Cpm = 1,00 – 1,99

: maka proses dianggap mampu (capable)
: maka proses dianggap mampu namun perlu upaya
upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju
target perusahaan berkelas dunia.

Cpm < 1,00

: maka proses dianggap tidak mampu (not capable)

Semakin tinggi Cpm menunjukkan bahwa output proses itu semakin
mendekati nilai spesifikasi target kualitas yang diinginkan pelanggan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Menurut (Gasperz,V., 2002) bahwa analisis kapabilitas proses Cpm
dan Cpk tidak dapat diterapkan pada data atribut karena data tersebut
mengikuti pola distribusi binomium. Data atribut sering berbentuk kategori
atau klasifikasi seperti : baik/buruk, sukses/gagal.
2. Mengidentifikasi sumber–sumber dan akar penyebab kecacatan atau
kegagalan. Untuk mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kegagalan,
dapat menggunakan Fishbone diagram (cause and effect diagram). Dengan
analisa cause and effect, manajemen dapat memulai dengan akibat sebuah
masalah, atau dalam beberapa kasus, merupakan akibat atau hasil yang
diinginkan dan membuat daftar terstruktur dari penyebab potensial.
Setelah akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan, dimasukkan ke
dalam cause and effect diagram yang telah mengkategorikan sumbersumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu :
1)

Manpower ( tenaga kerja ).

2)

Machines ( mesin-mesin ).

3)

Methods ( metode kerja ).

4)

Material ( bahan baku dan bahan penolong ).

5)

Media (surat kabar).

6)

Motivation ( motivasi ).

7)

Money ( keuangan ).

2.2.1.4 Improve
Tahap Improve merupakan langkah operasional keempat dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah ini dilakukan setelah sumber–sumber

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

dan akar penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi. Pada tahap ini ditetapkan
suatu rencana tindakan (action Plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas
Six Sigma. Tool yang digunakan untuk tahap improve ini adalah FMEA (Failure
Mode and Effect Analysis).
Pada tahap ini tim peningkatan kualitas Six Sigma harus memutuskan apa
yang harus dicapai serta alasan kegunaan rencana tindakan itu harus dilakukan,
dimana rencana tindakan itu akan dilakukan, bilamana rencana tindakan itu akan
dilakukan, siapa yang akan menjadi penanggung jawab dari rencana tindakan itu,
bagaimana melaksanakan, dan berapa besar biaya untuk melaksanakan serta
manfaat positif yang diterima dari implementasi rencana tindakan itu.

2.2.1.5 Control
Tahap ini merupakan langkah operasional kelima dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini hasil–hasil peningkatan kualitas
didokumentasikan dan disebarluaskan, prosedur–prosedur didokumentasikan dan
dijadikan pedoman kerja standar. Standarisasi dimaksudkan untuk mencegah
masalah yang sama atau praktek–praktek lama terulang kembali. (Gaspersz, V.,
2002).

2.2.2 CTQ (critical to quality)
CTQ dapat diklasifikasi kedalam tiga kategori, seperti yang disarankan oleh
professor dari jepang, Noriaki Kano:
1. Penyebab ketidak puasan : sesuatu yang diharapkan didalam suatu produk atau
jasa. Pada sebuah mobil, radio, pemanas, dan fitur-fitur keselamatan yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

penting merupakan beberapa contoh yang tidak diminta langsung oleh
pelanggan tetapi diharapkan ada di dalam ptoduk tersebut. Jika fitur-fitur ini
tidak ada, maka pelanggan akan merasa tidak puas.
2. Penyebab kepuasan : sesuatu yang diinginkan oleh pelanggan. Banyak
pembeli mobil menginginkan atap mobil, jendela otomatis, atau rem antikunci.
Meskipun kebutuhan-kebutuhan ini tidak diminta oleh pelanggan. Memenuhi
kebutuhan ini akan menciptakan kepuasan.
3. Pembuat senang : fitur baru atau otomatis yang tidak diharapkan pelanggan.
Adanya fitur yang tidak diharapkan, seperti tombol prkiraan cuaca di radio
atau kontrol audio khusus di kursi belakang yang terpisah yang member
kesempatan pada anak-anak untuk mendengarkan music yang berbeda dari
orang tua mereka, menghasilkan persepsi kualitas yang lebih tinggi.

2.2.3 DPMO (Defects per million opportunities)
Defect adalah kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh
pelanggan. Sedangkan Defects per Opportunity (DPO) merupakan ukuran
kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang
menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan. Dihitung
menggunakan formula DPO = banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan
dibagi dengan (banyaknya unit yang diperiksa dikalikan banyaknya CTQ
potensial yang menyebabkan cacat atau kegagalan itu). Besaran DPO ini, apabila
dikalikan dengan konstanta 1.000.000, akan menjadi ukuran Defect Per Million
Opportunities (DPMO).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Defects Per Million Opportunities (DPMO) merupakan ukuran kegagalan
dalam program peningkatan Six Sigma , yang menunjukkan kegagalan per satu
juta kesempatan. Target dari pengendalian kualitas Six Sigma Motorola, sebesar
3,4 DPMO seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat
dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan sebagai dalam satu
unit produk tunggal terdapat rata–rata kesempatan untuk gagal dari suatu
karakteristik CTQ adalah hanya 3,4 kegagalan per satu juta kesempatan.
Saat ini pihak Motorola telah membuat gambaran kapabilitas sebuah proses dalam
perbandingan antara sigma dan DPMO yang ditunjukkan di tabel 2.3
Tabel 2.1 Tabel konver si Sigma Motorola
Presentase yang

DPMO

Sigma

30,9 %

690.000

1

69,2 %

308.000

2

93,3 %

66.800

3

99,4 %

6.210

4

99,98 %

320

5

99,9997 %

3,4

6

memenuhi spesifikasi

(Gasperz, V., 2002)

2.2.4 Penentuan Kapabilitas Proses (Process Capability)
Kapabilitas proses adalah kemampuan proses untuk memproduksi atau
menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan. Perlu
dipahami bahwa indeks Cpm yang digunakan mengacu pada CTQ (Critical-ToQuality) tunggal atau item karakteristik kualitas individual. Indeks Cpm mengukur

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

kapabilitas potensial atau melekat dari suatu proses yang diasumsikan stabil, dan
biasanya didefinisikan sebagai :
C pm =

(USL − LSL)
6 (µ − T ) 2 + σ 2

USL = Upper Specification Limit (batas spesifikasi atas)
LSL = Lower Specification Limit (batas spesifikasi bawah)
T

= Nilai target (nilai terbaik untuk karakteristik kualitas yang diharapkan
Pelanggan) dari produk.
Ketiga nilai USL, LSL, dan T ditentukan berdasarkan kebutuhan dan

ekspektasi rasional dari pelanggan.

μ
σ

= Nilai rata-rata (mean) proses aktual
2

= Nilai varian (variance) dari proses yang merupakan ukuran variasi proses
Kapabilitas proses hanya diukur untuk proses yang stabil, sehingga

apabila proses itu dianggap tidak stabil, maka proses itu harus distabilkan terlebih
dahulu. Dengan demikian nilai standar deviasi yang digunakan dalam pengukuran
kapabilitas proses (Cpm) harus berasal dari proses yang stabil, sehingga merupakan
variasi yang melekat pada proses yang stabil itu (common-cause variation).
Keberhasilan implementasi program peningkatan kualitas Six Sigma
ditunjukkan melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk
menuju tingkat kegagalan nol (zero defect). Oleh karena itu, konsep perhitungan
kapabilitas proses menjadi sangat penting untuk dipahami dalam implementasi
program Six Sigma.
Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data,
yaitu :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

- Data Attribut (Attributes Data) merupakan data kualitatif yang dihitung
menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan
analisis. Data attribut bersifat diskrit. Contoh data attribut karakteristik kualitas
adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi
buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat karena corelap, dana lain-lain.
Data

attribut

biasanya

diperoleh

dalam

bentuk

unit-unit

nonkonformans/ketidaksesuaian atau cacat/kegagalan terhadap spesifikasi
kualitas yang ditetapkan.
- Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur
menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan
analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Contoh data variabel karakteristik
kualitas adalah ; diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen
dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat,
panjang, lebar, tinggi, diameter, volume merupakan data variabel.

2.2.5 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Attribut
Berikut ini akan dibahas tentang teknik memperkirakan kapabilitas proses
dalam ukuran pencapaian target Sigma untuk data atribut (data yang diperoleh
melalui perhitungan-bukan pengukuran langsung). Pada umumnya data atribut
hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan YA atau TIDAK.
Langkah-langkah :
1.

Proses apa yang ingin anda tahu ?

2.

Berapa banyak unit yang dikerjakan melalui proses?

3.

Berapa banyak unit transaksi yang gagal

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.

Hitung tingkat cacat berdasarkan langkah 3
(langkah 3) / (langkah 2)

5.

Tentukan banyaknya CTQ potensial yang dapat mengakibatkan cacat
Banyaknya karakteristik CTQ

6.

Hitung peluang tingkat cacat per karakteristik CTQ
(langkah 4) / (langkah 5)

7.

Hitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan (DPMO)
(langkah 6) x 1.000.000

8.

Konversi DPMO (langkah 7) ke dalam nilai sigma

9.

Buat kesimpulan
DPO

=

Banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan
(Banyaknya unit yang diperiksa x banyaknya kegagalan)

DPMO

= DPO x 1.000.000

2.2.6 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel
Data variabel merupakan data kuantitatif yang dihitung menggunakan alat
pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel
bersifat kontinyu. Jika suatu catatan dibuatberdasarkan keadaan aktual, diukur
secara langsung, maka karakteristik kualitas yang diukur itu disebut variable.
Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan
produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam
persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tingi, diameter, volume
merupakan variabel.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Teknik penentuan kapabilitas proses untuk data variabel adalah sebagai
berikut :
a. Menentukan proses yang ingin diukur.
b. Menentukan nilai batas spesifikasi atas dan batas spesifikasi bawah.
c. Menentukan nilai target yang ingin dicapai.
d. Menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi dari proses.
e. Menghitung nilai DPMO, dengan menggunakan formula sebagai berikut :
DPMO = [ P { Z ≥( USL – X-bar ) / S } x 1juta ]

+

[ P { Z ≤( LSL – X-bar ) / S } x 1juta ]
Dimana , USL

: Batas spesifikasi atas

LSL

: Batas spesifikasi bawah

X-bar

: Nilai rata-rata

S

: Standart deviasi

f. Mengkonversikan nilai DPMO kedalam nilai sigma.
g. Menghitung kemampuan proses didalam nilai sigma.
h. Menghitung kapabilitas proses didalam indeks kapabilitas proses, dengan
formula sebagai berikut :
Cpm = (USL – LSL) / {6≥X-bar – T)² + S²}
Dimana, Cpm : Indeks kapabilitas proses
T

: Nilai spesifikasi target

Kriteria (rule of thumb) dari Cpm adalah :
1) Cpm ≥2,00; maka poses dianggap mampu dan kompetitif (perusahaan
berkelas dunia)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2) Cpm antara 1,00-1,99; maka proses dianggap cukup mampu, namun
perlu upaya-upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target
perusahaan berkelas dunia yang memiliki tingkat kegagalan sangat
kecil menuju nol (zero defect oriented). Persusahaan yang memiliki
nilai Cpm yang berada diantara 1,00-1,99 memiliki kesempatan
terbaiki dalam melakukan program peningkatan kualitas Six sigma.
3) Cpm < 1,00; maka proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif
untuk bersaing dipasar global.

2.2.7 Pareto
Analisis pareto adalah proses dalam mempersingkat kesempatan untuk
menentukan yang mana dari kesempatan potensial yang banyak harus dikejar
lebih dahulu. Ini juga dikenal sebagai “memisahkan sedikit yang penting dari
banyak yang sepele”.
Analisis pareto harus digunakan pada berbagai tahap dalam suatu program
peningkatan kualitas untuk menentukan langkah mana yang diambil berikutnya.
Analisis pareto digunakan untuk menjawab pertanyaan seperti”departemen apa
yang harus memiliki tim SPC berikutnya?” atau “pada jenis kerusakan apa kita
seharusnya mengkonsentrasikan usaha kita?” (pyzdek,T, 2002:216)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Gambar 2.3 Contoh Pareto
(Sumber : www.google.com)

2.2.8 Diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer)
SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer) digunakan untuk
menunjukkan aktivitas mayor, atau subproses dalam sebuah proses bisnis,
bersama-sama dengan kerangka kerja dari proses, yang disajikan dalam Supplier,
Input, Process, Output, Costumer. Dalam mendefinisikan proses-proses kunci
beserta pelanggan yang terlibat dalam suatu proses yang dievaluasi dapat didekati
dengan model SIPOC (supplier-Inputs- Process- Output-Costumer). Model
SIPOC adalah paling banyak digunakan manajemen dalam peningkatan proses.
Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen utama dalam sistem kualitas,
yaitu: (Gasperz,2002: 47)


Suppliers adalah orang atau kelompok orang yang memberikan informasi
kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses
terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat
dianggap sebgai petunjuk pemasok internal (internal suppliers).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.



Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers)
kepada proses.



Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi-dan secara
ideal menambah nilai kepada inputs (proses trnasformasi nilai tambah
kepada inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.



Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri
manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi
(final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-informasi
kunci dari proses.



Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang
menerima outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka
s