Hubungan Antara Body Mass Index (BMI), Waist Circumference (WC), dan Waist Hip Ratio (WHR) Dengan Kadar Glukosa Darah Puasa Pria Usia 45 Tahun Keatas.

(1)

HUBUNGAN ANTARA BODY MASS INDEX (BMI), WAIST CIRCUMFERENCE (WC), DAN WAIST HIP RATIO (WHR) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA

PRIA USIA 45 TAHUN KEATAS

RELATION BETWEEN BODY MASS INDEX (BMI), WAIST CIRCUMFERENCE (WC), AND WAIST HIP RATIO (WHR) WITH FASTING BLOOD GLUCOSE LEVELS

OF MEN AGED 45 YEARS OLD AND ABOVE

Daniel Setiawan Nathan1, Penny Setyawati Martioso2, Rizna Tyrani Rumanti3 1Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

2Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha 3Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia

ABSTRAK

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang khas ditandai oleh adanya hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin atau kerja insulin, atau kedua-duanya. Salah-satu faktor risiko diabetes melitus adalah obesitas. Diagnosis obesitas dapat ditegakkan dengan menggunakan indikator antropometrik yaitu body mass index (BMI), waist circumference (WC), dan waist hip ratio (WHR). Tujuan penelitian ini adalah untuk evaluasi dan membandingkan antara ukuran BMI, WC, dan WHR manakah yang mempunyai korelasi paling kuat dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa sebagai prediktor diabetes melitus.

Penelitian observasional-analitik dengan cross sectional design terhadap 30 orang pria relawan usia 45 tahun atau lebih dengan obesitas di bandung pada periode januari-desember 2014. Data terdiri dari tinggi badan (cm), berat badan (kg), BMI (kg/m2), WC (cm), WHR (cm); kadar glukosa darah puasa (mg/dl) dari bahan darah kapiler setelah berpuasa selama 8-12 jam yang diukur menggunakan glukometer auto-check® dengan metode glukosa oksidase. Data dianalisis dengan menggunakan Pearson correlation (α = 0,05) kemudian parameter diagnosis obesitas dengan nilai  < 0,05 dibandingkan berdasarkan nilai r hitung untuk mengetahui hubungan paling kuat antara BMI, WC, WHR dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa.

Waist hip ratio (WHR) mempunyai korelasi paling kuat dengan kadar glukosa darah puasa (r = 0,458;  = 0,011), kemudian WC (r = 0,410;  = 0,024), tetapi BMI tidak mempunyai korelasi (r = 0,228;  = 0,225).

Waist hip ratio (WHR) mempunyai korelasi yang lebih baik dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas dibandingkan dengan WC.


(2)

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) is a metabollic disease peculiarly shown by the existence of hyperglicemia due to abnormality of either or both insulin secretion and performance. One of diabetes mellitus risk factor is obesity. Obesity diagnosis is defined by certain anthropometric indices, such as body mass index (BMI), waist circumference (WC), and waist-to-hip ratio (WHR). The aim of this research are to evaluate and compare among BMI, WC, and WHR which have the strongest correlation with increasing of fasting blood glucose levels as a predictor of diabetes mellitus.

This observational-analytic research with cross sectional design among 30 volunteer men age 45 years and above with obesity in bandung in the period january-december 2014. Data consist of height (cm), weight (kg), BMI (kg/m2), WC (cm), WHR (cm); fasting blood glucose levels (mg/dl) of blood capillary sampling after fasting 8-12 hours were measured using glucometer auto-check® with glucose oxidase method. Data was analyzed using Pearson colleration (α = 0.05) then obesity diagnosis parameter with  value < 0,05 compared based r calculated value to know the strongest relation between BMI, WC, WHR with increase of fasting blood glucose levels

Waist hip ratio (WHR) have the strongest relation with fasting blood glucose levels (r = 0.458;  = 0.011), WC (r = 0.410;  = 0.024), but BMI do not have correlation (r = 0.228;  = 0.225).

Waist hip ratio (WHR) have better relation with increasing fasting blood glucose levels on men aged 45 years old and above compared with WC.


(3)

viii

" ... i

" ... ii

... iii

... iv

... v

... vi

... viii

... xi

... xii

... xiii

... xiv

... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 4

1.4.1 Manfaat Akademis ... 4

1.4.2 Manfaat Praktis ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hinotesis ... 5

1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 5

1.5.2 Hinotesis ... 6

" ... 8

2.1 Mekanisme Pengaturan Kadar Glukosa Darah ... 8

2.1.1 Gangguan Metabolisme Glukosa nada Penderita Diabetes Melitus .. 13

2.2 Obesitas ... 14


(4)

ix

2.2.2.1 Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 16

2.2.2.2 Lingkar Pinggang (Waist Circumference) ... 18

2.2.2.3 Rasio Lingkar Pinggang terhadan Lingkar Panggul (Waist Hip Ratio) ... 18

2.2.2 Hubungan Obesitas imum dengan Resistensi Insulin ... 19

2.2.3 Hubungan Obesitas Abdominal dengan Resistensi Insulin ... 21

2.3 Penuaan ... 22

2.2.2 Hubungan Penuaan dengan Resistensi Insulin ... 23

2.4 Diabetes Melitus ... 24

2.4.1 Definisi Diabetes Melitus ... 24

2.4.2 Prevalensi Diabetes Melitus ... 24

2.4.3 Faktor Risiko Diabetes Melitus ... 25

2.4.4 Klasifikasi Diabetes Melitus ... 26

2.4.5 Diagnosis Diabetes Melitus ... 27

2.4.6 Pemeriksaan Penyaring Diabetes Melitus ... 29

2.5 Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah ... 30

2.6 Glukometer uwa9monitor ... 32

2.7 Glukometer Auto9check® ... 33

... 34

3.1 Bahan, Alat, dan uubjek Penelitian ... 34

3.1.1 Bahan dan Alat Penelitian ... 34

3.1.2 uubjek Penelitian ... 34

3.1.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2 Alur Penelitian ... 36

3.3 Metode Penelitian ... 37

3.3.1 Desain Penelitian ... 37

3.3.2 Variabel Penelitian ... 37

3.3.3 Besar dan uamnel Penelitian ... 38

3.3.4 Prosedur Kerja ... 38


(5)

x

3.3.6 Metode Analisis Data ... 42

3.3.6.1 Hinotesis utatistik... 42

3.3.6.2 Kriteria iji ... 43

3.3.7 Asnek Etik Penelitian ... 43

... 44

4.1 Hasil Penelitian ... 44

4.2 iji Normalitas Data ... 46

4.3 Hasil iji utatistik ... 47

4.3.1 Hasil iji Korelasi Pearson ... 47

4.3.2 Hasil iji Regresi Linier Ganda ... 49

4.4 Pembahasan ... 50

4.4.1 Korelasi antara Peningkatan body Mass index (BMI) dengan Kadar Glukosa Darah Puasa ... 50

4.4.2 Korelasi antara Peningkatan Waist Circumference (WC) dan Waist Hip Ratio (WHR) dengan Kadar Glukosa Darah Puasa ... 51

4.4.3 Perbandingan Korelasi Peningkatan Indikator Antronometrik Obesitas imum (BMI) dengan Obesitas uentral (WC, WHR) terhadan Kadar Glukosa Darah Puasa ... 52

4.5 Pengujian Hinotesis Penelitian ... 53

4.5.1 Hinotesis I ... 53

4.5.2 Hinotesis II ... 54

4.5.3 Hinotesis III ... 54

... 56

5.1 uimnulan ... 56

5.2 uaran ... 56

... 58

... 63


(6)

xi

Tabel 2.1 Klasifikasi Berat Badan Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) Orang Dewasa Menurut World Health Organization (WHO) ... 17 Tabel 2.2 Klasifikasi Berat Badan Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Menurut Kriteria Asia9Pasifik ... 17 Tabel 2.3 Klasifikasi Lingkar Pinggang Menurut World Health Organization

(WHO)... 18 Tabel 2.4 Kriteria Diagnosis DM ... 28 Tabel 2.5 Kadar Glukosa Darah uewaktu dan Puasa uebagai Patokan Penyaring

dan Diagnosis DM (mg/dl) ... 29 Tabel 4.1 Distribusi uamnel Berdasarkan isia dan Glukosa Darah Puasa ... 44 Tabel 4.2 Distribusi uamnel Berdasarkan Body Mass Index (BMI) dengan Glukosa

Darah Puasa ... 45 Tabel 4.3 Distribusi uamnel Berdasarkan Waist Circumference (WC) dan Waist Hip

Ratio (WHR) Terhadan Glukosa Darah Puasa ... 45 Tabel 4.4 Hasil iji Normalitas Data dengan Menggunakan Metode Kolmogorov9

umirnov ... 46 Tabel 4.5 Hasil iji Korelasi Pearson Tentang Hubungan Obesitas Berdasarkan Body

Mass Index (BMI) dengan Gangguan Toleransi Glukosa Darah Puasa9 Diabetes melitus ... 47 Tabel 4.6 Hasil iji Korelasi Pearson Tentang Hubungan Obesitas Berdasarkan Waist

Circumference (WC) dengan Gangguan Toleransi Glukosa Darah Puasa9 Diabetes melitus ... 48 Tabel 4.7 Hasil iji Korelasi Pearson Tentang Hubungan Obesitas Berdasarkan Waist

Hip Ratio (WHR) dengan Glukosa Darah Puasa ... 49 Tabel 4.8 Hasil iji Regresi Linier Ganda ... 50


(7)

xii

Gambar 2.1 Mekanisme Kerja Insulin Terhadan Glukosa Darah ... 10

Gambar 2.2 uekresi Insulin oleh Rangsangan Glukosa ... 11

Gambar 2.3 Peran Insulin dan Glukagon dalam Metabolisme Glukosa ... 13

Gambar 2.4 Tine9Tine Obesitas Berdasarkan Distribusi Lemak Tubuh... 16


(8)

xiii

Bagan 2.1 Mekanisme Resistensi Insulin Akibat Penumnukan Lemak yang Berlebihan dalam Jaringan Lemak ... 20 Bagan 2.2 Reaksi Pengukuran Glukosa dengan Enzim Glukosa Dehidrogenase ... 33 Bagan 3.1 Alur Penelitian ... 36


(9)

xiv

Lamniran 1 uurat Pernyataan Persetujuan untuk Ikut uerta dalam Penelitian

(Informed Consent) ... 63

Lamniran 2 uurat Kenutusan Komisi Etik Penelitian ... 64

Lamniran 3 Tabel Karakteristik Data uubjek Penelitian ... 65


(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Obesitas adalah suatu keadaan dimana terdapat akumulasi lemak secara berlebihan. Obesitas merupakan faktor risiko dislipidemia, diabetes melitus, hipertensi, sindrom metabolik, dan penyakit kardiovaskuler dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Hermawan, 1991).

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa insidensi obesitas secara global cenderung meningkat. Obesitas pada kelompok dewasa tahun 1998 ada 6,35% yang meningkat 25 kali lipat pada tahun 2010 menjadi 11,8% (WHO, 2008). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia melaporkan bahwa prevalensi obesitas di Indonesia cenderung meningkat. Obesitas pada kelompok orang dewasa pada tahun 2000 ada 4,7% dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 3 kali lipat yaitu 11,7% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010).

Salah satu faktor penyebab obesitas adalah unhealthy lifestyle, yaitu sering mengonsumsi asupan yang tinggi kalori, tinggi lemak ,dan tinggi protein tetapi rendah serat dan mikronutrien, serta kurangnya aktivitas fisik. Asupan tinggi kalori seperti makanan tinggi karbohidrat dan minuman beralkohol dapat

meningkatkan kadar glukosa darah sehingga menimbulkan keadaan

hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia berdampak timbulnya resistensi insulin. Resistensi insulin meningkatkan risiko timbulnya diabetes melitus tipe 2 (Cahjono & Budhiarta, 2007).

Obesitas dapat mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas, leptin, tumor necrosis factor–alfa (TNF-α), interleukin (IL-6), resistin, dan penurunan adiponektin. Keadaan ini mengakibatkan timbulnya resistensi insulin sehingga timbul penyakit gangguan metabolik seperti diabetes melitus, dislipidemia, serta meningkatkan risiko timbulnya penyakit kardiovaskular (Clare-Salzler, 2007).


(11)

2

Penelitian yang dilakukan oleh Khalid Amin et al pada tahun 2010 mencatat bahwa terdapat peningkatan kadar glukosa darah pada 39,3% subjek penelitian dengan obesitas (Amin et al, 2010).

Insidensi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan diabetes melitus (DM) meningkat seiring bertambahnya usia. Insidensi tertinggi pada usia 45 tahun keatas. Pada usia tersebut terjadi penurunan metabolisme dalam tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penggunaan energi oleh tubuh berkurang sehingga glukosa akan terakumulasi dalam sirkulasi darah yang mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah (Kurniawan, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Charlotte Glumer et al pada tahun 2003 mencatat bahwa subjek penelitian usia 45 tahun keatas dengan obesitas yang mengalami toleransi glukosa terganggu (TGT) sebesar 17,8% dan diabetes melitus (DM) sebesar 9,7% (Glumer, 2003).

Salah satu cara diagnosis obesitas adalah metode antropometrik yaitu dengan mengukur body mass index (BMI), waist circumference (WC), dan waist hip ratio (WHR) (Lipoeto dkk, 2007). Obesitas sentral berdasarkan pengukuran waist circumference (WC) dan waist hip ratio (WHR) meningkatkan risiko terjadinya resistensi insulin dengan mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas di sirkulasi darah. Peningkatan asam lemak bebas pada obesitas sentral lebih tinggi daripada obesitas umum, sehingga risiko resistensi insulin pada obesitas sentral lebih tinggi daripada obesitas umum (Cahjono & Budhiarta, 2007). Penelitian

yang dilakukan oleh Kaur et al pada tahun 2008 menunjukkan bahwa waist circumference (WC) mempunyai hubungan yang paling kuat terhadap kadar

glukosa darah puasa dibandingkan dengan waist hip ratio (WHR), dan body mass index (BMI) (Kaur et al, 2008).

Latar belakang tersebut, menarik minat penulis untuk meneliti hubungan body mass index (BMI), waist circumference (WC), dan waist hip ratio (WHR) terhadap kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas sebagai risiko gangguan toleransi glukosa darah puasa-diabetes melitus dimana ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa.


(12)

3

1.2Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang penelitian adalah:

1.2.1 Adakah hubungan antara peningkatan body mass index (BMI) dengan

peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

1.2.2 Adakah hubungan antara peningkatan waist circumference (WC) dengan

peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

1.2.3 Adakah hubungan antara peningkatan waist hip ratio (WHR) dengan

peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

1.2.4 Manakah yang mempunyai hubungan paling kuat antara peningkatan body

mass index (BMI), waist circumference (WC), dan waist hip ratio (WHR) dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah ingin mengevaluasi pengukuran body mass index (BMI), waist circumference (WC), dan waist hip ratio (WHR), manakah yang mempunyai hubungan tertinggi terhadap resistensi insulin yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa.


(13)

4

1.4Manfaat Karya Tulis Ilmiah

1.4.1 Manfaat Akademis:

 Menambah khazanah ilmu di bidang penyakit sindrom metabolik dimana terdapat hubungan antara obesitas dengan gangguan toleransi glukosa darah puasa dan diabetes melitus.

Memberikan informasi ilmiah tentang hubungan body mass index (BMI), waist circumference (WC), dan waist hip ratio (WHR) terhadap kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

1.4.2 Manfaat Praktis:

 Memberikan masukan kepada para klinisi di bidang gangguan metabolik dan endokrin serta instansi penjaminan kesehatan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap individu dengan obesitas sebagai faktor risiko diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular.

 Memberikan informasi kepada masyarakat luas untuk menanggulangi

obesitas untuk mencapai kehidupan yang sehat dan sejahtera dengan menerapkan pola hidup sehat yaitu mengonsumsi asupan yang rendah kalori, rendah lemak ,dan rendah protein tetapi tinggi serat dan mikronutrien, serta aktivitas fisik yang teratur.

1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Obesitas umum adalah suatu keadaan dimana terjadi akumulasi lemak secara berlebihan-abnormal di dalam tubuh yang dapat menganggu kesehatan. Jaringan lemak mengandung asam lemak bebas, leptin, tumor necrosis factor alfa (TNF-α), interleukin-6 (IL-6), resistin, dan adiponektin yang berperan pada resistensi


(14)

5

insulin. Resistensi insulin adalah suatu keadaan dimana terdapat gangguan respon metabolik terhadap kerja insulin dengan akibat untuk kadar glukosa darah tertentu dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak daripada normal untuk mempertahankan keadaan normoglikemi (Adam, 2011; WHO, 2014).

Peningkatan kadar asam lemak bebas di sekitar jaringan otot akan menghambat “uptake” glukosa oleh jaringan otot sehingga timbul keadaan hiperglikemia. Peningkatan kadar asam lemak bebas pada obesitas sentral lebih tinggi daripada obesitas umum sehingga risiko terjadinya resistensi insulin pada obesitas sentral lebih tinggi daripada obesitas umum (Henry & Mudaliar, 2003; Adam, 2011). Leptin bekerja menghambat fosforilasi insulin receptor substrate-1 (IRS-1) yang berperan dalam insulin signaling, akibat proses insulin signaling terganggu dan “uptake” glukosa dari sirkulasi darah oleh sel-sel tubuh terhambat, maka terjadi hiperglikemia (Henry & Mudaliar, 2003; Adam, 2011).

Penurunan kadar adiponektin akan mengakibatkan peningkatan kadar leptin dan hambatan proses “uptake” glukosa dari sirkulasi darah, maka terjadi kondisi hiperglikemia (Adam, 2011; Zhang et al, 2014).

Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF-α) adalah suatu sitokin proinflamasi yang diekspresikan secara berlebihan pada obesitas yang menghambat glucose transporter-4 (GLUT)-4 sehingga “uptake” glukosa ke dalam sel-sel tubuh terhambat (Adam, 2011; Zhang et al, 2014).

Interleukin-6 (IL-6) yang disekresikan secara berlebihan menstimulasi peningkatan pelepasan glukagon yang mengakibatkan peningkatan proses glikogenolisis dan glukoneogenesis di dalam sel hepatosit sehingga terjadi hiperglikemia. Resistin menginduksi ekspresi dari supressor of cytokine signalling (SOC-3) yaitu sitokin yang berperan dalam menekan insulin signalling yang mengakibatkan hambatan “uptake” glukosa ke dalam sel-sel tubuh (Henry & Mudaliar, 2003; Sulistyoningrum, 2010; Adam, 2011).

Obesitas abdominal adalah penumpukan lemak dengan distribusi di viscera abdomen. Peningkatan kadar asam lemak bebas pada obesitas sentral lebih tinggi daripada obesitas umum, maka risiko resistensi insulin lebih tinggi pada obesitas sentral (Qatanani & Lazar, 2008; Bays, 2014).


(15)

6

Penelitian yang dilakukan oleh Divyangkumar.N.Patel dan M.P.Singh pada tahun 2007 menunjukkan bahwa waist circumference (WC) mempunyai hubungan yang paling kuat terhadap kadar glukosa darah puasa dibandingkan dengan waist hip ratio (WHR), dan body mass index (BMI) (Patel & Singh, 2007).

Berbagai literatur menyatakan bahwa diabetes melitus lebih sering terjadi pada usia 45 tahun keatas, karena pada usia tersebut terjadi penurunan metabolisme dalam tubuh yang mengakibatkan penggunaan energi oleh tubuh berkurang sehingga glukosa akan terakumulasi dalam sirkulasi darah. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah (Merentek, 2006).

1.5.2 Hipotesis

1.5.2.1Terdapat hubungan antara peningkatan body mass index (BMI) dengan

peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

1.5.2.2Terdapat hubungan antara peningkatan waist circumference (WC) dengan

peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

1.5.2.3Terdapat hubungan antara peningkatan waist hip ratio (WHR) dengan

peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

1.5.2.4Peningkatan waist circumference (WC) mempunyai hubungan paling kuat

dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas dibandingkan dengan peningkatan waist hip ratio (WHR) dan body mass index (BMI)


(16)

51 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Simpulan yang diperoleh dari Penelitian ” Hubungan antara Body Mass Index (BMI), Waist Circumference (WC), dan Waist Hip Ratio (WHR) dengan Kadar Glukosa Darah Puasa Pria Usia 45 Tahun Keatas” adalah sebagai berikut:

5.1.1 Terdapat hubungan antara peningkatan body mass index (BMI) dengan

peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

5.1.2 Terdapat hubungan antara peningkatan waist circumference (WC) dengan

peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

5.1.3 Terdapat hubungan antara peningkatan waist hip ratio (WHR) dengan

peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

5.1.4 Peningkatan Waist hip ratio (WHR) mempunyai hubungan yang lebih baik

dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas dibandingkan dengan peningkatan waist circumference (WC)

5.2 Saran

Penelitian tentang ” Hubungan antara Body Mass Index (BMI), Waist Circumference (WC), dan Waist Hip Ratio (WHR) dengan Kadar Glukosa Darah Puasa Pria Usia 45 Tahun Keatas” perlu ditelaah lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang akurat, maka penulis mengusulkan beberapa saran bagi para peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut yaitu:

5.2.1 Penelitian dilakukan terhadap populasi dengan jumlah sampel yang lebih


(17)

52

5.2.2 Penelitian dilakukan terhadap populasi dengan sampel berjenis kelamin

perempuan.

5.2.3 Analisis kadar glukosa darah sebaiknya menggunakan metode heksokinase

yang merupakan gold standard pemeriksaan untuk menentukan kadar glukosa darah.

5.2.4 Sampel pemeriksaan kadar glukosa darah sebaiknya menggunakan bahan

pemeriksaan berupa darah plasma vena dengan antikoagulan NaF sesuai rekomendasi dari World Health Organization (WHO) karena dapat menjaga stabilitas kadar glukosa.

5.2.5 Penelitian dilakukan dengan menggunakan parameter pemeriksaan kadar

glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial pasca pembebanan (oral glucose tolerance).

5.2.6 Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara obesitas dengan

HbA1c.

5.2.7 Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara profil lipid

dengan indikator antropometri obesitas abdominal.

Peneliti juga memberikan masukan kepada para klinisi di bidang gangguan metabolik dan endokrin serta instansi penjaminan kesehatan bahwa skrining diabetes melitus pada individu dengan obesitas sebaiknya berdasarkan pengukuran antropometri obesitas abdominal (WC dan WHR) karena terbukti memiliki hubungan dengan diabetes melitus.


(18)

61

RIWAYAT HIDUP

Nama : Daniel Setiawan Nathan

NRP : 1110178

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 2 Maret 1993

Alamat : Jalan Halteu Selatan No.59D/77 Bandung

Riwayat Pendidikan :

 Tahun 1998 : lulus TKK 638 BPK Penabur Bandung

 Tahun 2004 : lulus SDK 6 BPK Penabur Bandung

 Tahun 2007 : lulus SMPK 5 BPK Penabur Bandung

 Tahun 2010 : lulus SMA Jenderal Sudirman Bandung

 Tahun 2011-sekarang : mahasiswa Fakultas Kedokteran


(19)

HUBUNGAN ANTARA BODY MASS INDEX (BMI), WAIST CIRCUMFERENCE (WC), DAN WAIST HIP RATIO (WHR) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA

PRIA USIA 45 TAHUN KEATAS

RELATION BETWEEN BODY MASS INDEX (BMI), WAIST CIRCUMFERENCE (WC), AND WAIST HIP RATIO (WHR) WITH FASTING BLOOD GLUCOSE LEVELS

OF MEN AGED 45 YEARS OLD AND ABOVE

Daniel Setiawan Nathan1, Penny Setyawati Martioso2, Rizna Tyrani Rumanti3 1Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

2Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha 3Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia

ABSTRAK

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang khas ditandai oleh adanya hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin atau kerja insulin, atau kedua-duanya. Salah-satu faktor risiko diabetes melitus adalah obesitas. Diagnosis obesitas dapat ditegakkan dengan menggunakan indikator antropometrik yaitu body mass index (BMI), waist circumference (WC), dan waist hip ratio (WHR). Tujuan penelitian ini adalah untuk evaluasi dan membandingkan antara ukuran BMI, WC, dan WHR manakah yang mempunyai korelasi paling kuat dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa sebagai prediktor diabetes melitus.

Penelitian observasional-analitik dengan cross sectional design terhadap 30 orang pria relawan usia 45 tahun atau lebih dengan obesitas di bandung pada periode januari-desember 2014. Data terdiri dari tinggi badan (cm), berat badan (kg), BMI (kg/m2), WC (cm), WHR (cm); kadar glukosa darah puasa (mg/dl) dari bahan darah kapiler setelah berpuasa selama 8-12 jam yang diukur menggunakan glukometer auto-check® dengan metode glukosa oksidase. Data dianalisis dengan menggunakan Pearson correlation

(α = 0,05) kemudian parameter diagnosis obesitas dengan nilai  < 0,05 dibandingkan berdasarkan nilai r hitung untuk mengetahui hubungan paling kuat antara BMI, WC, WHR dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa.

Waist hip ratio (WHR) mempunyai korelasi paling kuat dengan kadar glukosa darah puasa (r = 0,458;  = 0,011), kemudian WC (r = 0,410;  = 0,024), tetapi BMI tidak mempunyai korelasi (r = 0,228;  = 0,225).

Waist hip ratio (WHR) mempunyai korelasi yang lebih baik dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas dibandingkan dengan WC.


(20)

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) is a metabollic disease peculiarly shown by the existence of hyperglicemia due to abnormality of either or both insulin secretion and performance. One of diabetes mellitus risk factor is obesity. Obesity diagnosis is defined by certain anthropometric indices, such as body mass index (BMI), waist circumference (WC), and waist-to-hip ratio (WHR). The aim of this research are to evaluate and compare among BMI, WC, and WHR which have the strongest correlation with increasing of fasting blood glucose levels as a predictor of diabetes mellitus.

This observational-analytic research with cross sectional design among 30 volunteer men age 45 years and above with obesity in bandung in the period january-december 2014. Data consist of height (cm), weight (kg), BMI (kg/m2), WC (cm), WHR (cm); fasting blood glucose levels (mg/dl) of blood capillary sampling after fasting 8-12 hours were measured using glucometer auto-check® with glucose oxidase method. Data was analyzed

using Pearson colleration (α = 0.05) then obesity diagnosis parameter with  value < 0,05 compared based r calculated value to know the strongest relation between BMI, WC, WHR with increase of fasting blood glucose levels

Waist hip ratio (WHR) have the strongest relation with fasting blood glucose levels (r = 0.458;  = 0.011), WC (r = 0.410;  = 0.024), but BMI do not have correlation (r = 0.228;  = 0.225).

Waist hip ratio (WHR) have better relation with increasing fasting blood glucose levels on men aged 45 years old and above compared with WC.

Key words: BMI, WC, WHR, obesity, fasting blood glucose levels PENDAHULUAN

Obesitas adalah suatu keadaan dimana terdapat akumulasi lemak secara berlebihan. Obesitas merupakan faktor risiko dislipidemia, diabetes melitus, hipertensi, sindrom metabolik, dan penyakit kardiovaskuler dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi1. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa insidensi obesitas secara global cenderung meningkat. Obesitas pada kelompok dewasa tahun 1998 ada 6,35% yang meningkat 25 kali lipat pada tahun 2010 menjadi 11,8%2. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia melaporkan bahwa prevalensi obesitas di Indonesia cenderung meningkat. Obesitas pada kelompok

orang dewasa tahun 2000 ada 4,7% yang meningkat menjadi 3 kali lipat yaitu 11,7% pada tahun 20103.

Salah satu faktor penyebab obesitas adalah unhealthy lifestyle, yaitu sering mengonsumsi asupan yang tinggi kalori, tinggi lemak ,dan tinggi protein tetapi rendah serat dan mikronutrien, serta kurangnya aktivitas fisik. Asupan tinggi kalori seperti konsumsi makanan tinggi karbohidrat dan minuman beralkohol dapat meningkatkan kadar glukosa darah dan mengakibatkan hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia berdampak timbulnya resistensi insulin yang akan meningkatkan risiko timbulnya diabetes melitus tipe 24.

Obesitas akan mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas, leptin,


(21)

tumor necrosis factor–alfa (TNF-α), interleukin (IL-6), resistin, dan penurunan adiponektin. Kondisi tersebut mengakibatkan resistensi insulin meningkat sehingga timbul berbagai penyakit gangguan metabolik seperti diabetes melitus, dislipidemia, dan

meningkatkan risiko penyakit

kardiovaskular5. Penelitian Khalid Amin et al pada tahun 2010 mendapatkan bahwa peningkatan kadar glukosa darah pada 39,3% penderita obesitas6.

Insidensi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan diabetes melitus (DM) meningkat seiring bertambahnya usia. Insidensi tertinggi pada usia 45 tahun keatas. Karena usia 45 tahun keatas

sudah mengalami penurunan

metabolisme tubuh. Penurunan

metabolisme tubuh akan mengakibatkan peningkatan akumulasi glukosa dalam sirkulasi darah, sehingga kadar glukosa darah meningkat7. Penelitian Charlotte Glumer et al pada tahun 2003 mendapatkan adanya toleransi glukosa terganggu (TGT) sebesar 17,8% dan diabetes melitus (DM) sebesar 9,7%8 pada kelompok usia 45 tahun keatas dengan obesitas.

Metode antropometrik adalah salah satu cara diagnosis obesitas yaitu dengan mengukur body mass index (BMI), waist circumference (WC), dan waist hip ratio (WHR)9. Obesitas sentral dapat ditetapkan berdasarkan hasil pengukuran waist circumference (WC) dan waist hip ratio (WHR). Peningkatan ukuran WC atau WHR melebihi nilai normal akan mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas dalam sirkulasi darah sehingga meningkatkan risiko timbulnya resistensi insulin.

Peningkatan asam lemak bebas pada obesitas sentral lebih tinggi daripada

obesitas umum, sehingga risiko resistensi insulin pada penderita obesitas sentral lebih tinggi daripada obesitas umum4. Penelitian Kaur et al pada tahun 2008 mendapatkan bahwa peningkatan waist circumference (WC) melebihi nilai normal mempunyai hubungan yang paling kuat dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa dibandingkan dengan peningkatan waist hip ratio (WHR), dan body mass index (BMI)10.

BAHAN DAN METODE

Penelitian observasional-analitik ini dengan cross sectional design terhadap 30 orang pria relawan usia 45 tahun atau lebih dengan obesitas di bandung periode januari-desember 2014. Data terdiri dari tinggi badan (cm), berat badan (kg), BMI (kg/m2), WC (cm), WHR (cm); kadar glukosa darah puasa (mg/dl) dari bahan darah kapiler setelah berpuasa selama 8-12 jam yang diukur menggunakan glukometer auto-check® dengan metode glukosa oksidase. BMI ditentukan berdasarkan rumus berat badan (kg) / tinggi badan (m2). WC ditentukan berdasarkan pengukuran lingkar tengah antara bagian bawah costa XII dengan crista iliaka. WHR diperoleh dengan cara menghitung perbandingan antara lingkar pinggang (cm) dengan lingkar panggul (cm). Penelitian ini sebelum dilaksanakan telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung.

ANALISIS DATA

Data penelitian yang meliputi usia, berat badan, tinggi badan, BMI, lingkar panggul, WC, WHR, dan kadar glukosa


(22)

darah puasa dihitung rerata, standar

deviasi, nilai maksimum dan

minimumnya. Normalitas distribusi data dievaluasi dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov. Hubungan antara BMI, WC, WHR dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa dianalisis dengan Pearson correlation dengan α dan  value = 0,05 selanjutnya erat atau tidaknya hubungan ketiga parameter obesitas tersebut dengan kadar glukosa darah dievaluasi dengan membandingkan nilai r hitung. Data diolah dengan perangkat lunak secara komputerisasi dengan program SPSS 21.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian “Hubungan antara Body Mass Index (BMI), Waist Circumference

(WC), dan Waist Hip Ratio (WHR) dengan Kadar Glukosa Darah Puasa Pria

Usia 45 Tahun Keatas” telah dilakukan

terhadap 30 orang partisipan. Rerata usia subjek penelitian (54,4 ± 7,064644) tahun, berat badan (71,8 ± 8,931669) kg, tinggi badan (160,8 cm ± 5,965899) cm, BMI (27,7 ± 2,845735) kg/m2, lingkar panggul (93,3 cm ± 4,295012) cm, WC (96,7 ± 4,857628) cm, WHR (1,03 ±

0,010875) cm, dan kadar glukosa darah puasa (105,1 ± 12,96968) mg/dl. Hasil uji Pearson correlation didapatkan hubungan antara BMI, WC, dan WHR dengan kadar glukosa darah puasa seperti

pada tabel-tabel berikut:

Tabel 1 Hasil Uji Korelasi Pearson Tentang Hubungan antara Body Mass Index (BMI) dengan Kadar Glukosa Darah Puasa

BMI Glukosa

BMI

Pearson Correlation 1 .228

Sig. (2-tailed) .225

N 30 30

Glukosa

Pearson Correlation .228 1

Sig. (2-tailed) .225

N 30 30

Tabel 1 menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara BMI dengan kadar glukosa darah puasa dengan  = 0,225 ( > 0,05).

Hasil penelitian ini menyerupai hasil yang didapatkan oleh Bakari et al di University Teaching Hospital Zaria Nigeria, pada tahun 2006 yang melakukan penelitian terhadap 307 subjek penelitian dengan overweight-obesitas berjenis kelamin pria dengan

rentang usia 30-45 tahun bahwa antara BMI dengan kadar glukosa darah puasa tidak terdapat hubungan (p > 0,05)11. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Innocent et al di Delta State University Nigeria, pada tahun 2013 yang melakukan penelitian terhadap 253 subjek penelitian dengan overweight-obesitas berjenis kelamin pria dan perempuan dengan rentang usia 20-40 tahun bahwa antara BMI dengan kadar glukosa darah puasa terdapat


(23)

hubungan (p < 0,05)12. Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan pada penelitian ini sudah terpenuhi, akan tetapi untuk mendapatkan hasil yang lebih spesifik dibutuhkan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga faktor kesalahannya menjadi lebih kecil. BMI tidak menggambarkan distribusi lemak di seluruh tubuh. Berbagai literatur menyebutkan bahwa obesitas abdominal berhubungan lebih erat dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa dibandingkan dengan obesitas umum.

Penumpukan lemak di daerah viscera abdomen mengakibatkan peningkatan kadar asam lemak bebas. Peningkatan kadar asam lemak bebas pada obesitas sentral lebih tinggi daripada obesitas umum sehingga risiko terjadinya resistensi insulin pada obesitas sentral lebih tinggi daripada obesitas umum.

Tabel 2 Hasil Uji Korelasi Pearson Tentang Hubungan antara Waist Circumference (WC) dengan Kadar Glukosa Darah Puasa

WC Glukosa

WC

Pearson Correlation 1 .410*

Sig. (2-tailed) .024

N 30 30

Glukosa

Pearson Correlation .410* 1

Sig. (2-tailed) .024

N 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed).

Tabel 3 Hasil Uji Korelasi Pearson Tentang Hubungan antara Waist Hip Ratio (WHR) dengan Kadar Glukosa Darah Puasa

WHR Glukosa

WHR

Pearson Correlation 1 .458*

Sig. (2-tailed) .011

N 30 30

Glukosa

Pearson Correlation .458* 1

Sig. (2-tailed) .011

N 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Tabel 2 menunjukkan bahwa

ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara WC dengan kadar glukosa darah puasa dengan  = 0,024 ( < 0,05). Tabel 3 menunjukan bahwa ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara WHR dengan kadar

glukosa darah puasa dengan  = 0,011 ( < 0,05). Hasil penelitian ini menyerupai hasil yang didapatkan oleh Oboh & Adedeji pada tahun 2011 yang melakukan penelitian terhadap 104 subjek penelitian dengan overweight-obesitas berjenis kelamin pria dengan


(24)

rentang usia 21-55 tahun bahwa antara WC dan WHR dengan kadar glukosa darah puasa terdapat hubungan (p > 0,05)15.

Hasil penelitian ini juga menyerupai hasil yang didapatkan oleh Etukamana et al, pada tahun 2013 yang melakukan penelitian terhadap 750 subjek penelitian berjenis kelamin pria dengan usia 15 tahun keatas bahwa antara WC dan WHR dengan kadar glukosa darah puasa terdapat hubungan (p > 0,05)16. Rasio usia subjek penelitian pada penelitian ini dibandingkan dengan kedua penelitian tersebut lebih sempit yaitu usia 46-54 tahun. Hal ini sesuai dengan insidensi penderita gangguan toleransi glukosa dan DM terbanyak yaitu pada usia 45-55 tahun2. Waist circumference (WC) dan waist hip ratio (WHR) merupakan parameter diagnosis obesitas abdominal. Obesitas abdominal adalah jenis obesitas

dengan distribusi penumpukan lemak di daerah viscera abdomen. Sel-sel lemak viscera abdomen kurang responsif terhadap insulin yang berperan dalam menghambat proses lipolisis trigliserida dibandingkan dengan sel-sel lemak lainnya dalam tubuh, sehingga terjadi peningkatan lipolisis trigliserida yang mengakibatkan peningkatan pelepasan asam lemak bebas ke dalam sirkulasi darah13,14.

Parameter diagnosis obesitas dengan nilai  < 0,05 yaitu waist circumference (WC) dan waist hip ratio (WHR) dibandingkan berdasarkan nilai r hitung untuk menentukan parameter diagnosis obesitas yang mempunyai hubungan paling kuat dengan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas. Hasil out put data penelitian disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4 Perbandingan Hasil Uji Korelasi Pearson antara Waist Circumference (WC) dan Waist Hip Ratio (WHR) dengan Kadar Glukosa Darah Puasa

Parameter Diagnosis Obesitas r hitung 

Waist Circumference (WC) 0,410 0,024

Waist Hip Ratio (WHR) 0,458 0,011

Tabel 4 menjelaskan tingkat keeratan hubungan antara WC dan WHR dengan kadar glukosa darah puasa. WHR mempunyai hubungan lebih erat dengan kadar glukosa darah puasa dibandingkan dengan WC Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan rekomendasi dari WHO

yang menyatakan bahwa waist

circumference (WC) merupakan

prediktor diabetes melitus terbaik. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Patel DN & Singh MP di SKBS Medical Institute and Research Centre India pada tahun 2013 yang melakukan penelitian terhadap 260

subjek penelitian dengan overweight-obesitas berjenis kelamin pria dan perempuan dengan rentang usia 30-50 tahun bahwa waist circumference (WC) mempunyai hubungan paling kuat dengan kadar glukosa darah puasa dibandingkan WHR dan BMI17.

Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Kaur et al di National Institute of Epidemiology India, pada tahun 2008 terhadap 2148 subjek penelitian dengan overweight-obesitas berjenis kelamin pria dengan rentang usia 18-69 tahun bahwa WC mempunyai hubungan paling


(25)

kuat dengan kadar glukosa darah puasa dibandingkan WHR dan BMI10. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah sampel penelitian yang kurang banyak sehingga akurasi penelitian berkurang. Hasil pengukuran obesitas dengan metode WC pada subjek penelitian berusia 65 tahun keatas kurang akurat dikarenakan berkurangnya akumulasi lemak dan elastisitas kulit maka posisinya bergeser ke bawah sehingga dapat mempengaruhi hasil pengukuran.

SIMPULAN

Simpulan yang diperoleh dari

Penelitian ” Hubungan antara Body Mass Index (BMI), Waist Circumference (WC), dan Waist Hip Ratio (WHR) dengan Kadar Glukosa Darah Puasa Pria

Usia 45 Tahun Keatas” adalah sebagai

berikut:

 Terdapat hubungan antara peningkatan body mass index (BMI) dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

 Terdapat hubungan antara peningkatan waist circumference (WC) dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

 Terdapat hubungan antara peningkatan waist hip ratio (WHR) dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

 Peningkatan waist hip ratio (WHR) mempunyai hubungan yang lebih baik dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas dibandingkan dengan

peningkatan waist circumference (WC)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hermawan AG. 1991. Komplikasi

Obesitas dan Usaha

Penanggulangannya. Cermin Dunia Kedokt. 8(68): 39-41. 2. World Health Organization

(WHO). 2008. Waist

Circumference and Waist–Hip Ratio: Report of a WHO Expert Consultation.

http://apps.who.int/iris/bitstream/ 10665/44583/1/9789241501491_e ng.pdf. 28 Agustus 2014.

3. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. h 17-74. 4. Cahjono H, Budhiarta AAG. 2007.

Hubungan Resistensi Insulin dengan Kadar Nitric Oxide pada Obesitas Abdominal. J Peny Dalam. 8(1): 23-36.

5. Clare–Salzler MJ, Crawford JM, Kumar V. 2007. Pankreas. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC. h 718–24.

6. Amin K, Anjum A, Muhammad D, Jamil K, Haider R. 2010. Frequency of Impaired Glucose Tolerance in Different Grades of Obesity. JUMDC 2(1): 4-7.

7. Kurniawan I. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Maj Kedokt Indon 12(60): 576-84. 8. Glumer C, Jorgensen T,

Borch-Johnsen K. 2003. Prevalences of Diabetes and Impaired Glucose Regulation in a Danish


(26)

Population. Diabetes Care J. 8(26): 2335-40.

9. Lipoeto NI, Yerizel E, Edward Z, Widuri I. 2007. Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah. J Kedokt Univ Andalas. 2(1): 23-8.

10. Kaur P, Radhakrishnan E, Sankarasubbaiyan S, Rao SR, Chennakesavan SK, Rao TV et al.

2008. A Comparison of

Anthropometric Indices for Predicting Hypertension and Type 2 Diabetes in a Male Industrial Population of Chennai, South India. Ethnicity & Disease J 18(2): 31-6.

11. Bakari AG, Onyemelukwe GC, Sani BG, Aliyu IS, Hassan SS, Aliyu TM. 2006. Relationship between Blood Sugar and Body Mass Index in an African Population. Int J Diabetes & Metabolism 8(14): 144-6.

12. Innocent I, Thankgod OO, Sandra EO, Josiah IE. 2013. Correlation between Body Mass Index and Blood Glucose Levels among Some Nigerian People. HOAJ Biology 8(10): 4-9.

13. Qatanani M, Lazar MA. 2007.

Mechanisms of

Obesity-Associated Insulin Resistance. Genes & Dev 21(10): 1443-55. 14. Bays H. 2014. Central Obesity as a

Clinical Marker of Adiposopathy ; Increased Visceral Adiposity as A Surrogate Marker For Global Fat

Dysfunction. Cur Opin

Endocrinol Diabetes Obes 21(5): 345-51.

15. Oboh HA, Adedeji MA. 2011. Correlation of Waist Hip Ratio and Waist Height Ratio to Cardiovascular Risks Factor in a Nigerian Population. Niq Q J Hosp Med 21(1): 16-24.

16. Etukumana EA, Puepet FH, Obadofin MO. 2014. Relationship of Blood Glucose Levels with Waist Circumference, Hip Circumference, and Waist Hip Ratio Among Rural Adults in Nigeria. Asian J Pharm Clin Res 1(7): 204-6.

17. Patel DN, Singh MP. 2013. Comparison of Anthropometric Indicator of General Obesity (BMI) To Anthropometric Indicator of Central Obesity (WC, WHR) In Relation to Diabetes Melitus in Male Population. Natl J.Community Med 4(3): 377-80.


(27)

53

DAFTAR PUSTAKA

Adam JM. 2011. Central Obesity and Metabolic Syndrome. Yogyakarta: PIT IV Endokrin. h 227-37.

Anonim. 2014. Health Checker. www.health-checker.com. 19 November 2014. Amin K, Anjum A, Muhammad D, Jamil K, Haider R. 2010. Frequency of

Impaired Glucose Tolerance in Different Grades of Obesity. JUMDC 2(1): 4-7.

Anuurad E, Shiwaku K, Nogi A, Kitajima K, Enkhmaa B, Shimono K, et al. 2003. The New BMI Criteria for Asians by The Regional Office for The Western Pasific Region of WHO are Suitable for Screening of Overweight to Prevent Metabolic Syndrome in Elder Japanese Workers. J Occup Health, 45(6): 335-43.

Arisman MB. 2008. Obesitas, Diabetes Melitus, dan Dislipidemia: Konsep, Teori, dan Penanganan Aplikatif. Edisi 1. Jakarta: EGC. h 1-10, 44-55.

Aronoff SL, Berkowitz K, Shreiner B, Want L. 2004. Glucose Metabolism and Regulation: Beyond Insulin and Glucagon. Diabetes Spectrum, 3(17): 183-90.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. h 156-60. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar

2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. h 17-74.

Bakari AG, Onyemelukwe GC, Sani BG, Aliyu IS, Hassan SS, Aliyu TM. 2006. Relationship between Blood Sugar and Body Mass Index in an African Population. Int J Diabetes & Metabolism 8(14): 144-6.

Bays H. 2014. Central Obesity as a Clinical Marker of Adiposopathy ; Increased Visceral Adiposity as A Surrogate Marker For Global Fat Dysfunction. Cur Opin Endocrinol Diabetes Obes 21(5): 345-51.

Bilien H, Kilicaslan A, Akcay G, Albayrak F. 2007. Performance of Glucose Dehydrogenase (GDH) Based and Glucose Oxidase (GOX) Based Blood Glucose Meter Systems at Moderately High Altitude. J Med Engineering & Technology 2(31): 152-6

Cahjono H, Budhiarta AAG. 2007. Hubungan Resistensi Insulin dengan Kadar Nitric Oxide pada Obesitas Abdominal. J Peny Dalam. 8(1): 23-36.


(28)

54

Clare–Salzler MJ, Crawford JM, Kumar V. 2007. Pankreas. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC. h 718– 24.

Dudekula AB, Naik JL, Reddy KSN. 2012. Correlation between Blood Sugars and Body Mass Index. Asian J Exp Biol Sci 3(2): 378-83.

Etukumana EA, Puepet FH, Obadofin MO. 2014. Relationship of Blood Glucose Levels with Waist Circumference, Hip Circumference, and Waist Hip Ratio Among Rural Adults in Nigeria. Asian J Pharm Clin Res 1(7): 204-6.

Friedlander E. 2010. Blood Glucose Testing.

http://www.pathguy.com/lectures/glucose.htm. 28 November 2014.

Ghozali I. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi 4. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro. h 55-6.

Glumer C, Jorgensen T, Borch-Johnsen K. 2003. Prevalences of Diabetes and Impaired Glucose Regulation in a Danish Population. Diabetes Care J. 8(26): 2335-40.

Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. h 880-1, 968-9, 1010-27.

Henry RR, Mudaliar SR. 2003. Obesity: Mechanism and Clinical Management. 7th Edition 7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins: 229-42.

Hermawan AG. 1991. Komplikasi Obesitas dan Usaha Penanggulangannya. Cermin Dunia Kedokt. 8(68): 39-41.

Hettiaratchi UPK, Ekanayake S, Welihinda J. 2012. How Accurate is Glucometer in Determining Glycemic Index ?. International Food Research J 19(4): 1511-6.

Hidayatulloh A, Nurhanasah A, Irawan E, Firdaus F, Isnaini F, Anggraeni N. dkk . 2011. Hubungan Faktor Risiko Obesitas dengan Rasio Lingkar Pinggang Pinggul Mahasiswa FKM UI. J Kes Masyarakat UI. 7(5): 52-60.

Hutagalung H. 2004. Karbohidrat. http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-halomoan. 22 Juni 2014.

Innocent I, Thankgod OO, Sandra EO, Josiah IE. 2013. Correlation between Body Mass Index and Blood Glucose Levels among Some Nigerian People. HOAJ Biology 8(10): 4-9.


(29)

55

Jalal F, Liputo NI, Susanti N, Oenzil F. 2006. Hubungan Lingkar Pinggang dengan Kadar Gula Darah, Trigliserida dan Tekanan Darah pada Etnis Minang di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. J Kedokt Univ Andalas 10(2): 17-40.

Kaur P, Radhakrishnan E, Sankarasubbaiyan S, Rao SR, Chennakesavan SK, Rao TV et al. 2008. A Comparison of Anthropometric Indices for Predicting Hypertension and Type 2 Diabetes in a Male Industrial Population of Chennai, South India. Ethnicity & Disease J 18(2): 31-6.

Kozar J, Simundic AM, Nikolac N, Zirovic M, Topic E. 2008. Accu Check Compact Plus Blood Glucometer Evaluation. Biochemia Medica 18(3): 361-7.

Kurniawan I. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Maj Kedokt Indon 12(60): 576-84.

Lipoeto NI, Yerizel E, Edward Z, Widuri I. 2007. Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah. J Kedokt Univ Andalas. 2(1): 23-8.

Mandal A. 2013. Obesity and Diabetes.

http://www.news-medical.net/health/Obesity-and-Diabetes.aspx. 22 Juni 2014.

Merentek E. 2006. Resistensi Insulin Pada Diabetes Melitus Tipe 2. Cermin Dunia Kedokt 150(15): 1-9.

Ningsih N, Satriono, Amin SA. 2008. Uji Diagnostik Pengukuran Glukosa Vena dan Kapiler dan Faktor yang Mempengaruhi untuk Pengkajian Masalah Gizi Karbohidrat dalam Proses Asuhan Gizi Klinik. J Kedokt Univ Hasanuddin 14(2): 14-24.

Oboh HA, Adedeji MA. 2011. Correlation of Waist Hip Ratio and Waist Height Ratio to Cardiovascular Risks Factor in a Nigerian Population. Niq Q J Hosp Med 21(1): 16-24.

Patel DN, Singh MP. 2013. Comparison of Anthropometric Indicator of General Obesity (BMI) To Anthropometric Indicator of Central Obesity (WC, WHR) In Relation to Diabetes Melitus in Male Population. Natl J.Community Med 4(3): 377-80.

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). h 1-14.

Qatanani M, Lazar MA. 2007. Mechanisms of Obesity-Associated Insulin Resistance. Genes & Dev 21(10): 1443-55.


(30)

56

Safrida, Kusumorini N, Manalu W, Maheshwari H. 2013. Penurunan Kadar Progesteron Serum dan Komponen Matriks Ekstraseluler dan Seluler Kulit sebagai Indikator Penuaan pada Tikus. J Kedokt Hewan 1(7): 13-6.

Samsell L, Regier M, Walton C, Cottrell L. 2014. Importance of Android/Gynoid Fat Ratio in Predicting Metabolic and Cardiovascular Disease Risk in Normal Weight as well as Overweight and Obese Children. J Obese 10 (15): 846-53.

Stanford Health Care. 2010. Effects of Obesity.

http://stanfordhealthcare.org/medical-conditions/healthy-living/obesity.html. 15 Oktober 2014.

Sulistyoningrum E. 2010. Tinjauan Molekular dan Aspek Klinis Resistensi Insulin. Mandala of Health 2(4): 131-8.

Trisnawati SK, Setyogoro S. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. J Ilmiah Kes 5(1): 6-11.

Wahyuni E. 2009. Tipe Kegemukan. http://ksupointer.com/2009/tipe-kegemukan. 12 Agustus 2014

World Health Organization (WHO). 2000. Obesity: Preventing and Managing The Global Epidemic. http://whqlibdoc.who.int/trs/WHO_TRS_894.pdf. 12 Agustus 2014.

World Health Organization (WHO). 2008. Waist Circumference and Waist–Hip

Ratio: Report of a WHO Expert Consultation.

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44583/1/9789241501491_eng.pdf. 28 Agustus 2014.

World Health Organization (WHO). 2014. Global Health Observatory. http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/obesity_text/en/. 22 Mei 2014. Yoo EH, Lee SY. 2010. Glucose Biosensors: An Overview of Use in Clinical

Practice. Sensors 10(8): 4558-76.

Zhang Z, Wang F, Wang BJ, Chu G, Cao Q, Sun BG, et al. 2014. Inhibition of Leptin-Induced Vascular Extracellular Matrix Remodelling by Adiponectin. J Mol Endocrinol 53(2): 145-54.


(1)

kuat dengan kadar glukosa darah puasa dibandingkan WHR dan BMI10. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah sampel penelitian yang kurang banyak sehingga akurasi penelitian berkurang. Hasil pengukuran obesitas dengan metode WC pada subjek penelitian berusia 65 tahun keatas kurang akurat dikarenakan berkurangnya akumulasi lemak dan elastisitas kulit maka posisinya bergeser ke bawah sehingga dapat mempengaruhi hasil pengukuran.

SIMPULAN

Simpulan yang diperoleh dari Penelitian ” Hubungan antara Body Mass Index (BMI), Waist Circumference (WC), dan Waist Hip Ratio (WHR) dengan Kadar Glukosa Darah Puasa Pria Usia 45 Tahun Keatas” adalah sebagai berikut:

 Terdapat hubungan antara peningkatan body mass index (BMI) dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

 Terdapat hubungan antara peningkatan waist circumference (WC) dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

 Terdapat hubungan antara peningkatan waist hip ratio (WHR) dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas.

 Peningkatan waist hip ratio (WHR) mempunyai hubungan yang lebih baik dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa pada pria usia 45 tahun keatas dibandingkan dengan

peningkatan waist circumference (WC)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hermawan AG. 1991. Komplikasi

Obesitas dan Usaha

Penanggulangannya. Cermin Dunia Kedokt. 8(68): 39-41. 2. World Health Organization

(WHO). 2008. Waist

Circumference and Waist–Hip Ratio: Report of a WHO Expert Consultation.

http://apps.who.int/iris/bitstream/ 10665/44583/1/9789241501491_e ng.pdf. 28 Agustus 2014.

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. h 17-74. 4. Cahjono H, Budhiarta AAG. 2007.

Hubungan Resistensi Insulin dengan Kadar Nitric Oxide pada Obesitas Abdominal. J Peny Dalam. 8(1): 23-36.

5. Clare–Salzler MJ, Crawford JM, Kumar V. 2007. Pankreas. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC. h 718–24.

6. Amin K, Anjum A, Muhammad D, Jamil K, Haider R. 2010. Frequency of Impaired Glucose Tolerance in Different Grades of Obesity. JUMDC 2(1): 4-7.

7. Kurniawan I. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Maj Kedokt Indon 12(60): 576-84. 8. Glumer C, Jorgensen T,

Borch-Johnsen K. 2003. Prevalences of Diabetes and Impaired Glucose Regulation in a Danish


(2)

Population. Diabetes Care J. 8(26): 2335-40.

9. Lipoeto NI, Yerizel E, Edward Z, Widuri I. 2007. Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah. J Kedokt Univ Andalas. 2(1): 23-8.

10. Kaur P, Radhakrishnan E, Sankarasubbaiyan S, Rao SR, Chennakesavan SK, Rao TV et al. 2008. A Comparison of Anthropometric Indices for Predicting Hypertension and Type 2 Diabetes in a Male Industrial Population of Chennai, South India. Ethnicity & Disease J 18(2): 31-6.

11. Bakari AG, Onyemelukwe GC, Sani BG, Aliyu IS, Hassan SS, Aliyu TM. 2006. Relationship between Blood Sugar and Body Mass Index in an African Population. Int J Diabetes & Metabolism 8(14): 144-6.

12. Innocent I, Thankgod OO, Sandra EO, Josiah IE. 2013. Correlation between Body Mass Index and Blood Glucose Levels among Some Nigerian People. HOAJ Biology 8(10): 4-9.

13. Qatanani M, Lazar MA. 2007. Mechanisms of

Obesity-Associated Insulin Resistance. Genes & Dev 21(10): 1443-55. 14. Bays H. 2014. Central Obesity as a

Clinical Marker of Adiposopathy ; Increased Visceral Adiposity as A Surrogate Marker For Global Fat Dysfunction. Cur Opin Endocrinol Diabetes Obes 21(5): 345-51.

15. Oboh HA, Adedeji MA. 2011. Correlation of Waist Hip Ratio and Waist Height Ratio to Cardiovascular Risks Factor in a Nigerian Population. Niq Q J Hosp Med 21(1): 16-24.

16. Etukumana EA, Puepet FH, Obadofin MO. 2014. Relationship of Blood Glucose Levels with Waist Circumference, Hip Circumference, and Waist Hip Ratio Among Rural Adults in Nigeria. Asian J Pharm Clin Res 1(7): 204-6.

17. Patel DN, Singh MP. 2013. Comparison of Anthropometric Indicator of General Obesity (BMI) To Anthropometric Indicator of Central Obesity (WC, WHR) In Relation to Diabetes Melitus in Male Population. Natl J.Community Med 4(3): 377-80.


(3)

53

DAFTAR PUSTAKA

Adam JM. 2011. Central Obesity and Metabolic Syndrome. Yogyakarta: PIT IV Endokrin. h 227-37.

Anonim. 2014. Health Checker. www.health-checker.com. 19 November 2014. Amin K, Anjum A, Muhammad D, Jamil K, Haider R. 2010. Frequency of

Impaired Glucose Tolerance in Different Grades of Obesity. JUMDC 2(1): 4-7.

Anuurad E, Shiwaku K, Nogi A, Kitajima K, Enkhmaa B, Shimono K, et al. 2003. The New BMI Criteria for Asians by The Regional Office for The Western Pasific Region of WHO are Suitable for Screening of Overweight to Prevent Metabolic Syndrome in Elder Japanese Workers. J Occup Health, 45(6): 335-43.

Arisman MB. 2008. Obesitas, Diabetes Melitus, dan Dislipidemia: Konsep, Teori,

dan Penanganan Aplikatif. Edisi 1. Jakarta: EGC. h 1-10, 44-55.

Aronoff SL, Berkowitz K, Shreiner B, Want L. 2004. Glucose Metabolism and Regulation: Beyond Insulin and Glucagon. Diabetes Spectrum, 3(17): 183-90.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Riset Kesehatan Dasar

2007. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. h 156-60.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar

2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. h 17-74.

Bakari AG, Onyemelukwe GC, Sani BG, Aliyu IS, Hassan SS, Aliyu TM. 2006. Relationship between Blood Sugar and Body Mass Index in an African Population. Int J Diabetes & Metabolism 8(14): 144-6.

Bays H. 2014. Central Obesity as a Clinical Marker of Adiposopathy ; Increased Visceral Adiposity as A Surrogate Marker For Global Fat Dysfunction. Cur

Opin Endocrinol Diabetes Obes 21(5): 345-51.

Bilien H, Kilicaslan A, Akcay G, Albayrak F. 2007. Performance of Glucose Dehydrogenase (GDH) Based and Glucose Oxidase (GOX) Based Blood Glucose Meter Systems at Moderately High Altitude. J Med Engineering &

Technology 2(31): 152-6

Cahjono H, Budhiarta AAG. 2007. Hubungan Resistensi Insulin dengan Kadar Nitric Oxide pada Obesitas Abdominal. J Peny Dalam. 8(1): 23-36.


(4)

54

Clare–Salzler MJ, Crawford JM, Kumar V. 2007. Pankreas. Dalam: Kumar V,

Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC. h 718

24.

Dudekula AB, Naik JL, Reddy KSN. 2012. Correlation between Blood Sugars and Body Mass Index. Asian J Exp Biol Sci 3(2): 378-83.

Etukumana EA, Puepet FH, Obadofin MO. 2014. Relationship of Blood Glucose Levels with Waist Circumference, Hip Circumference, and Waist Hip Ratio Among Rural Adults in Nigeria. Asian J Pharm Clin Res 1(7): 204-6.

Friedlander E. 2010. Blood Glucose Testing.

http://www.pathguy.com/lectures/glucose.htm. 28 November 2014.

Ghozali I. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi 4. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro. h 55-6.

Glumer C, Jorgensen T, Borch-Johnsen K. 2003. Prevalences of Diabetes and Impaired Glucose Regulation in a Danish Population. Diabetes Care J. 8(26): 2335-40.

Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. h 880-1, 968-9, 1010-27.

Henry RR, Mudaliar SR. 2003. Obesity: Mechanism and Clinical Management.

7th Edition 7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins: 229-42.

Hermawan AG. 1991. Komplikasi Obesitas dan Usaha Penanggulangannya.

Cermin Dunia Kedokt. 8(68): 39-41.

Hettiaratchi UPK, Ekanayake S, Welihinda J. 2012. How Accurate is Glucometer in Determining Glycemic Index ?. International Food Research J 19(4): 1511-6.

Hidayatulloh A, Nurhanasah A, Irawan E, Firdaus F, Isnaini F, Anggraeni N. dkk . 2011. Hubungan Faktor Risiko Obesitas dengan Rasio Lingkar Pinggang Pinggul Mahasiswa FKM UI. J Kes Masyarakat UI. 7(5): 52-60.

Hutagalung H. 2004. Karbohidrat. http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-halomoan. 22 Juni 2014.

Innocent I, Thankgod OO, Sandra EO, Josiah IE. 2013. Correlation between Body Mass Index and Blood Glucose Levels among Some Nigerian People. HOAJ


(5)

55

Jalal F, Liputo NI, Susanti N, Oenzil F. 2006. Hubungan Lingkar Pinggang dengan Kadar Gula Darah, Trigliserida dan Tekanan Darah pada Etnis Minang di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. J Kedokt Univ

Andalas 10(2): 17-40.

Kaur P, Radhakrishnan E, Sankarasubbaiyan S, Rao SR, Chennakesavan SK, Rao TV et al. 2008. A Comparison of Anthropometric Indices for Predicting Hypertension and Type 2 Diabetes in a Male Industrial Population of Chennai, South India. Ethnicity & Disease J 18(2): 31-6.

Kozar J, Simundic AM, Nikolac N, Zirovic M, Topic E. 2008. Accu Check Compact Plus Blood Glucometer Evaluation. Biochemia Medica 18(3): 361-7.

Kurniawan I. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Maj Kedokt Indon 12(60): 576-84.

Lipoeto NI, Yerizel E, Edward Z, Widuri I. 2007. Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah. J Kedokt Univ Andalas. 2(1): 23-8.

Mandal A. 2013. Obesity and Diabetes.

http://www.news-medical.net/health/Obesity-and-Diabetes.aspx. 22 Juni 2014.

Merentek E. 2006. Resistensi Insulin Pada Diabetes Melitus Tipe 2. Cermin

Dunia Kedokt 150(15): 1-9.

Ningsih N, Satriono, Amin SA. 2008. Uji Diagnostik Pengukuran Glukosa Vena dan Kapiler dan Faktor yang Mempengaruhi untuk Pengkajian Masalah Gizi Karbohidrat dalam Proses Asuhan Gizi Klinik. J Kedokt Univ Hasanuddin 14(2): 14-24.

Oboh HA, Adedeji MA. 2011. Correlation of Waist Hip Ratio and Waist Height Ratio to Cardiovascular Risks Factor in a Nigerian Population. Niq Q J

Hosp Med 21(1): 16-24.

Patel DN, Singh MP. 2013. Comparison of Anthropometric Indicator of General Obesity (BMI) To Anthropometric Indicator of Central Obesity (WC, WHR) In Relation to Diabetes Melitus in Male Population. Natl

J.Community Med 4(3): 377-80.

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus

Tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

(PERKENI). h 1-14.

Qatanani M, Lazar MA. 2007. Mechanisms of Obesity-Associated Insulin Resistance. Genes & Dev 21(10): 1443-55.


(6)

56

Safrida, Kusumorini N, Manalu W, Maheshwari H. 2013. Penurunan Kadar Progesteron Serum dan Komponen Matriks Ekstraseluler dan Seluler Kulit sebagai Indikator Penuaan pada Tikus. J Kedokt Hewan 1(7): 13-6.

Samsell L, Regier M, Walton C, Cottrell L. 2014. Importance of Android/Gynoid Fat Ratio in Predicting Metabolic and Cardiovascular Disease Risk in Normal Weight as well as Overweight and Obese Children. J Obese 10 (15): 846-53.

Stanford Health Care. 2010. Effects of Obesity.

http://stanfordhealthcare.org/medical-conditions/healthy-living/obesity.html. 15 Oktober 2014.

Sulistyoningrum E. 2010. Tinjauan Molekular dan Aspek Klinis Resistensi Insulin. Mandala of Health 2(4): 131-8.

Trisnawati SK, Setyogoro S. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. J Ilmiah

Kes 5(1): 6-11.

Wahyuni E. 2009. Tipe Kegemukan. http://ksupointer.com/2009/tipe-kegemukan. 12 Agustus 2014

World Health Organization (WHO). 2000. Obesity: Preventing and Managing

The Global Epidemic. http://whqlibdoc.who.int/trs/WHO_TRS_894.pdf. 12

Agustus 2014.

World Health Organization (WHO). 2008. Waist Circumference and Waist–Hip

Ratio: Report of a WHO Expert Consultation.

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44583/1/9789241501491_eng.pdf. 28 Agustus 2014.

World Health Organization (WHO). 2014. Global Health Observatory. http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/obesity_text/en/. 22 Mei 2014. Yoo EH, Lee SY. 2010. Glucose Biosensors: An Overview of Use in Clinical

Practice. Sensors 10(8): 4558-76.

Zhang Z, Wang F, Wang BJ, Chu G, Cao Q, Sun BG, et al. 2014. Inhibition of Leptin-Induced Vascular Extracellular Matrix Remodelling by Adiponectin.