Studi Deskriptif Terhadap Kesejahteraan Psikologis Pada Ibu Empty Nester (Suatu Penelitian Yang Mengambil Area Pada Beberapa Lokasi di Kota Bandung.

(1)

vii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesejahteraan psikologis pada ibu empty nester dan mengambil area pada beberapa tempat di kota Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survei. Penarikan sampel menggunakan teknik snowball sampling, dengan jumlah sampel 60 orang. Alat ukur yang digunakan merupakan adaptasi dari Scales of Psychological Well-Being (SPWB) dari Carol Ryff (1989) dan dimodifikasi serta disesuaikan dengan sampel yang terdiri atas 84 item. Setelah dilakukan uji validitas dengan SPSS Statistics 17.0, maka diperoleh 59 item yang valid dengan validitas item berkisar antara 0,317 - 0,786, serta reliabilitas alat ukur setiap dimensinya berkisar antara 0,731-0,854. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh bahwa ibu empty nester menunjukkan penghayatan yang tergolong tinggi pada keenam dimensi dari kesejahteraan psikologis, sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka sejahtera secara psikologis dalam sarang kosongnya. Peneliti mengajukan saran kepada peneliti lain yang hendak meneliti kesejahteraan psikologis pada ibu empty nester agar menjaring data sosiodemografis yang lebih komprehensif, serta menggunakan metode penelitian gabungan kuantitatif dengan kualitatif. Disarankan pula baik untuk calon ibu empty nester maupun ibu empty nester yang menunjukkan penghayatan rendah terhadap dimensi-dimensi Kesejahteraan Psikologis agar lebih banyak memanfaatkan waktu luang yang telah maupun akan tersedia dan mengisinya dengan kegiatan positif yang sesuai dengan minat pribadi.

Kata kunci : kesejahteraan psikologis, ibu empty-nester, dewasa madia


(2)

viii Universitas Kristen Maranatha Abstract

This study aims to determine psychological well-being of empty nester mothers. This study was done in Bandung, Indonesia. The technique used in this research is the descriptive method with survey distributed to 60 people, with a snowball sampling technique. The instrument used was taken from adaptation of the Scales of Psychological Well-Being (SPWB) from Carol Ryff (1989), consisting of 84 items and modified to the sample. Using SPSS Statistics 17.0, researcher obtained 59 valid items with the validity of the items ranged from 0.317 to 0.786, and the reliability of each dimension ranged from 0.731- to 0.854. The results found that majority of empty nester mothers achieved high scores to all six dimensions of psychological well-being. Thus, this showed that empty nester mothers are feeling well-being in their empty nest. Further study can be done by collecting more comprehensive socio-demographic data, and usage of mixed-method (qualitative and quantitative) of research. In addition, empty nester mothers who showed a low score of the dimensions of psychological well-being and prospective empty nester mother are advised to make use of available free time to fill it with positive activities.

Keywords : psychological well-being, empty nester mother, middle-age


(3)

ix Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

1.5 Kerangka Pikir ... 11


(4)

x Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN TEORI ... 19

2.1 Kesejahteraan Psikologis ... 19

2.1.1 Sejarah Kesejahteraan Psikologis ... 19

2.1.2 Gambaran Umum Kesejahteraan Psikologis ... 22

2.1.3 Definisi Kesejahteraan Psikologis ... 29

2.1.4 Dimensi Kesejahteraan Psikologis ... 24

2.1.5 Kesejahteraan Psikologis dan Faktor Sosiodemografis ... 29

2.1.6 Kesejahteraan Psikologis dan Kesehatan ... 30

2.2 Sarang Kosong ... 31

2.2.1 Definisi Sarang Kosong ... 31

2.2.2 Saran Kosong dalam Keluarga ... 34

2.3 Tahap Perkembangan Dewasa Madia ... 36

2.3.1 Definisi Masa Dewasa Madia... 36

2.3.2 Ciri-ciri Masa Dewasa Madia... 36

2.3.2.1 Perubahan Fisik ... 36

2.3.2.2 Perubahan Kognitif ... 38

2.3.2.3 Karir, Kerja, dan Waktu Luang ... 39

2.3.2.4 Hubungan Saudara dan Persahabatan... 41

2.3.3 Orang Tua Dewasa Madia dalam Sarang Kosong... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 44

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 44

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 45

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 45


(5)

xi Universitas Kristen Maranatha

3.3.2 Definisi Konseptual ... 45

3.3.3 Definisi Operasional ... 46

3.4 Alat Ukur ... 47

3.4.1 Alat Ukur Kesejahteraan Psikologis... 47

3.4.2 Data Sosio-Demografis ... 50

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 50

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ... 50

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 51

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 53

3.5.1 Populasi Sasaran ... 53

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 53

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 53

3.6 Teknik Analisis Data ... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 55

4.1 Gambaran Subjek Penelitian ... 55

4.1.1 Berdasarkan Usia ... 55

4.1.2 Berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal ... 56

4.1.3 Berdasarkan Jumlah Anak ... 56

4.1.4 Berdasarkan Alasan Anak Terakhir Meninggalkan Rumah. 57 4.1.5 Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 57

4.1.6 Berdasarkan Lamanya Berada di Sarang Kosong ... 58

4.1.7 Berdasarkan Status Pekerjaan Responden pada Saat Anak-anak Masih Tinggal Serumah ... 58


(6)

xii Universitas Kristen Maranatha

4.2 Gambaran Hasil Penelitian ... 59

4.3 Pembahasan ... 60

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 68

5.1 Simpulan ... 68

5.2 Saran ... 69

5.2.1 Saran Teoretis ... 69

5.2.2 Saran Guna Laksana ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71

DAFTAR RUJUKAN... 73 LAMPIRAN


(7)

xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur ... 46

Tabel 3.2 Skor Pilihan Jawaban ... 47

Tabel 3.3 Kategori Skor Dimensi-Dimensi pada Kesejahteraan Psikologis Ibu Empty Nester ... 48

Tabel 3.3 Kriteria Validitas ... 49

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas ... 50

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 53

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal. 54 Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jumlah Anak ... 54

Tabel 4.4 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Alasan Anak Terakhir Meninggalkan Rumah... 55

Tabel 4.5 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 55

Tabel 4.6 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lamanya Berada di Sarang Kosong ... 56

Tabel 4.7 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan pada saat Anak-anak masih Tinggal Serumah ... 56


(8)

xiv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Bagan 1.1 Kerangka Pikir ... 17 Bagan 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 43


(9)

xv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Gambaran dimensi-dimensi Kesejahteraan Psikologis pada Subjek Penelitian ... 57


(10)

xvi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Validitas Alat Ukur

Lampiran 2 : Reliabilitas Alat Ukur setelah Revisi per Dimensi Lampiran 3 : Alat Ukur Setelah Revisi

Lampiran 4 : Kisi-kisi Alat Ukur Setelah Revisi Lampiran 5 : Identitas Subjek

Lampiran 6 : Skor Subjek Beserta Kategorinya per Dimensi Lampiran 7 : Tabel Distribusi Frekuensi Data Sosio-Demografis

Lampiran 8 : Cross Tabulation Beserta Uji Chi-Square Dimensi- Dimensi Kesejahteraan Psikologis dengan Data Sosio-Demografis

Lampiran 9 : Kuesioner Survei Awal Lampiran 10 : Biodata Peneliti


(11)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya, manusia mengalami perkembangan. Perkembangan manusia dimulai pada fase prenatal hingga meninggal dunia, atau dikenal sebagai perkembangan rentang hidup. Di sepanjang rentang kehidupannya, manusia akan menjalani serangkaian tahap-tahap perkembangan. Setiap tahap perkembangan yang akan dilewati manusia di sepanjang rentang hidupnya memiliki ciri dan tugas perkembangan tersendiri yang sekaligus mencerminkan kekhasan setiap tahapnya.

Kemajuan dalam bidang teknologi dan kesehatan secara langsung atau tidak langsung berhubungan juga dengan umur peluang hidup manusia. Jika pada beberapa dekade sebelumnya life expectancy pada individu relatif rendah, bahkan tidak jarang anak-anak meninggal di usia yang masih sangat dini, maka ditemukannya vaksinasi untuk pelbagai jenis penyakit yang membahayakan kelangsungan hidup bayi dan anak-anak sehingga masalah tersebut dapat teratasi. Begitu juga dengan kemajuan teknologi di bidang medis. Selain semakin meningkatnya kesadaran individu untuk menerapkan pola kehidupan yang sehat, maka semakin banyak individu yang mampu menjalani tahap-tahap perkembangan rentang hidupnya secara optimal dan dapat dikatakan sehat. Seperti yang disampaikan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, bahwa pembangunan kesehatan telah berhasil meningkatkan pelayanan kesehatan


(12)

2

Universitas Kristen Maranatha dasar secara lebih merata sehingga dapat menurunkan angka kematian bayi dan balita, meningkatkan kesehatan ibu dan anak, meningkatkan keadaan gizi masyarakat, dan memperpanjang usia harapan hidup rata-rata penduduk (www.bappenas.go.id/get-file-server/node/5999).

Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madia, terentang antara usia 40 - 60 tahun (Santrock, 2004). Menurut Santrock, salah satu kejadian penting dalam keluarga dewasa madia adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan dewasa, serta menapaki karir atau membina keluarga yang mandiri dari keluarganya semula. Akibatnya, para orangtua harus kembali menyesuaikan diri sebagai akibat dari ketidakhadiran anak-anak di rumah. Keadaan ini dikenal sebagai keadaan empty nest atau sarang kosong.

Harkins, 1970; Junger & Maya, 1985 (dalam Jana L Raup dan Jane E. Myers) juga menegaskan hal senada, yaitu fase dari siklus kehidupan masa dewasa yang terjadi saat anak bertumbuh dan tidak lagi tinggal serumah dengan orangtuanya dikenal sebagai keadaan empty nest atau sarang kosong. Beberapa alasan kepergian anak dari rumah yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah karena alasan sekolah/pendidikan, pekerjaan, pernikahan, atau pilihan gaya hidup. Anak-anak yang meninggalkan rumah untuk melanjutkan pendidikan di lokasi yang berbeda dari kota asalnya, kalaupun masih tinggal satu kota namun karena pertimbangan jarak tempuh maka memilih untuk tidak tinggal bersama orangtua. Fenomena ini semakin terasa di daerah-daerah yang bukan kawasan industri


(13)

3

Universitas Kristen Maranatha (http://nasiruddin.edublogs.org/2008/04/17/ketika-anak-tak-lagi-dekat). Selain itu juga anak yang mendapatkan prospek pekerjaan lebih baik namun mengharuskannya untuk berdomisili di kota lain (atau negara lain) membuat anak tidak tinggal serumah lagi dengan orangtuanya. Alasan lainnya adalah karena pernikahan, ketika anak menemukan pasangan hidupnya dan hendak membangun rumah tangga dengan pasangannya tersebut, sehingga mengakibatkan anak pindah dari rumah orangtuanya untuk tinggal bersama pasangannya.

Sebenarnya, keadaan sarang kosong dirasakan oleh pihak ibu maupun ayah, meskipun pihak ibu yang paling merasakan kehilangan atas kepergian anak-anak dari rumah. Hal ini dikarenakan penghayatan pihak ibu yang besar atas peran-peran jender yang tradisional sehingga memosisikan ibu sebagai figur yang lebih banyak berperan dalam merawat dan memersiapkan pelbagai keperluan dan kebutuhan anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari, dan juga karena ibu biasanya memiliki ikatan emosional yang kuat dengan anak-anaknya. Ini dibuktikan oleh Kearney (2002) dalam eksplorasinya pada orangtua empty nester yang berjudul Exploring the Empty Nest Transition (2002) dalam http://www.is.wayne.edu/mnissani/SE/kearney.htm.

Kenyataan di atas menunjukkan bahwa fenomena sarang kosong merupakan masa transisi yang cukup berat dijalani, terutama bagi orangtua dan khususnya bagi para ibu. Bagi anak-anak yang telah beranjak dewasa, peristiwa meninggalkan rumah mungkin merupakan kejadian yang ditunggu-tunggu karena dapat dimaknai ‘lepas’ dari pantauan maupun campur tangan orangtua. Tetapi lain halnya dengan orangtua yang selama bertahun-tahun menjalani kebiasaan


(14)

4

Universitas Kristen Maranatha mengasuh anak-anaknya. Setiap hari orangtua, terutama ibu yang dalam kesehariannya sibuk menyiapkan pelbagai kebutuhan anak dan keluarga, kini mereka harus menghadapi kenyataan bahwa kesibukan itu sudah tidak menjadi kewajibannya lagi karena anak-anak yang sudah tidak tinggal serumah. Meskipun demikian, Papalia (2007) meragukan pandangan bahwa sarang kosong adalah saat yang dianggap sulit oleh orangtua. Menurutnya sarang kosong bukan saat berakhirnya fase parenthood melainkan peralihan menuju tahap hubungan yang baru, dan juga merupakan kesempatan bagi para orangtua untuk meraih minat-minat baru.

Bagaimanakah keadaan para orangtua pasca ditinggalkan anak-anaknya? Berdasarkan penelitian Radloff (1980) mengenai sarang kosong dengan topik Depression and the Empty Nest menunjukkan bahwa orangtua yang mengalami sarang kosong sesungguhnya tidak lebih depresi dibandingkan orangtua yang (masih) tinggal bersama anak-anaknya. Depresi bukan merupakan reaksi khas dari keadaan sarang kosong, namun justru para orangtua tersebut relatif hidup lebih bahagia setelah anak-anaknya meninggalkan rumah. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Mitchell, et.al (2009) dengan judul The Empty-Nest Syndrome in Midlife Families terhadap orangtua yang mengalami sarang kosong menunjukkan arah yang serupa, yaitu pengalaman sarang kosong justru memerlihatkan dampak positif secara psikologis bagi para ibu, berupa meningkatnya pertumbuhan diri, hubungan perkawinan yang memuaskan, ketersediaan waktu luang yang cukup, dan bertumbuhnya feeling mastery karena para ibu memiliki penghayatan bahwa mereka telah berhasil membesarkan dan mengentaskan anak-anaknya. Temuan


(15)

5

Universitas Kristen Maranatha ini mengindikasikan bahwa sarang kosong adalah suatu masa transisi dalam kehidupan orangtua dewasa madia yang mengharuskan individu untuk beradaptasi, bukan sebagai pengalaman yang berdampak negatif bagi perkembangan seseorang, melainkan sebagai kesempatan untuk mengisi hari-hari dengan kegiatan positif, dan sebagai kesempatan untuk pemenuhan minat-minat yang selama ini tidak dapat diwujudkan karena kesibukan mengasuh dan membesarkan anak-anak. Ini artinya para ibu tetap bisa merasa sejahtera di dalam sarang kosongnya.

Menanggapi hasil-hasil penelitian yang dipaparkan di paragraf sebelumnya, peneliti melakukan survei kepada 10 orang ibu dengan karakteristik sosio-demografis memiliki kisaran usia 46-58 tahun, berstatus empty nester, masih memiliki pasangan hidup, sebagian besar ibu telah menjadi empty nester selama 1-3 tahun, dan juga sebagian besar memiliki jumlah anak 2 hingga 4 orang. Sebesar 70% diantaranya bekerja pada saat anak bungsu atau anak terakhir meninggalkan rumah sedangkan sisanya tidak bekerja. Adapun informasi berkaitan dengan alasan anak meninggalkan rumah adalah 80% disebabkan karena anak-anak menempuh pendidikan di luar kota, dan sisanya karena alasan pernikahan.

Informasi berkaitan dengan persiapan-persiapan yang dilakukan ibu empty nester sebelum akhirnya anak-anaknya meninggalkan rumah adalah, sebesar 70% responden menyatakan memang melakukan persiapan-persiapan seperti memerluas lingkup pergaulan sosial diantaranya dengan bergabung dan berpartisipasi mengikuti kegiatan sosial/masuk ke dalam komunitas positif seperti


(16)

6

Universitas Kristen Maranatha menjadi relawan kegiatan bakti sosial, merawat orangtua yang kesehatannya menurun seiring berjalannya usia, mencari kesibukan baru misalnya dengan bersekolah kembali, mengikuti kursus, menekuni hobi, meningkatkan produktivitas kerja, membuka usaha, atau mengisi waktu luang dengan kegiatan keagamaan. Sedangkan 30% ibu empty nester sisanya menyatakan tidak melakukan persiapan apa-apa untuk menghadapi keadaan sarang kosong tersebut.

Hasil survei memerlihatkan sebesar 60% dari ibu empty nester menyatakan kepergian anak dari rumah secara keseluruhan sangat memengaruhi perasaannya, dan sisanya menyatakan tidak terpengaruh. Mengenai gambaran perasaan secara mendetail saat anak bungsu/terakhir pertama kali meninggalkan rumah, sebanyak 80% dari ibu empty nester menyatakan merasa kesepian dan kehilangan, bersamaan dengan itu 60% dari ibu empty nester menyatakan merasa sedih. Sebagian besar ibu empty nester (90%) mencemaskan kehidupan dan keadaan anak-anak yang telah meninggalkan, dan sisanya menyatakan telah kehilangan peran sebagai ibu. Tetapi disisi lain, kepergian anak dari rumah menyisakan perasaan bahagia dan puas (sebagaimana dirasakan oleh 30% ibu empty nester). Adapun reaksi-reaksi emosional, fisik, maupun sosial negatif yang dirasakan para ibu tersebut, didapatkan data bahwa sebanyak 10% ibu empty nester yang menangisi kepergian anak terakhirnya dari rumah.

Informasi yang peneliti peroleh mengenai cara beradaptasi atau cara-cara mengatasi perasaan-perasaan negatif setelah mengalami sarang kosong, sebesar 90% ibu empty nester menyatakan rutin berolahraga untuk mengisi waktu dan sebagai upaya menjaga kebugaran tubuh. Bersamaan dengan itu, 70% ibu


(17)

7

Universitas Kristen Maranatha empty nester menyatakan mengisi kekosongannya dengan memerbanyak melakukan kegiatan travelling, selain itu menjadi pekerja sosial maupun bergabung dengan kelompok sosial tertentu sebagai wujud kepedulian terhadap sesama. Sekitar 60% ibu empty nester mengisi kehidupannya dengan menekuni hobi baru, 30% ibu empty nester memilih untuk melanjutkan pendidikan, dan 10% menyatakan bahwa menenggelamkan diri dengan pekerjaan adalah cara yang juga bisa dilakukan sebagai aktivitas positif dalam kesehariannya.

Informasi yang berkaitan dengan reaksi-reaksi positif yang dirasakan ibu empty nester dalam sarang kosongnya adalah, seluruh responden menyatakan dirinya lebih leluasa melakukan aktivitas sehari-hari setelah ketidakhadiran anak-anak di rumah. Sementara itu sebanyak 80% dari ibu empty nester menyatakan bahwa dirinya menjadi lebih santai dan tergugah untuk mendalami agama dibandingkan pada saat anak-anaknya berada di rumah. Sebesar 70% ibu empty nester menyatakan dirinya memiliki lebih banyak waktu luang dibandingkan pada saat anak-anaknya masih tinggal serumah, lebih bahagia dalam menjalani kehidupan, lebih produktif, berhasil menemukan dan menekuni minat-minat baru, serta lebih leluasa untuk memerhatikan hobi dan kesehatan diri secara menyeluruh. Terakhir, sebanyak 30% ibu empty nester menyatakan rasa stress-nya berkurang dibandingkan saat anak-anak masih tinggal serumah.

Informasi mengenai kehidupan perkawinan pasca anak terakhir meninggalkan rumah, 80% ibu empty nester menyatakan kehidupan perkawinannya menjadi lebih baik, dan sisanya menyatakan tidak mengalami perubahan berarti dalam kehidupan perkawinannya. Seluruh ibu empty nester


(18)

8

Universitas Kristen Maranatha menyatakan bahwa dirinya menjadi lebih banyak mengisi waktu dengan pasangan, saling berbagi pelbagai perasaan dan pengalaman hidup, dan menjadi lebih akrab satu sama lain.

Sebanyak 80% dari ibu empty nester menyatakan bahwa setelah menjalani kehidupan tanpa anak, mereka menyimpulkan bahwa secara keseluruhan pengalaman sarang kosong merupakan pengalaman yang positif. Adapun faktor-faktor yang dipandang membantunya memermudah dirinya dalam beradaptasi adalah dengan selalu berpikir positif, menyibukkan diri, dan melakukan komunikasi efektif dengan pasangan. Selain itu, sebanyak 90% ibu empty nester menyatakan bahwa mereka mengisi waktunya dengan kegiatan baru dan produktif. Sementara sebanyak 80% ibu empty nester menyatakan sesering mungkin mengunjungi atau berkomunikasi dengan anak sebagai cara untuk memantau keadaan kedua belah pihak.

Berkaitan dengan keadaan-keadaan yang dirasakan akan memersulit upaya beradaptasi dalam sarang kosongnya adalah sebesar 80% ibu empty nester menyatakan seringkali dihinggapi kecemasan terhadap anak-anak, dan sisanya mencemaskan kondisi kesehatan dirinya yang kian menua. Sebanyak 20% ibu empty nester menyatakan bahwa mereka cemas karena tidak memiliki kelompok sosial, tidak bisa mengembangkan hobi, maupun kebiasaan memanjakan anak yang akan menghambat mereka untuk menjalani proses adaptasi tersebut.

Secara keseluruhan, sebanyak 60% ibu empty nester menyatakan bahwa kualitas hubungan dengan anak-anak yang sudah tidak tinggal serumah tetap seperti sediakala, namun 40% sisanya menyatakan menjadi lebih akrab dengan


(19)

9

Universitas Kristen Maranatha anak-anaknya. Ada kalanya anak-anak kembali ke rumah karena mengisi liburan, maka 70% ibu empty nester menyatakan bahwa mereka mudah beradaptasi pada saat kembalinya anak ke rumah untuk sementara waktu, dalam arti mereka merasa senang ketika anak kembali ke rumah namun juga sudah lebih mudah beradaptasi ketika anak-anak kembali meninggalkan rumah.

Meskipun hasil survei diatas yang didapatkan oleh peneliti menunjukkan arah yang positif, namun tidak menutup kenyataan bahwa ibu empty nester merasakan perasaan negatif ketika menghadapi sarang kosongnya. Sebagai suatu pengalaman baru, sebagaimana juga pengalaman-pengalaman lainnya dalam kehidupan, pengalaman sarang kosong ini mengharuskan seseorang untuk beradaptasi baik terhadap kejadian-kejadian, keadaan-keadaan, maupun kondisi kehidupan yang baik maupun buruk. Mengingat manusia akan terus-menerus mengalami perubahan disepanjang rentang hidup, maka makna dari setiap perubahan yang dihayati individu dalam setiap aspek kehidupannya cenderung akan bervariasi mengikuti life event, konteks sosial, dan konteks budaya secara menyeluruh. Begitu pula bagaimana seseorang memaknai kepuasan hidup dan kebahagiaan, yang akan berubah mengikuti konteks kehidupan individu.

Istilah yang menggambarkan penyesuaian psikologis menghadapi transisi dalam kehidupan, termasuk menghadapi kenyataan ‘tanpa kehadiran anak-anak di rumah’ sebagai indikator utama keadaan sarang kosong oleh Carol Ryff (1989) disebut sebagai psychological well-being atau kesejahteraan psikologis. Menurut Ryff, kesejahteraan psikologis terdiri atas enam dimensi, yaitu penerimaan diri, memiliki hubungan positif dengan orang lain kemandirian, penguasaan


(20)

10

Universitas Kristen Maranatha lingkungan, memiliki tujuan hidup, serta pertumbuhan pribadi. Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kesejahteraan psikologis ibu empty nester di beberapa area di kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seperti apakah gambaran dimensi-dimensi dalam kesejahteraan psikologis yang dihayati oleh ibu empty nester di beberapa area di kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah mengetahui gambaran kesejahteraan psikologis pada ibu empty nester di beberapa area di kota Bandung dengan tujuan untuk mengetahui tinggi-rendahnya setiap dimensi yang ada dalam kesejahteraan psikologis responden tersebut.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Memberikan sumbangan informasi bagi pengembangan teori-teori dalam bidang Psikologi Positif, khususnya yang berkaitan dengan pengetahuan tentang kesejahteraan psikologis pada ibu empty nester.  Memberikan sumbangan informasi bagi teori Psikologi Perkembangan


(21)

11

Universitas Kristen Maranatha terkait dengan penghayatan akan kesejahteraan psikologis yang dirasakan oleh ibu pasca anak terakhirnya meninggalkan rumah.  Memberikan wawasan kepada peneliti lain yang berminat mendalami

kesejahteraan psikologis pada ibu empty nester.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi dan masukan kepada ibu empty nester yang menjadi responden penelitian, terutama mengenai dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis yang tergolong rendah agar dapat menjadi bahan evaluasi kepada ibu empty nester yang bersangkutan.

 Memberikan informasi dan masukan kepada pihak-pihak terkait seperti lembaga pemerintahan atau calon ibu-ibu empty nester itu sendiri mengenai keadaan kesejahteraan psikologis ibu empty nester, agar dapat ditindak lanjuti dengan membuat program tindak lanjut supaya kelak calon ibu empty nester tetap bisa sejahtera di sarang kosongnya.

1.5 Kerangka Pikir

Dalam prosesnya, manusia akan mengalami tahapan-tahapan perkembangan tertentu. Di setiap tahapan perkembangan setiap orang memiliki tugas tersendiri. Tahap perkembangan dimulai dari masa konsepsi, kemudian berlanjut pada kelahiran, anak-anak, remaja, dewasa hingga akhir hayatnya. Kajian khusus yang akan diteliti adalah mengenai tahap perkembangan yang disebut dewasa madia, yang memiliki rentang usia antara 40 - 60 tahun (Santrock,


(22)

12

Universitas Kristen Maranatha 2004). Santrock mengatakan bahwa salah satu kejadian penting dalam tahap dewasa madia adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan dewasa serta menapaki karir atau membina keluarga yang mandiri dari keluarganya semula. Akibatnya, para orangtua harus menyesuaikan diri dengan ketidakhadiran anak-anak di rumah. Peristiwa ini mengakibatkan orangtua khususnya ibu yang sedang berada dalam tahap perkembangan dewasa madia, mengalami keadaan sarang kosong yaitu rumah tanpa kehadiran anak-anaknya lagi. Selanjutnya dalam paparan ini akan disebut sebagai ibu empty-nester.

Kepergian anak dari rumah merupakan hal yang tak terelakkan, khususnya pada fase perkembangan dewasa madia. Para ibu empty-nester harus beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Mereka akan memaknai kepuasan hidup dan kebahagiaan, yang akan berubah mengikuti konteks kehidupan individu terutama setelah anak terakhir meninggalkan rumah. Istilah yang menggambarkan penyesuaian psikologis menghadapi transisi dalam kehidupan, oleh Ryff (1989) disebut kesejahteraan psikologis. Kajian mengenai kesejahteraan psikologis sendiri mulai berkembang sejak para ahli menyadari bahwa selama ini ilmu Psikologi lebih banyak memberikan perhatian kepada penderitaan atau ketidakbahagiaan daripada bagaimana seseorang dapat berfungsi secara positif (Diener & Jahoda dalam Ryff, 1989).

Menurut Ryff (1989), kesejahteraan psikologis adalah konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari, mengarah pada pengungkapan perasaan-perasaan pribadi atas segala sesuatu yang dirasakan individu sebagai hasil dari pengalaman


(23)

13

Universitas Kristen Maranatha hidupnya. Individu dapat menilai diri dan pengalaman hidupnya lewat pendekatan multidimensional yang terdiri atas enam dimensi, yaitu yaitu penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others), kemandirian (autonomy), penguasaan lingkungan, (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth) .

Kesejahteraan psikologis ibu empty-nester juga dapat ditelaah melalui ke enam dimensi tersebut. Ke enam dimensi itu merupakan tantangan-tantangan bagi ibu empty-nester untuk mencapai fungsi positif dalam hidup. Masing-masing dimensi ini dapat memberikan pengaruh terhadap penghayatan ibu empty-nester mengenai kualitas hidupnya.

Saat seorang ibu dihadapkan pada keadaan rumah yang kosong karena anak-anaknya sudah tidak tinggal serumah, maka akan muncul penghayatan bahwa dirinya telah menunaikan kewajibannya dalam mengurus dan membesarkan anak-anak untuk kemudian mengentaskannya memasuki kehidupan dewasa yang mandiri. Kenyataan ini memunculkan perasaan bangga, bahagia, dan senang. Apabila ibu empty-nester menghayati pengalaman menghadapi kepergian anak dari rumah sebagai pengalaman positif dan berharga, maka ini mengindikasikan dimensi penerimaan diri yang tinggi. Namun sebaliknya apabila ibu empty-nester sulit menerima keadaan rumah yang kosong sebagai pengalaman yang negatif dan meningkatnya ketidakpuasan dalam kehidupan itu berarti mengindikasikan dimensi penerimaan diri yang rendah. Dimensi penerimaan diri merujuk pada seperti apakah seseorang memberikan


(24)

14

Universitas Kristen Maranatha penilaian terhadap dirinya sendiri, termasuk menerima diri apa adanya, menerima kelebihan dan kekurangan dirinya, serta memiliki perasaan yang positif mengenai masa lalu (Ryff,1989a).

Setelah menyadari bahwa tanggung jawab secara langsung yang dibebankan kepada dirinya telah berkurang dibandingkan pada saat anak-anaknya masih berada di rumah, ibu empty-nester akan mulai memikirkan bagaimana mengisi hari-hari pasca kepergian anak dari rumah dengan sesuatu yang positif dan konstruktif. Salah satunya dengan cara membuat perencanaan untuk masa depan mengenai hal-hal apa saja yang hendak dilakukan, terutama yang berkaitan dengan diri sendiri maupun keluarganya, khususnya dalam menjalani kehidupan di masa tuanya. Dimensi tujuan hidup mencerminkan kemampuan seseorang, termasuk ibu empty-nester, untuk menemukan makna dan arah bagi pengalaman hidupnya, menetapkan tujuan-tujuan dan maksud kehidupannya (Ryff & Singer, 2003 dalam Wells (Ed.) 2010). Oleh karenanya jika seorang ibu empty-nester merasa kehidupannya tidak bermakna, tidak memiliki tujuan dan arah, tidak bisa menghayati pengalaman membesarkan anak-anak sebagai wujud pengalaman positif yang telah dilakukannya di masa lalu, ini artinya ibu empty-nester memerlihatkan dimensi tujuan hidup yang rendah sehingga akan mengurangi makna kesejahteraan hidupnya secara menyeluruh.

Menetapkan arah, tujuan, sehingga meningkatkan kebermaknaan hidup ibu empty-nester akan menggiringnya untuk menerima kenyataan bahwa kini dirinya dihadapkan pada pengalaman kehidupan baru. Salah satu bentuk transisi kehidupan yang harus dihadapi individu pada fase dewasa madia adalah


(25)

15

Universitas Kristen Maranatha berhadapan dengan sarang kosong. Transisi sarang kosong bisa disetarakan dengan keadaan adversity atau kemalangan, kesusahan, ketidakberuntungan yang berujung pada ketidaknyamanan hidup yang dirasakan. Saat berada dalam adversity ini, seseorang akan tertantang untuk menemukan dan mengerahkan inner strength-nya (Ryff & Singer 2003, dalam Wells (Ed.) 2010). Menemukan dan mengerahkan inner strength saat berhadapan dengan pengalaman baru merupakan ciri penting dari fully functioning person. Jadi, tatkala seorang ibu empty-nester mampu mewujudkan potensi dan bakat yang dimiliki untuk kemudian mengembangkan sumber-sumber daya yang baru, misalnya bergabung ke dalam suatu perkumpulan, komunitas spiritualitas atau religiusitas untuk menekuni dan mendalami keyakinan agamanya atau melibatkan diri ke dalam kegiatan sosial positif, maka ini mengindikasikan ibu empty-nester yang sejahtera secara psikologis karena memerlihatkan dimensi pertumbuhan pribadi yang tinggi. Sebaliknya ibu empty-nester memerlihatkan pribadi yang stagnan, tanpa pertumbuhan atau kemajuan selama kurun waktu tertentu dalam kehidupannya, merasa bosan dan kehilangan gairah untuk mengisi kehidupannya dengan hal-hal yang positif dan membangun, ini mengindikasikan ibu empty-nester dengan dimensi pertumbuhan pribadi yang rendah.

Saat para ibu empty-nester menerapkan cara-cara untuk mengisi keadaan sarang kosongnya dengan hal-hal positif sebagaimana terurai di atas, maka akan menggiringnya untuk terlibat dalam hubungan-hubungan sosial baru dan meluas. Kemampuan membina hubungan positif yang diwarnai keakraban, bimbingan, dan kepedulian dengan keluarga besarnya dan orang-orang sebaya khususnya,


(26)

16

Universitas Kristen Maranatha serta orang-orang di sekitar pada umumnya, merupakan indikasi dari terpenuhinya dimensi hubungan positif dengan orang lain. Sebaliknya dengan ibu empty-nester yang kurang dalam mengembangkan hubungan positif serta memiliki perasaan kurang memercayai hubungan baik dengan orang lain karena sulit untuk bersikap hangat, terbuka dan peduli terhadap kesejahteraan orang lain mengindikasikan dimensi hubungan positif dengan orang lain yang rendah.

Keberhasilan membina hubungan yang didasari dengan empati dan rasa saling percaya dengan orang lain, akan menggiring ibu empty-nester untuk melakukan kegiatan-kegiatan efektif guna memenuhi kebutuhan agar kesehatan fisik dan psikologisnya terjaga, memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk memilih atau membangun konteks kehidupan yang tepat bagi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup dan nilai-nilai pribadi. Ini mencerminkan dimensi penguasaan lingkungan yang tinggi (Ryff & Singer, 2003 dalam Wells (Ed.) 2010). Sebaliknya ibu empty-nester yang mengalami kesulitan dalam mengelola kehidupan sehari-harinya, sulit memanfaatkan kesempatan yang ada, dan sulit mengisi kehidupannya dengan sesuatu yang bermakna maka dikatakan dimensi penguasaan lingkungannya rendah.

Bilamana seorang ibu empty-nester telah berhasil memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada dan juga membangun konteks kehidupan yang tepat bagi pemenuhan kebutuhan hidup dan nilai-nilai pribadinya, hal tersebut menggiring ibu empty nester untuk bergerak atas keyakinan dan pendiriannya sendiri meskipun bertentangan dengan keyakinan yang diterima oleh kebanyakan orang. Ini mengindikasikan terpenuhinya dimensi kemandirian yang tinggi.


(27)

17

Universitas Kristen Maranatha Namun apabila ibu empty nester sulit untuk memertahankan standar pribadinya, tergantung pada masyarakat di sekitarnya, dan juga dalam mengungkapkan opini pribadi yang bertentangan dengan masyarakat setempat, dapat dikatakan bahwa dimensi kemandiriannya tergolong rendah.

Sementara pada penelitian ini akan dijaring data sosio-demografis responden berupa usia, pendidikan terakhir, status pekerjaan, serta keadaan kesehatan yang secara teoretis dapat menggambarkan kesejahteraan psikologis yang lebih komprehensif, kemudian selanjutnya data yang akan dijaring adalah jumlah anak, lamanya anak terakhir meninggalkan rumah, serta alasan anak terakhir meninggalkan rumah yang merupakan karakteristik khas yang melekat pada kondisi ibu empty-nester dan diduga memiliki hubungan dengan kesejahteraan psikologisnya, serta yang terakhir adalah area tempat tinggal untuk penggambaran yang lebih komprehensif mengenai area pengambilan sampel di kota Bandung.

Uraian di atas dapat dilihat dalam bagan berikut:

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Data sosio-demografis yang dijaring:

a. Usia

b. Pendidikan terakhir c. Status pekerjaan d. Kondisi kesehatan e. Jumlah anak

f. Lama anak terakhir meninggalkan rumah g. Alasan anak meninggalkan rumah. h. Area tempat tinggal

Ibu empty-nester yang berdomisili di kota

Bandung

Kesejahteraan Psikologis (tinggi – rendah) berdasarkan

dimensi-dimensi berikut ini: 1. Penerimaan Diri

2. Hubungan Positif dengan Orang Lain

3. Kemandirian

4. Penguasaan Lingkungan 5. Tujuan Hidup


(28)

18

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi

 Kepergian anak terakhir dari rumah akan menyebabkan ibu yang berada pada tahap perkembangan dewasa madia akan menghadapi transisi sarang kosong yang berujung pada penghayatan akan kesejahteraan psikologis secara menyeluruh.

Ibu empty-nester akan menghayati kesejahteraannya secara psikologis apabila didasari oleh penerimaan atas kelebihan dan kekurangan diri apa adanya (dimensi penerimaan diri), melihat pengalaman membesarkan anak-anaknya sebagai pengalaman dimasa lalu dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Kemampuan ibu empty-nester dalam menerima diri apa adanya itu akan menuntunnya untuk meraih keberfungsian diri yang merupakan indikasi dari kesejahteraan psikologis.


(29)

68

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, akan dipaparkan simpulan hasil penelitian, yang bertitik-tolak dari paparan bab sebelumnya.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai Kesejahteraan Psikologis ibu empty nester (responden) pada beberapa area di Kota Bandung, diperoleh simpulan sebagai berikut:

1) Responden menunjukkan penghayatan yang tinggi atas dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis (penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, serta pertumbuhan pribadi). Ini artinya keadaan di sarang kosong, tidak menjadikan responden kehilangan inisiatif untuk berbuat menyejahterakan diri dan lingkungan terdekatnya. .

2) Faktor sosio-demografis yang memiliki kaitan dengan kesejahteraan psikologis responden adalah kondisi kesehatan yang baik, sementara dimensi “hubungan positif dengan orang lain” berkaitan dengan lamanya responden di sarang kosong, dan tingkat pendidikan terakhir responden berkaitan dengan dimensi pertumbuhan diri.


(30)

69

Universitas Kristen Maranatha

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai Kesejahteraan Psikologis terhadap ibu empty nester yang mengambil area di Kota Bandung , maka beberapa saran yang dapat diberikan peneliti adalah sebagai berikut :

5.2.1 Saran Teoretis

1) Bagi peneliti lain yang ingin meneliti kembali mengenai Kesejahteraan Psikologis pada ibu empty nester, disarankan untuk memerkaya data sosio-demografis yang akan dijaring, seperti intensitas bertemu dengan anak-anak yang sudah tidak tinggal serumah, perkumpulan/komunitas yang diikuti, aktivitas apa saja yang dilakukan untuk mengisi waktu luang yang tersedia akibat kepergian anak terakhir dari rumah, agar mendapatkan hasil penelitian yang lebih variatif.

2) Bagi peneliti lain yang berminat untuk memeroleh penghayatan yang lebih komprehensif mengenai kesejahteraan psikologis pada ibu empty nester, disarankan untuk melakukan penelitian dengan metode gabungan kuantitatif dengan kualitatif (mixed method), yakni melakukan observasi serta wawancara mengenai penghayatan ibu empty nester pada masa sarang kosongnya disamping menjaring data melalui kuesioner.

5.2.2 Saran Guna Laksana

1) Bagi ibu empty nester yang menunjukkan penghayatan rendah terhadap dimensi-dimensi Kesejahteraan Psikologis secara keseluruhan maupun


(31)

70

Universitas Kristen Maranatha pada beberapa dimensi saja, disarankan untuk lebih banyak memanfaatkan waktu luang yang tersedia dan mengisinya dengan hal-hal yang positif serta berguna bagi kehidupan untuk ke depannya, lebih baik lagi apabila diisi dengan kegiatan yang sesuai dengan minat pribadi. Selain itu tindakan memerluas pergaulan seperti mengikuti komunitas atau perkumpulan tertentu juga disarankan terutama untuk ibu empty nester yang menghayati dimensi ‘hubungan positif dengan orang lain’ rendah, sehingga akan lebih mudah dalam melakukan penerimaan diri yang berkaitan erat dengan kesejahteraan psikologis secara keseluruhan.

2) Bagi calon ibu empty nester, dapat melakukan persiapan diri terlebih dahulu sebelum menghadapi keadaan sarang kosong dengan cara menjaga kesehatan diri, kemudian juga membuat perencanaan maupun mencari kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dengan minat pribadi agar ketika anak terakhir pergi meninggalkan rumah, mereka akan tetap merasa sejahtera di sarang kosongnya. Selain itu juga melanjutkan pendidikan merupakan alternatif lain agar dapat mengembangkan wawasan ibu empty nester, karena akan berdampak pada pengelolaan pertumbuhan pribadinya yang merupakan bagian dari kesejahteraan psikologis.


(32)

71

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Burdick, Susan E.1999. Loving Midlife Marriage : A Guide to Keeping Romance Alive from the Empty Nest Through Retirement. Library Journal, 89.

Conover, Heather. 2005. Crisis and/or Relief? An Examination of Mothers’ and Fathers’ Experiences of The Empy Nest Transition. Simon Fraser University.

Dennertein, L., Dudley, E., Guthrie, J. 2002. Empty nest or revolving door? A prospective study of women’s quality of life in middle during the phase of children leaving and re-entering the home. Psychological Medicine, 32, 545-550. Cambridge University Press.

Duvall, Evelyn Millis. 1977. 5-th ed. Marriage and Family Development. Philadelphia: J.B. Lippincott Co.

Freidenberg, Liza.1995. Psychological Testing, Design, Analysis and Use. Allyn and Bacon.

Guilford, J.P. 1956. Fundamental Statistics in Psychology and Education, 3rd edition. London : Mc.Graw-Hill.

Hidalgo, et.al. 2010 Psychological Well-Being, Assesment Tools and Related Factors dalam Wells, Inggrid E. 2010 (editor). Psychological Well-Being. New York : Nova Science Publishers, Inc.

Kearney, Susan M. Exploring the Empty Nest Transition. 2002. College of Lifelong Learning. Detroit, Michigan: Wyne State University. Diunduh pada Agustus 2012.http://www.is.wayne.edu/mnissani?SE/kearney.htm Kerlinger, Fred N and Howard B. Lee.2002. Foundation of Behavioral Research.

Fourth Edition.United States of America : Harcourt College Publisher. Kumar, Ranjit.1999. Research Methodology A Step-by-Step Guide For Beginners.

London, California, New Delhi : Sage Publications

Lai, Hui-Ling. 2002. Transition to the Empty Nest : A Phenomenological Study. Hualien,Taiwan : Tzu Chi Nursing Journal.

Lewis, Constance.1985. The Empty Nest Revisited (Adult Children, Mothers, Mid-Life). ProQuest Dissertations and Theses.


(33)

72

Universitas Kristen Maranatha Mitchell, Barbara A., Lovergreen, D. Loren. 2009. The Empty Nest Syndrome in

Midlife Families. Journal of Family Issues. Vol. 30 November 12. December 2009 1651-1670.

Nagy, Mary E. 2011. The Communicative and Physiological Manifestations of Relational Turbulence During The Empty-Nest Phase of Marital Relationships. New Jersey: New Brunswick

Palmer, Kim. 2006. Empty Nest : Room for Change. Washington: McClatchy – Tribune Business News.

Papalia, Diane E., et al. 2007. Adult Development and Aging. Third Edition. New York: The McGraw-Hill Company, Inc.

Radloff, Lenore Sawyer . 1980. Depression and the Empty Nest. Sex Roles, Vol. 6, No. 6, 1980.

Raup, Jana L., Myers, Jane E. 1989. The Empty Nest Syndrome: Myth or Reality? Journal of Counseling & Development. November/ December. Vol;. 68.

Ryff, Carol D. 1989. Happiness Is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 57, No. 6, 1069 – 1081.

Ryff, Carol D., Keyes, Corey Lee M. 1995. The Structure of Psychological Well-Being Revisted. Journal of Personality dan Social Psychology. Vol. 69, No. 4, 719-727

Ryff, Carol D. and Singer, Burton H. 2008. Know Thyself and Become What you are: A Eudaimonic Approach to Psychological Well-Being. Journal on Happiness Studies. (:13-39.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup Jilid 2. Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga

________________2004. Life-Span Development. Ninth Edition. New York: The McGraw-Hill Company, Inc.

Whitbourne, Susan K. and Whitbourne, Stacey B .2011. Adult Development and Aging. Fourth Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc.


(34)

73

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Bab 35:Kesehatan. www.bappenas.go.id/get-file-server/node/5999 (diakses tanggal 30 Agustus 2012)

Empty Nest. www.psychology.wikia.com/wiki/Empty_nest (diakses tanggal 6 April 2012)

Nasiruddin, Arif. 2008. Ketika Anak Tak Lagi Dekat. www.nasiruddin.edublogs.org (diakses tanggal 10 Februari 2012)

Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Februari 2009. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Rini, Jacinta F. 2004. Empty Nest.

www.e-psikologi.com/epsi/lanjutusia_detail.asp (diakses tanggal 10 Februari 2012)

Valeria T.A, Neysa. 2011. Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being pada Single-Mother di Komunitas ‘X’ : Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha


(1)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, akan dipaparkan simpulan hasil penelitian, yang bertitik-tolak dari paparan bab sebelumnya.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai Kesejahteraan Psikologis ibu empty nester (responden) pada beberapa area di Kota Bandung, diperoleh simpulan sebagai berikut:

1) Responden menunjukkan penghayatan yang tinggi atas dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis (penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, serta pertumbuhan pribadi). Ini artinya keadaan di sarang kosong, tidak menjadikan responden kehilangan inisiatif untuk berbuat menyejahterakan diri dan lingkungan terdekatnya. .

2) Faktor sosio-demografis yang memiliki kaitan dengan kesejahteraan psikologis responden adalah kondisi kesehatan yang baik, sementara dimensi “hubungan positif dengan orang lain” berkaitan dengan lamanya responden di sarang kosong, dan tingkat pendidikan terakhir responden berkaitan dengan dimensi pertumbuhan diri.


(2)

69

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai Kesejahteraan Psikologis terhadap ibu empty nester yang mengambil area di Kota Bandung , maka beberapa saran yang dapat diberikan peneliti adalah sebagai berikut :

5.2.1 Saran Teoretis

1) Bagi peneliti lain yang ingin meneliti kembali mengenai Kesejahteraan Psikologis pada ibu empty nester, disarankan untuk memerkaya data sosio-demografis yang akan dijaring, seperti intensitas bertemu dengan anak-anak yang sudah tidak tinggal serumah, perkumpulan/komunitas yang diikuti, aktivitas apa saja yang dilakukan untuk mengisi waktu luang yang tersedia akibat kepergian anak terakhir dari rumah, agar mendapatkan hasil penelitian yang lebih variatif.

2) Bagi peneliti lain yang berminat untuk memeroleh penghayatan yang lebih komprehensif mengenai kesejahteraan psikologis pada ibu empty nester, disarankan untuk melakukan penelitian dengan metode gabungan kuantitatif dengan kualitatif (mixed method), yakni melakukan observasi serta wawancara mengenai penghayatan ibu empty nester pada masa sarang kosongnya disamping menjaring data melalui kuesioner.

5.2.2 Saran Guna Laksana

1) Bagi ibu empty nester yang menunjukkan penghayatan rendah terhadap dimensi-dimensi Kesejahteraan Psikologis secara keseluruhan maupun


(3)

70

pada beberapa dimensi saja, disarankan untuk lebih banyak memanfaatkan waktu luang yang tersedia dan mengisinya dengan hal-hal yang positif serta berguna bagi kehidupan untuk ke depannya, lebih baik lagi apabila diisi dengan kegiatan yang sesuai dengan minat pribadi. Selain itu tindakan memerluas pergaulan seperti mengikuti komunitas atau perkumpulan tertentu juga disarankan terutama untuk ibu empty nester yang menghayati dimensi ‘hubungan positif dengan orang lain’ rendah, sehingga akan lebih mudah dalam melakukan penerimaan diri yang berkaitan erat dengan kesejahteraan psikologis secara keseluruhan.

2) Bagi calon ibu empty nester, dapat melakukan persiapan diri terlebih dahulu sebelum menghadapi keadaan sarang kosong dengan cara menjaga kesehatan diri, kemudian juga membuat perencanaan maupun mencari kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dengan minat pribadi agar ketika anak terakhir pergi meninggalkan rumah, mereka akan tetap merasa sejahtera di sarang kosongnya. Selain itu juga melanjutkan pendidikan merupakan alternatif lain agar dapat mengembangkan wawasan ibu empty nester, karena akan berdampak pada pengelolaan pertumbuhan pribadinya yang merupakan bagian dari kesejahteraan psikologis.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Burdick, Susan E.1999. Loving Midlife Marriage : A Guide to Keeping Romance Alive from the Empty Nest Through Retirement. Library Journal, 89.

Conover, Heather. 2005. Crisis and/or Relief? An Examination of Mothers’ and Fathers’ Experiences of The Empy Nest Transition. Simon Fraser University.

Dennertein, L., Dudley, E., Guthrie, J. 2002. Empty nest or revolving door? A prospective study of women’s quality of life in middle during the phase of children leaving and re-entering the home. Psychological Medicine, 32, 545-550. Cambridge University Press.

Duvall, Evelyn Millis. 1977. 5-th ed. Marriage and Family Development. Philadelphia: J.B. Lippincott Co.

Freidenberg, Liza.1995. Psychological Testing, Design, Analysis and Use. Allyn and Bacon.

Guilford, J.P. 1956. Fundamental Statistics in Psychology and Education, 3rd edition. London : Mc.Graw-Hill.

Hidalgo, et.al. 2010 Psychological Well-Being, Assesment Tools and Related Factors dalam Wells, Inggrid E. 2010 (editor). Psychological Well-Being. New York : Nova Science Publishers, Inc.

Kearney, Susan M. Exploring the Empty Nest Transition. 2002. College of Lifelong Learning. Detroit, Michigan: Wyne State University. Diunduh pada Agustus 2012.http://www.is.wayne.edu/mnissani?SE/kearney.htm Kerlinger, Fred N and Howard B. Lee.2002. Foundation of Behavioral Research.

Fourth Edition.United States of America : Harcourt College Publisher. Kumar, Ranjit.1999. Research Methodology A Step-by-Step Guide For Beginners.

London, California, New Delhi : Sage Publications

Lai, Hui-Ling. 2002. Transition to the Empty Nest : A Phenomenological Study. Hualien,Taiwan : Tzu Chi Nursing Journal.

Lewis, Constance.1985. The Empty Nest Revisited (Adult Children, Mothers, Mid-Life). ProQuest Dissertations and Theses.


(5)

Mitchell, Barbara A., Lovergreen, D. Loren. 2009. The Empty Nest Syndrome in Midlife Families. Journal of Family Issues. Vol. 30 November 12. December 2009 1651-1670.

Nagy, Mary E. 2011. The Communicative and Physiological Manifestations of Relational Turbulence During The Empty-Nest Phase of Marital Relationships. New Jersey: New Brunswick

Palmer, Kim. 2006. Empty Nest : Room for Change. Washington: McClatchy – Tribune Business News.

Papalia, Diane E., et al. 2007. Adult Development and Aging. Third Edition. New York: The McGraw-Hill Company, Inc.

Radloff, Lenore Sawyer . 1980. Depression and the Empty Nest. Sex Roles, Vol. 6, No. 6, 1980.

Raup, Jana L., Myers, Jane E. 1989. The Empty Nest Syndrome: Myth or Reality? Journal of Counseling & Development. November/ December. Vol;. 68.

Ryff, Carol D. 1989. Happiness Is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 57, No. 6, 1069 – 1081.

Ryff, Carol D., Keyes, Corey Lee M. 1995. The Structure of Psychological Well-Being Revisted. Journal of Personality dan Social Psychology. Vol. 69, No. 4, 719-727

Ryff, Carol D. and Singer, Burton H. 2008. Know Thyself and Become What you are: A Eudaimonic Approach to Psychological Well-Being. Journal on Happiness Studies. (:13-39.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup Jilid 2. Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga

________________2004. Life-Span Development. Ninth Edition. New York: The McGraw-Hill Company, Inc.

Whitbourne, Susan K. and Whitbourne, Stacey B .2011. Adult Development and Aging. Fourth Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Bab 35:Kesehatan. www.bappenas.go.id/get-file-server/node/5999 (diakses tanggal 30 Agustus 2012)

Empty Nest. www.psychology.wikia.com/wiki/Empty_nest (diakses tanggal 6 April 2012)

Nasiruddin, Arif. 2008. Ketika Anak Tak Lagi Dekat. www.nasiruddin.edublogs.org (diakses tanggal 10 Februari 2012)

Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Februari 2009. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Rini, Jacinta F. 2004. Empty Nest.

www.e-psikologi.com/epsi/lanjutusia_detail.asp (diakses tanggal 10 Februari 2012)

Valeria T.A, Neysa. 2011. Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being pada Single-Mother di Komunitas ‘X’ : Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha