Kepentingan Jepang Melalui JICA Terhadap Pemberian Bantuan Proyek Denpasar Sewerage Development Project di Bali.
(2)
(3)
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian skripsi yang berjudul “Kepentingan Jepang Melalui JICA Terhadap Pemberian Bantuan DSDP di
Bali”
Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana. Pada kesempatan ini penulis bermaksud untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika., Sp., PD., KEMD., selaku Rektor Universitas Udayana atas motivasi, saran serta arahan yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Udayana.
2. Dr. Drs. I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana atas motivasi dan arahan yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Udayana.
3. Idin Fasisaka, S.IP., MA. selaku Ketua Program Studi Hubungan Internasional yang telah memberikan motivasi, saran, dan masukan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Program Studi Hubungan Internasional.
4. Ni Wayan Rainy Priadarsini, S.SS.,M.Hub.Int., selaku Pembimbing I yang selalu menghasut penulis untuk terus berpikir dan melampaui diri.
5. A.A Bagus Surya Widya Nugraha,S.IP.,M.Si selaku Pembimbing II penulis atas bimbingan, inspirasi perjuangan, serta motivasi yang diberikan kepada penulis untuk terus menempa diri selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
6. Dra Nazrina Zuryani., MA., Ph.D selaku Pembimbing Akademik (PA) penulis atas segala motivasi, bimbingan, serta masukan kepada penulis
(4)
iv
selama menempuh pendidikan di Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana.
7. Staf dosen di Program Studi Hubungan Internasional atas motivasi, serta bekal ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan.
8. Ibunda tercinta, selaku seorang ibu sekaligus ayah yang tak henti-hentinya berkata, “Hanya dengan pendidikan hidupmu dapat berubah, Nak”.
9. Kawan-kawan Hubungan Internasional angkatan 2011 yang selalu menginspirasi, terutama Kyka, Pang, Wulan, dan Francine
10. Puteri, Yana, Endos, Someone, dan semua orang berharga dihidup saya
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan guna perbaikan lebih lanjut.
Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan suatu manfaat dan menambah khasanah pengetahuan bagi kita semua. Terimakasih
(5)
v
Kata Pengantar
Pertama-tama perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkatnya yang berlimpah sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini secara baik. Kemudian orang tua saya yang tidak berhenti menyemangati, mencintai, mendoakan, dan mendorong saya untuk menyelesaikan studi ini, terutama skripsi ini. Tanpa mereka, mungkin skripsi ini tidak ada sampai saat ini. Tentunya saya tidak lupa untuk mencantumkan nama pembimbing saya, Ibu Rainy dan Bapak Surya karena beliau sudah mengorbankan banyak waktu untuk membimbing saya. Saya menganggap skripsi ini tidak akan mendapatkan hasil maksimal apabila tidak melalui bimbingan dari Ibu dan Bapak pembimbing. Tak lupa saya berterima kasih sebesar-besarnya untuk keluarga besar Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Udayana atas bimbingannya selama 5 tahun yang bermakna dan tentunya berkesan.
Terima kasih juga untuk support yang tidak pernah berhenti dari saudara saya, Glenda dan Ata, dan teman teman terbaik saya: (Urutan tidak menentukan siapa yang terbaik ya..) Kyka, Wulan, Toto, Francine, Sunari Pang, Yana, Mirah dan You-Know-Who (I know, but you‟ll be the only one). Sekali lagi kalau bukan karena cinta mereka, saya mungkin merasa skripsi ini hanya sebuah tugas akhir biasa tanpa kesan bermakna dibalik pembuatannya. Juga untuk dua anjing saya, Pippa dan Downy, terima kasih untuk teman tidurnya.
Terima kasih juga untuk setiap orang yang saya wawancarai, untuk google, untuk setiap literatur yang turut membangun skripsi ini, untuk google translate atas keterbatasan kemampuan bahasa saya, artikel-artikel, dan buku buku penunjang. Akhir kata, Skripsi ini mungkin akhir dari studi saya di Udayana. Kampus yang sebenarnya tidak terlalu banyak hal yang membanggakan. Namun saya percaya, bahwa setiap ketidaksempurnaan pasti terdapat makna yang mampu dijadikan pelajaran. Singkatnya adalah, Kampus Udayana secara keseluruhan jujur sedikit mengecewakan (diluar dari kualitas dosen yang saya anggap sebagai salah satu alasan yang membuat saya bertahan di Udayana), namun saya yakin, setelah saya keluar dari kampus ini, saya menjadi mampu
(6)
vi
bertahan dalam kondisi terburuk sekalipun. Contohnya saya sendiri yang mampu keluar dari kampus ini hidup-hidup dan dalam kondisi termotivasi untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik! Jadi, saya mengucapkan terima kasih untuk Udayana yang telah mengajarkan saya banyak hal. Terakhir, untuk angkatan 2011 yang saya banggakan. Terima kasih atas 5 tahun yang sangat menarik. Saya anggap, semua yang terjadi di kelas selama ini merupakan suatu pelajaran dinamika yang tidak ada habisnya, yang karenanya saya tahu, bahwa kita dilahirkan dengan berbagai karakter dan potensi yang berbeda beda. Terima kasih, teman-teman.
(7)
vii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN……… iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR BAGAN……….. viii
DAFTAR TABEL……… iv
ABSTRAK……… ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Permasalahan ... 6
1.3 Batasan Masalah ... 6
1.4 Tujuan Penelitian... 7
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
1.6 Sitematika Penulisan ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Kajian Pustaka ... 10
2.2 Kerangka Konseptual ... 14
2.2.1 Foreign Aid Agency ... 16
2.2.2 Kepentingan Nasional ... 18
2.2.3 Motif Bantuan Internasional (Foreign Aid) ... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24
3.1 Jenis Penelitian ... 24
3.2 Sumber Data ... 24
3.2.1 Data Primer ... 25
3.2.2 Data Sekunder... 25
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 26
(8)
viii
3.3.2 Wawancara ... 26
3.3.3 Dokumen ... 27
3.4 Unit Analisis ... 27
3.5 Teknik Penentuan Informan ... 27
3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 28
3.6.1 Penelitian Lapangan ... 28
3.6.2 Penelitian Kepustakaan ... 28
3.7 Teknik Analisis Data ... 28
3.8 Teknik Penyajian Data ... 29
BAB IV PEMBAHASAN... ... 30
4.1 Gambaran Umum ... 30
4.1.1 JICA dan ODA ... 30
4.1.2 JICA di Indonesia… ... 38
4.1.3 Peran JICA dalam Bantuan Proyek DSDP di Bali ... 45
4.1.4 Realisasi Proyek DSDP oleh Pemerintah dan JICA .... 48
4.2 Analisa Temuan ... 53
4.2.1 Tercapainya Tujuan Pemberian Bantuan ODA Jepang 54 4.2.2 Peningkatan Mutu Kesehatan Warga Jepang di Bali ... 56
4.2.3 Pelatihan Tenaga Ahli ... 58
4.2.4 Keuntungan Ekonomi ... 60
BAB V PENUTUP……… ... 70
5.1 Kesimpulan……. ... 70
5.2 Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ………... 73
(9)
ix Daftar Tabel
TABEL 4.1 HUBUNGAN CAS DAN PRIORITAS KERJASAMA JICA……. 44
TABEL 4.2 TINGKAT KUNJUNGAN WISATAWAN KE BALI ………46
TABEL 4.3 RINCIAN PELAKSANAAN PROYEK DSDP ………...50
TABEL 4.4 DAFTAR PERUSAHAAN JEPANG YANG TURUT DALAM PROYEK DSDP ………..63
TABEL 4.5 PERINGKAT PEMBERI BANTUAN TERBESAR
(10)
x Daftar Bagan
BAGAN 4.1 BENTUK DAN PENYALURAN BANTUAN ODA ……….32
BAGAN 4.2 SIKLUS PERMINTAAN BANTUAN KEPADA JEPANG………34
BAGAN 4.3 PENYALURAN BANTUAN ODA MELALUI JICA BARU ……37
(11)
xi Abstrak
Penelitian ini didasarkan adanya kepentingan Jepang melalui JICA (Japan Internation Cooperation Agency) terhadap pemberian bantuan pinjaman dana kepada Indonesia dalam proyek DSDP (Denpasar Sewerage Development Project) di Bali. Proyek DSDP merupakan proyek sanitasi pertama di Indonesia, yang penelitiannya dilakukan oleh JICA dan bantuan pinjaman dananya diberikan oleh Jepang. Adanya proyek yang besar ini dapat dikatakan sebagai salah satu cara Jepang untuk mewujudkan kepentingannya di Indonesia. Berbagai dasar menyebabkan terealisasinya penelitian ini, beberapa diantaranya ialah adanya perbedaan sikap Indonesia terhadap dua negara eks colonial yakni Jepang dan Belanda dalam hal pemberian bantuan, juga desakan JICA yang dianggap sangat persuasif yang menyebabkan kecurigaan bahwa adanya tujuan yang lebih besar dibalik terealisasinya proyek ini. Tujuan dari penelitian ini tentunya, penelitian ini mampu memperlihatkan kepentingan Jepang melalui langkah langkah strategis JICA secara jelas dalam realisasi dari proyek ini.
Penelitian ini menggunakan 3 konsep dalam membantu penulis menganalisis lebih dalam, pertama konsep bantuan internasional, kedua merupakan konsep kepentingan nasional, dan yang terakhir merupakan motif bantuan internasional. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dalam pengumpulan data, dilakukan observasi terhadap beberapa penelitian dan literatur terkait serta wawancara dengan orang orang yang berkecimpung didalam proyek ini. Hal tersebut guna mengetahui lebih dalam maksud dan kepentingan Jepang dalam proyek ini.
Setelah adanya penelitian yang komprehensif, maka diketahui ada 4 inti dari kepentingan yang ingin dicapai Jepang. Pertama adalah tercapainya tujuan dalam pemberian bantuan ODA Jepang. Kedua, meningkatnya mutu kesehatan warga Jepang yang berlibur ke Bali maupun yang tinggal di Bali. Ketiga, pelatihan tenaga ahli muda Jepang. Terakhir ialah Jepang mendapatkan keuntungan ekonomi dari realisasi proyek DSDP ini.
Melalui penelitian ini, diharapkan pembaca nantinya mampu menganalisis kepentingan-kepentingan negara pemberi bantuan khususnya negara pemberi bantuan ke Indonesia. Sehingga analisa tersebut mampu menentukan apakah sebuah bantuan layak untuk diterima dan mampu sepenuhnya membantu Indonesia atau hanya sebagai media bagi negara pemberi bantuan untuk memperoleh keuntungan dari negara penerima bantuan.
(12)
xii Abstract
This study was made after an issue about Japan‟s interests through JICA (Japan International Cooperation Agency) with the loan aid to Indonesia in DSDP (Denpasar Sewerage Development Project) Project Bali, Indonesia. DSDP is the first sanitation project in Indonesia that the research was conducted by JICA and the loan aid was given from Japan. This mega project could say as one of many ways to accomplish Japan's interest in Indonesia. Many reasons make this research happen, some of them are the difference of Indonesia‟s respond to both of the ex-colonial country, Netherland and Japan, through the aid project and also JICA persuasive approach that becoming suspicious if there is a bigger reason behind this realization of this project. The goals of this study is to show the reader about Japan‟s interest clearly by the realization of this project.
This study is using 3 concepts, first concept is International aid, second is National interest, and lastly is International aid‟s motive. This study is using the qualitative method. In collecting data, writer did some observation through some research and connected literature, also, writer did some interviews with people who competent and work in this field to know more about the purposes and interests of Japan through this project.
After a comprehensive research, the result of this study is that there are 4 points of interest that Japan want to pursue. First, accomplishing the goal of ODA Japan. Second, increasing the health quality of Japanese who stay in or take vacation in Bali. Third, giving training to the junior expertise of Japan. Lastly, reaching the economic interest from the realization of this project.
Finally this study will be expected to help reader to analize the aid donor state‟s interests, especially the Japan that gives aid to Indonesia. The analysis of this study be able to give more analysis to any kinds of interest that brought by the donor. Then every country could cogitate if the aid is fully help their country or just a carrier of donor‟s interest.
(13)
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Jepang dan Indonesia merupakan dua negara yang memiliki hubungan kerjasama yang erat. Kerjasama yang dilakukan Indonesia dan Jepang merupakan kerjasama di berbagai sektor, beberapa sektor kerjasama antara lain dari kerjasama politik dan kerjasama ekonomi. Kerjasama ekonomi merupakan kerjasama yang paling signifikan, karena relasi Jepang dan Indonesia sering kali disebut relasi bisnis, yang dapat pula dikatakan kerjasama ekonomi, karena kerjasama ekonomi merupakan kerjasama yang melibatkan adanya transfer uang dan keuntungan diantara kedua belah pihak. Pemberian bantuan merupakan salah satu bentuk dari development cooperation yang merupakan salah satu bentuk dari kerja sama ekonomi (Whittemore, n.a). Jepang merupakan negara yang aktif dalam pemberian bantuan terhadap Indonesia. Pemberian bantuan dianggap sebagai suatu langkah yang baik bagi negara penerima bantuan. Namun tanpa disadari, aktivitas bantuan itu juga menyimpan maksud tertentu dari pemberi bantuan. Dalam hal ini, secara normatif tentu penerima bantuan akan memperoleh keuntungan tanpa melihat motif yang dibawa oleh pemberi bantuan itu sendiri.
Jepang melalui state agency atau agensi pemerintah Jepang yakni JICA (Japan International Cooperation Agency) melakukan pemberian bantuan dalam realisasi proyek DSDP (Denpasar Severage Development Project). Proyek DSDP adalah salah satu proyek hasil bantuan JICA dari sekian banyak proyek
(14)
infrastruktur di Indonesia. Proyek DSDP telah dicanangkan sejak 1991 dan tahap realisasi dimulai pada tahun 2004. DSDP sendiri merupakan proyek pengolahan limbah rumah tangga maupun industri menjadi air bersih. Selain itu, adanya proyek DSDP juga diyakini mampu mengatasi permasalahan sanitasi di Bali. Proyek DSDP dijalankan di dua kabupaten utama di Bali, yakni Denpasar dan Badung, sebagai kota pusat pariwisata dan pemerintahan di Bali (Suardana, 2011).
Realisasi dari kerjasama ini juga merupakan salah satu bagian dari adanya kebijakan luar negeri Jepang atau ODA (Official Development Assistance) yang mana ODA ini turut membantu dalam penyuksesan pembangunan yang ada di negara-negara berkembang yang merupakan sahabat Jepang (Akira & Shimomura, 1998). Melihat hubungan yang dimiliki oleh Jepang dan Indonesia tentunya menjadi sangat baik untuk dibahas mengingat sejarah yang dimiliki Indonesia di masa-masa era sebelum kemerdekaan. Jepang sendiri merupakan penjajah Indonesia pada era perang dunia ke II, dari tahun 1942-1945. Namun memang terjadi pergeseran pada saat pasca kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II. Posisi Jepang dalam kemiliteran telah diredam oleh pihak sekutu, sehingga Jepang tidak mampu lagi melakukan aktivitas militer dalam skala besar atau menjajah negara lain. Akibatnya, Jepang mulai melihat sektor lain dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain, diantaranya sosial, budaya, dan ekonomi (Moravcsik, 2010).
Hal ini menjadi baik untuk dibahas karena Indonesia juga menerima beberapa bantuan dari bekas penjajah Indonesia yang lain, yakni Belanda. Dalam perjalanan pasca kemerdekaan, Indonesia memang mendapat beberapa bantuan
(15)
dari negara negara lain, termasuk Jepang dan Belanda, dua negara yang masuk dalam catatan kelam perjalanan sejarah Indonesia. Namun tidak seperti Jepang, hubungan Indonesia dan Belanda dalam transaksi bantuan kerap tidak berjalan mulus. IGGI (Intergovernmental Group on Indonesia) merupakan kelompok internasional yang didirikan Amerika pada tahun 1967 untuk menyalurkan dana Internasional kepada Indonesia. Pada tahun 1992 IGGI yang diketuai oleh Belanda, terancam akan ditolak dananya oleh Indonesia akibat dari kecaman yang dilakukan oleh Belanda atas tindakan Indonesia di Timor Leste (Leong, Benedict Ang Kheng. 1998). Sangat menarik melihat tak ada halangan yang signifikan bagi Jepang dalam memberikan bantuan ke Indonesia sampai saat ini apabila dibandingkan oleh Belanda sendiri.
Pemberian bantuan dari Jepang terhadap Indonesia dalam proyek DSDP merupakan salah satu bentuk kerjasama yang dilakukan kedua negara ini yang dianggap sebagai respon dari adanya wacana tingginya pencemaran di Teluk Benoa. Hal ini direspon dan kemudian ditindak lanjuti oleh masterplan JICA. Selain itu, bersinggungan dengan diluncurkannya standar internasional baru oleh ISO (International Organization for Standardization) yang merupakan The World’s Largest Developer of Voluntary International Standards, ISO 14001 Environmental Management System pada tahun 1996, memaksa Indonesia untuk melakukan perbaikan, terutama dalam hal sanitasi.
Pada saat ini, permasalahan penanggulangan sanitasi dirasakan sangat kurang sekali (ISO, 2015). Hal sanitasi bukan merupakan isu baru di Indonesia, melainkan sudah ada sejak lama. Menurut catatan, pada tahun 1980 Jepang
(16)
memberlakukan travel warning ke Indonesia akibat 2 warganya terserang diare yang mana hal tersebut merupakan dampak dari sanitasi yang buruk (DIGILB AMPL, 2008). Dengan berbagai pertimbangan antara lain, penjaminan kesehatan masyarakat Indonesia dan juga wisatawan, yang dalam hal ini pariwisata juga merupakan salah satu komoditi penting dalam perekonomian Indonesia, pemerintah saat itu memutuskan untuk Bali, khususnya Denpasar dan Badung sebagai dua wilayah yang pertama kali akan dibangun proyek sanitasi untuk pengolahan limbah. Proyek sanitasi ini mulai dilaksanakan dari tahun 2004 hingga 2008.
Peningkatan pendapatan melalui sektor pariwisata juga menjadi salah satu acuan dalam realisasi proyek DSDP ini. Studi yang dilakukan Ditjen Cipta Karya, DSDP dianggap sebagai penunjang sektor pariwisata di Bali dengan cara meningkatkan kualitas sanitasi, sehingga mampu mendongkrak pendapatan sektor pariwisata di Bali pada 2009 sebesar Rp 500 miliar dan dalam lima tahun kedepan diperkirakan akan meningkat menjadi Rp 706, 478 miliar. Berbeda dengan tidak adanya DSDP, pendapatan tersebut diperkirakan turun menjadi Rp 313, 9 9 miliar (DIGILIB AMPL, 2008).
DSDP merupakan proyek sanitasi berkelanjutan pertama di Indonesia, yang dalam proses realisasinya dibantu oleh bantuan dari Jepang. Adanya faktor kedekatan dengan publik, yang mana, pelaksanaan proyek DSDP berada di tengah masyarakat disadari kehadiran juga manfaatnya oleh masyarakat, namun belum banyak tulisan yang memaparkan tentang keuntungan yang didapat Jepang dari proyek ini. Keuntungan yang didapat oleh Jepang tentunya merupakan
(17)
perwujudan dari kepentingan Jepang itu sendiri, sehingga proyek ini dipilih sebagai bahan dalam melihat kepentingan Jepang di Indonesia yaitu di Bali melalui bantuan dalam perealisasian sebuah proyek infrastruktur.
Dalam artikel 3 pada JICA act, JICA menyebutkan bahwa Jepang melalui JICA berusaha untuk membantu sosio-ekonomi global dan memperbaiki stabilitas ekonomi suatu negara berkembang. JICA menambahkan, visi dari JICA sendiri ialah untuk membantu mengatasi agenda global dunia, mengurangi kemiskinan, meningkatkan kapasitas pemerintah, dan mencapai human security (JICA, 2013). Tujuan dan visi misi yang diungkapkan oleh JICA masih terbilang normatif, yang tidak bisa juga dilupakan bahwa ada motif dibalik segala pemberian bantuan. Namun seperti yang diketahui, tindakan suatu negara, baik melakukan kerjasama maupun melakukan perang, tidak terlepas dari adanya kepentingan negara tersebut, tidak terkecuali Jepang. JICA melalui pinjaman lunak dari JBIC (Japan Bank International Coorporation) menggelontorkan dana bantuan berupa pinjaman lunak sebesar 70% dari total dana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proyek DSDP ini dan dibalik segala bantuan yang digelontorkan Jepang untuk perbaikan lingkungan di Indonesia khususnya di Bali, Jepang tentu memiliki beberapa tujuan penting, yang mana tujuan itu mampu menyukseskan kepentingan nasional Jepang.
Penelitian ini mengangkat sisi lain dari isu ini dengan memaparkan lebih dalam dan mengacu pada apa saja yang menjadi motif Jepang dibalik pemberian bantuan ini. Pemaparan yang dilakukan pada tulisan ini diharapkan mampu mengemukakan hal-hal yang menjadi keuntungan bagi Jepang yang tidak
(18)
terungkap oleh publik secara umum, dimana publik secara umum hanya mengetahui realisasi proyek ini secara apa yang terlihat dari berjalannya proyek ini, tanpa mengetahui adanya kepentingan yang menjadi acuan dalam perealisasian proyek ini. Sehingga adanya penelitian ini nantinya diharapkan mampu membantu publik untuk mengetahui apa saja kepentingan Jepang yang signifikan melalui JICA dalam perealisasian proyek ini.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini akan dijawab berdasarkan rumusan masalah yang akan diangkat peneliti. Rumusan masalah ini penting untuk menjadi dasar atas penulisan penelitian ini. Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan diambil ialah:
Apa kepentingan Jepang dalam pemberian bantuan proyek DSDP di Indonesia?
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti akan memberi batasan batasan untuk mempertajam penelitian ini. Peneliti akan fokus pada pemberian bantuan Jepang melalui JICA terhadap penyuksesan proyek DSDP di Bali dari tahun 1991-2012. Batas waktu penelitian ini merupakan dari masa perancangan hingga sampai selesainya proyek ini.
Penelitian ini berfokus pada kepentingan Jepang melalui 3 motif atau dorongan untuk mencapai kepentingan nasional Jepang dalam pemberian bantuan
(19)
yakni politik, kemanusiaan, dan ekonomi ditambah dengan aspek diplomatis dan kesehatan dari Jepang kepada Indonesia.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dibuatnya tulisan ini ialah untuk mendeskripsikan kepentingan dan motif Jepang dalam pemberian bantuan yang dilakukan oleh JICA sebagai state agency Jepang terhadap pelaksanaan proyek DSDP di Indonesia, khususnya di Bali.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah yang pertama, penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi secara akademis dalam keilmuan Hubungan Internasional, khususnya dalam tema politik dalam bantuan luar negeri. Diharapkan tulisan ini mampu membangun wawasan pembaca terutama dalam hal melihat tindakan yang dilakukan oleh suatu negara yakni dalam pemberian bantuan kepada negara lain. Bahwa terdapat kepentingan yang dibawa negara tersebut yang mampu memberi keuntungan bagi negara pemberi bantuan dalam mencapai kepentingan nasionalnya.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam pembahasan tulisan ini serta pemahaman dalam pemikiran yang akan di kaji oleh penulis, perlu bagi penulis untuk menjelaskan sistematika penulisan dalam tulisan ini.
(20)
Dalam Bab I ini dijelaskan bagaimana latar belakang dari judul yang diangkat, serta melihat permasalahan yang akan dijawab di tulisan ini. Kemudian, penulis menyertakan tujuan dan manfaat dari tulisan ini. Diakhir Bab I penulis menyertakan sistematika penulisan untuk memudakan pembaca dalam memahami tulisan ini.
Pada Bab II ditulis kajian pustaka, yakni pembahasan terhadap penelitian terdahulu yang telah ada. Pada Bab II akan lebih menegaskan kebaruan atau novelty dari tulisan ini, bahwa tulisan ini layak untuk ditulis dan merupakan karya orisinal penulis. Kemudian pada sub bab kajian pustaka juga akan melihat perbedaan tulisan ini dengan tulisan yang telah dibuat sebelumnya. Lalu, kerangka konseptual akan menjelaskan teori dan konsep yang dipakai penulis. Penulis menjadikan artikel A Political Theory of Foreign Aid oleh Morgenthau sebagai dasar dalam memahami penelitian ini dan 3 konsep yang akan dipakai penulis ialah bantuan internasional, kepentingan nasional, dan Foreign aid agency.
Pada Bab III masuk pada penjelasan tentang jenis penelitian dan akan dipaparkan sumber sumber data yang peneliti pakai. Kemudian unit analisis yang diangkat serta teknik-teknik dalam penentuan informan, pengumpulan data, analisis data, dan penyajian data. Diakhir bab III, disampaikan pula keterbatasan peneliti dalam menulis penelitian ini.
Pada Bab IV, penelitian ini menggambarkan secara umum subyek atau obyek dari penelitian. Peneliti akan menggambarkan secara komprehensif mengenai proyek DSDP dan development organization JICA. Lalu dilanjutkan
(21)
dengan hasil temuan atau analisa data. Pada sub bab ini, penelitian ini menjawab permasalahan yang dipaparkan di Bab I, yakni apa saja yang menjadi kepentingan Jepang melalui JICA dalam realisasi proyek DSDP di Bali, tepatnya di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Kepentingan Jepang akan diungkapkan melalui analisa temuan dari hal hal terkait.
Penelitian ini kemudian ditutup pada Bab V yakni dengan simpulan dan saran. Pada bab ini peneliti akan menulis simpulan dari keseluruhan tulisan, serta melihat potensi yang dapat terjadi di kemudian hari. Sehingga, penelitian ini mampu menjadi acuan bagi pembaca dalam melihat kasus serupa di masa depan.
(22)
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Kajian Pustaka
Dalam kajian pustaka, peneliti akan memaparkan penelitian-penelitian sebelumnya yang memberikan kontribusi terhadap tema “kepentingan suatu negara dalam usaha pemberian bantuan”. Penelitian yang pertama adalah skripsi yang ditulis oleh Adriana Reski Anwar pada tahun 2014 dalam kajian Hubungan Internasional Universitas Hasanudin Makassar yang Berjudul “Analisis Bantuan JICA pada Bidang Kesehatan di Sulawesi Selatan”. Penelitian ini mengkhususkan bantuan JICA dalam lingkup kesehatan di Sulawesi Selatan, sebagai bentuk salah satu kerjasama bilateral antara Indonesia dan Jepang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagi Jepang, penting untuk melakukan pemberian bantuan, yang bertujuan untuk membangun hubungan diplomatik yang baik dengan Indonesia dan menstabilkan kebijakan pemerintahan negara penerima bantuan sehingga menguntungkan bagi pemerintah Jepang sendiri. Bagi provinsi Sulawesi Selatan sendiri, pemberian bantuan ini tentunya sangat membantu pembangunan infrastruktur layanan kesehatan serta pemberdayaan masyarakat di wilayahnya. Dalam penelitian ini juga disebutkan dampak yang diperoleh Provinsi Sulawesi Selatan berupa meningkatkan kapasitas pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku aktif dalam kegiatan pelayanan kesehatan dan mengoptimalkan kinerja pemangku kepentingan di wilayah kabupaten target yakni Barru, Wajo dan Bulukumba.
(23)
Penelitian kedua diungkapkan dalam Jurnal karya Hanisa Nurliana Safitri yang berjudul “Kepentingan Amerika Serikat di Indonesia dibalik Pemberian Bantuan Lingkungan untuk Mengatasi Masalah Perubahan Iklim” Universitas Brawijaya Malang, 2014. Dalam penelitian ini, Safitri menggambarkan bagaimana bentuk bantuan USAID yakni Agensi pemerintah Amerika Serikat dalam sektor lingkungan, khususnya di sektor kehutanan, dalam rangka mengatasi masalah perubahan iklim yang menjadi agenda global. Pemberian bantuan ini berlangsung dari tahun 2010 hingga 2013 dan memfokuskan pada pengurangan emisi gas karbon dengan meningkatkan potensi hutan Indonesia.
Dalam hasil penelitian ini, Safitri melihat bahwa ada tujuan lain dibalik bantuan yang diberikan oleh Amerika Serikat, hal itu merupakan kepentingan ekonomi. Amerika Serikat ingin melindungi investasi miliknya yang berada di tanah Indonesia melalui perhatian yang diberikan dari pemberian bantuan tersebut. Kepentingan politik dari bantuan ini juga terlihat dari intervensi kebijakan papua dengan undang undang otonomi khusus. Selain itu, Amerika Serikat juga melalui proyek USAID-Indonesia Forest Climate and Support (IFACS) diharapkan dapat membantu citra Amerika Serikat sendiri setelah menolak dalam penanda tanganan Protokol Kyoto.
Penelitian ketiga merupakan penelitian yang ditulis oleh Philippe Asanzi Mbey Ata pada tahun 2009 yang berjudul China-Angola Relationship with Reference to the Constraction Sector, University of Witwatersrand. Dalam tulisannya, Ata menggambarkan bahwa Cina merupakan negara yang aktif melakukan bantuan luar negeri atau Foreign Aid (FA) . Tercatat Cina melakukan
(24)
transaksi FA sejak tahun 1950an terutama memberikan bantuan kepada negara-negara di Asia. Namun seperti yang diketahui, Sejak tahun 1990-2000an, Cina mengalami peningkatan perekonomian yang sangat pesat yang menyebabkan permintaan atas raw materials dan energi juga mengalami peningkatan yang sangat besar (Brautingham, 2008).
FA merupakan salah satu upaya Cina dalam memperoleh raw materials secara lebih mudah. Export-Import Bank of China (Exim Bank) sebagai salah satu institusi pemerintah untuk memberikan bantuan luar negeri, sampai tahun 2009 diperkirakan telah mengeluarkan bantuan sebesar 257 miliar yuan kepada sekitar 50 negara di seluruh penjuru dunia melalui tiga macam bentuk bantuan, yaitu grants, zero-interest loan dan concessional loan (China Foreign Aid White Paper, n.d). Cina banyak memberikan bantuan kepada negara-negara penghasil raw materials, seperti negara-negara di Afrika. Dalam kasus bantuan berupa pinjaman, Cina menerapkan beberapa syarat seperti pengembalian pinjaman dengan menggunakan bahan mentah atau pelaksanaan proyek yang dibiayai oleh bantuan Cina harus dikerjakan oleh tenaga Cina dan bahan bakunya juga diimpor dari Cina. Dengan pemberian bantuan tersebut, terutama dalam bentuk pinjaman, Cina berharap bisa mendapatkan kemudahan untuk melakukan bisnis dengan negara-negara Afrika tersebut untuk menjamin ketersediaan bahan mentah melalui syarat-syarat bantuan yang diberikan sebelumnya
Ketiga penelitian yang telah disebutkan oleh peneliti merupakan penelitian yang telah memberikan kontribusi dalam tema “kepentingan suatu negara dibalik pemberian bantuan”. Hal yang nantinya akan membedakan penelitian ini dan
(25)
menjadikan penelitian ini berbeda ialah bagaimana Jepang sebagai suatu negara yang secara global bukan merupakan negara yang hegemonic, mampu mengedepankan kepentingan nasionalnya. Lain halnya dengan Amerika, seperti yang diungkapkan pada penelitian pertama, yang nyata-nyata merupakan negara yang memiliki power di politik global serta Cina, seperti yang diungkapkan pada penelitian ketiga, sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
Penelitian yang diangkat mengedepankan aspek lokal, yang artinya bantuan yang diberikan oleh Jepang secara khusus untuk Bali dalam bidang infrastruktur sanitasi di Indonesia, sedangkan dalam penelitian sebelumnya yang mengenai USAID dalam IFACS dan Cina di Afrika selatan merupakan penelitian dengan skala nasional. Kemudian, pada kajian pustaka pertama memang JICA memberikan bantuan dalam skala lokal, yakni kepada provinsi Sulawesi Selatan. Namun perlu diingat bahwa Bali merupakan salah satu arus lintas kunjungan orang Jepang terbesar di Indonesia. Bali juga merupakan kawasan pariwisata vital dan strategis bagi Indonesia. Dalam data BPS Pariwisata, dari total 9 juta Wisman yang datang ke indonesia pada tahun 2014, 3.766. 638 atau 30% dari total wisatawan Indonesia merupakan jumlah wisman yang datang ke Bali dengan wisman Jepang menduduki peringkat7 besar di Bali (BPS Bali, 2014).
Bantuan yang diberikan Jepang untuk proyek pengolahan limbah di Bali atau DSDP merupakan bantuan yang berupa pinjaman lunak. Pinjaman lunak ini harus dilunasi dalam waktu 20 tahun yang masuk dalam kategori jangka panjang. Dalam proses pelunasannya, dana yang digunakan berasal dari dua pihak yakni pemerintah dan pembayaran dari pelanggan yang menggunakan DSDP.
(26)
sedangkan apa yang Jepang lakukan di Sulawesi Selatan dan USAID pada kasus IFACS merupakan bantuan putus atau hibah, yakni bukan berupa pinjaman.
Hal yang turut membedakan penelitian ini dengan penelitian yang akan ditulis ialah, lokasi pemberian bantuan, dan tambahan mengenai analisa kepentingan yang lebih tajam dibalik pemberian bantuan yakni mengungkapkan kepentingan tersembunyi, yakni dari segi ekonomi, dan bukan hanya memaparkan kepentingan yang sudah tertulis secara normatif dalam tujuan yang Jepang ungkapkan, dalam hal in dapat dikatakan dari aspek diplomatik dan kesehatan dalam terwujudnya proyek DSDP.
Adapun kontribusi yang berikan oleh kajian pustaka yang dipakai ialah acuan dalam penggunaan konsep kepentingan nasional dan bantuan luar negeri. Kemudian dari aspek pendalaman mengenai isi, dimana penelitian-penelitian tersebut mampu melihat kepentingan suatu negara dari beberapa aspek diantaranya ekonomi, diplomatis, dan kesehatan, yang nantinya akan membantu peneliti dalam menjawab rumusan masalah.
2.2 Kerangka Konseptual
Dalam menganalisis tulisan ini, penulis membutuhkan landasan atau kacamata dalam melihat aspek aspek yang akan dibahas dalam tulisan ini. Peneliti menggunakan pemikiran yang ditulis oleh Morghentau yakni A Political Theory of Foreign Aid (1968). Dalam artikelnya, Morgenthau mengungkapkan bahwa bantuan luar negeri tidak bisa dilihat sebagai sesuatu yang lain selain alat kebijakan luar negeri untuk pemenuhan kepentingan nasional. Dalam artikel
(27)
tersebut, dijelaskan bahwa, negara melakukan suatu bantuan luar negeri didorong oleh adanya kepentingan ataupun tujuan dan bisa dikatakan sangat minim ditemukan adanya tujuan murni dalam suatu bantuan luar negeri (Morgenthau, 1968).
Dalam artikel tersebut terdapat enam tipe bantuan luar negeri menurut Morgenthau, yaitu: bantuan luar negeri kemanusiaan, bantuan luar negeri subsisten, bantuan luar negeri militer, bantuan luar negeri „penyuapan‟ (bribery), bantuan luar negeri prestise, dan bantuan untuk pembangunan ekonomi. Dari jenis yang berbeda, hanya bantuan kemanusiaan yang bersifat non politik. Dari keenam jenis bantuan ini, Morgenthau melihat beberapa kesamaan, yakni: transfer uang, barang dan jasa dari satu negara ke yang lain.
Dalam penelitian ini, peneliti dapat menggolongkan bantuan ini sebagai bantuan untuk pembangunan ekonomi. Bantuan ini merupakan tipe bantuan yang cukup umum, dimana suatu negara membantu pembangunan ekonomi di negara berkembang, yang merupakan suatu usaha untuk meningkatkan aspek aspek ekonomi di negara tersebut, termasuk didalamnya adalah peningkatan infrastruktur, kelembagaan, dll. (Morgenthau, 1968). DSDP merupakan proyek infrstruktur sanitasi, yang didalamnya juga terkandung tujuan peningkatan faktor ekonomi dibidang pariwisata, dimana Bali yang merupakan pusat pariwisata di Indonesia diharapkan mampu meningkatkan pengelolaan sanitasinya untuk menunjang aktivitas wisatawan sehingga menciptakan lingkungan yang lebih bersih, aman, dan sehat. Namun, kembali seperti yang diungkapkan oleh
(28)
Morgenthau, bahwa ada kepentingan yang ingin dicapai dari banyaknya usaha yang dikeluarkan oleh Jepang untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia.
Untuk memahami penelitian ini lebih lanjut, peneliti kemudian melihat ada 3 konsep yang dapat membantu dalam memahami penelitian ini.
2.2.1 Foreign Aid Agency
JICA merupakan agensi pemerintah resmi Jepang dalam pemberian bantuan yang diberikan ke Indonesia khususnya di Bali dalam proyek realisasi DSDP. Konsep Foreign Aid Agency merupakan konsep yang penting untuk menjelaskan posisi JICA dalam pemerintah Jepang. Dikutip dalam Jurnal Martens (2004)
foreign aid agencies can be defined by opposition to domestic income redistribution agencies...While domestic aid agencies redistribute income between donors and recipients who live in the same political constituency, foreign
aid agencies target recipients living outside the donor’ s constituency, usually in
developing countries
Dalam definisi diatas dapat dikatakan bahwa Foreign Aid Agencies merupakan oposisi dari Domestic Aid Agency yang hanya melakukan pemberian bantuan di bawah konstituen politik yang sama. Sedangkan Foreign Aid Agency merupakan hasil dari redistribusi pendapatan suatu negara yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup, ekonomi, kesehatan, dan sektor-sektor strategis lainnya di negara negara penerima donor. Penerima donor dari Foreign Aid Agencies merupakan negara-negara berkembang yang dirasa perlu untuk menerima bantuan. Bantuan yang diberikan oleh Foreign Aid Agencies ada 2 tipe besar, yakni: humanitarian aid yang fungsinya untuk membantu dan
(29)
menanggulangi bencana alam, konflik, dan kondisi darurat yang terjadi di negara penerima bantuan. Tipe kedua ialah development aid, yakni pemberian bantuan pada sektor-sektor strategis seperti, ekonomi, kesehatan, pendidikan, infrastrukstur, dan hal hal yang bersifat jangka panjang (Martens, 2004).
Hampir setiap negara maju memiliki Foreign Aid Agencies, contohnya Jepang dengan JICA, Amerika Serikat dengan USAID, dan Australia dengan AUSAID. Alokasi dana Foreign Aid Agencies dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat dikatakan bervariasi. Walaupun nilai yang digelontorkan untuk dana bantuan dapat dikatakan berjumlah besar, namun alokasi dana untuk Foreign Aid hanya bernilai kurang dari 5%, bahkan ada yang kurang dari 1% dari APBN mereka (Rutsch, 2015).
Pada beberapa literatur, fungsi secara keseluruhan dari Foreign Aid Agency dirasa belum mampu dalam membantu negara-negara berkembang secara baik. Dalam tulisan Easterly (2003), Ia mengkritik bagaimana bantuan yang diberikan oleh negara-negara maju melalui Foreign Aid Agency menjadi sangat tidak efektif apabila tidak ada lingkungan pemerintahan yang dilengkapi dengan kebijakan ekonomi terstruktur. Dalam konteks ini, negara berkembang cenderung memilki nilai yang buruk dalam hal kapasitas implementasi kebijakan. Oleh karenanya, tidak banyak negara berkembang yang mampu lepas dari label „negara berkembang‟ meskipun bantuan yang masuk dianggap nilainya tidak sedikit. Pernyataan yang kontras juga diungkapkan oleh Klees (2010) mengenai peran Foreign Aid Agencies,
(30)
...essential role is not to achieve publicly stated objectives but rather to maintain a global political economy of inequality
Klees menegaskan bahwa Foreign Aid Agency ada bukan untuk menyelesaikan permasalahan negara dunia ketiga maupun mencapai tujuan-tujuan normatif yang mereka sampaikan, namun Foreign Aid Agencies ada untuk mempertahankan ketimpangan ekonomi politik global. Dalam kontra diatas juga dapat diartikan bahwa, Foreign Aid yang dibawa oleh agensi pemerintah memiliki motif lain diluar motif normatif yang sudah tertulis secara publik.
Diluar dari segala kontra yang ada, perkembangan yang terjadi di negara dunia ketiga tidak mampu terlepas dari adanya andil Foreign Aid Agency. Foreign Aid Agency merupakan lembaga resmi langsung dari pemerintah yang merupakan instrumen bagi pemerintah suatu negara dalam urusan pemberian bantuan. Sehingga dapat dikatakan bahwa, Foreign Aid Agency juga merupakan representasi negara, karena bekerja secara langsung dan berasal dari anggaran resmi negara, bukan swasta layaknya NGO (Non-Governmental Organization). Oleh karenanya segala tindakan yang dilakukan oleh Foreign Aid Agency merupakan tindakan resmi atas dari agenda negara yang mencerminkan tujuan tujuan negara.
2.2.2 Kepentingan Nasional
Tujuan sebuah negara juga dapat dilihat sebagai kepentingan nasional. Kepentingan nasional merupakan konsep yang membantu dalam melihat kepentingan suatu negara. Dikutip Menurut Plano dan Olton (1969) mengenai definisi kepentingan nasional adalah :
(31)
The fundamental objective and ultimate determinant that guides the decision makers of state in making foreign policy. The national interest of state is typically a highly generalized conception of those element that constitute the state smart vital needs.
Menurut penjelasan diatas, kepentingan nasional merupakan obyek yang sangat penting bagi pembuat keputusan dalam mengambil langkah kebijakan luar negeri. Definisi diatas cukup menegaskan betapa pentingnya konsep kepentingan nasional ini dalam melihat motif dari pembuatan kebijakan luar negeri, yang dalam konteks tulisan ini ialah pemberian bantuan luar negeri. Morgenthau menyebutkan bahwa perilaku negara dalam hubungan internasional dituntut oleh pengejaran kepentingan nasional, kepentingan nasional itu adalah memperoleh, mempertahankan atau memperbesar kekuatan negara (Masoed, 1989). Dalam hal ini, pasca perang dunia kedua dan perang dingin, ekonomi merupakan tolak ukur power suatu negara. Pasca perang dingin, memang konteks keamanan tradisional telah memudar dan digantikan dengan konsep yang lebih kontemporer, salah satunya ekonomi. Hampir tiap kepentingan nasional suatu negara tidak jauh dari kepentingan ekonomi, hal ini tentu dapat mempertahankan maupun memperbesar kedudukan suatu negara ditengah area internasional.
Jepang dalam hal ini juga memiliki kepentingan nasional yang ingin dicapai. Tercapainya kepentingan nasional Jepang sendiri tentunya didukung oleh langkah dan tindakan strategis yang diwujudkan dalam berbagai bentuk. Pasca perang dunia kedua, Jepang sudah dilarang memperkuat angkatan militernya, yang menyebabkan, Jepang hanya mengalokasikan 1% dari APBNnya untuk militer. Namun, Jepang melihat sisi lain untuk tetap mempertahankan posisi negaranya sebagai salah satu leading country di Asia, yakni dari sisi ekonomi.
(32)
Jepang kemudian memperkuat perekonomian negaranya dengan menciptakan inovasi teknologi dan memperkuat bargaining position dalam hubungan perdagangan internasional. Sehingga, kepentingan Jepang yang pada mulanya ingin menguasai dunia lewat kekuatan militer, telah bergeser menjadi menguasai dunia lewat kekuatan ekonomi (Ariansyah,2013). Hal ini kemudian menjadi alasan, mengapa Jepang lebih menekankan kerjasama ekonomi ketimbang bentuk kerjasama lainnya, yakni karena arah kepentingan Jepang yang condong kepada kepentingan ekonomi. Sehingga, pemberian bantuan yang termasuk dalam development cooperation merupakan salah satu cara untuk mewujudkan kepentingan nasional Jepang.
2.2.3 Motif Bantuan Internasional (Foreign Aid)
Bantuan internasional atau Foreign Aid (FA) merupakan salah satu fenomena dalam kajian Hubungan Internasional kontemporer. Dikutip menurut Mutaqien (2014) mengenai definisi bantuan
Money or other aid made available to third world states to help them speed up economy development or meet humanitarian aids
Dari definisi diatas, dapat dijelaskan bahwa bantuan luar negeri ada karena adanya keinginan untuk menciptakan iklim ekonomi yang lebih baik di negara dunia ketiga oleh negara dunia pertama. Sehingga, realisasi dari bantuan luar negeri ini dapat dikatakan untuk membantu kelangsungan stabilitas ekonomi maupun kemanusiaan di negara dunia ketiga. Terdapat dua aktor dalam terjadinya hubungan bantuan luar negeri, yakni donor dan recipient. Donor merupakan
(33)
negara atau organisasi yang memberikan bantuan, sebaliknya recipient adalah negara atau organisasi penerima.
Namun, tidak bisa dipungkiri, bahwa terjadinya bantuan internasional didasari pada suatu kenyataan, yakni adanya motif dibalik pemberian bantuan. Motif donor dalam memberikan bantuan dapat sangat bervariasi dan berubah secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut bergantung pada tujuan dan kepentingan pemberian bantuan.
Menurut Mutaqien (2014) secara sedehana motif donor dalam memberikan bantuan dapat dibagi menjadi tiga hal, yaitu:
1. Motif Politik, yaitu pemberian bantuan digunakan untuk mendapatkan
keuntungan berupa pengaruh secara politik;
2. Motif kemanusiaan, yaitu pemberian bantuan murni didasarkan pada adanya kepedulian dan rasa kemanusiaan dan
3. Motif Ekonomi, yaitu bantuan digunakan donor untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomi baik pada saat itu ataupun dimasa yang akan datang (Future Economic Advantages)
Dalam 3 motif diatas, ada 3 asumsi lanjutan yang diungkapkan Mutaqien untuk memperjelas hubungan donor dan penerima bantuan:
(34)
1. Donor berharap negara penerima dapat menunjukkan rasa terimakasihnya dengan cara mendukung kepentingan dari negara donor, terutama dalam tata kelola dunia internasional.
2. Negara penerima dapat meningkatkan perdagangan dengan negara donor, dan sekali lagi untuk mendukung kepentingan donor akan sebuah produk
3. Negara donor peduli dengan negara penerima dan berharap negara tersebut dapat memberikan penghidupan yang layak kepada warganya.
Melalui asumsi di atas dapat dilihat bahwa motif sebuah negara donor dalam memberikan bantuan kepada negara penerima, hampir pasti digunakan untuk membantu negara donor tersebut mendapatkan kepentingannya, baik dalam kepentingan politik, keamanan nasional maupun ekonomi. Negara donor menggunakan berbagai syarat dan kondisi dalam paket bantuan yang diberikan agar dapat memaksa negara penerima dapat mendukung pemenuhan kepentingan dari negara donor tersebut.
Jepang sendiri disebutkan juga memiliki motif dalam pemberian bantuan, adapun M. Mossadeq Bahri (2004) dalam jurnal disertasinya yang berjudul “International Aid for Development? An Overview Japanese ODA to Indonesia.” menyebutkan bahwa:
Setidaknya terdapat lima tujuan yang mempengaruhi kebijakan pemerintah Jepang dalam pemberian bantuan melalui ODA yaitu antara lain untuk memacu proses rekontruksi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Jepang, untuk membangun hubungan diplomatik Jepang dengan negara tetangga (negara penerima bantuan), untuk mempertahankan sistem politik, ekonomi dan sosial serta menstabilkan kebijakan pemerintahan negara penerima bantuan
(35)
sehingga menguntungkan bagi pemerintah Jepang, untuk meningkatkan pendapatan per-kapita di Jepang yang berasal dari proyek-proyek bantuan asing dan untuk menegaskan pengaruh Jepang dan kepemimpinannya bagi masyarakat dunia.
Dari penjelasan diatas, terdapat konteks proyek bantuan asing, dimana Jepang ingin memperoleh keuntungan dari pemberian bantuan. Ada 5 yang disebutkan Bahri sebagai tujuan dalam pemberian bantuan:
1. Memacu proses rekonstruksi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Jepang
2. Membangun hubungan diplomatik
3. Mempertahankan sistem ekonomi, politik, dan sosial
4. Menstabilkan kebijakan pemerintah negara penerima bantuan untuk menguntungkan pemerintah Jepang
(1)
...essential role is not to achieve publicly stated objectives but rather to maintain a global political economy of inequality
Klees menegaskan bahwa Foreign Aid Agency ada bukan untuk menyelesaikan permasalahan negara dunia ketiga maupun mencapai tujuan-tujuan normatif yang mereka sampaikan, namun Foreign Aid Agencies ada untuk mempertahankan ketimpangan ekonomi politik global. Dalam kontra diatas juga dapat diartikan bahwa, Foreign Aid yang dibawa oleh agensi pemerintah memiliki motif lain diluar motif normatif yang sudah tertulis secara publik.
Diluar dari segala kontra yang ada, perkembangan yang terjadi di negara dunia ketiga tidak mampu terlepas dari adanya andil Foreign Aid Agency. Foreign Aid Agency merupakan lembaga resmi langsung dari pemerintah yang merupakan instrumen bagi pemerintah suatu negara dalam urusan pemberian bantuan. Sehingga dapat dikatakan bahwa, Foreign Aid Agency juga merupakan representasi negara, karena bekerja secara langsung dan berasal dari anggaran resmi negara, bukan swasta layaknya NGO (Non-Governmental Organization). Oleh karenanya segala tindakan yang dilakukan oleh Foreign Aid Agency merupakan tindakan resmi atas dari agenda negara yang mencerminkan tujuan tujuan negara.
2.2.2 Kepentingan Nasional
Tujuan sebuah negara juga dapat dilihat sebagai kepentingan nasional. Kepentingan nasional merupakan konsep yang membantu dalam melihat kepentingan suatu negara. Dikutip Menurut Plano dan Olton (1969) mengenai definisi kepentingan nasional adalah :
(2)
The fundamental objective and ultimate determinant that guides the decision makers of state in making foreign policy. The national interest of state is typically a highly generalized conception of those element that constitute the state smart vital needs.
Menurut penjelasan diatas, kepentingan nasional merupakan obyek yang sangat penting bagi pembuat keputusan dalam mengambil langkah kebijakan luar negeri. Definisi diatas cukup menegaskan betapa pentingnya konsep kepentingan nasional ini dalam melihat motif dari pembuatan kebijakan luar negeri, yang dalam konteks tulisan ini ialah pemberian bantuan luar negeri. Morgenthau menyebutkan bahwa perilaku negara dalam hubungan internasional dituntut oleh pengejaran kepentingan nasional, kepentingan nasional itu adalah memperoleh, mempertahankan atau memperbesar kekuatan negara (Masoed, 1989). Dalam hal ini, pasca perang dunia kedua dan perang dingin, ekonomi merupakan tolak ukur power suatu negara. Pasca perang dingin, memang konteks keamanan tradisional telah memudar dan digantikan dengan konsep yang lebih kontemporer, salah satunya ekonomi. Hampir tiap kepentingan nasional suatu negara tidak jauh dari kepentingan ekonomi, hal ini tentu dapat mempertahankan maupun memperbesar kedudukan suatu negara ditengah area internasional.
Jepang dalam hal ini juga memiliki kepentingan nasional yang ingin dicapai. Tercapainya kepentingan nasional Jepang sendiri tentunya didukung oleh langkah dan tindakan strategis yang diwujudkan dalam berbagai bentuk. Pasca perang dunia kedua, Jepang sudah dilarang memperkuat angkatan militernya, yang menyebabkan, Jepang hanya mengalokasikan 1% dari APBNnya untuk militer. Namun, Jepang melihat sisi lain untuk tetap mempertahankan posisi negaranya sebagai salah satu leading country di Asia, yakni dari sisi ekonomi.
(3)
Jepang kemudian memperkuat perekonomian negaranya dengan menciptakan inovasi teknologi dan memperkuat bargaining position dalam hubungan perdagangan internasional. Sehingga, kepentingan Jepang yang pada mulanya ingin menguasai dunia lewat kekuatan militer, telah bergeser menjadi menguasai dunia lewat kekuatan ekonomi (Ariansyah,2013). Hal ini kemudian menjadi alasan, mengapa Jepang lebih menekankan kerjasama ekonomi ketimbang bentuk kerjasama lainnya, yakni karena arah kepentingan Jepang yang condong kepada kepentingan ekonomi. Sehingga, pemberian bantuan yang termasuk dalam development cooperation merupakan salah satu cara untuk mewujudkan kepentingan nasional Jepang.
2.2.3 Motif Bantuan Internasional (Foreign Aid)
Bantuan internasional atau Foreign Aid (FA) merupakan salah satu fenomena dalam kajian Hubungan Internasional kontemporer. Dikutip menurut Mutaqien (2014) mengenai definisi bantuan
Money or other aid made available to third world states to help them speed up economy development or meet humanitarian aids
Dari definisi diatas, dapat dijelaskan bahwa bantuan luar negeri ada karena adanya keinginan untuk menciptakan iklim ekonomi yang lebih baik di negara dunia ketiga oleh negara dunia pertama. Sehingga, realisasi dari bantuan luar negeri ini dapat dikatakan untuk membantu kelangsungan stabilitas ekonomi maupun kemanusiaan di negara dunia ketiga. Terdapat dua aktor dalam terjadinya hubungan bantuan luar negeri, yakni donor dan recipient. Donor merupakan
(4)
negara atau organisasi yang memberikan bantuan, sebaliknya recipient adalah negara atau organisasi penerima.
Namun, tidak bisa dipungkiri, bahwa terjadinya bantuan internasional didasari pada suatu kenyataan, yakni adanya motif dibalik pemberian bantuan. Motif donor dalam memberikan bantuan dapat sangat bervariasi dan berubah secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut bergantung pada tujuan dan kepentingan pemberian bantuan.
Menurut Mutaqien (2014) secara sedehana motif donor dalam memberikan bantuan dapat dibagi menjadi tiga hal, yaitu:
1. Motif Politik, yaitu pemberian bantuan digunakan untuk mendapatkan
keuntungan berupa pengaruh secara politik;
2. Motif kemanusiaan, yaitu pemberian bantuan murni didasarkan pada adanya kepedulian dan rasa kemanusiaan dan
3. Motif Ekonomi, yaitu bantuan digunakan donor untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomi baik pada saat itu ataupun dimasa yang akan datang (Future Economic Advantages)
Dalam 3 motif diatas, ada 3 asumsi lanjutan yang diungkapkan Mutaqien untuk memperjelas hubungan donor dan penerima bantuan:
(5)
1. Donor berharap negara penerima dapat menunjukkan rasa terimakasihnya dengan cara mendukung kepentingan dari negara donor, terutama dalam tata kelola dunia internasional.
2. Negara penerima dapat meningkatkan perdagangan dengan negara donor, dan sekali lagi untuk mendukung kepentingan donor akan sebuah produk
3. Negara donor peduli dengan negara penerima dan berharap negara tersebut dapat memberikan penghidupan yang layak kepada warganya.
Melalui asumsi di atas dapat dilihat bahwa motif sebuah negara donor dalam memberikan bantuan kepada negara penerima, hampir pasti digunakan untuk membantu negara donor tersebut mendapatkan kepentingannya, baik dalam kepentingan politik, keamanan nasional maupun ekonomi. Negara donor menggunakan berbagai syarat dan kondisi dalam paket bantuan yang diberikan agar dapat memaksa negara penerima dapat mendukung pemenuhan kepentingan dari negara donor tersebut.
Jepang sendiri disebutkan juga memiliki motif dalam pemberian bantuan, adapun M. Mossadeq Bahri (2004) dalam jurnal disertasinya yang berjudul “International Aid for Development? An Overview Japanese ODA to Indonesia.” menyebutkan bahwa:
Setidaknya terdapat lima tujuan yang mempengaruhi kebijakan pemerintah Jepang dalam pemberian bantuan melalui ODA yaitu antara lain untuk memacu proses rekontruksi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Jepang, untuk membangun hubungan diplomatik Jepang dengan negara tetangga (negara penerima bantuan), untuk mempertahankan sistem politik, ekonomi dan sosial serta menstabilkan kebijakan pemerintahan negara penerima bantuan
(6)
sehingga menguntungkan bagi pemerintah Jepang, untuk meningkatkan pendapatan per-kapita di Jepang yang berasal dari proyek-proyek bantuan asing dan untuk menegaskan pengaruh Jepang dan kepemimpinannya bagi masyarakat dunia.
Dari penjelasan diatas, terdapat konteks proyek bantuan asing, dimana Jepang ingin memperoleh keuntungan dari pemberian bantuan. Ada 5 yang disebutkan Bahri sebagai tujuan dalam pemberian bantuan:
1. Memacu proses rekonstruksi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Jepang
2. Membangun hubungan diplomatik
3. Mempertahankan sistem ekonomi, politik, dan sosial
4. Menstabilkan kebijakan pemerintah negara penerima bantuan untuk menguntungkan pemerintah Jepang