Studi Deskriptif Mengenai Sikap Ibu Terhadap Pendidikan Seks Pada Praremaja Usia 10-12 Tahun di SD "X" Kabupaten Bandung.

(1)

ii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran sikap ibu

terhadap pendidikan seks pada praremaja di SD “X” kabupaten Bandung.

Populasi dari penelitian ini berjumlah 95 ibu..

Menurut Krech, Crutchfield, dan Ballachey (1986) sikap adalah suatu system yang relatif menetap mencakup evaluasi positif atau negatif, perasaan-perasaan emosional dan kecenderungan bertindak untuk mendukung atau menentang suatu objek sosial. Objek dalam penelitian ini adalah sikap ibu terhadap pendidikan seks. Sikap ibu terhadap pendidikan seks di SD “X” kabupaten Bandung dipengaruhi oleh faktor kebutuhan, faktor emosional, faktor informasi, faktor kelompok yang mempengaruhi dan faktor budaya.

Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan teknik survey. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah alat ukur yang dirancang sendiri oleh peneliti berdasarkan teori sikap yang dikemukakan oleh Krech, Crutchfield, dan Ballachey (1986). Berdasarkan uji validitas menggunakan rumus Rank Spearman dengan program SPSS 12.0 For Window diperoleh 42 item yang dinyatakan valid dengan besar validitas berkisar 0, 301 – 0,587. Untuk uji reliabilitas menggunakan Split half dengan menggunakan program SPSS 12.0 For Windows dan diperoleh besar reabilitas sebesar 0,743 (reabilitas tinggi).

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Ibu memiliki sikap negatif terhadap pendidikan seks. Sikap negatif ini terbentuk salah satunya diakibatkan oleh pemahaman yang negatif terhadap pendidikan seks, dimana pemahaman yang negatif itu membentuk suatu prasangka yang negatif terhadap pendidikan seks yang selanjutnya membentuk sikap negatif terhadap pendidikan seks. Selain itu kelompok tempat ibu berada, faktor kebutuhan, faktor emosional dan faktor budaya turut mempengaruhi pembentukan sikap terhadap pendidikan seks.

Saran yang dapat diberikan pada pihak sekolah adalah mensosialisasikan dan memberikan pengetahuan tentang pendidikan seks kepada ibu yang bertujuan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya distorsi informasi /adanya prasangka

– prasangka yang membuat ibu menilai tidak secara objektif. Selain itu bagi pihak ibu untuk diri terhadap berbagai informasi mengenai pendidikan seks seperti manfaat pendidikan seks, usia yang baik untuk mendapatkan pendidikan seks,dan pihak yang sebaiknya memberikan pendidikan seks. Sehingga dengan mengetahui berbagai macam informasi mengenai pendidikan seks, ibu diharapkan dapat menilai pendidikan seks secara objek


(2)

vii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...i

ABSTRAK...ii

ABSTRACT...iii

KATA PENGANTAR..………..…....iv DAFTAR ISI..………...vii

DAFTAR BAGAN..………...…...xi

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR LAMPIRAN…...………..…...xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2 Identifikasi Masalah ………...7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ………....8

1.3.1 Maksud Penelitian ………...8

1.3.2 Tujuan Penelitian ……….…………...8

1.4 Kegunaan Penelitian ……….…8

1.4.1 Kegunaan Teoritis ………...8

1.4.2 Kegunaan Praktis ………9

1.5 Kerangka Pemikiran ……….9

1.6 Asumsi Penelitian ………..….21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sikap ………...22


(3)

viii Universitas Kristen Maranatha

2.1.1 Definisi Sikap ………...22

2.1.2 Ciri-Ciri Sikap ………. ...22

2.1.3 Objek Sikap ………...………...23

2.1.4 Komponen-Komponen Sikap ………... 23

2.1.5 Pembentukan Sikap Menurut David Krech dan Richards Critchfiel...24

2.1.6 Perubahan Sikap...26

2.2 Pendidikan Seks ...30

2.3 Teori Perkembangan Anak Praremaja (Pre Adolecent) ...32

2.4 Pendidikan Seks bagi Praremaja ...36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pancangan Penelitian ...38

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...39

3.2.1 Variabel Penelitian ...39

3.2.2 Definisi Operasional ...39

3.3 Alat Ukur ...40

3.3.1 Alat Ukur Sikap terhadap Pendidikan Seks ...40

3.3.2 Kisi-Kisi Alat Ukur ...41

3.3.3 Sistem Penilaian ...42

3.3.4 Kategorisasi...42

3.3.5 Data Penunjang...43

3.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...43

3.4.1 Validitas Alat Ukur ...43


(4)

ix Universitas Kristen Maranatha

3.5.1 Populasi Penelitian dan Teknik Penarikan Sampel...46

3.5.1 Populasi Sampel ...46

3.5.2 Teknik Penarikan Sampel ...46

3.5.2 Karakteristik Populasi ...46

3.6 Teknik Analisis Data ...46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden...48

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia Ibu...48

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan jenis Kelamin Praremaja...49

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Tingkatan Kelas Praremaja Disekolah...49

4.2 Hasil Penelitian...50

4.2.1 Sikap Terhadap Pendidikan Seks...50

4.2.2 Tabulasi Silang Antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Aspek-Aspek Sikap...50

4.2.2.1Tabulasi Silang Antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Aspek Kognitif...50

4.2.2.2 Tabulasi Silang Antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Aspek Afektif...52

4.2.2.3Tabulasi Silang Antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Aspek Konatif...53 4.2.3 Tabulasi Silang Antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Data


(5)

x Universitas Kristen Maranatha

Pribadi ...54

4.2.3.1 Tabulasi Silang antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Tingkatan Kelas Praremaja Disekolah...50

4.3 Pembahasan Hasil...55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...64

5.2 Saran...64

5.2.1 Saran Teoritis...65

5.2.2 Saran Praktis...65

5.2.2.1 Bagi Pihak Sekolah...65

5.2.2.2 Bagi Pihak Ibu...65

DAFTAR PUSTAKA...66


(6)

xi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

Bagan1.1 Bagan Kerangka Pemikiran……….20 Bagan 3.1 Bagan Desain Penelitian………..34


(7)

xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 kisi-kisi alat Ukur...37

Tabel 3.2 Kriteria Validitas Frenberg dan Kaplan...39

Tabel 3.3 Kriteria Reabilitas Guilford...40

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia Ibu...43

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Praremaja...44

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Tingkatan Kelas Disekolah...44

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Sikap Terhadap Pendidikan Seks...45

Tabel 4.5 Tabulasi Silang Antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Kognitif...45

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Afektif ...47

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Konatif...48

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Tingkatan Kelas...49


(8)

xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Sikap Ibu Lampiran 2 Data Penunjang

Lampiran 3 Hasil Perhitungan Validitas Dan Reabilitas Lampiran 4 Data Skor Mentah

Lampiran 5 Tabulasi Silang Antara Data Penunjang dengan Sikap Lampiran 6 Formulir Pengesahan Pengambilan Data


(9)

Lampiran 1 Kuestioner Sikap Ibu terhadap Pendidikan Seks

KUESTIONER SIKAP IBU TERHADAP PENDIDIKAN SEKS PADA PRAREMAJA USIA 10 – 12 TAHUN

Keterangan :

SS : Sangat Setuju S : Setuju

TS : Tidak Setuju

STS : Sangat Tidak Setuju

N0 PERNYATAAN SS S TS TST

1. Saya akan memberikan

pengetahuan mengenai kondisi emosi yang bergejolak yang akan dialami oleh praremaja.

2. Saya senang ketika praremaja memahami suasana hati yang mudah berubah pada praremaja sehubungan adanya relasi dengan lawan jenis.

3. Saya memahami tentang suasana hati praremaja yang mudah berubah sehubungan adanya relasi dengan lawan jenis.

4. Saya akan menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan munculnya dorongan seksual pada praremaja. 5. Saya senang jika praremaja

mengetahui cara untuk menangani perubahan fisik yang dialaminya.


(10)

6. Saya bingung mengenai hal-hal yang terkait dengan munculnya ketertarikan terhadap lawan jenis pada praremaja.

7 Saya enggan memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang terkait dengan timbulnya fantasi seksual pada praremaja.

8 Saya senang ketika praremaja dapat memahami perkembangan fisik yang terjadi pada dirinya.

9 Saya memahami perkembangan fisik pada anak-anak menjelang remaja.

10. Saya akan memberikan informasi bahwa praremaja rentan terhadap target pornografi.

11. Saya takut jika praremaja memahami fungsi-fungsi reproduksi pada praremaja yang sudah menghadapi masa menstruasi / mimpi basah

12. Saya mengetahui cara mengatasi ketakutan praremaja terhadap perubahan fisik yang dialaminya 13. Saya enggan memberikan

pengetahuan mengenai hal-hal yang terkait dengan munculnya ketertarikan terhadap lawan jenis pada praremaja.


(11)

14. Saya senang jika praremaja memahami tentang cara merawat kesehatan organ vitalnya.

15. Saya bingung mengenai hal-hal yang terkait dengan timbulnya fantasi seksual pada praremaja. 16. Saya tidak akan memberikan

informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan munculnya ketertarikan pada cerita romantis pada praremaja.

17. Saya senang ketika praremaja terbuka membicarakan masalah seksualitas yang dialaminya dengan saya.

18. Saya memahami fungsi-fungsi reproduksi pada praremaja yang sudah menghadapi masa menstruasi/ mimpi basah.

19. Saya akan menyampaikan kepada praremaja bahwa perubahan bentuk fisik akan mempengaruhi pergaulan remaja.

20. Saya senang ketika praremaja dapat memahami munculnya ketertarikan terhadap lawan jenis. 21. Saya tidak tahu bagaimana cara

berpacaran sehat yang seharusnya praremaja terapkan ketika


(12)

berpacaran.

22. Saya mengajak praremaja saya untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan pendidikan seksual. 23 Saya senang jika praremaja

mengetahui cara berpacaran yang sehat.

24. Saya memahami bahwa masa remaja merupakan masa perubahan bentuk fisik ke bentuk fisik dewasa.

25. Saya akan memberikan pengetahuan mengenai perubahan emosi pada remaja yang berkaitan dengan pacaran.

26. Saya senang ketika praremaja dapat memahami perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada dirinya. 27. Saya bingung mengenai hal-hal

yang terkait dengan sensifitas organ pria dan wanita.

28. Saya enggan memberitahukan masalah perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada praremaja.

29. Saya senang ketika praremaja mengetahui informasi mengenai hal-hal yang terkait sensifitas organ pria dan wanita.

30. Saya memahami bahwa perubahan fisik yang dialami remaja akan


(13)

mempengaruhi pergaulan remaja 31. Saya akan memberikan

pengetahuan mengenai cara berpacaran yang sehat kepada praremaja.

32. Saya bangga jika praremaja dapat memahami bahwa perubahan fisik mempengaruhi pergaulannya. 33. Saya memahami tentang

munculnya dorongan seksual pada praremaja.

34. Saya akan memberikan pengetahuan tentang ketakutan praremaja mengenai perubahan fisik yang dialaminya.

35. Saya takut ketika praremaja memahami adanya perubahan bentuk fisik ke bentuk fisik dewasa pada praremaja tersebut

36. Saya memahami kondisi emosi yang bergejolak yang akan dialami oleh praremaja.

37. Saya enggan memberikan praremaja pengetahuan tentang perawatan kesehatan organ vitalnya.

38. Saya senang jika praremaja mengetahui tentang hal-hal yang berkaitan dengan timbulnya fantasi seksual pada dirinya.


(14)

39. Saya bingung dengan perubahan-bentuk tubuh yang terjadi pada praremaja (masa sebelum memasuki remaja).

40. Saya enggan memberikan pengetahuan mengenai batas-batas yang perlu diperhatikan oleh praremaja saat berelasi dengan lawan jenis.

41. Saya khawatir ketika praremaja memahami kondisi emosi yang bergejolak yang akan dialami oleh praremaja.

42. Saya memahami tentang munculnya ketertarikan pada cerita romantis pada praremaja.


(15)

Lampiran 2 Data Penunjang

DATA PENUNJANG

Petunjuk

Isilah biodata dibawah ini :

Usia Ibu :...thn Jenis kelamin Praremaja :

Duduk di Kelas :

Petunjuk Pengisian :

Mohon memberi tanda silang (x) di salah satu kotak jawaban yang tersedia. 1. Pendidikan seks untuk praremaja ?

Dibutuhkan Tidak dibutuhkan

2. Apa yang ibu rasakan ketika pendidikan seks diberikan kepada praremaja putri/ putra?

Senang Tidak senang

3. Apakah ibu mengetahui tentang pendidikan seks ? Tahu Tidak Tahu

4. Apakah lingkungan sekitar ibu memberikan pendidikan seks untuk praremaja?

Ya Tidak

5. Apakah Orangtua / Saudara Ibu memberikan pendidikan seks terhadap ibu saat Ibu remaja ?


(16)

Lampiran 3 Hasil Perhitungan Validitas, Reabilitas dan Kategorisasi Sikap VALIDITAS ALAT UKUR

No Item Validitas

1 0.471

2 0.572

3 0.503

4 0.307

5 0,301

6 0,323

7 0,311

8 0,373

9 0,510

10 0,476

11 0,438

12 0,587

13 0,384

14 0,406

15 0,473

16 0,316

17 0,307

18 0,473

19 0,380

20 0,493

21 0,443

22 0,422

23 0,301

24 0,509

No Item Validitas

25 0,308

26 0,359

27 0,547

28 0,394

29 0,310

30 0,470

31 0,305

32 0,314

33 0,357

34 0,462

35 0,317

36 0,565

37 0,306

38 0,390

39 0,486

40 0,523

41 0,552


(17)

Dari total item yang dibuat yaitu 57 item Item yang diterima : 42

Item yang ditolak : 15

REABILITAS ALAT UKUR


(18)

Kategori dari Sikap Ibu Terhadap Pendidikan Seks

Responden Total Skor

Kategori

1 125 positif

2 134 positif

3 115 positif

4 117 positif

5 134 positif

6 107 positif

7 141 positif

8 112 positif

9 139 positif

10 134 positif

11 129 positif

12 109 positif

13 128 positif

14 152 positif

15 126 positif

16 121 positif

17 112 positif

18 152 positif

19 124 positif

20 117 positif

21 125 positif

22 132 positif

23 112 positif

24 125 positif

25 102 negatif

Responden Total Skor

Kategori

26 125 positif

27 110 positif

28 120 positif

29 141 positif

30 123 positif

31 119 positif

32 127 positif

33 130 positif

34 118 positif

35 119 positif

36 114 positif

37 118 positif

38 126 positif

39 123 positif

40 102 negatif

41 91 negatif

42 95 negatif

43 93 negatif

44 97 negatif

45 101 negatif

46 90 negatif

47 97 negatif

48 105 positif

49 88 negatif


(19)

Kategori dari Sikap Ibu Terhadap Pendidikan Seks

Responden Total

Skor

Kategori

51 61 negatif

52 103 negatif

53 81 negatif

54 101 negatif

55 99 negatif

56 87 negatif

57 89 negatif

58 102 negatif

59 97 negatif

60 77 negatif

61 103 negatif

62 73 negatif

63 93 negatif

64 77 negatif

65 87 negatif

66 104 negatif

67 105 positif

68 75 negatif

69 83 negatif

70 80 negatif

71 89 negatif

72 98 negatif

73 84 negatif

74 102 negatif

75 68 negatif

Responden Total Skor

Kategori

76 95 negatif

77 101 negatif

78 101 negatif

79 99 negatif

80 95 negatif

81 101 negatif

82 100 negatif

83 104 negatif

84 105 positif

85 77 negatif

86 102 negatif

87 96 negatif

88 91 negatif

89 103 negatif

90 76 negatif

91 94 negatif

92 102 negatif

93 105 positif

94 74 negatif


(20)

Lampiran 5 Tabulasi Silang Sikap Dengan Data Penunjang

Tabel 4.9 Tabulasi Silang antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Kebutuhan

Sikap Terhadap Pendidikan Seks

Kebutuhan

Membutuhkan Tidak Membutuhkan

Positif Frekuensi 34 10

Persentase 76 % 20 %

Negatif Frekuensi 11 40

Persentase 24 % 80 %

Total Frekuensi 45 50

Persentase 47,4 % 52,6 %

Tabel 4.10 Tabulasi Silang antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Perasaan

Sikap Terhadap Pendidikan Seks

Perasaan

Senang Tidak Senang

Positif Frekuensi 31 12

Persentase 70 % 24 %

Negatif Frekuensi 13 39

Persentase 30 % 76 %

Total Frekuensi 44 51

Persentase 46,3 % 53,7 %


(21)

Tabel 4.11 Tabulasi Silang antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Informasi

Sikap Terhadap Pendidikan Seks

Informasi

Mengetahui Tidak Mengetahui

Positif Frekuensi 44 1

Persentase 48 % 25 %

Negatif Frekuensi 47 3

Persentase 52 % 75 %

Total Frekuensi 91 4

Persentase 95,8 % 4,2 %

Tabel 4.12 Tabulasi Silang antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Kelompok yang Mempengaruhi

Sikap Terhadap Pendidikan Seks

Kelompok yang Mepengaruhi Memberikan Tidak Memberikan

Positif Frekuensi 29 11

Persentase 63 % 22 %

Negatif Frekuensi 17 38

Persentase 37 % 78 %

Total Frekuensi 46 49

Persentase 48,4 % 51,6 %


(22)

Tabel 4.13 Tabulasi Silang antara Sikap Terhadap Pendidikan Seks dengan Budaya

Sikap Terhadap Pendidikan Seks

Budaya

diberikan Tidak diberikan

Positif Frekuensi 29 13

Persentase 66 % 25 %

Negatif Frekuensi 15 38

Persentase 34 % 75 %

Total Frekuensi 44 51

Persentase 46,3 % 53,7 %


(23)

Universitas Kristen Maranatha 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kemajuan teknologi yang demikian pesat berdampak pada berbagai bidang kehidupan. Dampak dari kemajuan teknologi tersebut ada yang bersifat positif ada pula yang negatif. Keduanya mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat. Sisi positif dari teknologi yaitu semakin mudahnya menjalani proses kehidupan dengan adanya fasilitas-fasilitas yang memanfaatkan teknologi, namun di sisi lain muncul berbagai dampak negative. Dampak negatif tersebut kebanyakan menimpa anak-anak dan remaja, karena mereka sangat mudah terpengaruh.

Berdasarkan catatan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bernama Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia, selain menjadi negara tanpa aturan jelas tentang pornografi, Indonesia juga mencatat rekor sebagai negara kedua setelah Rusia yang paling rentan penetrasi pornografi terhadap anak-anak. Kondisi seperti itu, sebenarnya telah ditangkap Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Lewat beberapa kali penelitian dan survey di lapangan, terkuak kenyataan di lapangan yang mengetengahkan gambaran kehidupan anak-anak Indonesia menjelang remaja, salah satunya adalah kegemaran coba-coba untuk urusan seks. Salah satunya adalah hasil penelitian di Provinsi Jawa Barat, di mana dari 2.880 remaja yang disurvey BKKBN, 60 % diantaranya pernah melihat


(24)

Universitas Kristen Maranatha 2

film porno dan 18,4 % remaja putri mengaku pernah membaca buku porno. Berdasarkan data terbaru, 25 % anak-anak bahkan menonton film porno di rumah sendiri, 22 % di rumah teman dimana materinya didapat dari VCD rental di sekitar rumah. Lebih parah lagi, kecanggihan teknologi telepon selular yang sekarang sedang menjamur di masyarakat, telah dirambah pornografi. Beberapa penyelidikan bahkan diketahui soal gambar porno yang sampai ke telepon seluler anak-anak SD. Bahaya lain yang mengancam anak-anak adalah keberadaan situs porno. Inke Maris dari ASA Indonesia mengutip hasil penelitian di Amerika bahwa setidaknya ada 28 ribu situs porno di internet pada tahun 2000 sementara tiap pekannya hadir 2 ribuan situs porno baru (www.bkkbn.go.id).

Fenomena tersebut tidak lepas dari tata nilai kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekarang. Perkembangan dalam masyarakat tersebut menyebabkan timbulnya nilai-nilai dan norma-norma baru. Nilai dan norma tersebut akan mempengaruhi semua kelompok masyarakat yang pada gilirannya nanti akan mempengaruhi norma dan tata nilai yang dianut oleh kelompok masyarakat yang paling kecil yaitu keluarga.

Keluarga merupakan lingkungan primer yang pertama kali ditemui oleh individu. Oleh karena itu, sebelum ia mengenal nilai-nilai dan norma-norma dari masyarakat umum, pertama kali ia menyerap nilai dan norma yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya (Sarlito, 1997).

Orang tua merupakan bagian penting dari keluarga dimana mereka memikul tanggung jawab untuk memberikan arahan dan pendidikan pada anak. Dalam konsep peran orang tua secara tradisional, tugas mengarahkan dan mendidik baik


(25)

Universitas Kristen Maranatha 3

dalam segi moral, disiplin, kepatuhan atau perilaku anak lebih merupakan peran seorang ibu (Duval, 1977). Tugas memelihara dan merawat anak-anak bukan merupakan tugas mudah bagi seorang ibu. Seiring dengan bertambahnya umur, anak selalu berkembang dan berubah. Seorang anak akan mengalami suatu perubahan pada tiap tahap perkembangannya akan membutuhkan suatu persiapan untuk membantunya menghadapi kejadian-kejadian yang mungkin terjadi pada tahap perkembangan berikutnya (Newman, 1975). Seperti anak usia praremaja, membutuhkan informasi seksual karena masa remaja merupakan masa paling berpengaruh terutama dalam perkembangan seksualnya.

Informasi seksual rata-rata dibutuhkan oleh remaja untuk mengurangi kebingungan jika terjadi perubahan seksual pada dirinya. Informasi seksual ini lebih dikenal dengan pendidikan seks. Pendidikan seks yang menyangkut pengetahuan tentang kematangan seksual dan proses reproduksi, ditujukan agar ketidakjelasan, perasaan malu, dan terisolasi yang dialami oleh anak ketika masa pubertas, dapat diminimalisir (Newman,1975).

Seperti remaja lainnya, praremaja di SD “X” kabupaten Bandung juga berharap memperoleh pendidikan seks dari orang tuanya. Berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan peneliti terhadap dua siswa SD “X” kabupaten Bandung, mengatakan bahwa mereka berharap mendapatkan pendidikan seks dari orangtua, namun orang tua mereka kurang menanggapi keinginannya tersebut. Akhirnya kedua siswa tersebut mengetahui informasi tentang seksual dari temannya. Informasi seksual yang diberikan kepadanya berupa video porno dari ponsel temannya tersebut.


(26)

Universitas Kristen Maranatha 4

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Riset Internasional Synovate atas nama DKT Indonesia terhadap 450 remaja dari Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan, memaparkan bahwa para remaja tidak mempunyai pengetahuan khusus yang komprehensif mengenai seks. Informasi utama mereka dapatkan dari kawan sebanyak 65% dan film porno sebanyak 35% (www.bkkbn.go.id). Sementara dari hasil wawancara peneliti terhadap 20 praremaja di SD ”X” Kabupaten Bandung, diperoleh data bahwa 40% diantara mereka mendapatkan informasi seksual dari video porno baik ditonton sendiri secara sembunyi-sembunyi maupun bersama temannya ketika tidak ada orang tua, 30% dari buku dan majalah dewasa, 25% dari penjelasan orang tua, dan 5% dari tidak sengaja melihat kedua orang tuanya sendiri. Padahal pengetahuan tentang seksual sangat berguna bagi praremaja untuk menghadapi masa remaja yang penuh dengan perubahan tersebut. Seperti menstruasi (pada remaja putri) dan mimpi basah (pada remaja putra), perubahan fisik dan horman, matangnya organ reprodusi dan mulai adanya ketertarikan pada lawan jenis. Pada umumnya mereka cenderung menutup-nutupi perubahan-perubahan yang terjadi di dalam dirinya agar lingkungan tidak memperhatikannya, sehingga banyak dari mereka yang bingung dan tidak tahu harus berbuat apa ketika mengalami perubahan dan perkembangan pada fisik dan psikologisnya.

Bahkan setelah peneliti melakukan wawancara dengan tiga orang tua yang memiliki praremaja putri di SD”X” kabupaten Bandung memaparkan bahwa praremaja putrinya itu telah mengalami menstruasi sejak beberapa bulan terakhir. Orang tua satu mengatakan anaknya sudah mengalami menstruasi +4 kali,


(27)

Universitas Kristen Maranatha 5

sedangkan orang tua kedua mengatakan anaknya telah mengalami 2 kali menstruasi, namun kedua orang tua itu mengeluhkan kalau anak-anaknya itu belum bisa menangani masalah menstruasinya secara mandiri, bahkan satu diantaranya jika mendapatkan menstruasi, anaknya itu tak ubahnya seperti orang sakit, tidak mau sekolah dan lebih senang mengurung diri di dalam kamarnya. Sementara orang tua yang ketiga memiliki praremaja putri menyatakan putrinya belum mengalami menstruasi, namun sikap putrinya itu sudah menunjukkan seperti layaknya orang dewasa terutama dalam berhubungan dengan lawan jenis. Ia mengatakan kalau praremaja putrinya bersikap terbuka menyatakan ketertarikan pada lawan jenisnya. Bahkan menurut informasi dari temannya praremaja putri tersebut, seringkali mengekspresikan luapan rasa cintanya di hadapan teman-temannya. Misalnya dengan menunjukkan bagian anggota tubuhnya (payudara) agar diperhatikan lawan jenisnya sambil digesek-gesekan ke meja tempat duduknya. Teman-teman dekatnya di sekolah kebanyakan laki-laki, ada satu perempuan, tapi agak tomboy.

Demikian juga halnya dengan orang tua yang memiliki praremaja putra, dari dua orang tua yang diwawancarai, satu diantaranya menyatakan khawatir atas perkembangan anaknya karena kerap kali ia menerima laporan yang kurang baik tentang anaknya. Ibu tersebut pernah dipanggil ke sekolah gara-gara ulah anaknya yang sering mengganggu temannya dengan kejahilannya yang kurang senonoh, seperti sering memegang pantat teman perempuannya. Teman-temannya membenarkan informasi tersebut. Menurut mereka anak ibu tersebut selalu membuat ulah di kelasnya. Salah satunya adalah dengan memperlihatkan rekaman


(28)

Universitas Kristen Maranatha 6

video porno yang ada di HP-nya. Sebenarnya ia tidak sedirian berulah seperti itu, tapi didukung oleh tiga temannya yang selalu menuruti apa perintahnya. Mereka selalu berkata kasar dan jorok bahkan tangannya suka jahil dengan memegang payudara atau mencubit pantat teman perempuannya di sekolah, padahal sudah sering diingatkan dan diberi sanksi oleh gurunya tapi mereka tidak ada jeranya.

Dalam situasi seperti di atas, orang tua dapat memberikan informasi-informasi yang memang diperlukan oleh praremaja. Orang tua bertanggung jawab memberikan pengarahan seksual kepada praremaja dan kebanyakan tanggung jawab tersebut diemban oleh ibu daripada ayah (Hurlock, 1996).

Dengan demikian, betapa besarnya peranan seorang ibu dalam perkembangan praremaja. Oleh karena itu sangatlah penting bagi kita mengetahui bagaimana sikap ibu terhadap pendidikan seks bagi praremaja. Sikap itu sendiri merupakan suatu sistem yang relatif menetap mencakup evaluasi positif atau negatif, perasaan-perasaan emosional dan kecenderungan bertindak untuk mendukung atau menentang suatu objek. Ibu-ibu yang memiliki sikap positif terhadap pendidikan seks cenderung menganggap bahwa pendidikan seks merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan sehingga dengan kondisi tersebut para ibu merasa tidak sungkan untuk membicarakan hal-hal yang yang berhubungan dengan pendidikan seks dengan praremaja dan ibu- ibu tersebut mempunyai kecenderungan untuk mendukung pendidikan seks tersebut. Sedangkan ibu-ibu yang memiliki sikap negatif terhadap pendidikan seks bagi praremaja, menganggap bahwa pendidikan seks itu sesuatu


(29)

Universitas Kristen Maranatha 7

yang porno yang tampaknya hanya menimbulkan suatu pandangan, bahwa seks hanya pantas dibicarakan oleh orang dewasa sehingga ibu-ibu tersebut merasa tidak suka dengan pendidikan seks terbsebut dan ibu-ibu tersebut cenderung menolak pendidikan seks.

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 12 ibu yang memiliki anak praremaja di SD ”X” kabupaten Bandung, terbukti bahwa 41,67% memiliki keyakinan bahwa pendidikan seks sangat bermanfaat bagi praremaja, mereka senang terhadap pendidikan seks pada praremaja, sehingga ibu-ibu tersebut akan mendukung pendidikan seks pada praremaja. Sementara 58.13% ibu memiliki keyakinan bahwa pendidikan seks berdampak buruk terhadap praremaja, mereka tidak senang terhadap pendidikan seks pada praremaja, sehingga mereka cenderung menolak pendidikan seks pada praremaja.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan seks tampaknya masih menjadi polemik pada ibu-ibu di SD”X” kabupaten Bandung. Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk mengetahui sikap ibu terhadap pendidikan seks dalam pemberian informasi seksual kepada praremaja.

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana sikap Ibu terhadap pendidikan seks pada anak praremaja yang berusia 10-12 Tahun di SD “X” kabupaten Bandung.


(30)

Universitas Kristen Maranatha 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai sikap ibu terhadap pendidikan seks pada praremaja yang berusia 10-12 Tahun di SD “X” kabupaten Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah agar memperoleh gambaran yang lebih rinci mengenai sikap Ibu terhadap pendidikan seks pada praremaja yang berusia 10-12 Tahun di SD “X” kabupaten Bandung beserta faktor-faktor yang mempengaruhi.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Memberikan informasi bagi bidang Psikologi Perkembangan mengenai sikap ibu terhadap pendidikan seks pada praremaja.

2. Memberikan informasi tambahan kepada peneliti lain yang tertarik untuk meneliti sikap ibu terhadap pendidikan seks pada praremaja dan mendorong dikembangkannya penelitian yang berhubungan dengan hal tersebut


(31)

Universitas Kristen Maranatha 9

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada pihak kepala sekolah SD ”X” kabupaten Bandung mengenai sikap ibu terhadap pendidikan seks pada peserta didiknya.

2. Sebagai bahan evaluasi diri bagi ibu yang memiliki anak praremaja mengenai pendidikan seks bagi praremaja.

3. Membuka wawasan para ibu akan pentingnya pendidikan seks pada praremaja.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pada masa remaja, rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Oleh karena itu ketika memasuki masa remaja, pengetahuan seksual mereka harus mencukupi agar mereka bisa menjalani masa perkembangannya dengan baik. Seorang ahli mengatakan bahwa setiap anak akan mengalami suatu perubahan pada tiap tahap perkembangannya, membutuhkan suatu persiapan yang akan membantunya dalam menghadapi kejadian-kejadian yang mungkin terjadi pada tahap perkembangan berikutnya (Newman, 1975).

Anak usia 10-12 tahun (praremaja) membutuhkan suatu bekal untuk memasuki taraf perkembangan berikutnya. Selama masa praremaja ini seseorang perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi masa remaja yang merupakan masa yang paling sulit dan sangat berpengaruh pada pertumbuhan seksualnya. Anak


(32)

Universitas Kristen Maranatha 10

yang akan memasuki masa remaja (praremaja) perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi perkembangan seksualnya.

Pada masa praremaja, sedikit demi sedikit praremaja akan mengalami perubahan dalam kondisi fisik, seksual, emosional dan sosialnya. Dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut, umumnya praremaja jadi merasa canggung dan berusaha menarik diri dari pergaulannya. Mereka akan cenderung menutup-nutupi perubahan-perubahan yang terjadi di dalam dirinya. Kurangnya informasi seksual dan informasi mengenai reaksi-reaksi tubuh terhadap stimulus seksual, menyebabkan banyak praremaja kurang bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya, karena sering merasa tidak berdaya. Dengan demikian, masa praremaja adalah masa yang paling tepat untuk dibekali dengan informasi seksual. Sebagaimana menurut Newman (1975) usia yang paling baik untuk diberikan informasi seksual adalah usia menjelang remaja. Pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya tak terkecuali masalah seksualitas. Dorongan untuk mengetahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di sisi lain ada keterbatasan kemampuan dan pengetahuan sehingga kadang-kadang praremaja menghadapi kesulitan, dalam hal ini peran orang tua sangat mereka butuhkan. Untuk menjawab keingintahuannya dalam masalah seks, diperlukan informasi-informasi seksual yang dapat membantu mereka dalam menerima dan menyesuaikan diri dengan baik pada perubahan tubuh yang akan mereka alami pada masa remaja.

Adapun informasi tentang pendidikan seks yang harus diberikan kepada anak menjelang remaja diantaranya adalah perkembangan fisik, perkembangan


(33)

Universitas Kristen Maranatha 11

seksual, perkembangan emosi, dan perkembangan sosial (Engel ,1997). Perkembangan fisik yang dimaksud adalah perkembangan fisik tubuh, perkembangan seksualitas dan perubahan bentuk fisik ke bentuk fisik dewasa, Perkembangan seksual, termasuk di dalamnya munculnya dorongan seksual, fungsi-fungsi reproduksi, timbulnya fantasi seksual, dan sensitifitas organ vital. Perkembangan emosi menyangkut perubahan emosi pada praremaja, ketertarikan pada lawan jenis, kondisi emosi yang bergejolak, suasana hati yang mudah berubah dan ketakutan praremaja terhadap perubahan fisik yang dialaminya. Sementara yang menyangkut perkembangan sosial adalah cara berpacaran yang sehat, batasan-batasan saat berelasi dengan lawan jenis, ketertarikan pada cerita romantis dan lebih mudahnya terpengaruh informasi seksual yang negatif.

Pendidikan seks melalui pemberian informasi seksual kepada praremaja sebaiknya diberikan oleh orang tua karena biasanya orang tua tidak hanya menyampaikan informasi-informasi seksual tetapi disertai oleh pengalihan nilai (Sarlito,1986). Oleh karena itu dapat dikatakan orang tua sebagai sumber informasi mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sumber informasi lainnya. Penelitian Fox & Inazu (1980, dalam Sarlito, 1997) Orang tua merupakan bagian penting dari keluarga di mana mereka memikul tanggung jawab untuk memberikan arahan dan pendidikan pada anak.

Pendidikan seks tidak dapat dipisahkan dari pendidikan di lingkungan keluarga. Di lingkungan keluargalah anak - anak harus mendapatkan penerangan, pendidikan, dan bimbingan tentang seks, agar mereka tidak menjadi korban penerangan yang tidak diinginkan, misalnya dari buku-buku, majalah-majalah,


(34)

Universitas Kristen Maranatha 12

atau media elektronik yang menberikan informasi kurang baik, atau lebih parahnya lagi mereka terbentur pada pengalaman mereka sendiri yang biasanya hanya membawa kecemasan dan kesedihan. Dalam hal ini peranan orang tua sangat penting, terutama peranan seorang ibu.

Dalam konsep peran orang tua secara tradisional, tugas mengarahkan dan mendidik baik dalam segi moral, disiplin, kepatuhan atau perilaku anak lebih merupakan tugas seorang ibu (Duval, 1977). Tugas memelihara dan merawat anak bukan merupakan tugas yang mudah bagi seorang ibu. Seiring dengan bertambahnya umur, anak selalu berkembang dan berubah, sementara itu ibu senantiasa harus selalu siap mendampinginya. Penelitian Fox & Inazu (1980, dalam Sarlito, 1997) membuktikan bahwa semakin sering terjadi percakapan tentang seksualitas antara ibu dengan praremajanya, maka tingkah laku praremajanya akan semakin bertanggung jawab.

Kebutuhan praremaja akan informasi seksual yang benar dan banyaknya remaja yang terperangkap pada sumber informasi yang salah tentang seks merupakan stimulus dari luar yang dapat mempengaruhi sikap ibu terhadap pemberian pendidikan seks pada praremaja. Pembentukan sikap ini tidak hanya dipengaruhi oleh stimulus dari luar saja, tetapi juga dipengaruhi oleh stimulus yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri seperti halnya keinginan seorang ibu untuk memberikan pendidikan terbaik pada anak-anaknya, termasuk di dalamnya pendidikan seks.

Kebutuhan praremaja akan informasi seksual yang benar dan banyaknya remaja yang terperangkap pada sumber informasi yang salah tentang seks


(35)

Universitas Kristen Maranatha 13

tersebut, diterima oleh seseorang melalui persepsi dan pengindraan. Persepsi sosial adalah proses yang memungkinkan kita untuk mengetahui dan mengerti orang-orang di sekitar kita (Baron & Byrne, Social Psyhology), sedangkan menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology, persepsi sosial adalah kesadaran tentang objek-objek sosial atau kejadian-kejadian sosial. Merujuk pada kedua definisi tersebut, seorang ibu menyadari akan bahaya yang mengintai praremajanya apabila praremaja memperoleh informasi yang salah tentang seksual. Apalagi setelah ia menyaksikan sendiri berbagai peristiwa mengerikan yang terjadi seperti seks bebas, kehamilan di luar nikah atau maried by acsidence, atau penyimpangan seksual sebagai akibat penerimaan informasi seksual dari sumber yang salah dan pada akhirnya stimulus tersebut diterima sebagai stimulus dari luar. Bentuk penerimaan stimulus ini akan membentuk sikap.

Sikap bukan merupakan hasil bawaan sejak lahir, tetapi terbentuk melalui proses belajar sepanjang masa perkembangan individu tersebut. Sikap juga bersifat dinamis (mengalami perubahan) seiring dengan perubahan stimulus yang diterima oleh individu yang bersangkutan. Proses pembentukan sikap ini kemudian mempengaruhi individu untuk bertingkah laku terhadap suatu hal dengan cara yang berbeda-beda.

Sikap adalah suatu sistem yang relatif menetap mencakup evaluasi positif atau negatif, perasaan-perasaan emosional dan kecenderungan bertindak untuk mendukung atau menentang suatu objek (Krech & Ballachey). Sikap didadasari oleh tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan konatif.


(36)

Universitas Kristen Maranatha 14

Aspek pertama adalah kognitif, berkaitan dengan pemahaman dan kepercayaan seseorang terhadap suatu hal. Ibu-ibu di SD”X” kabupaten Bandung yang memiliki sikap positif terhadap pendidikan seks pada praremaja, memiliki kecenderungan memahami dan mengevaluasi bahwa pemberian pendidikan seks pada praremajanya akan memberikan manfaat untuk kehidupan praremajanya. Sebaliknya ibu yang memiliki sikap negatif terhadap pendidikan seks bagi praremaja, cenderung akan memahami dan mengevaluasi bahwa pendidikan seks tidak membawa dampak positif terhadap praremajanya untuk mencoba melakukan tindakan seksual.

Aspek kedua adalah afektif yang mengacu pada aspek emosi, apakah pendidikan seks itu menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai atau tidak disukai. Para ibu di SD”X” kabupaten Bandung yang memiliki sikap positif akan dengan senang hati menyetujui pendidikan seks kepada praremaja. Namun sebaliknya, ibu yang memiliki sikap negatif, tidak senang dan tidak menyetujui pendidikan seks diberikan.

Aspek ketiga adalah konatif yang meliputi kesiagaan untuk berperilaku. Para ibu di SD “X” kabupaten Bandung yang memiliki sikap positif memiliki kecenderungan untuk menerima, menolong, maupun membantu atau menunjukkan sikap kooperatif untuk kelancaran pendidikan seks pada praremaja. Sedangkan ibu yang memiliki sikap negatif akan menunjukkan perilaku antipati, mereka akan berusaha untuk menutup-nutupi masalah seksual dari praremajanya.

Ibu-ibu yang memiliki sikap positif terhadap pendidikan seks cenderung menganggap bahwa pendidikan seks merupakan salah satu cara untuk mengurangi


(37)

Universitas Kristen Maranatha 15

atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan. Mereka menganggap bahwa pendidikan seks bukan sesuatu yang porno melainkan berisi informasi-informasi ilmiah seperti pengenalan organ-organ reproduksi yang harus dijaga kebersihan dan kesehatannya, perubahan fisik (perubahan pertumbuhan payudara, panggul yang semakin membentuk pada remaja putri dan tumbuhnya jakun serta mimpi besah pada praremaja putra). Dengan penjelasan ilmiah tentang pendidikan seks tersebut, ibu cenderung merasa tidak malu atau sungkan untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah seksual pada praremajanya, bahkan sebaliknya mereka akan memberikan dukungan pada pemberian pendidikan seks tersebut.

Sedangkan ibu-ibu yang memiliki sikap negatif terhadap pendidikan seks bagi praremaja, menganggap masalah seksualitas sebagai sesuatu yang tabu untuk diperbincangkan. Anak usia 10-12 tahun (praremaja) cenderung dianggap masih belum pantas menerima informasi seksual, selain itu mereka cenderung menganggap bahwa praremaja tidak membutuhkan informasi seksual karena mereka sudah mendapatkannya dari sumber lain, ibu cenderung menganggap bahwa pendidikan seks itu sesuatu yang porno yang tampaknya hanya menimbulkan suatu pandangan, bahwa seks hanya pantas dibicarakan oleh orang dewasa sehingga ibu yang memiliki sikap negatif ini cenderung tidak memberikan dukungan terhadap pendidikan seks.

Perbedaan sikap ibu terhadap pendidikan seks pada praremaja menurut David Krech & Richard S. Crutchfield dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu faktor


(38)

Universitas Kristen Maranatha 16

kebutuhan, reaksi emosional, informasi, kelompok yang mempengaruhi, dan faktor budaya.

Faktor pertama yaitu faktor kebutuhan, faktor ini merupakan stimulus dari dalam diri individu. Faktor kebutuhan ini cukup beragam mulai dari kebutuhan primer (viscariganic noods) yang berkaitan dengan kepuasan fisik atau peristiwa-peristiwa organis tertentu seperti makan, seks, udara dan sejenisnya, hingga kebutuhan sekunder (psychogenic noods) yang ditandai tidak adanya hubungan dengan kepuasan fisik, seperti kebutuhan untuk berkuasa, dihormati, pengakuan, prestasi dll. Apabila ibu di SD”X” kabupaten Bandung merasa perlu akan pendidikan seks terhadap praremaja dan pendidikan seks tersebut dapat memberikan kepuasan atau manfaat terhadap dirinya, maka ibu tersebut cenderung untuk bersikap positif. Begitu pula sebaliknya, ibu akan cenderung bersikap negatif bila pendidikan seks pada praremaja tidak dapat memberikan kepuasan atau manfaat bagi dirinya.

Faktor kedua yaitu faktor emosional, adanya perasaan suka atau tidak suka yang muncul dari dalam diri ibu terhadap pendidikan seks ikut menentukan bagaimana sikap ibu terhadap pendidikan seks pada praremaja usia 10-12 tahun. Apabila ibu menyukai pendidikan seks, maka ibu tersebut akan memiliki sikap positif, sebaliknya apabila ibu tidak menyukai pendidikan seks, maka ia akan menunjukkan sikap negatif.

Faktor ketiga yaitu faktor informasi, dimana informasi ini merupakan stimulus yang berasal dari dunia luar atau lingkungan. Penerimaan dan pengolahan informasi tentang pendidikan seksual pada diri ibu akan menentukan


(39)

Universitas Kristen Maranatha 17

sikap positif atau negatif dari ibu tersebut. Apabila informasi tentang pendidikan seks yang diterima oleh para ibu si SD”X” kabupaten Bandung itu berasal dari sumber yang tepat dan lengkap, maka ada kecenderungan ibu tersebut memiliki sikap positif. Namun bila informasi yang diterima ibu berasal dari sumber yang kurang tepat dan informasi mengenai pendidikan seks kurang lengkap, maka ada kecenderungan ibu tersebut akan bersikap negatif terhadap pendidikan seks bagi praremaja. Informasi tentang pendidikan seks di kalangan ibu di SD”X” kabupaten Bandung cukup beragam. Hal ini menimbulkan sikap ibu yang beragam pula terhadap pendidikan seks bagi praremaja.

Faktor keempat adalah faktor kelompok yang mempengaruhi. Dalam posisi ibu sebagai mahluk sosial, kelompok memiliki pengaruh yang besar terhadap

ibu-ibu di SD”X” kabupaten Bandung. Ibu yang menjadi anggota suatu kelompok dan

menjalin hubungan yang dekat akan cenderung mengembangkan sikap yang sama dengan sikap kelompoknya. Sikap ibu yang memiliki kesamaan dengan sikap yang dimunculkan oleh kelompoknya akan mencerminkan bagaimana belief, nilai, dan norma yang berlaku di dalam kelompok tersebut. Kelompok tempat tinggal ibu-ibu/orang tua siswa praremaja di SD”X” kabupaten Bandung cukup beragam (heterogen) sehingga pengaruhnya pun beragam pula. Ibu yang tinggal di lingkungan masyarakat yang meyakini kalau pendidikan seks itu bukanlah sesuatu yang tabu, tapi justru merupakan suatu hal yang perlu dibahas atau dibicarakan, akan cenderung memiliki sikap positif terhadap pendidikan seks. Dalam proses pembicaraan tentang masalah seksual dengan praremaja, ibu dituntut untuk menanamkan nilai-nilai moral sehingga tidak menyalahi norma-norma yang


(40)

Universitas Kristen Maranatha 18

berlaku di lingkungan masyarakat tersebut. Sedangkan ibu yang tinggal di lingkungan masyarakat yang memiliki keyakinan bahwa masalah seks itu adalah masalah yang sangat tabu untuk dibicarakan, menurut mereka pembicaraan masalah seksual tidak sopan, bahkan melanggar norma-norma etika akan cenderung memiliki sikap negatif terhadap pendidikan seks. Mereka akan berusaha menutup-nutupi pembicaraan masalah seks dengan praremaja.

Faktor kelima adalah faktor budaya. Setiap budaya memiliki keunikan tersendiri yang menjadi karakteristik dari budaya tersebut. Latar belakang budaya merupakan warisan nenek moyang yang terbentuk secara turun temurun sehingga sulit untuk memilah kebenaran dan kesalahannya. Penduduk yang menetap di suatu tempat, cenderung mengikuti budaya yang berlaku di tempat tersebut. Budaya ini mencakup cara pandang, norma, dan kebiasaan. Ibu-ibu yang memiliki praremaja di SD “X” Kabupaten Bandung memiliki cara pandang yang berbeda terhadap suatu objek misalnya pendidikan seks pada praremaja. Di antara mereka terdapat ibu-ibu berpandangan konservatif yang memiliki kebiasaan untuk selalu mematuhi aturan- aturan yang ada sebagai suatu keharusan yang kaku dan tidak bisa diganggu gugat. Mereka tertutup terhadap hal baru termasuk terhadap pendidikan seks pada praremaja sehingga mereka memandang pendidikan seks secara sempit, mereka menganggap pembicaraan tentang seks adalah hal yang tabu, jorok, tidak sopan dan tidak wajar. Mereka seolah-olah menutup-nutupi pembicaraan tentang seks, mereka memiliki kecenderungan untuk bersikap negatif terhadap pendidikan seks pada praremaja. Namun demikian ada juga ibu-ibu yang berpandangan modern, mereka memandang norma-norma yang ada secara


(41)

Universitas Kristen Maranatha 19

fleksibel, terbuka terhadap suatu pembaharuan, termasuk salah satunya terhadap pendidikan seks pada praremaja dan memandang pendidikan seks secara luas. Mereka menganggap pendidikan seks sebagai suatu ilmu yang harus diterapkan sesuai dengan norma-norma dan kebiasaan yang berlaku karena pendidikan seks ini banyak memberikan manfaat, terutama bagi praremaja agar mereka dapat menjalani tahap perkembangannya dengan baik dan bertanggung jawab. Ibu-ibu yang berpikiran modern memiliki kecenderungan untuk bersikap positif terhadap pendidikan seks.


(42)

Universitas Kristen Maranatha 20

Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran

Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap :

♦ Kebutuhan ♦ Emosional ♦ Informasi ♦ Kelompok yang

mempengaruhi ♦ Budaya

Ibu yang Mempunyai Praremaja

Berusia 10-12 Tahun di SD “X” kabupaten Bandung

Sikap Ibu Terhadap Pendidikan Seks

3 aspek sikap 1. Aspek Kognitif 2. Aspek Afektif 3. Aspek Konatif

Positif


(43)

Universitas Kristen Maranatha 21

1.6 Asumsi Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengasumsikan bahwa :

1. Ibu yang mempunyai praremaja di SD “X” kabupaten Bandung memiliki

perbedaan sikap terhadap pendidikan seks pada praremaja.

2. Pembentukan sikap yang dimiliki oleh ibu yang mempunyai praremaja di SD”X” kabupaten Bandung dipengaruhi oleh faktor kebutuhan, emosional, informasi, kelompok yang mempengaruhi dan budaya.


(44)

Universitas Kristen Maranatha 64

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai sikap Ibu terhadap pendidikan seks bagi praremaja di SD ”X” kabupaten Bandung sebagai berikut :

1. Sebagian besar ibu di SD ”X” kabupaten Bandung memiliki sikap yang negatif yaitu sebesar 55,79 % dan sebesar 44,21 % ibu memiliki sikap positif terhadap pendidikan seks bagi praremaja.

2. Ibu di SD ”X” kabupaten Bandung yang memiliki sikap negatif terhadap pendidikan seks bagi praremaja sebagian besar memiliki ketiga aspek sikap yaitu konatif, afektif dan kognitif yang negatif juga. Begitupun sebaliknya, ibu di SD ”X” kabupaten Bandung yang memiliki sikap positif terhadap pendidikan seks bagi praremaja sebagian besar memiliki ketiga aspek sikap yaitu konatif, afektif dan konatif yang positif juga.

3. Pembentukkan sikap ibu terhadap pendidikan seks di SD ”X” kabupaten Bandung dipengaruhi oleh faktor kebutuhan, faktor emosional, faktor informasi, faktor kelompok dan faktor budaya.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka saya mengajukan beberapa saran yang sekiranya dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membaca penelitian ini.


(45)

Universitas Kristen Maranatha 65

5.2.1 Saran Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk memperkaya khasanah ilmu psikologi khususnya bidang Psikologi Perkembangan dengan melakukan penelitian lanjutan mengenai seberapa besar kontribusi faktor – faktor yang mempengaruhi sikap ini dalam proses pembentukan sikap ibu terhadap pendidikan seks.

5.2.2 Saran Praktis

5.2.2.1Bagi Pihak Sekolah SD ”X”

 Disarankan kepada pihak sekolah untuk mensosialisasikan dan memberikan pengetahuan tentang pendidikan seks kepada pada ibu untuk memperkecil kemungkinan terjadi distorsi informasi / adanya prasangka – prasangka yang belum tentu kebenarannya, sehingga ibu-ibu dapat menilai pendidikan seks secara objektif.

5.2.2.2 Bagi Pihak Ibu

 Disarankan bagi Ibu untuk lebih membuka diri terhadap berbagai informasi mengenai pendidikan seks seperti manfaat pendidikan seks, usia yang baik untuk mendapatkan pendidikan seks,dan pihak yang sebaiknya memberikan pendidikan seks, sehingga dengan mengetahui berbagai macam informasi mengenai pendidikan seks, ibu diharapkan dapat menilai pendidikan seks secara lebih objektif.


(46)

Universitas Kristen Maranatha 66

DAFTAR PUSTAKA

Duvall, Evelyn Millis. 1977. Marriage and Family Development. J. B. Lippincott Company. Philadelphia. New York. San Jose.Toronto.

Engel, B. 1997. Beyond the Birds and the Bees: Fostering Your Child’s Healthy Sexual Development. New York : Pocket Book.

Fakultas Psikologi. 2007. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo Indonesia.

Hurlock, EB. 1996. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta : Erlangga.

Nazir, Mohammad. 1996. Metode Penelitian. Edisi Ketiga. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Newman, Barbara.M &Philip R. 1975. Development Through Life.The Dorsey Press Homewood Illionis.

Sarwono, sarlito – Siamsidar, Ami.1986. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Seks. Edisi Pertama.Jakarta: CV Rajawali.

Sarwono, Sarlito. 1997. Psikologi Remaja. Edisi Pertama. Jakarta : CV Rajawali Siegel, Sidney.1997. Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


(47)

Universitas Kristen Maranatha 67

DAFTAR RUJUKAN

www.dhimasaris.phpnet.us: Perubahan Orientasi Pacaran para Remaja. 14 Juli 2010.

www.bkkbn.go.id: TV dan Internet Beri Andil Meledaknya Angka Seks Pranikah. 11 Agustus 2010.

www.bkkbn.go.id: Anak Indonesia Rentan Pengaruh Pornografi. 16 Agustus 2010.

www.bkkbn.go.id: Kalangan Remaja Kurang Peroleh Informasi Seks Tuntas. 3 September 2010


(1)

Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran

Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap :

♦ Kebutuhan ♦ Emosional ♦ Informasi ♦ Kelompok yang

mempengaruhi

♦ Budaya

Ibu yang Mempunyai Praremaja

Berusia 10-12 Tahun

di SD “X” kabupaten

Bandung

Sikap Ibu Terhadap Pendidikan Seks

3 aspek sikap 1. Aspek Kognitif 2. Aspek Afektif 3. Aspek Konatif

Positif


(2)

1.6 Asumsi Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengasumsikan bahwa :

1. Ibu yang mempunyai praremaja di SD “X” kabupaten Bandung memiliki perbedaan sikap terhadap pendidikan seks pada praremaja.

2. Pembentukan sikap yang dimiliki oleh ibu yang mempunyai praremaja di SD”X” kabupaten Bandung dipengaruhi oleh faktor kebutuhan, emosional, informasi, kelompok yang mempengaruhi dan budaya.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai sikap Ibu terhadap pendidikan seks bagi praremaja di SD ”X” kabupaten Bandung sebagai berikut :

1. Sebagian besar ibu di SD ”X” kabupaten Bandung memiliki sikap yang negatif yaitu sebesar 55,79 % dan sebesar 44,21 % ibu memiliki sikap positif terhadap pendidikan seks bagi praremaja.

2. Ibu di SD ”X” kabupaten Bandung yang memiliki sikap negatif terhadap pendidikan seks bagi praremaja sebagian besar memiliki ketiga aspek sikap yaitu konatif, afektif dan kognitif yang negatif juga. Begitupun sebaliknya, ibu di SD ”X” kabupaten Bandung yang memiliki sikap positif terhadap pendidikan seks bagi praremaja sebagian besar memiliki ketiga aspek sikap yaitu konatif, afektif dan konatif yang positif juga.

3. Pembentukkan sikap ibu terhadap pendidikan seks di SD ”X” kabupaten Bandung dipengaruhi oleh faktor kebutuhan, faktor emosional, faktor informasi, faktor kelompok dan faktor budaya.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka saya mengajukan beberapa saran yang sekiranya dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membaca penelitian ini.


(4)

5.2.1 Saran Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk memperkaya khasanah ilmu psikologi khususnya bidang Psikologi Perkembangan dengan melakukan penelitian lanjutan mengenai seberapa besar kontribusi faktor – faktor yang mempengaruhi sikap ini dalam proses pembentukan sikap ibu terhadap pendidikan seks.

5.2.2 Saran Praktis

5.2.2.1Bagi Pihak Sekolah SD ”X”

 Disarankan kepada pihak sekolah untuk mensosialisasikan dan memberikan pengetahuan tentang pendidikan seks kepada pada ibu untuk memperkecil kemungkinan terjadi distorsi informasi / adanya prasangka – prasangka yang belum tentu kebenarannya, sehingga ibu-ibu dapat menilai pendidikan seks secara objektif.

5.2.2.2 Bagi Pihak Ibu

 Disarankan bagi Ibu untuk lebih membuka diri terhadap berbagai informasi mengenai pendidikan seks seperti manfaat pendidikan seks, usia yang baik untuk mendapatkan pendidikan seks,dan pihak yang sebaiknya memberikan pendidikan seks, sehingga dengan mengetahui berbagai macam informasi mengenai pendidikan seks, ibu diharapkan dapat menilai pendidikan seks secara lebih objektif.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Duvall, Evelyn Millis. 1977. Marriage and Family Development. J. B. Lippincott Company. Philadelphia. New York. San Jose.Toronto.

Engel, B. 1997. Beyond the Birds and the Bees: Fostering Your Child’s Healthy Sexual Development. New York : Pocket Book.

Fakultas Psikologi. 2007. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo Indonesia.

Hurlock, EB. 1996. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta : Erlangga.

Nazir, Mohammad. 1996. Metode Penelitian. Edisi Ketiga. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Newman, Barbara.M &Philip R. 1975. Development Through Life.The Dorsey Press Homewood Illionis.

Sarwono, sarlito – Siamsidar, Ami.1986. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Seks. Edisi Pertama.Jakarta: CV Rajawali.

Sarwono, Sarlito. 1997. Psikologi Remaja. Edisi Pertama. Jakarta : CV Rajawali Siegel, Sidney.1997. Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


(6)

DAFTAR RUJUKAN

www.dhimasaris.phpnet.us: Perubahan Orientasi Pacaran para Remaja. 14 Juli 2010.

www.bkkbn.go.id: TV dan Internet Beri Andil Meledaknya Angka Seks Pranikah. 11 Agustus 2010.

www.bkkbn.go.id: Anak Indonesia Rentan Pengaruh Pornografi. 16 Agustus 2010.

www.bkkbn.go.id: Kalangan Remaja Kurang Peroleh Informasi Seks Tuntas. 3 September 2010