PEMANFAATAN EKSTRAK RIMPANG LEMPUYANG EMPRIT (Zingiber Amaricans) SEBAGAI ALTERNATIF INHIBITOR KOROSI BAJA DALAM MEDIUM ASAM (HCl 0,5 M).

(1)

PEMANFAATAN EKSTRAK RIMPANG LEMPUYANG EMPRIT (Zingiber Amaricans) SEBAGAI ALTERNATIF INHIBITOR KOROSI

BAJA DALAM MEDIUM ASAM (HCl 0,5 M)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains di Bidang Kimia

Oleh: FransiskaMulyani

0801356

PROGRAM STUDI KIMIA DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PEMANFAATAN EKSTRAK RIMPANG LEMPUYANG EMPRIT (Zingiber Amaricans) SEBAGAI ALTERNATIF INHIBITOR KOROSI

BAJA DALAM MEDIUM ASAM (HCl 0,5 M)

Oleh Fransiska Mulyani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Pendidikan Matematika dan IlmuPengetahuan Alam

©FransiskaMulyani 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PEMANFAATAN EKSTRAK RIMPANG LEMPUYANG EMPRIT (Zingiber Amaricans) SEBAGAI ALTERNATIF INHIBITOR KOROSI BAJA DALAM

MEDIUM ASAM (HCl 0,5 M)

Diajukan oleh: FransiskaMulyani

0801356

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH : Pembimbing I

Dr. Yayan Sunarya, M.Si NIP. 196102081990031004

Pembimbing II

Dr. Iqbal Musthapa, M.Si NIP. 197512232001121001

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Dr. rer. nat. Ahmad Mudzakir, M.Si NIP. 196611211991031002


(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Baja merupakan bahan yang banyak digunakan dalam industri maupun bahan bangunan. Namun pada kenyataanya baja sering mengalami kerusakan akibat korosi. Korosi merupakan penyakit yang sangat merugikan dan sudah dikenal sejak lama. Tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan akibat masalah tersebut. Korosi dapat menimbulkan kerugian langsung maupun tidak langsung. Kerugian langsung korosi bisa berupa terjadinya kerusakan pada peralatan mesin yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam industri. Banyak peralatan dan mesin di industri berasal dari bahan logam yang mudah terkorosi sehingga dapat mengakibatkan kegagalan produksi pada komponen industry. Kerugian tidak langsung bisa berupa aktifitas produksi atau perbaikan peralatan yang digunakan akibat korosi. Bahkan korosi dapat menyebabkan kecelakaan yang dapat menimbulkan korban jiwa. Seperti bangunan ambruk, jembatan roboh, kebocoran pipa dan lainnya (Supriadi 1997).

Pada umumnya korosi tidak dapat dicegah tetapi dikendalikan sehingga struktur atau komponen mempunyai masa pakai lebih lama. Pengendalian atau perawatan terhadap korosi sangatlah penting untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan. Pengendalian korosi banyak dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah penambahan inhibitor korosi. Inhibitor korosi adalah suatu zat kimia yang ditambahkan ke dalam lingkungan korosif, walaupun dalam jumlah sangat sedikit (orde ppm) tetapi dapat menurunkan laju korosi logam. Salah satu mekanisme kerja inhibitor korosi adalah melalui pembentukan lapisan molekul-molekul tunggal dari inhibitor yang teradsorpsi pada permukaan logam (Jones, 1992). Sejauh ini penggunaan inhibitor merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah korosi karena biayanya yang relatif murah dan prosesnya yang sederhana. (Hermawan, 2007).


(5)

Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik. Seperti, nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin, imidazolin dan senyawa-senyawa amina. Namun, bahan-bahan sintesis tersebut relatif mahal dan sangat tidak ramah lingkungan terutama senyawa-senyawa anorganik. Oleh karena itu, pengunaan inhibitor korosi yang aman, mudah didapat, bersifat biodegradable, murah dan ramah lingkungan sangat diperlukan (Haryono, 2010). Salah satu alternatifnya adalah penggunaan ekstrak bahan alam. Senyawa ekstrak bahan alam yang dijadikan inhibitor harus mengandung atom N,O, P, S, dan atom-atom yang memiliki pasangan elektron bebas (Mitra, 2013).

Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan, tidak banyak penelitian yang menggunakan inhibitor korosi dari bahan rempah-rempah. Ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinaler) digunakan sebagai inhibitor korosi baja karbon API 5L Grade B dalam media 3,5% NaCl dan 0.1M HCl menunjukan bahwa laju korosi menurun dengan laju terendah pada 500 ppm dengan nilai 12.13 mpy pada NaCl 3.5% dan 8.19 mpy pada 0.1M HCl (Andhi, 2013). Pengujian Weight loss pada larutan NaCl yang dialiri gas CO2 pH 5 dengan penambahan 100 ppm inhibitor ekstrak jahe selama 30 hari,didapatkan laju korosi 0,239 mm/year dengan nilai efisiensi 58,582% (Jarot, 2013).

Hasil laju korosi ekstrak lengkuas dalam larutan NaCl 1% pH 4 Jenuh CO2 meningkat seiring dengan meningkatnya temperature efisiensi inhibisi mencapai 82,24% pada konsentrasi 240 ppm dan temperatur 298K (Triastiani, 2014). Dari penelitian yang ada, inhibitor yang berasal dari genus zingiber hanya sebatas pada rempah jahe dan lengkuas. Belum ada penelitian rempah lainnya yang berasal dari genus zingiber yang digunakan sebagai inhibitor korosi seperti lempuyang. Lempuyang atau sering disebut juga sebagai lampiyang atau rempuyang adalah salah satu bahan dasar pembutan obat, khususnya jamu. Lempuyang biasanya dicampur dengan cabe jawa sehingga menghasilkan jamu cabe puyang (Handoyo, 2014).


(6)

Budidaya tanaman lempuyang ini sangatlah mudah hanya dengan menanam rimpangnya. Perawatannya pun cukup dengan menyiram dan memberikan pupuk kandang. Sejauh ini tanaman lempuyang hanya digunakan sebagai bahan dasar jamu saja, sehingga pemanfaatannya kurang dilakukan secara maksimal. Jika dimanfaatkan secara optimal tanaman lempuyang ini cukup mudah dan akan menaikan nilai ekonomis dari tanaman tersebut (Ulung, 2014).

Lempuyang terbukti dapat mengatasi berbagai penyakit. Antara lain, penyakit empedu, penyakit syaraf, nyeri perut, masuk angin, penambah nafsu makan, pembersih darah, asma dan penyakit lainnya. Secara umum lempuyang mengandung flavonoid, saponin dan minyak atsiri. Selain itu, lempuyang pun mengandung limonene dan zerumbon yang berkhasiat sebagai anti kejang (Gendrowati, 2014). kadar minyak atsiri dalam lempuyang adalah 1,34–4,61%, kadar sari larut dalam air 16,22– 23,5%, kadar sari larut etanol 7,9–13,8%, kadar serat 5,47–8,87% dan kadar pati 40-50%. Hasil analisis ekstrak rimpang lempuyang dengan GCMS menunjukkan bahwa sekitar 50 komponen terdeteksi. Zerumbone merupakan komponen utama lempuyang dengan nilai sebesar 36–49% dan komponen lainnya adalah alpha humulene, humulene oxide, beta-eudesmol, beta-selinene, linalool, 12-oxabicyclo, caryophilene oxide, 3-octadecyne, hexadecanoic acid, dan 3-octyne 5-methyl. (wahyuni 2013).

Dengan kandungan tersebut diharapkan ekstrak lempuyang emprit (Zingiber amaricans) dari rimpang tanaman tersebut dapat digunakan sebagai inhibitor korosi dalam media asam.


(7)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalah utama dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana pengendalian korosi logam

dalam medium HCl 0,5 M menggunakan bahan alam dari ekstrak lempuyang emprit (Zingiber amaricans)”. Agar permasalahan tersebut lebih spesifik maka permasalahan difokuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Senyawa metabolit sekunder apa yang terkandung dalam ekstrak rimpang tanaman lempuyang emprit (Zingiber amaricans) menggunakan pelarut metanol dan etilasetat?

2. Bagaimana potensi ekstrak rimpang lempuyang emprit (Zingiber amaricans) sebagai inhibitor korosi pada baja karbon dalam medium HCl 0,5 M?

3. Bagaimana proses korosi/inhibisi dari ekstrak rimpang lempuyang emprit (Zingiber amaricans) pada baja karbon dalam medium HCl 0,5 M?

1.3. Batasan Masalah

Oleh karena variabel yang mempengaruhi proses korosi logam sangat banyak, maka dalam penelitian ini variabel yang akan dikaji dibatasi sebagai berikut:

1. Jenis logam yang diteliti pada penelitian ini adalah baja karbon jenis BS 1501 161 430A dengan komposisi kimia sebagai berikut (ASTM, 2012):

C Si S P Mn Ni Cr Cu W Al Fe

0,25 0,15 0,03 0,03 1,40 0,01 0,25 0,30 0,003 0,028 sisanya 2. Proses korosi dan inhibisi dilakukan pada suhu ruang


(8)

1.4.Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang ingin di dapat dalam penelitian ini adalah memperoleh informasi tentang potensi ekstrak rimpang tanaman lempuyang emprit (Zingiber amaricans) sebagai inhibitor korosi pada baja karbon dalam medium asam (HCl 0,5 M) untuk keperluan pencucian logam dengan asam (pickling).

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memperoleh komponen senyawa yang terkandung yang terdapat dalam ekstrak lempuyang emprit (Zingiber amaricans) sebagai alternatif inhibitor korosi sehingga dapat meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis dari lempuyang tersebut.


(9)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Desain penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi inhibisi ektrak rimpang lempuyang jenis emprit (Zingiber amaricans) sebagai alternatif inhibitor korosi pada baja dalam medium larutan HCl 0,5 M. Secara umum, penelitian yang dilakukan terbagi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah ekstraksi rimpang lempuyang dengan cara maserasi menggunakan 2 pelarut, yaitu metanol dan etilasetat. Tahap kedua adalah karakterisasi ekstrak rimpang lempunyang yang diperoleh dengan cara kromatogrfi lapis tipis, fotokimia dan dengan menggunakan FTIR (Fourier transform infra red). Tahap ketiga adalah pengukuran laju korosi dan pengukuran kinerja ektrak rimpang lempuyang hasil maserasi menggunakan metoda kehilangan berat (weight loss). Ketiga tahap tersebut dapat disajikan dalam bentuk diagram seperti ditunjukkan pada gambar 3.1.


(10)

Rimpang tanaman Serbuk rimpang

Ekstrak

Pengukuran dengan metode weight loss

Baja karbon

Spesimen baja

Efisiensi Laju korosi/ inhibisi Media korosi

HCl 0,5 M

Komponen Gugus fungsional Preparasi Maserasi Karakterisasi

Inhibitor korosi Elektroda kerja

Gambar 3.1. Bagan alir penelitian

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan untuk memperoleh ekstrak rimpang lempuyang emprit (Zingiber amaricans) adalah toples besar, gelas ukur 500 mL, geas ukur 250 mL, gelas ukur 100 mL, gelas kimia 250 mL, gelas kimia 400 mL, corong, labu erlenmeyer 500 ml, labu erlenmeyer berpenghisap 500 mL, kertas saring whatman, spatula, batang pengaduk, corong pisah 500 mL. labu evaporating 500 mL, labu epavorating 250 mL. Pemisahan pelarut yang terdapat dalam ekstrak lempuyang emprit dilakukan menggunakan alat evaporator (Buchi Oilbath B-485).


(11)

Peralatan yang dibutuhkan untuk karakterisasi produk adalah gelas kimia 400 mL, pipet tetes, pipa kapiler, tabung reaksi dan chamber untuk analisis kromatografi lapis tipis dan fitokimia. Karakterisasi gugus fungsi produk hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan alat fourier transform infrared (FTIR) SHIMADZU. Adapun pengukuran laju korosi dan efisiensi inhibisi zat inhibitor digunakan set alat weight loss yang terdapat di Laboratorium Kimia Fisika Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk rimpang lempuyang emprit (Zingiber amaricans) yang didapat dari toko baba kuya, metanol (CH4OH) p.a produksi Merck, etil asetat (C4H8O2) p.a produksi Merck, n-heksana (C6H14) p.a produksi Merck, aquades, dikoloro metana (CH2Cl2) p.a produksi Merck, HCl p.a produksi Merck, kloroform (CHCl3), KI, CH3COOH grasial, H2SO4 p.a produksi Merck, FeCl3, Mg.

3.3 Ekstraksi Rimpang Lempuyang Emprit

Rimpang lempuyang emprit disiapkan berbentuk serbuk, yang didapat dari toko di Bandung”. Pada penelitian ini maserasi dilakukan selama 24 jam dengan 3 kali penggantian pelarut. Serbuk rimpang lempuyang emprit tersebut dimaserasi menggunakan dua pelarut yaitu, metanol dan etilasetat. Ekstrak yang didapat disaring menggunakan corong Buchner untuk memisahkan residu dan filtratnya. Selanjutnya dilakukan evaporasi untuk memisahkan pelarut hingga didapat ekstrak pekat berwarna coklat tua. Untuk ekstrak dengan pelarut metanol, evaporasi dilakukan hingga ekstak yang didapat sebanyak ± 250 mL dan difraksinasi menggunakan pelarut n-heksana untuk memisahkan senyawa polar dan nonpolar. Senyawa yang terlarut dalam metanol yang bersifat polar kemudian dievaporasi kembali sehingga didapat ekstrak pekat.


(12)

3.4 Karakteriasi Hasil Ekstraksi

3.4.1 Uji Jumlah Komponen dengan KLT

Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan untuk mengetahui jumlah komponen senyawa campuran yang terekstraksi pada proses maserasi. Terdapat 2 jenis eluen yang digunakan yaitu, n-heksan:etilasetat dengan perbandingan 1:1 dan diklorometana:metanol dengan pebandingan 9,5:0,5. Lempeng KLT dipotong dengan ukuran 1,5 cm x 7 cm, dengan batas atas 1,5 cm dan batas bawah 2 cm. Pipa kapiler digunakan untuk meneteskan sampel pada lempeng KLT dalam bentuk spot (noda). Chamber diisi dengan fasa gerak. Lempeng KLT yang telah ditetesi sampel (noda) dimasukan ke dalam chamber yang telah terisi fasa gerak. Setelah noda sampai pada batas atas, lempeng diangkat lalu dianalisis jumlah dan tinggi noda dalam sinar UV.

3.4.2 Uji Skrining Fitokimia

Uji skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak rimpang lempuyang emprit. Uji fitokimia dilakukan terhadap golongan senyawa alkaloid, terpenoid, steroid, saponin, tanin dan flavonoid. Prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Terpenoid dan Steroid

Pemeriksaan terpenoid dan steroid dilakukan dengan mereakasikan ekstrak sebanyak 1 mL dengan 1 mL CH3COOH glasial dan 1 mL H2SO4pekat. Adanya terpenoid ditunjukan dengan timbulnya warna merah sedangkan adanya steroid ditunjukan dengan timbulnya warna biru atau ungu.

2. Pemeriksaan Tanin

Pemeriksaan tanin dilakukan dengan mereaksikan ekstrak sebanyak 1 mL dengan beberapa tetes FeCl31%. Adanya tanin ditunjukan dengan timbulnya warna biru tua.


(13)

3. Pemeriksaan Saponin

Pemeriksaan saponin dilakukan dengan mencampurkan ekstrak sebanyak 2 mL dengan aquades dalam tabung reaksi lalu dikocok dengan kuat selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukan dengan terbentuknya buih atau busa. 4. Pemeriksaan Alkaloid

Pemeriksaan alkaloid dilakukan dengan mereaksikan ekstrak sebanyak 1 mL ditambahkan dengan 5 tetes kloroform dan beberapa tetes pereaksi Mayer. Adanya alkaloid ditunjukan dengan terbentuknya endapan putih.Pereaksi Mayer dibuat dari 1 gram KI yang dilarutkan dalam 20 mL aquades sampai semuanya melarut. Lalu ke dalam KI tersebut ditambahkan 0,271 gram HgCl2 sampai larut.

5. Pemeriksaan Flavonoid

Pemeriksaan flavonoid dilakukan dengan mereaksikan ekstrak sebanyak 1 mL dengan 1 gram Mg dan 190 mL HCl pekat. Adanya flavonoid ditunjukan dengan timbulnya warna kuning.

3.4.3 Karakterisasi Gugus Fungsi dengan FTIR

Analisis gugus fungsi hasil ekstraksi dikarakterisasi menggunakan metode spektroskopi inframerah (FTIR). Pengukuran menggunakan alat fourier transform infrared (FTIR)-8400 SHIMADZU. Pengukuran metode ini dilakukan untuk mengetahui senyawa-senyawa yang terdapat dalam ekstrak rimpang lempuyang. Adapun prinsip kerja alat tersebut adalah adanya interaksi cahaya infrared dengan sampel. Interaksi antara sampel berupa senyawa organik dengan sinar infrared yang mengakibatkan molekul-nolekul bervibrasi, dimana besarnya energi tiap komponen molekul berbeda-beda tergantung pada atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya sehingga akan menghasilkan frekuensi yang berbeda.


(14)

3.5 Persiapan Sampel Uji Korosi 3.5.1 Persiapan Material

Pada penelitian ini digunakan sampel baja dalam bentuk lembaran berukuran 1x2 cm. Permukaan baja diampelas dengan menggunakan amplas besi. Permukaan yang telah halus dicuci kemudian dikeringkan sebelum ditimbang, baja dikaitkan menggunakan benang sehingga menggantung ditengah alat weight loss dan dicelupkan ke dalam larutan uji.

Gambar 3.2. Spesimen uji weight loss

3.5.2 Persiapan larutan induk dan larutan uji

Larutan media uji dibuat dengan mengencerkan HCl 12 M menjadi HCl 0,5 M dengan menggunakan pelarut air destilat. Sedangkan larutan induk inhibitor dibuat dalam konsentrasi 10.000 ppm dengan melarutkan 1 gram ekstrak ke dalam 100 mL air destilat.

(a) (b)

Gambar 3.3. (a) larutan uji, (b) larutan inhibitor lempuyang (pelarut mrtanol) dan lempuyang (pelarut etilastat)


(15)

3.6 Analisis kehilangan Berat (Weight Loss)

Tahapan ini dilakukan untuk mengukur laju korosi dan kemampuan inhibisi dari ekstrak lempuyang dengan metode weight loss. Ke dalam enam buah alat “weight loss”, dimasukkan larutan uji masing-masing 250 ml. Salah satu alat ditetapkan sebagai blanko, dan lima alat lainnya ditambahkan larutan ekstrak lempuyang sebagai inhibitor dengan variasi konsentrasi 40 ppm, 80 ppm, 120 ppm,160 ppm dan 200 ppm. Ke dalam masing-masing alat tersebut dialiri udara secara bubling menggunakan aerator dan dilaksanakan pada temperatur kamar. Sampel awal baja karbon ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam media uji dengan cara digantung menggunakan benang. Setelah 24 jam direndam, sampel baja karbon diangkat dan dicuci. Baja karbon ditimbang kembali. Selisih antara berat awal dengan berat akhir merupakan indikator adanya korosi pada baja karbon


(1)

Rimpang tanaman Serbuk rimpang

Ekstrak

Pengukuran dengan metode weight loss

Baja karbon

Spesimen baja

Efisiensi Laju korosi/ inhibisi Media korosi

HCl 0,5 M

Komponen Gugus fungsional

Preparasi Maserasi

Karakterisasi

Inhibitor korosi Elektroda

kerja

Gambar 3.1. Bagan alir penelitian

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan untuk memperoleh ekstrak rimpang lempuyang emprit (Zingiber amaricans) adalah toples besar, gelas ukur 500 mL, geas ukur 250 mL, gelas ukur 100 mL, gelas kimia 250 mL, gelas kimia 400 mL, corong, labu erlenmeyer 500 ml, labu erlenmeyer berpenghisap 500 mL, kertas saring whatman, spatula, batang pengaduk, corong pisah 500 mL. labu evaporating 500 mL, labu epavorating 250 mL. Pemisahan pelarut yang terdapat dalam ekstrak


(2)

Peralatan yang dibutuhkan untuk karakterisasi produk adalah gelas kimia 400 mL, pipet tetes, pipa kapiler, tabung reaksi dan chamber untuk analisis kromatografi lapis tipis dan fitokimia. Karakterisasi gugus fungsi produk hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan alat fourier transform infrared (FTIR) SHIMADZU. Adapun pengukuran laju korosi dan efisiensi inhibisi zat inhibitor digunakan set alat weight loss yang terdapat di Laboratorium Kimia Fisika Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk rimpang lempuyang emprit (Zingiber amaricans) yang didapat dari toko baba kuya, metanol (CH4OH) p.a produksi Merck, etil asetat (C4H8O2) p.a produksi Merck, n-heksana (C6H14) p.a produksi Merck, aquades, dikoloro metana (CH2Cl2) p.a produksi Merck, HCl p.a produksi Merck, kloroform (CHCl3), KI, CH3COOH grasial, H2SO4 p.a produksi Merck, FeCl3, Mg.

3.3 Ekstraksi Rimpang Lempuyang Emprit

Rimpang lempuyang emprit disiapkan berbentuk serbuk, yang didapat dari toko di Bandung”. Pada penelitian ini maserasi dilakukan selama 24 jam dengan 3 kali penggantian pelarut. Serbuk rimpang lempuyang emprit tersebut dimaserasi menggunakan dua pelarut yaitu, metanol dan etilasetat. Ekstrak yang didapat disaring menggunakan corong Buchner untuk memisahkan residu dan filtratnya. Selanjutnya dilakukan evaporasi untuk memisahkan pelarut hingga didapat ekstrak pekat berwarna coklat tua. Untuk ekstrak dengan pelarut metanol, evaporasi dilakukan hingga ekstak yang didapat sebanyak ± 250 mL dan difraksinasi menggunakan pelarut n-heksana untuk memisahkan senyawa polar dan nonpolar. Senyawa yang terlarut dalam metanol yang bersifat polar kemudian dievaporasi kembali sehingga didapat ekstrak pekat.


(3)

3.4 Karakteriasi Hasil Ekstraksi

3.4.1 Uji Jumlah Komponen dengan KLT

Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan untuk mengetahui jumlah komponen senyawa campuran yang terekstraksi pada proses maserasi. Terdapat 2 jenis eluen yang digunakan yaitu, n-heksan:etilasetat dengan perbandingan 1:1 dan diklorometana:metanol dengan pebandingan 9,5:0,5. Lempeng KLT dipotong dengan ukuran 1,5 cm x 7 cm, dengan batas atas 1,5 cm dan batas bawah 2 cm. Pipa kapiler digunakan untuk meneteskan sampel pada lempeng KLT dalam bentuk spot (noda). Chamber diisi dengan fasa gerak. Lempeng KLT yang telah ditetesi sampel (noda) dimasukan ke dalam chamber yang telah terisi fasa gerak. Setelah noda sampai pada batas atas, lempeng diangkat lalu dianalisis jumlah dan tinggi noda dalam sinar UV.

3.4.2 Uji Skrining Fitokimia

Uji skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak rimpang lempuyang emprit. Uji fitokimia dilakukan terhadap golongan senyawa alkaloid, terpenoid, steroid, saponin, tanin dan flavonoid. Prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Terpenoid dan Steroid

Pemeriksaan terpenoid dan steroid dilakukan dengan mereakasikan ekstrak sebanyak 1 mL dengan 1 mL CH3COOH glasial dan 1 mL H2SO4pekat. Adanya terpenoid ditunjukan dengan timbulnya warna merah sedangkan adanya steroid ditunjukan dengan timbulnya warna biru atau ungu.

2. Pemeriksaan Tanin

Pemeriksaan tanin dilakukan dengan mereaksikan ekstrak sebanyak 1 mL dengan beberapa tetes FeCl31%. Adanya tanin ditunjukan dengan timbulnya warna biru tua.


(4)

3. Pemeriksaan Saponin

Pemeriksaan saponin dilakukan dengan mencampurkan ekstrak sebanyak 2 mL dengan aquades dalam tabung reaksi lalu dikocok dengan kuat selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukan dengan terbentuknya buih atau busa. 4. Pemeriksaan Alkaloid

Pemeriksaan alkaloid dilakukan dengan mereaksikan ekstrak sebanyak 1 mL ditambahkan dengan 5 tetes kloroform dan beberapa tetes pereaksi Mayer. Adanya alkaloid ditunjukan dengan terbentuknya endapan putih.Pereaksi Mayer dibuat dari 1 gram KI yang dilarutkan dalam 20 mL aquades sampai semuanya melarut. Lalu ke dalam KI tersebut ditambahkan 0,271 gram HgCl2 sampai larut.

5. Pemeriksaan Flavonoid

Pemeriksaan flavonoid dilakukan dengan mereaksikan ekstrak sebanyak 1 mL dengan 1 gram Mg dan 190 mL HCl pekat. Adanya flavonoid ditunjukan dengan timbulnya warna kuning.

3.4.3 Karakterisasi Gugus Fungsi dengan FTIR

Analisis gugus fungsi hasil ekstraksi dikarakterisasi menggunakan metode spektroskopi inframerah (FTIR). Pengukuran menggunakan alat fourier transform infrared (FTIR)-8400 SHIMADZU. Pengukuran metode ini dilakukan untuk mengetahui senyawa-senyawa yang terdapat dalam ekstrak rimpang lempuyang. Adapun prinsip kerja alat tersebut adalah adanya interaksi cahaya infrared dengan sampel. Interaksi antara sampel berupa senyawa organik dengan sinar infrared yang mengakibatkan molekul-nolekul bervibrasi, dimana besarnya energi tiap komponen molekul berbeda-beda tergantung pada atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya sehingga akan menghasilkan frekuensi yang berbeda.


(5)

3.5 Persiapan Sampel Uji Korosi 3.5.1 Persiapan Material

Pada penelitian ini digunakan sampel baja dalam bentuk lembaran berukuran 1x2 cm. Permukaan baja diampelas dengan menggunakan amplas besi. Permukaan yang telah halus dicuci kemudian dikeringkan sebelum ditimbang, baja dikaitkan menggunakan benang sehingga menggantung ditengah alat weight loss dan dicelupkan ke dalam larutan uji.

Gambar 3.2. Spesimen uji weight loss

3.5.2 Persiapan larutan induk dan larutan uji

Larutan media uji dibuat dengan mengencerkan HCl 12 M menjadi HCl 0,5 M dengan menggunakan pelarut air destilat. Sedangkan larutan induk inhibitor dibuat dalam konsentrasi 10.000 ppm dengan melarutkan 1 gram ekstrak ke dalam 100 mL air destilat.


(6)

3.6 Analisis kehilangan Berat (Weight Loss)

Tahapan ini dilakukan untuk mengukur laju korosi dan kemampuan inhibisi dari ekstrak lempuyang dengan metode weight loss. Ke dalam enam buah alat “weight loss”, dimasukkan larutan uji masing-masing 250 ml. Salah satu alat ditetapkan sebagai blanko, dan lima alat lainnya ditambahkan larutan ekstrak lempuyang sebagai inhibitor dengan variasi konsentrasi 40 ppm, 80 ppm, 120 ppm,160 ppm dan 200 ppm. Ke dalam masing-masing alat tersebut dialiri udara secara bubling menggunakan aerator dan dilaksanakan pada temperatur kamar. Sampel awal baja karbon ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam media uji dengan cara digantung menggunakan benang. Setelah 24 jam direndam, sampel baja karbon diangkat dan dicuci. Baja karbon ditimbang kembali. Selisih antara berat awal dengan berat akhir merupakan indikator adanya korosi pada baja karbon


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Metanol Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma dan Otot Gastroknemius Mencit Sebelum Latihan Fisik Maksimal

1 39 73

AKTIVITAS PENANGKAPAN RADIKAL EKSTRAK ETANOL DAUN LEMPUYANG EMPRIT (Zingiber amaricans Bl.) DAN Aktivitas Penangkapan Radikal Ekstrak Etanol Daun Lempuyang Emprit (Zingiber Amaricans Bl.) Dan Fraksi-Fraksinya Dengan Metode DPPH Serta Penetapan Kadar Feno

0 1 13

AKTIVITAS PENANGKAPAN RADIKAL EKSTRAK ETANOL DAUN LEMPUYANG EMPRIT (Zingiber amaricans Bl.) DAN FRAKSI-FRAKSINYA DENGAN METODE DPPH SERTA PENETAPAN Aktivitas Penangkapan Radikal Ekstrak Etanol Daun Lempuyang Emprit (Zingiber Amaricans Bl.) Dan Fraksi-Fra

0 3 10

AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL RIMPANG LEMPUYANG GAJAH (Zingiber zerumbet L.) DAN RIMPANG AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL RIMPANG LEMPUYANG GAJAH (Zingiber zerumbet L.) DAN RIMPANG LEMPUYANG EMPRIT (Zingiber littorale Val.) TERHADAP SEL KANKER P

0 1 16

POTENSI PROTOPORFIRIN DARI LIMBAH DARAH HASIL PEMOTONGAN AYAM SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM MEDIUM HCl 0,5 M.

0 4 21

EKSTRAK DAUN SAWO (Manilkara zapota L.) SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA St.37 DALAM MEDIUM ASAM KLORIDA.

6 21 6

EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA St. 37 DALAM MEDIUM ASAM KLORIDA.

1 6 5

POTENSI PROTOPORFIRIN DARI LIMBAH DARAH HASIL PEMOTONGAN AYAM SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM MEDIUM HCl 0,5 M - repositoryUPI S KIM 1106166 Title

0 0 3

PEMANFAATAN EKSTRAK RIMPANG LEMPUYANG EMPRIT (Zingiber Amaricans) SEBAGAI ALTERNATIF INHIBITOR KOROSI BAJA DALAM MEDIUM ASAM (HCl 0,5 M) - repository UPI S KIM 0801356 Title

0 1 3

Pemanfaatan Ekstrak Biji Kakao (Theobrama cacao) sebagai Inhibitor Korosi Baja dalam Medium Udara dan Asam Klorida - Universitas Negeri Padang Repository

0 0 65