POTENSI PROTOPORFIRIN DARI LIMBAH DARAH HASIL PEMOTONGAN AYAM SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM MEDIUM HCl 0,5 M.

(1)

POTENSI PROTOPORFIRIN DARI LIMBAH DARAH HASIL PEMOTONGAN AYAM SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON

DALAM MEDIUM HCl 0,5 M

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Oleh : HANDI RISA

1106166

PROGRAM STUDI KIMIA DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

POTENSI PROTOPORFIRIN DARI LIMBAH DARAH HASIL PEMOTONGAN AYAM SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON

DALAM MEDIUM HCl 0,5 M

Oleh Handi Risa

1106166

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Kimia Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam

© Handi Risa 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

HANDI RISA

POTENSI PROTOPORFIRIN DARI LIMBAH DARAH HASIL PEMOTONGAN AYAM SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON

DALAM MEDIUM HCl 0,5 M

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I

Dr. Yayan Sunarya, M.Si. NIP. 196102081990031004

Pembimbing II

Heli Siti Halimatul M., M.Si, Ph.D. NIP. 197907302001122002

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Dr. rer. nat. Ahmad Mudzakir, M.Si. NIP. 196611211991031002


(4)

ABSTRAK

Korosi merupakan permasalahan utama dalam proses pencucian logam menggunakan asam (proses pickling). Agar logam tidak terkena korosi selama proses pickling berlangsung, maka perlu dilakukan langkah pengendalian korosi yang mudah, murah dan aman dilakukan, salah satunya dengan penambahan inhibitor korosi yang berasal dari bahan alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi senyawa protoporfirin yang berasal dari limbah darah hasil pemotongan ayam sebagai inhibitor korosi baja karbon dalam lingkungan asam klorida. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu ekstraksi hemin dari darah ayam dan konversinya menjadi protoporfirin mengacu pada metode baku yang dikembangkan oleh Hans Fischer. Tahap kedua yaitu karakterisasi senyawa menggunakan FTIR, AAS dan uji kualitatif protein dengan metode biuret. Tahap ketiga yaitu pengujian potensi protoporfirin sebagai inhibitor korosi menggunakan metode spektroskopi impedansi elektrokimia (EIS) dan polarisasi potensiodinamik (Tafel). Berdasarkan hasil ekstraksi, untuk setiap 100 mL darah ayam yang digunakan, rata-rata dihasilkan randemen hemin sebanyak 0,1 gram. Pada proses konversi, dari 1 gram hemin diperoleh protoporfirin dengan randemen sebanyak 0,6285 gram. Uji biuret menunjukkan bahwa sampel darah positif mengandung protein, sedangkan serbuk hemin menunjukkan hasil yang negatif. Hasil AAS menunjukkan kadar Fe dalam hemin dan protoporfirin berturut-turut sebesar 49,5 ppm dan 10,1 ppm, yang mengindikasikan lepasnya atom pusat Fe dari hemin setelah proses konversi. Hasil karakterisasi FTIR mengindikasikan serapan gugus fungsi senyawa organik hemin dan protoporfirin. Hasil spektroskopi impedansi elektrokimia (EIS) menunjukkan efisiensi inhibisi maksimal hanya mencapai 11,68 % dengan penambahan 80 ppm protoporfirin pada suhu 298 K. Hasil Tafel menunjukkan bahwa pada suhu 298 K protoporfirin dapat menekan terjadinya proses katodik, meskipun perubahan yang dihasilkan tidak signifikan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa protoporfirin tidak berpotensi sebagai inhibitor korosi.


(5)

ABSTRACT

Corrosion is a major problem in the pickling process. In order for the metal not exposed to corrosion during pickling process, it needs technique to control the corrosion easily, cheaply and safely to do. One of the technique is addition of corrosion inhibitors from natural materials. The aim of this research is to know the potential of protoporphyrin compounds are sourced from waste chicken’s blood as carbon steel corrosion inhibitor in hydrochloric acid. There are three steps to achieve these aim. The first step is the extraction hemin from chicken’s blood and it’s conversion into protoporphyrin refers to a standard method developed by Hans Fischer. The second step is the characterization of compounds using FTIR, AAS and qualitative test protein with biuret method. The last step is testing the potential of protoporphyrin as a corrosion inhibitor using electrochemical impedance spectroscopy (EIS) and potentiodynamic polarization (Tafel). Based on the results of extraction, for every 100 mL of chicken’s blood, obtained an average yield of hemin as much as 0.1 grams. In the conversion process, is obtained protoporphyrin yield as much as 0.6285 gram from 1 gram of hemin used. Biuret test showed that blood samples positive for protein, while the hemin powder showed negative results. AAS results showed Fe levels of hemin and protoporphyrin are 49.5 ppm and 10.1 ppm, which indicates the release of the central atom Fe of the hemin after the conversion process. FTIR characterization results indicated absorptivity of functional groups of organic compounds hemin and protoporphyrin. The results of electrochemical impedance spectroscopy (EIS) showed the maximum inhibition efficiency is only reached 11.68% with the addition of 80 ppm protoporphyrin at 298 K. Tafel results showed that protoporphyrin can reduce the cathodic process at 298 K, although it showed insignificant change. Based on these results, it can be concluded that protoporphyrin isn’t potential as a corrosion inhibitor.


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah . ... 3

1.3 Batasan Masalah Penelitian ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Definisi Korosi ... 4

2.2 Jenis-jenis Korosi ... 5

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Laju Korosi ... 7

2.4 Korosi dalam Medium HCl ... 8

2.5 Pengendalian Korosi ... 9

2.6 Inhibitor Korosi ... 10

2.7 Mekanisme Kerja Inhibitor Korosi ... 11

2.8 Metode Pengujian Inhibitor Korosi ... 12

2.9 Hemin ... 16

2.10 Porfirin ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 18

3.2 Desain Penelitian ... 18


(7)

3.4 Ekstraksi Hemin dari Limbah Darah Ayam ... 20

3.5 Konversi Hemin menjadi Protoporfirin ... 20

3.6 Karakterisasi Hemin dan Protoporfirin Hasil Percobaan ... 21

3.7 Penentuan Laju Korosi dan Efisiensi Inhibisi .. ... 21

3.7.1 Preparasi Larutan Uji dan Larutan Induk ... 21

3.7.2 Preparasi Spesimen Uji dan Sel Elektrokimia ... 22

3.7.3 Prosedur Pengujian ... 22

3.7.3.1 Open Circuit Potential (OCP) ... 23

3.7.3.2 Uji Impedansi dengan Metode EIS ... 23

3.7.3.3 Uji Polarisasi dengan Metode Tafel ... 23

3.7.3.4 Pengujian Inhibisi Protoporfirin ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Ekstraksi Hemin dari Darah Ayam ... 24

4.2 Konversi Hemin menjadi Protoporfirin ... 25

4.3 Pengujian Inhibisi Senyawa Protoporfirin ... 28

4.3.1 Metode Spektroskopi Impedansi Elektrokimia (EIS) ... 29

4.3.2 Metode Polarisasi Potensiodinamik (Tafel) ... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(8)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Baja karbon merupakan salah satu material yang banyak diaplikasikan dalam bidang industri karena sifat mekanik yang dimilikinya cukup baik, harganya yang relatif murah dan mudah dalam proses fabrikasinya (Firmansyah, 2011). Akan tetapi dalam jangka waktu tertentu, material berbahan dasar baja karbon rentan mengalami penurunan kualitas akibat pengotor yang berada pada permukaannya (Diponegoro et al., 2001). Pengotor tersebut dapat berupa karat ataupun oksida-oksida besi yang terbentuk karena faktor lingkungan sekitar. Pada umumnya, cara efektif yang digunakan untuk merevitalisasi kualitas material berbahan dasar logam, dalam hal ini baja karbon yaitu dengan proses pencucian logam menggunakan asam (proses pickling) (Diponegoro et al., 2001).

Namun demikian, meskipun proses pickling dinilai mampu secara efektif membersihkan pengotor dari permukaan baja karbon, penggunaan asam dalam proses ini dapat menimbulkan masalah baru karena pada dasarnya hampir semua asam dapat mengkorosi permukaan logam (Umoren et al., 2014). Oleh karena itu, diperlukan suatu inhibitor korosi yang dapat melindungi permukaan logam selama proses pickling berlangsung, sehingga ketika proses pickling dilakukan, pengotor dapat dibersihkan oleh asam, sementara permukaan logam dilindungi oleh inhibitor korosi.

Inhibitor korosi dapat berasal dari senyawa anorganik maupun senyawa organik yang tersusun dari gugus-gugus fungsi yang memiliki pasangan elektron bebas, seperti fosfat, kromat nitrit, imidazolin, fenilalanin, dan senyawa-senyawa amina lain (Haryono et al., 2010). Akan tetapi, senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa sintetis yang berbahaya, tidak ramah lingkungan, dan harganya pun cukup mahal (Gusti et al., 2013). Oleh karena itu, inhibitor korosi yang berasal dari bahan alam dapat dijadikan sebagai alternatif karena pada dasarnya senyawa bahan alam termasuk ke dalam senyawa yang aman untuk digunakan, mudah dan murah dalam produksinya, mudah terurai


(9)

2

(biodegradable), ramah lingkungan serta bahan bakunya tersedia melimpah di alam (Ostovari et al., 2009).

Senyawa yang berasal dari bahan alam, khususnya senyawa-senyawa yang mengandung atom N, O, P, S, dan ikatan rangkap dapat dijadikan sebagai inhibitor korosi alternatif karena kemampuannya yang dapat terlibat dalam proses inhibisi senyawa pada permukaan logam (Gusti et al., 2013).

Sampai saat ini, sebagian besar bahan alam yang sudah diteliti sebagai inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak tumbuhan. Dari berbagai ekstrak yang pernah diteliti menunjukkan hasil yang beragam, diantaranya ekstrak tanaman brotowali dengan persen inhibisi mencapai 70 hingga 80 % (Hussin et al., 2011), ekstrak gambir dengan persen efisiensi inhibisi mencapai 95 % (Hussin dan Kassim, 2011) dan ekstrak kayu manis yang menghasilkan persen inhibisi sebesar 80 hingga 90 % (Shivakumar dan Mohana, 2013). Namun, dari beberapa bahan alam yang telah diteliti sebagai inhibitor korosi, belum pernah ada yang melakukan penelitian terkait dengan potensi senyawa protoporfirin yang terkandung dalam sel darah merah.

Protoporfirin merupakan senyawa bahan alam turunan porfirin yang dikenal sebagai pigmen dalam sel darah merah. Protoporfirin lebih banyak dipelajari dalam bidang farmakologi, dalam hal ini protoporfirin dimodifikasi dengan suatu logam sehingga dihasilkan kompleks logam-protoporfirin (MPP) yang kemudian digunakan sebagai fotosentisizer untuk pengobatan tumor dan kanker. Beberapa MPP yang pernah diteliti diantaranya SnPP, CuPP dan ZnPP (Rattan dan Chakder dalam Wang et al, 2013). Dari beberapa MPP yang pernah diteliti, sampai saat ini ZnPP lebih banyak dikembangkan karena dinilai lebih efektif dalam menghambat aktivitas pertumbuhan sel tumor (Wang et al, 2013). Aspek yang dikembangkan pada ZnPP salah satunya yaitu pemilihan pembawa (carrier), aspek ini didasarkan karena ZnPP yang bersifat tidak larut dalam air (Nakamura et al., 2011; Fang et al., 2012).

Dari beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya, ternyata penelitian yang terkait dengan protoporfirin masih terbatas dalam bidang farmakologi. Padahal bila dilihat dari strukturnya protoporfirin memiliki potensi untuk dijadikan sebagai inhibitor korosi. Potensi tersebut didasarkan oleh adanya empat


(10)

3

buah atom N yang tersusun pada struktur protoporfirin. Keempat atom N ini diharapkan mampu terlibat dalam proses inhibisi senyawa protoporfirin pada permukaan logam, karena seperti yang telah diketahui bahwa atom N merupakan salah satu atom yang menjadi syarat suatu senyawa dapat digunakan sebagai inhibitor korosi (Gusti et al., 2013).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan pengujian inhibisi senyawa protoporfirin untuk mengetahui potensinya sebagai inhibitor korosi baja karbon dalam lingkungan asam.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana mengekstrak hemin dari darah ayam? b. Bagaimana mengkonversi hemin menjadi protoporfirin?

c. Bagaimana potensi protoporfirin sebagai inhibitor korosi baja karbon dalam medium asam klorida 0,5 M?

1.3 Batasan Masalah Penelitian

Agar penelitian lebih terarah dan mencapai sasaran yang diharapkan maka perlu dilakukan pembatasan masalah penelitian, yaitu sebagai berikut:

a. Logam yang digunakan dalam pengujian adalah baja karbon jenis API 5L X65.

b. Medium uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan HCl 0,5 M. c. Konsentrasi senyawa porfirin yang digunakan mulai dari 40, 80, 120, 160

dan 200 ppm dan diuji pada suhu 298, 308 dan 318 K.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui potensi senyawa protoporfirin hasil ekstraksi dan konversi hemin yang berasal dari darah ayam sebagai inhibitor korosi baja karbon dalam medium asam klorida.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu adanya wawasan baru terkait potensi protoporfirin sebagai material alternatif inhibitor korosi baja karbon pada proses pickling logam dalam medium asam klorida.


(11)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Agustus 2015. Ekstraksi hemin dan konversinya menjadi protoporfirin dilakukan di Laboratorium Kimia Material UPI. Analisis Fourier Transform Infrared (FTIR)

dan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) dilakukan di Laboratorium

Penelitian Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB. Analisis kualitatif protein menggunakan metode biuret terhadap sampel darah ayam dan hemin hasil ekstraksi dilakukan di Laboratorium Kimia Material UPI. Pengujian potensi inhibisi protoporfirin menggunakan metode spektroskopi impedansi elektrokimia (EIS) dan polarisasi potensiodinamik (Tafel) dilakukan di Laboratorium Pengujian Inhibitor Korosi ITB.

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi protoporfirin pada proses inhibisi korosi baja karbon dalam larutan HCl 0,5 M. Secara umum, penelitian ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama yaitu ekstraksi hemin dari darah ayam dan konversinya menjadi protoporfirin mengacu pada metode baku yang dikembangkan oleh Hans Fischer. Tahap kedua yaitu karakterisasi senyawa produk ekstraksi dan konversi. Tahap ketiga yaitu pengujian potensi protoporfirin sebagai inhibitor korosi baja karbon dalam medium HCl 0,5 M menggunakan metode spektroskopi impedansi elektrokimia (EIS) dan polarisasi potensiodinamik (Tafel). Oleh karena itu, prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini diantaranya;

1. Preparasi alat dan bahan,

2. Ekstraksi hemin dari limbah darah ayam, 3. Konversi hemin menjadi protoporfirin,

4. Karakterisasi senyawa hasil ekstraksi dan konversi, 5. Pembuatan larutan induk untuk pengujian inhibitor,

6. Pengujian potensi produk hasil modifikasi sebagai inhibitor korosi baja karbon dalam larutan HCl 0,5 M dengan metode Tafel dan EIS.


(12)

19

Secara sederhana, tahapan prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk diagram alir sebagai berikut:

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Peralatan yang digunakan pada proses ekstraksi hemin dan proses konversinya menjadi protoporfirin antara lain: alat-alat gelas, spatula, termometer 100 oC, batang pengaduk magnet, hotplate, kertas saring dan 1 set alat refluks. Peralatan yang digunakan untuk karakterisasi produk yang dihasilkan dalam penelitian ini antara lain: instrumen Fourier Transform Infrared (FTIR) Prestige 21 Shimadzu dan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) yang masing masing digunakan untuk mengetahui gugus fungsi dan kadar besi yang terkandung dalam hemin maupun protoporfirin. Beberapa peralatan gelas, seperti gelas kimia, tabung reaksi dan pipet tetes digunakan untuk uji kualitatif protein menggunakan metode biuret. Gamry Instrument Reference 300 digunakan untuk pengujian efisiensi inhibisi inhibitor.


(13)

20

3.3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: darah ayam, asam asetat glasial 98 % produksi Bratachem, NaCl teknis produksi Bratachem, natrium sitrat, amonium asetat p.a., HCl p.a. produksi Merck, asam format 98% produksi Bratachem, serbuk Fe, pereaksi biuret. Bahan elektroda kerja dibuat dari baja karbon jenis American Petroleum Institute (API) 5L grade X65 dengan komposisi sebagai berikut (dalam persen):

C Mn Si P S Cr Cu Ni Mo Al Fe

0,065 1,54 0,25 0,013 0,001 0,05 0,04 0,04 0,007 0,041 97,953 (Sumber: Farelas et al., 2012) 3.4 Ekstraksi Hemin dari Limbah Darah Ayam

300 mL asam asetat dimasukkan ke dalam gelas kimia, kemudian ditambahkan 15 mL aquades dan 0,05 gram NaCl. Selanjutnya campuran dipanaskan hingga suhu mencapai 90 oC. Setelah suhu mencapai 90 oC, pemanasan dihentikan kemudian 100 mL darah ayam yang sebelumnya telah diberi zat antikoagulan ditambahkan sedikit demi sedikit melalui pipet tetes. Selama penambahan darah ayam, pengadukan terus dilakukan secara kontinu. Setelah semua darah ditambahkan, campuran dipanaskan kembali pada suhu 90 o

C selama 15 menit. Serbuk hemin akan terbentuk dan mengendap setelah larutan produk dibiarkan semalaman. Keesokan harinya, endapan dipisahkan dari supernatan melalui proses dekantasi. Selanjutnya, endapan yang masih bercampur dengan asam asetat glasial dicuci dengan aquades dan dibiarkan kembali semalaman. Serbuk yang sudah dicuci disaring dan dikeringkan pada temperatur ruangan.

3.5 Konversi Hemin menjadi Protoporfirin

Ke dalam labu dasar bulat leher tiga yang telah dipasangkan dengan kondensor refluks dan magnetik stirer, ditambahkan serbuk hemin sebanyak 1 gram dan 70 mL asam format 98 %. Campuran kemudian dipanaskan sambil dilakukan pengadukan hingga mendidih. Setelah mendidih, 2,3 gram serbuk besi dibagi menjadi beberapa bagian dan ditambahkan ke dalam campuran selama periode waktu 20 – 30 menit. Setelah semua serbuk besi ditambahkan, campuran


(14)

21

direfluks selama 15 menit. Setelah itu, larutan didinginkan dan disaring. Filtrat yang dihasilkan kemudian ditambahkan dengan amonium asetat encer. Endapan yang terbentuk kemudian disaring menggunakan kertas saring dan dikeringkan pada temperatur ruangan.

3.6 Karakterisasi Hemin dan Protoporfirin Hasil Percobaan

Analisis gugus fungsi hemin dan protoporfirin dilakukan menggunakan instrumen Fourier Transform Infrared (FTIR) (Prestige 21 Shimadzu). Penentuan kadar besi yang terkandung dalam hemin dan protoporfirin dilakukan dengan menggunakan instrumen Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Identifikasi keberadaan protein dalam hemin hasil ekstraksi dilakukan menggunakan analisis kualitatif protein dengan metode biuret.

3.7 Penentuan Laju Korosi dan Efisiensi Inhibisi

Penentuan laju korosi dan efisiensi inhibisi dilakukan untuk mengetahui potensi protoporfirin yang dihasilkan dari penelitian ini dalam menghambat korosi baja karbon dalam medium HCl 0,5 M. Sebelum pengujian dilakukan, beberapa tahapan preparasi yang dilakukan yaitu sebagai berikut :

3.7.1 Preparasi Larutan Uji dan Larutan Induk

Larutan uji dibuat dengan mengencerkan HCl 12 M menjadi larutan HCl HCl 0,5 M menggunakan pelarut aquades. Sementara itu, larutan induk inhibitor dibuat dalam konsentrasi 20.000 ppm dengan melarutkan 0,2 gram serbuk protoporfirin dalam 10 mL asam format 98 %.

(a) (b)


(15)

22

3.7.2 Preparasi Spesimen Uji dan Sel Elektrokimia

Pada pengujian dengan sistem sel elektrokimia, wadah yang digunakan terdiri dari dua buah gelas kimia yang saling terhubung satu sama lain. Bagian luar gelas kimia berukuran besar, sementara bagian dalam wadah terdapat gelas kimia berukuran kecil yang digunakan sebagai wadah larutan uji. Sedangkan diantara kedua buah gelas kimia tersebut terdapat ruang kosong yang digunakan untuk sirkulasi air sehingga berfungsi sebagai termostat. Selain itu, penutup wadah sel elektrokimia terbuat dari karet dengan empat buat lubang yang berfungsi untuk memasukkan elektroda kerja (baja karbon), elektroda acuan (elektroda kalomel jenuh, SCE), elektroda bantu (platina) dan termometer ke dalam larutan uji. Elektroda kerja dibuat dengan memotong baja karbon, dibubut hingga diameter ± 1 cm kemudian direkatkan dengan resin epoksi. Sebelum pengukuran secara elektrokimia dilakukan, permukaan elektroda kerja dihaluskan menggunakan kertas ampelas SiC (grade 600, 800, 1000 dan 1200), dibilas dengan aquades dan aseton untuk menghilangkan lemak, produk korosi atau senyawa inhibitor yang menempel. Setelah proses pencucian, elektroda dikeringkan pada temperatur ruang.

(a) (b)

Gambar 3.3 (a) Elektroda Kerja dan (b) Sel elektrokimia 3.7.3 Prosedur Pengujian

Ke dalam wadah sel elektrokimia yang sebelumnya sudah dilengkapi dengan batang pengaduk magnet, dimasukkan medium uji berupa larutan HCl 0,5 M. Elektroda yang digunakan terdiri dari elektroda kerja, elektroda acuan dan elektroda bantu. Semua elektroda dan termometer dicelupkan kedalam media uji disertai dengan pengadukan. Ketiga elektroda dihubungkan dengan Gamry Instrument Reference 300. Ketika proses pengujian berlangsung, pasangan elektroda kerja dan elektroda rujukan akan mengukur potensial sel, sementara itu pasangan elektroda kerja dan elektroda bantu mengukur arus korosi. Semua hasil


(16)

23

pengukuran akan diproses oleh komputer menggunakan program Gamry Echem Analyst.

3.7.3.1 Open Circuit Potential (OCP)

Sebelum dilakukan pengukuran, sel elektrokimia berisi media uji yang telah ditambahkan inhibitor dibiarkan selama 25 menit agar antaraksi antarmuka baja karbon dengan larutan mencapai keadaaan mantap (steady state). Tercapainya keadaan ini ditunjukkan oleh nilai Open Circuit Potentaial (OCP) yang relatif stabil. Jika nilai OCP sudah menunjukkan harga konstan < 0,1 mV/menit, pengukuran dengan metode EIS maupun dengan metode tafel dapat dilakukan.

3.7.3.2 Uji Impedansi dengan Metode EIS

Sebelum pengujian dilakukan, terlebih dahulu mengisi beberapa pengaturan pada alat potensiostat yang diperlukan selama proses pengujian, diantaranya rentang frekuensi yang diterapkan mulai dari 50 kHz hingga 50 mHz, waktu OCP selama 4 menit dan luas area elektroda kerja yang digunakan sebesar 1,038 cm2. Pengukuran dilakukan setelah keadaan mantap (steady state) tercapai. 3.7.3.3 Uji Polarisasi dengan Metode Tafel

Sebelum pengujian dilakukan, terlebih dahulu mengisi beberapa pengaturan pada alat potensiostat yang diperlukan selama proses pengujian, diantaranya potensial DC yang diterapkan sebesar ± 75 mV relatif terhadap nilai potensial korosi. Kurva polarisasi potensiodinamik dipindai dengan laju sapuan konstan pada 0,5 mV.s-1 (ASTM G5 dalam Sunarya, 2008).

3.7.3.4 Pengujian Inhibisi Protoporfirin

Pengukuran dilakukan secara kontinu, yakni pengukuran blanko, kemudian dilanjutkan pengukuran dengan adanya penambahan variasi konsentrasi inhibitor mulai dari 40, 80, 120, 160 hingga 200 ppm pada satu suhu. Suhu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 298, 308 dan 318 K. Setiap akan memulai pengukuran pada temperatur yang berbeda diawali dengan pengukuran blanko. Setelah pengukuran semua variasi konsentrasi telah selesai pada satu suhu, sel dibersihkan dan diatur ulang untuk temperatur berikutnya sampai semua temperatur diuji.


(17)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan

1. Hemin dapat diekstrak dari limbah darah hasil pemotongan ayam menggunakan metode Hans Fischer, dengan menambahkan darah ayam ke dalam campuran asam asetat glasial dan NaCl pada suhu 90 oC. 2. Hemin dapat diubah menjadi protoporfirin menggunakan metode Hans

Fischer melalui proses refluks campuran hemin, serbuk Fe dan asam format.

3. Protoporfirin tidak efektif untuk dijadikan sebagai inhibitor korosi dalam medium asam klorida, hal ini didasarkan oleh efisiensi inhibisi yang sangat kecil dengan adanya penambahan senyawa tersebut.

5.2Saran

1. Perlu adanya karakterisasi lebih lanjut untuk lebih memastikan struktur protoporfirin yang dihasilkan dari percobaan.

2. Perlu adanya proses lebih lanjut untuk memecah senyawa protoporfirin menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehingga dapat dimodifikasi menjadi senyawa yang mampu berperan aktif dalam proses inhibisi.

3. Perlu dilakukan pengujian variasi konsentrasi asam untuk mengetahui konsentrasi asam yang optimum agar dihasilkan efisiensi inhibisi protoporfirin yang maksimal.


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Ashassi-Sorkhabi, H., Majidi, M. R., & Seyyedi, K. (2004). Investigation of inhibition effect of some amino acids against steel corrosion in HCl solution. Applied surface science, 225(1), 176-185.

Bentiss, F., Lebrini, M., & Lagrenée, M. (2005). Thermodynamic characterization of metal dissolution and inhibitor adsorption processes in mild steel/2, 5-bis (n-thienyl)-1, 3, 4-thiadiazoles/hydrochloric acid system. Corrosion Science, 47(12), 2915-2931.

Board Of Consultants and Engineers, N. I. I. R. (2005). The Complete Technology Book on Dyes & Pigments Asia Pacific Business Press Inc, 267.

Colowick, S. P., & Kaplan, N. O. (1957). Special techniques for the enzymologist. Elsevier.

Dalimunthe, I. S. (2004). Kimia dari Inhibitor Korosi. e-USU Repository.

Diponegoro, I., Iwan, Ahmad, H., Bindar, Y. (2001). Optimasi Parameter

Penghilangan Scale pada Baja Lembaran Panas. Seminar Nasional

Rekayasa Kimia dan Proses 2001: Prosiding, Semarang.

Dolphin, D. (Ed.). (1978). The Porphyrins: Structure and Synthesis. Part A. Academic press.

Eicher, T., Hauptmann, S., & Speicher, A. (2013). The Chemistry of Heterocycles: Structures, Reactions, Synthesis, and Applications 3rd. John Wiley & Sons. Fahrurrozie, A., Sunarya, Y., & Mudzakir, A. (2009). Efisiensi Inhibisi Cairan

Ionik Turunan Imidazolin sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon dalam Larutan Elektrolit Jenuh Karbon Dioksida. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, 1(2).

Fang, J., Greish, K., Qin, H., Liao, L., Nakamura, H., Takeya, M., & Maeda, H. (2012). HSP32 (HO-1) inhibitor, copoly (styrene-maleic acid)-zinc protoporphyrin IX, a water-soluble micelle as anticancer agent: in vitro and in vivo anticancer effect. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics, 81(3), 540-547.


(19)

40

Farelas, F., Choi, Y. S., & Nešic, S. (2012). Corrosion behavior of API 5L X65 carbon steel under supercritical and liquid carbon dioxide phases in the presence of water and sulfur dioxide. Corrosion, 69(3), 243-250.

Fessenden, R.J. dan Fessenden J.S. (1986). Kimia Organik Edisi Ketiga (Jilid 2). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Firmansyah, D. (2011). Studi Inhibisi Korosi Baja Karbon dalam Larutan Asam 1 M HCl oleh Ekstrak Daun Sirsak (Annona Muricata). Tesis. Universitas Indonesia.

Florkin, M., & Stotz, E. H. (Eds.). (2014). Pyrrole Pigments, Isoprenoid Compounds and Phenolic Plant Constituents: Comprehensive Biochemistry (Vol. 9). Elsevier.

Grinstein, M. (1947). Studies of protoporphyrin VII. A simple and improved method for the preparation of pure protoporphyrin from hemoglobin. Journal of Biological Chemistry, 167(2), 515-519.

Gusti, D. R., Farid, F., & Lestari, I. (2013). Ekstrak Kulit Kayu Akasia Sebagai Inhibitor pada Laju Korosi Baja Lunak dalam Media Asam Sulfat. Prosiding SEMIRATA 2013, 1(1).

Hakim, A. A. (2011). Pengaruh Inhibitor Korosi Berbasiskan Senyawa Fenolik untuk Proteksi Pipa Baja Karbon pada Lingkungan 0.5, 1.5, 2.5, 3.5 %

NaCl yang Mengandung Gas CO2. Skripsi, Departemen Material dan

Metalurgi UI.

Halimatuddahliana. (2013). “Pencegahan Korosi dan Scale pada Proses Produksi

Minyak Bumi.” USU digital library.

Haryono, G., Sugiarto, B., Farid, H., & Tanoto, Y. (2010). Ekstrak Bahan Alam Sebagai Inhibitor Korosi. In Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia

“Kejuangan.

Helen, L. Y. S., Rahim, A. A., Saad, B., Saleh, M. I., Raja, P. B. (2014). Aquilaria Crassna Leaves Extracts – a Green Corrosion Inhibitor for Mild Steel in 1 M HCl Medium. Int. J. Electrochem. Sci. 9, 830 – 846

Hussin, M. H., Kassim, M. J., Razali, N. N., Dahon, N. H., & Nasshorudin, D. (2011). The effect of tinospora crispa extracts as a natural mild steel corrosion inhibitor in 1M HCl solution. Arabian Journal of Chemistry.


(20)

41

Hussin, M. H., & Kassim, M. J. (2011). The corrosion inhibition and adsorption behavior of Uncaria gambir extract on mild steel in 1M HCl. Materials Chemistry and Physics, 125(3), 461-468.

Ikan, R. (2013). Natural products: a laboratory guide. Elsevier.

Kruk, M. M. & Starukhin, A. S. (2009). Excitation Energy Deactivation in Monodeprotonated Porphyrin. Macroheterocycles, 2(3-4), 251-254. Marcelli, A., Badovinac, I. J., Orlic, N., Salvi, P. R., & Gellini, C. (2013).

Excited-state absorption and ultrafast relaxation dynamics of protoporphyrin IX and hemin. Photochemical & Photobiological Sciences, 12(2), 348-355. Mardiyani, T.H. (2004). “Metabolisme Heme”. USU digital library.

Marsela, I. (2011). Uji Aktivitas Sistin, Simetidin dan Produk Modifikasi Sisitin Oleh Simetidin Sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon dalam HCl 0,5 M. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia

Nakamura, H., Fang, J., Gahininath, B., Tsukigawa, K., & Maeda, H. (2011). Intracellular uptake and behavior of two types zinc protoporphyrin (ZnPP) micelles, SMA-ZnPP and PEG-ZnPP as anticancer agents; unique intracellular disintegration of SMA micelles. Journal of Controlled Release, 155(3), 367-375.

Ostovari, A., Hoseinieh, S. M., Peikari, M., Shadizadeh, S. R., & Hashemi, S. J. (2009). Corrosion inhibition of mild steel in 1M HCl solution by henna extract: A comparative study of the inhibition by henna and its constituents

(Lawsone, Gallic acid, α-d-Glucose and Tannic acid). Corrosion Science, 51(9), 1935-1949.

Ramakrishnan, S. (2004). Textbook of medical biochemistry. Orient Blackswan. Rizkia, N. (2014). Sintesis dan Karakterisasi Tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin

Menggunakan Metode Konvensional dan Microwave-Assisted Organic Synthesis (MAOS).

Rohayati, A. A. (2011). Ekstraksi Sisitin dari Limbah Bulu Ayam dan Uji Aktivitas Inhibisi Produk Modifikasi Sisitin oleh Tiourea pada Proses

Korosi Kuningan dalam Larutan HCl 0,5 M. Skripsi. Universitas


(21)

42

Shivakumar, S. S., & Mohana, K. N. (2013). Studies on the inhibitive performance of Cinnamomum zeylanicum extracts on the corrosion of mild steel in hydrochloric acid and sulphuric acid media. Journal of Materials and Environmental Science, 4(3, Cop), 448-459.

Sunarya, Y. (2008). Mekanisme dan Efisiensi Inhibisi Sistein pada Korosi Baja Karbon dalam Larutan Elektrolit Jenuh Karbon Dioksida. Disertasi, Departemen Kimia ITB.

Umoren, S. A., Obot, I. B., Israel, A. U., Asuquo, P. O., Solomon, M. M., Eduok, U. M., & Udoh, A. P. (2014). Inhibition of mild steel corrosion in acidic medium using coconut coir dust extracted from water and methanol as solvents. Journal of Industrial and Engineering Chemistry, 20(5), 3612-3622.

Wahyuni, HS. (2011). BAB II Tinjauan Pustaka. [Online]. Tersedia : http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29289/3/Chapter%20I I.pdf

Wang, S., Avery, J. E., Hannafon, B. N., Lind, S. E., & Ding, W. Q. (2013). Zinc protoporphyrin suppresses cancer cell viability through a heme oxygenase-1-independent mechanism: The involvement of the Wnt/β-catenin signaling pathway. Biochemical pharmacology, 85(11), 1611-1618.

Winarto, D. (2013). Korosi. [Online]. Tersedia : http://www.ilmukimia.org/ 2013/01/korosi.html.

Yuli, R. (2011). Antikoagulan untuk Pemeriksaan Hematologi. [Online]. Tersedia: http://analiskesehatan-indonesia.blogspot.co.id/2011/10/antikoagulan-untuk-pemeriksaan.html

Zhang, X., Xiao, G. Y., Liu, B., Jiang, C. C., & Lu, Y. P. (2015). Influence of time interval on the phase, microstructure and electrochemical properties of hopeite coating on stainless steel by chemical conversion method. New Journal of Chemistry.


(1)

23

pengukuran akan diproses oleh komputer menggunakan program Gamry Echem Analyst.

3.7.3.1 Open Circuit Potential (OCP)

Sebelum dilakukan pengukuran, sel elektrokimia berisi media uji yang telah ditambahkan inhibitor dibiarkan selama 25 menit agar antaraksi antarmuka baja karbon dengan larutan mencapai keadaaan mantap (steady state). Tercapainya keadaan ini ditunjukkan oleh nilai Open Circuit Potentaial (OCP) yang relatif stabil. Jika nilai OCP sudah menunjukkan harga konstan < 0,1 mV/menit, pengukuran dengan metode EIS maupun dengan metode tafel dapat dilakukan.

3.7.3.2 Uji Impedansi dengan Metode EIS

Sebelum pengujian dilakukan, terlebih dahulu mengisi beberapa pengaturan pada alat potensiostat yang diperlukan selama proses pengujian, diantaranya rentang frekuensi yang diterapkan mulai dari 50 kHz hingga 50 mHz, waktu OCP selama 4 menit dan luas area elektroda kerja yang digunakan sebesar 1,038 cm2. Pengukuran dilakukan setelah keadaan mantap (steady state) tercapai.

3.7.3.3 Uji Polarisasi dengan Metode Tafel

Sebelum pengujian dilakukan, terlebih dahulu mengisi beberapa pengaturan pada alat potensiostat yang diperlukan selama proses pengujian, diantaranya potensial DC yang diterapkan sebesar ± 75 mV relatif terhadap nilai potensial korosi. Kurva polarisasi potensiodinamik dipindai dengan laju sapuan konstan pada 0,5 mV.s-1 (ASTM G5 dalam Sunarya, 2008).

3.7.3.4 Pengujian Inhibisi Protoporfirin

Pengukuran dilakukan secara kontinu, yakni pengukuran blanko, kemudian dilanjutkan pengukuran dengan adanya penambahan variasi konsentrasi inhibitor mulai dari 40, 80, 120, 160 hingga 200 ppm pada satu suhu. Suhu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 298, 308 dan 318 K. Setiap akan memulai pengukuran pada temperatur yang berbeda diawali dengan pengukuran blanko. Setelah pengukuran semua variasi konsentrasi telah selesai pada satu suhu, sel dibersihkan dan diatur ulang untuk temperatur berikutnya sampai semua temperatur diuji.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

1. Hemin dapat diekstrak dari limbah darah hasil pemotongan ayam menggunakan metode Hans Fischer, dengan menambahkan darah ayam ke dalam campuran asam asetat glasial dan NaCl pada suhu 90 oC. 2. Hemin dapat diubah menjadi protoporfirin menggunakan metode Hans

Fischer melalui proses refluks campuran hemin, serbuk Fe dan asam format.

3. Protoporfirin tidak efektif untuk dijadikan sebagai inhibitor korosi dalam medium asam klorida, hal ini didasarkan oleh efisiensi inhibisi yang sangat kecil dengan adanya penambahan senyawa tersebut.

5.2Saran

1. Perlu adanya karakterisasi lebih lanjut untuk lebih memastikan struktur protoporfirin yang dihasilkan dari percobaan.

2. Perlu adanya proses lebih lanjut untuk memecah senyawa protoporfirin menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehingga dapat dimodifikasi menjadi senyawa yang mampu berperan aktif dalam proses inhibisi.

3. Perlu dilakukan pengujian variasi konsentrasi asam untuk mengetahui konsentrasi asam yang optimum agar dihasilkan efisiensi inhibisi protoporfirin yang maksimal.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ashassi-Sorkhabi, H., Majidi, M. R., & Seyyedi, K. (2004). Investigation of inhibition effect of some amino acids against steel corrosion in HCl solution. Applied surface science, 225(1), 176-185.

Bentiss, F., Lebrini, M., & Lagrenée, M. (2005). Thermodynamic characterization of metal dissolution and inhibitor adsorption processes in mild steel/2, 5-bis (n-thienyl)-1, 3, 4-thiadiazoles/hydrochloric acid system. Corrosion Science, 47(12), 2915-2931.

Board Of Consultants and Engineers, N. I. I. R. (2005). The Complete Technology Book on Dyes & Pigments Asia Pacific Business Press Inc, 267.

Colowick, S. P., & Kaplan, N. O. (1957). Special techniques for the enzymologist. Elsevier.

Dalimunthe, I. S. (2004). Kimia dari Inhibitor Korosi. e-USU Repository.

Diponegoro, I., Iwan, Ahmad, H., Bindar, Y. (2001). Optimasi Parameter Penghilangan Scale pada Baja Lembaran Panas. Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2001: Prosiding, Semarang.

Dolphin, D. (Ed.). (1978). The Porphyrins: Structure and Synthesis. Part A. Academic press.

Eicher, T., Hauptmann, S., & Speicher, A. (2013). The Chemistry of Heterocycles: Structures, Reactions, Synthesis, and Applications 3rd. John Wiley & Sons. Fahrurrozie, A., Sunarya, Y., & Mudzakir, A. (2009). Efisiensi Inhibisi Cairan

Ionik Turunan Imidazolin sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon dalam Larutan Elektrolit Jenuh Karbon Dioksida. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, 1(2).

Fang, J., Greish, K., Qin, H., Liao, L., Nakamura, H., Takeya, M., & Maeda, H. (2012). HSP32 (HO-1) inhibitor, copoly (styrene-maleic acid)-zinc protoporphyrin IX, a water-soluble micelle as anticancer agent: in vitro and in vivo anticancer effect. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics, 81(3), 540-547.


(4)

40

Farelas, F., Choi, Y. S., & Nešic, S. (2012). Corrosion behavior of API 5L X65 carbon steel under supercritical and liquid carbon dioxide phases in the presence of water and sulfur dioxide. Corrosion, 69(3), 243-250.

Fessenden, R.J. dan Fessenden J.S. (1986). Kimia Organik Edisi Ketiga (Jilid 2). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Firmansyah, D. (2011). Studi Inhibisi Korosi Baja Karbon dalam Larutan Asam 1 M HCl oleh Ekstrak Daun Sirsak (Annona Muricata). Tesis. Universitas Indonesia.

Florkin, M., & Stotz, E. H. (Eds.). (2014). Pyrrole Pigments, Isoprenoid Compounds and Phenolic Plant Constituents: Comprehensive Biochemistry (Vol. 9). Elsevier.

Grinstein, M. (1947). Studies of protoporphyrin VII. A simple and improved method for the preparation of pure protoporphyrin from hemoglobin. Journal of Biological Chemistry, 167(2), 515-519.

Gusti, D. R., Farid, F., & Lestari, I. (2013). Ekstrak Kulit Kayu Akasia Sebagai Inhibitor pada Laju Korosi Baja Lunak dalam Media Asam Sulfat. Prosiding SEMIRATA 2013, 1(1).

Hakim, A. A. (2011). Pengaruh Inhibitor Korosi Berbasiskan Senyawa Fenolik untuk Proteksi Pipa Baja Karbon pada Lingkungan 0.5, 1.5, 2.5, 3.5 % NaCl yang Mengandung Gas CO2. Skripsi, Departemen Material dan

Metalurgi UI.

Halimatuddahliana. (2013). “Pencegahan Korosi dan Scale pada Proses Produksi Minyak Bumi.” USU digital library.

Haryono, G., Sugiarto, B., Farid, H., & Tanoto, Y. (2010). Ekstrak Bahan Alam Sebagai Inhibitor Korosi. In Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia

“Kejuangan.

Helen, L. Y. S., Rahim, A. A., Saad, B., Saleh, M. I., Raja, P. B. (2014). Aquilaria Crassna Leaves Extracts – a Green Corrosion Inhibitor for Mild Steel in 1 M HCl Medium. Int. J. Electrochem. Sci. 9, 830 – 846

Hussin, M. H., Kassim, M. J., Razali, N. N., Dahon, N. H., & Nasshorudin, D. (2011). The effect of tinospora crispa extracts as a natural mild steel


(5)

41

Hussin, M. H., & Kassim, M. J. (2011). The corrosion inhibition and adsorption behavior of Uncaria gambir extract on mild steel in 1M HCl. Materials Chemistry and Physics, 125(3), 461-468.

Ikan, R. (2013). Natural products: a laboratory guide. Elsevier.

Kruk, M. M. & Starukhin, A. S. (2009). Excitation Energy Deactivation in Monodeprotonated Porphyrin. Macroheterocycles, 2(3-4), 251-254. Marcelli, A., Badovinac, I. J., Orlic, N., Salvi, P. R., & Gellini, C. (2013).

Excited-state absorption and ultrafast relaxation dynamics of protoporphyrin IX and hemin. Photochemical & Photobiological Sciences, 12(2), 348-355. Mardiyani, T.H. (2004). “Metabolisme Heme”. USU digital library.

Marsela, I. (2011). Uji Aktivitas Sistin, Simetidin dan Produk Modifikasi Sisitin Oleh Simetidin Sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon dalam HCl 0,5 M. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia

Nakamura, H., Fang, J., Gahininath, B., Tsukigawa, K., & Maeda, H. (2011). Intracellular uptake and behavior of two types zinc protoporphyrin (ZnPP) micelles, SMA-ZnPP and PEG-ZnPP as anticancer agents; unique intracellular disintegration of SMA micelles. Journal of Controlled Release, 155(3), 367-375.

Ostovari, A., Hoseinieh, S. M., Peikari, M., Shadizadeh, S. R., & Hashemi, S. J. (2009). Corrosion inhibition of mild steel in 1M HCl solution by henna extract: A comparative study of the inhibition by henna and its constituents (Lawsone, Gallic acid, α-d-Glucose and Tannic acid). Corrosion Science, 51(9), 1935-1949.

Ramakrishnan, S. (2004). Textbook of medical biochemistry. Orient Blackswan. Rizkia, N. (2014). Sintesis dan Karakterisasi Tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin

Menggunakan Metode Konvensional dan Microwave-Assisted Organic Synthesis (MAOS).

Rohayati, A. A. (2011). Ekstraksi Sisitin dari Limbah Bulu Ayam dan Uji Aktivitas Inhibisi Produk Modifikasi Sisitin oleh Tiourea pada Proses Korosi Kuningan dalam Larutan HCl 0,5 M. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia.


(6)

42

Shivakumar, S. S., & Mohana, K. N. (2013). Studies on the inhibitive performance of Cinnamomum zeylanicum extracts on the corrosion of mild steel in hydrochloric acid and sulphuric acid media. Journal of Materials and Environmental Science, 4(3, Cop), 448-459.

Sunarya, Y. (2008). Mekanisme dan Efisiensi Inhibisi Sistein pada Korosi Baja Karbon dalam Larutan Elektrolit Jenuh Karbon Dioksida. Disertasi, Departemen Kimia ITB.

Umoren, S. A., Obot, I. B., Israel, A. U., Asuquo, P. O., Solomon, M. M., Eduok, U. M., & Udoh, A. P. (2014). Inhibition of mild steel corrosion in acidic medium using coconut coir dust extracted from water and methanol as solvents. Journal of Industrial and Engineering Chemistry, 20(5), 3612-3622.

Wahyuni, HS. (2011). BAB II Tinjauan Pustaka. [Online]. Tersedia : http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29289/3/Chapter%20I I.pdf

Wang, S., Avery, J. E., Hannafon, B. N., Lind, S. E., & Ding, W. Q. (2013). Zinc protoporphyrin suppresses cancer cell viability through a heme oxygenase-1-independent mechanism: The involvement of the Wnt/β-catenin signaling pathway. Biochemical pharmacology, 85(11), 1611-1618.

Winarto, D. (2013). Korosi. [Online]. Tersedia : http://www.ilmukimia.org/ 2013/01/korosi.html.

Yuli, R. (2011). Antikoagulan untuk Pemeriksaan Hematologi. [Online]. Tersedia: http://analiskesehatan-indonesia.blogspot.co.id/2011/10/antikoagulan-untuk-pemeriksaan.html

Zhang, X., Xiao, G. Y., Liu, B., Jiang, C. C., & Lu, Y. P. (2015). Influence of time interval on the phase, microstructure and electrochemical properties of hopeite coating on stainless steel by chemical conversion method. New Journal of Chemistry.