PERAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA TERHADAP KONSEP DIRI AKADEMIK PADA SISWA SMP.

(1)

PERAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA TERHADAP

KONSEP DIRI AKADEMIK PADA SISWA SMP

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh : IKA RAHMAWATI

F 100 040 013

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2009


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lingkungan pendidikan adalah suatu lembaga kualitas hidup melalui pendidikan yang diselenggarakan dengan cara sistematis dan konsisten. Sekolah menyiapkan sumber daya manusia agar mampu bertindak sebagai agen perubahan dan transfomasi sosial menuju terciptanya masyarakat yang positif serta lebih baik (Nawawi, 1995).

Salah satu jenjang pendidikan formal yang terdapat dalam sistem pendidikan nasional adalah sekolah menengah pertama (SMP). Siswa SMP umumnya berusia 12-15 tahun dan tergolong dalam periode remaja. Pemilihan subjek pada usia remaja ini didasarkan pada tahap dimana remaja mengalami gejolak fisik dan psikologis sebagai akibat dari perkembangan seluruh aspek kepribadiannya. Perubahan fisik ditandai dengan perubahan proporsi tubuh dan organ-organ tubuh tertentu, terutama organ seksual. Sementara perubahan psikologis meliputi perubahan cara berpikir, peran sosial, emosi yang menjadi kurang stabil, dan sebagainya (Dariyo, 2002). Menurut Erikson (1996), tahap remaja yang dimulai pada usia 13-14 tahun merupakan tahap yang menentukan pembentukan identitas, sehingga pada masa ini menjadi masa ”krisis identitas”, yang berarti masa dimana suatu manusia untuk pertama kalinya secara definitive harus menentukan apakah dan siapakah dia pada masa depan.


(3)

Di sekolah, anak selalu dihadapkan pada situasi penilaian keberhasilan, baik dari guru maupun dari siswa lain. Situasi penilaian yang dihadapi siswa bukan hanya penilaian selama ulangan atau ujian saja, tetapi juga dari keberhasilan siswa dalam melaksanakan seluruh tugas sekolah. Sepanjang waktu sekolah, siswa dapat menilai dirinya sendiri maupun siswa lain dengan cara melihat bagaimana ia atau siswa lain menyelesaikan tugas yang diberikan.

Glasser (Tarmidi, 2008) dalam bukunya school without failure, mengemukakan bahwa sesungguhnya seluruh aspek kehidupan dalam masyarakat selalu merupakan dikotomi antara ”gagal dan berhasil”. Konsep yang gagal dan berhasil ini dijadikan sandaran dalam menilai pelaksanaan tugas, serta dalam menyusun sikap atau pandangan terhadap kemampuan yang dimiliki. Situasi ketika siswa melaksanakan seluruh tugas dengan bersandar pada keberhasilan dan kegagalan pada masa lampau, harus dimanfaatkan guru untuk membimbing siswa agar selalu berusaha mencapai keberhasilan. Bimbingan tersebut dapat berupa pemberian gambaran positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai siswa. Gambaran positif ini dilakukan dengan memperlihatkan hasil belajar siswa dari waktu ke waktu secara lengkap, sehingga siswa memperoleh gambaran kemajuannya selama jangka waktu tertentu. Selain itu, guru juga harus membantu siswa agar sadar bahwa keberhasilan yang dicapai tergantung kemampuan dan usahanya, bukan karena faktor kebetulan atau keberuntungan saja.

Pada umumnya, sistem nilai yang ditekankan dalam dunia pendidikan adalah pencapaian prestasi belajar. Prestasi belajar ini selanjutnya dijadikan patokan perilaku yang harus dicapai siswa. Penetapan prestasi belajar sebagai


(4)

patokan perilaku, membuat guru selalu berusaha agar siswa mencapai patokan tersebut, dan tidak semua siswa berhasil mencapai prestasi belajar yang ditetapkan. Standar nilai kelulusan Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2008/2009 untuk SMP dan meningkat menjadi 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan salah satunya adalah matematika, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya (Wibowo, 2009) . Meski tingkat kelulusan siswa SMP mengalami peningkatan, tetapi jumlah siswa yang tidak lulus dalam UN SMP di Jawa Tengah masih cukup tinggi yakni sebanyak 12,36 persen. Kepala Dinas Pendidikan Jawa Tengah, Kunto Nugroho (2009) mengatakan, jika dibuat skala jumlah, maka dari total peserta sebanyak 504.315 siswa, ada 34.113 siswa yang dinyatakan tidak lulus.

Siswa yang berhasil mencapai prestasi belajar yang ditetapkan (kesuksesan), akan dipandang sebagai siswa yang mempunyai kemampuan dan usaha yang tinggi oleh guru dan siswa-siswa lain. Sebaliknya, siswa yang tidak berhasil (gagal) mencapai prestasi yang telah ditetapkan akan dipandang sebagai siswa yang tidak/kurang mempunyai kemampuan dan usaha. penilaian yang diberikan oleh guru maupun pandangan siswa lain merupakan tanggapan yang sangat mempengaruhi konsep diri siswa (Aikesari, 2008).

Fits (dalam Pudjijogyanti, 1995) mengatakan bahwa sesungguhnya konsep diri merupakan salah satu variabel yang menentukan dalam proses pendidikan dan hubungan timbal balik antara konsep diri dengan prestasi belajar akan tampak apabila dilakukan pengukuran terhadap konsep diri ”spesifik”, yaitu konsep diri akademik.


(5)

Untuk menjelaskan adanya hubungan yang erat antara konsep diri dengan prestasi belajar, Fink (dalam pudjijogyanti, 1995) melakukan penelitian yang menghubungkan konsep diri dengan hasil prestasi yang kurang. Dalam penelitian ini, Fink menggunakan 20 pasang siswa laki-laki dan 24 pasang siswa perempuan. Siswa-siswa tersebut dipasangkan berdasarkan tingkat intelegensi mereka. Di samping itu, mereka digolongkan berdasarkan prestasi belajar mereka menjadi kelompok berprestasi lebih (overachiever) dan berprestasi kurang (underachiever). Seluruh siswa diminta melengkapi skala citra diri, dan hasilnya dinilai oleh tiga orang psikolog. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan konsep diri antara siswa yang tergolong overachiever dan underachiever. Siswa yang tergolong overachiever menunjukkan konsep diri yang lebih positif, dan hubungan yang erat antara konsep diri dan prestasi belajar tampak jelas pada siswa laki-laki.

Berdasarkan temuan-temuan yang didapat dari sebuah studi, Burns (1993) melaporkan bahwa orang-orang yang berprestasi akademis yang rendah melihat diri mereka sendiri sebagai orang-orang yang kurang mampu dalam akademik dibandingkan dengan orang-orang lainnya. Orang-orang yang berprestasi rendah cenderung untuk mengekspresikan lebih banyak perasaan diri yang negatif dibandingkan yang berprestasi tinggi.Penelitian Brookover, Thomas dan Patterson (dalam Burns, 1993) menguji perbedaan konsep diri siswa laki-laki dan perempuan terhadap prestasi belajar di bidang bidang tertentu. Berdasarkan kajian ini dilaporkan bahwa konsep diri siswa laki-laki berhubungan dengan prestasi di


(6)

bidang matematika, ilmu sosial, dan ilmu pasti. Sedangkan konsep diri siswa perempuan berhubungan dengan prestasi dibidang ilmu-ilmu sosial.

Dalam proses kegiatan mengajar, setiap siswa dituntut untuk mempunyai hasil yang baik dalam berbagai bidang mata pelajaran. Salah satunya adalah matematika, karena tidak dapat dipungkiri bahwa matematika sebagai salah satu ilmu dasar. Mata pelajaran matematika saat ini semakin dirasakan interaksinya dengan bidang-bidang ilmu lain seperti ekonomi, teknologi dan rekayasa. Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu: 1) domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika - matematika), 2) domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional), dan 3) domain psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal) dalam (Sudrajat, 2008).

Hasil penelitian Masykur dan Fathani (2007), mengungkapkan bahwa pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional pada tahun 1999 masih tergolong sangat rendah. Prestasi siswa indonesia mengalami kemajuan yang pesat, walaupun sebagian besar siswa menganggap matematika sebagai momok, ilmu kering, penuh dengan rumus-rumus yang sulit dan membingungkan (Menurut Trends in Mathematic and Science (1999), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Sedangkan siswa indonesia yang bernama Kevin Soedyatmiko (15) dapat meraih


(7)

medali emas dalam lomba fisika tingkat dunia. Ajang ke-5 International Zhautyqov olimpiade yang dilaksanakan pada 14-20 januari (2009) di kota Almaty, Kazakhstan ini di ikuti 89 peserta dari 16 negara. Menurut Kaghi (2008), wakil indonesia meraih dua emas, satu perak dan satu perunggu untuk kompetisi individual dan satu emas untuk kompetisi tim dalam 1st Wizard of Mathematics International Competition (WIZMIC) 2007 di Lucknow, India pada 28-31 oktober lalu. Kompetisi International untuk siswa di bawah 14 tahun ini di ikuti oleh 26 tim dari 8 negara.

Prestasi belajar matematika merupakan hasil yang diperoleh siswa selama mengikuti proses belajar mengajar matematika yang berupa pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan matematikanya (Astuti, 2008). Prestasi belajar tersebut ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru dalam kurun waktu tertentu. Melalui prestasi belajar ini siswa diharapkan mampu mengembangkan konsep dirinya dalam akademik.

Ketika anak didik dihadapkan kepada beban pendidikan yang terlalu banyak dan pencapaian yang terlalu tinggi dikarenakan lingkungan yang sangat kompetitif, sistem pendidikan dan lingkungan tidak memberikan ruang yang cukup untuk mengembangkan konsep diri anak didik secara matang dan positif di sekolah, semua itu merupakan masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar di sekolah (Aikesari, 2008). Sedangkan individu yang mempunyai konsep diri positif akan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri lebih baik, dapat mempengaruhi situasi dan dapat menunjukkan kemampuan yang dimiliki dengan lebih baik sehingga dapat menghindarkan diri dari reaksi psikis


(8)

negatif. Mereka dapat mempengaruhi situasi dan dapat mempergunakan keterampilan yang dimiliki dengan lebih baik (Tarmidi, 2008).

Maka penulis dapat mengambil benang merah dari uraian diatas bahwa terdapat fenomena dalam dunia pendidikan bahwa siswa diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajarnya, dan siswa yang memiliki prestasi belajar yang baik belum tentu memiliki konsep diri yang positif dibidang akademik dan sebaliknya. Bagaimanakah kondisi sebenarnya apakah prestasi belajar matematika dapat mempengaruhi konsep diri akademik? Atau sebaliknya, konsep diri akademik mempengaruhi prestasi belajar matematika?

Berdasarkan uraian tersebut, maka di angkat rumusan permasalahan yang menarik untuk diketahui lebih dalam yaitu apakah ada pengaruh prestasi belajar matematika terhadap konsep diri akademik pada siswa SMP? Untuk itu penulis mengangkat judul :

” Peran Prestasi Belajar Matematika Terhadap Konsep Diri Akademik Pada Siswa SMP”

B. TUJUAN

Berdasarkan penjabaran latar belakang penjabaran masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui hubungan antara prestasi belajar matematika dengan konsep diri akademik pada siswa SMP.

2. Untuk mengetahui tingkat prestasi belajar matematika siswa. 3. Untuk mengetahui tingkat konsep diri akademik siswa.


(9)

C. MANFAAT

Sesuai dengan uraian di atas, maka penelitian ini di harapkan memberi sumbangan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi kepala sekolah, diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan tentang peran prestasi belajar matematika terhadap konsep diri akademik siswa SMP sehingga dapat dijadikan acuan dalam mengambil kebijakan yang bermanfaat tentang prestasi belajar yang baik.

2. Bagi guru/ pendidik, dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam memberi bantuan kepada siswa yang mempunyai masalah dengan konsep diri akademiknya.

3. Bagi orang tua, diharapkan dapat memberi informasi dan masukan tentang hasil penelitian yaitu untuk mengetahui gambaran mengenai prestasi belajar matematika, sehingga peran orang tua dalam kaitannya dengan konsep diri akademik dapat berjalan dengan semestinya.

4. Bagi siswa, membantu siswa untuk dapat meningkatkan prestasi belajar matematika guna membentuk konsep diri akademik yang lebih positif yang dapat menunjang kepercayaan diri siswa.

5. Bagi fakultas psikologi, diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi pendidikan.

6. Bagi peneliti sejenis, mampu menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan dalam mengembangkan penelitian penelitian baru.


(1)

patokan perilaku, membuat guru selalu berusaha agar siswa mencapai patokan tersebut, dan tidak semua siswa berhasil mencapai prestasi belajar yang ditetapkan. Standar nilai kelulusan Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2008/2009 untuk SMP dan meningkat menjadi 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan salah satunya adalah matematika, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya (Wibowo, 2009) . Meski tingkat kelulusan siswa SMP mengalami peningkatan, tetapi jumlah siswa yang tidak lulus dalam UN SMP di Jawa Tengah masih cukup tinggi yakni sebanyak 12,36 persen. Kepala Dinas Pendidikan Jawa Tengah, Kunto Nugroho (2009) mengatakan, jika dibuat skala jumlah, maka dari total peserta sebanyak 504.315 siswa, ada 34.113 siswa yang dinyatakan tidak lulus.

Siswa yang berhasil mencapai prestasi belajar yang ditetapkan (kesuksesan), akan dipandang sebagai siswa yang mempunyai kemampuan dan usaha yang tinggi oleh guru dan siswa-siswa lain. Sebaliknya, siswa yang tidak berhasil (gagal) mencapai prestasi yang telah ditetapkan akan dipandang sebagai siswa yang tidak/kurang mempunyai kemampuan dan usaha. penilaian yang diberikan oleh guru maupun pandangan siswa lain merupakan tanggapan yang sangat mempengaruhi konsep diri siswa (Aikesari, 2008).

Fits (dalam Pudjijogyanti, 1995) mengatakan bahwa sesungguhnya konsep diri merupakan salah satu variabel yang menentukan dalam proses pendidikan dan hubungan timbal balik antara konsep diri dengan prestasi belajar akan tampak apabila dilakukan pengukuran terhadap konsep diri ”spesifik”, yaitu konsep diri akademik.


(2)

Untuk menjelaskan adanya hubungan yang erat antara konsep diri dengan prestasi belajar, Fink (dalam pudjijogyanti, 1995) melakukan penelitian yang menghubungkan konsep diri dengan hasil prestasi yang kurang. Dalam penelitian ini, Fink menggunakan 20 pasang siswa laki-laki dan 24 pasang siswa perempuan. Siswa-siswa tersebut dipasangkan berdasarkan tingkat intelegensi mereka. Di samping itu, mereka digolongkan berdasarkan prestasi belajar mereka menjadi kelompok berprestasi lebih (overachiever) dan berprestasi kurang (underachiever). Seluruh siswa diminta melengkapi skala citra diri, dan hasilnya dinilai oleh tiga orang psikolog. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan konsep diri antara siswa yang tergolong overachiever dan underachiever. Siswa yang tergolong overachiever menunjukkan konsep diri yang lebih positif, dan hubungan yang erat antara konsep diri dan prestasi belajar tampak jelas pada siswa laki-laki.

Berdasarkan temuan-temuan yang didapat dari sebuah studi, Burns (1993) melaporkan bahwa orang-orang yang berprestasi akademis yang rendah melihat diri mereka sendiri sebagai orang-orang yang kurang mampu dalam akademik dibandingkan dengan orang-orang lainnya. Orang-orang yang berprestasi rendah cenderung untuk mengekspresikan lebih banyak perasaan diri yang negatif dibandingkan yang berprestasi tinggi.Penelitian Brookover, Thomas dan Patterson (dalam Burns, 1993) menguji perbedaan konsep diri siswa laki-laki dan perempuan terhadap prestasi belajar di bidang bidang tertentu. Berdasarkan kajian ini dilaporkan bahwa konsep diri siswa laki-laki berhubungan dengan prestasi di


(3)

bidang matematika, ilmu sosial, dan ilmu pasti. Sedangkan konsep diri siswa perempuan berhubungan dengan prestasi dibidang ilmu-ilmu sosial.

Dalam proses kegiatan mengajar, setiap siswa dituntut untuk mempunyai hasil yang baik dalam berbagai bidang mata pelajaran. Salah satunya adalah matematika, karena tidak dapat dipungkiri bahwa matematika sebagai salah satu ilmu dasar. Mata pelajaran matematika saat ini semakin dirasakan interaksinya dengan bidang-bidang ilmu lain seperti ekonomi, teknologi dan rekayasa. Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu: 1) domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika - matematika), 2) domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional), dan 3) domain psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal) dalam (Sudrajat, 2008).

Hasil penelitian Masykur dan Fathani (2007), mengungkapkan bahwa pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional pada tahun 1999 masih tergolong sangat rendah. Prestasi siswa indonesia mengalami kemajuan yang pesat, walaupun sebagian besar siswa menganggap matematika sebagai momok, ilmu kering, penuh dengan rumus-rumus yang sulit dan membingungkan (Menurut Trends in Mathematic and Science (1999), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Sedangkan siswa indonesia yang bernama Kevin Soedyatmiko (15) dapat meraih


(4)

medali emas dalam lomba fisika tingkat dunia. Ajang ke-5 International Zhautyqov olimpiade yang dilaksanakan pada 14-20 januari (2009) di kota Almaty, Kazakhstan ini di ikuti 89 peserta dari 16 negara. Menurut Kaghi (2008), wakil indonesia meraih dua emas, satu perak dan satu perunggu untuk kompetisi individual dan satu emas untuk kompetisi tim dalam 1st Wizard of Mathematics International Competition (WIZMIC) 2007 di Lucknow, India pada 28-31 oktober lalu. Kompetisi International untuk siswa di bawah 14 tahun ini di ikuti oleh 26 tim dari 8 negara.

Prestasi belajar matematika merupakan hasil yang diperoleh siswa selama mengikuti proses belajar mengajar matematika yang berupa pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan matematikanya (Astuti, 2008). Prestasi belajar tersebut ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru dalam kurun waktu tertentu. Melalui prestasi belajar ini siswa diharapkan mampu mengembangkan konsep dirinya dalam akademik.

Ketika anak didik dihadapkan kepada beban pendidikan yang terlalu banyak dan pencapaian yang terlalu tinggi dikarenakan lingkungan yang sangat kompetitif, sistem pendidikan dan lingkungan tidak memberikan ruang yang cukup untuk mengembangkan konsep diri anak didik secara matang dan positif di sekolah, semua itu merupakan masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar di sekolah (Aikesari, 2008). Sedangkan individu yang mempunyai konsep diri positif akan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri lebih baik, dapat mempengaruhi situasi dan dapat menunjukkan kemampuan yang dimiliki dengan lebih baik sehingga dapat menghindarkan diri dari reaksi psikis


(5)

negatif. Mereka dapat mempengaruhi situasi dan dapat mempergunakan keterampilan yang dimiliki dengan lebih baik (Tarmidi, 2008).

Maka penulis dapat mengambil benang merah dari uraian diatas bahwa terdapat fenomena dalam dunia pendidikan bahwa siswa diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajarnya, dan siswa yang memiliki prestasi belajar yang baik belum tentu memiliki konsep diri yang positif dibidang akademik dan sebaliknya. Bagaimanakah kondisi sebenarnya apakah prestasi belajar matematika dapat mempengaruhi konsep diri akademik? Atau sebaliknya, konsep diri akademik mempengaruhi prestasi belajar matematika?

Berdasarkan uraian tersebut, maka di angkat rumusan permasalahan yang menarik untuk diketahui lebih dalam yaitu apakah ada pengaruh prestasi belajar matematika terhadap konsep diri akademik pada siswa SMP? Untuk itu penulis mengangkat judul :

” Peran Prestasi Belajar Matematika Terhadap Konsep Diri Akademik Pada Siswa SMP”

B. TUJUAN

Berdasarkan penjabaran latar belakang penjabaran masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui hubungan antara prestasi belajar matematika dengan konsep diri akademik pada siswa SMP.

2. Untuk mengetahui tingkat prestasi belajar matematika siswa. 3. Untuk mengetahui tingkat konsep diri akademik siswa.


(6)

C. MANFAAT

Sesuai dengan uraian di atas, maka penelitian ini di harapkan memberi sumbangan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi kepala sekolah, diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan tentang peran prestasi belajar matematika terhadap konsep diri akademik siswa SMP sehingga dapat dijadikan acuan dalam mengambil kebijakan yang bermanfaat tentang prestasi belajar yang baik.

2. Bagi guru/ pendidik, dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam memberi bantuan kepada siswa yang mempunyai masalah dengan konsep diri akademiknya.

3. Bagi orang tua, diharapkan dapat memberi informasi dan masukan tentang hasil penelitian yaitu untuk mengetahui gambaran mengenai prestasi belajar matematika, sehingga peran orang tua dalam kaitannya dengan konsep diri akademik dapat berjalan dengan semestinya.

4. Bagi siswa, membantu siswa untuk dapat meningkatkan prestasi belajar matematika guna membentuk konsep diri akademik yang lebih positif yang dapat menunjang kepercayaan diri siswa.

5. Bagi fakultas psikologi, diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi pendidikan.

6. Bagi peneliti sejenis, mampu menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan dalam mengembangkan penelitian penelitian baru.