Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Stigma "Illegal" Rokok, dan Kompleksitas Relasi di Dalamnya D 902007011 BAB II

Bab 2

Tinjauan Pustaka
Industri merupakan salah satu indikator kemajuan suatu
negara. Semakin besar kontribusi industri pada pendapatan nasional
semakin maju negara tersebut. Saat ini dunia berada dalam era
globalisasi, aktivitas ekonomi global telah melakukan restrukturisasi
yang berdampak pada aktivitas ekonomi domestik (level nasional suatu
negara) termasuk pada industri. M enyikapi perubahan tersebut, maka
industri dituntut untuk menyesuaikan (coping) antara lain melakukan
perubahan kelembagaan yang fleksibel. Kepentingan industri selain
fleksibel, harus beroperasi dalam kondisi yang efisien agar dapat
menciptakan keuntungan. Dengan keuntungan tersebut eksistensi
industri akan dapat dipertahankan.
Pada industri rokok, perubahan yang dilakukan di dalam
industri maupun dalam hubungan dengan industri lain sebagai klaster
bukan hanya untuk merespon dan menyesuaikan kondisi yang berubah
secara global dan berdampak sampai pada level internal pabrik dari sisi
ekonomi. Tetapi juga merupakan tuntutan sebagai industri yang
memiliki kompleksitas problematik dari aspek sosial, budaya dan
politik. Rokok memiliki karakter sebagai produk ekonomi, sosial,

budaya dan politik. Ketika industri rokok hanya mempertimbangkan
salah satu aspek dalam perubahan yang dilakukan maka akan
menimbulkan dampak terhadap berbagai keputusan produksi dan
pasarnya.
M unculnya rokok “illegal” bukan tanpa alasan. Rokok “illegal”
adalah istilah untuk produk rokok yang melanggar peraturan tentang
pelekatan pita cukai pada bungkus rokok sebagai bukti pelunasan
pajak. Rokok “illegal” merupakan keputusan pelaku usaha karena
15

Stigma “Illegal” Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya

berbagai motif dan tujuan di tingkat pribadi, komunitas, maupun
sistem. Rokok “illegal” dan ilegalisasinya menjadi bagian dari
kompleksitas yang dihadapi oleh pemerintah. Bagi masyarakat
(konsumen), rokok “illegal” dan “llegal” tidak ada bedanya, karena
yang membedakan adalah rasa, aroma, dan harga. Perbedaan cara
pandang dan sisinya menambah kompleksitas baik pada tingkat
industri maupun sistem.
Kompleksitas permasalahan yang dihadapi industri pada

umumnya dan industri rokok khususnya secara teori membutuhkan
pendekatan yang dapat mengakomodasi kerumitan sekaligus
memberikan solusi. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk
menangkap fenomena yang terjadi pada industri adalah teori New
Institusional Economics (NIE). NIE memiliki karakteristik
interdisipliner, bersifat holistik dan kualitatif sehingga kajiannya dapat
dilakukan bukan hanya aspek ekonomi tetapi juga aspek sosial, budaya,
dan politik sebagai kelembagaan non pasar untuk menjelaskan
mengapa keputusan rasional ekonomis dilakukan.
Bagian 1 pada bab ini memaparkan NIE dalam perdebatan
teoritis. Bagian 2, memaparkan bagaimana kelembagaan dalam konteks
persaingan industri.

NIE, Perdebatan Teoritis.
Latar belakang NIE dan sejarah lahirnya teori kelembagaan,
berawal dari kegagalan pasar yang tidak dapat menyelesaikan masalah
krisis secara global, khususnya yang dihadapi oleh negara-negara
berkembang. Negara berkembang semakin terjebak dalam berbagai
kondisi keterbelakangan (Vincent Tucker,1978). Para tokoh neoklasik
mulai melakukan evaluasi terhadap perekonomian yang bertumpu

pada fungsi dan kekuatan pasar. Faktanya, pasar telah gagal mengatasi
berbagai problem ekonomi disebabkan oleh asumsi adanya rasionalitas
instrumental dan tidak ada biaya transaksi. Asumsi tentang adanya
rasionalitas instrumental mengasumsikan manusia bersifat rasional dan
16

Tinjauan Pustaka

bekerja berdasarkan insentif ekonomi. Sedangkan asumsi yang
digunakan berkaitan dengan tidak adanya biaya transaksi, dikarenakan
informasi tersedia secara terbuka sehingga setiap orang memiliki
informasi tersebut tanpa harus mengeluarkan biaya untuk
memperolehnya. Sesungguhnya perekonomian pasar jauh dari
sempurna, kerena sulitnya mendapatkan informasi pasar yang
mencukupi bagi konsumen maupun produsen mengenai harga,
kuantitas, kualitas produk, dan sumber untuk mendapatkan informasi
tersebut diperlukan biaya yang tinggi. Sistem perekonomian
menciptakan hambatan masuk (entry barrier) bagi pelaku usaha yang
ingin berusaha di berbagai sektor utama perekonomian tersebut yang
memiliki banyak pelaku. Sehingga pada gilirannya, mengakibatkan

alokasi sumber daya tidak dapat merata, optimal atau bahkan tidak
tepat. Kondisi tersebut tidak diharapkan ketika mereka, para pelaku
ekonomi menerapkan ekonomi pasar (Pujiati, 2011).
Teori Kelembagaan berusaha memahami dan mempelajari
peranan kelembagaan dalam sistem dan atau organisasi ekonomi. Teori
ini juga mempelajari pentingnya kelembagaan dalam menentukan
bagaimana sistem ekonomi dan sosial bekerja (Black, 1999). Teori
Kelembagaan menggambarkan adanya ketidaksempurnaan informasi
dan adanya biaya transaksi. Setiap pelaku ekonomi tidak leluasa
memasuki dan atau keluar dari pasar karena tidak memiliki informasi
yang sama dan sempurna. Informasi yang tidak sempurna
menimbulkan konsekuensi biaya transaksi. Semakin tidak sempurna
informasi semakin tinggi biaya transaksi yang harus ditanggung oleh
pelaku ekonomi.
Dalam pandangan NIE, perlu adanya usaha untuk
meminimalkan biaya transaksi. Peranan kelembagaan penting dan
strategis karena ternyata ada dan berfungsi dalam segala bidang
kehidupan. Kelembagaan yang dimaksud biasanya tumbuh secara
spontan seiring dengan berjalannya waktu atau sengaja dibuat oleh
para pelaku ekonomi. Lemahnya kelembagaan seperti penegakan

hukum dan kontrak, serta regulasi yang terkait langsung dengan
transaksi pasar turut berkontribusi pada kegagalan pasar. Hal ini lebih
17

Stigma “Illegal” Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya

banyak terjadi di negara berkembang yang struktur kelembagaannya
belum siap, tetapi telah mengaplikasikan teori dan asumsi neoklasik.
Persaingan pasar selalu memungkinkan adanya insentif untuk
menyimpang bagi individu dan kelompok, sehingga sistem ekonomi
tidak dapat dibiarkan hanya dipandu oleh pasar. Oleh karena itu
diperlukan kelembagaan non pasar (non market institution) untuk
melindungi agar pasar tidak terjebak dalam kegagalan yang tidak
berujung, yakni dengan mendesain aturan main kelembagaan (Erani,
2008).
Banyak faktor yang mempengaruhi manusia secara individu
dan kelompok dalam keputusan ekonominya, seperti faktor sosial dan
budaya. Dalam hal ini berbeda dengan kaum neoklasik yang
menganggap manusia rasional dan dapat menyelesaikan masalah
ekonomi dengan menggunakan mekanisme pasar. Kaum neoklasik

dianggap tidak realistik. NIE merupakan teori yang muncul dengan
kerangka
neoklasik
tetapi
menawarkan
jawaban
untuk
menyempurnakan dan mengembangkan neoklasik. NIE relevan untuk
kondisi negara-negara berkembang atau negara yang tidak dapat
mengandalkan peran pasar seperti dalam neoklasik. NIE penting untuk
dikembangkan karena merupakan teori yang dibangun dengan
melakukan penyesuaian perubahan institusi dalam kaitannya untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Furubotn and Richter, 1993
dan Harris, et al, 1995).
NIE menjelaskan pentingnya institusi (lembaga atau
perusahaan atau negara) sebagai model referensi bagi perilaku individu
yang rasional dan untuk mencegah kemungkinan yang tidak
diinginkan dalam interaksi manusia. Aturan main yang digunakan
menganggap bahwa individu adalah apa adanya, given. Informasi
merupakan bagian penting sebagai dasar bekerjanya kelembagaan baik

di aras mikro maupun makro. Pada kelembagaan mikro, meso dan
makro perilaku para pelaku ekonomi akan diatur dalam sistem dan
tampak dari bagaimana aktivitas dilakukan. Kelembagaan yang kuat
akan memberikan jaminan keberhasilan lebih besar, dalam
18

Tinjauan Pustaka

menciptakan keuntungan, efisiensi, efektifitas operasional lembaga
(perusahaan) dan akhirnya akan menjamin keberlanjutannya.
Dalam konteks pembangunan, walaupun banyak hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang kuat antara
kualitas dan pelaksanaan lembaga di satu pihak dan hasil-hasil
pembangunan di pihak lain namum bukti “penyebab” belum tampak
secara kuat. Hal ini ada hubungannya dengan keragaman pendekatan
metodologis dan masalah konsep yang berkaitan dengan paradigma.
Perlu adanya rekonstruksi kelembagaan dan pembangunan. Upaya ini
dimulai dari pemaknaan, konsepsi, pendekatan, dan metodologi yang
digunakan.
Fokus terhadap lembaga sebagai suatu konsep dasar dalam ilmu

sosial telah memunculkan aneka ragam pendekatan dari para ahli
kelembagaan. Hal ini menunjukkan bahwa persoalan kelembagaan
merupakan fenomena yang kompleks dan unik yang membutuhkan
pendekatan yang beragam dan cenderung interdisipliner. Beragamnya
pendekatan berimplikasi pada analisis yang digunakan untuk
menjelaskan fenomena kelembagaan, untuk menjawab peran
kelembagaan dalam konteks persaingan industri dan kebijakan
pemerintah. Ragam pendekatan juga terkait dengan beragamnya
paham kelembagaan yang dipakai oleh para peneliti dalam kajian ini.
Kegagalan paham ekonomi lama dalam menjelaskan dan
membentuk arah ekonomi modern menjadi awal pengembangan
paham kelembagaan baru (New Institutional Economic), yang
selanjutnya disebut NIE. Perbedaan dengan paham kelembagaan
ekonomi baru yang dikembangkan oleh para ahli kelembagaan modern
terletak pada penggunaan teori ekonomi standar untuk menganalisa
cara kerja lembaga–lembaga tersebut. Dalam arti bukan karena
memberikan “jawaban-jawaban baru” atas pertanyaan–pertanyaan
tradisional tentang alokasi sumber-sumber ekonomi dan tingkat
penggunaannya, tetapi menggunakan teori ekonomi untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan baru, mengapa lembaga-lembaga ekonomi

memunculkan cara yang “baru” untuk menjawab perubahan19

Stigma “Illegal” Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya

perubahan lingkungan. Paham ekonomi baru berkembang berdasarkan
persoalan dan kebutuhan untuk memahami bagaimana lingkungan
kelembagaan, kepercayaan, dan adat membentuk perilaku berbagai
organisasi, khususnya berkaitan dengan kegiatan ekonomi (Neil
Fleigstein, 1990; Richard Swedberg, (2004); dan Victor Nee, 2004).
Untuk menjawab persoalan dan kebutuhan tersebut, berbagai
paham kelembagaan yang digunakan Victor Nee, lebih berfokus pada
paham kelembagaan Sosiologi Ekonomi Baru yang menjelaskan cara
kerja kepercayaan dalam masyarakat, norma-norma, dan lembagalembaga ke dalam kehidupan perekonomian. Tujuannya adalah untuk
menyatukan hubungan sosial dan kelembagaan ke dalam suatu
pendekatan sosiologi modern dengan meneliti perilaku ekonomi
dengan cara menyoroti mekanisme-mekanisme yang mengatur cara
kerja elemen-elemen formal struktur kelembagaan yang berkombinasi
dengan organisasi sosial informal, jaringan sosial, dan norma-norma
yang memotivasi, serta menggerakkan tindakan ekonomi.2 Variasi
paham ini mengingatkan pada pandangan W eber (1904 dan 1968)

tentang rasional sistem milik bersama (agama dan kebudayaan), norma
dan lembaga-lembaga.
1

Perbedaan konsep ekonomi yang baru dengan yang lama
adalah: Biaya transaksi (Coase, 1984); Pilihan rasional (Simons, 1957);
Konsep “kekhususan aset” dan “paham opportunis”; Perubahan
kelembagaan yang melihat organisasi-organisasi sebagai pelaku rasional
dalam mengejar keuntungan yang berasal dari perubahan harga relatif.
Dalam konsep ekonomi baru yang terpenting adalah biaya transaksi,
biaya negosiasi, jaminan, dan penyelesaian transaksi melalui ekonomi
pasar. W illiamson (1994), menyusun kelembagaan ekonomi baru yang
1 Beberapa tinjauan mengenai paham kelembagaan baru dalam ekonomi (Eggertsson,
1990; W illiamson, 1994; Furubotn and Richter,1998), dalam analisa keorganisasian (Di
Maggio dan Powel, 1991; Ingram dan Clay, 2000), dalam ilmu politik (Ordeshook,
1990; W eingast, 2003). Dan dalam sejarah paham kelembagaan (Thelen and Steinmo,
1992; Hall dan Taylor, 1996; Pierson and Skocpol, 2003; Scoot, 2001), menawarkan
inventarisasi pengertian yang berguna bagi keorganisasian paham kelembagaan baru.
2 Dalam Granovetter, 1992, menggunakan pendekatan sosial dalam membangun studi
lembaga ekonomi. Dalam hal ini ditawarkan pendekatan studi-studi sejarah lembaga

dan perubahan kelembagaan.

20

Tinjauan Pustaka

diadaptasi dari Richgart Scott (2001). M odel ini merupakan skematis
kelembagaan yang terdiri dari; lingkungan kelembagaan; pemerintah
dan individu yang digambarkan secara hierarkis dan saling
mempengaruhi. Dalam model ini kelembagaan dibentuk oleh
peraturan–peraturan permainan dari elemen yang berada di dalamnya
(North, 1981).
Perubahan yang terjadi pada lingkungan kelembagaan (hakhak properti, perubahan hukum, dan norma) berakibat pada hargaharga relatif dalam perusahaan, struktur pemerintahan, dan usahausaha yang dilakukan perusahan-perusahaan untuk mencoba
mempengaruhi pemerintah. M odel ini mengasumsikan bahwa pelakupelaku dalam kelembagaan mempunyai tujuan atau motif di mana
sifat-sifat dan perilakunya “mencari kepentingan diri sendiri” berada di
belakang struktur pemerintahan dan dalam interaksi ini melibatkan
biaya transaksi.
Kelembagaan ekonomi baru merupakan gabungan ahli
ekonomi dengan perbedaan–perbedaan penting dan debat yang terus
berlangsung.3 Fokus tulisan ini pada tiga pendekatan yang merupakan
minat sosiologi ekonomi kelembagaan baru yang dipelopori oleh
W illiamson (1985); North (1973), dan Greif (2006). Kesatuan ketiga
pendekatan tersebut merupakan dalil yang menyatakan bahwa
persoalan kelembagaan sosial bagi aktor-aktor ekonomi karena mereka
(kelembagaan) membentuk struktur insentif. W illiamson menguji
perbandingan biaya perencanaan, adaptasi, dan memonitor prestasi
agen dengan memperkirakan implikasinya pada alternatif struktur

3 Para ahli ekonomi kelembagaan yang karya tulisnya dipengaruhi oleh esei klasik
Coase termasuk Alchian (1950), Alchian dan Demsetz (1972; 1973), Cheung (1970;
1974), Davis dan North (1971), Damsetz (1967, 1968,1983), North dan Thomas (1973),
Barzel (1982,1989), Williamson(1975,1985) Ostrom (1990). W illiamson (2000), dalam
tinjauannya memasukkan Nobel Laureates di antara gambaran-gambaran pokok dalam
ekonomi kelembagaan ekonomi baru : Kenneth Arrow, Friedrerik Hayek, Gunnar
Myrdal, Herbert Simon, Ronald Coase, and Douglas North. Penemuan masyarakat
internasional bagi ekonomi kelembagaan baru oleh Coase, North dan
W illiamson(1996) telah memberikan sebuah forum tahunan bagi pekerjaan baru yang
kebanyakan empiris serta memperluas bidang penelitian yang ditunjukkan oleh para
ahli ekonomi kelembagaan baru.

21

Stigma “Illegal” Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya

pemerintahan sebagai akibat dari upaya perusahaan untuk bisa
bertahan dalam perubahan lingkungan kelembagaan.
Penelitian lainnya, yang dipengaruhi oleh esai milik Coase
yang menekankan pada hak-hak properti dalam membentuk struktur
insentif (Cheung, 1970,1974; North dan Thomas, 1973; Alchian (1950)
dan Demsetz, 1983; North, 1973). North beralasan bahwa susunan
kelembagaan alternatif bisa membuat perbedaan di antara
pertumbuhan, stagnasi, dan kemunduran ekonomi, insentif
distrukturkan dalam susunan kelembagaan sehingga insentif banyak
ditentang dan meningkatkan hak-hak properti yang melemahkan
pembaharuan dan hubungan pribadi para enterpreuners. Hal ini
seringkali menguntungkan dan bermanfaat bagi para pelaku politik
dalam merencanakan lembaga-lembaga yang memberikan kekayaan
yang bisa mengurangi insentif untuk inovasi dan perusahaan swasta.
Pendekatan North terpusat pada negara, dan memberi
perhatian pada analisis peranan negara dalam mengurangi struktur
pokok yang mendasari hak-hak properti di dalam masyarakat. M enurut
pandangannya, tugas pokok dalam menjelaskan perkembangan
ekonomi adalah melakukan spesifikasi kejadian dan kondisi yang
memberikan insentif bagi para pelaku politik untuk menegakkan
susunan kelembagaan formal yang mendukung hak-hak properti yang
tepat guna. Kemajuan negara-negara barat adalah mengurangi kontrol
negara atas sumber-sumber dan kemunculan beberapa bentuk
pluralisme politik 4.
Pemahaman lembaga-lembaga sebagai “pemikiran manusia
yang membatasi struktur politik, ekonomi, dan interaksi sosial” terdiri
dari aturan formal, seperti perundang-undangan, hukum, dan hak
properti, serta elemen-elemen informal, seperti sanksi, larangan, adat,
tradisi, dan kode etik (North, 1999 : 97). M eskipun dia berada dalam
4 North dan W eingsat (1989) berargumen bahwa dalam kasus I nggris, pokok peristiwa
dan kondisi berakar dari luapan ketegangan antara penguasa dan konstitusi yang
meningkatkan lembaga-lembaga dalam membatasi kapasitas negara untuk mengambil
alih sumber-sumber dari produsen dan oleh karena itu kebutuhan mendorong
pertumbuhan ekonomi dilakukan melalui inovasi dan perusahaan swasta.

22

Tinjauan Pustaka

urutan yang pertama dalam menunjukkan elemen informal dalam
lembaga, North konsisten menekankan pada “aturan dasar persaingan”
atau dasar peraturan yang diadakan oleh konstitusi dan hukum.
Peraturan ini diadakan oleh para pelaku politik dan
membentuk struktur hak-hak properti yang menetapkan dan
menentukan aturan dalam bersaing dan bekerjasama di dalam pasar.
Aturan formal sangatlah penting ditegakan dalam ekonomi pasar
modern, sehingga North beragumen bahwa pertumbuhan perdagangan
jarak jauh, spesialisasi, dan pembagian kerja menambah persoalan yang
terkait dengan agen dan negosiasi kontrak serta pelaksanaannya.
M eskipun ikatan antar perseorangan, norma-norma sosial dan sanksi
seperti pengucilan merupakan elemen sangat penting dalam susunan
kelembagaan, namun hal ini tidak mampu melaksanakan komitmen
terhadap perjanjian, karena “dalam ketiadaan kontrak impersonal yang
efektif, sulit untuk mencegah perkembangan pertukaran yang
kompleks” dalam ekonomi modern (North, 1991).
Teori North mengenai perubahan kelembagaan menggunakan
marginalis standar yang menekankan pada perubahan harga relatif.
Sejarah kebangkitan ekonomi negara barat yang digambarkan North
menunjukkan bahwa perubahan kelembagaan “datang dari suatu
perubahan di dalam daya tawar yang relatif terhadap peraturan yang
melawan konstitusi (pemilih) dan pembicaraan yang luas”.
Perubahan-perubahan
timbul
karena
mengutamakan
perubahan–perubahan yang terus menerus dari harga-harga relatif
(North, 1984 : 260). Perubahan harga relatif digerakkan oleh
perubahan demografis, perubahan dalam persediaan pengetahuan dan
perubahan dalam teknologi militer. Dinamika perubahan kelembagaan
dalam teori North berakar dari interaksi yang berlangsung terus
menerus antara lembaga-lembaga dan organisasi dalam konteks
bersaing ketika sumber-sumber semakin langka.
Inovasi akan datang dari negara, berupa konstitusi. Negaranegara pada umumnya tidak mempunyai persoalan tentang free rider
di mana kapasitas individu dan pelaku organisasi terbatas dalam
23

Stigma “Illegal” Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya

mengimplementasikan perubahan berskala besar.5 Para usahawan
adalah agen perubahan dan organisasi adalah pelaku yang merespon
perubahan harga relatif termasuk perubahan rasio dari faktor harga,
perubahan biaya informasi, dan perubahan dalam teknologi. Organisasi
merupakan agen perubahan ketika mereka mencoba mempengaruhi
negara dengan tujuan melakukan inovasi kelembagaan yang
memungkinkan para pelaku ekonomi bertahan dan mendapatkan
keuntungan dari harga relatif.6
Greif (2006), mengkritik pendekatan North yang fokus pada
peraturan formal dan kekuasaan negara. Hal ini mempersulit
penjelasan mengapa tidak semua pelaku ekonomi mengikuti peraturan.
M eskipun North mengakui peran ideologi, kepercayaan adat, norma,
dan konvensi. Greif berpendapat bahwa pendekatan North mengenai
analisa kelembagaan tidak memberikan kerangka untuk mempelajari
bagaimana para pelaku secara endogenous dimotivasi untuk mengikuti
peraturan yang tidak dilaksanakan oleh negara.
North memindahkan kepercayaan dan norma ke dalam kotak
hitam dari pembatasan informal, serta tidak dapat menunjukkan
bagaimana peraturan-peraturan informal dan pelaksanaannya
menyatukan peraturan formal untuk memungkinkan, memotivasi, dan
memandu perilaku ekonomi. Pendekatan Greif sendiri menggunakan
Teori Permainan (Game Theory) untuk menguji bagaimana
kepercayaan adat membentuk dan membangkitkan hubungan agen
utama, dan lembaga-lembaga ekonomi yang nyata.
Dalam artikelnya “Economic Action and Social Structure”
(1985), Granovetter menjelaskan bahwa perilaku aktor merupakan
bentuk kongkrit dari hubungan sosial dalam sistem yang terus menerus
dibangun. Hubungan sosial ini yang lebih bertanggung jawab terhadap
5 Libecap
(1994), menggabungkan teori pemilihan umum dengan ekonomi
kelembagaan baru untuk mengembangkan suatu pendekatan hak-hak properti pada
perubahan kelembagaan yang memperhitungkan kepentingan politik dan ekonomi.
6 Sebagai contoh: Redupnya rencana ekonomi China yang mengarah ke suatu
perubahan pada struktur produksi industri dan kenaikan pada buruh (mengubah harga
relatif). Negara merespon dengan meliberalisasikan peraturan migrasi dalam negeri dan
registrasi rumah tangga di daerah pedalaman.

24

Tinjauan Pustaka

munculnya kepercayaan dalam kehidupan ekonomi dibandingkan
dengan struktur kelembagaan atau moralitas umum. Pandangan ini
mengkritik paham kelembagaan baru W illiamson yang menggunakan
pertimbangan biaya transaksi, sifat-sifat pasar, dan struktur insentif.
Untuk menjelaskan pemikiran ini Granovetter memakai
pendekatan embeddedness dalam kelembagaan untuk membedakan
dengan paham ekonomi kelembagaan ekonomi baru. Pendekatan
embeddednes mendemonstrasikan bahwa ikatan antar personal lebih
banyak membentuk perilaku dan penampilan ekonomi dalam pasar
yang hirarki dari bentuk-bentuk keorganisasian. Granovetter
mengemukakan hipotesa sebagai bentuk kritik terhadap NIE, yang
menyatakan bahwa variasi dari struktur dan sifat dari ikatan
antarpersonal menjelaskan integrasi vertikal perusahaan-perusahaan.
Perusahaan menghadapi tekanan integrasi vertikal dalam pasar,
di mana perusahaan-perusahaan yang bertransaksi kekurangan jaminan
sosial dalam hubungan personal, sehingga pada akhirnya menimbulkan
dan berada dalam masalah, kekacauan opportunism, atau kejahatan
jabatan. Jadi biaya sosial berkaitan dengan ikatan antarpersonal dalam
upaya menjauhkan dan memecahkan konflik ataupun dalam
mengakumulasi kewajiban-kewajiban berdasarkan perhitungan
rasional ketika mereka memperhitungkan bentuk-bentuk alternatif
organisasi ekonomi. Analisa biaya transaksi dan
pendekatan
embeddedness setuju bahwa perusahaan secara umum memiliki
konteks sosial dalam menegosiasikan perjanjian problematiknya.
Pendekatan embeddedness berbeda dengan biaya transaksi ekonomi
NIE, dalam menekankan solusi-solusi informal yang ditujukan kepada
masalah kepercayaan sebagai perlawanan terhadap susunan
kelembagaan formal. Respon W illiamson (1994 : 85) terhadap esai
Granovetter yaitu, “biaya transaksi ekonomi dan pertimbangan
embeddedness terbukti saling melengkapi dalam banyak hal”.7

7 Seperti yang dijelaskan oleh Richard Miller (1987), penyebab-penyebab terdekat
seringkali dangkal ketika berlawanan dengan penyebab tetap yang dalam, yang
diidentifikasi dengan struktur dan proses yang luas.

25

Stigma “Illegal” Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya

Pendekatan embbededness Granovetter menempatkan dasar
pada penghayatan kembali studi sosiologis dalam kehidupan ekonomi,
sedangkan W illiamson menekankan pada sifat dasar ikatan antar
personal dari struktur jaringan yang cenderung mempersempit bidang
ekonomi sosiologi. Pendekatan embeddedness menempatkan variasi
pada struktur yang mendasari hubungan-hubungan sosial yang nyata
untuk menjelaskan cara kerja pasar dan perusahaan daripada
menjelaskan ekonomi yang cenderung dibatasi pada sebab-sebab yang
paling mendekati. Pada tingkat makro, memperhatikan hubungan
sosial dan kelembagaan yang ada atau dibentuk sebagai media dari
hubungan–hubungan yang tercipta merupakan esensi proses
pembangunan yang bukan hanya memperhatikan faktor ekonomi.
Pembangunan dianggap sebagai pertumbuhan ekonomi,
perkembangan industri, dan pendirian institusi-institusi sosial, serta
politik yang dirancang sesuai dengan model atau contoh yang ada di
Amerika Serikat. Sebagai suatu proses transformasi ekonomi, sosial dan
politik dunia ketiga tidak dapat dipisahkan dari produksi dan
reproduksi, pengertian-pengertian, simbol-simbol, dan pengetahuan
yang merupakan reproduksi budaya. M asalah pokoknya adalah kendali
atau kontrol atas nilai-nilai baru yang dimasukkan ke dalam ”atas nama
pembangunan”.
Nilai yang mana harus disingkirkan dan mana yang harus
dipertahankan sebagai jalan untuk mencapai modernisasi? Sangat
penting untuk membedakan proses perubahan di sini. Pertama,
berkaitan dengan produksi barang-barang, penguasaan alam,
pengorganisasian yang rasional dan efisiensi teknologi. Kedua,
berkaitan dengan produksi struktur-struktur kekuatan dan ideologi.
Scott (1985 : XXVI), menyatakan bahwa hal ini tidak hanya suatu
perjuangan dalam bidang produksi, tetapi suatu perjuangan yang lebih
mengenai makna.
M odel sebab-akibat multilevel memberikan pengaruh analitik
dalam pemunculan pasar ekonomi di masa akhir sosialis China, Eropa
Timur, dan pembentukan Uni Soviet. Ketika ekonomi Barat menuju
26

Tinjauan Pustaka

Eropa Timur dan negara-negara bekas Uni Soviet, pandangan mereka
secara konsisten menekankan pendekatan untuk melembagakan
ekonomi pasar dengan merencanakan perubahan terhadap aturanaturan formal yang mengatur hak kepemilikan dan pasar. Di China,
perubahan-perubahan institusi tidak banyak disebabkan oleh
perubahan top-down dalam aturan formal, tetapi penyusunan kembali
bottom-up untuk membentuk lembaga baru dengan tetap
memperhatikan kepentingan dan kekuatan yang ada. Hak milik pribadi
dan institusi pasar dikembangkan mengarah pada perubahan ekonomi
yang berjalan mulai dari pusat kontrol aktivitas ekonomi sampai pada
market perusahaan.
Perubahan dalam aturan-aturan formal menyebabkan
kecenderungan munculnya ekonomi pasar yang diikuti oleh praktek
bisnis informal. Strategi transformasi kelembagaan lebih banyak
dikembangkan agar sama sekali tidak merusak apa yang telah ada
namun membuatnya efisien. Akan tetapi, seperti di Uni Soviet, upaya
pembentukan ulang perusahaan milik negara melalui perubahan aturan
formal di China juga terbukti tidak efektif, hal ini disebabkan oleh
karena perubahan-perubahan dalam aturan seringkali berlawanan
dengan kepentingan pribadi dan bertentangan dengan sumber-sumber
legal dari organisasi partai komunis yang telah berakar pada
perusahaan milik negara.
M odel Dynamic Game Theory (Nee dan Lian, 1994) yang
menekankan pada penurunan komitmen ideologi dan politik
membantu menjelaskan deinstitusionalasi dari partai komunis di awal
perencanaan pusat dalam transisi ekonomi. Gap teknologi dan militer
yang bertumbuh selama perang dingin antara ekonomi kapitalis dan
negara sosialis mempercepat upaya pembentukan kembali
kelembagaan ekonomi elite-elite komunis untuk mempersempit gap
melalui inovasi yang digabungkan dalam kerangka institusi dari
perencanaan pusat untuk peningkatan kepercayaan pada mekanisme
pasar.

27

Stigma “Illegal” Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya

Tetapi pada tingkat individu dalam birokrat dan pegawai
partai, pertumbuhan ekonomi dan bursa politik meningkatkan
pembayaran gaji untuk oportunisme dan kenaikan jabatan, yang
diberikan pada kelompok yang memiliki hubungan erat dengan
anggota-anggota partai. Kelompok ini dalam dinamika sosial,
menyebabkan penurunan komitmen ideologi dan politik pada partai
komunis. Hal ini membuka jalan bagi deinstitusionalisasi partai dan
perubahan institusi politik, termasuk revolusi politik, dalam
pembentukan kembali negara sosialis. M odel Dynamic Game Theory
memberikan penjelasan penurunan prestasi organisasi yang menyoroti
komitmen terhadap ideologi dasar di antara anggota-anggota partai.
Hal ini menentukan dinamika sosial yang menyebabkan perubahan
komitmen terhadap aturan-aturan dan tujuan partai (Aslund, 1995;
Beissinger, 2002).

Kebijakan Publik, Kelembagaan dan Pembangunan.
Johannes Jutting (2003), memaparkan 2 tipe studi yang
berbeda. Pertama, studi representatif negara yang banyak menjelaskan
perbedaan angka pertumbuhan, jalannya pemerintahan, dan struktur
badan hukum yang menuntut studi kelembagaan yang berbeda. Kedua,
studi kasus negara menganalisa dampak kelembagaan pada bidang
tertentu seperti manajemen sumber daya berkelanjutan, pertumbuhan
pasar, dan manajemen konflik.
Secara metodologis, menganalisa dampak lembaga terhadap
hasil pembangunan harus memperhitungkan perbedaan antara
lembaga exogenous dan endogenous, lingkungan daerah, pandangan
pelaku, dan adanya level-level lembaga yang berbeda, serta perubahan
waktu horizon yang berbeda (Jutting, 2003).
M enurut North, kelembagaan adalah setiap bentuk batasan
yang diciptakan oleh manusia untuk membentuk interaksi dengan
manusia. Batasan-batasan ini termasuk di dalamnya apa yang tidak
boleh dilakukan dan dalam kondisi tertentu bagaimana individu
28

Tinjauan Pustaka

diperbolehkan untuk menjalani aktivitas tertentu. Dengan kata lain
suatu kerangka kerja di mana interaksi manusia terjadi.
M asyarakat di negara kaya maupun di negara miskin
mengandalkan kelembagaan informal untuk memfasilitasi transaksi.
Tetapi kelembagaan ini lebih penting di negara miskin karena
kelembagaan formal belum berkembang. Kelembagaan informal
mengganti kelembagaan formal. Negara dan komunitas bersama-sama
menyelesaikan permasalahan tanpa menggunakan sistem publik yang
legal dan formal (W orld Bank, 2004).
Dalam kaitannya dengan level kelembagaan, level 1 adalah
lembaga yang melekat di masyarakat dan mencakup norma sosial, adat,
tradisi, dan lain-lain. Kelembagaan tradisional yang sudah ada sejak
berabad-abad lalu, umumnya bersifat informal dan dapat dianggap
exogenous terhadap sistem ekonomi. W alaupun kelembagaan pada
prinsipnya tidak statis dan dapat berubah dalam menanggapi peluang
ekonomi baru atau kondisi krisis, tetapi jalan untuk suatu perubahan
pada level ini lamban atau bahkan tidak ada. Tujuan kelembagaan
adalah cara masyarakat untuk mengatur dirinya sendiri. W alaupun
tidak terdapat mekanisme formal, tetapi komitmen terhadap
kelembagaan informal biasanya cukup kuat.
Kelembagaan level 2, berkaitan dengan aturan-aturan
permainan. Tujuan utamanya adalah menentukan dan melaksanakan
hak-hak kepemilikan. Kebanyakan merupakan kelembagaan formal
tetapi terdapat juga contoh kelembagaan informal. Contohnya aturan
pemerintah atas sumber daya alam merupakan aturan tidak tertulis,
namun berhubungan erat dan dapat dimasukkan dalam kelompok ini.
M asa perubahan bisa lebih pendek, tetapi hal ini masih memakan
waktu antara 10 sampai 100 tahun.
Kelembagaan level 3, berkaitan dengan pemerintah. Keahlian
kelembagaan ini adalah memerintah dan membentuk kembali struktur
insentif yang memungkinkan membangun struktur pemerintahan dan
menuntun pembangunan organisasi khusus seperti pemerintah lokal
maupun nasional. W alaupun level ini dipengaruhi oleh level 1 dan 2,
29

Stigma “Illegal” Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya

bermacam jalur feedback dan pertaliannya belum jelas. Jangka waktu
untuk perubahan dan pengorganisasian kembali transaksi pada struktur
pemerintahan diperkirakan hanya beberapa tahun hingga satu dekade.
Contoh kelembagaan jenis ini adalah aturan-aturan yang mudah
berubah dan yang mempunyai dampak terhadap alokasi sumber daya,
kemauan, sistem keamanan sosial, dan sebagainya.
Agenda penelitian pada pendekatan institusi baru adalah
membawa kembali analisis perbandingan institusi dalam sosiologi
ekonomi, sebagian besar dari pekerjaan ini meliputi sejarah analisis
kualitatif dari 1 atau 2 studi kasus yang baru.
Analisis perbandingan institusi pada perusahaan merupakan
sumber data pada penerimaan biaya dalam lingkungan institusi dan
menawarkan pendekatan perjanjian untuk mengestimasi biaya
transaksi. W alaupun biaya transaksi inti konsep teori ada pada institusi
ekonomi, namun para ahli ekonomi belum dapat memastikan konsep
ini sebagai cara analisis empiris. M engacu pada biaya ketidakpastian
dan informasi asimetris yang tertanam dalam hubungan sosial
(contohnya hubungan agen secara prinsip), ini adalah konsep pada
kepentingan sosiologi yang signifikan. Pengembangan indeks biaya
standar transaksi yang mencakup sumber-sumber institusi (yaitu hak
untuk mendapatkan properti, ketidakpastian, aturan-aturan yang
transparan, sumber yang saling bergantung, birokrasi, dan regulasi
pemerintah, serta pernyataan awal). M elalui perusahaan, data sentrik
membuka jalan untuk lebih banyak menjumlahkan sendiri bagaimana
lingkungan institusi mengharapkan perilaku ekonomi.
Pembangunan bukanlah konsep yang bebas “nilai”.
Pembangunan mempunyai banyak makna yang dapat dilihat dari segi
sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Sebagai alat politik, pembangunan
bermakna sebagai “ideologi” baru dari imperialisme, kolonialisme dan
sebagainya. Pembangunan yang meninggalkan wajah “suram” di manamana tidak terlepas dari pelaksanaan pembangunan yang melibatkan
kelembagaan. Kualitas lembaga mempengaruhi hasil pembangunan
yang berjalan.
30

Tinjauan Pustaka

Beberapa studi telah membuktikan adanya hubungan antara
kelembagaan dan hasil pembangunan. Secara khusus, hal ini mengacu
pada masalah dampak kelembagaan terhadap faktor hasil tertentu
seperti pertumbuhan, ketersediaan sumber daya alam, dan
pertumbuhan pasar. Sementara banyak bermunculan studi crosssectional dan studi cross country yang membahas masalah ini.
Kebanyakan tinjauan pada penelitian menemukan suatu
korelasi positif yang kuat antara kualitas dan pelaksanaan lembaga di
satu pihak dan hasil-hasil pembangunan di pihak lain. Akan tetapi
karena keanekaragaman pendekatan metodologi dan masalah konsepsi,
maka bukti penyebab masih tipis. Dengan melihat beberapa
kelemahan, tulisan ini menawarkan suatu kerangka analisis yang
inovatif dan memaparkan hubungan-hubungan pengaruh antar
lembaga dan hasil-hasil pembangunan. Kerangka yang dikembangkan
ini menekankan pemahaman bahwa lembaga tidak berdiri sendiri,
tetapi melekat dalam lingkungan daerah dengan dipengaruhi oleh
perjalanan sejarah dan budaya.
Beberapa penelitian menganalisis bahwa dampak lembaga
terhadap pembangunan harus memperhitungkan perbedaan lembaga
exogenous dan endogenous, lingkungan daerah pandangan pelaku, dan
adanya level-level lembaga yang berbeda serta perubahan dengan
horizon waktu yang berbeda. Poin terakhir khususnya sangat relevan
untuk para pembuat kebijakan dengan tujuan untuk membentuk
kembali struktur kelembagaan negara mereka. Lembaga endogenous
dapat berubah dalam waktu relatif pendek. Sebaliknya lembaga
exogenous seperti aturan informal, norma sosial, dan adat
membutuhkan waktu yang sangat lama atau bahkan mustahil ada
perubahan. Oleh karena itu pengambil kebijakan harus menyusun
kembali suatu kebijakan yang koheren dengan struktur sosial yang ada.
Penelitian yang menemukan solusi untuk mengembangkan hubungan
antara struktur sosial pribumi yang ada dengan struktur kelembagaan
formal, seperti contoh struktur kepemerintahan, tidak hanya untuk
daerah yang diteliti, tetapi juga menjanjikan hasil kebijakan-kebijakan
yang sangat relevan.
31

Stigma “Illegal” Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya

Sistem dunia saat ini amat sangat terkontrol dan dengan segala
macam tujuan praktisnya mustahil dunia yang makmur muncul dan
dipelihara melalui sistem pasar yang tidak terarah dan tidak
mempunyai batas. Usaha untuk mengatasi secara internasional sangat
terlambat. Sistem ekonomi otonomi daerah adalah cara yang lebih baik
untuk menciptakan dunia yang makmur. Pertumbuhan ekonomi secara
terus menerus tidak sejalan dengan kemakmuran, dan di beberapa
negara industri proses pertumbuhan memakan lebih banyak uang
dibanding hasilnya. Pada negara-negara ini pertumbuhan adalah
tujuan nasional, sayangnya bila tidak dapat berkembang, investor akan
mengundurkan diri dan ekonomi mereka akan hancur. Pertanyaannya
adalah apakah pembangunan dapat mencapai kemakmuran? Upaya ini
bisa dicapai, akan tetapi ketidakmakmuran mengancam pola model
sistem yang sekarang, dan sulit untuk menghancurkan suatu pola jika
kita bekerja di dalamnya. Pandangan yang betul-betul baru tentang
dunia sangat diperlukan.
Pasar sebagai struktur sosial yang dikonstruksi oleh para
produsen untuk merespon arus kenaikan atau arus penurunan dalam
pasar tertentu. Ketika pasar baru muncul, perusahaan yang baru dan
yang sudah berkembang meningkatkan produksi ketika mereka
memasuki pasar. M enggunakan teori isyarat (Spence, 1974) dan model
tindakan rasional dalam jaringan milik Burt (1992), W hite berargumen
bahwa perusahaan-perusahaan mengamati isyarat dan petunjukpetunjuk yang ditunjukkan oleh perusahaan saingan, ketika setiap
perusahaan mengadaptasi produk mereka dalam pasar.
Konstruksi sosial suatu pasar yang terdiri dari para produsen di
suatu area berakar dari usaha-usaha yang dilakukan oleh perusahaan
untuk menafsirkan dan menggunakan informasi dari sinyal-sinyal yang
ditunjukkan oleh rekanan, ketika mereka mengatur siasat dan bersaing
untuk menduduki pasar produksi. Perusahaan saling mengamati satu
sama lain dan menggunakan sinyal perusahaan lain untuk memandu
pilihan dan tindakan mereka. M ereka mencari identitas diri melalui
perusahaan saingannya tentang kualitas produk-produk mereka
ataupun layanan mereka. Reputasi perusahaan amatlah penting dalam
32

Tinjauan Pustaka

mempertahankan perusahaan. Di dalam pasar produksi perusahaan
kadang-kadang bisa membentuk persekutuan yang strategis untuk
memperkuat ikatan atau perangkai dari ikatan yang spesifik
perusahaan anggota untuk lepas dari ketergantungan. Hasilnya selama
ini adalah kerangka kelembagaan sektor industri yang stabil terdiri dari
jaringan-jaringan perusahaan. M odel W hite mengkerucutkan dan
menjelaskan, serta menganalisis mekanisme suatu pasar yang timbul
secara endogenous dari pemberian sinyal produsen satu sama lain
dalam pasar produksi. Identitas perusahaan dalam pasar tersebut
disusun oleh peranan dan norma-normanya. W hite mengajukan suatu
pandangan sosiologis pasar sebagai struktur-struktur di mana para
produsen bertindak sebagai pemerintah. Di antara penyedia arus naik
dan pembeli arus turun, salah satu alternatif model pasar sebagai suatu
lembaga sosial berbeda dengan asumsi neoklasik tentang persaingan
sempurna dalam pasar.
Burawoy (1979), mengintegrasikan teori M arxist dalam
konteks kerangka tindakan rasional para manager dan para pegawai
dalam suatu perusahaan industri. Analisis keorganisasiannya
menunjukkan bahwa kemunculan pasar buruh internal dan
penggantian style manajemen menjadi gambaran dalam negeri suatu
negara dalam menimbulkan strategi perusahaan untuk beradaptasi
dengan persaingan yang muncul dalam pasar global. Karakter-karakter
kelembagaan yang menonjolkan sifat perusahaan kapitalis,
menyebabkan naiknya individualisme di antara para pekerja dalam
bersaing dan berpartisipasi dalam pasar buruh internal untuk kemajuan
dan promosi. Aktivitas pengaturan diri di antara para karyawan juga
meningkat. Burawoy berpendapat bahwa, “persaingan informal dari
norma-norma kelompok pekerja pabrik yang memiliki hubungan dekat
menuju suatu persetujuan berdasarkan norma antara pekerja dan
manajer yang mendorong pencapaian manajemen”. Persetujuan para
pekerja non formal pada gilirannya meningkatkan lingkungan
kelembagaan kapitalis yang dikarakteristikan oleh kerukunan industri
dalam produktivitas yang tinggi.

33

Stigma “Illegal” Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya

Para ahli keorganisasian baru memahami lembaga sebagai
sistem mitos rasional dan kebiasaan, penyesuaian terhadap pemberian
pengesahan pada organisasi. Sedangkan konsep bahasa mereka
mungkin berbeda, tema yang mendasari lembaga sebagai aturan
pembangunan konstruksi sosial tetap dengan para ahli kelembagaan
ekonomi baru dan sosiologi yang berbagi definisi yang sama terhadap
lembaga sebagai sistem formal yang berhubungan dan aturan non
formal yang diberi kemudahan, memotivasi, serta mengatur perilaku
sosial dan ekonomi. Akan tetapi, sosiologi ekonomi berbeda dari ilmu
ekonomi yang berpandangan bahwa lembaga bukan batasan formal dan
informal yang menentukan dorongan ataupun yang bukan dorongan,
seperti pendapat North (1981). Tetapi pada dasarnya mereka mencakup
konsep arena sosial yang mana para pelaku mengindentifikasi dan
mengejar kepentingan.
M eskipun para ahli ekonomi mengakui kepentingan dari
organisasi sosial informal, analisa mereka menekankan aturan negara
dalam melaksanakan aturan formal. Para ahli sosiologi ekonomi
menekankan hasil dan pelaksanaan norma dalam kelompok yang
berhubungan dekat yang terdiri dari organisasi sosial informal dalam
perusahaan-perusahaan. Seperti pendapat mereka, ikatan, dan jaringan
personal tanpa henti sangat penting untuk memahami dasar hubungan
antara organisasi sosial informal dan aturan formal.
Kelembagaan dalam industri mengikuti kompleksitas
industrinya. Oleh karenannya merupakan kajian yang spesifik pada
setiap jenisnya. Industri sangat dipengaruhi oleh karakter produk,
kultur pelaku dalam industri dan karakteristik wilayah di mana lokasi
industri tersebut berada. M isalnya industri rokok, berbeda dengan
bordir, batik, makanan, dan lainnya. Pada produk yang sama, dapat
berbeda karena lokasi produksi yang berbeda. Lokasi produksi
melibatkan lingkungan masyarakat sebagai pelaku dengan karakteristik
tertentu.
Secara umum industri memiliki tujuan menciptakan
keuntungan, sehingga harus bekerja secara efisien dan efektif.
Keuntungan yang diperoleh merupakan faktor penting untuk
34

Tinjauan Pustaka

terjaminya keberlanjutan usaha. Dalam kerangka tersebut maka
diperlukan kelembagaan yang kuat, menyangkut para aktor atau
pelaku dalam industrinya, organisasi perusahaannya dan lingkungan
bisnisnya sedemikian rupa kondusif agar dapat mewujudkan tujuan
tersebut. Kelembagaan pada level mikro dan juga makro, yang fleksibel
dalam merespon kondisi di lingkungan bisnis, baik domestik maupun
global. Fleksibilitas dapat diwujudkan dengan mengubah paradigma
usaha menjadi perusahaan berbasis jejaring (network enterprise) dan
mengembangkan modal sosial sejajar yang difungsikan seperti modal
ekonomi maupun modal budaya.
Kelembagaan dalam Industri dapat dipahami dengan
menggunakan konsep value chain (Porter, 1995 : 5) yang ditunjukkan
untuk mengidentifikasi rantai produksi dan rantai bisnis, untuk
mencapai value added. Organisasi produksi meliputi organisasi bahan
baku, bahan pendukung, dan bahan pengganti untuk keperluan
produksi. Organisasi proses, meliputi bahan, alat, dan proses itu
sendiri. Organisasi bisnis atau pemasaran meliputi saluran distribusi
yang digunakan, kapan distribusi produk dilakukan, apakah output
sebagai produk antara atau produk akhir. Organisasi yang dipilih dalam
produksi, proses, dan pemasarannya akan menentukan sistem dalam
industri. Ketika pemasaran produksi dilakukan dalam sistem yang
terpisah dan menggunakan teknologi yang berbeda, maka di dalam
sistem dan kelembagaannya memerlukan biaya transaksi.
Biaya transaksi bersifat fixed dan variable. Biaya transaksi fixed
yaitu investasi tetap yang diadakan dalam rangka menyusun
kesepakatan kelembagaan (fixed transaction costs), sedangkan biaya
transaksi yang bersifat variable ditentukan oleh jumlah dan volume
transaksi yang memerlukan biaya (Furubotn dan Richter, 1993 : 4449). Sifat biaya transaksi sama dengan dan sebagai biaya produksi.
Biaya transaksi merupakan biaya yang digunakan untuk menggunakan
pasar, melakukan pemesanan (order), dan biaya untuk menggerakan
dan menyesuaikan dengan kerangka politik kelembagaan. Secara
spesifik biaya transaksi pasar dapat dikelompokkan menjadi biaya
untuk menyiapkan kontrak termasuk di dalamnya biaya mencari
35

Stigma “Illegal” Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya

informasi. Biaya negosiasi dan pengambilan keputusan; biaya
pengawasan dan pemaksaan kewajiban yang tertuang dalam kontrak;
biaya transaksi manajerial, seperti penyusunan, pemeliharaan, dan
perubahan desain organsisasi.
Keberlanjutan merupakan tujuan jangka panjang yang akan
dicapai industri secara individu, maupun dalam konteks aktivitas
ekonomi makro. Dalam era kemajuan teknologi dan informasi, industri
harus mengubah paradigma aktivitasnya, dari industri yang
mengandalkan kepemillikan pribadi menjadi industri yang beroperasi
secara berjejaring atau yang disebut network enterprise (Castels, 2000).
Sehingga network enterprise dapat dikatakan sebagai industri berbasis
jaringan dengan kekuatan penguasaan informasi dan teknologi.
Industri yang menguasai informasi dan tekonologi bersifat inovatif.
Keunggulan network enterprise memiliki fleksibilitas yang
tinggi, sehingga dapat merespon dengan cepat perubahan dalam
lingkungan bisnisnya, baik secara mikro maupun makro. Kekuatan
network enterprise berada pada penguasaan informasi dan teknologi
para pelaku dalam industri dan menjadi basis dari operasional dalam
industri. Penguasaan informasi dan teknologi dapat meningkatkan
kapasitas industri. Penguasaan informasi dan teknologi sangat
memungkinkan untuk melakukan inovasi, baik produk maupun
pasarnya. Inovasi yang dilakukan berbasis informasi dan melembaga
adalah ciri industri jaringan (network enterprise) yang berdaya
saing.Inovasi adalah bagian karakteristik industri yang fleksibel yang
dikendalikan oleh pelaku / aktor yang memiliki ciri atau karakter
entrepreneurs.
M odal Sosial dan Industri . Secara umum modal sosial yang
dikembangkan berfungsi untuk mengurangi biaya transaksi dan biaya
lain di luar produksi yang menyebabkan industri dalam kondisi tidak
efisien (Boerdieu, 1982; Putnam,1993; Fukuyama,1999). M odal sosial
juga berfungsi untuk menyelesaikan kerumitan yang dihadapi industri
yang disebabkan oleh aturan formal yang harus dipatuhi tetapi tidak
terkait langsung dengan keberadaan industri. Komponen modal sosial
adalah jejaring (networking), yang dibangun untuk melakukan kerja
36

Tinjauan Pustaka

sama, nilai dan kepercayaan (trust). Kerja sama di antara para pelaku
dalam industri diikat oleh nilai yang sama atau nilai bersama. Kerja
sama dapat berlanjut karena ada kepercayaan (trust) di antara anggota
dalam jaringan.
NIE bekerja dengan lingkup mikro dan makro. Pada level
mikro, meliputi jaringan kelembagaan yang terintegrasi secara
horizontal, baik di dalam rantai produksi maupun bisnisnya atau di
antara pabrik dalam industri.8 Sedangkan di level makro, memfokuskan
pada jaringan yang terbangun secara vertikal antara industri dengan
negara pada skala nasional atau dengan dunia internasional (global).
Jaringan kelembagaan dapat berbentuk organisasi produksi, organisasi
pasar, dan sistem pemasaran yang digunakan.
Industri dengan kelembagaan yang baik akan dapat bekerja
dengan baik, terus tumbuh dan mendapatkan modal. Sebaliknya,
organisasi perusahaan yang kelembagaannya lemah akan memicu biaya
tinggi dan akan mati dalam ekonomi pasar. Sehingga perlunya
disiapkan aturan main atau kelembagaan terlebih dahulu di dalam
pasar, yang akan mengarahkan perilaku-perilaku pelaku ekonomi di
dalam pasar, agar mereka tidak berperilaku menyimpang dengan selalu
berusaha menghindari terjadinya persaingan yang sehat di antara
pelaku ekonomi, dengan maksud agar mereka dapat mengeksploitasi
konsumen habis-habisan dan mendapat keuntungan yang sebesarbesarnya.

Persaingan Industri
Industri
merupakan suatu aktivitas ekonomi
yang
memanfaatkan peluang bisnis untuk mendapatkan keuntungan jangka
panjang (Pratiwi, 2011). Industri rokok merupakan kumpulan dari

8 I ndustri menurut konsep BADAN PUSAT STATI STI K, adalah suatu unit (kesatuan)
usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa,
terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu dan mempunyai catatan administrasi
tersendiri.

37

Stigma “Illegal” Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya

pabrik rokok, yang berkembang sebagai klaster alamiah.9 Dinamika
pada industri secara alami dipengaruhi oleh hambatan masuk dan
keluar yang tidak terlalu kuat. Kuat dan lemahnya hambatan yang
dihadapi dalam industri sangat dipengaruhi oleh skala pabrik yang
masuk atau keluar dan skala pabrik yang menerapkan hambatan masuk
tersebut. Industri, pada umumnya memiliki skala yang beragam, yaitu
perusahaan yang bermain pada pasar lokal, nasional maupun global.
Pasar lokal dan nasional selanjutnya disebut sebagai pasar domestik.
Hambatan masuk pabrik berskala global lebih kuat/tinggi
dibandingkan dengan pabrik yang berskala domestik atau nasional.
Sehingga dinamika (pertambahan-berkurangnya) perusahaan pada
skala nasional lebih tinggi, sekalipun terdapat pengaruh kebijakan
pemerintah.
Persaingan industri, terjadi reaksi antar perusahaan melalui
penetapan harga dan promosi karena masing-masing perusahaan saling
bereaksi sebagai upayanya dalam mencapai target persaingan. Reaksi di
antara perusahaan tersebut dapat diidentifikasi melalui perilaku
pasarnya. Perilaku pasar adalah pola tanggapan yang dilakukan
perusahaan untuk mencapai tujuannya dalam persaingan industri
(Kuncoro, 2007).
Daya tarik dalam suatu industri akan mengundang perusahaan
sebagai pemain untuk terjun dan mencari keuntungan. Besarnya
tingkat profitabilitas yang diharapkan dari suatu industri
mempengaruhi banyaknya pemain dan intensitas persaingan antar
pemain dalam industri tersebut. Porter (2002), mengemukakan lima
kekuatan kompetitif yang digunakan untuk menganalisis profitabilitas
industri. Kekuatan tersebut mendasarkan pada realitas bahwa dalam
industri yang melahirkan struktur ekonomi tidak datang begitu saja.
Terdapat kecenderungan faktor–faktor yang saling berinteraksi secara
kompleks. Lima kekuatan tersebut terdiri dari bargaining power of

9 Klaster alamiah : model pertumbuhan industri yang berbasis jaringan terbentuk
secara alami, melibatkan bahan baku sampai pemasaran, dan melibatkan industri
pendukung. Di Indonesia klaster alamiah lebih banyak berdasarkan kedekatan lokasi
(Porter, 2002).

38

Tinjauan Pustaka

supplier; bargaining power of buyer; threat of new entrants ; threat of
substitutes dan rivalry among competitors.
Bar