Administrasi SB Yudhoyono-jusuf Kalla.

Soleh Hadisutisna : Pencapaian Partisipasi Masyarakat...

97

Vol. 1 \ No. 4 \ Januari 2008 : 98 - 109

Administrasi
SB Yudhoyono-Jusuf Kalla
Oleh
H. Obsatar Sinaga
Dosen FISIP Universitas Padjajaran

Abstrak
ilmu administrasi sering dikenal sebagai suatu modern phenomenon
T imbulnya
karena ia timbul pada abad modern ini. Akan tetapi, dengan timbulnya Ilmu Administrasi

tidak berarti hilangnya sifat “seni”nya. Karena itu sekarang administrasi dikenal
sebagai suatu artistic science karena dalam penerapannya, seninya masih tetap
memegang peranan yang menentukan. Sebaliknya, seni administrasi dikenal sebagai
suatu scientic art karena seni itu sudah didasarkan atas sekelompok prinsip-prinsip

yang telah teruji “kebenarannya”.
Reposisi dan revitalisasi peran administrasi negara harus bermula dari visi dan
komitmen orang nomor satu di negeri ini. Ia harus menjadi kekuatan gerakan nasional
tentang pentingnya melakukan reposisi dan revitalisasi administrasi negara. Dalam
konteks yang lebih sempit, dapat dikemukakan bahwa reformasi aparatur negara
adalah prasyarat mutlak yang diperlukan untuk menjamin berlangsungnya pengelolaan
pemerintahan yang demokratis serta sistem ekonomi yang dapat menciptakan
keadilan sosial bagi semua.

98

Obsatar Sinaga : Administrasi SB Yudhoyono-Jusuf Kalla

Latar Belakang
Charles A. Beard, seorang
sejarawan politik Amerika yang
terkenal dalam salah satu
karya-nya yang dikutip oleh
Albert Lepawsky dalam bukunya
Administration pada tahun 1937

berkata, “Tidak ada satu hal
untuk abad modern sekarang ini
yang lebih penting dari Administrasi. Kelangsungan hidup pemerintahan yang beradab dan
malahan kelangsungan hidup
dari peradaban itu sendiri akan
sangat tergantung atas kemampuan kita untuk membina
dan mengembangkan suatu
lsafat administrasi yang mampu
memecahkan masalah-masalah
masyarakat modern”.
Sarjana Amerika yang lain,
James Burnham, pernah pula
mengatakan bahwa revolusi
politik dan sosial akan timbul dan
diselesaikan, akan tetapi akan
ada revolusi pada abad modern ini
yang tidak akan pernah selesai,
yaitu managerial revolution yang
akan menimbulkan suatu kelas
terpenting

dalam
suatu
masyarakat, yaitu the managerial
class.
Jika pendapat kedua ahli
tersebut
dianalisis
lebih
mendalam, akan dapat ditarik
kesimpulan
bahwa
tegak
robohnya suatu negara dan
bahkan
maju
mundurnya
peradaban manusia, serta timbul
tenggelamnya bangsa-bangsa
di dunia tidak dikarenakan
peperangan atau malapetaka

lainnya,
akan
tetapi
akan

tergantung pada baik buruknya
administrasi yang dimiliki.
Selanjutnya jika pendapat
para ahli tersebut demikian juga
pendapat para ahli lainnya yang
senada diterima, maka jelaslah
kiranya bahwa sesuatu bangsa
dan sesuatu
negara yang
ingin mencapai kemajuan dalam
berbagai aspek kehidupan dan
peri penghidupan modern tidak
mempunyai pilihan lain selain
mengutamakan pembinaan serta
pengembangan Administrasi dan

Filsafat Administrasinya yang
sesuai kepribadian dan tujuan
bangsa dan negara itu serta
dengan memperhitungkan faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhinya.
Memang sesungguhnya
abad sekarang ini adalah “Abad
Administrasi”. Abad administrasi
karena semua keputusan di
bidang
politik,
ekonomi,
kebudayaan, militer, dan lain-lain
hanya akan ada artinya apabila
keputusan tersebut terlaksana
dengan efisien dan efektif.
Pelaksanaan suatu keputusan
dengan esien dan efektif itulah
yang merupakan sasaran utama
dari lsafat administrasi dengan
menempatkan manusia sebagai

fokus sentral-nya. Dan hal itu
pulalah yang akan merupakan
sorotan analisis dalam karya tulis
ini.
Lemahnya
pemerintah
dalam menjalankan administrasi
negara dapat menyebabkan krisis
dalam pembangunan bangsa. Hal
ini karena abai terhadap peran

99

Vol. 1 \ No. 4 \ Januari 2008 : 98 - 109

administrasi dan pembangunan
dalam bidang administrasi.

Konsep dan Denisi
Administrasi

Prof. Dr. Sondang P. Siagian,
M.P.A. di dalam bukunya Filsafat
Administrasi mendefinisikan
administrasi sebagai keseluruhan
proses kerja sama antara dua
orang manusia atau lebih yang
didasarkan atas rasionalitas
tertentu untuk mencapai tujuan
yang
telah
ditentukan
sebelumnya. Ada beberapa hal
yang terkandung dalam denisi
tersebut:
1. administrasi sebagai seni
adalah suatu proses yang
diketahui
hanya
permulaannya, sedangkan
akhirnya tidak diketahui.

Tegasnya,
adminis-trasi
sebagai seni merupakan suatu
fenomena social;
2. administrasi
mempunyai
unsur-unsur tertentu yang
menjadikannya ada, yaitu:

• adanya dua manusia atau
lebih.

Diperlukan lebih dari satu
orang karena seseorang
tidak dapat bekerja sama
dengan dirinya sendiri.
Karena itu, harus ada orang
lain yang secara sukarela
atau dengan cara lain diajak
turut serta dalam proses

kerja sama itu.

• adanya tujuan yang hendak
100

dicapai.
Terlalu sering orang beranggapan bahwa tujuan proses
administrasi harus selalu
ditentukan oleh orangorang yang bersangkutan
langsung dengan proses
itu. Hal ini menurut penulis
tidak benar. Tujuan yang
hendak
dicapai
dapat
ditentukan oleh semua
orang yang langsung terlibat
dalam proses administrasi
itu. Tujuan dapat pula
ditentukan oleh hanya

sebagian dan mungkin pula
malah hanya oleh seorang
dari mereka yang terlibat.
Akan tetapi, bukanlah
suatu hal yang mustahil
pula bahwa orang lainlah
yang menentukan tujuan
yang hendak dicapai.
Tujuan yang berbeda-beda,
tingkat kebutuhan yang
berlainan, kecerdasan yang
beraneka ragam, kesemuanya turut menentukan
bentuk
dan
sifat
administrasi
yang
diperlukan.

• adanya tugas-tugas yang

harus dilaksanakan.

Berbicara mengenai tugas
yang hendak dilaksanakan,
sering pula orang beranggapan bahwa proses administrasi baru timbul apabila
ada kerja sama. Tidak demikian halnya jika diterima
pendapat bahwa unsur
merupakan bagian yang
mutlak dari sesuatu, akan

Obsatar Sinaga : Administrasi SB Yudhoyono-Jusuf Kalla

segera terlihat bahwa kerja
sama bukan merupakan
unsur administrasi, melainkan suatu kondisi ideal.
Artinya, perlu ditekankan
bahwa pencapaian tujuan
akan lebih esien dan ekonomis apabila semua orang
yang terlibat mau bekerja
sama satu sama lain. Akan
tetapi tanpa kerja sama pun,
misalnya dalam hal penyelesaian tugas yang dipaksakan, proses administrasi
terjadi.



Dengan demikian, kerja
sama dalam administrasi
dapat digolongkan kepada
dua golongan, yaitu: (i)
kerja sama yang ikhlas
atau sukarela (voluntary
coope-ration), dan (ii) kerja
sama yang dipaksakan
(compulsory /antagonistic
cooperation).
adanya peralatan dan
per-lengkapan
untuk
melaksana-kan tugas-tugas
itu.
Ke dalam golongan ini
termasuk pula waktu,
tempat, peralatan materi
serta
sarana
lainnya.
Sarana dan prasarana
yang diperlu-kan dalam
suatu proses administrasi
tergantung dari berbagai
faktor seperti:
i.

jumlah orang yang
terlibat dalam proses
itu.
Secara

“aksiomatik”

dapat dikatakan bahwa
semakin sedikit jumlah
orang yang terlibat,
semakin
sederhana
tujuan yang hendak
dicapai serta semakin
sederhana tugas-tugas
yang
hendak
dilaksanakan, semakin
sederhana pula sarana
dan prasarana yang
dibutuhkan.
ii. sifat tujuan yang hendak
dicapai.
iii.ruang lingkup serta
aneka ragamnya tugas
yang hendak dijalankan,
dan
iv. sifat kerja sama yang
dapat diciptakan dan
dikembangkan.
Dapat dipastikan pula
bahwa
sifat,
ruang
lingkup, dan bentuk
kegiatan administrasi
berbeda dari satu zaman
ke zaman yang lain,
berbeda pula dari satu
masyarakat ke masyarakat yang lain, berbeda
pula dari satu waktu dan
kondisi ke lain waktu
dan kondisi.
3. administrasi sebagai proses
kerja sama bukan merupakan
hal yang baru karena ia telah
timbul bersama-sama dengan
timbulnya perdaban manusia.
Telah disinggung sebelumnya
bahwa proses adalah sesuatu
yang permulaannya diketahui
akan tetapi akhirnya tidak

101

Vol. 1 \ No. 4 \ Januari 2008 : 98 - 109

diketahui. Dengan demikian
administrasi adalah suatu
proses pelaksanaan kegiatankegiatan tertentu yang dimulai
sejak adanya dua orang yang
bersepakat untuk bekerja
sama untuk mencapai suatu
tujuan tertentu pula. Kapan
proses itu akan berakhir tidak
diketahui karena bila kedua
orang itu akan memutuskan
untuk tidak bekerja sama lagi
tidak akan ada yang mengetahui. Malahan mereka sendiri
juga mungkin tidak mengetahuinya.
Yang jelas ialah bahwa usia
administrasi sama dengan usia
peradaban manusia karena
apabila ada dua orang yang
bekerja bersama-sama untuk
menggulingkan sebuah batu
yang tidak dapat digulingkan
hanya oleh seorang di antara
mereka,
pada
saat
itu,
adminis-trasi telah ada. Hal
inilah yang dimaksud jika
dikatakan bahwa administrasi
merupakan suatu fenomena
sosial.
Sampai dengan tahun 1886,
pada dasarnya manusia mengenal
administrasi
sebagai
seni.
Kemudian pada tahun 1886 itu
timbullah suatu ilmu baru, yang
sekarang dikenal dengan Ilmu
Administrasi yang objek studinya
tidak termasuk objek studi ilmuilmu yang lain. Ilmu administrasi
telah pula memiliki metode
analisisnya sendiri, sistematikanya sendiri, prinsip-prinsip, dalildalil, serta rumus-rumusnya
sendiri.

102

Timbulnya ilmu administrasi sering dikenal sebagai suatu
modern phenomenon karena ia
timbul pada abad modern ini.
Akan tetapi, dengan timbulnya
Ilmu Administrasi tidak berarti
hilangnya sifat “seni”nya. Karena
itu sekarang administrasi dikenal
sebagai suatu artistic science
karena dalam penerapannya,
seninya masih tetap memegang
peranan yang menentukan.
Sebaliknya, seni administrasi
dikenal sebagai suatu scientic
art karena seni itu sudah
didasarkan aras sekelompok
prinsip-prinsip yang telah teruji
“kebenarannya”.
Ditinjau dari segi perkembangannya, administrasi dapat
dibagi atas dua bagian besar, yaitu
sebagai berikut: 1) Admini-strasi
Negara (Public Administration),
2) Administrasi Niaga (Private
Administration). Administrasi
Negara secara singkat dan
sederhana dapat didefinisikan
sebagai kese-luruhan kegiatan
yang dilakukan oleh seluruh
aparatur pemerintah dari suatu
negara dalam usaha mencapai
tujuan negara.

Faktor-faktor Ekologis dalam
Administrasi
Administrasi tidak pernah
beroperasi
dalam
suasana
kekosongan. Proses administrasi
dimaksudkan untuk melayani
masyarakat
dalam
usaha
masya-rakat itu memuaskan
kebutuhan-nya. Setiap masyarakat telah mempunyai norma-

Obsatar Sinaga : Administrasi SB Yudhoyono-Jusuf Kalla

norma tertentu yang berlaku
bagi
masyarakat
tersebut.
Norma-norma, keadaan, dan
kondisi masyarakat itulah yang
menentukan
kepribadian
masyarakat tersebut. Karena itu
dalam mempelajari dan menerapkan prinsip-prinsip administrasi
itu dalam kegiatan sehari-hari,
faktor-faktor ekologis yang selalu
harus diperhatikan ialah sebagai
berikut:
1. Falsafah negara.
Falsafah negara merupakan
tali pengikat bagi seluruh
warga negara. Karenanya
administrasi pun dalam membina falsafah administrasi
tidak boleh tidak, harus menyelaraskan falsafah itu dengan
filsafat negara yang dianut.
Artinya, lsafat administrasi
harus menerapkan falsafah
negara yang diterapkan dalam
bidang administrasi.
2. Sistem politik yang dianut oleh
negara
Karena
administrasi
merupakan proses lanjutan
dari politik, maka politik
administrasi
harus
pula
merupakan lanjutan politik
negara. Bagi adminis-trasi
negara, misalnya, tidak ada
netralitas
politik
karena
politiknya harus seirama
dengan
politik
negara.
Demikian pula halnya di
bidang kenia-gaan karena
kegiatan-kegiatan keniagaan
hanya boleh dida-sarkan
kepada politik pereko-nomian
negara.

3. Tingkat
pembangunan
ekonomi yang telah dicapai
Tingkat taraf kehidupan rakyat
akan sangat menentukan apa
yang mereka dapat kerjakan,
apa sifat disiplin kerja yang
hendak diterapkan, sistem
prioritas apa yang harus
disusun, kesejahteraan sosial
yang bagaimana yang harus
dicapai, serta pengarahan
penggunaan sumber yang
bagai-mana
yang
harus
disoroti.
4. Tingkat pendidikan rakyat
Tingkat pendidikan yang telah
dicapai oleh rakyat sebagai
faktor ekologis berarti bahwa
dalam proses komunikasi
dalam administrasi harus
diperhatikan gaya bahasa
yang dipergunakan, cara
menyampai-kan
berita,
instruksi, perintah, informasi
dan bimbingan. Kalau tidak
maka besar kemungkinan
proses komuni-kasi ini tidak
akan berjalan dengan efektif.
5. Bahasa
Bahasa adalah alat komunikasi pula. Namun di samping
sebagai alat komunikasi,
bahasa mempunyai peranan
penting lainnya, yaitu sebagai
tali pengikat dalam usaha
membinan kesatuan dan
persatuan.
Secara
administratif,
bahasa
merupakan alat yang amat
penting
dalam
usaha
menciptakan suatu frame of
reference yang sama dalam

103

Vol. 1 \ No. 4 \ Januari 2008 : 98 - 109

bidang administrasi itu.
6. Agama
Salah satu faktor yang membedakan manusia dengan
makhluk lainnya ialah karena
manusia itu mampu beragama.
Kemampuan beragama itu
mengakibatkan
manusia
mempunyai martabat yang
tinggi.
Karenanya
dalam
menggerakkan bawahan yang
beragama itu, perlu selalu
diperhatikan bahwa manusia
adalah
puncak
ciptaan
Tuhan.
7. Letak (geogra) negara
Cara menjalankan administrasi akan berbeda pada suatu
negara kepulauan, seperti
Indonesia, apabila dibandingkan dengan suatu negara
daratan (misalnya India). Dua
faktor penting yang mempengaruhi, yaitu: faktor komunikasi dan transportasi. Jika
seseorang menghubungkan
pelaksanaan sesuatu keputusan dengan faktor komunikasi
dan
transportasi,
kiranya tidak akan terlalu
sukar untuk menemukan
hubungan tersebut.
8. Struktur masyarakat
Suatu hipotesis yang dapat
dibuat dalam hubungan struktur masyarakat ialah bahwa
proses administrasi lebih
mudah dijalankan dalam suatu
masyarakat yang homo-gen
dibandingkan dengan suatu
masyarakat yang hetero-gen.

104

Jika demikian halnya maka
struktur masyarakat sebagai
faktor ekologis menentukan
pula sifat dan ruang lingkup
dari administrasi yang dapat
dijalankan.

Administrasi SB YudhoyonoJusuf Kalla
Pada kesempatan kali ini,
penulis mencoba mengambil
contoh kasus dari tulisan Eko
Prasojo, Dosen dan Manajer
Pelaksana
Selo
Soemardjan
Research Center FISIP UI, yang
berjudul
Administrasi
SB
Yudhoyono-Jusuf Kalla. Tulisan
tersebut dimuat dalam Harian
Kompas, pada tanggal 14 Oktober
2004.
Berikut
isi
tulisan
tersebut.
SELAMAT datang presiden
dan wakil presiden baru. Harus
diakui keberhasilan melakukan
tiga kali pemilihan umum dalam
kurun waktu satu tahun adalah
prestasi
demokrasi
bangsa
Indonesia. Keberhasilan ini harus
dipahami sebagai awal untuk
menata kembali strategi pembangunan bangsa. Bukan sebaliknya, hanya diisi pembagian
kekuasaan, maksimalisasi kepentingan elite dan kelompok,
ung-kapan politis dan plastis
yang hanya membingungkan
masyarakat.
Salah satu penyebab tidak
optimal – atau mungkin gagalnya
– pembangunan bangsa adalah
pengabaian peran administrasi
untuk
pembangunan
dan

Obsatar Sinaga : Administrasi SB Yudhoyono-Jusuf Kalla

pemba-ngunan dalam bidang
administrasi. Hal mana yang
menyebabkan
tingginya
bureaupathology dalam birokrasi
Indonesia yang tercermin melalui
tingginya
kleptokrasi
dan
rendahnya sensitivitas serta
kapasitas aparatur negara dalam
pembangunan dan kebutuhan
pelayanan masyarakat.
KEKUATAN negara-negara
demokrasi modern selalu terletak
pada
sistem
administrasi
negara-nya. Karena itu, kita
mengenal
istilah
Reagen’s
Administration
atau
juga
Thatcher’s Administration. Hal ini
sekadar menunjukkan, sistem
pemerintahan
yang
kuat
dicerminkan sistem administrasi
negara yang juga kuat. Bahkan
kelahiran
new
public
administration dalam studi-studi
administrative sciences amat
diwarnai perkem-bangan dan
dinamika reformasi administrasi
yang terjadi di Amerika Serikat
(AS) dan di Inggris. Konsepkonsep pemerintahan baru,
seperti slimming state, reinventing
government, debureauc-ratization,
deregulation, dan privatization,
dilahirkan oleh upaya-upaya
untuk menjadikan administrasi
negara kian efisien dan efektif
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan, pelayanan kepada
publik, pembangunan bangsa
secara keseluruhan.
Ketiadaan
paradigma
tentang peran, kedudukan, dan
fungsi administrasi negara dalam
pembangunan ini juga menjadi
penyebab reformasi birokrasi di

Indonesia tidak memiliki visi,
kehilangan roh, dan berjalan
amat sporadis. Hingga kini tidak
terlihat bentuk atau grand design
yang diinginkan dalam rangka
reformasi birokrasi, tidak ada
kemauan politik dari pemerintah.
Semua bentuk reformasi yang
dijalankan di negara lain diadopsi
tanpa tujuan yang terkait dan
terintegrasi.
Hasilnya mudah dilihat.
Angka korupsi tetap tinggi. Hasil
survei Transparency International
(TI) menempatkan Indonesia pada
peringkat ke-122 dari 133 negara
dalam Indeks Persepsi Korupsi.
Dengan Indeks Persepsi Korupsi
1,9, posisi Indonesia di bawah
Malaysia (5,2), Filipina (2,5),
Vietnam (2,4), dan Papua Niugini
(2,1). Peringkat itu menunjukkan
masih jauhnya Indonesia dari citacita good governance sekaligus
mengindikasikan
kegagalan
reformasi nasional untuk menciptakan pemerintahan yang
bersih dan berwibawa.
Kepercayaan pemerintah
terhadap
peran
sentral
adminis-trasi negara dalam
pembangunan di negara ini dapat
dikatakan masih amat rendah.
Pembangunan di semua sektor,
baik ekonomi, politik, sosial,
hukum, maupun pertahanan dan
keamanan seakan-akan terlepas
dan tidak beraras dari bingkai
mesinnya, yaitu birokrasi.
Mungkin ini yang membedakan Indonesia dengan negaranegara
demokrasi
modern.
Administrasi
negara
belum

105

Vol. 1 \ No. 4 \ Januari 2008 : 98 - 109

dipahami utuh baik sebagai:
1) government’s effort to carry
out programs designed to meet
their developmental objectives,
maupun; 2) the struggle to enlarge
a government’s capacity to engage
in such program.
Ketidakpahaman terhadap
peran dan fungsi administrasi
dalam
pembangunan
menyebab-kan tidak saja gagalnya
program pembangunan, tetapi
juga marjina-lisasi peningkatan
kapasitas administrasi negara
sebagai agen pembangunan.
TIDAK ada lain yang
diharap-kan rakyat Indonesia
pascapemilu
adalah
pemerintahan yang kuat, yang
berpihak kepada keadilan dan
kesejahteraan rakyat. Inilah
momentum untuk mengembalikan kepercayaan rakyat kepada
pemerintah. Dan ini hanya dapat
tercipta jika pemerintah yang
berkuasa didukung administrasi
negara
yang
kuat.
Kita
mendamba-kan
“SBY-JK’s
Administration”, seperti rakyat AS
pernah mem-berikan kepercayaan
dan bangga kepada “Reagen’s
Administration”, juga rakyat
Inggris
kepada
“Thatcher’s
Administration”.
Tidak
ada
lain
yang
dibutuh-kan kecuali komitmen
dan kesungguhan para pemimpin
nasional, termasuk presiden. Ada
dua arah yang harus dituju oleh
komitmen nasional dalam menciptakan pemerintahan yang kuat
dan berwibawa.
Pertama, komitmen untuk

106

mereformasi dan mereposisi peran
administrasi negara (birokrasi)
dalam pembangunan. Kedua,
komitmen untuk menegakkan
hukum bagi tiap pelanggaran
birokratis, mulai dari malaadministrasi, korupsi, kolusi
dan nepotisme. Kedua komitmen
ini harus diberikan tidak saja
oleh pemerintah, dan terutama
presiden sebagai kepala negara,
tetapi juga oleh lembaga-lembaga
negara lainnya, DPR, BPK, dan
MA.
Untuk itu harus dilakukan
sejumlah langkah strategis.
Pertama harus dirumuskan arah
pertumbuhan dan perkembangan
(direction of growth) yang dikehendaki terhadap reposisi peran
administrasi negara dalam pembangunan. Ini menyangkut perubahan dalam cara pandang,
paradigma pemerintahan. Dalam
pandangan saya, administrasi
negara harus berperan sebagai
pusat motor pembangunan dalam
semua sektor. Karena itu, strategi
pembangunan nasional tidak
boleh hanya berisi indikator
keberhasilan
pembangunan
sektoral, tetapi tiap sektor harus
memiliki indikator keberhasilan
peningkatan kapasitas administrasi sebagai penggerak pembangunan. Dengan kata lain,
administrasi negara adalah cross
cutting sector yang ada di semua
sektor pembangunan.
Kedua,
harus
ada
perubahan sistem (system change)
yang memaksa setiap aparatur
negara dan masyarakat tunduk
pada ketentuan baru. Hal ini

Obsatar Sinaga : Administrasi SB Yudhoyono-Jusuf Kalla

dimaksud-kan sebagai garis
potong tradisi birokrasi yang
korup, tidak sensitif, dan tidak
kapabel.
Ketiga,
arah
pertumbuhan serta perubahan
sistem itu harus merupakan
proses yang direncanakan dan
dikehen-daki (planned
and
intended). Reformasi birokrasi
bukanlah uji coba, trial and error,
tetapi sebuah hasil dan proses
yang terencana.
Amat diharapkan, SBY-JK
mampu menciptakan pembangunan yang terarah melalui
perubahan sistem yang terencana
(planned directional growth with
system
change),
bukan
sebaliknya, pembangunan yang
mengarah static society: no plans,
no change.

Revitalisasi Administrasi
Negara
Reformasi aparatur negara
adalah prasyarat mutlak yang
diperlukan untuk menjamin
berlangsungnya pengelolaan
pemerintahan yang demokratis
serta system ekonomi yang dapat
menciptakan keadilan sosial bagi
semua.
Sayangnya model yang
berhasil diterapkan suatu negara
tidak dapat diterapkan begitu
saja di Indonesia, karena belum
tentu model yang cocok untuk
suatu bangsa juga akan cocok
untuk Indonesia Karena itu
Indonesia harus berani mencari
sistem pemerintahan dan system
ekonomi yang sosio-demokratis
yang dianggap paling sesuai

dengan budaya bangsanya.
Menyadari akan luas dan
kompleksnya arah dan wilayah
reformasi administrasi Negara di
Negara kita maka pelaksanaannya perlu memperoleh dukungan
dari sektor-sektor lain seperti
politik, ekonomi, hukum dan
sebagainya. Kondisi politik yang
stabil, perkembangan ekonomi
yang tinggi dan pelaksanaan
hukum
yang
mantap
dan
kon-sisten akan memberikan
kontribusi yang optimal bagi
keberhasilan
usaha-usaha
reformasi adminis-trasi di negara
kita.
Para pendiri negara menganggap corak bangsa Indonesia
adalah gotong royong atau
kekeluargaan yang seharusnya
merupakan landasan dasar dalam
pemikiran tentang kedua sistem
tersebut. Sayangnya, strategi dan
kebijakan penataan kelembagaan
yang ditempuh oleh Pemerintah
selama ini, terutama selama
1 tahun Pemerintahan KIB
belum menjadikanbudaya bangsa
tersebut sebagai landasan dalam
reformasi
kelembagaan.
Akibatnya,
reformasi
kelembagaan
yang
telah
dilakukan bukannya menciptakan landasan kelembagaan yang
semakin mantap dan semkian
adekuat untuk melaksanakan
pemerintahan buat mencapai
cita-cita bangsa.
Bahkan sebaliknya, komplikasi baru timbul yaitu ancama
entrofi pemerntahan nampak
semakin nyata dan semakin

107

Vol. 1 \ No. 4 \ Januari 2008 : 98 - 109

mengancam kelangsungan pemerintahan KIB. Sebagai bagian
integral dari reformasi aparatur
negara, perlu dilakukan overhaul
besar-besar
pada
birokrasi
pemerintah, yang mencakup
penerapan model manajemen
baru, sistem kepegawaian baru
termasuk penerapan sistem
penggajian dan jaminan sosial
yang
lebih
rasional,
serta
penerapan aplikasi tekonologi
informasi
moderen
dalam
manajemen pemerintahan. Tanpa
reformasi yang komprehensif
tersebut, sukar mengharapkan
akan terjadi peningkatan kinerja
birokrasi secara mendasar.
Reposisi dan revitalisasi
peran administrasi negara harus
bermula dari visi dan komitmen
orang nomor satu di negeri
ini. Ia harus menjadi kekuatan
gerakan
nasional
tentang
pentingnya melakukan reposisi
dan revitalisasi administrasi
negara.
Sebagai
perbandingan,
misalnya, Korea Selatan telah
melakukan
reposisi
dan
revitalisasi peran administrasi
negara sejak tahun 1980-an.
Beberapa
reformasi
yang
dilakukan pada saat itu adalah
melalui civil servant ethics
act pada tahun 1981, civil
servant property registration,
civil servant gifts control, civil
servant consciuos-ness reform
movement, dan social purication
movement.
Belajar dari Korea Selatan,
kunci terjadinya reposisi dan

108

revitalisasi administrasi adalah
komitmen dan visi dari kepemimpinan politik negara ini untuk
mengagendakan hal tersebut
menjadi gerakan nasional pembaruan administrasi negara. Dan
hal ini harus mendarah daging
dalam setiap diri pemimpin politik
dan penyelenggara negara.
Ketiadaan komitmen dan
paradigma tentang peran, kedudukan, dan fungsi administrasi
Negara dalam pembangunan
negara telah menjadi penyebab
reformasi birokrasi di Indonesia
tidak memiliki visi, kehilangan
ruh, dan berjalan sangat sporadis.
Sampai sekarang tidak terlihat
bentuk atau grand design yang
diinginkan
dalam
rangka
reformasi birokrasi, tidak adanya
kemauan politik dari pemerintah.
Semua bentuk reformasi yang
dijalankan di negara lain diadopsi
tanpa satu tujuan yang terkait
dan terintegrasi. Ketidakpahaman
ini telah menyebabkan tidak
saja
gagalnya
program
pembangunan,
tetapi
juga
marjinalisasi
pening-katan
kapasitas administrasi negara
sebagai agen pembangunan.
Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
yang diharapkan sebagai motor
penggerak reformasi administratif
belum
optimal
memainkan
peranan penting birokrasi yang
profesional,
bersih,
dan
berwibawa. Demikian juga halnya
Lembaga Administrasi Negara
(LAN) yang diharapkan menjadi
think tank and policy research
institute reformasi administrasi

Obsatar Sinaga : Administrasi SB Yudhoyono-Jusuf Kalla

negara belum mampu berbuat
banyak memberikan masukan
bagi perbaikan birokrasi.
Belum optimalnya peran
dan fungsi Kementerian Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara
juga LAN disebabkan terbatasnya
visi dan kewenangan yang dimiliki
untuk membuat kebijakan dan
melakukan penegakan hukum
terhadap kebijakan tersebut.
Hal ini pula yang menyebabkan Kantor Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara
sepertinya kehilangan ketajaman
analisis dan kemampuan untuk
mereformasi birokrasi. Pada
sisi yang lain kewibawaan
Kementerian
Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara
sebagai
motor
penggerak
reformasi birokrasi akhirnya
mengalami titik pelemahan karena
tidak memiliki kewenangan
eksekutorial dalam penegakan
pelanggaran hukum, terutama
yang menyangkut peningkatan
kapasitas, pengawasan, dan
disiplin PNS.
Di

kebanyakan

negara

berkembang yang sudah mengalami transformasi menjadi negara
maju reformasi administrasi
negara merupakan langkah
awal
dan
prioritas
dalam
pembangunan. Administrasi
negara
menjadi
sektor
pembangunan sekaligus menjadi
instrumen penting pembangunan.
Reformasi adminis-trasi negara
di negara-negara tersebut pada
umumnya dilakukan melalui dua
strategi. Pertama, merevitalisasi
kedudukan, peran, dan fungsi
kelembagaan yang menjadi motor
penggerak reformasi administrasi.
Kedua, menata kembali sistem
administrasi negara, baik dalam
hal struktur, proses, sumber daya
manusia (PNS), maupun relasi
antara negara dan masyarakat.
Strategi pertama dapat
dilakukan melalui penguatan
peran dan fungsi Kementerian
Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan LAN sebagai motor
reformasi administrasi. Karena
itu, kepada kedua lembaga ini
harus diberikan kewenangan
yang bersifat kebijakan (policy
agency) dan juga kewenangan

Daftar Pustaka
Lepawsky, Albert. 1960. Administration: The Art and Science of Organization and
Management. New York: Affred A. Knopf.
Siagian, Prof. Dr. Sondang P., M.P.A. 2003. Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Simon, Herbert A., et. al. 1959. Public Administration. New York: Affred A. Knopf.

109