Makna Idiomatikal Dalam Paduan Leksem Bahasa Prancis.

(1)

MAKNA IDIOMATIKAL DALAM PADUAN LEKSEM BAHASA PRANCIS

Makalah

Oleh:

Nurul Hikmayaty Saefullah, S.S. NIP. 197806072005012001

Jurusan Prancis

FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG 2009


(2)

MAKNA IDIOMATIKAL DALAM PADUAN LEKSEM BAHASA PRANCIS

Oleh:

Nurul Hikmayaty Saefullah

Paduan leksem memungkinkan munculnya variasi pemaknaan dalam idiom dan semi-idiom. Masalah yang diangkat dalam pemaknaan idiom dalam paduan leksem bahasa Prancis adalah makna leksem pembentuknya serta hubungannya dengan konteks kalimat. Makalah ini mengkaji dan mendeskripsikan idiom secara dalam. Hasil dari analisis menunjukkan adanya perbedaan dalam pemaknaan idiom dan semi-idiom bahasa Prancis.

Kata kunci: leksem, paduan leksem, idiom, makna idiomatikal, analisis makna.

A. PENDAHULUAN

Dalam berinteraksi, manusia seringkali mengungkapkan sesuatu hal dengan kata-kata yang bermakna lain dari kata-kata yang diungkapkannya tersebut. Hal ini dimaksudkan menciptakan variasi gabungan kata (yang selanjutnya disebut paduan leksem) untuk memperkaya kosakata bahasa manusia. Variasi paduan leksem yang diciptakan manusia memunculkan makna-makna yang terkadang berbeda sama sekali dari makna komponen-komponen yang membentuknya. Inilah yang, oleh para linguis, disebut sebagai idiom. Idiom di dalam bahasa Prancis juga terbentuk dari paduan leksem yang memiliki makna khusus.

Permasalahan yang diangkat di dalam artikel ini mengenai hubungan pemaknaan masing-masing komponen pembentuk paduan leksem dengan makna idiomatikal yang terbentuk, keterlibatan konteks kalimat dalam pemaknaan paduan leksem tersebut. Dari kajian mengenai makna idiomatikal yang terbentuk tersebut, penulis akan menekankan pembahasan pada perubahan makna yang terjadi.

Korpus yang menjadi objek penelitian adalah leksem-leksem yang bergabung dan menghasilkan makna idiomatik. Paduan leksem-leksem tersebut dikhususkan berupa verba dan nomina. Data yang ditemukan berjumlah sepuluh dan bersumber pada roman berbahasa Prancis, Hell, karya Lolita Pille (2002:7-34), Bab 1 dan 2.


(3)

B. KAJIAN TEORI

Apakah itu leksem, paduan leksem, idiom dan makna idiomatik? Keseluruhan istilah ini dikaji di dalam bahasan mengenai semantik leksikal. Apa pula semantik leksikal? Marilah kita pahami sejenak melalui paparan singkat berikut.

Semantik Leksikal

Pateda dalam bukunya (2001:74) mengatakan “Semantik leksikal adalah kajian semantik yang lebih memusatkan pada pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata.” Selain itu, Verhaar dalam Pateda (2001:74) mengatakan “Perbedaan antra leksikon dan gramatikal menyebabkan bahwa dalam semantik kita bedakan pula antara semantik leksikal dan semantik gramatikal.” Verhaar menambahkan, “Mengenai semantik leksikal tidak terlalu sulit: sebuah kamus merupakan contoh yang tepat untuk semantik leksikal; makna tiap kata diuraikan di situ. Jadi, semantik leksikal memperhatikan makna yang terdapat di dalam kata sebagai satuan mandiri. Kita tidak membahasnya ketika kata tersebut dirangkaikan sehingga menjadi kalimat.

Kata kunci di dalam bahasan mengenai semantik leksikal ini adalah leksem, paduan leksem, dan makna. Pembahasan mengenai makna dalam tulisan ini dikhususkan pada idiom dan makna idiomatikal.

Leksem dan Paduan Leksem

Leksem sebagai satuan leksikal dasar yang abstrak, berperan dalam pembentukan leksikon suatu bahasa. Matthew dalam Chaer (2007:2) menyebutkan bahwa dalam kajian linguistik istilah leksem digunakan dalam dua bidang subkajian, yaitu kajian morfologi dan semantik. Dalam kajian morfologi, leksem diartikan sebagai bentuk yang akan menurunkan sebuah atau sejumlah kata. Sedangkan dalam kajian semantik, istilah leksem digunakan untuk mewadahi konsep satuan bahasa yang memiliki satu satuan makna. Jadi, secara semantik yang disebut leksem bisa berupa kata dasar, kata gabung, kata berimbuhan, maupun bentuk-bentuk yang disebut ungkapan/idiom.


(4)

Apakah perbedaan antara leksem dan kata? Apa hubungan di antara keduanya?

Pengertian kata lebih bervariasi lagi, tergantung pada sudut pandang linguistik yang digunakan, misalnya secara ortografi, fonologi, morfologi, sintaksis, ataukah semantik. Dari sekian banyak definisi, Kridalaksana (2001:98) menyimpulkan kata sebagai morfem atau kombinasi morfem yang dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas, atau satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Definisi ini sejalan dengan pendapat Ramlan dalam Pateda (2001:134) yang mengatakan kata sebagai satuan ujaran yang berdiri sendiri yang terdapat di dalam kalimat, dapat dipisahkan, dapat ditukar, dapat dipindahkan dan mempunyai makna serta digunakan untuk berkomunikasi.

Dari penjelasan mengenai leksem dan kata di atas, ada satu benang merah yang menghubungkan keduanya, yaitu makna. Makna merupakan objek utama dalam kajian semantik. Dalam hubungannya dengan leksikon, makna yang menjadi sorotan adalah makna leksikal, sebagai pandangan yang melihat kata sebagai kata (Pateda, 2001:134).

Makna dalam kata dapat dipengaruhi oleh bentuk kata itu sendiri. Ada banyak bentuk kata yang dapat dihubungkan dengan pemaknaannya, salah satunya adalah paduan leksem.

Paduan leksem adalah gabungan dua leksem atau lebih yang diperhitungkan sebagai kata. Menurut Kridalaksana dalam Pateda (2001:137), paduan leksem menjadi calon kata majemuk, namun konsep paduan leksem tidak sama benar dengan konsep kata majemuk. Makna paduan leksem dapat dirunut dari unsur yang membentuknya.

Idiom dan Makna Idiomatikal

Telah disinggung sebelumnya bahwa leksem dapat juga membentuk idiom. Itu artinya bahwa paduan leksem juga dapat membentuk idiom. Menurut Kridalaksana, idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya (2001:81). Selain idiom, ada pula yang dikatakan semi-idiom, yaitu konstruksi yang salah satu komponennya


(5)

mengandung makna khas yang ada dalam konstruksi itu saja (Pateda, 2001:136). Perbedaan antara idiom dan semi-idiom misalnya pada paduan leksem jantung hati yang bermakna ‘orang yang disayangi’ dan banting harga yang bermakna ‘menjual sebanyak-banyaknya dengan harga yang murah’ (Pateda: 2001:136). Menurut Pateda, jantung hati adalah idiom karena kedua leksem kehilangan makna masing-masing, sedangkan banting harga termasuk semi-idiom karena leksem harga masih mengandung makna asalnya.

Di dalam bahasa Prancis, istilah idiom lebih dikenal dengan sebutan locution, yang artinya gabungan kata (nominal, verbal, adverbial) yang secara gramatikal memberi ciri khusus yang sudah beku dan yang berhubungan dengan kata-katanya yang khas. Contohnya adalah mettre le feu yang secara harfiah dapat diartikan ‘menyimpan api’, padahal makna yang terbentuk adalah ‘menyalakan api’. Selain itu, ada pula yang dinamakan locutions toutes faites yang dihubungkan dengan pembawaan setiap budaya. Dalam hal ini dicontohkan sapaan “Comment allez-vous?” ‘apa kabar’ yang berbeda-beda di setiap budaya (Dubois et al., 1973:305).

Pendapat Keraf mengenai idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya (2000, 109).

Makna yang dihasilkan dari paduan leksem yang berupa idiom dapat dikatakan sebagai makna idiomatikal. Djajasudarma berpendapat bahwa makna idiomatikal adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata (1999:16).

Perubahan Makna

Menurut Parera (2004:107), perubahan makna adalah gejala pergantian rujukan dari simbol bunyi yang sama. Ini berarti dalam konsep perubahan makna terjadi pergantian rujukan yang berbeda dengan rujukan semula. Misalnya, kata canggih bahasa Indonesia pernah bermakna “suka mengganggu (ribut, bawel, dsb)” (diambil dari KUBI, 1976:183), sedangkan dewasa ini kata canggih mendapatkan makna atau rujukan baru “sangat rumit dan ruwet dalam bidang teknologi karena keterkaitan antarkomponen atau unsur” sebagai padanan kata


(6)

bahasa Inggris sophisticated “yang berpengalaman dalam bidang duniawi, pintar dan njelimet” (diambil dari Echols dan Shadily, 1989:540).

Di dalam buku Semantik Leksikal, Pateda (2001:159) mengungkap bahwa perubahan makna menyangkut banyak hal, meliputi: pelemahan, pembatasan, penggantian, penggeseran, perluasan, dan juga kekaburan makna.

Perubahan makna juga dapat terjadi akibat pertukaran tanggapan indera. Pateda (2001:173-175) menjelaskan bahwa perubahan makna akibat pertukaran indera disebut sinestesi. Contohnya, kata enak dan sedap berhubungan dengan indera perasa, tetapi kalau seseorang berkata “Kata-katanya enak didengar,” atau “Warna bajunya sedap dipandang,” maka kata enak dan sedap tidak berhubungan lagi dengan indera perasa, tetapi maknanya berhubungan dengan indera pendengaran dan indera penciuman.

Relasi Makna

Persoalan sekitar relasi makna ini meliputi hal-hal yang berhubungan dengan pemaknaan kata, di antaranya: antonimi (lawan kata), sinonimi (sama makna) dan homonimi (sama bentuk).

C. PEMBAHASAN

Pembahasan mengenai makna idiomatik dalam paduan leksem bahasa Prancis ini akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu pembahasan idiom dan semi-idiom. Tahapan analisis dimulai dengan (1) menemukan makna masing-masing leksem pembentuk idiom dan semi-idiom; (2) menentukan makna idiomatik yang terbentuk dari paduan leksem tersebut dengan memperhatikan konteks kalimat; (3) melihat perubahan makna yang terjadi di dalam idiom dan semi-idiom.

Dari sepuluh buah korpus yang dianalisis, ditemukan sebanyak tiga buah paduan leksem yang berupa idiom dan tujuh semi-idiom. Ketiga idiom tersebut adalah dorer la pilule (à quelqu’un) (hlm.7), (ne pas en) voir la couleur (hlm.13), dan faire la queue (hlm.28). Semi-idiom yang ditemukan adalah lécher les vitrines (hlm.7), jeter l’opprobre (sur quelqu’un) (hlm.12), mourir de rire (hlm.24), se taper un trait (hlm.17), se mettre d’accord (hlm.22), fondre en larmes (hlm.25-26), dan s’exploser le nez (hlm.29).


(7)

1. Idiom

(1) dorer la pilule ( à quelqu’un) menyepuh ø pil (kepada seseorang) V N

Paduan leksem dorer la pilule (à quelqu’un) (hlm.7) terdiri atas dua kategori yaitu verba dorer dan nomina pilule. Verba dorer menurut KPI memiliki definisi ‘menyepuh’ (1991:318), dan nomina feminin pilule adalah ‘pil’ (1991:782). Sedangkan la adalah artikel takrif untuk nomina berjenis feminin. Apabila kita gabungkan kedua leksem tersebut, akan dihasilkan makna ‘menyepuh pil’.

Paduan leksem dorer la pilule (à quelqu’un) memiliki makna idiomatikal ‘mengelabui seseorang dengan kata-kata manis’ (1991:318). Dalam kalimat “(…) je passe plus de temps (…) à me dorer la pilule au Comptoire du soleil, (…)”, kata me merupakan objek tak langsung yang mengacu pada verba dorer yang artinya adalah ‘saya’. Jadi, makna sebenarnya dari idiom tersebut menurut konteks kalimat adalah ‘mengelabui saya dengan kata-kata manis’. Dari pemaknaan ini jelaslah bahwa dorer la pilule (à quelqu’un) merupakan sebuah idiom karena makna paduan leksem dorer dan la pilule berbeda dari makna masing-masing leksem-leksem itu.

Analisis makna leksem dan makna idiomatikal:

menyepuh pil → mengelabui saya dengan kata-kata manis V N V N adj ↓ ↓ makna: makna:

menutupi menutupi sesuatu sesuatu

sinonimi

antonimi sifat: pahit

Menyepuh di dalam KBBI (2008:1280) bermakna ‘menuakan warna emas dengan campuran sendawa, tawas, dsb’, dan mengelabui (2008:650) bermakna ‘menyesatkan pandangan; menipu’. Apabila dikaji lebih dalam, menyepuh dapat bermakna ‘menutupi warna yang sesungguhnya dengan warna lain agar warna asli tersebut tidak tampak’. Kata mengelabui juga dapat dimaknai ‘menutupi sesuatu hal dengan hal lain agar maksud yang sesungguhnya tidak tampak’. Kedua makna ini sejajar sehingga dapat dikatakan menyepuh dan mengelabui bersinonim.


(8)

Kata pil memiliki sifat ‘pahit’, sedangkan makna idiomatik yang muncul dari idiom dorer la pilule adalah ‘mengelabui dengan kata-kata manis’. Dari sini tampak adanya antonimi dari ‘sifat pil yang pahit’ dengan ‘adjektiva manis’. Maka perubahan makna yang terjadi adalah perubahan dari segi indera perasa: pahit >< manis.

(2) (ne pas en) voir la couleur tidak ø melihat warna V N

Idiom ne pas en voir la couleur (hlm.13) terdiri atas dua kategori utama berupa verba voir dan nomina couleur. Di dalam KPI, verba voir (1991:1104) bermakna ‘melihat’, dan nomina couleur bermakna ‘warna’ (1991:225). La merupakan artikel takrif untuk menerangkan nomina berjenis feminin singular, dalam hal ini couleur. Ne pas adalah partikel negatif dalam bahasa Prancis dalam bentuk infinitif. Apabila partikel tersebut digunakan di dalam kalimat, bentuknya mengapit verba yang dimaknai negatif. En di dalam idiom di atas merupakan kata ganti yang dipakai untuk menggantikan suatu hal, ungkapan, kadang-kadang orang yang sudah disebut sebelumnya (1991:352). Dari makna leksem-leksem pembentuknya, paduan leksem (ne pas en) voir la couleur berarti ‘tidak melihat warnanya’.

(Ne pas en) voir la couleur di dalam KPI (1991:225) memiliki makna idiomatikal ‘nyatanya, tidak menerima apa-apa (dari yang dijanjikan)’. Apabila kita terapkan makna idiomatikal ini di dalam kalimat “Je vous signale tout de même que nous payons des impôts (…) nous n’en verrons jamais la couleur, (…)”, akan didapatkan makna menurut konteks kalimat ini bahwa ‘nyatanya, kami tidak pernah menerima apapun seperti yang dijanjikan’. Ada sedikit perbedaan dari segi pemarkah negatif di dalam kalimat tersebut, yaitu digunakannya ne jamais yang bermakna ‘tidak pernah’. Makna idiomatikal dalam kalimat ini bergeser menurut konteks. Verba voir dan nomina la couleur dalam paduan leksem ini merupakan idiom karena makna kedua leksem ini tidak muncul dalam pemaknaan idiomnya.


(9)

Analisis makna di dalam idiom (ne pas en) voir la couleur adalah sebagai berikut:

tidak melihat warnanya → nyatanya, kami tidak pernah menerima

neg. V N neg. V

↓ ↓ ↓

indera abstrak indera

penglihatan peraba antonimi biner

sinestesi

apapun seperti yang dijanjikan N

↓ abstrak sifat benda sama

Relasi makna yang terjadi di dalam idiom tersebut adalah pada negasi tidak menjadi tidak pernah. Dalam hal ini, relasi makna yang terjadi adalah antonimi biner, maksudnya bahwa negasi tidak dan tidak pernah saling melengkapi makna. Verba melihat mengalami sinestesi atau pertukaran tanggapan indera penglihatan menjadi indera peraba sehingga verba pada makna idiomatikal menjadi menerima.

Sifat benda pada nomina warna dan apapun adalah tetap, tidak berubah karena sifat kedua benda itu adalah abstrak.

Jadi, paduan leksem (ne pas en) voir la couleur ini mengalami perubahan makna pada beberapa komponen maknanya sehingga paduan leksem ini memunculkan makna yang benar-benar terlepas dari makna pembentuknya. Oleh sebab itu, paduan leksem ini digolongkan ke dalam kelompok idiom.

(3) faire la queue membuat ø ekor V N

Faire la queue (hlm.28) merupakan paduan leksem yang terdiri atas dua kategori yaitu verba faire dan nomina queue. Verba faire di dalam KPI memiliki makna ‘membuat’ (1991:419-421), sedangkan nomina queue memiliki makna ‘ekor’ (1991:856-857).

Paduan leksem faire la queue memiliki makna idiomatikal ‘mengantre’ (1991:857). Paduan leksem ini merupakan ungkapan yang sudah lazim digunakan di dalam bahasa Prancis dan bentuknya beku. Tanpa melihat konteks kalimat pun


(10)

‘mengantre’. Paduan leksem ini merupakan ungkapan dalam bentuk idiom karena membentuk makna baru yang berbeda dari kedua leksem pembentuknya.

Analisis makna komponen pembentuk idiom dan makna idiomatikalnya adalah:

membuat ekor → mengantre V N V ↓ ↓ makna: makna: bagian berderet

paling ke belakang belakang

sinonimi

Ekor menurut KBBI (2008:355) dapat bermakna ‘bagian yang di belakang sekali’, jadi membuat ekor dapat diartikan ‘membuat bagian sampai ke belakang sekali’.

Makna mengantre (2008:77) adalah ‘berdiri dalam deretan ke belakang sambil menunggu giliran untuk dilayani mengambil (membeli dsb) sesuatu’. Makna membuat ekor dan mengantre di sini memiliki kesamaan makna maka dapat dikatakan bahwa keduanya bersinonim. Tidak terjadi perubahan makna di dalam idiom dan pemaknaannya untuk data ini.

Pada analisis di atas, dapat dilihat perubahan struktur pada makna komponen leksem dan makna idiomatikalnya, yaitu struktur V-N menjadi V. Namun, sekali lagi, hal ini tidak mempengaruhi pemaknaan idiom tersebut.

2. Semi-Idiom

(4) lécher les vitrines menjilati ø jendela V N

Lécher les vitrines terdiri dari leksem lécher yang termasuk kategori verba dan leksem vitrines (nomina). Menurut KPI, verba lécher bermakna ‘menjilati’ (1991:599), dan nomina vitrine(s) bermakna ‘etalase toko’ (1991:1101). Les adalah artikel takrif yang mengacu pada nomina dengan jumlah banyak (dalam hal ini vitrines). Paduan leksem lécher les vitrines merupakan ungkapan beku yang sudah tidak asing lagi di dalam bahasa Prancis dan memiliki makna idiomatik ‘(jalan-jalan sambil) melihat-lihat etalase toko’ (1991:1101). Paduan leksem


(11)

lécher les vitrines merupakan semi-idiom karena leksem les vitrines masih mempertahankan maknanya di dalam makna idiomatik tersebut.

Makna idiomatikal lécher les vitrines dapat dianalisis sebagai berikut: menjilati jendela → (jalan-jalan sambil) melihat-lihat etalase toko

V N V N

↓ ↓ ↓ ↓

indera makna: indera makna: pengecap lubang penglihatan tempat

berkaca pajangan

berkaca sinestesi

sinonim

Verba menjilati adalah verba aktivitas yang dilakukan oleh indera pengecap. Dalam idiom ini, verba menjilati berubah makna menjadi melihat-lihat sehingga indera yang digunakan pun berubah menjadi indera penglihatan.

Kemiripan makna terjadi antara nomina jendela dan nomina etalase toko. Di dalam KBBI (2008:577), jendela adalah ‘lubang yang dapat diberi tutup dan berfungsi sebagai tempat keluar masuk udara’, dan etalase bermakna ‘tempat memamerkan barang-barang yang dijual (biasanya di bagian depan toko)’ (2008:382). Penulis berpendapat bahwa kedua nomina ini memiliki kesamaan makna (sinonim) dilihat dari segi bentuk dan materialnya, yaitu keduanya ‘berbentuk (biasanya) persegi yang diberi kaca sebagai penutup’. Oleh karena itu, paduan leksem ini dikatakan sebagai semi-idiom karena makna nomina jendela masih dapat ditelusuri pada nomina etalase toko di dalam makna idiomatikalnya.

(5) jeter l’opprobre ( sur quelqu’un) melemparkan ø hinaan (kepada seseorang)

V N

Paduan leksem jeter l’opprobre (sur quelqu’un) (hlm.12) terdiri atas verba jeter dan nomina opprobre. Kamus Perancis-Indonesia menjelaskan bahwa verba jeter berarti ‘melemparkan’ (1991:580), dan nomina opprobre berarti ‘hinaan’ (1991:719). Artikel takrif le ditulis l’ sebab diikuti oleh nomina berhuruf inisial vokal. Artikel ini menerangkan nomina berjenis maskulin. Menurut kamus, jeter l’opprobre (sur quelqu’un) memiliki makna ‘menghina seseorang’ (1991:719).


(12)

Mengacu pada konteks kalimat “Avec hargne, vous jetez l’opprobre sur

notre conduite.”, paduan leksem jeter l’opprobre (sur quelqu’un) dapat diartikan

‘menghina kelakuan kami’.

Analisis makna idiomatikalnya adalah:

melemparkan hinaan (kepada seseorang) → menghina kelakuan kami

V N V N

sinonimi

Apabila dirunut dari leksemnya, verba melemparkan menurut KBBI dapat dimaknai ‘melepaskan (tuduhan, kritik, dsb)’ (2008:811). Nomina hinaan bermakna ‘cercaan’ (2008:500), sedangkan verba menghina ‘merendahkan; memburukkan nama baik orang; menyinggung perasaan orang’ (2008:499). Kedua verba tersebut tidak memiliki hubungan pemaknaan sama sekali, namun paduan leksem melemparkan hinaan memiliki hubungan sinonimi dengan verba menghina sebab keduanya memiliki kesamaan makna yaitu ‘melepaskan cercaan kepada orang lain yang dapat menyinggung perasaan orang tersebut’.

Makna idiomatikal yang muncul pada paduan leksem ini adalah menghina kelakuan kami, maksudnya bahwa cercaan yang dilepaskan itu bermaksud untuk memburukkan kelakuan kami’.

Dari pemaknaan ini terlihat bahwa paduan leksem ini merupakan semi-idiom karena makna salah satu leksemnya (hina; hinaan; menghina) masih digunakan.

(6) mourir de rire menderita karena tawa V N

Mourir de rire (hlm.14) merupakan paduan leksem yang terdiri atas dua kategori yaitu verba mourir de dan nomina rire. Verba mourir de di dalam KPI memiliki makna ‘menderita karena’ (1991:676), sedangkan nomina rire memiliki makna ‘tawa’ (1991:931).

Paduan leksem mourir de rire memiliki makna idiomatikal ‘tertawa setengah mati’ (1991:931). Paduan leksem ini merupakan ungkapan yang sudah lazim digunakan di dalam bahasa Prancis dan bentuknya beku. Tanpa melihat konteks kalimat pun pembaca akan mengerti bahwa paduan leksem mourir de rire bermakna ‘tertawa setengah mati’.


(13)

Analisis yang dapat dilakukan pada paduan leksem dan makna idiomatikalnya adalah:

menderita karena tawa → tertawa setengah mati V N V N

antonimi

antonimi kontrer

Verba menderita di dalam KBBI bermakna ‘menanggung sesuatu yang tidak menyenangkan’ (2008:317), sedangkan verba tertawa ‘melahirkan rasa gembira’ (2008:1412). Kedua verba ini berantonim sebab, apabila dikaji lebih dalam, verba menderita memiliki makna ‘berduka’ dan verba tertawa ‘bergembira’.

Nomina tawa yang bermakna ‘ungkapan rasa gembira, senang, geli, dsb’ (2008:1412) juga berantonim dengan nomina mati dalam paduan setengah mati. Nomina mati ini bermakna ‘tidak bernyawa lagi’ (2008:888). Jenis antonimi antara kedua nomina ini adalah antonimi kontrer karena keduanya tidak berlawanan secara langsung namun memiliki makna yang bertolak belakang.

Paduan leksem ini merupakan ungkapan dalam bentuk semi-idiom karena salah satu komponen pembentuknya masih menyisakan makna leksemnya di dalam paduan leksem ini.

(7) se taper un trait saling memukul/ sekali hirup memukul diri sendiri

V N

Paduan leksem se taper un trait (hlm.17) terdiri atas dua kategori utama berupa verba se taper dan nomina trait. Di dalam KPI, verba se taper (1991:1013) bermakna ‘saling memukul atau memukul diri sendiri’. Sebenarnya nomina un trait merupakan ungkapan di dalam bahasa Prancis yang bermakna ‘sekali hirup’ (1991:1050). Dari makna leksem-leksem pembentuknya, paduan leksem se taper un trait berarti ‘menyakiti diri sendiri sekali hirup’.

Di dalam KPI tidak terdapat makna idiomatikal dari paduan leksem ini. Berarti pemaknaannya harus seutuhnya melihat konteks kalimat. Namun, dalam kasus ini konteks kalimat juga harus dibantu dengan konteks wacana secara keseluruhan agar pemaknaannya bisa dengan mudah dikaji. Roman Hell ini bercerita tentang kehidupan di kota Paris, dilihat dari sisi gelap para penduduknya


(14)

yang bertempat tinggal di wilayah elite. Kebanyakan pemuda-pemudi di sana bergaul secara bebas dan sebagian besar menjadi pengguna obat-obatan terlarang.

Paduan leksem se taper un trait terdapat dalam kalimat “Le fils de l’ex-ministre très cheum est parti se taper un trait dans les chiottes, (…)”. Makna yang didapat apabila kita melihat konteks wacana dan kalimat adalah ‘menghirup sejenis obat-obatan terlarang sekaligus’. Paduan leksem ini merupakan ungkapan dalam tingkat bahasa familiar dan hanya digunakan oleh kelompok tertentu di masyarakat.

Sekarang, marilah kita analisis makna idiomatikalnya:

menyakiti diri sendiri sekali hirup → menghirup sejenis obat-obatan terlarang

V N V N

sekaligus

Analisis paduan leksem ini tidak dapat dilakukan dengan cara menjabarkan makna masing-masing komponen pembentuknya karena makna paduan leksem dan makna idiomatikal yang terbentuk hanya dapat terlihat pada saat seluruh komponennya bergabung.

Menyakiti diri sendiri sekali hirup dapat dimaknai sebagai ‘kegiatan yang merugikan diri sendiri dengan cara menghirup sesuatu sekaligus’, dan menghirup sejenis obat-obatan terlarang sekaligus berarti ‘kegiatan menghirup obat-obatan terlarang sekaligus’. Dari pemaknaan ini dapat dilihat kesamaan makna atau sinonimi dari keduanya, yaitu adanya ‘kegiatan menghirup sesuatu yang terlarang secara sekaligus’.

Dari analisis ini dapat dilihat bahwa se taper un trait merupakan semi-idiom karena menyisakan makna leksem pembentuknya, dalam hal ini un trait ‘sekali hirup atau sekaligus’.

(8) se mettre d’ accord menjadi kesepakatan

V N

Se mettre daccord (hlm.22) merupakan paduan leksem yang terdiri atas dua kategori yaitu verba se mettre d’ dan nomina accord. Verba se mettre d’ di dalam KPI memiliki makna ‘menjadi’ (1991:655), sedangkan nomina accord memiliki makna ‘kesepakatan’ (1991:9).


(15)

Paduan leksem se mettre d’accord memiliki makna idiomatikal ‘bersepakat’ (1991:857). Paduan leksem ini merupakan ungkapan yang sudah lazim digunakan di dalam bahasa Prancis dan bentuknya beku. Tanpa melihat konteks kalimat pun pembaca akan mengerti bahwa paduan leksem se mettre d’accord bermakna ‘bersepakat’.

Analisis maknanya adalah sebagai berikut: menjadi kesepakatan → bersepakat

V N V ↓ ↓ makna: makna: setuju setuju

sinonimi

Kesepakatan dalam KBBI berarti ‘perihal sepakat’ (2008:1278). Menjadi kesepakatan dapat dimaknai ‘membuat kesepakatan’ atau ‘sama-sama menyetujui’. Makna ini sejalan dengan makna verba bersepakat yang bermakna ‘sama-sama menyetujui’. Oleh karena itu, keduanya memiliki hubungan sinonimi.

Perubahan yang terjadi pada paduan leksem se mettre d’accord adalah dari segi strukturnya. Makna idiomatikal paduan leksem terrsebut hanya mengandung unsur verba tanpa nomina. Namun dari segi makna, paduan leksem ini memiliki makna utuh pada makna idiomatikalnya. Paduan leksem ini termasuk semi-idiom karena makna ‘setuju’ masih terkandung di dalam makna idiomatikal paduan leksem ini.

(9) fondre en larmes melelehkan ø air mata V N

Paduan leksem fondre en larmes terdiri atas verba fondre ‘melelehkan’ (Arifin dan Soemargono, 1991:449) dan nomina larmes ‘air mata’ (1991:597). Sama halnya dengan semi-idiom se mettre d’accord, paduan leksem fondre en larmes merupakan ungkapan beku dalam bahasa Prancis yang dapat dengan mudah dipahami tanpa harus melihat konteks kalimat. Makna idiomatikal dari paduan leksem ini adalah ‘bercucuran air mata’ (1991:449).


(16)

Analisis mengenai pemaknaan paduan leksem ini adalah sebagai berikut: melelehkan air mata → bercucuran air mata

V N V N

sinonimi

homonimi

Verba melelehkan di dalam KBBI dapat memiliki makna ‘mengalirkan (air mata, peluh, dsb) (2008:807), dan verba bercucuran juga berarti ‘mengalir turun’ (2008:277). Dari sini tampak bahwa kedua verba ini bersinonim.

Bentuk nomina air mata pada paduan leksem dan makna idiomatikalnya adalah berhomonim. Hal ini dapat memperkuat asumsi bahwa paduan leksem fondre en larmes termasuk semi-idiom karena leksem air mata yang terdapat pada paduan leksem, terdapat pula dalam makna idiomatikalnya.

(10) s’exploser le nez meledakkan sendiri ø hidung

V N

Paduan leksem terakhir yang dibahas di dalam artikel ini adalah s’exploser le nez (hlm.29). Paduan leksem ini terdiri atas verba s’exploser yang di dalam KPI memiliki makna ‘meledakkan sendiri’ (1991:409) dan nomina nez yang berrmakna ‘hidung’ (1991:692-693). Paduan leksem s’exploser le nez tidak mungkin dimaknai secara harfiah ‘meledakkan hidung sendiri’, meskipun sebenarnya tidak ditemukan makna kamus untuk paduan leksem s’exploser le nez. Dilihat dari konteks wacana bahwa roman ini bercerita tentang kehidupan di kota Paris dilihat dari sisi gelapnya dan konteks kalimat “(…) il est de toute évidence allé s’exploser le nez, (…)”, paduan leksem tersebut dimaknai ‘menghirup heroin melalui hidung’.

Analisis maknanya adalah:

meledakkan hidung sendiri → menghirup heroin melalui hidung V N V N

penggunaan indera yang sama

Makna verba meledakkan di dalam KBBI adalah ‘menghancurkan dengan barang yang meledak’ atau ‘meletuskan’ (2008:802). Meledakkan sendiri dapat dimaknai ‘menghancurkan diri sendiri’ atau ‘menghancurkan seorang diri, tanpa bantuan orang lain’. Verba menghirup memiliki makna ‘menghisap’ (2008:503).


(17)

Menghirup dapat dilakukan melalui hidung maupun mulut. Di dalam makna idiomatikal di atas, aktivitas menghirup dilakukan melalui hidung. Lalu apa hubungan pemaknaan meledakkan sendiri dengan menghirup heroin? Telah dijelaskan di atas bahwa makna menghirup heroin ini didapatkan dari konteks wacana dan kalimat. Verba meledakkan hidung sendiri pada paduan leksem dimaknai sebagai ‘aktivitas yang dilakukan melalui hidung, sehingga organ hidung terasa seperti meledak’. Perasaan semacam ini dapat terjadi pada saat seseorang menghirup heroin melalui hidung. Di sinilah letak hubungannya. Hubungan yang terjadi adalah sebab-akibat antara menghirup heroin dengan perasaan hidung seperti meledak.

Analisis juga dilakukan pada kategori nomina pada paduan leksem hidung dengan indera yang digunakan untuk menghirup heroin yaitu hidung. Meskipun ada pergeseran fungsi struktur di dalam pemaknaan paduan leksem ini, indera yang digunakan tetap sama yaitu indera penciuman (hidung).

Dari pemaknaan ini dapat dibuktikan bahwa s’exploser le nez merupakan semi-idiom karena le nez ‘hidung’ mempertahankan maknanya di dalam makna idiomatikal paduan leksem ini.

D. DISKUSI

Dari sepuluh paduan leksem yang memiliki makna idiomatik, ditemukan hanya tiga saja idiom dan lainnya adalah semi-idiom. Hal ini sejalan dengan pendapat Dubois et al. di dalam Dictionnaire de Linguistique (1973:305) dengan memberi contoh mettre le feu yang memiliki makna idiomatik ‘menyalakan api’ padahal makna leksem-leksem pembentuknya adalah mettre ‘menyimpan’ dan le feu ‘api’, juga pada contoh faire grace yang terdiri dari leksem faire ‘membuat’ dan grace ‘rasa syukur’ dengan makna idiomatik ‘bersyukur’.

Di dalam Semantik Leksikal (2001:137-138), Pateda mencontohkan 37 paduan leksem yang ternyata 23 di antaranya berupa semi-idiom karena masih mempertahankan salah satu makna dari leksem-leksem pembentuknya.

Dari perbandingan antara bahasa Prancis dan Indonesia, penulis berpendapat bahwa makna idiomatik paduan leksem lebih banyak ditemukan pada semi-idiom daripada idiom. Hal ini disebabkan manusia sebagai pemakai bahasa


(18)

yang menciptakan dan mengembangkan kosakata tidak bisa menciptakan atau mengembangkan kata terlalu jauh dari makna yang telah ada dan berkembang sebelumnya.

E. SIMPULAN

Makna idiomatikal dalam paduan leksem bahasa Prancis berbeda dari makna masing-masing leksem pembentuknya. Hubungan pemaknaan antara leksem-leksem sebagai komponen pembentuk paduan leksem dan pemaknaan yang muncul dari paduan leksem tersebut dapat dikatakan terbukti. Hal ini disebabkan oleh adanya makna baru yang terbentuk dari paduan leksem yang sebagian besar berhubungan dengan salah satu makna leksem-leksem pembentuknya secara mandiri.

Jumlah paduan leksem berupa idiom yang lebih sedikit daripada idiom membuktikan makna masing-masing leksem pembentuk idiom dan semi-idiom masih digunakan di dalam pemaknaan paduan leksem tersebut.

Dalam proses pemaknaan paduan leksem bahasa Prancis, beberapa idiom dan semi-idiom bergantung sepenuhnya pada konteks kalimat karena tidak ada makna leksikal dari paduan leksem tersebut, ada pula yang memiliki makna leksikal namun masih harus dihubungkan dengan konteks kalimat dan konteks wacana, dan ada pula paduan leksem yang telah menjadi ungkapan yang lazim digunakan di dalam bahasa Prancis sehingga pemaknaannya tidak tergantung pada konteks kalimat sama sekali. Jadi, konteks kalimat tidak sepenuhnya terlibat dalam pemaknaan paduan leksem ini.

Hasil analisis makna membuktikan bahwa relasi makna sinonimi paling banyak digunakan di dalam pemaknaan paduan leksem, meskipun di antaranya ada juga antonimi. Sinestesi tidak terlalu sering muncul karena idiom dan semi-idiom dari data tidak banyak menggunakan panca indera.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa bahasa Prancis lebih banyak menggunakan bentuk semi-idiom daripada idiom dan makna idiomatikal yang terbentuk dari paduan leksem verba dan nomina tidak selalu harus mengacu pada konteks kalimat.


(19)

F. PUSTAKA ACUAN

Arifin, W. & Soemargono, F. 1991. Kamus Perancis-Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Chaer, A. 2007. Leksikologi & Leksikografi Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Djajasudarma, T.F. 1999. Semantik 2 : Pemahaman Ilmu Makna. Bandung : Penerbit PT Refika Aditama.

Dubois, J. et al. 1973. Dictionnaire de Linguistique. Paris : Librairie Larousse. Keraf, G. 2000. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka

Utama.

Kridalaksana, H. 2001. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Parera, J.D. 2004. Teori Semantik. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga. Pateda, M. (Prof.Dr.). 2001. Semantik Leksikal. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit

Rineka Cipta.

Pille, Lolita. 2002. Hell. Roman. Paris : Éditions Grasset & Fasquelle.

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.


(1)

yang bertempat tinggal di wilayah elite. Kebanyakan pemuda-pemudi di sana bergaul secara bebas dan sebagian besar menjadi pengguna obat-obatan terlarang.

Paduan leksem se taper un trait terdapat dalam kalimat “Le fils de l’ex-ministre très cheum est parti se taper un trait dans les chiottes, (…)”. Makna yang didapat apabila kita melihat konteks wacana dan kalimat adalah ‘menghirup sejenis obat-obatan terlarang sekaligus’. Paduan leksem ini merupakan ungkapan dalam tingkat bahasa familiar dan hanya digunakan oleh kelompok tertentu di masyarakat.

Sekarang, marilah kita analisis makna idiomatikalnya:

menyakiti diri sendiri sekali hirup → menghirup sejenis obat-obatan terlarang

V N V N sekaligus

Analisis paduan leksem ini tidak dapat dilakukan dengan cara menjabarkan makna masing-masing komponen pembentuknya karena makna paduan leksem dan makna idiomatikal yang terbentuk hanya dapat terlihat pada saat seluruh komponennya bergabung.

Menyakiti diri sendiri sekali hirup dapat dimaknai sebagai ‘kegiatan yang merugikan diri sendiri dengan cara menghirup sesuatu sekaligus’, dan menghirup sejenis obat-obatan terlarang sekaligus berarti ‘kegiatan menghirup obat-obatan terlarang sekaligus’. Dari pemaknaan ini dapat dilihat kesamaan makna atau sinonimi dari keduanya, yaitu adanya ‘kegiatan menghirup sesuatu yang terlarang secara sekaligus’.

Dari analisis ini dapat dilihat bahwa se taper un trait merupakan semi-idiom karena menyisakan makna leksem pembentuknya, dalam hal ini un trait ‘sekali hirup atau sekaligus’.

(8) se mettre d’ accord menjadi kesepakatan

V N

Se mettre daccord (hlm.22) merupakan paduan leksem yang terdiri atas dua kategori yaitu verba se mettre d’ dan nomina accord. Verba se mettre d’ di dalam KPI memiliki makna ‘menjadi’ (1991:655), sedangkan nomina accord memiliki makna ‘kesepakatan’ (1991:9).


(2)

Paduan leksem se mettre d’accord memiliki makna idiomatikal ‘bersepakat’ (1991:857). Paduan leksem ini merupakan ungkapan yang sudah lazim digunakan di dalam bahasa Prancis dan bentuknya beku. Tanpa melihat konteks kalimat pun pembaca akan mengerti bahwa paduan leksem se mettre d’accord bermakna ‘bersepakat’.

Analisis maknanya adalah sebagai berikut: menjadi kesepakatan → bersepakat

V N V ↓ ↓ makna: makna: setuju setuju

sinonimi

Kesepakatan dalam KBBI berarti ‘perihal sepakat’ (2008:1278). Menjadi kesepakatan dapat dimaknai ‘membuat kesepakatan’ atau ‘sama-sama menyetujui’. Makna ini sejalan dengan makna verba bersepakat yang bermakna ‘sama-sama menyetujui’. Oleh karena itu, keduanya memiliki hubungan sinonimi.

Perubahan yang terjadi pada paduan leksem se mettre d’accord adalah dari segi strukturnya. Makna idiomatikal paduan leksem terrsebut hanya mengandung unsur verba tanpa nomina. Namun dari segi makna, paduan leksem ini memiliki makna utuh pada makna idiomatikalnya. Paduan leksem ini termasuk semi-idiom karena makna ‘setuju’ masih terkandung di dalam makna idiomatikal paduan leksem ini.

(9) fondre en larmes melelehkan ø air mata V N

Paduan leksem fondre en larmes terdiri atas verba fondre ‘melelehkan’ (Arifin dan Soemargono, 1991:449) dan nomina larmes ‘air mata’ (1991:597). Sama halnya dengan semi-idiom se mettre d’accord, paduan leksem fondre en larmes merupakan ungkapan beku dalam bahasa Prancis yang dapat dengan mudah dipahami tanpa harus melihat konteks kalimat. Makna idiomatikal dari paduan leksem ini adalah ‘bercucuran air mata’ (1991:449).


(3)

Analisis mengenai pemaknaan paduan leksem ini adalah sebagai berikut: melelehkan air mata → bercucuran air mata

V N V N sinonimi

homonimi

Verba melelehkan di dalam KBBI dapat memiliki makna ‘mengalirkan (air mata, peluh, dsb) (2008:807), dan verba bercucuran juga berarti ‘mengalir turun’ (2008:277). Dari sini tampak bahwa kedua verba ini bersinonim.

Bentuk nomina air mata pada paduan leksem dan makna idiomatikalnya adalah berhomonim. Hal ini dapat memperkuat asumsi bahwa paduan leksem fondre en larmes termasuk semi-idiom karena leksem air mata yang terdapat pada paduan leksem, terdapat pula dalam makna idiomatikalnya.

(10) s’exploser le nez meledakkan sendiri ø hidung

V N

Paduan leksem terakhir yang dibahas di dalam artikel ini adalah s’exploser le nez (hlm.29). Paduan leksem ini terdiri atas verba s’exploser yang di dalam KPI memiliki makna ‘meledakkan sendiri’ (1991:409) dan nomina nez yang berrmakna ‘hidung’ (1991:692-693). Paduan leksem s’exploser le nez tidak mungkin dimaknai secara harfiah ‘meledakkan hidung sendiri’, meskipun sebenarnya tidak ditemukan makna kamus untuk paduan leksem s’exploser le nez. Dilihat dari konteks wacana bahwa roman ini bercerita tentang kehidupan di kota Paris dilihat dari sisi gelapnya dan konteks kalimat “(…) il est de toute évidence allé s’exploser le nez, (…)”, paduan leksem tersebut dimaknai ‘menghirup heroin melalui hidung’.

Analisis maknanya adalah:

meledakkan hidung sendiri → menghirup heroin melalui hidung V N V N

penggunaan indera yang sama

Makna verba meledakkan di dalam KBBI adalah ‘menghancurkan dengan barang yang meledak’ atau ‘meletuskan’ (2008:802). Meledakkan sendiri dapat dimaknai ‘menghancurkan diri sendiri’ atau ‘menghancurkan seorang diri, tanpa bantuan orang lain’. Verba menghirup memiliki makna ‘menghisap’ (2008:503).


(4)

Menghirup dapat dilakukan melalui hidung maupun mulut. Di dalam makna idiomatikal di atas, aktivitas menghirup dilakukan melalui hidung. Lalu apa hubungan pemaknaan meledakkan sendiri dengan menghirup heroin? Telah dijelaskan di atas bahwa makna menghirup heroin ini didapatkan dari konteks wacana dan kalimat. Verba meledakkan hidung sendiri pada paduan leksem dimaknai sebagai ‘aktivitas yang dilakukan melalui hidung, sehingga organ hidung terasa seperti meledak’. Perasaan semacam ini dapat terjadi pada saat seseorang menghirup heroin melalui hidung. Di sinilah letak hubungannya. Hubungan yang terjadi adalah sebab-akibat antara menghirup heroin dengan perasaan hidung seperti meledak.

Analisis juga dilakukan pada kategori nomina pada paduan leksem hidung dengan indera yang digunakan untuk menghirup heroin yaitu hidung. Meskipun ada pergeseran fungsi struktur di dalam pemaknaan paduan leksem ini, indera yang digunakan tetap sama yaitu indera penciuman (hidung).

Dari pemaknaan ini dapat dibuktikan bahwa s’exploser le nez merupakan semi-idiom karena le nez ‘hidung’ mempertahankan maknanya di dalam makna idiomatikal paduan leksem ini.

D. DISKUSI

Dari sepuluh paduan leksem yang memiliki makna idiomatik, ditemukan hanya tiga saja idiom dan lainnya adalah semi-idiom. Hal ini sejalan dengan pendapat Dubois et al. di dalam Dictionnaire de Linguistique (1973:305) dengan memberi contoh mettre le feu yang memiliki makna idiomatik ‘menyalakan api’ padahal makna leksem-leksem pembentuknya adalah mettre ‘menyimpan’ dan le feu ‘api’, juga pada contoh faire grace yang terdiri dari leksem faire ‘membuat’ dan grace ‘rasa syukur’ dengan makna idiomatik ‘bersyukur’.

Di dalam Semantik Leksikal (2001:137-138), Pateda mencontohkan 37 paduan leksem yang ternyata 23 di antaranya berupa semi-idiom karena masih mempertahankan salah satu makna dari leksem-leksem pembentuknya.

Dari perbandingan antara bahasa Prancis dan Indonesia, penulis berpendapat bahwa makna idiomatik paduan leksem lebih banyak ditemukan pada semi-idiom daripada idiom. Hal ini disebabkan manusia sebagai pemakai bahasa


(5)

yang menciptakan dan mengembangkan kosakata tidak bisa menciptakan atau mengembangkan kata terlalu jauh dari makna yang telah ada dan berkembang sebelumnya.

E. SIMPULAN

Makna idiomatikal dalam paduan leksem bahasa Prancis berbeda dari makna masing-masing leksem pembentuknya. Hubungan pemaknaan antara leksem-leksem sebagai komponen pembentuk paduan leksem dan pemaknaan yang muncul dari paduan leksem tersebut dapat dikatakan terbukti. Hal ini disebabkan oleh adanya makna baru yang terbentuk dari paduan leksem yang

sebagian besar berhubungan dengan salah satu makna leksem-leksem

pembentuknya secara mandiri.

Jumlah paduan leksem berupa idiom yang lebih sedikit daripada idiom membuktikan makna masing-masing leksem pembentuk idiom dan semi-idiom masih digunakan di dalam pemaknaan paduan leksem tersebut.

Dalam proses pemaknaan paduan leksem bahasa Prancis, beberapa idiom dan semi-idiom bergantung sepenuhnya pada konteks kalimat karena tidak ada makna leksikal dari paduan leksem tersebut, ada pula yang memiliki makna leksikal namun masih harus dihubungkan dengan konteks kalimat dan konteks wacana, dan ada pula paduan leksem yang telah menjadi ungkapan yang lazim digunakan di dalam bahasa Prancis sehingga pemaknaannya tidak tergantung pada konteks kalimat sama sekali. Jadi, konteks kalimat tidak sepenuhnya terlibat dalam pemaknaan paduan leksem ini.

Hasil analisis makna membuktikan bahwa relasi makna sinonimi paling banyak digunakan di dalam pemaknaan paduan leksem, meskipun di antaranya ada juga antonimi. Sinestesi tidak terlalu sering muncul karena idiom dan semi-idiom dari data tidak banyak menggunakan panca indera.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa bahasa Prancis lebih banyak menggunakan bentuk semi-idiom daripada idiom dan makna idiomatikal yang terbentuk dari paduan leksem verba dan nomina tidak selalu harus mengacu pada konteks kalimat.


(6)

F. PUSTAKA ACUAN

Arifin, W. & Soemargono, F. 1991. Kamus Perancis-Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Chaer, A. 2007. Leksikologi & Leksikografi Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Djajasudarma, T.F. 1999. Semantik 2 : Pemahaman Ilmu Makna. Bandung : Penerbit PT Refika Aditama.

Dubois, J. et al. 1973. Dictionnaire de Linguistique. Paris : Librairie Larousse. Keraf, G. 2000. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka

Utama.

Kridalaksana, H. 2001. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Parera, J.D. 2004. Teori Semantik. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga. Pateda, M. (Prof.Dr.). 2001. Semantik Leksikal. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit

Rineka Cipta.

Pille, Lolita. 2002. Hell. Roman. Paris : Éditions Grasset & Fasquelle.

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.