Sistem Perlindungan Saksi Dalam Mendukung Pemberantasan Korupsi.

SISTEM PERLINDUNGAN SAKSI
DALAM MENDUKUNG
PEMBERANTASAN KORUPSI
OLEH :
IB SURYA DHARMA JAYA

Latar Belakang Masalah






Peringkat korupsi Indonesia
“Kriminalisasi” KPK
Terhambatnya peran masyarakat
Keterangan saksi sebagai alat bukti utama
Ketentuan yang mengatur perlindungan saksi
belum memadai

Permasalahan

1. Bagaimanakah ketentuan sistem
perlindungan saksi yang berlaku sekarang
sehingga belum mampu memberikan
perlindungan pada saksi dalam tindak pidana
korupsi?
2. Bagaimanakah sistem perlindungan saksi
yang dapat secara efektif mendukung
pembrantasan korupsi?

Pengertian saksi
• Pasal 1 angka 26 KUHAP , “ Saksi adalah orang yang
dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu
perkara pidana yang ia dengar sendiri, yang ia lihat
sendiri dan/dia alami sendiri”.
• Pasal 1 angka 1 UU No. 13/2006 , “ Saksi adalah orang
yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan peradilan
tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri,
yang ia lihat sendiri dan/dia alami sendiri”.


Lanjutan...
• United Nations Office on Drug and Crimes, ,“Witness
or participant : any person, irrespective of his or her
legel status (informant, witness, judicial official,
undercover agent or other), who is eligible under the
legislation or policy of the country involved, to
considered for, admission to a witness protection
programe” .
• Good Practices for the Protection of Witness in Criminal
proceedings involving Organized Crime menyatakan,
bahwa saksi dalam program perlindungan saksi
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu, collaborator
justice, victim- witnesses, other type of witness
(innocent bystenders, expert witnesses and others).

Prinsip Perlindungan Saksi
• United Nation Convention against Transnational Organized Crime
(telah diratifikasi melalui Undang-undang No. 7 tahun 2009) Pasal
the Protection of Witness “setiap negara diharapkan

24
memberikan perlindungan saksi dari intimidasi dan pembalasan
yang membantu mengungkap kejahatan (ketentuan ini juga berlaku
bagi korban yang bertindak sebagai saksi). Bentuk perlindungan
yang diperlukan adalah :
1. perlindungan fisik (physical protection), seperti : merelokasi dan
mengijinkan untuk menyembunyikan identitas saksi serta dimana
keberadaannya
2. menentukan tata cara pembuktian yang dilakukan saksi dengan
aman dan membolehkan dipergunakan teknologi komunikasi
seperti video atau bentuk lainnya yang memadai.

Lanjutan...
• United Nations Office on Drugs and Crime
(UNODC) saksi juga harus memperoleh
bantuan selain perlindungan dalam rangka
memberikan rasa nyaman pada saksi untuk
bersaksi.
• Bentuk bantuan : bantuan psikologis,
informasi, finansial transportasi,

akomodasi, dan perawatan anak.

Lanjutan...
• Selanjutnya United Nation Convention against Corruption
(diratifikasi melalui Undang-undang No. 7 tahun 2006) Pasal 32
mengenai Protection of Witness Expert and Victims menentukan
• Setiap negara anggota harus memberikan perlindungan terhadap
kemungkinan pembalasan atau intimidasi terhadap saksi dan saksi
ahli yang memberikan kesaksian :
1. perlindungan fisik , termasuk di dalamnya merelokasinya bilamana
diiperlukan dan dimungkinkan, dan mengizinkan untuk tidak
diungkapkannya atau diungkapkan secara terbatas informasi yang
berkaitan dengan informasi tentang identitas dan keberadaan
orang tersebut;
2. membuat aturan terkait dengan pembuktian yang mengizinkan
saksi dan saksi ahli untuk memberikan kesaksian melalui
penggunaan teknologi komunikasi seperti video atau sarana lain
yang memadai demi keamanan mereka.

Lanjutan...

• United Nation Office on Drugs and Crime
(UNODC) menentukan prinsip-prinsip
oprasional perlindungan saksi : kerahasiaan,
kemitraan, netralitas, transparansi dan
akuntabilitas.

Model Perlindungan Khusus
1. Perlindungan prosedural perlindungan
hukum, anonimitas
2. Program/unit perlindungan saksi
perlindungan atas keamanan, relokasi,
penggantian identitas

Sistem Perlidungan Saksi di Indonesia
• KUHAP memberikan keterangan tanpa
tekanan (Pasal 117), bantuan biaya
transportasi (Pasal 229)
• Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
bebas dari korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

dalam Pasal 9 ayat (1) pelapor, saksi dan
saksi ahli memperoleh perlindungan hukum
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Undang – undang No. 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia
• Pasal 18 ayat (4) menentukan perlunya
pendamping hukum bagi orang yang diperiksa
di Pengadilan;
• Pasal 92 ayat (1) tentang kerahasiaan identitas
pengadu, pemberi keterangan atau mereka
yang memberikan bukti lainnya, termasuk juga
mereka yang terkait dengan pembuktian yang
lain.

Undang-undang No. 26 tahun 2000
tentang Pengadilan hak Asasi Manusia
• Pasal 34 Korban dan saksi yang terkait
dengan tindak pidana ini diberikan hak
perlindungan fisik dan mental.

• PP No. 2 tahun 2002 menentukan bentukbentuk perlindungan tersebut : merahasiakan
identitas (pemberian keterangan pada saat
pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa
bertatap muka dengan tersangka);
memberikan rasa aman pada saksi.

Undang-undang no. 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan tindak pidana korupsi
• Pasal 31 ayat (1) kerahasiaan identitas pelapor
(whistleblower).
• Pasal 41 peranserta masyarakat dalam
pemberantasan korupsi hak untuk memperoleh
perlindungan hukum dalam hal :
1. melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam
mencari, memperoleh, memberikan informasi,
memberikan saran
2. diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan,
dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi,
atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;


Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang
Narkotika
• Pasal 99 kerahasiaan identitas
• Pasal 100 perlindungan pada saksi, pelapor, hakim
yang menangani tindak pidana narkotika dan prekursor
narkotika berserta keluarga masing-masing dilindungi
oleh negara dari ancaman yang membahayakan diri,
jiwa, dan atau harta bendanya baik sebelum, selama
dan sesudah proses pemeriksaan perkara
• Pasal 106 huruf (e) manyatakan bahwa masyarakat
yang memberikan laporan memperoleh perlindungan
hukum pada saat yang bersangkutan melaksanakan
haknya atau diminta hadir pada proses peradilan

Undang-undang No. 15 tahun 2003
tentang Pemberantasan Teorisme
• Pasal 21 menentukan dilarang secara melawan hukum
mempengaruhi saksi dalam memberikan keterangan
ataupun melakukan penyerangan terhadap saksi,

siapapun termasuk petugas pengadilan.
• Pasal 32 undang-undang ini ditentukan pula bahwa
saksi maupun orang-orang yang terkait dengan
pemeriksaan dilarang untuk mengungkapkan identitas
dan alamat pelapor.
• Pasal 33 dan Pasal 34 meyatakan bahwa saksi berhak
atas perlindungan terhadap jiwa, badan dan harta
benda.

Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
• Pasal 22 menentukan bahwa korban (saksi
korban) perlu diberikan bantuan berupa
konseling, mendapat informasi tentang hakhaknya dan mendapat perlindungan, korban
dapat ditempatkan di rumah aman/tempat
alternatif.

Undang-undang UU No. 21 tahun 2007 tentang
Perdagangan Orang
• Pasal 21 ayat (1,2,3) dengan jalan mengancam dengan sanksi pidana

bagi mereka yang melakukan serangan fisik terhadap saksi.
• Pasal 22 mengancam pidana bagi mereka yang dengan sengaja
mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
terhadap saksi.
• Pasal 47 adalah merupakan kewajiban dari Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
• Pasal 24 yang melarang diungkapkannya identitas saksi Jo. Pasal 44
yang menyatakan bahwa saksi memperoleh hak kehahasiaan
identitas.
• Pasal 33 pelapor berhak dirahasiakan identitasnya dalam pemeriksaan
di sidang pengadilan.
• Pasal 34 menentukan bahwa saksi yang tidak dapat hadir di sidang
pengadilan, kesaksiannya dapat dilakukan dari jarak jauh dengan
memanfaatkan alat komunikasi audio visual.

• Pasal 35 menentukan bahwa saksi berhak didampingi oleh advokat
dan/atau pendamping lainnya selama proses penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan.
• Pasal 37 menentukan bahwa saksi berhak meminta kepada hakim ketua

sidang untuk memberikan keterangan di depan sidang pengadilan tanpa
kehadiran terdakwa.
• Pasal 38 dikatakan bahwa penegak hukum harus memperhatikan
kepentingan yang terbaik bagi anak dengan tidak memakai toga atau
pakaian dinas.
• Pasal 39 ayat (1) menentukan bahwa saksi anak harus diperiksa dalam
sidang tertutup; sementara dalam ayat (2) saksi anak wajib didampingi
orang tua, wali, orang tua asuh, advokat atau pendamping lainnya; dan
dalam ayat (3) ditentukan bahwa pemeriksaan saksi anak dilaksanakan
tanpa kehadiran terdakwa. Pasal 40 menentukan pemeriksaan saksi anak
dapat dilakukan di luar sidang pengadilan dengan perekaman.

Undang-undang no. 13 tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan korban
• Pasal 5 ayat (1) ditentukan bahwa saksi dalam proses
peradilan di Indonesia berhak memperoleh
perlindungan keamanan, menentukan perlindungan,
mendapat penterjemah, informasi perkembangan
(kasus, putusan pengadilan, pelaksanaan pidana),
identitas baru, relokasi, penggantian biaya, nasihat
hukum, penggantian kehilangan penghasilan
• Pasal 5 ayat (2) telah membatasi hak perlindungan
hanya diberikan pada saksi-saksi dalam tindak pidana
tertentu. Lebih sempit lagi saksi-saksi tersebut baru
memperoleh perlindungan berdasarkan keputusan
LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).

• Pasal 8 Perlindungan saksi dan korban diberikan
sejak tahap penyelidikan dan berakhir sesuai
dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
• Pasal 9 ayat (1) menentukan bahwa saksi yang
merasa memperoleh ancaman yang sangat besar,
maka atas persetujuan hakim dapat memberikan
keterangan kesaksian tanpa harus hadir di
persidangan, dapat memberikan keterangan
secara tertulis, dapat didengar kesaksiannya
lewat media elektronik dengan di dampingi
pejabat yang berwenang.

• Pasal 10 ayat (1) ditentukan “Seorang saksi, korban dan pelapor
tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata
atas laporan atau kesaksian yang akan, sedang, atau telah
diberikannnya”.
• Pasal 10 ayat (2) menentukan bahwa seorang saksi yang juga
tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari
tuntutan pidana bila terbukti ikut bersalah dalam kasus yang sama,
tapi hakim dapat mempertimbangkan kesaksiannnya untuk
meringankan pidananya
• Pasal 10 ayat (3) mengatakan bahwa ketentuan dalam Pasal 1 tidak
berlaku bagi saksi, korban maupun pelapor yang memberikan
keterangan tidak dengan itikad baik.
• Ketentuan ini secara jelas menentukan bahwa pelapor bukanlah
saksi tidak seluruh bentuk perlindungan yang dapat diberikan
pada saksi menjadi hak pelapor.

Beberapa persoalan dalam
Perlindungan saksi
1. Tidak adanya sinkronisasi dalam berbagai
perundang-undangan mengenai
perlindungan saksi
2. Pengertian saksi
3. Perlindungan collaborator jstice dan
whistleblower
4. Lembaga yang berwenang dalam
memberikan perlindungan

• SEMA No. 4 tahun 2011 yang meminta pada
hakim untuk memperhatikan saksi yang
sekaligus juga pelaku yang bersedia
bekerjasama atau pelapor dalam kasus-kasus
tertentu untuk dikurangi hukumannya,
diberikan pidana percobaan dan sebagainya.

Sistem Perlindungan Saksi dalam
Pemberantasan Korupsi
• Undang-undang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Pasal
8 dan 9 menentukan adanya perlindungan hukum bagi
pelapor, saksi, dan saksi ahli
• Pasal 9 PP No. 68 tahun 1999 tentang Tata cara
Pelaksanaan Peran serta Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Negara perlindungan diberikan
oleh kepolisian dan pejabat terkait yang berwenang
dengan jalan memberitahukan secara lisan atau tertulis
pada Kepolisian Negara Republik Indonesia atau
instansi yang berwenang

Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak pidana Korupsi
• Pasal 31 kerahasiaan identitas
• Pasal 41 perlindungan hukum bagi pelapor
• Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000
tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan
dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Pasal 6 Perlindungan ini
dapat dimintakan pada komisi
pemberantasan korupsi.

Undang-undang No. 30 tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
• Pasal 15 mengatur tentang kewajiban Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan
perlindungan pada saksi dan pelapor
• Penjelasan Pasal 15 ini menentukan bahwa yang
dimaksud dengan melindungi adalah
memberikan jaminan keamanan dengan meminta
bantuan kepolisian atau penggantian identitas
pelapor atau melakukan evakuasi termasuk
perlindungan hukum.

Undang-undang No. 13 tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan korban
• Pasal 29 dan Pasal 30 menentukan LPSK
sebagai institusi yang berwenang dan
bertanggungjawab dalam memberikan
perlindungan pada saksi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengefektifkan
perlindungan saksi dalam mendukung Pemberantasan
Korupsi
1.

2.

Memperbaiki definisi saksi, menyesuaikannya dengan
instrumen internasional yang memberikan pengertian saksi
secara lebih luas dengan memasukkan pelapor/informan
(whistleblower), saksi yang juga pelaku (collaborator justice),
serta berbagai pihak lain yang dapat memberikan kontribusi
terungkapnya kasus-kasus yang sangat merugikan masyarakat.
Menentukan bentuk-bentuk perlindungan saksi, baik bentuk
perlindungan yang bersifat universal (dengan menentukan hak
yang langsung melekat ketika seseorang menjadi saksi),
perlindungan prosedural berupa kerahasiaan identitas saksi
harus dijaga selama proses peradilan, perlindungan hukum
berupa penghapusan hukuman ataukah peringanan hukuman
bagi saksi yang sekaligus pelaku, maupun perlindungan atas
keamanan yang berupa perlindungan fisik, penggantian
identitas, maupun melakukan relokasi saksi (termasuk ke luar
negeri).

3.

4.

5.
6.



Dalam penanganan perlindungan atas keamanan perlu dibentuk suatu
lembaga khusus. Lembaga ini dapat berupa institusi baru ataukah
membentuk bagian khusus dalam institusi sub sistem peradilan
pidana seperti kejaksaan ataukah kepolisian. Hal terpenting untuk
diperhatikan adalah prinsip-prinsip perlindungan saksi yaitu
kerahasiaan, kemitraan, netralitas, transparansi dan akuntabilitas.
Persyaratan untuk mendapatkan perlindungan harus memperhatikan
kepentingan pelaku, saksi/korban, maupun masyarakat. Dalam hal ini
perlu dilakukan pengkajian secara teoritis (asas fair trial, asas
presumption of innocent yang dalam praktiknya mengedepankan plea
of guilty dalam pengungkapan kejahatan, asas non self incrimination),
maupun memperhatikan pula hal-hal yang bersifat praktis.
Sanksi bagi mereka yang melanggar usaha perlindungan saksi (baik
masyarakat biasa ataupun penegak hukum), atupun sanksi bagi saksi
yang
melanggar kesepakatan yang telah ditanda tangani untuk
mendapatkan perlindungan perlu dilakukan pengkajian kembali agar
lebih efektif.