Chapter I Kajian Produksi Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.) Pada Beberapa Ketinggian emiringan Lereng dan Jenis Tanah di Kecamatan Silima PunggaPungga Kabupaten Dairi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama
dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi
dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi Arabika dan 30% berasal dari
spesies kopi Robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di
Etopia. Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman
tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan
Arab, melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012).
Kecamatan Silima Pungga-pungga dengan ibukota Parongil, merupakan
satu dari 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Dairi, secara geografis terletak
pada bagian Barat Laut dari Sidikalang pada ketinggian 400 – 800 meter diatas
permukaan laut dengan suhu udara bekisar 26C - 32C. Luas wilayah 8.340 ha
dimana sebahagian besar arealnya terdiri dari pegunungan yang bergelombang
dengan

tingkat

kemiringan

tanah


bervariasi

antara

0-25

(SKPD Kec. Silima Pungga-pungga, 2010).
Kopi Robusta adalah salah satu komoditas andalan pertanian Kabupaten
Dairi. Produk ini sudah menembus hingga ke pasar ekspor. Dimana pada tahun
1975 hingga 1977 harga kopi yang semula Rp. 900 per kilogram melambung

Universitas Sumatera Utara

hingga Rp. 2.500 per kilogram. Hal ini diakibatkan gagal panennya kopi di
Negara penghasil kopi terbesar yaitu di Brazilia (Sinaga, 2009).
Enam puluh lima persen produksi kopi Robusta Indonesia masih
merupakan kopi dengan mutu rendah, rendahnya mutu produksi kopi Robusta
tersebut terutama disebabkan oleh pengelolaan kebun, panen, dan pasca panen
yang belum maksimal (Soeseno,2003); akibatnya harga kopi Robusta menjadi

sangat rendah sehingga membuat pendapatan yang diperoleh petani tidak sesuai
dengan biaya (cost) yang dibutuhkan untuk pengelolaan kopi tersebut. Hal ini
mengakibatkan petani mengalami penurunan dalam mengeluarkan biaya (cost)
untuk memelihara dan mengembangkan kopi Robusta. Seperti di Kecamatan
Silima Pungga-Pungga, terjadi juga penurunan luas lahan perkebunan kopi
Robusta di Kecamatan Silima Pungga-Pungga dari 1.565 ha pada tahun 2008
(Disbun Provinsi Sumatera Utara, 2009) menjadi 1.215 ha pada tahun 2012
(Disbun Provinsi Sumatera Utara, 2013). Tingkat produktivitas kopi Robusta di
Kecamatan Silima Pungga-Pungga juga

masih rendah yaitu sebesar 610,46

kg/ha/tahun. Produksi ini masih jauh dari potensi produksi kopi Robusta yang
dapat mencapai 2,30 - 4,0 ton/ha/tahun (Disbun Provinsi Sumatera Utara, 2013).
Saat ini, peningkatan produksi kopi Robusta di Indonesia masih terhambat
oleh rendahnya mutu biji kopi Robusta yang dihasilkan sehingga mempengaruhi
pengembangan produksi kopi Robusta. Hal ini tentunya dapat

mengurangi


pendapatan Negara yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kopi Robusta
yang diekspor. Berdasarkan masalah tersebut perlu diketahui hubungan kondisi
lapangan yaitu ketinggian tempat, dan kemiringan lereng terhadap produksi kopi
Robusta di beberapa jenis tanah di Kecamatan Silima Pungga-pungga.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara ketinggian
tempat dan kemiringan lereng dengan produksi kopi Robusta di Kecamatan Silima
Pungga-Pungga.

Kegunaan Penelitian
-

Untuk mengetahui hubungan ketinggian tempat dan kemiringan lereng
dengan produksi kopi Robusta di Kecamatan Silima Pungga-Pungga.

-


Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Kopi Robusta
Kopi Robusta adalah spesies kopi utama yang dibudidayakan, berasal
dari Afrika dan hingga saat ini merupakan jenis kopi yang paling banyak ditanam
di Indonesia. Di pilihnya kopi Robusta sebagai jenis kopi yang paling banyak di
budidayakan di Indonesia selain karena ketahanan terhadap penyakit karat daun
(Hemelia vastatrix) yaitu mudah dalam pembudidayaan di bandingkan dengan
Arabika. Hal ini yang menyebabkan pembudidayaannya dapat dikatakan lebih
mudah dibandingkan dengan Arabika, yaitu karena kopi Robusta dapat di tanam
di dataran rendah. Hal ini juga didukung oleh kondisi geografis Indonesia yang
lebih banyak terdapat dataran rendah dibanding dengan dataran tinggi
(Dirjen Perkebunan, 2006).
Sistematika kopi Robusta adalah sebagai berikut :

Kingdom


: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom

: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas


: Asteridae

Ordo

: Rubiales

Universitas Sumatera Utara

Famili

: Rubiaceae (suku kopi-kopian)

Genus

: Coffea

Spesies

: Coffea robusta Lindl.


(Rahardjo, 2012).
Sifat-Sifat Penting Tanaman Kopi Robusta
Akar
Kopi Robusta mempunyai sistem perakaran tunggang dengan rambut-rambut

akar yang menyebar luas. Kopi Robusta yang berasal dari stek biasanya memiliki
2-3 akar tunggang semu. Bibit kopi yang berasal dari kultur jaringan dengan
teknik emrio genesis juga memiliki akar tunggang seperti pada biji. Kopi Robusta
tergolong memiliki sifat perakaran dangkal, sebagian besar akarnya terletak di
dekat permukaan tanah (0-30 cm).
Tajuk (Cabang dan Daun)
Kopi Robusta mempunyai dua macam cabang yaitu : cabang ortotrof
(tumbuh ke atas, vertical) yang dapat menghasilkan cabang plagiotrof, dan cabang
plagiotrof (tumbuh ke samping, horizontal). Cabang plagiotrof primer (tumbuh
pada batang pokok) hanya tumbuh sekali, jadi kalau sudah mati tidak pernah
tumbuh cabang primer baru di tempat yang sama, Cabang plagiotrof primer dapat
menghasilkan cabang plagiotrof sekunder. Di ketiak daun terdapat seri mata
tunas, satu seri biasanya terdiri atas 3-5 mata tunas, dan tiap mata tunas dapat
menghasilkan 3-5 primordia bunga. Mata tunas dapat berkembang menjadi bunga

atau menjadi cabang tergantung kondisi lingkungan. Daun-daun baru kopi
Robusta terbentuk dalam waktu antara 3-4 minggu sekali.
Bunga

Universitas Sumatera Utara

Bunga kopi tumbuh dari tunas mata seri yang terdapat di ketiak daun. Dalam
perkembangannya bunga kopi mengalami fase dormansi (berupa lilin hijau) dan
fase aktif (berupa lilin putih, pemekaran bunga, dan terjadinya penyerbukan serta
pembuahan). Fase dormansi biasanya terjadi pada saat tanaman mengalami
cekaman (stress) air, dan fase ini akan segera berakhir setelah turun hujan atau ada
pengairan. Kopi Robusta bersifat menyerbuk sendiri, penyerbukan terjadi mulai
dini (waktu fajar) hari sampai sekitar jam 10.00 pagi yang dapat dibantu oleh
angin dan serangga. Terjadinya hujan pada pagi hari pada saat bunga mekar akan
sangat mengganggu terjadinya proses penyerbukan dan pembuahan.
Buah
Kopi Robusta mulai terjadi penyerbukan sampai dengan buah masak
memerlukan waktu antara 6-9 bulan, tergantung faktor genetik dan lingkungan
tumbuh tanaman.
Kopi Robusta memiliki daging buah (pulp) yang lebih kecil dan sedikit berair

serta kulit tanduknya juga kurang tebal jika dibanding dengan kopi Arabika.
Biji
Kopi Robusta memiliki biji normal dan biji yang tidak normal. Biji tidak
normal pada kopi Robusta ada beberapa macam, yaitu : biji bulat (round bean),
biji gajah (elephant bean), biji segitiga (triangle bean), dan biji kosong (empty
bean).

Biji normal adalah biji yang memiliki satu keping biji dan satu lembaga (calon
tunas). Biji gajah adalah biji yang memiliki beberapa keping biji yang dipisahkan
oleh kulit ari. Pada saat penggerbusan keping-keping biji tersebut biasanya lepas
dan seringkali pecah. Biji segitiga adalah biji yang bentuknya segitiga, dihasilkan

Universitas Sumatera Utara

dari buah kopi yang memiliki tiga ruas biji. Biji segitiga memiliki satu keping biji
dan satu lembaga. Biji kosong adalah biji yang tidak memiliki keping biji. Jadi di
dalam kulit tanduk tidak ada isinya (Mawardi, dkk, 2008).

Deskripsi Morfologi Kopi Robusta
Beberapa sifat penting kopi Robusta :



Resisten terhadap penyakit HV



Tumbuh baik pada ketinggian 400 – 700 m dpl tetapi masih toleran terhadap



Mengkehendaki daerah yang mempunyai bulan kering 3 – 4 bulan berturut-

ketinggian 100 cm

Kemiringan tanah

< 25%

Sumber : Dirjen Perkebunan, 2006
Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah adalah pengelompokan tanah-tanah atas karakteristik
yang sama dan memberikan nama tertentu, tanpa referensi penggunaanya. Tujuan
klasifikasi tanah adalah: (1) membuat suatu kerangka hubungan antara tanah dan
lingkungan, (2) menetapkan kelompok-kelompok tanah yang berguna dan
interpretasi yang dapat dibuat, misal:

potensi produksi, bahaya erosi. Soil

Taxonomy adalah sistem klasifikasi tanah yang dikembangkan oleh USA, dengan
lembaga USDA, didasarkan kepada pengamatan horizon dan sebagian sifat
penciri tanah. Proses pembentukan tanah tidak diperhatikan. Prinsip Klasifikasi
terdiri atas beberapa kategori (multi kategori) seperti taksonomi tumbuhan,

Universitas Sumatera Utara

dimulai dari yang bersifat umum hingga yang khusus yaitu: Ordo, Sub Ordo,
Great Group, Sub Group, Famili dan Seri (Darmawijaya, 1975).

Ultisol
Konsepsi pokok dari Ultisol (ultimus, terakhir) adalah tanah-tanah
berwarna merah kuning, yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut
sehingga merupakan tanah yang berpenampang dalam sampai sangat dalam (> 2
m), menunjukkan adanya kenaikan kandungan liat dengan bertambahnya
kedalaman yaitu terbentuknya horizon bawah akumulasi liat (Musa, dkk, 2006).
Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut,
dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan
kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada
umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan
bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kationkation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar
kation rendah, dan peka terhadap erosi (Subowo et al. 1990).
Nilai kejenuhan Al yang tinggi terdapat pada tanah Ultisol dari bahan
sedimen dan granit (> 60%), dan nilai yang rendah pada tanah Ultisol dari bahan
volkan andesitik dan gamping (0%). Ultisol dari bahan tufa mempunyai
kejenuhan Al yang rendah pada lapisan atas (5−8%), tetapi tinggi pada lapisan
bawah (37−78%). Tampaknya kejenuhan Al pada tanah Ultisol berhubungan erat
dengan pH tanah (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Tanah Ultisol mempunyai horizon argilik, dengan reaksi agak masam
sampai masam dengan kandungan basa-basa rendah yang diukur dengan
kejenuhan basa pH 7 < 50 % pada kedalaman 125 cm dibawah atas horizon
argilik/kandik atau 180 cm dari permukaan tanah (USDA, 2006).

Inceptisol
Inceptisol

adalah

tanah

yang

belum

basah

(immature)

dengan

perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah basah, dan masih
banyak menyerupai sifat bahn induknya. Penggunaan Inceptisol untuk pertanian
atau non pertanian beraneka ragam. Daerah-daerah yang berlereng curam atau
hutan, yang berdrainase buruk hanyadapat dipergunakan untuk tanaman pertanian
setelah drainase diperbaiki (Hardjowigeno, 1993).
Inceptisol dapat berkembang dari bahan induk batuan beku, sedimen dan
metamorf. Karena Inceptisol merupakan tanah yang baru berkembang, biasanya
mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, Dalam hal ini dapat
tergantung dari tingkat kelapukan bahan induknya. Bentuk wilayah beragam dari
berombak hingga bergunung. Kesuburan tanahnya rendah, jeluk efektifnya
beragam dari dangkal hingga dalam. Di dataran rendah pada umumnya solumnya
tebal, sedangkan pada

daerah berlereng

curam

solummya

tipis. Pada

tanah berlereng cocok bagi tanaman tahunan atau tanaman permanen untuk
menjaga kelestarian tanah (Munir, 1996).
Sebagian besar Inceptisol menunjukkan kelas tekstur berliat dengan
kandungan liat cukup tinggi (35 – 78%), tetapi sebagian termasuk berlempung
halus dengan kandungan liat lebih rendah (18 – 35%). Reaksi tanah masam

Universitas Sumatera Utara

sampai agak masam (pH 4,6 – 5,5) dan agak masam sampai netral (pH 5,6 – 6,8).
Kandungan bahan organik sebagian rendah sampai sedang dan sebagian lagi
sedang sampai tinggi.

Kandungan bahan

lebih

lapisan

tinggi

daripada

bawah

organik
dengan

lapisan
ratio

atas

C/N

selalu

tergolong

rendah (5 – 10) sampai sedang (10 – 18). Kandungan P Potensial rendah sampai
tinggi dan K potensial sangat
potensial

rendah

sampai

sedang.

Kandungan

P

umumnya lebih tinggi daripada K potensial, baik lapisan atas maupun

lapisan bawah.
Jumlah basa – basa dapat tukar di seluruh lapisan tergolong sedang sampai
tinggi. Kompleks absorbsi didominasi ion Mg dan Ca, dengan kandungan
ion K relatif lebih rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) sedang sampai tinggi di
semua lapisan. Kejenuhan basa (KB) rendah sampai tinggi. Secara
disimpulkan

kesuburan

umum

alami Inceptisol bervariasi dari rendah sampai tinggi

(Damanik, dkk, 2010).
Humitropepts adalah Tropepts (sub ordo Inceptisol) yang kaya akan

humus yang relatif dingin dan terdapat pada daerah dataran tinggi yang lembab.
Rezim kelembaban tanah sebagian besar udik, dan rezim suhu sebagian besar
isoterm atau isomesik. Kejenuhan basa biasanya rendah atau sangat rendah.
Tanah ini memiliki epipedon umbrik ataupun ochrik dan sebagian besar memiliki
horison bawah penciri kambik. Sub ordo ini sebagian besar ditumbuhi hutan
cemara berdaun lebar, tetapi banyak yang digunakan untuk perladangan berpindah
(Soil Survey Staff, 1975).
Humitropepts adalah Tropopepts yang (1) memiliki 12 kg atau lebih

karbon organik yang berasal dari serasah permukaan di tanah per meter persegi

Universitas Sumatera Utara

hingga kedalaman 1 meter, (2) memiliki kejenuhan basa < 50 persen (NH4OAc)
pada beberapa subhorizon antara kedalaman 25 cm dan 1 meter dan (3) tidak
memiliki horison sombric (Soil Survey Staff, 1975).

Andisol
Tanah Andisol adalah tanah yang memiliki bahan andik dengan ketebalan
sebesar 60% atau lebih bila : 1) terdapat dalam 60 cm dari permukaan mineral
atau pada permukaan bahan organik dengan sifat andik yang lebih dangkal, jika
tidak terdapat kontak densik, litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon
petrokalsik pada kedalaman tersebut, atau 2) diantara permukaan tanah mineral
atau lapisan organik dengan sifat andik, yang lebih dangkal dan kontak densik,
litik,

atau

paralitik,

horizon

duripan

atau

horizon

petroklasik

(Soil Survey Staff , 2010).
Suatu tanah memiliki sifat andik bila : 1) mengandung bahan organik
< 25 % (berdasarkan berat) karbon organik, dan memenuhi satu atau kedua syarat
berikut, 2) memenuhi semua syarat berikut a) bulk densiti, ditetapkan pada retensi
air 33 kPa yaitu < 0.90 g/cm3, b) retensi fosfat > 85 %, dan c) jumlah persentase
Al + ½ Fe (ekstrak ammonium oksalat) > 2.0 %, atau 3) memenuhi syarat berikut
: a) mengandung > 30 % fraksi tanah yang berukuran 0.02 – 2.00 mm,
b) retensi fosfat > 25 %, c) jumlah persentase Al + ½ Fe (ekstrak ammonium
oksalat) > 0.4 %, d) mengandung volcanic glass > 5 %, dan e) [(% Al + ½ Fe) ×
(15.625)] + [% volcanic glass] > 36.25 (Soil Survey Staff, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Penamaan tanah Andisol memiliki sejarah yang panjang. Pada tahun 1947,
Ando soil merupakan nama dari bahasa Jepang dari kata Anshokudo yang berarti

gelap (An), warna (Shoku) dan tanah (Do). Banyak nama yang diberikan kepada
tanah ini. Diantaranya Trumao Soils (Amerika Selatan), Andosol, Tanah Debu
Hitam, Tanah Pegunungan (Indonesia), Kuroboku, Black Volcanic Soils,
Kurotsuchi, Andosols, Humic Allophane Soils, atau brown Forest Soils (jepang),
Brown Loam Soils (New Zaland), Talpetate Soils (Nikaragua), Andept atau
Hydrol Humic Latosols (USA) (Mukhlis, dkk, 2011).
Pada tahun 1964, Dudal melihat banyak perbedaan dan persamaan
penamaan Andosol. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka sejak tahun itulah
tanah ini resmi digunakan dengan nama Andosol. Nama Andosol pun kian kuat
karena juga dipakai dalam peta tanah dunia FAO-Unesco. Namun dalam Soil
Taksonomi 1979, digunakan nama Andept sebagai sub ordo Inseptisol. Tahun
1978, Smith mengusulkan Andept sebagai satu ordo baru, yaitu Andisol. Nama ini
resmi digunakan dalam Soil Taksonomi 1990 hingga sekarang
(Mukhlis, dkk, 2011).
Andisol terbentuk dari debu volkanik. Debu vulkanik kaya dengan mineral
liat amorf atau alofan yang mengandung banyak Al dan Fe. Logam-logam ini
akan dibebaskan oleh proses hancuran iklim. Khelasi antar asam humik dan Al
dan Fe tersebut, membentuk khelat logam-humik, yang juga akan meningkatkan
retensi humus terhadap dekomposisi mikrobiologis (Tan, 1998).
Penyebaran tanah Andisol dominan di wilayah dekat dengan pusat-pusat
erupsi gunung api. Jenis tanah banyak tersebar di Chile, Peru, Ecuador, Colombia,
Amerika Tengah, USA, Kamchatka, Jepang, Filipina, Indonesia, New Zealand,

Universitas Sumatera Utara

dan Negara bagian kepulauan Selatan-Barat Pasifik. Di Indonesia, luas
penyebaran Andisol 3,4 % luas daratan Indonesia yang diperkirakan seluas
6.491.000 ha. Andisol paling banyak tersebar di Sumatera Utara dengan luas area
1.875.000 ha, Jawa Timur 0,73 juta Ha, Jawa Barat 0,50 juta Ha, Jawa Tengah
0,45 juta Ha, dan Maluku 0,32 juta Ha (Munir, 1996).
Tanah Andisol banyak tersebar di dataran rendah hingga dataran tinggi
dengan berbagai jenis vegetasi. Andisol tersebar di wilayah dataran tinggi sekitar
700 m dpl atau lebih. Umumnya digunakan untuk pertanian pangan lahan kering
seperti jagung, kacang-kacangan, ubi kayu, umbi-umbian. Untuk tanaman
hortikultura sayuran dataran tinggi seperti kentang, wortel, kubis dan
kacangkacangan sedangkan untuk budidaya bunga-bungaan serta tanaman
perkebunan seperti kopi dan teh (Subagyo, dkk, 2000).
Korelasi Ketinggian Tempat Dan Kemiringan Lereng dengan Produksi Kopi
Robusta
Pada umumnya tanaman kopi menghendaki tanah yang lapisan atasnya
dalam, gembur, subur, banyak mengandung humus, atau dengan kata lain tekstur
tanah harus baik. Tanah yang tekstur/strukturnya baik adalah tanah yang berasal
dari abu gunung berapi atau yang cukup mengandung pasir. Tanah yang
demikian pergiliran udara dan air di dalam tanah berjalan dengan baik. Tanah
tidak menghendaki air tanah yang dangkal, karena dapat membusukkan
perakaran, sekurang‐kurangnya kedalaman air tanah 3 meter dari permukaannya.
Akar tanaman kopi membutuhkan oksigen yang tinggi, yang berarti tanah yang
drainasenya kurang baik dan tanah liat berat adalah tidak cocok. Dalam
penelitian Asmac (2008) tanaman kopi dapat tumbuh baik pada pH 5,5 – 6,5.
DHL yang umumnya rendah menunjukkan bahwa kebun kopi tersebut tidak

Universitas Sumatera Utara

memiliki masalah terhadap kadar garam total, karena apabila kadar garam total
yang semakin tinggi justru dapat berbahaya bagi tanah (pemadatan tanah) dan
tanaman (plasmolisis). Kadar kalium (K) yang tinggi, berarti tidak diperlukan
pemupukan dengan menggunakan pupuk yang mengandung unsur K (misalnya
pupuk KCl). Faktor pembatas yang dapat membatasi pertumbuhan dan hasil kopi
adalah bahan oranik tanah, Nitrogen, dan Fosfor. Untuk mengatasi hal itu, perlu
dilakukan pemupukan seperti dengan pupuk kandang, Urea, dan SP-36.
Ketinggian tempat akan mempengaruhi kondisi iklim sekitarnya. Tanaman
kopi Robusta akan tumbuh baik dengan ketinggian tempat 400-800 m dpl, Suhu
udara rata‐rata 30-33 oC. Tempat yang semakin tinggi tentunya mempunyai suhu
yang lebih rendah atau lebih dingin. Pada kondisi dingin, suhu yang relatif tinggi
pada musim panas dan awal musim gugur tampaknya dapat merangsang inisiasi
bunga. Fungsi suhu di sini adalah mematahkan dormansi kuncup. Hal ini akan
mempengaruhi terhadap produksi akhir yang dihasilkan. Dengan banyaknya
jumlah bunga yang dihasilkan maka produksi kopi akan semakin banyak. Hasil
penelitian Karim (1993) menunjukkan, ketinggian tempat di atas permukaan laut
dan lereng ber-pengaruh sangat nyata, baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap produksi.

Besarnya pengaruh langsung tersebut adalah

36,85% dan 40,45%, sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung adalah 0,10%
dan 5,77%.
Kemiringan lereng 25% akan menyebabkan erosi dan mempercepat aliran
permukaan, sehingga kekuatan aliran permukaan untuk mengangkut meningkat
pula. Lereng yang semakin panjang menyebabkan volume air yang mengalir

Universitas Sumatera Utara

menjadi semakin besar. Apabila dalamnya air menjadi dua kali lipat, maka
kecepatan aliran menjadi empat kali lebih besar, akibatnya maka besar /berat
benda yang dapat diangkut juga berlipat ganda. Hal ini akan mengangkut bahan
organik maupun serasah yang ada di permukaan tanah yang diperlukan oleh
tanaman kopi. Sementara bahan organik turut serta dalam menyumbang unsur
hara tanaman kopi. Hal ini

tentunya akan mengurangi produksi kopi

(Kustantini, 2014).
Analisis Regresi
Analisis regresi merupakan analisis hubungan antara satu atau lebih
variabel bebas terhadap satu atau lebih variabel respon. Analisis regresi terbagi
menjadi regresi linear dan non linear. Disebut regresi linear apabila antara
variabel bebas dan variabel respon berhubungan secara linear sedangkan pada
regresi non linear maka antara variabel bebas dengan variabel respon
berhubungan secara nonlinear. Untuk regresi linear secara garis besar terbagi
menjadi dua yaitu regresi sederhana dan berganda. Regresi sederhana terjadi
apabila dalam model regresi hanya memuat satu variabel bebas sedangkan pada
regresi berganda memuat paling sedikit dua variabel bebas (Pramesti, 2009).
Koefisien determinasi digunakan untuk menghitung besarnya peranan atau
pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung. Besarnya R Square berkisar
antara 0-1 yang berarti semakin kecil besarnya R Square, maka hubungan kedua
variabel semakin lemah. Sebaliknya jika R Square semakin mendekati 1, maka
hubungan kedua variabel semakin kuat (Sarwono, 2012).
Model regresi linear untuk analisis regresi linear berganda secara umum,
yaitu : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 dengan Y adalah variabel respon ke X, a, b1,

Universitas Sumatera Utara

b2, b3 merupakan parameter regresi dan X merupakan variabel bebas (Pramesti,
2009).

Jika hasil tabel dari suatu data menunjukkan semua koefisien regresi
bernilai positif, maka pengaruh X1 dan X2 mempunyai kecendrungan positif
terhadap Y. Dapat diperhatikan pula bahwa

> Sig.X1 maka pengaruh

koefisien X1 signifikan dalam persamaan model regresi linear berganda
(Pramesti, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45