SOSIOLOGI PERTANIAN stratifikasi sosial (1)

SRATIFIKASI SOSIAL DALAM
KOMUNITAS PERTANIAN
Disusun oleh: Sulistyo
Fak. Pertanian Univ. JANABADRA
Jln. Tentara Rakyat Mataram 55-57 Yogyakarta 55231
Tel. (0274) 561039; e-mail: listiocgp@yahoo.com; HP 088216292676

• Penggambaran kelompok sosial menurut
susunan berjenjang
• Adanya stratifikasi sosial karena
kehidupan manusia tidak lepas dari nilai
• Hewan tidak punya rasa terhina, ternista,
atau diremehkan karena tidak dilekati nilai

• Nilai ada karena keberadaannya langka
dan tidak mudah didapat sehingga
mempunyai “harga”
• Orang yang mempunyai lebih banyak “hal
yang bernilai” akan lebih terpandang dan
punya kedudukan sosial yang tinggi
• Apa yang dipandang bernilai dalam

kehidupan manusia tidak sama dalam
setiap komunitas










Umumnya hal yang bernilai berkait dengan:
Harta atau kekayaan
Jenis mata pencaharian
Pengetahuan/pendidikan
Keturunan
Keagamaan
Usia
Jenis kelamin


• Khusus dalam komunitas pertanian, hal
yang dipandang paling bernilai adalah
lahan pertanian
• Besarnya pemilikan atau penguasaan
lahan pertanian menentukan kedudukan
sosial seseorang

• Berdasar kepemilikan lahan pertanian ini,
komunitas pertanian dapat dibagi dua:
• Komunitas pertanian satu kelas, yaitu tipe
komunitas pertanian yang rata-rata pemilikan
lahan pertaniannya sama
• Komunitas pertanian dua kelas, yaitu tipe
komunitas pertanian yang di dalamnya terdapat
sejumlah kecil warga punya lahan amat luas,
sedangkan sebagian besar lainnya tidak
memiliki lahan pertanian

• Dalam komunitas pertanian satu kelas

kemungkinan terdapat pemilikan lahan yang
rata-rata luas seperti di AS, Amerika Latin, dan
Kanada yang secara umum termasuk petani
kelas menengah
• Dalam komunitas pertanian satu kelas juga bisa
terjadi rata-rata pemilikan lahannya sempit dan
secara umum petaninya merupakan kelompok
kelas bawah, seperti di Indonesia (khususnya
Jawa)

KETERKAITAN STRATIFIKASI
SOSIAL DENGAN TIPE DESA

• Komunitas pertanian satu kelas yang rata-rata
pemilikan lahannya luas menciptakan
stratifikasi sosial yang tidak tajam
• Mobilitas vertikal merupakan gejala yang biasa
• Hubungan antara orang lebih bersifat egaliter
• Standar hidupnya tinggi
• Responsif terhadap kemajuan


• Komunitas pertanian dua kelas menciptakan
stratifikasi sosial yang tajam
• Tidak ada peluang terjadinya mobilitas vertikal
• Hubungan antara orang lebih berdimensi vertikal
yang berdampak terciptanya orang-orang
dengan kepribadian “mudah diperintah”
• Standar hidupnya rendah dan tidak responsif
terhadap kemajuan

• Dalam komunitas pertanian yang ratarata luas pemilikan lahannya sempit
umumnya kemajuannya tidak jauh
berbeda dengan desa tipe dua kelas
• Pemilikan lahan yang sempit tidak
memberi akses bagi pemiliknya untuk
meningkatkan status, sekalipun pintu
kebebasan berusaha tani terbuka
untuknya

• Untuk Indonesia, perlu dibedakan keadaan

di Jawa dan luar Jawa
• Di luar Jawa, yang kepadatan
penduduknya rendah, penguasaan lahan
yang umumnya luas tidak menjadi dasar
penentuan lapisan sosial seseorang
karena lahan pertanian itu baru memiliki
harga setelah diolah

• Tenaga kerja di luar Jawa lebih berharga,
lebih-lebih di luar Jawa tanah pertanian adalah
bukan milik perorangan tetapi milik adat
(kolektif)
• Untuk Jawa, karena pernah mengalami sistem
penguasaan tanah di bawah kendali kerajaan,
maka juga ada stratifikasi sosial yang tajam,
tingkat kesejahteraannya rendah, sifat
petaninya mudah diperintah, tidak memiliki
motivasi untuk maju

• Setelah kemerdekaan, keadaan berubah

yaitu tanah pertanian semakin bergeser
menjadi milik perorangan, tetapi
perubahan tersebut tetap tidak mampu
meningkatkan kehidupan masyarakat
tani karena pemilikan tanah rata-ratanya
sempit

DIMENSI PELAPISAN SOSIAL
• Ada 5 faktor yang menentukan sistem
pelapisan sosial masyarakat desa:
• luas pemilikan atau penguasaan tanah.
Faktor ini akan menciptakan desa satu
kelas dan dua kelas dengan sifatnya
masing-masing

2.keterkaitan antara sektor
pertanian dan industri
• Apabila di suatu desa atau di
tempat lain yang bisa diakses
terdapat industri atau lapangan

kerja yang memberikan
alternatif bagi mereka, maka
keadaan ini akan berpengaruh
terhadap pola stratifikasi sosial
masyarakat

• Di sini stratifikasi sosial tidak hanya
ditentukan oleh luas pemilikan tanah,
tetapi juga oleh kedudukan sosialekonomis mereka selaku pekerja
industri atau lapangan kerja yang lain
• Di sini garis pembatas antara lapisan
sosial menjadi tidak jelas

3. Bentuk pemilikan atau penguasaan
tanah (land tenure). Hak milik atas tanah
yang dimaksud di sini adalah yang
berkaitan dengan hak-hak yang sah yang
dimiliki seseorang untuk menggunakan,
mengolah, menjual, atau memanfaatkan
bagian tertentu dari permukaan tanah itu

• Aturan mengenai bentuk pemilikan dan
penguasaan tanah ini berbeda
antarmasyarakat

• Adanya bentuk-bentuk pemilikan dan
penguasaan tanah ini menyebabkan
terciptanya tingkatan kedudukan sosial
seseorang, misalnya adanya buruh tani,
penyakap, penyewa, pemilik, manajer, dan
lain-lain
• Seorang penyewa meskipun lahan yang
disewanya lebih luas daripada yang dimiliki
oleh seorang petani pemilik, namun status
sosialnya masih lebih rendah

4. Frekuensi perpindahan petani
dari lahan pertanian satu ke
lahan lainnya.
• Seorang petani penggarap
atau penyewa yang sering

berpindah lahan yang
digarap/disewanya akan
memiliki kedudukan sosial
yang lebih rendah daripada
penyewa yang menetap

• Tetapi, khususnya untuk desa yang ratarata pemilikan tanahnya sempit, petani
penggarap/ penyewa yang sering
berpindah, bukan hanya secara sosial
kedudukannya rendah tetapi juga secara
ekonomis

5. Komposisi sosial penduduk
• Hal ini terutama terlihat di AS yang multietnis
• Sulit sekali terjadi piramida sosial dalam suatu
komunitas yang terdiri dari berbagai ras
• Kelompok ras tertentu cenderung bersifat
eksklusif terhadap yang lain
• Stratifikasi sosial cenderung terjadi dalam
masing-masing kelompok rasial itu


• Untuk di Indonesia, faktor kelima ini
kurang relevan, karena walaupun
Indonesia terdiri dari multietnis,
namun tidak lazim ada desa yang
penduduknya multietnis

DIFERENSIASI SOSIAL
• Menurut P. Sorokin, secara teoritik,
semakin maju suatu masyarakat, semakin
tinggi tingkat diferensiasinya
• Masyarakat desa relatif bersahaja
dibanding masyarakat kota, sehingga
tingkat diferensiasinya tidak kompleks

• P. Sorokin mengaitkan pengertian
diferensiasi sosial ini dengan
pengelompokan sosial (social grouping)
• Untuk memahami lebih lanjut perlu
diketahui lebih dahulu apa kelompok

sosial itu
• Menurut Smith & Zopf, kelompok sosial
harus mencakup 3 elemen

1. Pluralitas subyek
• Eksistensi pengelompokan
mensyaratkan adanya pluralitas dalam
elemen pembentuknya
• Semakin tinggi pluralitasnya, semakin
tinggi pula diferensiasi sosial
masyarakat itu

2. Interaksi antarsubyek
• Suatu kelompok tanpa interaksi seperti
misalnya “kelompok usia tua”, menjadi
hanya merupakan perwujudan statistik
dan bukan merupakan kelompok sosial
yang sebenarnya

3. Solidarita atau kohesi sosial
• Solidarita menciptakan perasaan
“kekitaan”, perasaan yang membawa
seseorang menjadi bagian dari suatu
kelompok
• Emile Durkheim mengemukakan dua
tipe kohesi sosial

A. Kohesi yang didasarkan atas kesamaan di
antara para anggota kelompok dan ini
disebut solidarita mekanik
B. Kohesi yang didasarkan atas hubungan
saling tergantung dalam divisi kerja
• Di sini adanya perbedaan justru mendasari
adanya kohesi namun mereka saling
tergantung
• Oleh E. Durkheim disebut solidarita organik

• Bagaimana dengan pola pengelompokan
masyarakat desa?
• Masyarakat desa pada hakekatnya
adalah
1.Termasuk masyarakat dengan pluralitas
rendah sehingga cenderung tidak
menciptakan diferensiasi sosial yang
tinggi

2. Cenderung termasuk tipe kelompok
primer dengan karakteristik yang
terlekat padanya
3. Cenderung tipe kohesi sosial yang
berlandaskan solidarita mekanik

• Diferensiasi sosial masyarakat desa dapat pula
dipahami melalui dimensi lokalitasnya yang
dapat dibedakan menjadi 3 kelompok sosial
• Keluarga, yaitu merupakan satuan pemukiman
yang mempersatukan orang menjadi satuan
sosial yang terkecil
• Satuan keluarga dapat dibedakan menjadi
keluarga konjugal dan keluarga meluas

• Keluarga konjugal adalah satuan keluarga
yang mandiri atau otonom yang terdiri dari
suami, isteri, dan anak yang belum
berumahtangga
• Keluarga meluas adalah satuan keluarga yang
besar yang terdiri dari keluarga-keluarga kecil
(nuclear family = semacam keluarga konjugal
tapi tidak otonom) di bawah seorang kepala
keluarga besar yang diatur berdasarkan
sistem kekerabatan tertentu
• Dalam masyarakat desa keluarga mempunyai
peranan sangat besar

• Ketetanggaan, adalah lokalitas kecil yang
orang-orangnya sering berhubungan
secara akrab satu sama lain
• Luas wilayah atau lokalitasnya ditentukan
berdasar cakupan keakraban satu sama
lain, bukan oleh ketentuan peraturan
(seperti RT)

• Elemen kebersamaan menjadi fondasi ikatan
sosial yang kuat di antara warganya dan
menjadi pilar utama dalam suatu komunitas
• Komunitas, adalah setiap lingkungan orang
yang hidup bersama dan menyadari adanya
kebersamaan itu, sehingga mereka bersama
berbagi kepentingan yang menyangkut
kehidupan mereka bersama