Laporan Pendahuluan Fraktur Cruriis

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST DEBRIDEMENT
FRAKTUR CRURIS DI RUANG C1 RUMKITAL Dr.RAMELAN
SURABAYA
1.

Pengertian

a.

Pengertian fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya (Bruner & sudarth, 2002).
Fraktur cruris adalah terputusnya hubungan tibia dan fibula di sertai
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah)
sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang
patah dengan udara luar yang disebabkan oleh cedera dari trauma langsung
yang mengenai kaki ( muttaqin, 2012).

b.

Pengertian Debridement

Debridement adalah menghilangkan jaringan mati juga membersihkan luka

dari kotoran yang berasal dari luar yang termasuk benda asing bagi tubuh.Caranya
yaitu dengan mengompres luka menggunakan cairan atau beberapa material
perwatan luka yang fungsinya utuk menyerap dan mengangkat bagian-bagian luka
yang nekrotik (Bruner & sudarth, 2002).
Tujuan dilakukannya debridement yaitu untuk mengeluarkan kontaminan
dengan rasa nyeri yang minimal pada pasien serta trauma jaringan yang minimal
pula.untuk luka yang kotor,mencelupkan bagian yang cidera ke dalam air yang
sama dengan suhu tubuh , dapat meredakan nyeri dan dapat membantu
menghilangka debris (Manajemen luka Moya J.Morison,2004)
Debridemen bedah terdiri atas eksisi jaringan mati, jaringan terkontaminasi
hebat dan daerah tidak teratur yang dapat mengganggu penutupan luka. Untuk
debridemen ini digunakan skapel tahan karat.
1)

Eksisi Total Luka
Metode debridemen paling sederhana dengan melakukan eksisi luka
menyeluruh sehingga didapat daerah pembedahan yang luas.Perhatian
:eksisi total ini hanya dilakukan untuk luka yang tidak melibatkan organ –

organ khusus,Pada tangan dan wajah, dilakukan debridemen selektif.

2)

Debridement selektif
Pada beberapa situasi, cara terbaik adalah membersihkan luka secara
mekanis, kemudian dilakukan debridemen selektif pada semua jaringan
mati. Tidak perlu melakukan tes laboratorium untuk melakukan vabilitas
jaringan, yang berarti jaringan harus dinilai melalui inspeksi yang cermat.
Tanda dari jaringan nekrosis berupa adanya warna abu-abu atau kehitaman
dan ketika diinsisi hanya timbul sedikit pendarahan. Semua jaringan mati
kecuali jariangan fibrosa, harus dibersihkan. Tepi luka yang tidak teratur
atau robek-robek menunjukan luka hebat jaringan lokal dan harus diratakan.
Jika pada evaluasi awal atau selanjutnya, tampak bahwa debrideman akan
mencegah penutupan luka tanpa takanan, maka konsultasi dengan seorang
ahli bedah. Kulit yang menonjol karena trauma harus dinilai secara seksama
apakah terdapat pengisian kapiler dan kongesti vena. Adanya pengisian
kapiler yang cepat atau sianosis di daerah tersebut menunjukan adanya
obstruksi vena. Bila terdapat batas yang jelas avtara daerah normal dengan
abnormal maka bagian yang abnormal harus dieksisi. Jika di daerah perfusi

tidak mempunyai batas tegas maka luka harus dibersihkan dan diamati
dengan seksama. Konsultasi dengan ahli bedah mungkin diperlukan.

2.

Jenis fraktur

a.

Berdasarkan garis fraktur

1) Fraktur komplit
Garis patahnya melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang
2) Fraktur inkomplit
Garis patahnya tidak melalui seluruh penampang tulang
Greenstick fracture: bila menegenai satu korteks dimana korteks tulangnya
sebagian masih utuh juga periosteum akan segera sembuh dan segera
mengalami remodeling kebentuk normal
b.


Fraktur menurut jumlah dan garis patah/bentuk/konfigurasi

1) Fraktur comminute: banyak fraktur/fragmen kecil tulang yang terlepas

2) Fraktur segmental: bila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan
satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh
dan keadaan ini perlu terapi bedah
3) Fraktur multipel: garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlainan tempatnya. Seperti fraktur femur, cruris dan vertebra.
c.

Fraktur menurut posisi fragmen

1) Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah komplit tetapi kedua
fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh.
2) Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur
yang disebut juga dislokasi fragmen.
d.


Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar

1) Fraktur terbuka (open fracture/compoun frakture)
Fraktur terbuka karena integritas kulit robek/terbuka dan ujung tulang
menonjol sampai menembus kulit. Fraktur terbuka ini dibagi menjadi tiga
berdasarkan tingkat keperahan:
a) Derajat I: robekan kulit kurang dari 1 cm dengan kerusakan kulit/jaringan
minimal.
b) Derajat II: luka lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan sedang, potensial
infeksi lebih besar, fraktur merobek kulit dan otot.
c) Derajat III: kerusakan/robekan lebih dari 6-8 cm dengan kerusakan
jaringan otot, saraf dan tendon, kontaminasi sangat besar dan harus
segera diatasi
2) Fraktur tertutup (closed fracture/simple fracture)
Fraktur tidak kompkleks, integritas kulit masih utuh, tidak ada gambaran
tulang yang keluar dari kulit.
e.

Fraktur bentuk fragmen dan hubungan dengan mekanisme trauma


1) Fraktur transversal (melintang), trauma langsung
Garis fraktur tegak lurud, segmen tulang yang patah direposisi/direduksi
kembali ketempat semula, segmen akan stabil dan biasanya mudah dikontrol
dengan bidai gips.
2) Fraktur oblique; trauma angulasi

Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini
tidak stabil dan sulit diperbaiki.
3) Fraktur spiral; trauma rotasi
Fraktur ini timbul akibat torsi pada ekstrimitas, menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi
luar.
4) Fraktur kompresi; trauma axial flexi pada tulang spongiosa
Fraktur terjadi karena ketika dua tulang menumpuk tulang ketiga yang
berada diantaranya seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
5) Fraktur avulsi; taruma akibat tarikan (fraktur patela)
Fraktur memisahkan suatu fragmen tulang tempat insersi tendon atau
ligamen.
f.


Fraktur patologi
Terjadi pada daerah yang menjadi lemah oleh karena tumor atau proses
patologik lainnya.

3.

Anatomi Fisiologi

a.

Struktur Tulang
Tulang merupakan kerangka tubuh yang menyebabkan tubuh dapat berdiri

tegak, Tempat melekatnya otot-otot sehingga memungkinkan jalannya pembuluh
darah, tempat sumsum tulang dan syaraf yang melindungi jaringan lunak, juga
tulang merupakan organ yang dibutuhkan manusia untuk mengangkat dan
membawa barang-barang yang berat. Intinya tulang adalah organ yang kita
butuhkan untuk melakukan aktifits sehari–hari. Sehingga kita tidak dapat
membayangkan bagaimana terganggunya kita bila ada kerusakan yang terjadi
pada tulang kita. Dari keterangan di atas, ada 4 fungsi utama jaringan tulang :

1)

Fungsi mekanik, sebagai penyokong tubuh dan tempat melekat jaringan
otot untuk pergerakan. Otot merupakan alat gerak aktif, sedangkan tulang
merupakan alat gerak pasif.

2)

Fungsi Protektif, Melindungi berbagai alat vital dalam tubuh dan juga
sumsum tulang.

3)

Fungsi Metabolik, Sebagai cadangan dan tempat metabolisme berbagai
mineral yang penting seperti kalsium dan phospat.

4)

Fungsi Hemopetik, berlangsungnya proses pembentukan dan
perkembangan sel darah.


Secara anatomi ( dilihat dari bentuknya ), tulang terbagi dua :
1) Tulang Pipih ( Tulang-tulang kepala, tulang rahang )
2) Tulang panjang ( Tulang-tulang lengan, paha, punggung )
Bagian luar tulang (bagian yang keras) disebut tulang kortikal, dimana
bagian ini sudah mengalami klasifikasi sehingga terlihat sangat kokoh, kompak
dan kuat. Sedangkan bagian dalam yang berpori dan berongga disebut tulang
trabekular, bagian ini belum terklasifikasi sempurna, sehingga bersifat berpori.
a) Periosteum
Pada lapisan pertama kita akan bertemu dengan yang namanya periosteum.
Periosteum merupakan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum
mengandung osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan
pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka
(skelet) ke tulang dan berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan
reparasi tulang rusak.
b) Tulang Kompak(Compact Bone)
Pada lapisan kedua ini kita akan bertemu dengan tulang kompak. Tulang ini
teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit rongga
dan lebih banyak mengandung kapur (Calsium Phosfat dan Calsium
Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat.Kandungan tulang

manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan
anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih
banyak mengandung serat-serat sehingga lebih lentur.Tulang kompak paling
banyak ditemukan pada tulang kaki dan tulang tangan.
c)

Tulang Spongiosa (Spongy Bone)
Pada lapisan ketiga ada yang disebut dengan tulang spongiosa. Sesuai
dengan namanya tulang spongiosa memiliki banyak rongga. Rongga
tersebut diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel darah.
Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.

d) Sumsum Tulang (Bone Marrow)
Lapisan terakhir yang kita temukan dan yang paling dalam adalah sumsum

tulang. Sumsum tulang wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum tulang
ini dilindungi oleh tulang spongiosa seperti yang telah dijelaskan dibagian
tulang spongiosa. Sumsum tulang berperan penting dalam tubuh kita karena
berfungsi memproduksi sel-sel darah yang ada dalam tubuh.
b.


Fisiologi Tulang

1)

Fungsi mekanik
sebagai penyokong tubuh dan tempat melekat jaringan otot untuk
pergerakan. Otot merupakan alat gerak aktif, sedangkan tulang merupakan
alat gerak pasif.

2)

Fungsi Protektif,
Melindungi berbagai alat vital dalam tubuh dan juga sumsum tulang.

3)

Fungsi Metabolik,
Sebagai cadangan dan tempat metabolisme berbagai mineral yang penting
seperti kalsium dan phospat.

4)

Fungsi Hemopetik
Berlangsungnya proses pembentukan dan perkembangan sel darah.

c.
1)

Proses Penyembuhan Tulang
Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam
fraktur. Hal ini mengakibatkan gangguan suplay darah pada tulang yang

2)

berdekatan dengan fraktur dan mematikannya (Maurice King, 2001).
Proliferasi
Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi
sel di bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang tertembus.
Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang

3)

halus berkembang ke dalam daerah itu (Maurice King, 2001).
Pembentukancallus
Selama

beberapa

minggu

berikutnya,

periosteum

dan

endosteum

menghasilkan callus yang penuh dengan sel kumparan yang aktif. Dengan
pergerakan yang lembut dapat merangsang pembentukan callus pada fraktur
4)

tersebut (Maurice King, 2001).
Konsolidasi
Selama stadium ini tulang mengalami penyembuhan terus-menerus.

Fragmen yang patah tetap dipertahankan oleh callus sedangkan tulang mati
pada ujung dari masing-masing fragmen dihilangkan secara perlahan, dan
ujungnya mendapat lebih banyak callus yang akhirnya menjadi tulang padat
(Maurice King, 2001). Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang
5)

normal.
Remodeling
Tulang yang baru terbentuk, dibentuk kembali sehingga mirip dengan
struktur normal. Semakin sering pasien menggunakan anggota geraknya,
semakin kuat tulang baru tersebut (Maurice King, 2001).

4.

Patofisiologi
Menurut wahid (2013) tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai
kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tetapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari pada di serap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medulla tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudatasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.

5.

Etiologi
Menurut Oswari (1993) dalam Padila (2012) etilogi fraktur adalah :

a.

Trauma langsung yang menyebabkan terjadinya fraktur pada titik terjadinya
trauma tersebut. Misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil maka tulang
akan patah tepat di tempat benturan.

b.

Trauma tidak langsung yang meyebabkan fraktur di tempat yang jatuh dari
tempat terjadinya trauma. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

c.

Trauma akibat tarikan otot, hal ini jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan dan penekanan.

d.

Trauma akibat faktor patologis, misalnya adanya metastase kanker tulang
yang dapat melunakkan struktur tulang dan menyebabkan fraktur, ataupun
adanya penyakiti osteoporosis.

6.
a.

Tanda dan Gejala
Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.

b.

Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah.

c.

Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi ototang
melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.

d.

Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

e.

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

7.

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur menurut wahid (2013) yaitu :

a.

Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya, perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang

b.

Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi darah dala jaringan
yang berdekatan dengan fraktur

c.

Echimosis
Ekstravasasi darah di dalam jaringan subkutan

d.

Spasme otot involunters dekar fraktur

e.

Tenderness/ keempukan

f.

Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot, berpindahnya tulang dari
tempatnya, dan kerusakan di daerah berdekatan

g.

Kehilangan sensasi (mati rasa, terjadi akibat rusaknya persarafan)

h.

Pergerakan abnormal

i.

Shock hipovolemik akibat perdarahan

j.

Krepitasi

8.
a.

Komplikasi
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang dapat berakibat fatal
dalam beberapa jam setelah cidera

b.

Emboli lemak , yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih

c.

Sindrom kompartemen yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas
permanen jika tidak ditangani segera.

d.

Infeksi

e.

Tromboemboli (emboli paru) yang dapat menyebabkan kematian beberapa
minggu setelah cidera

f.

Koagulopati intavaskuler diseminata ( KID )

g.

Delayed union
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan biasanya
lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses infeksi.
Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang

h.

Non union
Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal ini
disebabkan oleh fobrous union atau pseudoarthrosis

i.

Mal union
Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada perubahan
bentuk)

j.

Nekrosis avaskuler di tulang
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang

9.

Penatalaksanaan dan Terapi

a.

Pemeriksaan Diagnostik

1) Pemeriksaan ronten : menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma
2) Scan tulang ,tomograf, scan CT/ MRI : memperlihatkan fraktur juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3) Anteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai
4) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada

trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal
setelah trauma
5) Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kratinin untuk klirens ginjal
6) Pofil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah , tranfusi
multiple atau cidera hati.
b.

Prinsip-Prinsip Penatalaksanaan
Ada beberapa konsep dasar yang harus diperhatikan/pertimbangkan pada

waktu menangani fraktur:
1) Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan
dan kemudian di rumah sakit.
a) Riwayat kecelakaan
b) Parah tidaknya luka
c) Diskripsi kejadian oleh pasien
d) Menentukan kemungkinan tulang yang patah
e) Krepitus
2) Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya.
Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
a) Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi
atau gips.
b) Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui
pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin,
plat yang langsung kedalam medula tulang.
3) Immobilisasi : Setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi
untuk membantu tulang pada posisi yang benar hingga menyambung
kembali.
4) Retensi:

menyatakan

mempertahankan

metode-metode

fragmen-fragmen

yang

tersebut

dilaksanakan
selama

untuk

penyembuhan

(gips/traksi)
5) Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan
dengan pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh cidera dan program
pengobatan hasilnya kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck).
c.

Penatalaksanaan Medik

1) Mobilisasi segera fraktur minimal dan penyangga fraktur yang memadai
saat pemindahan dan merubah posisi merupakan upaya yang dapat
mengurangi insiden emboli lemak
2) Karena emboli lemak merupakan penyeban utama kematian pasien fratur
dukungan pernafasan dilakukan dengan oksigen yang diberikan dengan
konsentrasi tinggi.
3) Obat vaksoaktif untuk mendukung fungsi kardiovaskuler diberikan untuk
mencegah hipotensi, syok, dan edema paru interstisial.
4) Pencatatan masukan dan haluaran yang akurat memungkinkan terapi
penggantian cairan yang memadai.
5) Morfin dapat diresepkan untuk mengurangi nyeri dan ansietas pasien yang
di pasang ventilator.
6) Untuk mengatasi rasa takut di berikan penenang.
7) Respon pasien terhadap terapi di pantau ketat
d.

Tindakan Pembedahan

1) ORIF (Open Reduction And Internal Fixation)
a) Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera dan diteruskan
sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur
b) Fraktur diperiksa dan diteliti
c) Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
d) Fraktur di reposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
e) Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat
ortopedik berupa; pin, sekrup, plate, dan paku
Keuntungan:
a) Reduksi akurat
b) Stabilitas reduksi tinggi
c) Pemeriksaan struktur neurovaskuler
d) Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
e) Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih
cepat
f) Rawat inap lebih singkat
g) Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal

Kerugian
a) Kemungkinan terjadi infeksi
b) Osteomielitis
2) Eksternal Fiksasi
a) Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya
pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama
b) Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips.
c) Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke tulang
d) Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan pennya.
e) Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain :
- Obsevasi letak pen dan area
- Observasi kemerahan, basah dan rembes
- Observasi status neurovaskuler distal fraktur
10.
a.

Asuhan Keperawatan
Fokus pengkajian
Menurut Carpenito dkk (2000) dalam Padila (2012) fokus pengkajian pasien

fraktur adalah :
1) Anamnesa
a)

Identitas Pasien :
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,

status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus ini adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasiendigunakan:
-

Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.

-

Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

-

Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

-

Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau pasien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

-

Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.(Ignatavicius, Donna D, 1995)

c)

Riwayat Penyakit Sekarang
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya

bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang
terkena.Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,
penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis
akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
e)

Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan

salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
f)

Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi pasienterhadap penyakit yang dideritanya dan

peran pasiendalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
2) PemeriksaanFisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a)

Gambaran Umum

Perlu menyebutkan: Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat
adalah tanda-tanda, seperti:
-

Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.

-

Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut

-

Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.

b) Secara sistemik dari kepala sampai kaki
3) Pemeriksaan Diagnostik
a)

Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”

menggunakan sinar rontgen (x-ray).Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral.
b) Pemeriksaan Laboratorium
-

Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.

-

Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.

-

Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.

c)

Pemeriksaan lain-lain

-

Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.

-

Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

-

Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.

-

Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.

-

Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.

-

MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

b.

Diagnosa keperawatan

1) Nyeri akut b.d Kompresi saraf, cedera neuromuskular, trauma jaringan, dan
refleks spasme otot sekunder.
2) Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen
tulang, pemasangan fiksasi eksterna.
3) Resiko terjadinya infeksi b.d Adanya port de entree luka operasi
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi.
c.

Evaluasi

1) Nyeri pasienberkurang dengan skala 1-2
2) Nutrisi pasienterpenuhi
3) Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
4) Pasien tidak merasa cemas
5) Tidak terjadi infeksi
6) Pasien dapat mobil menggunakan alat bantu

INTERVENSI KEPERAWATAN
N
o
1

Diagnosa keperawatan

Tujuan dan kriteria hasil

Nyeri akut b.d Kompresi
saraf,
cedera
neuromuskular,
trauma
jaringan,
dan
refleks
spasme otot sekunder

Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan selama 1x24 jam,
nyeri berkurang (terkontrol),
dengan kriteria hasil :
a. Setelah diberikan teknik
distraksi relaksasi dan
dam 2 jam setelah
pemberian analgetik nyeri
hilang atau berkurang.
b. Ekspresi tidak meringis.

Intervensi

Rasional

a. Pantau TTV dan GCS

a.

b. Kaji tingkat persepsi
pasien terhadap nyeri.

b.

c. Berikan
informasi
tentang peningkatan
atau penurunan rasa
nyeri.
d. Ajarkan
metode
distraksi selama nyeri
akut.

c.

e. Berikan kesempatan
waktu istirahat bila
terasa
nyeri
dan
berikan posisi yang
nyaman,
msalnya
sewaktu
tidur
belakang
tubuh
dipasang bantal kecil

e.

d.

f.

Untuk
mengetahui
indikasi kemajuan dari
hasil yang diharapkan.
Agar diketahui sampai
dimana derajat nyeri
mengganggu pasien.
Agar
pasien
mengetahui/mengenal
nyeri
yang
dirasakannya.
Agar pasien
dapat
mengalihkan
perhatiannya dan dapat
melupakan
nyerinya
walaupun
hanya
sejenak.
Istirahat
merelaksasi
semua
jaringan
sehingga meningkatkan
kenyamanan

Imobilisasi

yang

f. Atur
posisi
immobilisasi
pada
tungkai bawah

g.

2

Hambatan mobilitas fisik
b.d Nyeri sekunder akibat
pergerakan
fragmen
tulang, pemasangan fiksasi
eksterna.

Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan selama 2x24 jam,
aktivitas fisik pasien dapat
meningkat dengan kriteria hasil :
a. Tidak
mengalami
kontraktur sendi
b. Kekuatan otot bertambah
c. Pasien
menunjukkan
tindakan
untuk
meningkatkan mobilitas

g. Ajarkan
metode
penurun nyeri non
invasif
seperti
:
relaksasi.
h. Kolaborasi
dalam
pemberian pbat pereda
sakit yang optimal
(analgetik
dan
atibiotik)
a. Kaji mobilitas yang
ada dan observasi
adanya peningkatan
kerusakan. Kaji secara
teratur fungsi motorik.
b. Anjurkan
pasien
melakukan
latihan
gerak
aktif
pada
ektremitas yang tidak
sakit
c. Bantu

pasien

h.

adekuat
dapat
mengurangi pergerakan
fragmen tulang yang
menjadi unsur utama
penyebab nyeri pada
tungkai bawah
Agar
nyeri
dapat
teratasi
Analgetik
dapat
meredakan rasa nyeri
dan
antibiotik
mempercepat
kesembuhan luka.

a. Mengetahui
tingkat
kemampuan
pasien
dalam
melakukan
aktivitas
b. Gerakan
aktf
memberikan
massa,
onus, dan kekuatan otot,
serta
memperbaiki
fungsi jantung dan
pernapasan

3

Infeksi b.d Adanya port Setelah
dilakukan
asuhan
de entree luka operasi
keperawatan selama 3x24 jam,
infeksi berkurang dengan kriteria
hasil :
a. Luka bersih dan tidak
mengeluarkan
eksudat
serta tidak adanya tandatanda infeksi.
b. Setelah
diberikan
pendidikan
kesehatan
pasien
dapat
mengidentifikasi tandatanda
infeksi
dan
memahami
tentang
pencegahan kekambuhan

melakukan ROM dan
perawatan diri sesuai
toleransi
d. Kolaborasi
dengan
ahli fisioterapi untuk
melatih fisik pasien

c. Untuk mempertahankan
fleksibilitas sendi sesuai
kemampuan
d. Kemampuan mobilisasi
ekstremitasdapat
ditingkatkan
dengan
latihan fisik dari tim
fisioterapi.

a. Identifikasi
tandatanda infeksi, seperti
perubahan
warna,
suhu, adanya cairan
yang keluar, bengkak.
b. Observasi tanda-tanda
vital klien.

a. Untuk mengenal secara
dini terjadinya infeksi

c. Lakukan
perawatan
luka dengan teknik
kurangi
organisme
yang masuk ke dalam
luka dengan: cuci
tangan dengan cermat,
teknik aseptik dalam
mengganti
balutan
luka.
d. Pertahankan masukan

b. Perubahan tanda vital
mengidentifikasi
terjadinya infeksi.
c. Agar luka insisi tetap
dalam keadaan steril.

d. Agar daya tahan tubuh
pasien meningkat dan

kalori protein yang
adekuat
e. Kolaborasi
dalam
pemberian antiobiotik.
f. Jika di temukan tanda
infeksi
kolaborasi
untuk
pemeriksaan
darah, seperti Hb dan
leukosit.
g. Berikan
pendidikan
kesehatan persiapan
pulang

infeksi
dapat
menghindari.
e. Antibiotik
dapat
mencegah infeksi.
f. Penurunan Hb dan
peningkatan
jumlah
leukosit dari normal
bias
terjadi
akibat
terjadinya
proses
infeksi.
g. Untuk
mencegah
kekambuhan penyakit.

4

Kerusakan integritas kulit
berhubungan
dengan
tekanan, perubahan status
metabolik,
kerusakan
sirkulasi.

Setelah
dilakukan
asuhan a. Kaji kulit dan identitas
keperawatan selama 3x24 jam,
pada tahap perkembangan
kerusakan kulit dapat teratasi,
luka
penyembuhan luka sesuai waktu
dengan kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda- tanda
infeksi
seperti
pus, b. Kaji
lokasi,
ukuran,
kemerahan, luka bersih tidak
warna, bau, serta jumlah
lembab dan tidak kotor,
dan tipe cairan luka
b. Tanda- tanda vital dalam c. Pantau peningkatan suhu
batas normal atau dapat di
tubuh
toleransi.
d. Jika pemulihan tidak
terjadi
kolaborasi
tindakan
lanjutan,
misalnya debridement.

a. Mengetahui
sejauhmana
perkembangan
luka
mempermudah
dalam
melakukan tindakan yang
tepat
b. mengidentifikasi
tingkat
keparahan
luka
akan
mempermudah intervensi
c. suhu tubuh yang meningkat
dapat diidentifikasi sebagai
adanya proses peradangaN
d. agar benda asing atau
jaringan yang terinfeksi
tidak menyebar luas pada
area kulit normal lainya.
e. anti biotik berguna untuk
mematikan mikroorganisme
e. Kolaborasi pemberian anti
pathogen pada daerah yang
biotic sesuai indikasi
beresiko terjadi infeksi.