Pertempuran lima hari di semarang (1)

PERTEMPURAN LIMA
HARI DI SEMARANG
(15 OKTOBER 1945-20 OKTOBER
1945)
Aditya SG
Henry W
Nicola K
Rubi M

LATAR BELAKANG
Latar belakang pertempuran di Semarang dipicu dari peristiwa yang terjadi
pada tanggal 14 Oktober 1945.


Pada waktu itu, kira-kira 400 orang veteran AL Jepang yang akan
dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring menjadi pabrik senjata
memberontak sewaktu mereka dipindahkan ke Semarang.



Mereka menyerang polisi Indonesia yang mengawal mereka. Mereka

melarikan diri dan bergabung dengan Kidobutai di Jatingaleh. Kidobutai
adalah sebuah batalyon Jepang di bawah pimpinan Mayor Kido.



Mereka bergerak melakukan perlawanan dengan alasan mencari dan
menyelamatkan orang-orang Jepang yang tertawan. Situasi bertambah panas
dengan adanya desas-desus bahwa cadangan air minum warga semarang,
Reservoir Siranda di Candilama telah diracuni.



Pihak Jepang memperuncing keadaan karena melucuti delapan orang polisi
Indonesia yang menjaga tempat tersebut.



Reservoir adalh cadangan air meneral bagi penduduk kota semarang, Luas
seluruh lahan reservoir (bak penampungan/tandon air) 2500 meter persegi.
Bangunan bertera 1912  mempunyai tinggi 4,7 meter berdiameter 32 meter.




Bangunan kedua bertera 1923 berjarak 4 meter dari bangunan sebelumnya,
mempunyai tinggi 2,5 meter dengan diameter 20 meter.



Mendengar isu tersebut dr. Kariadi sebagai kepala RS Purusara (sekarang
Rumah Sakit Kariadi) berniat memastikan kabar tersebut.

LATAR BELAKANG
Selepas Magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang
memberitahukan agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera
memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan racun itu.
Saat bertugas dr. Kariadi dan rombongan dihadang tentara Jepang dan
ditembak secara keji. dan akhirnya wafat pada tanggal 14 Oktober pukul 23.30,
pada usia 40 tahun satu bulan. Pertempuran mulai pecah pada dini hari tanggal
15 Oktober 1945.
Para pemuda dan pejuang Indonesia bertempur melawan pasukan Kidobutai

yang dibantu
oleh batalyon Jepang lain yang kebetulan sedang singgah di Semarang.
Pertempuran yang paling banyak menelan korban terjadi di Simpang Lima,
berlangsung selama lima hari Pertempuran baru berhenti setelah Gubernur
Wongsonegoro dan pemimpin TKR berunding dengan komandan tentara Jepang.
Proses gencatan senjata dipercepat setelah Brigadir Jenderal Bethel dari
pasukan Sekutu ikut terlibat dalam perundingan pada tanggal 20 Oktober 1945.
Pasukan Sekutu kemudian melucuti senjata Jepang dan menawan pasukan
Jepang. Untuk mengenang pertempuran di Semarang, maka di Simpang Lima
didirikan Monumen Perjuangan Tugu Muda.

Mr.
Wongsonegoro

Dr. Karyadi selaku
Kepala
selaku Gubernur Jawa
Laboratorium
Tengah waktu itu (dia
Dinas Pusat

sempat ditahan
Purusara
tentara Jepang)

Dr. Sukaryo
Jendral
Mayor Kido
dan Sudanco
pimpinan KidoButaiNakamura, Sosok
Mirza Tokoh
yang memiliki Jendral dari Jepang
indonesia
yang berhasil
sebuah markas di
(ditangkap
Jalan Jatingaleh ditangkap oleh TKR
tentara Jepang
di Magelang.
bersama
dengan Mr.

Wongsonegoro)

TOKOH PENTING DALAM PERTEMPURAN LIMA HARI DI

Pemerintah Kolonial Belanda
menyerah tanpa syarat kepada
Jepang. Sejak itu, Indonesia
diduduki oleh Jepang

1 Maret
1942

Tentara Jepang
mendarat di
Pulau Jawa

7 Hari
Kemudian

Berita Proklamasi dari Jakarta akhirnya sampai

ke Semarang. Seperti kota-kota lain, di
Semarang pun rakyat khususnya pemuda
berusaha untuk melucuti senjata Tentara
Jepang Kidobutai yang bermarkas di Jatingaleh.
Pada tanggal 13 Oktober, suasana semakin
mencekam, Tentara Jepang semakin terdesak.
Tanggal 14 Oktober, Mayor Kido menolak
penyerahan senjata sama sekali. Para pemuda
pun marah dan rakyat mulai bergerak sendirisendiri. Aula Rumah Sakit Purusara dijadikan
markas perjuangan. Para pemuda rumah sakit
pun tidak tinggal diam dan ikut aktif dalam
upaya menghadapi Jepang. Sementara itu
taktik perjuangan pemuda menggunakan taktik
gerilya.

Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah
tanpa syarat kepada sekutu setelah
dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika
Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki.
Peristiwa itu terjadi pada 6 dan 9

Agustus 1945. Mengisi kekosongan
tersebut, Indonesia kemudian
memproklamirkan kemerdekaannya
pada 17 Agustus 1945

KRONOLOGI

Setelah pernyataan Mayor Kido,
Pada Minggu, 14 Oktober 1945,
pukul 6.30 WIB, pemuda-pemuda
rumah sakit mendapat instruksi
untuk mencegat dan memeriksa
mobil Jepang yang lewat di depan RS
Purusara. Mereka menyita sedan
milik Kempetai dan merampas
senjata mereka.

Sore harinya, para pemuda ikut
aktif mencari tentara Jepang dan
kemudian menjebloskannya ke

Penjara Bulu. Sekitar pukul 18.00
WIB, pasukan Jepang bersenjata
lengkap melancarkan serangan
mendadak sekaligus melucuti
delapan anggota polisi istimewa
yang waktu itu sedang menjaga
sumber air minum bagi warga Kota
Semarang Reservoir Siranda di
Candilama. Kedelapan anggota Polisi
Istimewa itu disiksa dan dibawa ke
markas Kidobutai di Jatingaleh. Sore
itu tersiar kabar tentara Jepang
menebarkan racun ke dalam
reservoir itu. Rakyat pun menjadi
gelisah.

Dr.Kariadi
Terbunuh

KRONOLOGI




KRONOLOGI
7 Oktober 1945: pemuda Semarang berusaha melucuti senjata Tentara SINGKAT
Jepang di Jatingaleh. Sementara di saat yang sama, pimpinan Jepang dan
pemuda berunding mengenai penyerahan senjata.



13 Oktober 1945: suasana semakin menegang dan Jepang semakin
terdesak.



14 Oktober 1945: Mayor Kido menolak penyerahan senjata. Pukul 06.30,
Aula RS Purusara dijadikan markas perjuangan dan pemuda mencegat serta
memeriksa mobil Jepang yang lewat. Mereka juga menyita sedan milik
Kampetai. Sore harinya, pemuda menjebloskan Tentara Jepang ke Penjara
Bulu namun pukul 18.00 Jepang melancarkan serangan mendadak kepada

delapan polisi istimewa yang menjaga Resevoir Siranda di Candi. Kedelapan
Polisi itu disiksa dan sore itu juga tersiatr kabar kalau Jepang menebar racun
dalam reservoir tersebut. Selepas Maghrib, dr. Kariadi memutuskan untuk
segera memeriksa reservoir itu namun istrinya, drg. Sonarti, mencoba
mencegahnya karena ia berpendapat bahwa suasana sedang sangat
berbahaya namun tidak berhasil. Sayangnya, dalam perjalanan dr. Kariadi dan
beberapa tentara pelajar, mereka ditembak secara keji. Dr. kariadi sempat
dibawa ke rumah sakit sekitar namun tidak dapat diselamatkan. Selain
kejadian di atas, pada hari itu juga terjadi pemberontakan 4.000 tentara
Jepang di Cepiring.

KRONOLOGI
SINGKAT

• 15 Oktober 1945: pukul 03.00, Mayor Kido menyuruh 1.000 tentara untuk
melakukan penyerangan ke pusat kota mendengar berita penangjkapann Jenderal
Nakamura dan berita gugurnya dr. Kariadi menyulut kemarahan warga Semarang. Di
Semarang juga terjadi penangkapan Mr. Wongsonegoro, Dr. Sukaryo, dan Sudanco
Mirza Sidharta.
• 16 Oktober 1945 : pertempuran terus berlanjut

• 17 Oktober 1945: Jepang berunding dengan Mr. Wongsonegoro
• 18 Oktober 1945: Ada perundingan gencatan senjata oleh KAsman Singodimejo
dan Jenderal Nakamura. Dalam perundingan ini, Jepang ingin agar senjata yang
direbut segera dikembalikan bila tidak Jepang akan meloakukan pengeboman pada
tanggal 19 oktober 1945 pukul 10.00.
• 19 Oktober 1945: Pukul 07.45, kedatangan Sekutu di pelabuhan Semarang dengan
kapal HMS Glenry mempercepat perdamaian antara Jepang dan rakyat sehingga
perang berakhir.
• 20 Oktober 1945: Sehari setelah tentara Sekutu mendarat di Semarang, di Hotel
Du Pavilion diadakan konperensi antara wakil-wakil Pemerintah RI, pihak tentara
Jepang dan pihak tentara Sekutu.