BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas V SD Negeri 0

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Belajar

  Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari hari hampir tidak pernah dapat terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri, maupun di dalam suatu kelompok tertentu. Dipahami ataupun tidakdipahami, sesungguhnya sebagian besar aktivitas di dalam kehidupan sehari-hari kita merupakan belajar. Dengan demikian dapat kita katakan, tidak ada ruang dan waktu di mana manusia dapat melepaskan dirinya dari kegiatan belajar, dan itu berarti pula bahwa belajar tidak pernah dibatasi usia, tempat maupun waktu, karena perubahan yang menuntut terjadinya aktivitas belajar itu juga tidak pernah berhenti.

  Menurut Daryanto (2010:2) belajar adalah suatu proses usahan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Fathurrohman dan Sutikno (2010:6) belajar adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu. Sementara itu, menurut Syah (2010:90) belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

  Menurut Uno (2011:15) belajar adalah proses perubahan perilaku seseorang setelah mempelajari suatu objek (pengetahuan, sikap, atau keterampilan) tertentu. Menurut Hamalik (2011:27) belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Purwanto (2011:38) belajar adalah proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilaku.

  Menurut Gagne (1984) dalam Sagala (2010:13), berpendapat bahwa belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Pendapat lain dari Morgan (1978) dalam Thabroni dan Mustofa (2011: 20), menyatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

  Palincsar (1998) dalam Arnold dkk (2012) menyatakan bahwa “Learning is viewed as a dialogic process where lerners pool their

  knowledge and experience to create new meanings”. Maksud pernyataan

  tersebut belajar dipandang sebagaiproses dialogis dimana pebelajar mempunyai pengetahuan dan pengalaman untuk menciptakan makna baru.

  Beberapa penjelasan ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku akibat adanya pengalaman dan latihan. Seseorang yang telah mengalami kegiatan belajar akan memiliki pengetahuan, kebiasaan, dan sikap, misalnya tidak tahu menjadi tahu, belum terampil menjadi terampil, dan tidak bisa menjadi bisa. Perubahan tersebut mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. Perubahan tingkah laku akibat belajar relatif menetap.

2.1.2 Hasil Belajar

2.1.2.1 Hakikat Hasil Belajar

  Hasil atau output dari proses pembelajaran yang dialami setiap individu disebut hasil belajar. Hasil belajar biasanya ditandai dengan perubahan tingkah laku yang mengarah pada hal yang positif, misalnya anak yang belum bisa berhitung, seyelah belajar berhitung menjadi bisa berhitung, inilah yang dimaksud hasil belajar atau perubahan perilaku ke arah positif.

  Pengertian hasil belajar menurut Purwanto (2011:46), adalah perubahan perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut lagi ia mengatakan bahwa hasil belajar dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

  Pengertian hasil belajar menurut Nana Sudjana (2011 : 22), adalah kemampuan-kemampuan yang dimilki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan kemampuan yang menurut Howart Kingsley dalam bukunya menurut Nana Sudjana, (2011 : 22) hasil belajar dibedakan menjadi tiga macam kemampuan, yaitu : 1) Keterampilan dan kebiasaan 2) Pengetahuan dan pengarahan, 3) Sikap dan cita-cita. Ketiga kemampuan dalam hasil belajar itulah yang harus dimiliki oleh siswa.

  Gagne (1958) dalam Suprijono (2012: 5), menjelaskan bahwa hasil belajar berupa hal-hal berikut:

  Hasil-hasil belajar meliputi: (1) Informasi verbal, yaitu kapabilitas

mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis; (2)

Ketrampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan

lambang; (3) Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri; (4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan

melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi; (5) Sikap

adalah kemampun menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap

objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi

nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar

perilaku.

  Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemampuan kognitif adalah kemampuan yang berkaitan dengan mental (otak). Kemampuan afektif adalah kemampuan yang berkaitan dengan sikap (nilai). Kemampuan psikomotor adalah kemampuan yang berkaitan dengan keterampilan. Sementara hasil belajar menurut Bloom (1956) dalam Thabroni dan Mustofa (2011: 23) sebagai berikut:

  Hasil belajar meliputi: (1) Domain Kognitif mencakup: (a) Pengetahuan, ingatan; (b) Pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh; (c) Menerapkan; (d) Menguraikan, menentukan hubungan; (e) Mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru; (f) Menilai. (2) Domain Afektif mencakup: (a) Sikap menerima; (b) Memberikan respon; (c) Nilai; (d) Organisasi; (d) Karakterisasi. (3) Domain Psikomotor mencakup: (a) Initiatory; (b) Pre routine; (c) Rountinized; (d) Keterampilan produktif, teknik, sosial, manajerial, dan intelektual.

  Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku yang disengaja melalui proses belajar dengan usaha yang maksimal untuk memperoleh tingkat keberhasilan yang dinyatakan dalam bentuk nilai setelah diketahui melalui evaluasi pembelajaran. Perubahan tersebut dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar sangat penting digunakan karena sebagai tolak ukur dari suatu kegiatan pembelajaran. Adanya kepuasan dan kebanggaan hasil belajar yang diperoleh dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa sehingga siswa akan belajar lebih rajin untuk memperbaiki, mempertahankan atau meningkatkan prestasi belajar yang telah tercapai.

2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

  Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto (2010:5) dapat dibagi menjadi dua macam yaitu faktor yang berasal dari diri siswa (intern) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (ekstern).

  a.

  Faktor Internal 1)

  Faktor jasmani

  a) Kesehatan agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusaha kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan bekerja belajar, istirahat, tidur, makan, olah raga, rekreasi dan ibadah.

b) Cacat tubuh Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi hasil belajar.

  2) Faktor psikologi

  Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi seseorang, di dalam faktor psikologis ada tujuan faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu: 1) Intelegensi; 2) Perhatian; 3) Minat; 4) Bakat; 5) Motif; 6) Kematangan; 7) Kesiapan; dan 8) Cara belajar. 3)

  Faktor kelelahan Kelelahan pada seseorang dapat di bedakan memjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani tubuh akan terasa lemas, dan hal ini akan membuat siswa belajarnya yang tidak kondusif, dan mengantuk. Hal ini berbeda dengan kelelahan rohani, kelelahan rohani berkaitan dengan keleluasan, kelelahan keduanya ini mengakibatkan hasil belajar yang kurang optimal. 4)

  Faktor Eksternal 1)

  Faktor Keluarga

  a) Cara mendidik anak

  Orang tua yang kurang/tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan- kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak menyediakan/melengkapi alat belajarnya, tidak memperhatikan apakah anak belajar atau tidak, tidak mau tahu bagaimanakah kemajuan belajar anaknya, kesulitan-kesulitan yang dialami dalam belajar dan lain-lain, dapat menyebabkan anak tidak/kurang berhasil dalam belajarnya.

  b) Relasi antara keluarga

  Relasi antara anggota keluarga adalah relasi orang tua dengan anaknya. Selain itu relasi anak dengan saudaranya atau anggota keluarga yang lain pun turut mempengaruhi belajar anak. pengertian, ataukah diliputi oleh kebencian, relasi antaranggota keluarga ini erat hubungannya dengan cara orang tua mendidik. Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu diusahakan relasi yang baik di dalam keluarga anak tersebut.

  c) Keadaan Ekonomi Keluarga

  Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuh kebutuhan pokoknya, misal makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain

  • – lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis-menulis, buku-buku dan lain-lain. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang. Pengertian orang tua anak belajar perlu dorongan dan perhatian orang tua.

  d) Latar Belakang Kebudayaan

  Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar. 1)

  Faktor Sekolah

  a) Metode Mengajar

  Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus dilalui di dalam mengajar. Menurut Ign. S. Ulih Bukit Karo Karo adalah menyajikan bahan pelajaran oleh orang kepada orang lain agar orang lain itu menerima, menguasai dan mengembangkannya.

  b) Kurikulum

  Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran tersebut. c) Relasi Guru dengan Siswa

  Di dalam relasi (guru dengan siswa) yang baik, siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikan sehingga siswa berusaha mempelajarinya sebaik-baiknya. Hal tersebut juga terjadi sebaliknya, jika siswa membenci gurunya, maka ia segan mempelajari mata pelajaran yang diberikannya, akibatnya pelajarannya tidak maju.

  d) Relasi Siswa dengan Siswa

  Siswa yang mempunyai sifat-sifat atau tingkah laku yang kurang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau sedang mengalami tekanan-tekanan batin, akan diasingkan dari kelompok. Menciptakan relasi yang baik antar siswa adalah perlu, agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa.

  e) Disiplin Sekolah

  Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan melaksanakan tata tertib, kedisiplinan pegawai/karyawan dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan/keteraturan kelas, gedung sekolah dan lain-lain.

  f) Waktu Sekolah

  Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, waktu itu dapat pagi, siang, sore/malam hari. Memilih waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh yang positif terhadap belajar.

  g) Standar Pelajaran di Atas Ukuran

  Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, perlu memberi pelajaran di atas ukuran mempelajari mata pelajarannya, guru semacam itu merasa senang. Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing, Yang penting tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.

  h) Keadaan Gedung

  Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masing-masing menuntut keadaan gedung dewasa ini harus memadai di dalam setiap kelas. i)

  Metode Belajar Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat dan efektif pula hasil belajar siswa akan memuaskan. j)

  Tugas rumah Waktu belajar terutama adalah di sekolah, di samping untuk belajar waktu di rumah biarlah digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka diharapkan guru jangan terlalu banyak memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah, sehingga anak tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang lain.

  2) Faktor Masyarakat

  a) Kegiatan Siswa dalam Masyarakat

  Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang terlalu banyak, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya

  b) Mass Media

  Mass media adalah bioskop, radio, TV, surat kabar, majalah, buku-buku, komik-komik dan lain-lain. Mass media terhadap belajarnya, akan tetapi sebaliknya mass media yang jelek juga berpengaruh jelek terhadap siswa.

  c) Teman Bergaul

  Pengaruh dari teman bergaul siswa lebih dapat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi yang bersifat buruk juga.

  d) Bentuk Kehidupan Masyarakat

  Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik, akan berpengaruh jelek kepada anak (siswa) yang berada di situ. Misalnya bangunan rumah penduduk yang sangat sempit, lalu lintas yang membisingkan, akan mempengaruhi minat belajar. Sebaliknya tempat yang sepi dengan iklim yang sejuk, ini akan menunjang proses belajar.

  Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu dalam diri siswa (intern) dan faktor yang berasal dari luar siswa (ekstern). Kedua faktor tersebut dapat meningkatkan prestasi belajar siswa apabila mempunyai hubungan positif dalam proses pembelajaran, dan sebaliknya prestasi belajar siswa akan menurun apabila mempunyai hubungan negatif dalam proses pembelajaran.

2.1.3 Motivasi Belajar

2.1.3.1 Hakikat Motivasi Belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.

  Motivasi seseorang tidak dapat dipisahkan dengan kebutuhan yang timbul dalam dirinya, termasuk dalam belajar, sehingga motivasi itu sangat penting dan merupakan syarat mutlak. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mendorong semangat peserta didik, agar proses pembelajaran dapat mencapai tujuan pembelajaran.

  Sadirman (2011:75) motivasi adalah serangakaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Motivasi dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri sesorang.

  Mc Donald dalam Djamarah (2011:18) motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi sesorang yang ditandai dengan timbulnya efektif dan reaksi untuk mencapai tujuan.

  Abraham Maslow membagi hierarki kebutuhan menjadi lima motivasi dasar manusia unruk mencapai tujuan hidupnya, yaitu mulai dari tingkatannya paling rendah, yaitu 1) Kebutuhan fisiologis, 2) Rasa aman dan perlindungan, 3) Memiliki kasih sayang, 4) Penghargaan atau harga diri, 5) Aktualisasi diri. Jadi, motivasi manusia bisa berasal dari dua arah yaitu dari dalam diri individu atau motivasi intrinsik dan dari luar individu atau motivasi ekstrinsik.

  Motivasi intrinsik adalah makhluk yang rasional yang mampu mempertimbangkan pengambilan keputusan-keputusannya. Motivasi intrinsik merupakan dorongan dari dalam diri seseorang yang akan berusaha karena merasa senang melakukan pembelajaran yang baik serta mengalami kepuasan atas hasil belajarnya. Motivasi ini berhubungan dengan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri dalam hierarki kebutuhan manusia. Indikator yang memiliki motivasi intrinsik adalah minat yang berasal dari dalam dirinya sendir, keinginan untuk menaikkan harga diri, perasaan dari dalam diri untuk berupaya keras, keyakinan diri, kemauan, keingintahuan, perasaan puas setelah menyelesaikan tugas, keinginan berprestasi dan

  Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul oleh rangsangan yang berasal dari luar diri seseorang. Motivasi ekstrinsik berhubungan dengan kebutuhan fisiologis, keamanan, dan berkerabat dalam hierarki kebutuhan manusia akibat kejadian eksternal atau penguatan dari luar, seperti nilai, angka, dan penguatan nilai dalam belajar. Motivasi ekstrinsik adalah aspek yang berasal dari luar diri seseorang dengan indikator 1) Mencapai kondisi belajar yang lebih baik, 2) Pengakuan atas keberhasilan belajar, 3) Status dalam belajar, dan 4) Promosi dalam capaian hasil belajar, termasuk nilai kelas ataui kelulusan dari satuan pendidikan.

  Pada hakikatnya, motivasi belajar adalah dorongan penggerak aktif dalam diri siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Motivasi belajar merupakan variabel yang paling penting, karena proses pembelajaran akan lebih efisien jika peserta didik memiliki keinginan untuk mempelajari sesuatu yang dipikirannya.

  Peranan motivasi belajar dalam proses pembelajaran adalah 1) Merupakan keseluruhan daya penggerak yang memberikan kekuatan dalam dan dari luar individu yang menimbulkan dorongan untuk nmempelajari suatu objek, dan 2) Memberikan semangat serta rasa senang dalam pembelajaran demi mencapai tujuan pembelajaran.

  Berdasarkan kajian teoritis tersebut, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah segala daya penggerak yang disadari, yang berasal dari dorongan mental, baik dari dalam diri (intrinsik) yang meliputi indikator perasaan senang, bertanggung jawab, kesadaran, dan kemandirian maupun dari luar diri seseorang untuk mendorong serta mengarahkan seseorang ke arah perilaku individu belajar (ekstrinsik). Ini merupakan upaya memperoleh suatu perubahan perilaku baru secara keseluruhan dengan indikator dorongan untuk berprestasi, umpan balik, dan penguatan.

  Adapun cara mengukur motivasi belajar yaitu dengan teknik penilaian non tes. Peneliti mengukur motivasi belajar dengan cara memberikan angket kepada siswa kemudia siswa mengisi angket tersebut. artinya angket yang pengisiannya hanya memberikan centang atau menyilang pada kolom yang telah tersedia dari beberapa item yang telah ditentukan oleh peneliti. Angket motivasi belajar dibuat dengan memperhatikan beberapa indikator agar proses pembelajaran yang dilakukan menarik, bermakna, dan memberikan tantangan pada siswa, seperti pendapat Elliot (1999:27) dalam Siswandi Adinugroho (2009), menyatakan bahwa aspek-aspek motivasi belajar yaitu: 1.

  Kesungguhan untuk belajar.

  2. Adanya konsistensi dalam belajar.

  3. Adanya arah belajar.

  Ketiga aspek tersebut dikembangkan menjadi beberapa indikator yaitu:

  1. Sungguh-sungguh mengikuti pelajaran.

  2. Melaksanakan kegiatan belajar sesuai jadwal.

  3. Melakukan proses kegiatan belajar mengajar.

  4. Tidak suka menunda tugas atau pekerjaan.

  5. Mempersiapkan diri untuk mengikuti tes.

  6. Mencapai kompetensi dasar.

2.1.3.2 Keterlibatan Siswa dalam Motivasi Belajar

  Berdasarkan karakteristik anak usia SD yang senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, serta senang merasakan / melakukan sesuatu secara langsung, maka model pembelajaran yang digunakan harus melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, sesuai dengan pemecahan masalah yang peneliti gunakan, yaitu model pembelajaran make a match. Peserta didik bekerja sama secara berpasangan, dimana setiap pasangan dapat aktif dalam menemukan konsep serta menyelesaikan soal dengan menyenangkan melalui bimbingan guru. Dengan menggunakan model pembelajaran make a match dapat mengaktifkan dan mendorong semangat siswa dalam proses pembelajaran, didik mencari pasangan soal/jawaban dengan bermain dan bergerak/berpindah tempat, menyelesaikan soal/mencari jawaban dengan melakukannya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik anak usia SD.

2.1.4 Matematika

2.1.4.1 Hakikat Matematika

  Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.

  Wahyudi dan Inawati (2009:5) mengemukakan bahwa “matematika merupakan suatu ilmu yang mempelajari jumlah-jumlah yang diketahui melalui proses perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan angka- angka atau s imbol”. Matematika SD digunakan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan efektif.

  Asep Jihad (2008) berpendapat bahawa matematika berbeda dengan mata pelajaran lain dalam beberapa hal, yaitu : a.

  Objek pembicaraannya abstrak, sekalipun dalam pengajaran di sekolah anak diajarkan benda kongkrit, siswa tetap didorong untuk melakukan abstraksi.

  b.

  Pembahasan mengandalkan tata nalar, artinya info awal berupa pengertian dibuat seefisien mungkin, pengertian lain harus dijelaskan kebenarannya dengan tata nalar yang logis.

  c.

  Pengertian/konsep atau pernyataan sangat jelas berjenjang sehingga terjaga d.

  Melibatkan perhitungan (operasi).

  e.

  Dapat dipakai dalam ilmu yang lain serta dalam kehidupan sehari-hari.

  Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,representasinya dengan lambang-lambang atau simbol dan memiliki arti serta dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan bilangan.

2.1.4.2 Karakteristik Matematika

  Secara umum matematika memiliki ciri-ciri sebagaimana telah disepakati bersama oleh para ahli yaitu : (Abdul Halim Fathani , 2009: 58)

  1. Memiliki objek kajian yang nyata Matematika mempunyai objek kajian yang bersifat abstrak, walaupun tidak setiap yang abstrak adalah matematika. Sementara beberapa matematikawan menganggap objek matematika itu “konkret” dalam pemikiran mereka, maka kita dapat menyebut objek matematika secara lebih tepat sebagai objek mental atau pikiran. Ada empat objek kajian matematika, yaitu fakta, operasi atau relasi, konsep, dan prinsip.

  2. Bertumpu pada kesepakatan Simbol-simboldan istilah-istilah dalam matematika merupakan kesepakatan atau konvensi yang penting. Dengan simbol dan istilah yang disepakati dalam matematika, maka pembahasan selanjutnya aka menjadi mudah dilakukan dan dikomunikasikan.

  3. Berpola pikir deduktif Dalam matematika, hanya diterima pola pikir yang bersifat deduktif.

  Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada

  4. Konsisten dalam sistemnya Dalam matematika, terdapat berbagai macam sistem yang dibentuk dari beberapa aksioma dan memuat beberapa teorema. Ada sistem-sistem yang berkaitan, ada pula sistem-sistem yang dapat dipandang lepas satu dengan yang lainnya. Sistem-sistem aljabar dengan sistem-sistem geometri dapat dipandang lepas satu dengan yang lainnya.

  5. Memiliki simbol yang kosong arti Secara umum, model atau simbol matematika sesungguhnya kosong dari arti. Ia akan bermakna sesuatu bila kita mangaitkannya dengan konteks tertentu. Secara umum, hal ini pula yang membedakan simbol matematika dengan simbol bukan matematika. Kosong arti dari model-model matematika itu merupakan “kekuatan” matematika, yang dengan sifat tersebut, ia bisa masuk pada berbagai macam bidang kehidupan, dari masalah teknis, ekonomi, hingga kebidang psikologi.

  6. Memerhatikan semesta pembicaraan Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol-simbol matematika, bila kita menggunakannya kita seharusnya memmerhatikan pula lingkup pembicaraannya. Lingkup atau sering disebut semesta pembicaraan bisa sembit bisa pula luas. Bila kita bebicara tentang bilangan-bilangan, maka simbol-simbol tersebut menunjukkan bilangan-bilangan pula.

  7. Karakteristik Matematika sekolah.

  Sehubungan dengan karakteristik umum matematika diatas, dalam pelaksanaan pembelajaran matematika disekolah harus memerhatikan ruang lingkup matematika sekolah. Ada sedikit perbedaan antara matematika sebagai “ilmu” dengan matematika sekolah, perbedaan itu dalam hal: 1) Penyajian, 2) Pola pikir, 3) Kterbatasan semesta, dan 4) Tingkat keabstrakan.

2.1.4.3 Ruang Lingkup Matematika

  Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1. Bilangan 2.

  Geometri dan pengukuran 3. Pengolahan data

2.1.4.4 Tujuan Pembelajaran Matematika Sekolah

  Berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006, Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berikut:

  1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

  2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

  3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

  5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.1.4.5 Karakteristik Anak Usia SD

  Ada beberapa karakteristik anak di usia SD yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya SD. sesuai dengan keadaan siswanya. Pada masa SD dibagi menjadi 2, yaitu 1) Masa kelas-kelas rendah SD yang berlangsung antara usia 6/7 tahun

  • – 9/10 tahun, biasanya mereka duduk dikelas 1, 2 dan 3, dan 2) Masa kelas-kelas tinggi SD, yang berlangsung antar ausia 9/10 tahun
  • – 12/13 tahun, biasanya mereka duduk dikelas 4, 5 dan 6.

  Berdasarkan perkembangan kognitif anak SD, menurut Piaget, usia SD masuk pada tahap operasional konkret (7

  ‐11 tahun), penggunaan logika yang memadai. Tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda konkrit, memahami konsep percakapan, mengorganisasikan objek kedalam klasifikasi, mampu mengingat, memahami dan memecahkan masalah yang bersifat konkret.

  J. Havighurst mengemukakan bahwa setiap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan aspek lain seperti di antaranya adalah aspek psikis, moral dan sosial. Menjelang masuk SD, anak telah Mengembangkan keterampilan berpikir bertindak dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Sampai dengan masa ini, anak pada dasarnya egosentris (berpusat pada diri sendiri) dan dunia mereka adalah rumah keluarga, dan taman kanak

  ‐kanaknya. Kebutuhan anak usia SD adalah senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, serta senang merasakan/ melakukan sesuatu secara langsung. Dengan demikian guru hendaknya merancangmodel pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam prosespembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang bentuk bangun datar dan bangun ruang,dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian mencari contoh bentuk benda atau tumbuhan yang sama dengan bentuk bangun datar dan bangun ruang kemudian menggambarnya.

2.1.5 Model Pembelajaran Make a Match

2.1.5.1 Hakikat Model Pembelajaran Make a Match

  Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Model pembelajaran kooperatif mempunyai banyak teknik salah satunya teknik make a match digunakan untuk mengatasi keterbatasan sarana dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran ini dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, dan sebagai suatu alternatif dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa.

  Make and match merupakan salah satu pembelajaran kooperatif,

  yang dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Menurut Isjoni (2010:77) dalam bukunya “Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok” menjelaskan bahwa teknik mencari pasangan (make a match) adalah teknik pembelajaran bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik. Model make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa.

  Model pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan (make a

  match) yang diperkenalkan oleh Curran dalam Eliya (2009) menyatakan

  bahwa make a match adalah kegiatan siswa untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya akan diberi point dan yang tidak berhasil mencocokkan kartunya akan diberi hukuman sesuai dengan yang telah disepakati bersama. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan ruangan kelas juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran kooperatif. Keputusan guru dalam penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah.

  Suyatno (2009:72) mengungkapkan bahwa model make and match adalah model pembelajaran dimana guru menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan kartunya.

  Model pembelajaran make a match adalah teknik pembelajaran berpijak pada teori konstruktivisme, pada pembelajaran ini terjadi kesepakatan anatara siswa tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi. Masalah yang dipecahkan bersama akan disimpulkan bersama, peran guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Pada interaksi siswa terjadi kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-ide pokok materi, saling mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, membuat kesimpulan. Interaksi belajar yang terjadi benar-benar interaksi dominan siswa dengan siswa. Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran menggunakan model pembelajaran make a

  match benar-benar memberdayakan potensi siswa untuk mengaktualisasikan pengetahuan dan ketrampilannya.

  Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, peneliti mencoba menjelaskan tentang model pembelajaran make a match adalah model pembelajaran kooperatif dengan teknik memasangkan kartu soal dengan kartu jawaban dengan diberikan batas waktu.

2.1.5.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Make a Match

  Penerapan model pembelajaran ini dimulai dari teknik yaitu siswa diminta mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

  Langkah langkah model pembelajaran make a match menurut Lorna Curran (Komalasari, 2010: 85) adalah sebagai berikut : 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

  2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

  3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

  4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).

  5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

  6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

  7. Demikian seterusnya.

  8. Kesimpulan/penutup.

  Pendapat Miftahul Huda, (2013: 252) mengenai langkah-langkah model pembelajaran make a match (mencari pasangan) adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi di rumah.

  2. Siswa dibagi ke dalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B.

  Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.

  3. Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B. 4. menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus

  Guru mencari/mencocokan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain.

  Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimal waktu diberikan kepada mereka.

  5. Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan.

  6. Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis.

  Siswa yang belum menemukan pasangannya diminta untuk berkumpul sendiri.

  7. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan

  8. Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.

  9. Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.

  Berdasarkan pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan langkah- langkah model pembelajaran make a match yaitu guru menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban, sebagian siswa mendapat kartu jawaban dan sebagian siswa mendapat kartu soal, tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang, setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya, setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin, jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman yang telah disepakati bersama, setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

2.1.5.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Make a Match

  Setiap model pembelajaran mempunyai berbagai kelebihan dan kekekurangan, adapun kelebihan model pembelajaran make a match adalah: 1) Mampu meningkatkan motivasi belajar siswa, 2) Mampu menyajikan sebuah proses pembelajaran yang menyenangkan, 3) Efektif untuk menghafal materi hafalan verbal dalam jumlah banyak, 4) Menghasilkan daya serap yang cukup tinggi. Sedangkan kekurangan dari model ini adalah: 1) Banyak menyita waktu guru dalam menyiapkan kartu dan perangkat pendukungnya, 2) Cukup menimbulkan kegaduhan karena tidak jarang siswa teriak kegirangan ketika kartu jawaban yang diambilnya ternyata cocok dengan kartu soal yang dipegangnya. Tetapi hal ini bisa diantipasi permainan dimulai. Pada dasarnya mengendalikan kelas tergantung bagaimana kita memotivasinya.

  Lie (2007:55) menyatakan keunggulan dari pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran make a match adalah:

  1. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa.

  2. Sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.

  3. Model pembelajaran make a match bisa digunakan dalam semua mata pelajaran.

  4. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran.

  5. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.

  6. Munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh siswa.

  Jadi, berdasarkan pada kegiatan belajar mengajar penggunaan model pembelajaran make a match, siswa tampak lebih aktif mencari pasangan kartu antara jawaban dan soal. Dengan model pencarian kartu pasangan ini siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang ditemukannya dan menceritakannya dengan sederhana dan jelas secara bersama-sama.

2.1.5.4 Penerapan Model Pembelajaran Make A Match

  Model pembelajaran make a match artinya model pembelajaran mencari Pasangan. Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan Make a match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan tersebut.

  Model pembelajaran make and match melatih siswa untuk memiliki sikap sosial yang baik dan melatih kemampuan siswa dalam bekerja sama disamping melatih kecepatan berfikir siswa. Model pembelajaran make and permainan. Menurut Suyatno (2009:102), prinsip-prinsip model pembelajaran make and match antara lain:

  1. Anak belajar melalui berbuat.

  2. Anak belajar melalui panca indera.

  3. Anak belajar melalui bahasa.

  4. Anak belajar melalui bergerak.

  Dalam mengembangkan dan melaksanakan model pembelajaran

  

make a match , menurut Suyatno (2009:42) guru seharusnya

  mengembangkan hubungan baik dengan siswa dengan cara: 1.

  Perlakukan siswa sebagai manusia yang sederajat.

  2. Ketahuilah apa yang disukai siswa, cara pikir mereka dan perasaan mereka.

  3. Bayangkan apa yang akan mereka katakan mengenai diri sendiri dan guru.

  4. Ketahuilah hambatan-hambatan siswa.

  5. Berbicaralah dengan jujur dan halus.

  6. Bersenang-senanglah bersama mereka.

  Adapun persiapan yang harus dilakukan oleh guru sebelum proses pembelajaran berlangsung (Miftahul Huda, 2013:251) yaitu sebagai berikut:

  1. Membuat beberapa pertanyaan sesuai dengan materi yang dipelajari (jumlahnya tergantung tujuan pembelajaran) kemudian menulisnya dalam kartu-kartu pertanyaan).

  2. Membuat kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat dan menulisnya dalam kartu-kartu jawaban. Akan lebih baik kartu jawaban dan kartu pertanyaan berbeda warna.

  3. Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan sanksi bagi siswa yang gagal (di sini, guru dapat membuat aturan ini bersama-sama dengan siswa).

4. Menyediakan lembar untuk mencatat pasangan-pasangan yang berhasil sekaligus untuk pensekoran presentasi.

  Menurut Benny (2009 : 1001), sebelum guru menggunakanan model pembelajaran make and match guru harus mempertimbangkan: 1) Indikator yang ingin dicapai, 2) Kondisi kelas yang meliputi jumlah siswa dan efektifitas ruangan, 3) Alokasi waktu yang akan digunakan dan waktu persiapan. Pertimbangan diatas sangat diperlukan karena model pembelajaran make and match tidak efektif apabila digunakan pada kelas yang jumlah siswanya diatas 40 dengan kondisi ruang kelas yang sempit, karena dalam pelaksanaan pembelajaran kelas akan menjadi gaduh dan ramai. Hal ini wajar asalkan guru dapat mengendalikannya.

  Dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan (make a match) siswa lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Disamping itu model pembelajaran make a match juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berinteraksi dengan siswa yang menjadikan aktif dalam kelas.

  Pada penerapan model pembelajaran make a match, diharapkan dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran dapat menarik perhatian siswa sehingga siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa lebih terlihat saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Kegiatan yang dilakukan guru merupakan upaya guru untuk menarik perhatian sehingga apada akhirnya dapat menciptakan motivasi dan keaktifan siswa dalam diskusi. Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan peningkatan keaktifan siswa yang dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran tertentu, dan motivasi belajar dapat ditujukan ke arah kegiatan-kegiatan kreatif. Apabila motivasi yang dimiliki oleh siswa diberi berbagai tantangan, akan tumbuh kegiatan kreatif. Selanjutnya, penerapan model pembelajaran make a match dapat membangkitkan keingintahuan dan kerja sama di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan.

  Hal ini merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan oleh Ibrahim, et al.2000 dalam Don, (2011) bahwa, “Mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial”.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  Penelitian yang dilakukan oleh Eny Khotifah pada tahun 2013 dengan judul “Penerapan Metode Make a Match untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 SD Negeri 01 Parikesit Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Semester II Tahun

  Pelajaran 2012/2013”. Hasil penelitian menunjukkan pada kondisi awal, data diambil dari 14 siswa, 8 siswa (57%) memiliki motivasi tinggi dan 6 siswa memenuhi KKM ≥70 (43%). Siklus I menerapkan model pembelajaran make a match terjadi peningkatan yaitu terdapat 3 siswa yang mendapat kategori rendah (21%), 5 siswa yang berkategori tinggi (36%), dan 6 siswa yang berkategori sangat tinggi (43%), kemudian 10 siswa memenuhi KKM ≥70 (71%). Pada siklus II terdapat 5 siswa yang berkategori tinggi (36%) dan 9 siswa yang berkategori sangat tinggi (64%), kemudian 14 siswa memenuhi KKM ≥70 (100%).

  Penelitian yang dilakukan oleh Titik Wijayanti pada tahun 2012 dengan judul “Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar pada Mata

  Pelajaran IPS dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas IV SD N Karanganyar 03 Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan pada kondisi awal, data diambil dari 23 siswa, siswa yang nilainya memenuhi KKM terdapat 10 siswa (43,47%). Siklus I menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe make a

  match terjadi peningkatan cukup signifikan yaitu terdapat 16 siswa

  memenuhi KKM (69.56%). Pada siklus II terdapat 20 siswa memenuhi KKM (86,95%). Sedangkan peningkatan motivasi belajar siswa pada pembelajaran motivasi siswa pada kondisi awal yang sangat tinggi dan tinggi ada 10 siswa (43,47%), siklus I ada 18 siswa ( 78,26%), pada siklus yang ke II ada 20 siswa (86,95%), motivasi belajar sedang dan rendah pada kondisi awal ada 13 siswa (56,52%), pada siklus I ada 5 siswa (21,73%), pada siklus II ada 3 siswa (13,04%), sedangkan motivasi siswa yang sangat rendah tidak ada.

Dokumen yang terkait

BAB I Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan (Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani) 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian Uni

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan: Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani

0 2 45

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan: Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani

0 1 36

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe NHT (Numbered Head Together) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SD Negeri Dukuh 02 Kecamatan Sidomukti Salatiga Semester II Tahun Aja

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe NHT (Numbered Head Together) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SD Negeri Dukuh 02 Kecamatan Sidomukti Salatiga Semester II Tahun Aja

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe NHT (Numbered Head Together) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SD Negeri Dukuh 02 Kecamatan Sidomukti Salatiga Semester II Tahun Aja

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe NHT (Numbered Head Together) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SD Negeri Dukuh 02 Kecamatan Sidomukti Salatiga Semester II Tahun Aja

0 0 14

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 3 SD NEGERI DUKUH 02 KECAMATAN SIDOMUKTI SALATIGA SEMESTER II TAHUN AJARAN 20142015 SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pe

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe NHT (Numbered Head Together) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SD Negeri Dukuh 02 Kecamatan Sidomukti Salatiga Semester II Tahun Aja

0 0 49

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas V SD Negeri 03 Kalimanggis Ke

0 0 6