Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan: Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani

BAB III Pandangan Masyarakat Desa Kotabes tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani

Bumi itu seperti manusia. Tanah itu adalah daging. Air itu adalah darah. Hutan itu adalah urat nadi dan batu itu adalah tulang

Mama Aleta Baun

Dalam bab III ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum wilayah Kecamatan Amarasi dan Desa Kotabes khususnya Dusun A (Hausisi) yang menjadi lokus penelitian. Penulis juga akan mengemukakan beberapa hasil wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat (perempuan dan laki-laki, pemuda dan pemudi), kelompok tani Oebitan dan beberapa tokoh masyarakat serta Ketua Majelis Jemaat Gereja Imanuel Hausisi. Hasil penelitian atau data lapangan diuraikan dalam bentuk poin-poin penting sehingga memudahkan para pembaca.

3.1 Gambaran Umum Kecamatan Amarasi

Amarasi adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Amarasi terletak di pesisir barat daya pulau Timor. Pada zaman dahulu Amarasi merupakan sebuah kerajaan atau swapraja beribukota di Teunbaun, diperintah raja-raja dari dinasti nai rasi uf yang bergelar Teun-baun Tuan. Wilayah kerajaan Amarasi dibagi atas 3 kefetoran, yaitu kefetoran Enno dengan ibukota Oekabiti, kefetoran Tasi-nono dengan ibukota Buraen dan kefetoran Rua-tnan dengan Amarasi adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Amarasi terletak di pesisir barat daya pulau Timor. Pada zaman dahulu Amarasi merupakan sebuah kerajaan atau swapraja beribukota di Teunbaun, diperintah raja-raja dari dinasti nai rasi uf yang bergelar Teun-baun Tuan. Wilayah kerajaan Amarasi dibagi atas 3 kefetoran, yaitu kefetoran Enno dengan ibukota Oekabiti, kefetoran Tasi-nono dengan ibukota Buraen dan kefetoran Rua-tnan dengan

Kelurahan Nonbes, terdiri dari Desa Oesena, Desa Kotabes, Desa Ponain, Desa Tesbatan 1 dan 2, Desa Oenoni 1 dan 2 serta Desa Apren. Kedua, Amarasi Timur terdiri dari Desa Oebesi, Desa Pakubaun, Desa Rabeka dan Desa Enoraen. Ketiga, Amarasi Barat dengan Kelurahan Teunbaun, terdiri dari Desa Tunbaun, Desa Tobaun, Desa Soba, Desa Merbaun, Desa Erbaun, Desa Niukbaun, dan Desa Nekbaun dan keempat, Amarasi Selatan dengan kelurahan Buraen terdiri dari Desa Sonraen, Desa

Nekmese, Desa Retraen dan Desa sahraen. 2 Penelitian yang penulis lakukan adalah di Amarasi Pusat, yakni Kelurahan Nonbes, desa Kotabes dalam dusun A (Hausisi) RT.1 dan 2.

3.1.1 Sejarah Berdirinya Desa Kotabes 3

Desa Kotabes dibentuk pada tahun 1950, atas dasar kesepakatan dari tiga kampung atau desa yakni kampung Oebaki, Ekam dan Binobe. Menjelang tahun ke

28, dibentuklah desa konsentrasi yang terdiri dari gabungan antara tiga kampung ditambah dengan satu kampung, yakni Bisena sampai dengan saat ini. Di bawah ini, terlihat susunan pejabat yang pernah bertugas di pemerintahan desa Kotabes, yaitu:

No Nama Kepala Desa/ Pejabat Sementara Masa Jabatan

1. Sakarias Nubatonis 1950-1960

2. Trayanus 1961-1970

1 http://mangsa.kpt.web.id/id3/2532-2426/Amarasi-Kupang_196724_mangsa-kpt.html 2 Wawancara Aparat Desa Kotabes pada jumat, 09 September 2017 pkl. 19.11WIB Via tlp. 3 Wawancara Sekertaris Desa bpk Felipus Tuthaes

3. Elaser Tuthaes 1970-1978

4. Ibrahim Banu 1978-2005

5. Nikolas Tuthaes 2005-2006

6. Petrus Sakbana (Kepala Desa Definitif) 2006-2008

7. Zadrak Padakari (menjabat sebagai PJ 2009 selama 6 bulan kemudian dilanjutkan dengan Bernadeta Dethan selama 6 bulan )

8. Silfester Kapitan 2010-2013

9. Marten Tanono (menjabat sebgai Plt 2014-2015 selama 6 bulan kemudian dilanjutkan dengan Dina Masneno sebagai PJ selama 1 tahun)

10. Korinus Liunome 2015-2016

11. Selvister Bano 2016-2017

3.1.2 Desa Kotabes

Desa Kotabes merupakan satu dari 8 desa yang berada di kecamatan Amarasi. Adapun batas-batas wilayah Desa Kotabes sebagai berikut:

 Bagian Utara berbatasan dengan Desa Nonbes.  Bagian Timur berbatasan dengan Desa Ponain.  Bagian Selatan berbatasan dengan Desa Sonraen.  Bagian barat Berbatasan dengan Desa Tunbaun

Desa Kotabes terdiri dari 4 Dusun, yang terbagi atas 8 RW dan 14 RT, ke 4 Dusun tersebut yaitu:

 Dusun A (Hausisi).  Dusun B (Ekam)  Dusun C (Oebaki)  Dusun D (Bisoni) 4

Masyarakat di kecamatan ini umumnya bekerja sebagai petani ataupun peternak yang hidup dari bercocok tanam dan memelihara ternak. Jenis tanaman yang diusahakan adalah tanaman padi dan tanaman hortikultura, sedangkan jenis ternak

yang dipelihara adalah sapi, kuda, kerbau, kambing, babi, dan ayam. 5 Desa Kotabes terdiri dari empat dusun yang dibagi dalam dusun A, dusun B, dusun C dan Dusun D, terdiri dari :

JK

UMUR

Nama Dusun KK L

41- LANSIA Dusun A

0-5

6-10 11-16 17-40

- 140 Dusun B

91 Dusun C

80 74 Dusun D

84 78 (Cat. Penelitian dilakukan di dusun A, RT 1 dan 2)

4 Data Desa Kotabes tahun 2017 5 Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan Vol. 1 No. 1 Tahun 2016

Tabel 1: Data Masyarakat Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat

A B C D Jumlah SD

Nb. Banyak masyarakat baik pria maupun wanita, bekerja sebagai TKW/TKI di luar negeri

Tabel 2: Data Masyarakat Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan

Dusun C Dusun D Jumlah Petani

Dusun A

Dusun B

29 Org 128 Org Swasta

13 Org Tukang

8 Org Batu

18 Org TNI/POLRI

1 Org Pensiunan

1 Org

6 Org Meubel

3 Org Bengkel

1 Org

2 Org

1 Org Kios

1 Org

2 Org

3 Org

1 Org

1 Org

6 Org

Berdasarkan Tabel 2, dapat ditarik kesimpulan bahwa mata pencaharian masyarakat di desa Kotabes sebagian besar adalah petani ladang atau kebun dan peternak, diikuti dengan PNS, wiraswata dan juga pegawai swasta. 6

Seperti daratan Timor pada umumnya, Amarasi memiliki struktur tanah yang kurang menguntungkan untuk sektor pertanian, kecuali sektor peternakan. Sejak jaman penjajahan, Timor dijadikan daerah sektor ternak. Hal ini didukung oleh sistim ternak masyarakat lokal di Timor yakni sistim gembala. Walau demikian, untuk mensejahterakan rakyatnya, raja Amarasi H. A Koroh pada tahun 1926-1951 mengubah sistem ternak tersebut, yakni dengan membagi wilayah yang ada wilayah ternak dan wilayah tanaman dengan dibatasi oleh pagar panjang. Daerah tanaman ini ditanami dengan pohon Petes (Lamtoro, Lucaena Leuchocephala) untuk pakan ternak, tetapi juga untuk mencegah bahaya erosi yang mengancam setiap daerah di Amarasi. Wilayah tanaman ini juga ditanami dengan pisang, kelapa, dan pinang

untuk menyokong perekonomian masyarakat. 7

Upaya pemenuhan kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidupnya senantiasa ditempuh dengan berbagai macam cara, antara lain melalui kegiatan pertanian. Aktivitas manusia dalam bidang pertanian tidak lain merupakan pencerminan interaksi antara lingkungan dengan kemampuan manusia untuk mengubah dan mentransfer energi yang diperlukan dalam hidupnya. Meskipun demikian, hal ini tergantung dari kondisi ekosistem yang memberi peluang bagi usaha

6 Wawancara Aparat Desa Kotabes pada Minggu, 25 Juni 2017, Pkl. 15.00WITA

7 Marthen Y. B. F. Soreninu, Uis Neno dalam Rintiu dan Allah Bapa Dalam Kekristenan. Skripsi Fakultas Teologi UKSW, 2002. 23.

manusia untuk mempertahankan hidupnya, di samping pemahaman masyarakat tentang lingkungannya. Di Amarasi, pranata tolong-menolong sangat tidak lazim, justru sebaliknya orang lebih suka mengerjakan ladangnya secara perseorangan atau

dalam batas keluarga batih 8 saja. Di samping bercocok tanam, mata pencaharian penduduk Timor adalah berternak. Ternak yang dipelihara adalah sapi, kerbau, kuda, kambing, dan unggas (ayam). Dalam sebuah rumah tangga, ternak dianggap sebagai milik bersama dari suami dan isteri. Jika suami meninggal, ternak diwariskan kepada anak laki-laki yang sudah dewasa. Jika keluarga tidak memiliki anak laki-laki, maka ternak diwariskan kepada saudara laki-laki ayah atau anak laki-laki saudara perempuan ayah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam budaya di Timor anak laki-laki dianggap yang berhak mendapatkan warisan. Namun demikian, sekarang sudah terjadi pergeseran makna, bahwa baik anak laki-laki maupun perempuan mendapatkan warisan yang sama. Mata pencaharian yang penting bagi orang-orang yang tinggal di daerah pantai adalah menangkap ikan-ikan kecil, kerang, dan

teripang. 9

3.2 Pertanian di Nusa Tenggara Timur

Beberapa sumber sejarah mengemukakan bahwa pertanian di pulau Timor khususnya telah dimulai sejak 3000 tahun sebelum masehi. 10 Sekalipun tradisi

penanaman jenis tanaman sudah dilakukan jauh sebelum penyebaran bangsa

8 Keluarga batih yang dimaksud biasanya keluarga dalam satu rumah tangga dan juga dalam satu marga atau dalam bahasa Tmor disebut Kanaf.

9 Dara WindiyartI, Tradisi Agama dan modertosasi dalam Perkembangan Kebudayaan Timor , (Sahda,

Vohme I, Nomor 1, September 2006), 39 10 C. I. Glover, Aboriginal Man and Enviroment in Australia (Camberra: The Australian

National University, 1971), 158-181

Austronesia. Sebelum abad ke 17 dan sebelum bangsa Eropa datang, sebagian besar masyarakat sudah hidup dari berbagai jenis tanaman pangan yang sangat variasi. Daerah Nusa Tenggara Timur dikenal dengan daerah beriklim kering dan sumberdaya lahan di Nusa Tenggara Timur didominasi oleh lahan kering. Kalau dibandingkan dengan daerah lain seperti Kalimantan ataupun Sumatera, lahan Nusa Tenggara Timur termasuk lahan kering beriklim kering. Ciri-cirinya dapat dilihat sebagai berikut: pertama, kandungan bahan organik sangat rendah. Kedua, tingkat keasaman netral dan rendah. Ketiga, keadaan umumnya berbatu-batu. Keempat, tekstur tanah cenderung lempung sampai tanah liat. 11

Jenis tanaman yang paling banyak diusahakan di daerah kering adalah tanaman semusim yang menjadi sumber makanan pokok, seperti padi, jagung, sorgum, kacang-kacangan (kacang hijau, turis, kacang panjang) dan jenis ubi-ubian (ubi kayu, ubi jalar dan talas). Jenis-jenis tanaman tahunan yang biasanya ditanam, seperti kelapa, pepaya, nangka, sukun, pinang, sirih dan kemiri. Tanaman tersebut adalah yang cocok dan berfungsi untuk mencukupkan kebutuhan pangan masyarakat (food

security) 12 .

11 Umbu Pura Woha, Pembangunan Pertanian di Lahan Kering dalam buku Pembangunan Pertanian di Wilayah Kring Indonesia (Prosiding Konferensi Internasional Pembangunan Pertanian

Semi Arid Nusa Tenggara Timur, Timor-Timur dan Maluku Tenggara, Tanggal 10-16 Desember 1995 di Kupang), 53-54

12 Selain untuk menjaga ketahanan pangan, tanaman umur panjang biasanya dapat membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehar-hari. Tanaman-tanaman tersebut masih mampu

menghasilkan nilai jual yang tinggi.

3.3 Pandangan Hidup Atoinmeto tentang Alam Semesta

Suku-suku yang ada di Nusa Tenggara Timur, tak terkecuali suku Timor memiliki pandangan bahwa manusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari alam semesta. Hidup manusia pada akhirnya harus disesuaikan dengan ritme dan segala ketertiban dari keseluruhan alam. Bagi orang Timor, hubungan dengan alam ini disebut sebagai hubungan gaib antara penjaga langit dan penjaga bumi. Hal ini memperlihatkan seakan ada sosok yang mengawasi dan melindungi alam sehingga para petani berusaha untuk tidak sembarangan dalam mengelola alam agar terhindar

dari malapetaka. 13

3.3.1 Kehidupan Religi dan Pertanian Atoinmeto

Pertanian menjadi penggerak ekonomi yang paling menonjol dalam kehidupan orang Timor, dibandingkan dengan peternakan dan perdagangan. Sistim ekonomi pertanian bagi suku-suku di NTT merupakan dasar dari sistim politik dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena kehidupan suku-suku di NTT selalu berkaitan dengan upacara, persembahan korban dalam bentuk binatang ataupun hasil pertanian. Dalam mengusahakan tanah sebagai lahan pertanian, para petani di Timor biasanya memilih tanah untuk menanam pada permulaan musim kemarau pada bulan Mei dan Juni. Tanah yang akan ditanami biasanya lebih dari satu sehingga dapat digunakan secara bergantian. Setiap tanah garapan yang akan ditanam biasanya digunakan secara terus-menerus agar kesuburannya memungkinkan untuk ditanam. Bagi atoinmeto, setiap penggarap tanah terdiri dari 3-4 orang yang bekerja secara bersama

13 Drs. Hidayat Z.M, Masyarakat dan Kebudayaan: Suku-suku Bangsa Di Nusa Tenggara Timur, (Bandung: Tarsito, 1984), 26 13 Drs. Hidayat Z.M, Masyarakat dan Kebudayaan: Suku-suku Bangsa Di Nusa Tenggara Timur, (Bandung: Tarsito, 1984), 26

Kebanyakan lahan yang akan dibuka untuk bercocok tanam sebelumnya adalah daerah hutan. Orang Timor memiliki kebiasaan untuk memohon kepada dukun atau orang pintar agar tanah yang digunakan dapat menghasilkan berkat. Permohonan ini ditandai dengan ritual menyembelih seekor ayam jantan untuk dipersembahkan kepada dewa langit yang disebut “Uis Neno”

3.4 Kehidupan Pertanian Masyarakat Desa Kotabes

Sebelum masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin marak pada saat ini, masyarakat desa Kotabes masih bekerja dengan mengandalkan kekuatan fisik. Perlengkapan bertani seperti parang, linggis maupun pisau, masih menjadi teman yang sering dibawa oleh masyarakat. Seiring dengan berkembangnya zaman dan kehidupan masyarakat yang semakin modern, cara bertani yang tradisional mulai bergeser. Dalam mengolah lahan, masyarakat mulai mengubah gaya berpikir yang tadinya tradisional menjadi lebih modern. Masuknya alat teknologi seperti traktor, menjadi salah satu contoh bahwa pengaruh teknologi dan arus globalisasi sudah tidak dapat dibendung. Banyak masyarakat merasa terbantu dengan masuknya teknologi

14 Drs. Hidayat Z.M, Masyarakat dan Kebudayaan, . . . 50-51 14 Drs. Hidayat Z.M, Masyarakat dan Kebudayaan, . . . 50-51

menjaga kelangsungan hidup dan ketahanan pangan yang ada.

Dari hasil penelitian di lapangan dan berdasarkan wawancara dengan masyarakat, ditemukan bahwa setiap anggota keluarga harus menanam sendiri jenis tanaman dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini dialami oleh keluarga Bapak Simon Nubatonis di mana setiap anak harus dapat menanam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Wasti Nubatonis salah satu anak dari bapak Simon Nubatonis mengungkapkan bahwa:

Setelah pulang dari Malaysia sebagai seorang TKW, saya tidak mempunyai pemasukan yang tetap karena masa kontrak saya sudah selesai. Alternatif yang saya lakukan adalah dengan menanam tomat ataupun kacang buncis untuk memenuhi kebutuhan hidup saya baik itu kebutuhan pangan maupun sandang. Tidak mungkin lagi saya meminta kepada orangtua karena saya sudah dewasa. Saya baru mulai menanam tahun ini dan hasil yang didapatkan lumayan banyak sehingga saya mengambil keputusan untuk tidak

kembali menjadi TKW. 16 Lanjutnya lagi bahwa sistem bertani yang dia lakukan saat ini adalah sistem bertani yang paling banyak menggunakan pupuk toko karena proses tanam dan panennya cukup banyak. Bibit tanaman tomat yang digunakan adalah bibit yang dibeli di toko namanya Lantana. Bibit ini biasanya berisi 100-150 bibit tanaman tomat dengan harga yang bervariasi, tergantung jenis bibitnya.

15 Wawancara Bpk Zaka Maniyeni, pada Jumat, 23 Juni 2017 Pkl. 15.00WITA 16 Wawancara Wasti Nubatonis, pada Jumat, 23 Juni 2017 pukul 17.00WITA

Sumber: Doc. Pribadi bersama Kak Wasty Nubatonis dengan tanaman tomatnya

3.4.1 Salome: Model Produksi di Tanah Gersang

Leluhur Orang Timor, yang disebut atoinmeto, memanfaatkan lahannya secara turun temurun guna mencukupi kebutuhan pangannya. Dengan kreatif mereka mengolah lahan yang gersang dengan cara berladang. Pola berladangnya dilakukan secara berpindah-pindah. Akibatnya muncul segi negatif karena mereka melakukan pembersihan lahan dengan metode tebas dan bakar. Pola ladang berpindah-pindah bersentuhan dengan tekanan terhadap hutan yang kian berkurang. Namun pola ini membuka ruang bagi beristirahatnya lahan yang memang daya dukungnya juga sangat minim. Sementara itu, metode tebas dan bakar secara ilmiah menyerang langsung pada unsur hara tanah. Hal ini juga menjadi cara atoinmeto untuk membasmi potensi hama yang menyerang tanaman dan penyakit terutama nyamuk yang pasti berbahaya bagi manusia.

Di tengah pilihan yang amputatif tersebut, atoinmeto kemudian secara kreatif menciptakan model ketahanan pangannya sendiri. Bagi atoinmeto, cara menanamnya Di tengah pilihan yang amputatif tersebut, atoinmeto kemudian secara kreatif menciptakan model ketahanan pangannya sendiri. Bagi atoinmeto, cara menanamnya

Model salome mengalami penghancuran ketika mulai masuk berbagai varietas unggul melalui revolusi hijau generasi pertama. Revolusi hijau ini, pada aras lokal, diterjemahkan dengan program tanam sekali, operasi nusa hijau, operasi nusa makmur, gerakan membangun desa, tiga batu tungku dari masing-masing rezim penguasa di NTT. Program-program ini sebenarnya hampir sama dengan revolusi hijau (penggunaan varietas unggul, pupuk kimia dan pestisida) dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan menjaga kestabilan pangan masyarakat. Dari sekian program yang digulirkan untuk menafsirkan revolusi hijau, nampaknya hanya program tanam sekali oleh Gubernur El Tari (Gubernur Petama NTT) yang meninggalkan jejak dalam bentuk kebun kolektif dibeberapa lokasi. Program ini dilakukan dengan menanami lahan tidur dengan berbagai tanaman produktif.

Tanamannya menjadi milik pribadi yang menanam, sementara tanahnya tetap dalam penguasaan tanah ulayat 17 dari suatu kesatuan masyarakat hukum adat. Sementara,

untuk program yang lain, hanya sukses pada masa program itu digulirkan bersifat instan dan jangka pendek. Hal ini terjadi karena masyarakat sangat tergantung pada pasar. Setiap musim tanam harus membeli bibit baru, menyiapkan pemupukan yang tepat, dan mempersiapkan zat kimia pembasmi hama. Dalam jangka panjang, kondisi ini berdampak buruk pada ketahanan pangan masyarakat. Hal lainnya adalah terjadi pemecahan lahan akibat pembagian warisan, jual-beli, dan alih fungsi lahan produktif

menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan. 18

3.5 Program Bupati Kupang tentang Gerakan Tanam Paksa-Paksa Tanam

(GTPPT) 19 Program gerakan tanam paksa adalah sebuah program yang dikeluarkan oleh Bupati Kupang Ayub Titu Eki. Tujuan dari program ini adalah mewajibkan masyarakat untuk menanam demi memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga untuk melestarikan lingkungan. Namun demikian program Tanam Paksa sebenarnya hanya mau mendorong masyarakat agar lebih giat dalam menanam demi dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara itu, unsur-unsur tentang kepedulian lingkungan atau ekologi nampaknya tidak menjadi prioritas dari program ini.

17 Tanah Ulayat : Tanah yang berada dalam wilayah kefetoran, dan kemudian oleh tokoh- tokoh adat dibagikan bagi orangtua-orangtua dulu pada saat itu. Biasanya tata letak batas tanah akan

ditandai dengan fam/marga (milik keluarga tertentu). 18 http://mikannews.com/2016/04/08/revolusi-hijau-lpa-kabupaten-kupang/ , diunduh pada tgl

20 Juli 2017, pkl. 19.19WIB 19 Lihat dalam lampiran. Pada bagian ini penulis hanya meringkas program “Tanam Paksa

Paks a Tanam” atau yang dikenal dengan “Taman Eden”

Dalam program tersebut, setiap desa dianjurkan agar paling tidak harus menyiapkan lokasi untuk menanam semua jenis tanaman. Pada akhirnya, program ini

mendapat nama baru dan dikenal dalam kehidupan masyarakat sebagai “Taman Eden ” artinya mengembalikan citra “Taman Eden” yang dulu pernah dirusak oleh

manusia. Taman Eden yang dimaksud yakni dengan menanam tanaman umur panjang dan pendek, tidak hanya tanaman tetapi juga hewan-hewan dimasukkan di dalam taman tersebut, sehingga antara tanaman dan ternak bahkan tanah terjadi hubungan

simbiosis mutualisme. 20 Dengan gerakan tanam paksa diharapkan masyarakat kabupaten Kupang dapat berbuat yang terbaik bagi alam dan seisinya, agar mata

rantai kehidupan tetap terjaga. Sudah saatnya sekarang untuk menata dan membangun kembali image ”Taman Eden” dengan kegiatan menanam tanaman produktif dan semua orang wajib menanam sehingga menci ptakan “Taman Eden” yang lestari dan

abadi di tempat di mana masyarakat hidup dan bekerja. 21 Luas tanah yang dibutuhkan harus sekitar 1 km. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala desa bahwa, desa

Kotabes menolak program ini dengan alasan belum mendapatkan lahan yang luas sebagaimana yang dimaksud untuk menanam berbagai jenis tanaman sekaligus

memelihara ternak dalam satu tempat 22 , dan juga program ini seperti yang telah penulis singgung di atas bahwa bukan untuk menjaga lingkungan atau ekologi agar

tetap terjaga. Oleh karena itu yang terlihat di lapangan adalah masing-masing

20 Kotoran ternak sebagai pupuk alami bagi tanaman yang ada sehingga tanaman menjadi subur dan sehat

21 Melawan Arus Menuju Revolusi Kebajikan dalam http://revolusikebajikan.weebly.com/tanam-paksa-paksa-tanam--tp2t.html , diunduh pada tgl. 11 Sep.

2017, Pkl. 12.04WIB

22 Wawancara kepala Desa Kotabes Bpk. Selvister Bano, pada tgl. 08 Sep. 2017, Pkl. 20.48WIB, via tlp.

masyarakat menanam sesuai dengan kebutuhan. Tidak peduli apakah cara bertanam mereka sesuai dengan program bupati atau sebaliknya tidak karena tidak tercantum dalam program.

3.6 Pemahaman Masyarakat tentang Revolusi Hijau

Proses pengambilan data dalam bentuk wawancara dan observasi langsung dilakukan pada tanggal 23-30 Juni 2017. Pengambilan data dan observasi dilakukan terhadap beberapa orang masyarakat yang sedang menanam beberapa jenis tanaman

di lahan atau kebun. 23 Jenis tanaman yang ditanam oleh masyarakat pada umumnya adalah tomat, sayur, terong, buncis, dan jenis tanaman lainnya seperti bawang merah.

Selain difokuskan kepada masyarakat, wawancara dan observasi dilakukan juga terhadap beberapa kelompok tani yang ada di desa Kotabes. Selain itu, ada beberapa masyarakat yang menggunakan pupuk toko untuk tanamannya, tetapi beberapa masyarakat masih tetap mempertahankan cara bertani dengan mengandalkan pupuk kandang. Ada juga masyarakat yang memadukan antara pupuk toko dan pupuk kandang sesuai dengan dosis yang ditentukan. Dalam bagian ini, penulis mencoba membaginya dalam dua kelompok besar, yakni:

3.6.1 Masyarakat Pro-Revolusi Hijau

Masyarakat pro-revolusi hijau yang dimaksud oleh penulis adalah masyarakat yang melakukan kegiatan bertaninya dengan memanfaatkan pupuk kimia atau anorganik . Masyarakat ini terdiri dari para petani dengan tingkat pendidikan Sekolah

23 Pada saat melakukan observasi, hanya beberapa orang saja yang sedang menanam, beberapa sudah panen dan ada beberapa yang belum menanam karena masih membangun rumah.

Dasar, para petani yang orientasi bertaninya difokuskan hanya untuk menambah pendapatan (ekonomi) bukan konsumsi pribadi dan para petani yang hanya mengikuti arus informasi tanpa mengeceknya terlebih dahulu.

Dalam bab II, penulis sudah menjelaskan tentang apa itu revolusi hijau, sejarah, agenda dan perkembangan revolusi hijau intinya bahwa revolusi hijau mencakup tiga hal, yakni: pertama, perubahan cara bertani dari yang tradisional menjadi cara bertani modern. Kedua, penemuan akan bibit unggul atau varietas baru dan ketiga, penggunaan pupuk kimia dan pestisida demi meningkatkan kualitas tanaman dan meningkatkan hasil panen yang berlimpah. Dalam kehidupan pertanian masyarakat Amarasi khususnya desa Kotabes, pemakaian pupuk kimia dan pestisida sudah menjadi hal yang biasa. Kebutuhan yang semakin banyak menjadikan masyarakat tidak peduli lagi dengan pengaruh yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan ditemukan bahwa ada beberapa masyarakat yang menggunakan pupuk kimia atau pupuk anorganik. Bagi masyarakat yang bekerja sebagai petani, revolusi hijau atau revolusi agraria merupakan hal yang baru saja

didengarkan, 24 yang mereka pahami dari revolusi hijau atau revolusi agraria adalah sebagai sesuatu yang berkaitan dengan hal yang berbau hijau dan yang menyangkut

dengan tanah. Hal ini diungkapkan oleh Mama Sarah Maniyeni bahwa 25 : Kata revolusi hijau ini adalah sesuatu yang baru bagi saya. Sebagai

lulusan SD dan tidak begitu paham apa itu revolusi hijau. Namun demikian bagi saya revolusi hijau itu adalah sesuatu yang berkaitan dengan warna hijau, yakni tentang tanaman dan pertanian. Jadi yang

24 Pada bagian ini, penulis berusaha memberikan beberapa kata kunci tetapi beberapa masyarakat tidak pernah mendengar, ada yang mendengar akan tetapi tidak begitu paham dengan kata

tersebut. Hal ini yang membuat penulis sedikit mengalami kesulitan.

25 Wawancara Ibu Sarah Maniyeni pada Jumat, 23 Juni 2017 Pkl. 15.00WITA.

sedang saya jalankan saat ini adalah bagian dari revolusi hijau. Lanjutnya bahwa tanaman tomat yang saya tanam saat ini paling banyak menggunakan pupuk kimia atau toko, karena menurut masyarakat bahwa pupuk toko sangat baik dan proses tanam cepat dan hasilnya banyak. Jadi saya dengan bapak ikut saja. Ini saya gunakan semata-mata untuk saya jual demi memenuhi kebutuhan hidup. Kalau ditanya lebih suka pakai pupuk toko atau pupuk kandang, saya lebih suka pakai pupuk kandang karena hasilnya bagus dan lebih enak, selain itu juga kita terhindar dari berbagai macam penyakit yang aneh- aneh. Bapak (suami) biasa membeli obat tanaman karena mendengar cerita orang kalau obat yang digunakan tersebut bagus.

Mama Sarah Maniyeni ketika diwawancarai terkait revolusi hijau dan penggunaan pupuk kimia pada tanaman tomat yang ditanam Sumber: Doc. Pribadi

Selain itu, pemahaman lainnya yakni revolusi hijau sebagai bagian dari program pemerintah untuk membantu masyarakat dalam hal memproduksi jumlah pangan yang banyak. 26 Pemahaman ini diberikan oleh salah seorang tokoh masyarakat bapak

Paulus Rassi, beliau mengatakan bahwa: Kami yang tergabung dalam kelompok tani Oebitan, menyadari

bahwa revolusi hijau ini sebenarnya sudah ada sejak lama, namun bagi masyarakat desa Kotabes sendiri ini baru mulai terlihat lima

26 Wawancara Mama Agustina pada Jumat, 23 Juni 2017 Pkl. 16.00WITA 26 Wawancara Mama Agustina pada Jumat, 23 Juni 2017 Pkl. 16.00WITA

dalam hal penggunaan pupuk kami mencoba memadukan antara pupuk kimia dan pupuk kandang atau buatan, namun kendala yang sering kam temui adalah pupuk kandang harus dibeli dan biasanya 1 karung harganya Rp.50.000 bahkan bisa lebih.

Bpk. Paulus Rassi (Ketua Kelompok Tani Oebitan) ketika memberikan informasi tentang revolusi hijau dan pertanian yang ramah lingkungan.

Sumber: Doc. Pribadi Lain halnya bagi para kelompok tani, bagi kelompok tani revolusi hijau dipahami

sebagai bagian dari tanam paksa atau paksa tanam, jenis tanaman yang ditanam pun bervariasi dan disesuaikan dengan kondisi tanah. Berkaitan dengan agenda revolusi hijau yang dibawa, yakni penggunaan pupuk anorganik dan pestisida menjadi hal yang biasa dan dialami oleh masyarakat di desa Kotabes. Bagaimana tidak ketika pupuk kandang sulit didapatkan maka alternatif yang dilakukan adalah dengan

27 Wawancara Bpk. Paulus Rassi pada Kamis 22 Juni 2017 Pkl. 09.00WITA 27 Wawancara Bpk. Paulus Rassi pada Kamis 22 Juni 2017 Pkl. 09.00WITA

itu ada dan masyarakat menyadari akan hal itu. Hasil penelitian yang penulis dapatkan di lapangan yakni: pertama, hasil panen berlimpah atau banyak. Ini terlihat ketika masyarakat selesai panen akan terlihat ukuran buah tomat yang besar dan mulus. 29 Kedua, masa panen lebih cepat dibandingkan dengan tanaman dengan pupuk

buatan atau organik, sebab selain pupuk kimia ada obat-obat yang disuntikkan sepeerti untuk mempercepat pertumbuhan buah dan ketiga, hama pengganggu tidak

berani merusak tanaman. 30

Hal lainnya juga disampaikan oleh beberapa masyarakat bahwa penggunaan pupuk toko sangat membantu dan ikut menyuburkan tanah, sebab cacing pemakan tanaman mati dan tidak menganggu tanaman yang sedang ditanam. Selain itu, menurut mereka bahwa tanah sendiri kebal terhadap penyakit jadi tidak ada

permasalahan ketika penggunaan pupuk toko lebih dari takaran. 31 Bagi sebagian masyarakat, pupuk yang sering digunakan adalah jenis pupuk urea putih setelah masa tanam 2 minggu sedangkan ketika tanaman sudah berbunga diberikan jenis pupuk

urea merah dan jenis pupuk biosboost untuk kesuburan tanah. 32 Hal yang sudah lumrah bagi masyarakat bahwa penggunaan pupuk kandang atau kompos hanya

28 Wawancara Bpk. Paulus Rassi pada Kamis 22 Juni 2017 Pkl. 09.00WITA 29 Wawancara Bpk. Musa Tameon pada Kamis, 22 Juni 2017 Pkl. 10.00WITA 30 Wawancara Bpk. Musa Tameon pada Kamis, 22 Juni 2017 Pkl. 10.00WITA

31 Wawancara Bpk. Simon Nubatonis, Bpk. Anton Sole, Bpk. Esau Keo dan Sdr. Frengky Rassi, Sdr. Eklemina Mnao, Sdr. Wasti Nubatonis, Sdr. Yandres Nome pada Sabtu, 24 Juni 2017 Pkl.

14.00WITA 32 Wawancara Bpk Yanto Nubatonis, Bpk. Simon Nubatonis, Bpk. Lukas Saubele pada,

minggu 25 Juni 2017, Pkl. 10.00WITA minggu 25 Juni 2017, Pkl. 10.00WITA

masyarakat juga bahwa praktek revolusi hijau sendiri baru dipraktikkan kurang lebih lima tahun terakhir. 34

3.6.2 Masyarakat Kontra-Revolusi Hijau

Pada saat yang sama, penulis juga mendapatkan bahwa ada beberapa kelompok masyarakat yang masih tetap mempertahankan kegiatan bertani yang kontra-revolusi hijau artinya masih tetap percaya bahwa pupuk buatan masih tetap dapat diandalkan. Beberapa masyarakat yang ditemui mengaku bahwa mereka masih percaya bahwa pupuk kandang mampu memberikan kehidupan (makan dan minum) yang lebih baik. 35 Pengaruh positif dari penggunaan pupuk kandang bagi masyarakat yang

penulis wawancara, yakni: pertama, menambah humus tanah. Kedua, tanaman tetap sehat dan ketiga, ekosistem tanah tetap terjaga, kekurangan dari penggunaan pupuk kandang, resiko yang akan terjadi adalah pertama, hasil panen sedikit. Kedua, gagal panen sangat besar. Ketiga, tanaman hanya akan dapat bertahan ketika rajin memberikan pupuk kandang atau kompos. Keempat, keuntungannya sedikit ketika

hendak dijual di pasar Oesao 36 apalagi hasil panen tidak sebanyak dengan menggunakan pupuk toko atau kimia dan kelima, ketika pupuk kandang yang masih

33 Wawancara Sdr Yudi Koly; Sdr. Simon Karmoy; Sdri. Mada Koly pada Jumat 23 Juni 2017, Pkl. 13.00WITA

34 Wawancara Ketua Kelompok Tani Bpk. Paulus Rassi pada, Senin 26 Juni 2017, Pkl. 16.00WITA

35 Wawancara Mama Agustisna, Mama Genoveva Mutu, Mama Ester Itta, Mama Anika Nubatonis pada Senin, 26 Juni 2017, Pkl. 14.00WITA

36 Salah satu pasar yang ada d kabupaten Kupang, letaknya di tengah-tengah antara jalan menuju Kabupaten TTS dan Kupang. Selain dijual di pasar Oesao, biasanya ada yang langsung

membeli dan datang langsung kepada para petani.

basah atau mentah (hal ini biasanya terjadi ketika musim hujan kotoran ternak tidak kering), maka cenderung dimakan hama seperti semut dan rayap, yang membuat tanaman tidak tumbuh sebab kandungan gizi sudah tidak ada lagi. Pada zaman dulu proses pengendalian hama masih menggunakan obat kampung yang terbuat dari akar tumbuhan, akan tetapi ini menjadi rahasia dari masing-masing orang. 37 Ditambahkan oleh Bapak Simon Nubatonis juga bahwa 38 :

Dulu itu sebelum kami (termasuk saya) kenal pupuk toko atau kimia, kami masih pakai obat kampung, tetapi sekarang tidak lagi karena obat kampung sudah susah untuk dicari dan juga tanaman yang ditanam sangat banyak sehingga susah kalau masih mengharapkan obat kampung. Ada sebuah kerinduan buat saya untuk bisa kembali tanam tomat lokal yang buahnya kecil, karena kebal terhadap penyakit dan dapat hidup dibatu karang, tanpa membutuhkan banyak air seperti tanah merah. Namun demikian, harus ada kerja sama dalam hal pengadaan bibit lokal yang dimaksud.

Bpk Simon Nubatonis dan tanaman buncisnya (Sumber: Doc. Pribadi )

3.6.3 Perempuan dan Revolusi Hijau

Selain itu, hal yang menarik juga bahwa, petani perempuan di desa Kotabes adalah mereka yang masih peduli dengan kesehatan baik kesehatan lingkungan

37 Wawancara Ketua Kelompok Tani Bpk. Paulus Rassi pada, Senin 26 Juni 2017, Pkl. 16.00WITA

38 Wawancara Bpk. Simon Nubatonis pada, Minggu 25 Juni 2017, Pkl. 14.00WITA 38 Wawancara Bpk. Simon Nubatonis pada, Minggu 25 Juni 2017, Pkl. 14.00WITA

Saya lebih suka menanam tanaman dengan cara yang tradisional, sayur putih yang saya tanam hanya menggunakan pupuk kandang, karena saya takut terkena penyakit yang aneh- aneh. Sebab penggunaan pupuk toko yang berlebihan membuat sayur memiliki rasa yang tidak enak. Saya sekolah sehingga

saya tahu sebab akibat dari penggunaan pupuk kimia. 39

Gbr.1.Tanaman sayur tanpa pupuk toko dan pestisida; Sumber: Doc. Pribadi

Selain Mama Agustina yang masih tetap mempertahankan cara bertani tradisional yang bebas pupuk toko dan pestisida, ada Mama Ester yang juga menanam bawang merah dengan menggunakan pupuk kompos dan media tanam yang

39 Wawancara Mama Agustisna pada Senin, 26 Juni 2017, Pkl. 14.00WITA 39 Wawancara Mama Agustisna pada Senin, 26 Juni 2017, Pkl. 14.00WITA

Gbr. 2, 3,4 &5 tanaman bawang tanpa pestisida dan pupuk anorganik Sumber: Doc. Pribadi

40 Wawancara Mama Ester pada minggu 25 Juni 2017, Pkl. 15.00WITA

Dalam wawancara dengan Ketua Majelis Jemaat Imanuel Hausisi, Pdt. Jacoba St.M. Botha- Detaq mengenai pengaruh revolusi hijau dalam bertani yang ramah lingkungan, beliau mengungkapkan bahwa:

Sebenarnya ini menjadi masalah yang mesti ditangani secara bersama, ketika melihat banyaknya penggunaan pupuk toko pada tanaman saya sendiri takut untuk mengkonsumsinya. Biasanya saya akan konsumsi tomat ataupun sayur sisa panen karena menurut saya itu sudah sedikit bebas pupuk toko ataupun obat-obat hama. Selain itu juga berkaitan dengan masalah lingkungan, memang ini jelas merusak lingkungan dan juga GMIT sendiri dalam programnya sudah memasukan bulan lingkungan hidup, ada program pendeta suka tani sebagai upaya untuk sedikit mengurangi kerusakan lingkungan dalam hal ini tanah. Di jemaat sendiri program ini belum dapat dijalankan mengingat sedang pembangunan gereja yang baru dan kami tidak mau menambah beban jemaat. Namun demikian ada kerinduan dari kami untuk bergandengan tangan dengan pemerintah

desa untuk melihat akan hal ini. 41 Juga baru-baru ini ketika akan ke kupang, saya bersama suami melihat tanki yang mungkin berisi kotoran manusia yang disemprotkan ke tanaman yang ada di belakang kantor Gubernur. Mungkin ini alternatif atau penemuan terbaru dari upaya untuk menyuburkan tanaman dan juga tanah.

3.6.4 Pendidikan Mempengaruhi Pemahaman Masyarakat tentang Revolusi Hijau

Hasil temuan penulis di lapangan yang menarik bahwa tingkat pendidikan juga mempengaruhi pemahaman masyarakat tentang revolusi hijau dan bertani yang ramah lingkungan. Hal ini ditunjukkan oleh para narasumber yang penulis wawancara rata- rata terdiri dari masyarakat dengan tingkat pendidikan SR (sekolah rakyat), SD, SMP dan ada yang tidak sekolah ini jelas bahwa kalau saja semua masyarakat sekolah sampai jenjang yang lebih tinggi maka pengaruh revolusi hijau dapat sedikit dikendalikan dan pertanian ramah lingkungan yang mencintai alam akan tetap terpelihara sampai saat ini. Masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi lebih tinggi

41 Wawancara Ketua Majelis Jemaat Imanuel Hausisi Pdt. St. M. Botha-Detaq, Pada Minggu 25 Juni 2017, pkl. 11.00WITA 41 Wawancara Ketua Majelis Jemaat Imanuel Hausisi Pdt. St. M. Botha-Detaq, Pada Minggu 25 Juni 2017, pkl. 11.00WITA

Pemahaman yang tidak memadai ini mangakibatkan masyarakat hanya sekedar mencari tahu saja atau sekedar mendengar pengalaman dari petani yang lain saja. Padahal masyarakat sudah memiliki kearifan lokal tentang bagaimana menjaga tanaman agar tetap tumbuh subur dan terhindar dari hama atau penyakit tanaman yakni dengan menggunakan obat kampung. Namun demikian, hal itu mereka tinggalkan dengan alasan bahwa tanaman yang ditanam sudah banyak dan tumbuhan obat juga sudah tidak ada.

3.7 Praktek dan Cara Bertani yang Mulai Hilang

Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh C.M. Piggin dan S.P. Field tentang Agronomic Aspect For Agricultural Development in Semiarid Regions, menjelaskan bahwa:

Pada zaman dulu yang menjadi masalah bagi tanaman dan ditakuti oleh petani adalah burung, binatang liar, ternak, anjing dan babi. Salah satu cara yang digunakan oleh petani yakni cara tradisional, di mana para petani akan memagari atau menjaga tanamannya siang dan malam selama musim tanam. Pagar yang dibuat untuk menjaga tanaman adalah yang terbuat dari kayu-kayu hutan dan para petani akan menghabiskan waktu lebih banyak di kebun atau ladang. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri juga bahwa bukan berarti ketika, tanaman sudah dipagari hewan liar atau pengganggu tidak akan masuk, oleh karena itu petani akan terus berjaga untuk

melindungi tanamannya. 42

42 C.M. Piggin dan S.P. Field, tentang Agronomic Aspect For Agricultural Development in Semiarid Regions, dalam buku Pembangunan Pertanian di Wilayah Kering Indonesia, 229

Selain itu juga bahwa pada zaman dulu, penyakit yang paling ditakuti oleh para petani bukanlah seperti yang terjadi saat ini, menjadi ketakutan yang begitu mendalam bagi para petani seperti hama tanaman yang begitu banyak, tanaman- tanaman yang tidak tahan penyakit dan masih banyak lagi baru mulai ditakuti pada saat ini. Serangga dan penyakit bukanlah masalah utama dalam sistem pertanian, teknologi dan penggunaan pupuk kimia belum banyak digunakan karena mengingat daerah dengan iklim panas dan kering membuat wilayah kering di Indonesia Timur ini tidak terdapat banyak penyakit. 43 Hal ini membuat masyarakat tani masih tetap eksis dengan cara-cara yang tra disional dan agak “kampungan” tetapi kalau mau dibandingkan dengan saat ini, yang tradisional dan yang dianggap “kampungan” itu justru yang menyelamatkan alam khusunya lingkungan pertanian (tanah).

Kemudian dalam tulisan yang sama C.M. Piggin dan S.P. Field, menambahkan bahwa: Gulma yang merupakan hama utama, secara tradisional dikendalikan

dengan cara mencabut atau dengan membiarkan lahan itu kosong

sementara tanpa ditanam apa-apa. 44

Pernyataan C.M. Piggin dan dan S.P. Field, nampaknya sudah tidak berlaku bagi masyarakat tani di desa Kotabes. Beberapa orang masyarakat mengungkapkan bahwa, praktek bertani masyarakat mulai berubah seiring dengan semakin berkembangya kehidupan yang lebih modern dan kebutuhan hidup yang semakin banyak. Praktek bertani secara tradisional dengan mengandalkan alat sederhana dan manual dirasa tidak efisien dan membuang banyak sekali waktu dan tenaga. Misalnya hasil wawancara dengan Bapak Son Takene bahwa untuk membersihkan rumput atau

43 P.S Field, Mize Production in NTT. NTTADP Rep. Kupang, 1988 44 C. M. Piggin dan S.P. Field, tentang Agronomic Aspect For Agricultural Development in Semiarid Regions, . . . 234 43 P.S Field, Mize Production in NTT. NTTADP Rep. Kupang, 1988 44 C. M. Piggin dan S.P. Field, tentang Agronomic Aspect For Agricultural Development in Semiarid Regions, . . . 234

menggunakan traktor, agar lebih cepat. Di samping memudahkan masyarakat dalam bertani namun ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk membeli obat-obat yang ampuh membersihkan rumput atau gulma.

Proses dan cara bertani yang mulai hilang ini, juga berdampak pada pengetahuan lokal masyarakat. Pengetahuan lokal dianggap tidak eksis dan membantu lagi, penggunaan obat-obatan kampung maupaun alat-alat pertanian tradisional perlahan hilang. Bibit lokal yang dulunya tetap dibudidayakan, kini digantikan dengan bibit unggul yang tahan penyakit, dapat tumbuh dengan cepat dan hasil panen melimpah. Ketika dulu demi menjaga tanaman terhindar dari gangguan binatang dan manusia, masyarakat membuat pagar keliling tetapi sekarang yang dilakukan oleh masyarakat tani adalah mencampur air dengan obat-obatan kimia yang dapat membunuh binatang

maupun manusia. 46 Pada waktu dulu pola bertani adalah dengan menanam berbagai jenis tanaman dalam kebun, namun pada bulan-bulan tertentu kebun masyarakat

hanya akan ditanami dengan jenis tanaman tertentu seperti tomat, kacang-kacangan, sayur-sayuran (terong, sayur putih, sayur kangkung, buncis, papaya dll) yang dapat

45 Wawancara bpk. Son Takene pada minggu 25 Juni 2017, Pkl. 17.00WITA 46 Observasi penulis di lapangan dan wawancara dengan beberapa masyarakat di kebun pada tgl 23-30 Juni 2017 45 Wawancara bpk. Son Takene pada minggu 25 Juni 2017, Pkl. 17.00WITA 46 Observasi penulis di lapangan dan wawancara dengan beberapa masyarakat di kebun pada tgl 23-30 Juni 2017

oleh masyarakat dengan pola “salome” di mana satu lubang akan ditanami dengan banyak bibit seperti jagung dan kacang-kacangan sehingga dapat dipanen secara

bersamaan.

Praktik bertani yang dulunya sangat menggantungkan diri dengan memanfaatkan apa yang disediakan oleh alam seperti pupuk alami dari dedaunan kering dan kotoran hewan, tidak lagi dibutuhkan, pupuk kimia dan obat-obatan tanaman nampaknya telah menggeser posisi tersebut. Hal inilah yang tidak disadari oleh masyarakat tani, ada banyak perubahan terjadi tetapi hanya sebagian orang saja yang sadar dan peka. Kehidupan modern yang semakin maju, membuat masyarakat selalu mencari informasi baru yang dapat membantu mereka dalam pekerjaan (kegiatan bertani dan menanam). Berdasarkan hal ini dapat saya simpulkan bahwa, kaum perempuan masih mempertahankan kegiatan bertani dengan cara tradisional dan ramah lingkungan, di tengah-tengah penggunaan pupuk buatan dan pestisida yang marak dipraktikkan oleh sebagian masyarakat di desa Kotabes.

3.8 Pemahaman Masyarakat tentang Bertani yang Ramah Lingkungan

Bagi sebagian besar masyarakat tani desa Kotabes, bertani yang ramah lingkungan menimbulkan pro dan kontra, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Hal ini, karena masyarakat mempunyai pola pengetahuan yang berbeda, terhadap Bagi sebagian besar masyarakat tani desa Kotabes, bertani yang ramah lingkungan menimbulkan pro dan kontra, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Hal ini, karena masyarakat mempunyai pola pengetahuan yang berbeda, terhadap

tetapi beberapa mengungkapkan bahwa penggunaan pupuk toko yang berlebihan dapat mengakibatkan tanaman hanya dapat dipanen sekali dan tanaman akan kering dan mati dengan sendirinya. Berikut hasil observasi penulis di lapangan, yang memperlihatkan tanaman atau tumbuhan yang tumbuh subur dengan bantuan pupuk anorganik.

47 Hal ini terjadi, karena bagi sebagian besar masyarakat, bertani tanpa menggunakan bantuan pupuk toko atau pestisida, tanaman yang dibudidayakan tidak tahan penyakit dan hasil panen tidak

akan banyak mengingat masyarakat semakin berkembang dan banyak kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, selain itu pertumbuhan tanaman dengan pupuk anorganik sangat cepat dibandingkan tumbuhan yang hanya menggunakan pupuk kandang sehingga mau tidak mau penggunaan pupuk toko atau pupuk anorganik menjadi pilihan yang menguntungkan.

Gbr. 4&5 Tumbuhan tomat dengan pupuk anorganik, di kebun bapak Hanis Asbanu

Sumber: Doc. Pribadi

Gbr. 6,7&8 tanaman sayur putih dan buncis dengan perpaduan pupuk anorganik dan pupuk kandang Sumber: Doc. Pribadi

3.9 Pupuk Anorganik vs Ketahanan Pangan di Desa Kotabes Dusun A

Berbicara mengenai ketahanan pangan, di desa Kotabes dusun A, guna menjaga ketahanan pangan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani Oebitan 48 berupaya untuk tetap menjaga ketahanan

pangan dengan menanam berbagai jenis tanaman dan juga pemeliharaan sapi dan babi yang digemukkan. Berdasarkan hasil wawancara, bahwa hal ini dikarenakan kondisi tanah di desa Kotabes yang cenderung kering dengan curah hujan yang tidak menentu, mengakibatkan masyarakat mau tidak mau harus menanam berbagai jenis tanaman dengan memanfaatkan pupuk anorganik dan beberapa jenis pestisida. Jumlah pestisida yang masuk ke wilayah NTT atau yang terjual banyak di lingkungan masyarakat tani tidak diketahui dengan pasti. Dinas Pertanian yang memiliki

48 Kelompok Tani Oebitan adalah satu dari empat kelompok tani yang berada di desa Kotabes Dusun A (Hausisi) yang terdiri dari 28 anggota. Setiap anggota mendapatkan dana untuk

mengusahakan jenis usaha produktif seperti holtikultura dan penggemukan hewan (babi dan sapi) untuk kemudian dijual dan mendapatkan keuntungan.

kewenangan untuk mengontrol dan mangawasi peredaran pestisida tidak memiliki data yang pasti. 49

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua kelompok tani Bpk. Paulus Rassi, menurut beliau pupuk anorganik dan pestisida biasa didapatkan di toko-toko yang khusus menjual barang yang berkaitan dengan pertanian. Jenis pestisida yang beredar di kota Kupang dan sekitarnya yakni: jenis insektisida, herbisida, fungisida dan nematida. Secara umum pestisida yang beredar dikalangan masyarakat tani adalah yang berbentuk cairan dan bubuk. Volume kemasan biasanya bervariasi yakni 250 cc-

1 liter, dengan kemasan yang terbuat dari plastik dan alumunium dan pada umumnya cara penggunaan sudah tertera dengan jelas disetiap kemasan. Namun berdasarkan penuturan dari beberapa masyarakat bahwa sekalipun sudah ada aturan penggunaan, masyarakat tidak mematuhinya dengan alasan supaya tanaman segera tumbuh, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya tanaman menjadi rusak dan pada akhirnya mati dengan sendirinya. Berkaitan dengan sosialisasi yang diadakan oleh pemerintah desa setempat, Bapak Felipus Tuthaes selaku aparat desa mngungkapkan bahwa:

Biasanya yang memberikan sosialisasi itu mahasiswa KKN dari Undana, Ukaw, Unwira dan juga Politeknik, yang kebetulan dapat di desa Kotabes. Mahasiswa yang dasarnya kuliah ambil pertanian, tetapi masyarakat di sini istilahnya dengar telinga kiri dan keluar telinga kanan. Setelah orang lain memberikan sosialisasi mereka buat lain. kesadaran dari masyarakat sangat kurang.

49 PP No.7 tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida dan Kepmen Pertanian Nomor: 42/Permentan/SR.140/5/2007 tentang pengawas Pestisida,

mewajibkan daerah membentuk Komisi Pengawasan.

Pupuk anorganik dan pestisida memang turut membantu petani, tetapi sebagus- bagusnya pupuk anorganik akan berdampak buruk, terhadap manusia dan makhluk hidup lain serta kehidupan ekosistem. 50

Dalam wawancara, beberapa masyarakat mengungkapkan bahwa pupuk kandang sekarang sangat sulit didapatkan dan masyarakat harus membelinya di toko ataupun membayar para peternak untuk mendapatkan pupuk. Pada waktu dulu biasanya pupuk kandang sering dijumpai, tetapi sekarang gaya beternak sudah mengalami perubahan. Dulunya hewan-hewan sering diikat disatu tempat saja tetapi sekarang sering dipindahkan dan juga hewan yang dipelihara adalah semata-mata hewan titipan yang nantinya akan dijual dengan teknik penggemukan ternak. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk menemukan tanaman yang bebas pupuk toko adalah hal yang mustahil, kecuali masyarakat tersebut sadar akan bahaya yang ditimbulkan akibat terlalu

banyak menggunakan pupuk toko atau pupuk anorganik. 51

Jadi, dari hasil penelitian (wawancara dan observasi) di lapangan tentang pandangan masyarakat desa Kotabes tentang pengaruh revolusi hijau dalam bertani, penulis menemukan beberapa fakta:

1. Ada beberapa praktek bertani yang mulai hilang akibat masuknya revolusi hijau, sesuai dengan hasil temuan di lapangan, yakni pertama, penggunaan

50 masyarakat harus mengakui bahwa pupuk kandang atau kompos adalah yang lebih baik, selain alami pupuk kandang atau kompos membuat tanaman lebih sehat dan rasanya lebih enak,

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Pengaruh antara Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Model Think Pair and Share terhadap Hasil Belajar Muatan IPA pada Siswa Kelas 4 Se

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Pengaruh antara Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Model Think Pair and Share terhadap Hasil Belajar Muatan IPA pada Siswa Kelas 4 Se

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Pengaruh antara Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Model Think Pair and Share terhadap Hasil Belajar Muatan IPA pada Siswa Kelas 4 Se

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Pengaruh antara Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Model Think Pair and Share terhadap Hasil Belajar Muatan IPA pada Siswa Kelas 4 Se

0 0 95

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Terapi Antiretroviral (ARV) pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

0 0 18

31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Terapi Antiretroviral (ARV) pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

0 1 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Terapi Antiretroviral (ARV) pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

0 0 72

Dukungan Keluarga Terhadap Pengobatan TB Paru pada Anak di Balai Kesehatan Masyarakat Ambarawa Tugas Akhir - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Keluarga terhadap Pengobatan TB Paru pada Anak di Balai Kesehatan Masyaraka

0 0 37

BAB I Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan (Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani) 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian Uni

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan: Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani

0 2 45