Puskesmas blok 26 pemberlakuan mta

Peranan Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam
Berdarah di Masyarakat
Joni Indah Sari (102012127)
FK UKRIDA
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat,11510
Abstrak
Puskesmas merupakan pusat pelayanan kesehatan primer
yang paling dekat dengan masyarakat. Dalam menjalankan tugas
dan fungsinya, puskesmas memiliki program wajib dan program
penunjang. Salah satu program wajibnya adalah pemberantasan
penyakit menular (P2M). Salah satu penyakit menular yang
dimaksud adalah demam berdarah dengue yang masih endemis di
berbagai daerah Indonesia. Program puskesmas dalam rangka
memberantas demam berdarah dengue adalah pemantauan jentik
berkala (PJB). Program lain yang dicanangkan pemerintah adalah
jumantik. Angka kematian DBD atau case fatality rate DBD masih
belum mendekati 0 dan angka bebas jentik masih belum mendekati
target yaitu 95%. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi lanjut
terhadap program pemberantasan DBD oleh puskesmas ini.
Kata kunci : puskesmas, pusat kesehatan primer, masyarakat,
pemberantasan penyakit menular, jumantik

Abstract
Puskesmas is a primary public health system that very close
to people. Puskesmas has primary program and complementary
program. One of its primary program is eradicating infectious
diseases. One of the infectious diseases that included in its
program is dengue hemmorhagic fever that still endemic in certain
place in Indonesia. Puskesmas program to eradicating dengue
hemmorhagic fever is pemantauan jentik berkala (PJB). The other
program is jumantik. The case fatality rate for dengue
hemmorhagic fever still is not nearing zero and angka bebas jentik
(ABJ) still not nearing the target which is 95%. For that, further
evaluation for this program is needed.
Keywords : puskesmas, primary public health, people, eradication
of infectious disease, jumantik

Pendahuluan
Puskemas merupakan salah satu program kemasyarakatan
yang berfungsi menyehatkan masyarakat. Menurut peraturan
menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 75 tahun 2014,
puskemas

adalah
fasilitas
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan
perseorangan
tingkat
pertama,
dengan
lebih
mengutamakan pada upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. 1
Pelayanan kesehatan oleh puskesmas ada 2 yaitu pelayanan profesi
dan pelayanan manajemen. Salah satu cakupan puskesmas adalah
penyakit demam berdarah yang prevalensinya masih cukup tinggi
di Indonesia terutama pada musim-musim tertentu. Tujuan
pengendalian demam berdarah adalah penurunan angka kematian
(Case fatality rate) dan insiden demam berdarah dengue serendah

mungkin serta membatasi penyebar-luasan penyakit.
Sekilas Mengenai Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue tersebar di wiliayah Asia Tenggara,
Pasifk barat, dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis
dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di
Indonesia antara 6-15/100.000 penduduk (1989-1995) dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35/100.000 pada
tahun 1998, sedangkan mortalitasnya cenderung menurun hingga
mencapai 2% pada tahun 1999. 3 Serangan selama epidemic
memiliki rentang antara 1-10/1000 per tahun dan bisa sampai
setinggi 292/1000 anak di negara hiperendemik. Dalam 30 tahun
ini terjadi peningkatan insiden demam berdarah sebanyak 30 kali.
Di dunia lebih dari 50 juta kasus infeksi dengue terdiagnosa setiap
tahun. Dengue menunjukkan variasi siklik dengan outbreak besar
tiap 3-5 tahun.4
Virus Dengue merupakan virus RNA yang ditularkan melalui
vector nyamuk. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui
nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan A.albopictus).
Peningkatan kasus tiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk

betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas,
dan tempat penampungan lainnya).3 Beberapa faktor dikaitkan
dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu dengan
dari faktor vector sendiri (perkembangbiakan vector, kebiasaan
menggigit, kepadatan vector di lingkungan, trnasportasi vector dari
satu tempat ke tempat lain), faktor pejamu (terdapatnya penderita
di lingkungan/keluarga, mobilisasi, dan paparan terhadap nyamuk,

usia, serta jenis kelamin, dan faktor lingkungan (curah hujan, suhu,
sanitasi, kepadatan penduduk).3
Ada 4 serotype virus dengue, dan jika seseorang terinfeksi
oleh suatu tipe virus dengue, maka tidak menutup kemungkinan di
kemudian hari akan terinfeksi dengue lagi karena tidak ada
imunisasi silang disini dan semakin sering terinfeksi virus dengue,
semakin tinggi pula kemungkinan terjadi DHF atau DSS. Gejala
klasik dengue adalah sakit kepala, nyeri retroorbital, lelah, gejala
gastrointestinal dan resipiratori ringan, dan myalgia/arthralgia
(break bone fever). Masa inkubasinya biasa 3-14 hari dan demam
biasanya berlangsung selama 5-7 hari. Pemeriksaan fsik meliputi
adanya rash makulopapular, limfadenopati, eritema faring, injeksi

konjungtiva, dan kadang beberapa pasien bisa mengalami
manifestasi hemoragik seperti ptekiae, purpura, dan jarang terjadi
gusi yang berdarah.4 DSS/DHF terjadi pada hari 4-7 setelah onset
demam, sehingga masa-masa ini perlu diwaspadai.
Yang
membedakan antara demam dengue dan demam dengue berdarah
(DHF) adalah adanya kebocoran plasma pada DHF.
Pemeriksaan lab yang rutin dilakukan adalah pemeriksaan
darah rutin (kadar Hb, Ht, jumlah trombosit, dan hapusan darah
tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai dengan
gambaran limfosit plasma biru). Parameter laboratoris yang dapat
diperiksa antara lain adalah leukositosis ( dapat normal/turun dan
biasanya mulai hari ke 3 dapat ditemui limfositosis relative)
disertai adanya limfosit plasma biru, trombosit (dapat timbul
trombositopenia pada hari ke 3-8) dan hematocrit (kebocoran
plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit
lebih atau sama dengan 20% dari hematocrit awal, umumnya
dimulai pada hari ke-3 demam). Diagnosis pasti didapatkan dari
hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun dari deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR, namun karena

teknik ini lebih rumit, sekarang pemeriksaan yang rutin dilakukan
adalah dengan pemeriksaan serologi (antibody total, IgG dan IgM).
IgM terdeteksi mulai pada hari ke 3-5 meningkat sampai minggu ke
3 dan menghilang setelah 60-90 hari, sedangkan IgG pada infeksi
primer IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder
IgG mulai terdeteksi hari ke 2. Parameter lab lain yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan NS1, sebuah protein spesifk pada
virus dengue. Antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam, hari
pertama sampai hari ke delapan.3
Peran dan Fungsi Puskesmas
Dokter umum adalah garda terdepan kesehatan masyarakat
Indonesia. Tentu diperlukan kualitas dokter umum yang baik. WHO
menetapkan 5 kriteria dokter umum yang berkualitas yang disebut
sebagai “Five Star Doctor”. Kriteria tersebut diantaranya adalah
sebagai care provider, decision maker, communicator, community
leader, dan manager. Peran dokter sebagai care provider (penyedia

tenaga kesehatan) adalah untuk melayani pasien tidak hanya dari
aspek fsik, tapi juga dari aspek mental dan sosial. Mereka harus
memastikan bahwa pelayanan kesehatan yang mereka berikan

secara komprehensif (kuratif, preventif, dan rehabilitative)
disalurkan secara komplementari (saling melengkapi), terintegrasi,
dan berkesinambungan.5
Peran dokter disini sebagai community leader (pemimpin
komunitas) adalah untuk memimpin dan bertanggungjawab
terhadap suatu komunitas agar mencapai tingkat kesehatan yang
baik. Dengan mengerti faktor yang mempengaruhi kesehatan fsik
dan sosial serta dengan mengapresiasi luasnya tiap masalah atau
resiko kesehatan, fve star doctor tidak akan cuma menangangi
individu yang mencari pertolongan, tapi juga akan mengambil
bagian dalam kegiatan positif di aktivitas kesehatan komunitas
untuk kesehatan banyak orang.5 Dokter juga berperan sebagai
manager. Untuk mengemban tugas sebagai fve star doctor ini,
seorang dokter harus tahu dan menguasasi ilmu management.
Kemampuan ini akan membuat para dokter muda dapat
menginisiasi pertukaran informasi agar mampu membuat
keputusan yang tepat dan untuk bekerja pada team multidisiplin. 5
Puskesmas merupakan sarana kesehatan primer yang paling
dekat dengan masyarakat. Pembangunan puskesmas di Indonesia
mulai dirintis dengan berbagai pertimbangan yang bersifat

strategis. Pertama, untuk mencegah kecenderungan dokter-dokter
yang lebih senang bekerja di daerah perkotaan sedangkan
masyarakat Indonesia sebagian besar tinggal di wilayah
pendesaan. Kedua untuk lebih memeratakan pelayanan kesehatan
dengan mendekatkan sarana pelayanan kesehatan kepada
kelompok-kelompok penduduk yang membutuhkan. Ketiga adalah
untuk lebih menekan biaya pelayanan kesehatan.2
Puskesmas memiliki fungsi yaitu sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama, pelayanan
kesehatan perorangan, dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Upaya kesehatan puskesmas terdiri dari upaya kesehatan wajib
dan upaya kesehatan pengembangan puskesmas. Upaya kesehatan
wajib puskesmas terdiri dari upaya kesehtan ibu dan anak serta
KB, upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya
perbaikan gizi, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular, serta upaya pengobatan dasar. Upaya kesehatan
pengembangan puskesmas dilaksanakan sesuai dengan masalah
kesehatan masyarakat yang ada dan sesuai kemampuan
puskesmas.

Fungsi dokter di puskesmas yang akan menempati posisi
sebagai pimpinan organisasi adalah sebagai manager. Sebagai
manager organisasi kesehatan, ia akan dihadapkan pada tugastugas merencanakan pekerjaan bagi staf yang dipimpinnya,
mengarahkan dan menyediakan sarana penunjang agar pekerjaan
tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif dan efsien serta

memantau kembali sejauh mana tugas-tugas tersebut telah
dilaksanakan. Selain berperan sebagai manager dan medicus
practicus, seorang dokter juga akan berperan sebagai seorang
petugas kesehatan masyarakat (public health worker). Maka selain
dituntut untuk menguasai ilmu kedokteran, seorang dokter juga
perlu mengetahui dan terampil dalam ilmu kesehatan masyarakat
dan ilmu manajemen. Penerapan manajemen dalam program
kesehatan puskesmas akan lebih menjamin pelaksanaan kegiatan
pelayanan kesehatan yang lebih produktif, efsien, efektif, dan
rasional.2
Berhasil atau tidaknya suatu program puskesmas dinilai oleh
evaluasi program. Menurut American Public Health Association,
evaluasi adalah proses menentukan nilai atau besarnya sukses
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi

program terdiri dari masukan (input), proses, dan keluaran
(output). Yang termasuk dalam input adalah man, material,
method, dan money. Yang termasuk dalam proses (fungsi
management) adalah planning, organizing, actuating, dan
controlling. Perencanaan merupakan fungsi terpenting dalam
management. Perencanaan dimulai sebagai suatu ide atau cita-cita
yang muncul karena perhatian khusus pada situasi tertentu.
Sebagai suatu proses, perencanaan memiliki 5 langkah penting
yaitu analisis situasi, mengidentifkasikan masalah dan menetapkan
prioritas masalah, merumuskan tujuan program dan besarnya
target yang ingin dicapai, mengkaji kemungkinan adanya hambatan
dan kendala dalam pelaksanaan program, serta menyusun rencana
kerja operasional (RKO). Analisis situasi bertujuan untuk
mengumpulkan data dan fakta. Pada langkah ini para anggota
kelompok perencana perlu memanfaatkan seefektif mungkin ilmu
epidemiologi, antropologi, demograf, ilmu ekonomi, dan statistic
sederhana. Ilmu epidemiologi akan bermanfaat untuk menjelaskan
distribusi penyakit dan faktor determinannya. Ilmu antropologi
akan berperan membantu tim perencana mengetahui berbagai
aspek budaya yang mungkin berpengaruh pada perilaku sehat-sakit

masyarakat. Ilmu demograf akan membantu tim perencana
mengkaji angka-angka vital statistic. Ilmu statistic juga bermanfaat
untuk membantu tim perencana mengolah dan mempresentasikan
data untuk menjadi informasi dalam bentuk tabel dan grafk. Untuk
menetapkan prioritas masalah ada beberapa pertanyaan yang
harus diajukan antara lain apakah masalah itu menimpa sebagian
besar jumlah penduduk, apakah masalah itu potensia sebagai
penyebab tingginya angka kematian bayi, apakah masalah tersebut
mempengaruhi kesehatan dan kematian anak balita, apakah
masalah itu mengganggu kondisi kesehatan dan mengakibatkan
kematian bagi ibu hamil, apakah masalah kesehatan tersebut
bersifat kronis, menimbulkan kecacatan, dan mengganggu
produktiftas kerja masyarakat di suatu wilayah, dan apakah
masalah tersebut menyebabkan kepanikan dalam masyarakat luas. 2

Pengorganisasian adalah suatu langkah untuk menetapkan,
menggolong-golongkan, dan mengatur berbagai macam kegiatan,
penetapan
tugas-tugas
dan
wewenang
seseorang,
dan
pendelegasian wewenang dalam mencapai tujuan. Berdasarkan
defnisi di atas, fungsi pengorganisasian merupakaj alat untuk
memadukan semua kegiatan yang beraspek personil, fnansial,
material, dan tatacara dalam rangka mencapai tujuan yang terlah
ditetapkan. Organisasi memiliki 2 sifat yaitu statis dan dinamis.
Tugas-tugas staf dan mekanisme perlimpahan wewenang dapat
diketahui menurut struktur organisasi yang dianut. Untuk
puskesmas yang mempunyai jumlah tenaga kerja yang terbatas,
namun ruang lingkup kerja dan kegiatannya cukup luas, prinsip
kerjasama
yang
bersifat
integrative
perlu
diterapkan.
Pengembangan
organisasi
adalah
upaya
pihak
manager
mengembangkan
stafnya
dengan
harapan
untuk
lebih
meningkatkan kapasitas organisasi yang dipimpinnya untuk
memecahkan masalah. Pengembangan organisasi dapat dilakukan
melalui pengefektifan gaya kepemimpinan manager, hubungan
yang harmonis antara pimpinan dan stafnya, meningkatkan
kepuasan kerja staf dan kerjasama kelompok, kejelasan
penyusunan tujuan, dan perbaikan sistem pencatatan dan
pelaporan. Hal yang paling pokok dalam fungsi pengorganisasian
adalah pembagian tugas.2
Aktuasi (penggerak dan pelaksana) merupakan fungsi
management yang menggerakkan semua kegiatan yang telah
dituangkan dalam fungsi pengorganisasian untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah dirumuskan dalam fungsi perencanaan.
Aktuasi lebih memusatkan perhatian pada pengelolaan sumber
daya manusia. Atas dasar itu, fungsi actuating sangat erat
hubungannya dengan ilmu-ilmu tentang perilaku manusia. Seorang
manager yang ingin lebih berhasi menggerakkan karyawannya
perlu memahami ilmu psikologi, komunikasi, kepemimpinan, dan
sosiologi. Fungsi aktuasi harus dimulai dari diri manager. Manager
harus menunjukkan pada stafnya bahwa ia memiliki tekad untuk
mencapai kemajuan dan peka terhadap lingkungannya.
Bagian proses yang terakhir adalah controlling (pengawasan
dan pengendalian). Melalui fungsi pengawasan dan pengendalian ,
standar keberhasilan (target, prosedur kerja, dll) selalu harus
dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang belum
dikerjakan. Pengawasan terdiri dari 3 langkah penting yaitu
mengukur hasil/prestasi yang telah dicapai, membandingkan hasil
yang dicapai dengan tolak ukur atau standar yang telah ditetapkan
sebelumnya, serta memperbaiki penyimpangan yang dijumpai
berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan.
Pelaksanaan pengawasan dapat dilakukan sebelum kegiatan
program dilaksanakan, saat kegiatan sedang berlangsung, atau
segera setelah kegiatan dilakukan untuk mengetahui produktiftas
kerja staf dan kualitas pekerjaannya.

Data untuk fungsi pengawasan selalu bersumber dari data
primer dan dilakukan oleh unsur pimpinan berbeda dengan
evaluasi, data yang digunakan dapat bersumber dari data primer
dan sekunder, dilakukan oleh pihak luar bekerja sama dengan
pihak management. Baik pengawasan dan evaluasi selalu
mengumpulkan data untuk memperbaiki perencanaan yang akan
datang dan keduanya memiliki orientasi ke masa depan.
Program Pemberantasan DHF oleh Puskesmas
Pemberantasan DHF termasuk dalam salah satu program
pokok puskesmas yaitu pemberantasan penyakit menular. Setelah
terjadinya kejadian luar biasa demam berdarah dengue nasional
pada tahun 1988, kasus demam berdarah di Indonesia menurun
tajam. Hal ini mungkin berkaitan dengan kebijaksanaan program
demam berdarah dengue yang dikembangkan selama satu
dasawarsa terakhir. Angka kematian demam berdarah dengue dari
tahun ke tahun tampak menurun secara konsisten. Pada tahun
1968, angka kematian demam berdarah dengue sebesar 41,3%
menurun menjadi 2,7% pada tahun 1996, 6 dan telah turun menjadi
0,87% pada tahun 2010 tapi belum berhasil menurunkan angka
kesakitan.7 Di Indonesia sampai bulan Agustus tahun 2011 tercatat
24,362 kasus dengan 196 kematian (CFR 0,80%). 7 Secara
keseluruhan angka kematian (CFR) cenderung menurun dengan
rata-rata 2,5% per tahun.6 Tapi Indonesia masih menduduki
peringkat tertinggi kasus DBD di ASEAN dengan jumlah kematian
sekitar 1.317 orang pada tahun 2010. Salah satu faktor belum
efektifnya pencegahan DBD di Indonesia adalah masih lemahnya
sistem kewaspadaan dini. Disinilah peran Jumantik dalam sistem
kewaspadaan dini DBD selama ini di Indonesia.
Sebagai langkah operasional, kementerian kesehatan telah
menetapkan beberapa kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam
pengendalian penyakit DBD antara lain setiap terjadi kasus DBD
dilakukan penyelidikan epidemiologi meliputi radius 100 meter dari
rumah penderita. Apabila ditemukan bukti-bukti penularan yaitu
adanya penderita DBD lain, ada 3 penderita demam atau ada faktor
resiko yaitu ditemukan jentik maka dilakukan penyemprotan
(fogging focus) dengan siklus 2 kali disertai larvasidasi dan
gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Puskesmas
melaksanakan kegiatan pemeriksaan jentik berkala (PJB) 4 kali
setahun untuk memonitor kepadatan jentik di wilayah tersebut.
Penanggulangan DBD lebih mengutamakan pencegahan yaitu
dengan melaksanakan PSN melalui 3M plus dengan melibatkan
masyarakat dan memfasilitasi terbentuknya jumantik. Peran
Jumantik sangat penting dalam sistem kewaspadaan dini
mewabahnya DBD karena berfungsi untuk memantau keberadaan
dan menghambat perkembangan awal vector penularan DBD.
Kader
jumantik
merupakan
kelompok
kerja
kegiatan
pemberantasan penyakit DBD di tingkat desa dalam wadah

lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Tujuan dibentuknya
kader jumantik adalah untuk menggerakkan peran serta
masyarakat dalam usaha pemberantasan penyakit DBD terutama
dalam pemberantasan jentik nyamuk penular sehingga penularan
penyakit DBD di tingkat desa dapat dicegah atau dibatasi. Peran
anggota kader kesehatan dalam menanggulangi DBD antara lain :
sebagai anggota PJB di rumah-rumah dan tempat umum;
memberikan penyuluhan kepada keluarga dan masyarakat;
mencatat dan melaporkan hasil PJB kepada kepala dusun atau
puskesmas secara rutin minimal mingguan dan bulanan, mencatat
dan melaporkan kasus DBD kepada rukun warga (RW), kepala
dusun atau puskesmas; melakukan PSN dan pemberantasan DBD
secara sederhana seperti pemberian bubuk abate dan ikan
pemakan jentik.7
Pemantauan jentik dilakukan seminggu sekali. Jika
ditemukan jentik nyamuk maka petugas berhak memberi
peringatan kepada penghuni/pemilik rumah untuk membersihkan
atau menguras tempat penampungan air agar bersih dari jentik.
Selain petugas jumantik, masyarakat umum juga diajak untuk turut
aktif ambil bagian dalam pencegahan DBD ini yaitu melalui
kegiatan 3M yang pada tahun 2002 menjadi 3M plus. Teknik dasar
3M plus yang telah disosialisasikan antara lain menutup,
menguras, dan mengubur. Menutup adalah memberi tutup yang
rapat pada tempat air ditampung seperti bak mandi, kendi,
gentong air, botol air minum, dan tempat penampungan air
lainnya. Menguras adalah membersihkan tempat yang sering
dijadikan tempat penampungan air seperti kolam renang, bak
mandi, ember air, tempat air minum, penampung air di belakang
kulkas, penampungan ari tetesan dispenser, dan tempat
penampungan air lainnya. Mengubur adalah memendam di dalam
tanah sampah plastic atau barang bekas yang memiliki potensi
menampung air hujan sehingga dapat menjadi tempat nyamuk
vector DBD bertelur. Selain itu ditambahkan kegiatan pencegahan
seperti menggunakan obat antinyamuk sesuai dosis dan petunjuk
pemakaian kemasan, menggunakan kelambu saat tidur siang dan
malam hari, menanam tanaman pengusir nyamuk seperti bunga
lavender, zodia, memelihara ikan yang dapat memakan jentik
nyamuk pada kolam atau bak mandi, menghindari daerah gelap di
dalam rumah agar tidak ditempati nyamuk dengan mengatur
ventilasi dan pencahayaan, serta memberi bubuk larvasida pada
tempat penampungan air yang sulit dibersihkan.
Keberadaan
jumantik
memiliki
peran
vital
dalam
pemberantasan DBD karena bertugas memantau populasi nyamuk
penular DBD dan jentiknya. Pemeriksaan jentik berkala dilakukan
oleh jumantik yang bertugas melakukan kunjungan rumah setiap 3
bulan. Hasil yang didapatkan jumantik dilaporkan dalam bentuk
Angka
Bebas
Jentik
(ABJ)
yaitu
rasio
antara
jumlah
rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik dengan jumlah
rumah/bangungan dikali 100%. ABJ merupakan indikator

penyebaran Aedes aegypti. ABJ yang ditargetkan secara nasional
mencapai lebih dari 95%. Secara umum peran jumantik dinilai
cukup berhasil dalam pencegahan DBD, namun ada beberapa hal
yang menjadi bahan evaluasi. Pengalaman di lapangan adalah
jumantik biasanya tidak memberi informasi yang cukup kepada
masyarakat mengenai DBD dan pencegahannya, juga jarang
memberi motivasi kepada masyarakat untuk melaksanakan
kegiatan 3M.7
Usaha pencegahan dan pemberantasan DBD lainnya adalah
dengan metode pengasapan (fogging) dan abatisasi. Pelaksanaan
pengabutan dengan aplikasi ultra low volume (ULV) masih
merupakan metode yang paling diandalkan dalam pengendalian
vector. Metode pengasapan menurut WHO (2002) merupakan
metode utama pemberantasan DBD yang telah dilakukan hampir 25
tahun di banyak negara.
Khusus untuk fogging, dilakukan dua kali atau dua siklus
dengan jarak antara 10 hari pada rumah penderita dan rumah
sekelilingnya dengan radius 100 meter. Fogging hanya membunuh
nyamuk dewasa sedangkan abatisasi bisa membunuh jentik
nyamuk. Racun serangga yang digunakan untuk fogging adalah
golongan organophosporester insectisida seperti malathion,
sumithion, fenithrothion, perslin, dll. Paling banyak dan sering
digunakan adalah malathion. Fogging bukan merupakan cara
paling tepat untuk mencegah penyebaran penyakit demam
berdarah karena cara ini sebenarnya hanya untuk memberantas
nyamuk Aedes aegypti dewasa. Fogging sangat mencemari
lingkungan dan akhirnya mencemari manusia, disamping itu
tindakan fogging juga harganya mahal dan tidak begitu signifkan
hasilnya karena setiap fogging hanya fokus dengan radius 100
meter dan membutuhkan 3 L pestisida dan 60 L solar dan akhrinya
dengan fogging masyarakat terlena dan nyamuknya menjadi
resisten.
Abatisasi dapat dilakukan
penaburan abate dengan dosis 10 gr untuk 100 liter air pada
tampungan air yang ditemukan jentik nyamuk.
Sesuai rekomendasi Depkes RI tiap kasus DBD harus segera
ditindaklanjuti
dengan
penyelidikan
epidemiologi
dan
penanggulangan lainnya unuk mencegah penyebarluasan atau
mencegah terjadinya KLB. Penyelidikan epidemiologi DBD
merupakan kegiatan pencarian penderita atau tersangka lainnya
serta pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di rumah penderita
atau tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius
sekurang-kurangnya 100 meter. Langkah-langkah pelaksanaan
kegiatan penyelidikan epidemiologi adalah sebagai berikut :
setelah menemukan/menerima adanya laporan adanya penderita
DBD, petugas puskesmas/coordinator DBD segera mencatat dalam
buku catatan harian penderita DBD, kemudian petugas meyiapkan
peralatan survey seperti tensimeter, termometer, senter, formulir
penyelidikan epidemiologi dan surat tugas. Kemudian juga perlu
diberitahukan pada kades/lurah dan ketua RW/RT setempat bahwa

di wilayahnya ada penderita DBD dan akan dilaksanakan
penyelidikan epidemiologi. Bila ditemukan penderita demam tanpa
sebab yang jelas, maka dilakukan pemeriksaan kulit (ptekiae) dan
uji tourniquet. Juga perlu dilakukan pemeriksaan jentik nyamuk.
Hasil pemeriksaan penyelidikan epidemiologi dilaporkan kepada
kepala Dinas kesehatan kabupaten/kota untuk tindak lanjut
lapangan dikoordinasikan dengan kades/lurah. Bila hasil
penyelidikan epidemiologi positif yaitu ditemukan 1 atau lebih
penderita DBD lainnya dan atau 3 atau lebih orang tersangka DBD
dan ditemukan jentik 5% atau lebih, harus dilakukan
penanggulangan fokus (fogging, penyuluhan, PSN, dan Larvasidasi
selektif) sedangkan bila negatif dilakukan penyuluhan, PSN, dan
larvasidasi selektif. Tujuan penanggulangan fokus adalah untuk
membatasi penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB di lokasi
tempat tinggal penderita DBD dan rumah/bangunan sekitar serta
tempat-tempat umum berpotensi menjadi sumber penularan DBD
lebih lanjut.
Demam berdarah adalah penyakit yang endemik. Kriteria
endemik adalah jika selama 3 tahun terdapat penderita DBD di
suatu tempat tertentu. Seperti dijelaskan sebelumnya, Indonesia
pernah mengalami kejadian luar biasa demam berdarah dengue.
Kriteria kejadian luar biasa mengacu pada keputusan Dirjen
No.451/91 tentang pedoman penyelidikan dan penanggulangan
Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan itu, suatu kejadian
dinyatakan luar biasa jika ada unsur timbulnya suatu penyakit
menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal,
peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3
kurun
waktu
berturut-turut
menurut
jenis
penyakitnya,
peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya dan jumlah penderita
baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau
lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam
tahun sebelumnya. Baru-baru ini yaitu tepatnya bukan Januari
2015, terjadi KLB demam berdarah di Jawa Timur. Hingga tanggal
27 Januari 2015 tercatat ada 1.817 kasus demam berdarah yang
dilaporkan oleh Dinas kesehatan provinsi Jawa Timur kepada
kementerian kesehatan RI. Seluruhnya terdapat 15 kabupaten/kota
yang menyandang status kejadian luar biasa dikarenakan jumlah
kasus DBD di wilayah tersebut meningkat 2 kali lipat dibandingkan
dengan bulan yang sama di tahun 2014. Terdapat 5 kegiatan utama
penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah
dengue (DBD) antara lain : promotif (dalam bentuk penyuluhan
luas ke masyarakat), preventif dalam bentuk melakukan 3M plus
khususnya untuk jentik, fogging utamanya untuk nyamuk dewasa
dan fogging utamanya untuk nyamuk dewas. Langkah ketiga
adalah dengan surveilans epidemiologi yakitu memantau keadaan
secara berkala dan tindakan yang dilakukan serta melihat kurva
epidemiologi suatu KLB. Tindakan selanjutnya adalah tindakan
kuratif yaitu penangangan di fasilitas pelayanan kesehatan, baik

klinik, Puskesmas, maupun Rumah Sakit. Untuk ini ada 3 hal
penting yaitu diagnosis dengan kriteria klinis dan laboratoris dapat
sampai IgM dan IgG anti dengue, identifkasi tanda kegawatan/fase
kritis, penanganan DD dan DBD secara umum, penanganan intensif
pada DBD dengan tanda kegawatan (pada DBD derajat III dan IV).
Tindakan kelima adalah penggerakan 3 komponen utama
masyarakat yaitu dengan komitmen politik pimpinan daerah, peran
tokoh local masyarakat, dan partisipasi aktif masyarakat luas.
Penutup
Puskesmas merupakan pusat pelayanan primer kesehatan
masyarakat.
Puskesmas
berfungsi
dan
berperan
untuk
kesejahteraan masyarakat. Pelayanan yang diberikan oleh
puskesmas bersifat komprehensif terutama dalam usaha promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit. Dokter yang melayani di
Puskesmas diharapkan memiliki kualitas fve star doctor yaitu
sebagai care provider, community leader, communicator, decision
maker, dan manager. Untuk mengemban tugas sebagai fve star
doctor ini, seorang dokter harus tahu dan menguasasi ilmu
management. Kemampuan ini akan membuat para dokter muda
dapat menginisiasi pertukaran informasi agar mampu membuat
keputusan yang tepat dan untuk bekerja pada team multidisiplin.
Tugas dokter sebagai seorang manager adalah mengatur,
mengarahkan dan memimpin kegiatan dan program apa saja yang
dilakukan oleh Puskesmas. Program puskesmas ada 2 yaitu
program wajib dan program penunjang. Salah satu program wajib
puskesmas adalah pemberantasan penyakit menular (P2M) salah
satu diantaranya adalah pemberantasan demam berdarah.
Berhasil atau tidaknya suatu program puskesmas dinilai oleh
evaluasi program. Evaluasi program terdiri dari evaluasi masukan
(input), proses, dan keluaran (output). Yang termasuk dalam input
adalah man, method, money, dan material, sedangkan yang
termasuk proses diantaranya adalah fungsi perencenaan,
penggorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Evaluasi
program yang terakhir adalah menilai keluaran atau hasil.
DBD merupakan salah satu penyakit menular yang endemis
di negara tropis seperti Indonesia. Demam berdarah adalah
penyakit yang endemik. Kriteria endemik adalah jika selama 3
tahun terdapat penderita DBD di suatu tempat tertentu. Penularan
penyakit ini adalah melalui vector nyamuk Aedes aegypti.
Penularan penyakit ini lebih tinggi pada musim penghujan dan
salah satu faktor resiko cepat tersebarnya penyakit ini adalah
kepadatan rumah penduduk karena nyamuk ini memiliki kapasitas
terbang 100 meter. Salah satu program pemberantasan demam
berdarah oleh Puskesmas adalah pemantauan jentik berkala (PJB)
yang dilakukan 4 kali dalam setahun. Selain itu juga ada program
lain yaitu Jumantik. Tujuan dibentuknya kader jumantik adalah

untuk menggerakkan peran serta masyarakat dalam usaha
pemberantasan penyakit DBD terutama dalam pemberantasan
jentik nyamuk penular sehingga penularan penyakit DBD di tingkat
desa dapat dicegah atau dibatasi. Di Indonesia, walaupun angka
kematian DBD sudah menurun drastic, tapi angka kejadian DBD
masih tetap tinggi di Indonesia. Indonesia masih menduduki
peringkat tertinggi kasus DBD di ASEAN dengan jumlah kematian
sekitar 1.317 orang pada tahun 2010. Di Indonesia sampai bulan
Agustus tahun 2011 tercatat 24,362 kasus dengan 196 kematian
(CFR 0,80%).7 Secara keseluruhan angka kematian (CFR)
cenderung menurun dengan rata-rata 2,5% per tahun. Pemeriksaan
jentik berkala dilakukan oleh jumantik yang bertugas melakukan
kunjungan rumah setiap 3 bulan. Hasil yang didapatkan jumantik
dilaporkan dalam bentuk Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu rasio
antara jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik
dengan jumlah rumah/bangungan dikali 100%. ABJ merupakan
indikator penyebaran Aedes aegypti. ABJ yang ditargetkan secara
nasional mencapai lebih dari 95%. Secara umum peran jumantik
dinilai cukup berhasil dalam pencegahan DBD, namun ada
beberapa hal yang menjadi bahan evaluasi. Pengalaman di
lapangan adalah jumantik biasanya tidak memberi informasi yang
cukup kepada masyarakat mengenai DBD dan pencegahannya, juga
jarang memberi motivasi kepada masyarakat untuk melaksanakan
kegiatan 3M. Usaha pencegahan dan pemberantasan DBD lainnya
adalah dengan metode pengasapan (fogging) dan abatisasi. Sesuai
rekomendasi Depkes RI tiap kasus DBD harus segera
ditindaklanjuti
dengan
penyelidikan
epidemiologi
dan
penanggulangan lainnya untuk mencegah penyebarluasan atau
mencegah terjadinya KLB. Penyelidikan epidemiologi DBD
merupakan kegiatan pencarian penderita atau tersangka lainnya
serta pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di rumah penderita
atau tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius
sekurang-kurangnya
100
meter.
Bila
hasil
penyelidikan
epidemiologi positif yaitu ditemukan 1 atau lebih penderita DBD
lainnya dan atau 3 atau lebih orang tersangka DBD dan ditemukan
jentik 5% atau lebih, harus dilakukan penanggulangan fokus
(fogging, penyuluhan, PSN, dan Larvasidasi selektif) sedangkan
bila negatif dilakukan penyuluhan, PSN, dan larvasidasi selektif.
Tujuan penanggulangan fokus adalah untuk membatasi penularan
DBD dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal
penderita DBD dan rumah/bangunan sekitar serta tempat-tempat
umum berpotensi menjadi sumber penularan DBD lebih lanjut.
suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur timbulnya
suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal, peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus
selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya,
peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya dan jumlah penderita
baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau

lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam
tahun sebelumnya. Terdapat 5 kegiatan utama penanggulangan
kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue (DBD) antara
lain adalah promotif, preventif, surveilans epidemiologi untuk
memantau angka kejadian demam berdarah, kuratif, serta yang
terakhir adalah penggerakkan 3 komponen masyarakat untuk
menanggulangi DBD yaitu masyarakat luas, tokoh local, dan
pimpinan daerah.
Daftar Pustaka
1. Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri kesehatan
Republik Indonesia nomor 75 tahun 2014.
2. Muninjaya AAG. Manajemen kesehatan. Jakarta: EGC;
1999.h.36-79
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.p. 2773-5.
4. Alvero R, Ferri FF, Borkan JM, Fort GG, Dobbs MR, Goldberg
RJ. Ferri’s clinical advisor. Philadelphia: Elsevier; 2013.p.3025
5. Boelen C. The fve star doctor: an asset to health care reform.
6. Siregar FA. Epidemiologi dan pemberantasan DBD di
Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatra utara.h.10-12
7. Pratmawati DA. Peran juru pantau jentik dalam sistem
kewaspadaan dini demam berdarah dengue di Indonesia.
Jurnal kesehatan masyarakat nasional vol.6 no.6. Juni 2012.

Dokumen yang terkait

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

GAMBARAN PERAN ORANG TUA DALAM MEMBERIKAN STIMULASI PERKEMBANGAN : KEMANDIRIAN DAN SOSIALISASI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pandanwangi Malang Tahun 2015

0 51 18

IDENTIFIKASI UPAYA KELUARGA DALAM PENANGANAN HIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI Di Puskesmas Ciptomulyo Malang 2015

5 81 16

UPAYA ADAPTASI IBU DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE Di Wilayah Puskesmas Kedungkandang Malang Tahun 2015

1 37 14

KONSTRUKSI BERITA MAJALAH ELEKTRONIK TENTANG KPK VS POLRI (Analisis Framing di Majalah Elektronik Detik Edisi 165, 26 Januari – 1 Februari 2015)

1 40 16

Hubungan antara Kualitas Pelayanan Poli KIA/KB dengan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di 2 Puskesmas di Kabupaten Jember (The Correlation between Service Quality of Maternal and Child Healthcare/Family Planning Polyclinic and Degree of Maternal and Child H

0 18 6

Pembangunan Data Warehouse dan Reporting Tools Pada Puskesmas Kema

7 40 41

Kualitas Pelayanan Kesehatan Melalui Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) Di Cimahi Utara (studi pada proses pendaftaran registrasi pasien baru dan pendaftaran kunjungan pasien)

3 54 102

A COMPARATIVE STUDY OF STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT TAUGHT THROUGH VIDEO AND THOSE TAUGHT THROUGH AUDIO IN SMPN 26 BANDAR LAMPUNG

1 26 59