View of IMPLEMENTASI MODEL PENGAJARAN TERARAH MELALUI KEGIATAN MEMBACA BERSAMA UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN LITERASI MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS

IMPLEMENTASI MODEL PENGAJARAN TERARAH MELALUI KEGIATAN
MEMBACA BERSAMA UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN
LITERASI MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS

Oleh :
H. JANUARIB PANTJOROADIE
SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten Bangkalan

Abstrak: Menurut para ahli literasi , pengembangan kemampuan literasi berarti mengembangkan kognitif
anak yang berhubungan dengan kemampuan berbahasa. Dalam hal ini baca-tulis hanya sebagai sarana
anak dalam mengemukakan perasaan dan pikiran yang telah berkembang seiring dengan perkembangan
bahasa mereka. Kegiatan membacakan cerita diyakini dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, dan
mengajarkan baca-tulis. Karena kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan sebuah Big Book (buku
besar). Big Book merupakan buku cerita yang berkarakteristik khusus yang dibesarkan, baik teks maupun
gambarnya, untuk memungkinkan terjadinya kegiatan membaca bersama (shared reading) antara guru dan
murid. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (Action Research) sebanyak tiga putaran. Setiap
putaran terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Sasaran
penelitian ini adalah siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten Bangkalan Tahun Pelajaran
2015/2016. Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa Pembelajaran dengan cara
belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten
Bangkalan Tahun Pelajaran 2015/2016 melalui kegiatan membaca bersama memiliki dampak positif

dalam meningkatkan prestasi belajar siswa terutama dalam kemampuan leksikalnya yang ditandai dengan
peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (69,00%), siklus II (77,00%),
siklus III (90,00%).
Kata Kunci : Bahasa Inggris, Pengajaran Terarah

Abstract: According to literacy experts, the development of literacy skills means developing
children's cognitive language-related abilities. In this case read-write only as a means of children
in expressing the feelings and thoughts that have developed along with the development of their
language. Reading stories are believed to develop language skills, and teach literacy. Because
this activity is done by using a Big Book (ledger). Big Book is a story book with special
characteristic that is raised, both text and image, to enable the occurrence of reading activity
together (shared reading) between teacher and student. This study uses action research (Action
Research) as much as three rounds Each round consists of four stages: planning, execution,
observation, and reflection. Target of this research is student of Class X SMA Negeri 1 Regency
of Bangkalan Year of Study 2015/2016. Based on the results of the research can be concluded
that the learning by means of active learning directed teaching model on students Class X SMA
Negeri 1 Bangkalan Year Lesson 2015/2016 through reading activities together has a positive
impact in improving student achievement, especially in lexically ability characterized by
improvement mastery of student learning in every cycle, that is cycle I (69,00%), cycle II
(77,00%), cycle III (90,00%).

136

berbahasa Inggris di kalangan pelajar ini
juga di-sebabkan oleh kualitas guru, dari
pihak lain munculnya anggapan bahwa
setiap orang Indonesia pasti bisa berBahasa
Inggris. Anggapan ini justru ikut merunyamkan dunia kebahasaan Indo-nesia itu
sendiri. (JS. Badudu. 1988: 74).
Sebenarnya hal paling dasar yang
menyebabkan
kemampuan
berBahasa
Inggris siswa rendah terletak pada ketrampilan baca dan tulis yang dirasa masih
kurang cukup. Padahal ketram-pilan
membaca dan menulis merupakan modal
utama bagi siswa dalam me-ngikuti
pelajaran. Dengan bekal ke-mampuan baca
tulis, murid dapat mem-pelajari ilmu lain;
dapat mengkomuni-kasikan gagasannya; dan
dapat meng-ekspresikan dirinya. Kegagalan

dalam penguasaan keterampilan ini akan
me-ngakibatkan masalah yang fatal, baik
untuk melanjutkan pendidikan ke jenj-ang
yang lebih tinggi, maupun untuk menjalani
kehidupan sosial kemasya-rakatan.
Sudah bukan rahasia lagi dan seolaholah sudah menajadi asumsi umum bahwa
hasil pengajaran Bahasa Inggris di sekolahsekolah dari sekolah dasar sampai SLTA
kurang memuas-kan. Untuk itu harus ada
langkah kon-kret untuk mengatasi persoalan
ter-sebut. Di awali dari lembaga sekolah
dasar, pembenahan metode pembela-jaran
Bahasa Inggris perlu dikaji ulang. Pelajaran
membaca yang mula-mula hanya sekedar
membunyikan
huruf-hu-ruf
semata
hendaknya mulai mengarah kepada memberi
makna pada tulisan. Artinya dengan
membaca anak juga berpikir tentang isi
bacaan.

Oleh karena itu pengajaran mem-baca
harus selalu bertolak dari konteks dan

Pendahuluan
Di dalam pengajaran Bahasa Ing-gris,
ada tiga aspek yang perlu diper-hatikan,
yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan
aspek psikomotor. Ketiga aspek itu berturutturut menyangkut il-mu pengetahuan,
perasaan, dan kete-rampilan atau kegiatan
berbahasa. Ke-tiga aspek tersebut harus
berimbang a-gar tujuan pengajaran bahasa
yang se-benarnya dapat dicapai. Kalau
penga-jaran
bahasa
terlalu
banyak
mengotak-atik segi gramatikal saja (teori),
murid akan tahu tentang aturan bahasa,
tetapi belum tentu dia dapat menerapkannya
dalam tuturan maupun tulisan dengan baik.

Bahasa Inggris erat kaitannya dengan
guru Bahasa Inggris, yakni ora-ng-orang
yang tugasnya setiap hari membina
pelajaran Bahasa Inggris. Dia adalah orang
yang merasa bertanggung jawab akan
perkembangan Bahasa Ing-gris. Dia juga
yang akan selalu dituding oleh masyarakat
bila hasil pengajaran Bahasa Inggris di
sekolah tidak me-muaskan. Berhasil atau
tidaknya pe-ngajaran Bahasa Inggris
memang di-antaranya ditentukan oleh faktor
guru, disamping faktor-faktor lainya, seperti
faktor murid, metode pembelajaran,
kurikulum (termasuk silabus), bahan
pengajaran dan buku, serta yang tidak kalah
pentingnya ialah perpustakaan sekolah
dengan disertai pengelolaan yang memadai.
Sekarang ini pengajaran Bahasa Inggris
di sekolah-sekolah, dari Taman Kanakkanak sampai SLTA, bahkan sampai
perguruan tinggi. Menurut Mul-yono

Sumardi, ketua Himpunan Pem-bina Bahasa
Inggris menyatakan bah-wa, “Dalam dunia
Pendidikan,
kete-rampilan
berBahasa
Inggris perlu men-dapatkan tekanan yang
lebih banyak lagi, mengingat kemampuan
137

kalimat yang di-berikan oleh guru atau buku
pelajaran
membaca/menulis.
Dengan
demikian kebebasan anak mengembangkan
ke-mampuan berbahasa melalui bacaan yang
ada dan mengemukakan perasaan dan
pikiran mereka melalui tulisan, sa-ngat
terbatas.
Di negara maju, kelas-kelas rendah dan
pendidikan pra-sekolah seperti mi-salnya di

Eropa, Amerika dan Australia telah
menerapkan cara untuk me-ningkatkan
keterampilan membaca dan menulis siswa
dengan cara mem-bacakan sebuah buku
cerita kepada anak. Kegiatan membacakan
cerita di-yakini dapat mengembangkan
kemam-puan berbahasa, dan mengajarkan
ba-ca-tulis. Karena kegiatan ini dilakukan
dengan menggunakan sebuah Big Book
(buku besar). Big Book merupakan bu-ku
cerita yang berkarakteristik khusus yang
dibesarkan, baik teks maupun gambarnya,
untuk memungkinkan ter-jadinya kegiatan
membaca bersama (shared reading) antara
guru dan murid. Buku ini mempunyai
karakteristik khu-sus seperti penuh dengan
warna-warni, gambar yang menarik,
mempunyai kata yang dapat diulang-ulang,
mempunyai plot yang mudah ditebak, dan
memiliki pola teks yang berirama untuk

dapat dinyanyikan.
Penelitian berasumsi bila penga-jaran
membaca dan menulis dapat di-lakukan
dalam suasana intim seperti dalam
membacakan cerita menjelang tidur tersebut,
yang ditunjang oleh sua-sana kondusif,
maka kegagalan pe-ngajaran membaca, serta
jumlah anak yang buta aksara, akan teratasi.
Hal
ini
mempertimbangkan
bahwa
pengajaran membaca tidak hanya dapat
dilakukan di sekolah saja, namun dapat juga

penggunaan bahasa yang dapat di-terima
siswa, dan bukan dengan mem-berikan katakata tanpa konteks dan pe-ngertian.
Demikian juga dengan me-ngajarkan
menulis, kritik terhadap cara mengajarkan
keterampilan menulis (hand-writing) dengan

jalan menyalin, mencontoh dan sebagainya,
dikemu-kakan oleh Goodman dan kawanka-wan (1986) sebagai upaya yang sia-sia
saja. Mereka berpendapat bahwa pengajaran literasi bukan hanya belajar
membunyikan dan menuliskan huruf-huruf
dengan
cara
merangkai-rang-kainya
melainkan
upaya
mengem-bangkan
kemampuan literasi (baca-tulis) yang
berdasar kepada kemam-puan berbahasa.
Menurut para ahli literasi , pengembangan kemampuan literasi be-rarti
mengembangkan kognitif anak ya-ng
berhubungan dengan kemampuan berbahasa.
Dalam hal ini baca-tulis ha-nya sebagai
sarana anak dalam menge-mukakan
perasaan
dan
pikiran

yang
telah
berkembang seiring dengan per-kembangan
bahasa mereka. Dengan ka-ta lain belajar
membaca dan menulis (dalam arti
kemampuan
mekanik)
me-rupakan
konsekuensi
dari
pengemba-ngan
kemampuan
berbahasa.
Selanjut-nya,
pemaknaan terhadap bacaan dan tulisan
(construction of meaning) yang ada di
sekeliling anak merupakan hasil dari
sosialisasi anak dengan ling-kungannya.
Di lain pihak, peneliti mengamati
bahwa

pengembangan
literasi
yang
dilaksanakan di sekolah-sekolah sela-ma ini
lebih berarti pada mengajarkan baca-tulis
dengan
pengertian
menga-jarkan
sistem/mekanisme atau cara membunyikan,
menuliskan dan me-rangkai huruf menjadi
138

Pembelajaran merupakan sarana untuk
memungkinkan terjadinya proses belajar
dalam arti perubahan perilaku individu
melalui proses belajar-me-ngajar. Namun
harus diberi catatan bahwa tidak semua
proses belajar-me-ngajar terjadi karena
adanya proses pembelajaran atau kegiatan
belajar-mengajar, seperti belajar dari
pengala-man sendiri, (Udin Sarifuddin,
1995: 3).
Belajar dapat pula diartikan sebagai
perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antar individu denga
lingkungannya.
Burton
mengatakan
“Learning is cha-nge in the individual due to
instruction of that individual and his
environment, which fells a need and makes
him more capable of dealing undauntedly
with his environment. (Burton: The guidance of learning activities, 1994). Da-lam
pengertian ini terdapat kata “change”
(perubahan), yang berarti bahwa seseorang
setelah mengalami proses pengetahuannya,
keterampilan-nya, maupun pada aspek
sikapnya, mi-salnya dari tidak bisa menjadi
bisa, dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari
ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan
menjadi sopan, dan sebagainya. Kri-teria
keberhasilan dalam belajar dian-taranya
ditandai dengan terjadinya perubahan
tingkah laku pada diri indi-vidu yang
belajar.
Pembelajaran identik sekali de-ngan
proses belajar-mengajar. Proses dalam
pengertiannya disini merupakan interaksi
semua komponen atau unsur yang terdapat
belajar-mengajar, yang satu dengan yang
lainnya
saling
ber-hubungan
(interindependent), dalam ikatan untuk
mencapai
tujuan.
Yang
di-maksud

di-lakukan di rumah, oleh para orang tua
dalam suasana yang menyenangkan dan
akrab. Dengan demikian, strategi ini dapat
menjadi suatu alternatif pe-ngajaran bacatulis di sekolah dasar.
Untuk
itu,
peneliti
melakukan
penelitian tindakan kelas (classroom action
research) terhadap penerapan strategi Big
Book yang berlandaskan akar budaya
Indonesia; serta men-ciptakan Big Book
yang sesuai dengan perkembangan mental
murid
(develop-mentally
appropriate
practice) dan ma-teri cerita budaya
Indonesia.
Tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini asalah sebagai berikut: “Untuk
mengetahui peningkatan pres-tasi belajar
siswa setelah diterapkannya metode
pengajaran terarah pada siswa Kelas X SMA
Negeri 1 Bangkalan Ka-bupaten Bangkalan
Tahun Pelajaran 2015/2016”.
Kajian Pustaka
Konsep Belajar dan Pembelajaran
Istilah belajar dan pembelajaran yang
kita jumpai dalam kepustakaan asing adalah
learning dan instruction. Istilah learning
mengandung pengetian proses perubahan
yang relatif tetap da-lam perilaku individu
sebagai hasil dari pengalaman, (Fortuna,
1981: 147). Is-tilah instruction mengandung
pengertian proses yang terpusat pada tujuan
(goal directed teaching process) yang dalam
banyak hal dapat diren-canakan sebelumnya
(pree-planed). Proses belajar yang terjadi
adalah pro-ses pembelajaran, yakni proses
mem-buat orang lain aktif melakukan proses
belajar sesuai dengan rancangan. (Romiszowki, 1981: 4).

139

yang mereka dengar. Salah satu alasan yang
paling menarik ada kaitannya dengan tingkat
kecepatan bicara guru dan tingkat kecepatan
pendengaran siswa.
Pada umumnya guru berbicara dengan
kecepatan 100 hingga 200 kata permenit.
Tetapi beberapa kata-kata yang dapat
ditangkap siswa dalam per menitnya? Ini
tentunya juga bergantung pada cara mereka
mendengarkannya. Jika siswa benar-benar
berkonsentrasi,
mereka
akan
dapat
mendengarkan de-ngan penuh perhatian
terhadap 50 sam-pai 100 kat per menit, atau
setengah dari apa yang dikatakan guru. Itu
ka-rena siswa juga berpikir banyak selama
mereka mendengarkan. Akan sulit menyimak guru yang bicaranya nyerocos.
Besar kemungkinan, siswa tidak bisa
konsentrasi karena, sekalipun ma-terinya
menarik, berskonsentrasi dalam waktu yang
lama memang bukan perkara mudah.
Penelitian menunjuk-kan bahwa siswa
mampu mendengar-kan (tanpa memikirkan)
denga kece-patan 400 hingga 500 kata per
menit. Ketika mendengarkan dalam waktu
berkepanjangan terhadap seorang guru yang
berbicara lambat, siswa cenderu-ng menjadi
jenuh, dan pikiran mereka mengembara
entah ke mana.
Bahkan, sebuah penelitian menunjukkan bahwa dalam suatu perkuliahan
bergaya-ceramah,
mahasiswa
kurang
menaruh perhatian selama 40% dari se-luruh
waktu kuliah (Pollio, 1984). Ma-hasiswa
dapat mengingat 70 persen da-lam sepuluh
menit pertama kuliah, se-dangkan dalam
sepuluh menit terakhir, mereka hany dapat
mengingat 20% ma-teri kuliah mereka
(McKeachie, 1986). Tidak heran bila
masisiwa dalam ku-aliah psikologi yang

komponen atau unsur belajar-mengajar
antara lain tujuan istruk-sional, yang hendak
dicapai dalam pembelajaran, metode
mengajar, alat peraga pengajaran, dan
evaluasi se-bagai alat ukur tercapai tidaknya
tujuan pembelajaran.
Dalam satu kali proses pembela-jaran
yang pertama dilakukan adalah merumuskan
tujuan pembelajaran khu-sus (TPK) yang
dijabaran dari tujuan pembelajaran umum
(TPU), setelah itu langkah selanjutnya ialah
menentukan materi pelajaran yang sesuai
dengan tu-juan tersebut. Selanjutnya
menentukan metode
mengajar
yang
merupakan wa-hana penghubung materi
pelajaran se-hingga dapat diterima dan
menjadi mi-lik siswa, kemudian menentukan
alat peraga sebagai penunjang tercapainya
tujuan pembelajaran. Langkah terakhir yang
harus dilakukan adalah menen-tukan alat
evaluasi sebagai pengukur tercapai-tidaknya
tujuan yang hasilnya dapat dijadikan sebagai
umpan balik (feed back) bagi guru dalam
mening-katkan kualitas mengajar maupun
kualitas belajar siswa.
Dari uraian ini jelas bahwa ke-giatan
belajar-mengajar atau yang di-sebut juga
pembelajaran merupakan suatu sistem yang
terdiri dari berbagai komponen yang saling
berkaitan satu sama lain, dan merupakan
satu ke-satuan yang tak terpisahkan.oleh karena itu, guru dituntui melikiki ke-mampuan
mengintegrasikan
kompo-nen-komponen
tersebut dalam kegiatan belajar-mengajar
atau proses pem-belajaran. (Udin Sarifudin,
1995:3).
Memperkenalkan Belajar Aktif
Ada sejumlah alasan mengapa se-bagian
besar orang cenderung lupa tentang apa
140

Untuk mengolah informsi secara efektif,
ia akn terbantu dengan mela-kukan
perenungan semacam itu secara eksternal
juga internal. Otak kita akan melakukan
tugas proses belajar yang lebih baik jiak kita
membahas infor-masi dengan orang lain dan
jika kita di-minta mengajukan pertanyaan
tentang itu. Sebagai contoh, Ruhl, Hughes,
dan Schloss (1987) meminta siswa untuk
berdiskusi dengan teman sebangkunya
tentang apa yang dijelaskan oleh guru pada
beberapa jeda waktu yang dise-diakan
selama pelajaran berlangsung. Dibandingkan
dengan siswa dalam ke-las pembanding
yang tidak diselingi diskusi, siswa-siswi ini
mendapatkan nilai dengan selisih dua angka
lebih ti-nggi.
Akan lebih baik lagi jika kita dapat
melakukan sesuatu terhadap informasi itu,
dan dengan demikian kita bisa mendapat
umpan balik tentang se-berapa bagus
pemahaman kita. Me-nurut John Holt
(1967), proses belajar akan meningkat jika
siswa dinima untuk melakukan berikut ini:
1) Me-ngemukakan kembali informasi
dengan kata-kata mereka sindiri 2) Memberikan contohnya. 3) Mengenalinya da-lam
bermacam-macam bentuk dan si-tuasi. 4)
Melihat kaitan antara informa-si itu dengan
fakta atau gagasan lain. 5) Menggunakannya
dengan beragam cara. 6) Memprekdisikan
sejumlah konsekuensinya. 7) Menyebutkan
la-wan atau kebalikannya.
Dalam banyak hal, otak tidak be-gitu
berbeda dengan sebuah computer, dan kita
adalah pemakainya. Sebuah computer
terntunya perlu di-“on“-kan untuk bisa
digunakan. Otak kita juga demikian. Ketika
kegiatan belajar si-fatnya pasif, otak kita
tidak “on”. Se-buah computer membutuhkan

disampaikan de-ngan gaya ceramah hanya
mengetahui 8% lebih banyak dasri
kelompok pem-banding yang sama sekali
belum per-nah mengikuti kuliah itu
(Richard, dkk., 1989). Bayangkan apa yang
bisa didapatkan dari pemberian kuliah dengan cara seperti itu di perguruan ting-gi.
Dengan menambahkan media vi-sual
pada pemberian pelajaran, ingatan akan
meningkat dari 14 hingga 38 per-sen (Pike,
1989). Penelitian juga men-unjukkanadanya
peningkatan hingga 200 persen ketika
digunakan media vi-sual dalam mengajarkan
kosa kata. Ti-dak hanya itu, waktu yang
diperlukan untuk menyajikan sebuah konsep
dapat berkurang hingga 40 persen ketika
me-dia visual digunakan untuk mendukung
presentasi lisan. Sebuah gambar ba-rangkali
tidak memiliki ribuan kata, na-mun ia tiga
kali lebih efektif ketimbang kata-kata saja.
Ketika pengajaran memiliki di-mensi
auditori dan visual, pesan yang diberikan
akan menjadi lebih kuat ber-kat kedua
system penyampaian itu. Ju-ga, sebagian
siswa, seperti akan kita bahas nanti. Lebih
menyukai
satu
cara
pe-nyampaian
ketimbang cara yang lain. Dengan
menggunakan keduanya, kita memiliki
peluang yang lebih besar untuk memenuhi
kebutuhan dari be-berapa tipe siswa.
Namum demikian belajar tidaklah cukup
hanya dengan mendengarkan atau melihat
sesuatu.
Bagaimanakah Otak Bekerja
Otak kita tidak bekerja seperti piranti
audio atau video tape recorder. Informasi
yang masuk akan secara kontinyu
dipertanyakan.

141

kinestetik be-lajar terutama dengan terlibat
langsung dalam kegiatan. Mereka cenderung
impulsive, semau gue, dan kurang sabaran.
Selama pelajaran, mereka mu-ngkin saja
gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan
mengerjakan se-suatu. Cara mereka belajar
boleh jadi tampak sembarangan dan tida
karuan.
Tentu saja, hanya ada sedikit siswa
yang mutlak memiliki satu jenis cara belajar.
Grinder (1991) menyatakan bahwa dari
setiap 30 siswa, 22 dianta-ranya rata-rata
dapat belajar dengan efektif selama gurunya
mengahadirkan kegaitan belajar yang
berkombinasi an-tara visual, auditori dan
kinestik. Na-mun, 8 siswa siswanya
sedemikan me-nyukai salah satu bentuk
pengajaran
di-banding
dua
lainnya.
Sehingga mereka mesti berupaya keras
untuk memahami pelajaran bila tidak ada
kecermatan da-lam menyajikan pelajaran
sesuai de-ngan ara yang mereka sukai. Guna
me-menuhi kebutuhan ini, pengajaran ha-rus
bersifat mulitsensori dan penuh dengan
variasi.

software yang tepat untuk menginterpretasikan data yang diasumsikan. Otak
kita perlu mengaitkan antara apa yang
dimasuk-kan. Otak kita perlu mengaitkan
antara apa yang diajarkan kepada kita
dengan apa yang telah kita ketahui dan
dengan cara kita berpikir. Ketika proses
belajar sifatnya pasif, o-tak tidak melakukan
pengkaitan ini de-ngan software pikiran kita.
Ujung-ujungnya, computer tidak dapat
mengakses kembali informasi yang dia olah
bila tidak terlebih dahulu “disimpan”. Otak
kita
perlu
menguji
informasi,
mengikhtisarkannya, atau menjelaskan
kepada
orang
lain
untuk
dapat
menyimpannya dalam bank inga-tannya.
Ketika proses belajar bersifat pasif, otak
tidak menyimpan apa yang telah disajikan
kepadanya.
Gaya Belajar
Kalangan pendidik telah menya-dari
bahwa peserta didik memiliki ber-macam
cara belajar. Sebagian siswa bi-sa belajar
dengan sangat baik hanya dengan melihat
orang lain melakukan-nya. Biasanya,
mereka ini menyukai penyajian informasi
yang runtut. Mere-ka lebih suka menuliskan
apa yang dikatakan guru. Selama pelajaran,
me-reka biasanya diam dan jarang terganggu oleh kebisingan. Perserta didik vi-sual ini
berbeda dengan peserta didik auditori, yang
biasanya tidak sungkan-sungkan untuk
mem-perhatikan apa yang dikerjakan oleh
guru, dan membuat catatan. Mereka
menggurul-kan
kemampuan
untuk
mendengar
dan
mengingat.
Selama
pelajaran, mereka mungkin banyak bicara
dan mudah teralihkan perhatiannya oleh
suara atau kebisingan. Peserta didik

Sisi Sosial Proses Belajar
Karena siswa masa kini mengha-dapi
dunia di mana terdapat penge-tahuan yang
luas, perubahan pesat, dan ketidakpastian,
mereka bisa mengalami kegelisahan dan
bersikap defensif. Ab-raham Maslow
mengajarkan kepada kita bahwa manusia
memiliki dua kum-pulan kekuatan atau
kebutuhan yang satu berupaya untuk tumbuh
dan yang lain condong kepada keamanan.
Orang yang dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan memiliki keamanan ketim-bang
pertumbuhan. Kebutuhan akan ra-sa aman
harus dipenuhi sebelum bisa sepenuhnya
142

mendapatkan hipotesis atau simpulan
mereka dan kemudian memilah-mi-lahnya
menjadi sejumlah kategori. Me-tode
pengajaran terarah merupakan se-lingan
yang mengasyikan di sela-sela cara
pengajaran biasa. Cara ini me-mungkinkan
guru untuk mengetahui apa yang telah
diketahui dan dipahami oleh siswa sebelum
memaparkan apa yang guru ajarkan. Metode
ini sangat berguna dalam mengajarkan
konsep-konsep abstrak yang diperlukan
dalam pelajaran baca tulis.

kebutuhan
untuk
mencapai
sesuatu
mengambil resiko, dan me-nggali hal-hal
baru. Pertumbuhan ber-jalan dengan
langkah-langkah kecul, menurut Maslow,
dan “tiap langkah maju hanya dimungkin
akan bila ada rasa aman, yang mana ini
merupakan langkah ke depan dari suasana
rumah yang aman menuju wilayah yang belum diketahui” (Maslow, 1968).
Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin
hubungan dengan orang lain dan men-jadi
bagian dari kelompok. Perasaan sa-ling
memiliki ini memungkinkan siswa untuk
menghadapi tantangan. Ketika mereka
belajar bersama teman, bukan-nya sendirian,
mereka mendapatkan dukungan emosional
dan intelektual yang memungkinkan mereka
melam-paui ambang pengetahuan dan
keteram-pilan mereka yang sekarang.
Kegiatan belajar bersama dapat
membantu memacu belajar aktif. Kegiatan
belajar dan mengajar di kelas memang dapat
menstimulasi belajar aktif dengan cara
khusus. Apa yang di-diskusikan siswa
dengan teman-te-mannya dan apa yang
diajarkan siswa kepada teman-temannya
memungkin-kan mereka untuk memperoleh
pema-haman dan penguasaan materi pelajaran. Metode belajar bersama yang ter-baik,
semisal pelajaran menyusun gam-bar
(jigsaw), memenuhi persyaratan ini.
Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa
akan mendorong mereka untuk tidak hanya
belajar bersama, namun ju-ga mengajarkan
satu sama lain.
Metode Pengajaran Terarah
Dalam teknik ini, guru menga-jukan
satu atau beberapa pertanyaan untuk
melacak
pengetahuan
siswa
atau

Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan pene-litian
tindakan
(action
research),
kare-na
penelitian tindakan dilakukan untuk
memecahkan masalah pembelajaran di
kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambar-kan
bagaimana
suaut
teknik/metode
pembelajaran diterapkan dan bagaima-na
hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Penelitian ini bertempat di Kelas X
SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten
Bangkalan. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Maret 2016 semester genap. Subyek
penelitian adalah siswa-siswi Kelas X SMA
Negeri 1 Bangkalan Ka-bupaten Bangkalan
Tahun Pelajaran 2015/2016.
Sesuai dengan jenis penelitian ya-ng
dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka
penelitian
ini
menggunakan
mo-del
penelitian tindakan dari Kemmis dan
Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu
berbentuk spiral dari sklus yang satu ke
siklus yang berikutnya. Setiap siklus
meliputi
planning
(rencana),
action
(tindakan), observation (penga-matan), dan
reflection (refleksi). Lang-kah pada siklus
143

berikutnya adalah pe-rencanaan yang sudah
direvisi, tin-dakan, pengamatan, dan
refleksi. Se-belum masuk pada siklus 1
dilakukan tindakan pendahuluan yang
berupa identifikasi permasalahan.
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari: 1) Silabus;
2) Rencana Pelajaran (RP); 3) Tes for-matif.

b) Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksana-kan
pada tanggal 3 Maret 2016 di Kelas X
dengan jumlah siswa 23 siswa. Dalam
hal ini peneliti ber-tindak sebagai
guru. Adapun pro-ses belajar mengajar
mengacu pa-da rencana pelajaran yang
telah
dipersiapkan.
Pengamatan
(obser-vasi) dilaksanakan bersamaan
de-ngan pelaksaaan belajar menga-jar.
Adapun data hasil penelitian pada
siklus I adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I

Kriteria Penilaian
Untuk mempermudah evaluasi terhadap
tingkat kemampuan siswa, perlu dirumuskan
kriteria penilaian se-bagai berikut: 1)
Kategori benar semua. 2) Kategori benar
sebagian.
3) Kategori salah semua.
Untuk ketuntasan belajar ada dua
kategori ketuntasan belajar yaitu secara
perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunju pelaksanaan belajar
mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud,
1994), yaitu seorang siswa telah tuntas
belajar bila telah mencapai skor 65% atau
nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila
di kelas tersebut terdapat 85% yang telah
mencapai daya serap lebih dari atau sama
dengan 65%.

No
1
2
3

Uraian
Benar semua
Benar sebagian
Salah semua

Hasil Silkus I
39,00%
30,00%
30,00%

Tingkat keberhasilan pada siklus I adalah
39,00% + 30,00% = 69,00%. Siswa yang
tidak mam-pu membuat rangkuman cerita
sesuai isi cerita sebanyak 7 sis-wa. Hal ini
menunjukkan siswa kurang memahami
penjelasan gu-ru. Hasil observasi masih
kurang memuaskan, karena perhatian siswa diperoleh secara paksa. Mes-kipun
hanya tahap awal. Perha-tian tidak tumbuh
secara alamiah.
Hasil tersebut menunjukkan bah-wa pada
siklus pertama secara klasikal siswa belum
tuntas be-lajar, karena siswa yang memahami mata pelajaran baca tulis hanya
sebesar 69,00% lebih kecil dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar
85%. Hal ini disebabkan karena siswa
masih merasa baru dan belum mengerti apa
yang dimaksudkan dan digunakan guru
dengan me-nerapkan model belajar aktif.

Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Hasil Penelitian Per Siklus
Siklus I
a) Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari rencana pelaja-ran 1, soal
tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran
yang mendukung. Selain itu juga
dipersiapkan
lem-bar
observasi
pengolahan belajar aktif.

144

siswa yang tun-tas belajar. Hasil ini
menun-jukkan bahwa pada siklus II ini
ketuntasan belajar secara klasikal telah
mengalami peningkatan sedikit lebih
baik dari siklus I. Adanya peningkatan
hasil belajr siswa ini karena setelah
guru me-nginformasikan bahwa setiap
akhir pelajaran akan selalu di-adakan
tes
sehingga
pada
perte-muan
berikutnya siswa lebih termotivasi
untuk belajar. Selain itu siswa juga
sudah mulai me-ngerti apa yang
dimaksudkan dan dinginkan guru
dengan mene-rapkan model belajar
aktif.
Siklus III
a) Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari rencana pela-jaran 3, soal
tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran
yang mendu-kung. Selain itu juga
dipersiap-kan
lembar
observasi
pengelolaan cara belajar aktif model
penaja-ran terarah dan lembar
observasi aktivitas guru dan siswa.
b) Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
untuk siklus III dilak-sanakan pada
tanggal 2 Mei 2016 di Kelas X dengan
jumlah siswa 23. Dalam hal ini
peneliti ber-tindak sebagai guru.
Adapun pro-ses belajar mengajar
mengacu pa-da rencana pelajaran
dengan memperhatikan revisi pada
siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak te-rulang
lagi pada siklus III. Pe-ngamatan
(observasi) dilaksana-kan bersamaan
dengan pelaksa-naan belajar mengajar.

Siklus II
a) Perencanaan
Pada tahap inipeneliti memper-siapkan
perangkat pembelajaran yang terdiri
dari rencana pelaja-ran 2, soal tes
formatif II dan alat-alat pengajaran
yang mendu-kung. Selain itu juga
dipersiap-kan
lembar
observasi
pengelolaan belajar aktif dan lembar
observasi guru dan siswa.
b) Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksana-kan
pada tanggal 10 April 2016 di Kelas X
dengan jumlah siswa 23. Dalam hal ini
peneliti ber-tindak sebagai guru.
Adapun pro-ses belajar mengajar
mengacu pa-da rencana pelajaran
dengan memperhatikan revisi pada
siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak teru-lang
lagi pada siklus II. Pe-ngamatan
(observasi) dilaksana-kan bersamaan
dengan pelaksa-naan belajar mengajar.
Adapun data hasil penelitian pada
siklus II adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2
Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II
No
1
2
3

Uraian
Benar semua
Benar sebagian
Salah semua

Hasil Silkus II
47,00%
30,00%
21,00%

Tingkat keberhasilan pada siklus I
adalah 47,00% + 30,00% = 77, 00%.
Siswa yang tidak mampu membuat
rangkuman cerita se-suai isi cerita
sebanyak 5 siswa. Hasil ini
menunjukkan bahwa ke-tuntasan
belajar mencapai 77, 00% atau ada 18
145

Adapun data hasil penelitian pada
siklus III adalah sebagai berikut:

90,00%. Pada siklus III ketuntasan belajar
siswa secara klasikal telah tercapai.
Berdasarkan analisis data, diperoleh
aktivitas siswa dalam proses belajar aktif
dalam
setiap
siklus
me-ngalami
peningkatan. Hal ini berdam-pak positif
terhadap prestasi belajar sis-wa yaitu dapat
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai ratarata siswa pada setiap siklus yang terus
mengalami pe-ningkatan.

Tabel 4.3
Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III
No
1
2
3

Uraian
Benar semua
Benar sebagian
Salah semua

Hasil Silkus III
56,00%
34,00%
8,00%

Tingkat keberhasilan pada siklus I
adalah 56,006% + 34,00% = 90, 00%.
Siswa yang tidak mampu membuat
rangkuman cerita sesu-ai isi cerita
sebanyak 1 siswa. Hasil ini
menunjukkan bahwa ke-tuntasan
belajar mencapai 90,00% atau ada 21
siswa yang tuntas belajar. Hasil ini
menun-jukkan bahwa pada siklus III
ini ketuntasan belajar secara klasikal
telah tercapai. Adanya pening-katan
hasil belajar pada siklus III ini
dipengaeruhi
oleh
adanya
peningkatan kemampuan guru da-lam
menerapkan belajar aktif se-hingga
siswa menjadi lebih ter-biasa dengan
pembelajaran se-perti ini sehingga
siswa lebih mu-dah dalam memahami
materi ya-ng telah diberikan.

Simpulan dan Saran
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang
telah dilakukan selama tiga siklus, dan
berdasarkan seluruh pembahasan serta
analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan
sebagai
berikut:
1)
Pembelajaran dengan cara belajar aktif
model pengajaran terarah melalui ke-giatan
membaca bersama memiliki dampak positif
dalam meningkatkan prestasi belajar siswa
terutama dalam kemampuan leksikalnya
yang
ditandai
dengan
peningkatan
ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus,
yaitu siklus I (69,00%), siklus II (77,00%),
siklus III (90,00%). 2) Penerapan cara
belajar aktif model pengajaran terarah mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa yang
ditunjukan dengan rata-rata jawa-ban siswa
yang menyatakan bahwa sis-wa tertarik dan
berminat dengn model belajar aktif sehingga
mereka menjadi termotivasi untuk belajar.
Dari hasil penelitian yang di-peroleh
dari uraian sebelumnya agar proses belajar
mengajar Bahasa Inggris lebih efektif dan
lebih memberikan ha-sil yang optimal bagi
siswa, makan di-sampaikan saran sebagai
berikut: 1) Untuk melaksanakan belajar aktif
me-merlukan persiapan yang cukup ma-

Pembahasan
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa cara belajar aktif mo-del
pengajaran terarah memiliki dam-pak positif
dalam meningkatkan pres-tasi belajar siswa.
Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya
pemahaman siswa terhadap materi yang
disampai-kan guru (ketuntasan belajar
meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu
masing-masing 69,00% ; 77,00% ; dan
146

tang, sehingga guru harus mempu menentukan atau memilih topik yang benarbenar bisa diterapkan dengan ca-ra belajar
aktif model pengajaran te-rarah dalam
proses belajar mengajar se-hingga diperoleh
hasil yang optimal. 2) Dalam rangka
meningkatkan prestasi belajar siswa, guru
hendaknya lebih se-ring melatih siswa
dengan kegiatan penemuan, walau dalam
taraf yang se-derhana,
dimana siswa
nantinya dapat menemukan pengetahuan
baru, memperoleh konsep dan keterampilan,
sehingga siswa berhasil atau mampu
memecahkan
masalah-masalah
yang
dihadapinya. 3) Perlu adanya penelitian
yang lebih lanjut, karena hasil pene-litian ini
hanya dilakukan pada siswa Kelas X SMA
Negeri 1 Bangkalan Kabupaten Bangkalan
Tahun Pelajaran 2015/2016. 4) Untuk
penelitian yang serupa hendaknya dilakukan
perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil
yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Ambary, Abdullah, dkk. 1999. Penuntun
Terampil berBahasa Ing-gris dan
Petunjuk guru. Bandung: Trigenda
Karya.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Prak-tek.
Bandung: Reneksa Cipta.
Cohran-Smith, M. (1986). Reading to
Children: A model for Understand-ing
Texts. In. E. Schieffelin & B.B.
Gilmore (Eds.), The acquisition of
literacy: Ethnogra-phic perspective
perspectives,34-35.
Norwood:
NJ.
Abex.

147