ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STEROID DARI KALUS SOLANUM W RIGHTII BENTH

  S K R I P S I

  D J O K O T R I W A H O N O

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STEROID DARI KALUS SOLANUM WRIGHTII BENTH

  FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 9 8 8

  

ISOLASI DAN IDENTIFIERSI STEROID

DARI KALUS SOLANUM WRIGHTII BENTH

SKRIPSI

DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR

MENCAPAI GELAR SARJANA FARMASI

i r;; f! A i i i U o A K c r r y \ ? i i C n A E A

  V A _ _ Djoko Triwahono ”

  058010337

  

Disetujui oleh pembimbing

PADA FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

  1988

  Y n / KATA PENGANTAR Puji syukur bagi Allah Yang Maha Kuasa yang telah me- limpahkan berkatNya dan memperkenankan saya untuk dapat menyelesaikan tugas akhir, guna mememuhi syarat-syarat da­ lam mencapai gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

  Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa te- rima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak DR. Gunawan Indrayanto sebagai pembimbing, yang penuh kesabaran serta kesungguhan hati telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi pengarahan dan dorongan moral selama saya melakukan penelitian hingga seleaainya penulisan tu­ gas akhir ini.

  Kepada P.T. New Interbat Surabaya, yang telah memberi- kan fasilitas pemakaian alat kromatografi gas untuk penye- lesaian penelitian ini.

  Kepada Ketua Jurusan Biologi Farmasi dan Kepala Labo- ratorium Bioteknologi, Fakultas Farmasi Universitas Air - langga, yang telah memberikan segala fasilitas yang saya pergunakan untuk melakukan penelitian ini hingga selesai, serta segenap karyawan Laboratorium Bioteknologi, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga atas segala bantuan yang di- berikan. ii

  Kepada orang tua, saudara dan sahabat saya serta se- mua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. yang telah membantu dalam mempersiapkan dan menyediakan segala fasilitas dalam penelitian ini.

  Kiranya Allah yang adalah adil dan berlimpah kasih setia berkenan membalas segala jasa dan baik budi yang te­ lah diberikan.

  Surabaya, Januari 1988 Penyusun, iii

  DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR .................................. ii DAFTAR ISI ...................................... iv DAFTAR TABEL ......................... .......... vii DAFTAR GAMBAR ................................... viii

  DAFTAR LAMP

  IRAN ................................. x BAB I PEMDAHULUAN ..... '........... ............

  1 II TINJAUAN PUSTAKA ......................... .... 3

  1. Tinjauan kultur jaringan tanaman. .... .... 3

  1.1. Penerapan metoda kultur jaringan tanaman .......................... .... 3

  1.2. Penerapan metoda kultur jaringan tanaman untuk produksi metabolit sekunder ......................... .... 4 2. Tinjauian tentang steroid .............. ....

  5 2.1. Penggolongan steroid ........... ...

  6

  2.1.1. Golongan steroid dengan atom karbon tidak lebih dari dua* puluh satu ................ .... 6

  2.1.2. Golongan steroid dengan atom karbon lebih dari dua puluh satu ...................... .... 6

  2.2. Sterol ........................... .... 8 2.3- Saponin steroid ............... ....... 8 3. Tinjauan tentang Solanum wrightii Ilenth.

  9

  4 Tinjauan tentang kromatografi .........

  10 . 4-1. Kromatografi lapisan tipis .......

  11 4.2. Kromatografi kolom ...............

  12 iv

  halaman 4.3. Kromatografi gas ...................

  13 BAB

III ALAT, BAHAN DAN METQDA PENELITIAN ..........

  16 1. Alat-alat yang digunakan ................

  16

  1.1. Alat untuk pembuatan media dan steri- lisasi media .......................

  16

  1.2. Alat untuk isolasi dan identifikasi steroid ............................

  16 2. Bahan-bahan yang digunakan ..............

  16 2.1. Bahan penelitian ...................

  16

  2.2. Media yang'digunakan dalam penelitian

  16

  2.3. Pisang yang digunakan untuk campuran pacfa media ....................... ..

  18

  2.4. Bahan kimia yang digunakan untuk iso­ lasi ........................... ....

  18

  2.5. Bahan pembanding yang digunakan iden- tifikasi steroid ............... ....

  18

  18 3 . Tahapan k e r j a .................... .......

  3.1. Pembuatan media ....................

  18

  19 3.2 . Kultivasi kalus ....................

  3.3. Persiapan bahan untuk isolasi steroid

  20 3.4. Isolasi steroid dari sampel ........

  20 3.5. Pemeriksaan terhadap hasil isolasi ..

  23

  3.6. Pemurnian hasil isolasi dengan kroma- tografi kolom ......................

  24

  3.7. Pemeriksaan terhadap zat hasil isola­ si yang telah dimurnikan ...........

  25

  3.7.1. Pemeriksaan dengan reaksi war- na ..........................

  25

  3.7.2. Pemeriksaan dengan kromatogra- fi lapisan tipis ............

  26 3.7 .3. Pemeriksaan dengan kromatogra- f i gas ....................

  27

  a* x l 1 * \ f B R P U S T A K A A * . 1

  '• N I T B R S 1 T A S A I R L A N O * * S U R A B A Y * ----

  BAB halaman IV HASIL PENELIT1AN ........... ..............

  29

  1. Hasil isolasi steroid dari kalus Solanum wrightii Benth................ .........

  29 2. Hasil pemeriksaan terhadap hasil isolasi.

  29

  2.1. Hasil pemeriksaan terhadap hasil iso­ lasi dengan kromatografi lapisan ti­ pis ...............................

  29

  2.2. Hasil pemeriksaan terhadap ifraksi pe­ troleum eter dengan kromatografi la­ pisan tipis .......................

  29

  3. Hasil pemurnian steroid terhadap hasil i- solasi dari kalus Solanum wrightii Benth dengan cara kromatografi kolom .........

  35

  4 Hasil pemeriksaan terhadap kristal hasil .

  pemurnian ...... ........................

  38

  4.1. Hasil pemeriksaan dengan reaksi war- na ................................

  38

  4.2. Hasil pemeriksaan dengan kromatogra­ fi lapisan tipis ..................

  38

  4.3. Hasil pemeriksaan dengan kromatogra­ fi gas ............................

  43 V 'PEMBAHASAN ................................

  48 VI KESIMPULAN................................

  50 VII SARAN-SARAN ...............................

  51 VIII RINGKASAN ............................

  52 IX DAFTAR PUSTAKA ............................

  53

  vi

  DAFTAR TABEl Tabel halaman

  I. Penggolongan steroid berdasarkan strukturnya

  7 II. Komposisi kimiawi media Murashige dan Skoog ...

  17 III. Hasil kromatografi lapisan tipis dari ekstrak kalus Solanum wrightil Benth dengan penampak no- da anisaldehid asam sulfat ...................

  30 IY. Hasil kromatografi lapisan tipis dari fraksi pe­ troleum eter dengan penampak nada anisaldehid a- sam sulfat ........ ..........................

  31 Y. Hasil pemeriksaan dengan reaksi warna terhadap kristal hasil pemurnian ............ .........

  38 YI. Hasil kromatografi lapisan tipis terhadap kris­ tal hasil pemurnian dengan penampak noda anisal­ dehid asam sulfat ............................

  39 VII. Hasil kromatografi gas terhadap kristal hasil pemurnian ....................................

  43

D.AITAR GAMB.AR

  Gambar halaman 1. Struktur inti molekul steroid .................

  6 2. Struktur molekul kolesterol dan ^sitosterol ...

  8 3. pembagian sapogenin steroid ...................

  9 4* Alat kromatografi gas .........................

  15

  5. Isolasi steroid dari kalus Solanum wrightii Benth 2?

  6. Kromatogram dari fraksi petroleum eter dengan si­ tosterol sebagai pembanding dan fasa gerak n-hek- sana ; etil asetat = 8 : 2 .....................

  32 7. .Kromatogram dari fraksi petroleum eter dengan si­ tosterol sebagai pembanding dan fasa gerak kloro- form : etil asetat = 9 : 1 .....................

  33

  8. Kromatogram dari fraksi petroleum eter dengan si­ tosterol sebagai pembanding dan fasa gerak benze- na : aseton = 15 : 1 ...........................

  34

  9. Hasil kromatografi lapisan tipis dari kromatogra­ fi kolom terhadap fraksi petroleum eter ........

  36

  10. Hasil kromatografi lapisan tipis dari kromatogra­ fi kolom terhadap fraksi aseton ................

  37

  11. Kromatogram dari kristal hasil pemurnian dengan sitosterol sebagai pembanding dan fasa gerak n-heksana : etil asetat = 8 : 2 ................ 40

  12. Kromatogram dari kristal hasil pemurnian dengan sitosterol sebagai pembanding dan fasa gerak klo- roform : etil asetat = 9 : 1 ................... 41 viii

  Gambar halaman

  13. :Kromatogram dari kristal hasil pemurnian de - ngan sitosterol sebagai pembanding dan fasa gerak benzena : aseton = 15 : 1 ............

  42

  14. Hasil kromatografi gas dari campuran sterol sebagai pe mb an ding..........................

  44

  15. Hasil kromatografi gas terhadap kristal hasil pemurBHiam......... *........................

  45 16. Kalus solamun wrightii Bentto yang ditumbufekaB. pada media Wa.rashige da& skoog, yang dimodi - fikasi denigaBt penaeibabaB: pisartg amfeoBi meatato .

  46

  17. Sel kalus Solatium wrighitii B:emth dettgan pea - ■hesaraac 100 kali ..... .................. .. .

  47

  

ix

  I. Lampiran Pereaksi anisaldehid asam sulfat ..........

  56 DAFTAR LAMPIRAN halaman x BAB I PENDAHULUAN Senyawa steroid mempunyai peranan yang penting dalam dunia pengobatan. Disajnping senyawa steroid digunakan se­ bagai bahan baku pembuatan kontrasepsi oral, turunan dari senyawa steroid banyak digunakan untuk obat-obatan korti- kosteroid, seperti anti radang, anti alergi, juga untuk kardiotonik ( digitoksin ), vitamin dan antibiotik (1,2').

  Banyak dari senyawa-senyawa steroid ini merupakan me- tabolit sekunder dari tanaman. Untuk mendapatkan metabolit sekunder dapat dilakukan dengan cara mengisolasi dari ta­ naman. Jenis tanaman yang banyak menghasilkan metabolit sekunder golongan steroid, adalah : Dloscorea sp., Sola­ num sp., Costus sp., Trigonella sp. (1).

  Sehubungan dengan makin terbatasnya sumber-sumber ba­ han baku untuk isolasi, kesulitan dalam teknik penanaman, lahan yang tersedia semakin terbatas, maka pada akhir-akhir ini banyak dari kalan^an ilmuwan untuk mencari alternatif lain dalam penyediaan metabolit sekunder tanaman, yaitu de­ ngan sistem atau metoda kultur jaringan tanaman (3).

  Sampai saat ini, telah banyak laporan penelitian ten­ tang kandungan metabolit sekunder tanaman dari metoda kul­ tur jaringan tanaman. Alkaloid kinin dan kinidin telah da­ pat diisolasi dari kultur Cinchona succirubra dan Cincho -

  • 1 -
  • - 2 -

  na led&eriana, baik dari jaringan daun, akar maupun pucuk batangnya (4).

  Dengan kultur Dioscorea deltoidea telah dapat diproduksi diosgenin hingga diperoleh kadar sampai 7,8 % (5). Hasil penelitian Indrayanto (1983), diketahui bahwa dalam kultur Solanum laciniatum, Costus speciosus, Solatium wrigh- tli terbukti menghasilkan steroid (6).

  Solanum wriphtii Benth termasuk salah satu jenis So­ lanum yang mempunyai kandungan solasodin relatif tinggi, yang diakumulasi pada bagian buah (7). Adanya perbedaan • sumber explan, kondisi kultur dan medi’ a dimana kultur ter- sebut diturnbuhkan, dapat mempengaruhi kadar dan jenis me - tabolit yang dihasilkan. Pada kultur Solanum wri/?htii Benth dari strain Universitas Tubingen, mengandung sterol*triter- pen tetapi tidak mengandung solasodin dan diosgenin (6).

  Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian i- ni adalah mengisolasi dan mengidentifikasi jenis steroid yang dihasilkan kultur Solanum wrlghtii Benth strain dari • Universitas Airlangga.

  Adapun dalam penelitian ini dilakukan isolasi oengan

  • tiga macam pelarut, pemurnian kristal dengan cara kromato­ grafi kolom serta identifikasi kristal dengan reaksi warna, kromatografi lapisan tipis dan kromatografi gas.

  Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan gam - baran .jenis steroid yang dihasilkan kalus Solanum wrightii Benth.

  

T IN JiiUAN PUSTAKA

  Tin.jauan kultur jaringan tanaman Kultur jaringan berdasarkan teori sel yang dikemuka- kan oleh Schwann dan Schleiden (1838), menyatakan bahwa sel tumbuhan merupakan satuan biologis terkecil yang mam- pu melakukan aktivitas metabolisme, reproduksi dan tum­ buh. Dari teori tersebut timbul teori Toti Potensi Sel tumbuhan yang menyatakan bahwa semua sel tumbuhan mengan- dung semua informasi genetik yang sama, sehingga apabila sel tumbuhan ditanam pada media yang sesuai mampu tumbuh menjadi tumbuhan baru '

  Kultur jaringan dapat didefinisikan sebagai bagian/ jaringan tanaman yang telah dipisahkan dari tanaman asal- nya dan ditumbuhkan dalam keadaan steril pada suatu medi­ um artifisial dan sel-selnya mampu tumbuh serta mengada - kan pembelahan. Kultur dapat berupa kultur organ terten- tu yang telah terdiferensiasi dan sel-sel meristematik yang belum terdiferensiasi atau yang disebut kultur ka - lus <1C».

  1.1. Penerapan metoda kultur jaringan tanaman Metoda kultur jaringan tanaman berkembang sejak

  White (1934) berhasil membuat kultur jaringan dari akar tomat ( Solanum lycopersicum ) dan Gautheret telah membuktikan bctapa pentingnya peranan zat pe -

  • - 4 -

  ngatur tumbuh auksin, yaitu IAA ( indole-3-acetic

  (2) acid ) dan vitamin B dalam pertumbuhan kultur sel' .

  Sejak itu metoda kultur jaringan tanaman banyak digu­ nakan dalam penelitian dasar pada bidang biokimia, ge- netika, fisiologi, biotransformasi senyawa berkha - siat

  Adapun kelebihan metoda kultur jaringan tanaman bila dibandingkan metoda konvensional, yaitu ;

  • pertumbuhan cepat dan tidak terpengaiuh oleh musim dan letak geografis
  • bebas dari pengaruh mikroba dan insekta
  • pertumbuhan sel dan proses metabolisme dapat dikon- trol, terutama untuk pengembangan produktiv
  • perubahan prekusor ( bahan dasar ) berlabel yang se- ngaja ditambahkan ke dalam media dapat dimonitor de­ ngan cepat

  Sedangkan kekurangannya adalah : 1. sel yang tumbuh heterogen

  2. kondisi media dan lingkungan harus steril 3* bahan pembuat media mahal Dengan adanya kelebihan dan kekurangan dari metoda ini, maka perlu pertimbangan beaya untuk produksi ko- mersial.

  1.2. Penerapan metoda kultur .jaringan tanaman untuk produk­ si metabolit sekunder Salah satu tujuan dikembangkannya metoda kultur jaringan tanaman adalah untuk produksi metabolit se­ kunder. Hal ini untuk mengatasi kesulitan-kesulitan

  • 5 -

  dalam memproduksi metabolit sekuhder yang bermanfa- at bagi kehidupan manusia yang berasal dari tanam­ an Adapun metabolit sekunder dari kultur sel tanaman yang diketahui adalah : steroid, terpenoid, sapogenin, alkaloid, flavonoid dan sebagainya^11’12^.

  Metabolit sekunder yang dihasilkan dengan meto­ da kultur jaringan tanaman mungkin identik dengan tanaman asalnya, senyawa yang sama sekali berbeda dari tanaman asalnya atau bahkan tidak mampu mempro­ duksi senyawa spesifik dari tanaman asalnya. Sedang- kan kadar yang dihasilkan dapat sama, lebih besar maupun lebih kecil bila dibandingkan dengan kadar pada tanaman asalnya

  Indrayanto (1983), berhasil melakukan isolasi dan identifikasi betulinadehid, yaitu suatu triter- pen perantara pada biosintesa asam betulir>ut dari kultur Solanum laciniatum, dimana sebelumnya st-nyawa ini belum pernah ditemukan pada tanaman Solanum sp^^. Sedangkan pada kultur sel Solanum mammogum tidak di-

  (p)

  temukan solasodin v ',

  2. Tin.jauan tentang steroid Senyawa steroid adalah suatu senyawa organik yang berinti siklopentanoperhidrofenantren. Di alam terdapat dalam tanaman ( suku Solanaceae, liliaceae dan Schorphu- lariaceae ). Molekulnya mempunyai inti yang merupakan fu- si tiga sikloheksana dan satu siklopentana dengan 17 bu- ah atom karbon.

  • - 6 -

    Struktur inti molekul steroid yang jenuh disebut gonan.

  Semua golongan steroid dianggap turunan gonan yang menga- lami substitusi, oksidasi atau dehidrogenasi Gambar : 1. Struktur inti molekul steroid Disamping steroid digunakan sebagai bahan kontrasep- si, turunan steroid banyak digunakan sebagai kardiotonik

  ( digitoksin ), vitamin dan antibiotika Steroid pada umumnya larut dalam pelarut organik yang non polar seperti kloroform dan eter, serta tidak larut dalam pelarut polar seperti air dan alkohol.

  2.1. Penggolongan steroid Berdasarkan strukturnya steroid dibagi menjadi dua golongan, yaitu ;

  2.1.1. Golongan steroid dengan atom karbon tidak le- bih dari dua puluh satu disebut steroid seder- hana.

  2.1.2. Golongan steroid dengan atom karbon lebih da­ ri dua puluh satu, misalnya sterol, sapogenin, alkaloid steroid dan lain-lain seperti yang tercantum pada tabel I.

  • - 7 -

  

TABEL : I

Penggolongan steroid berdasarkan strukturnya

  • 8 -

  2.2. Sterol (15,16,17) Berdasarkan asalnya, sterol dibagi menjadi em- pat golongan, yaitu zoosterol yang berasal dari he- wan seperti kolesterol, serta phytosterol yang ber- asal dari tanaman seperti stigmasterol, sitosterol.

  Mikosterol berasal dari jamur seperti ergosterol, sedangkan marinsterol berasal dari organisme laut seperti kalinasterol, stellasterol dan desraosterol.

  Gambar : 2. Struktur molekul kolesterol dan sitosterol 2-3. Saponin steroid

  Saponin steroid merupakan senyawa glikosida yang mengandung aglikon sapogenin, berkonjugssi de­ ngan oligosakarida melalui gugus 3 - jShidroksi.

  Oligosakarida dapat berupa heksosa ( glukosa ) mau- pun pentosa ( silosa ) berjumlah sampai dengan enam unit

  Glikosida saponin bersifat dapat membentuk bu- sa yang mantap bila larutannya dalam air dikocok, berasa pahit, racun terhadap ikan dan dapat menghe- molisa darah.

  • - 9 -

  Beberapa sterol (y& sitosterol dan stigmasterol) dan sapogenin steroid dapat digunakan untuk sintesis obat kontrasepsi. Noretisteron dan etinil estradiol dapat disintesis dari diosgenin dan sitosterol

  Pembagian sapogenin steroid menurut Tarigan (1980) (19) dapat dilihat sebagai berikut

  • Sapogenin steroid

  (alam) Gambar : 3. Pembagian sapogenin steroid

  3. Tinjauan tentang Solanum wrightii Benth Solanum adalah' suatu marga tanaman yang banyak turn - buh di daerah tropika. Di Indonesia jumlah Solanum menca- pai 71 jenis, sedangkan di pulau Jawa diperkirakan ter - dapat dua puluh tujuh jenis

  Salah satu jenis dari Solanum tersebut adalah Sola - num wrightii Benth. Kedudukan klasifikasi tanaman ini me­ nurut Lawrence, yaitu :

  • 10 - Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae : Tubiflorae Ordo Sub ordo :• Solanineae Familia : Solanaceae Genus : Solanum Species : Solanum wrightii Benth Kandungan Solanum wrightii Benth yang relatif tinggi ada-

  Solanum wrightii Benth merupakan tanaman berbentuk pohon yang berasal dari lJeru. Sinonim dari Solanum wrightii Benth adalah Solanum grandiflorum.

  Kromatografi adalah teknik pemisahan suatu campuran, yang bergantung pada perbedaan migrasi masing-masing kom- ponen campuran melalui suatu fasa diam di bawah pengaruh suatu pelarut yang bergerak yakni fasa gerak.

  Istilah kromatografi asal mulanya dicetuskan oleh sarjana biologi Rueia Michael Tswett, untuk melukisknr. suatu cara pemisahan zat-zat warna daun yang diadsorpnikan pada kal- sium karbonat.

  Semua pemisahan kromatografi didasarkan pada, bahwa kom - ponen-komponen suatu campuran terdistribusi di antara fa­ sa diam dan fasa gerak dalam perbandingan-perbandingan yang berlainan antara senyawa yang satu dan yang lain. lah solasodin yang diakumulasi pada bagian buah

  • 11 - Berdasarkan sifat dari fasa diam dapat digolongkan menjadi dua cara kromatografi, yaitu :
  • Kromatografi adsorpsi

  Kromatografi adsorpsi adalah kromatografi dimana fasa diam yang digunakan berupa zat padat. Contoh : kromatografi lapisan tipis, kromatografi gas padat

  • Kromatografi partisi

  Kromatografi partisi adalah kromatografi dimana fasa diam yang digunakan berupa zat cair.

  Contoh ; kromatografi kertas, kromatografi gas cair

  4.1. Kromatografi lapisan tipis (2?»25,26) Mekanisme dari kromatografi lapisan tipis ada­ lah adsorpsi, yaitu merupakan kekuatan tarik mena- rik antara molekul adsorben ( sebagai fasa diam ) dengan molekul zat yang akan diadsorpsi.

  Molekul-molekul zat yang diadsorpsi lemah oleh fa­ sa diam akan terbav/a oleh fasa gerak ke atas, se - hingga memberikan noda di atas. Sedangkan molekul- molekul zat yang diadsorpsi kuat oleh fasa diam a- kan memberikan noda di bawah.

  Fasa diam yang banyak digunakan adalah silika gel, sedangkan fasa gerak dapat digunakan pelarut tunggal atau campuran beberapa macam pelar.ut yang disesuaikan dengan campuran zat yang akan dipisah- kan.

  • 12 - Untuk menunjukkan komponen zat yang dipisah- kan, dapat menggunakan lampu ultra violet atau pe- reaksi penampak noda yang sesuai.

  Dari kromatogram yang diperoleh dapat diketahui war- na noda yang terjadi, kemudian dihitung harga Rfnya dimana harga Rf ini dibandingkan denga.i pembanding*

  Jarak yang ditempuh zat

  Rf ----------------------------------

  Jarak yang ditempuh fasa gerak

  4.2. Kromatografi kolom (22,23) Kromatografi kolom terdiri dari medium padat yang diisikan ke dalam sebuah kolom. Setelah cam­ puran zat yang akan dipisahkan dimasukkan ke dalam kolom, pelarut dilewatkan melalui kolom tersebut.

  Kromatografi kolom dapat digunakan untuk pemi- sahan, pemurnian dan analisis suatu campuran senya- wa berdasarkan salah satu mekaaisme adsorpsi, par­ tisi, penukar ion dan filtrasi gel.

  Fasa diam yang sering digunakan adalah alumi - nium oksid ( alumina ) dan silika gel. Pengisian adsorben ke dalam kolom harus seragam dan kompak, sebab bila tidak seragam dan kompak dapat menyebabkan aliran pelarut tidak teratur. Ada dua cara pengisian adsorben ke dalam kolom yaitu cara kering dan cara basah.

  • Pengisian adsorben cara kering

  Sejumlah kecil adsorben dimasukkan ke dalam kolom dan dibiarkan turun dengan mengetuk-ngetuk kolom

  • - 13 -

  sampai tingginya konstan. Cara ini diulang-ulang hingga didapatkan ketinggian yang dikehendaki. Segumpal kecil glass wool diletakkan di ujung ko­ lom untuk mencegah pengotoran permukaan oleh ad­ sorben. Kemudian kolom dibasahi dengan pelarut yang akan digunakan untuk eluasi.

  • Pengisian adsorben cara basah

  Adsorben dan pelarut dicampur sampai membentuk suspensi, kemudian diisikan ke dalam kolom. Adsorben dibiarkan turun dan membentuk endapan di dasar kolom. Selama pendiaman, pelarut dikeluar - kan dan ditambah suspensi lagi. Demikian seterus- nya hingga didapatkan ketinggian yang dikehendaki.

  Selain itu dapat juga dengan cara memasukkan dulu eluen ke dalam kolom, kemudian ditambah dengan suspensi adsorben dalam eluen atau adsorben ke- ring. Selama eluasi, eluen yang keluar ditampung dalam volume-volume kecil, kemudian masing-masing eluen dianalisa. 4.3- Kromatografi gas (22»24,25)

  Kromatografi gas adalah suatu cara analisa yang dapat digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa organik, seperti asam, basa, alkohol, keton, alka - loid dan lain-lain. Ada dua jenis kromatografi gas, yaitu kromatografi gas padat dan kromatografi gas cair.

  • - 14 -

  Untuk kromatografi gas padat sebagai fasa diam ada­ lah zat padat, sedangkan kromatografi gas cair se - bagai fasa diam adalah zat cair. Sebagai fasa gerak kedua jeni's kromatografi gas tersebut adalah gas.

  Keuntungan dari kromatografi gas antara lain :

  • Gas mempunyai kecepatan yang tinggi, sehingga waktu pemisahan cepat
  • Dapat digunakan untuk analisa kualitatif maupun kuantit
  • Sangat sensitif- , sehingga hanya memerlukan sampel sedikit prinsip kerja dari kromatografi gas Sampel diinjeksikan ke dalam ruang injektor.

  Sampel tersebut akan menguap karena pemanasan pada ruang injektor. Selanjutnya sampel yang berupa gas akan terbawa oleh aliran gas pembawa, masuk ke da­ lam kolom. Di dalam kolom komponen-komponen dari sampel akan dipisahkan, kemudian komponen-komponen tersebut dideteksi oleh detektor. Jadi pemisahan dari sampel terjadi antara gas sebagai fasa gerak dan zat cair sebagai fasa diam. Senyawa yang mem - punyai afinitas rendah terhadap fasa aiam akan ke- luar lebih dahulu, sedangkan senyawa dengan afini­ tas besar terhadap fasa diam akan keluar dari ko - lom kemudian.

  • 15 -

  Gambar : 4, Alat kromatografi gas Keterangan gambar :

  1. Gas pembawa 2. !Pengatur tekanan

  3. Tempat penyuntikan

  4. Kolom

  5. Detektor

  6. Flowmeter

  7. Amplifier

  8. Intregator

  9. Rekorder

  10. Oven

  BAB III ALAT, BAHAN DAN METODA PENELITIAN

  1. Alat-alat yang digunakan

  1.1. Alat untuk pembuatan media dan sterilisasi media

  • Autoklaf 25 1 ( American Portable Autoclve WAP

  Co Inc )

  • PH meter Pisher - Laminar air flow cabinet

  1.2. Alat untuk isolasi dan identifikasi steroid

  • Labu alas bulat
  • Pendingin balik
  • Bejana kromatog
  • Kromatografi Gas Shimadzu tipe 9A
  • Lempeng Jadi Kieselgel 60 ^254’ Merck

  2. Bahan-bahan yang digunakan

  2.1. Bahan penelitian Sebagai bahan digunakan kalus Solanum wrightii

  Benth, diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Pa- kultas Parmasi Universitas Airlangga, Surabaya.

  2.2. Media yang digunakan dalam penelitian Media yang digunakan dalam penelitian adalah media standar Murashige dan Skoog yang dimodifikasi dengan penambahan hormon kinetin dua ppm, ditambah 2,4 Dichloro phenoxyacetic acid 0,5 ppm dan ditam - bah pisang ambon mentah

  • 16 -
  • 17 -

  Komposisi kimiawi media Murashige dan Skoog dapat di- lihat di dalam tabel di bawah ini : TABEL : II

  Komposisi kimiawi media Murashige dan Skoog Komponen

  Jumlah ( mg/1 )

  n h

  4 n o 3 1650

  k n o

  5 1900 cacl2 . 2H20 440 MgSỘ 7H20 370

  170 KH2P04 PeS04 . 7H20

  27,8 Na2EDTA. 4H20

  37,3 MnSỘ 4H20

  22,3 ZnS04 . 7H20 8,6

  h

  3 b o

  3 6,2

  KI 0,83

  Na2Mo04 - 2H20 0,25

  CuSỘ 5H20 0,025

  CoCl2 - 6H20 0,025

  Mio - inositol 100

  Asam nikotinat 0,5 piridoksin HCl 0,5

  Tiamin HCl 0,1 Glisin

  2 Sukrosa 30 .000. Agar 10.000

  • - 18 -

  Agar yang digunakan adalah Bacto Agar, Difco Centri- fied', Difco Laboratories, Detroit Michigan, USA. Hormon 2,4 Dichloro Phenoxy Acetic Acid produkst Sigma,

  2.3. Pisang yang digunakan untuk campuran pada media Buah pisang yang digunakan untuk campuran pada me­ dia adalah buah pisang ambon mentah, diambil dari pasa-

  (?n\

  ran bebas, dengan kriteria sebagai berikut

  • Kulit buah seluruh permukaannya hijau dan bergetah
  • Daging buah k
  • Irisan melintang daging buah bulat penuh ( siku-siku tidak ada )

  Buah pisang sebelum dicampur dengan larutan media, dijLu- matkan dahulu demgan blender dan digunakan sebanyak 200 gram per satu liter media.

  2.4. Bahan kimia yanig digunakan untuk isolasi

  • Petroleum eter 40 - 60 p.a. ( E. Merck )
  • Aseton p.a. (,E„ Merc
  • Kloroform p.a. ( E. Merck ) 2 • 5 • Bahan pembanding yang digunakan identiflkaa1 steroid
  • Sitosterol - Solasodin - Diosgenin

  3. Tahapan kerja

  3.1. Pembuatan media Media yang digunakan adalah media padat, cara pern - buatannya sesuai dengan metoda Murashige dan Skoog.

  Masing-masing komponen media dibuat larutan stok. Untuk memperoleh media dengan volume satu liter, dibuat dengan cara sebagai berikut :

  • >Bahan makronutrien dari larutan stok masing-masing sepuluh milliliter
  • Bahan mikronutrien dari larutan stok masing-masing sepuluh milliliter
  • Hormon kinetin dua ppm ditambah 2,4 Dichloro phe - noxyaceitic . acid 0,5>Ditambahkan mio-inositol pada campuran larutan me­ dia
  • Ditambah sukrosa dan pisang ambon mentah yang sudah dihaluskan, kemudian ditambah aquades sampai dipe - roleh volume satu liter m>Larutan media dibuat dengan pH 5>7 - 5,8 dengan me- nambahkan larutan NaOH 0,1 N atau larutan HCl 0,1 N - Setelah ditambah dengan agar 1 %, larutan dipanas - kan sampai mendidih
  • Larutan dituang ke dalam botol kultur masing-masing 25 ml, kemudian masing-masing ditutup dengan alumi­ nium foil rapat-r
  • Disterilkan di dalam autoklaf dengan euhu 121°C se- lama 20 menit
  • Disimpan di dalam ruang dengan suhu 20 - 25 °C

  3.2. Kultivasi kalus Untuk mendapatkan kalus dalam jumlah banyak agar cukup untuk diisolasi, maka kalus perlu ditumbuhkan

  (• diperbanyak ), dengan cara sebagai berikut :

  • Kalus dipotong-potong, kemudian dipindahkan ke da - lam botol kultur yang sudah berisi media
  • 20 -
  • Potongan kalus akan tumbuh dan membentuk kalus yang baru
  • Semua pekerjaan di atas dilakukan secara aseptis di- laminar air flow cabinet

  Pemanenan dilakukan setelah kalus berumur empat ming- gu 3.3. persiapan bahan untuk isolasi steroid

  Xalus dipisahkan dari agar yang menempel, k’ emu - dian dikeringkan dilemari pengering pada suhu 40 sam­ pai 60°C. Setelah kering kemudian diserbuk. 3*4* Isolasi steroid dari sampel

  Dalam penelitian ini dilakukan isolasi steroid dari kalus Solanum wrightii Benth, Metoda isolasi da­ ri kalus ini digunakan literatur ya^-fcu ;

  Di'timbang 40 gram serbuk kalus, dimasukkan ke da­ lam labu alas bulat yang dilengkapi dengan pendingin balik, direfluks lima kali selama dua jam dengan pe - troleum eter 40 - 60 p.a. sebanyak 300 ml pada suhu

  60 - 65°C, kemudian disaring. Filtrat ( fraksi ) petroleum eter dipisahkan dan re - sidu direfluks kembali dengan aseton sebanyak 300 ml selama dua jam pada suhu 80 - 85°C, yang dilakukan tiga kali.

  Fraksi aseton diuapkan. Residu dari fraksi aseton di- hidrolisa dengan 100 ml larutan HCl 2 N pada suhu 100°c, kemudian disaring.

  Setelah disaring, ampas dicuci dengan aquades sampai

  • 21 - netral, kemudian dibasakan dengan larutan NaOH 1 N, dicuci lagi dengan aquades dan dikeringkan dalam le- mari pengering dengan suhu 50°C. Setelah kering, kertas saring dan ampas direkluks ti- ga kali selama dua jam dengan kloroform sebanyak 300 ml.

  Filtrat ( fra.ksi ) kloroform diekstraksi tiga kali dengan kloroform, sedangkan ampasn.ya diekstraksi se- lama satu jam dengan kloroform. Dari masing-masing fraksi dikumpulkan dan diuapkan, kemudian dilakukan identifikasi dengan kromatografi lapisan tipis. Untuk fraksi yang memberikan hasil positif dilakukan pemurnian dengan kromatografi kolom. Secara skematis isolasi steroid dari kalus Solanum wrightli Benth dapat dilihat pada gambar 5.

  • 22 - Serbuk kalus, diekstraksi dengan petroleum eter ( PE ) lima kali dua jam

  .rtmpas diekstraksi dengan Ekstrak PE aseton tiga kali dua jam diuapkan

  • " 1

  Ampas direfluks de­ Ekstrak aseton diuapkan ngan HCl 2N satu

  Sterol bebas jam

  Glikosterin Dinetralkan dengan NaOH

  IN, disaring Filtrat dikocok

  Ampas diekstraksi dengan kloroform dengan kloro - satu jam form

  Fasa kloroform Ekstrak kloroform

  • Sapogenin steroid
  • Alkaloid Steroid Gambar : 5. Isolasi steroid dari kalus Solanum wrightii Benth

  • 23 - 3.5* Pemeriksaan terhadap hasil isolasi

  Yang dilakukan dalam pemeriksaan terhadap hasil isola­ si adalah pemeriksaan steroid secara kualitatif dengan kromatografi lapisan tipis dari masing-masing fraksi. Bahan yang digunakan :

  • Zat hasil isolasi

  .at pembanding : sitosterol, solasodin, dioogenin -

  7

  • Fasa diam : kieselgel 60 F2^4 ( E. Merck ) dengan tebal lapisan 0, 20 mm
  • Fasa gerak : n-heksana : etil asetat = 8 : 2 kloroform ; etil asetat = 9 : 1 kloroform : metanol = 9 : 1, 5
  • Penampak noda : pereaksi anisaldehid asam sulfat

  Cara pelaksanaannya, yaitu : Fraksi zat yang akan diperiksa ditoto'ikan ke lem- peng fasa diam ( papan kromatografi ) disamping larut- an zat pembanding sejumlah ul tertentu. Kemudian dima- sukkan ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh dengan eluen. pengembangan dihentikan setelah eluen mencapai jarak yang sudah ditentukan sebelumnya, lem - peng fasa diam ( papan kromatografi ) diangkat dan di- biarkan mengering di udara terbuka. Kemudian disemprot dengan penampak noda dan dipanaskan dalam oven pada su­ hu 100 - 105°C selama lima sampai sepuluh menit.

  Warna noda dan harga Rf yang diperoleh dibandingkan de­ ngan warna noda dan harga Rf dari zat pembanding.

  • 24 -

  3.6. Pemurnian hasil isolasi dengan kromatografi kolom Bahan yang digunakan :

  • Zat hasil isolasi ( fraksi zat yang memberikan hasil positif terhadap kromatografi lapisan tipis )
  • Fasa diam : kieselgel 60 1* 254 ( ■ E‘ Merck )

  ( 230 - 400 mesh )

  • Fasa gerak ♦ n-heksana : etil asetat = 8 : 2 Alat yang digunakan :

  Kolom kaca yang salah satu ujungnya dilancipkan dan disambung dengan pipa yang terbuat dari bahan yang tidak dapat larut dalam pelarut organik. Pada pipa ini dipasang kran yang dapat dibuka dan di- tutup. panjang kolom lebih kurang tiga puluh centime - ter dan diameter dalamnya satu centimeter. Ujung bawah kolom diberi glass wool sebagai penyaring.

  Cara pelaksanaannya, yaitu : Fasa diam dicampur dengan fasa gerak secukupnya, sehingga merupakan bubur yang dapat dituang dengan mu- dah. Kemudian dituang melalui corong ke dalam kolom sampai tidak timbul gelembung udara. Fasa diam yang diperlukan sebanyak 100 - 200 kali bahan yang dimurni- kan. Setelah itu dibiarkan semalam untuk memampatkan fasa diam. Li atas kolom dipasang corong pisah sebagai tempat persediaan fasa gerak.

  Bahan yang akan dimurnikan ditambah fasa gerak sampai tepat larut, kemudian dimasukkan ke dalam kolom hingga membentuk suatu lapisan yang rata di atas fasa diam.

  • 25 - Setelah itu fasa gerak dialirkan turun dengan kece - patan yang diatur dan dijaga, agar tersedia fasa ge­ rak setinggi kurang dari dua centimeter di atas fasa diam. Larutan yang keluar ditampung dalam botol se - banyak dua milliliter setiap kali penampungan.

  Pemoagian fraksi berdasarkan urutan keluarnya fasa gerak. Selanjutnya masing-masing fraksi dianalisa de­ ngan kromatografi lapisan tipis.

  Fraksi-fraksi yang mempunyai harga Rf dan warna noda yang sama dikumpulkan, kemudian diuapkan.

  3.7. Pemeriksaan terhadap zat hasil isolasi yang telah di- murnikan Yang dilakukan dalam pemeriksaan terhadap zat hasil isolasi yang telah dimurnikan adalah :

  3.7.1. Pemeriksaan dengan reaksi warna Bahan yang digunakan :

  • Kristal hasil pemurnian
  • zat pembanding : sitosterol, solasodin, di- osgenin

  Cara pelaksanaannya, yaitu :

  • Reaksi warna Liebermann - Burchard Sedikit zat dilarutkan ke dalam dua mi­ lliliter kloroform, kemudian ditambahkan ti- ga tetes asam asetat anhidrat dan satu tetes asam sulfat pekat, dikocok pelan-pelan, maka akan terjadi warna biru. Warna dari zat ha - sil pemurnian dibandingkan dengan warna dari pembanding.

  • - 26 -

  • Reaksi warna Salkowski (29)

  Sedikit zat dilarutkan ke dalam kloro - form, kernudian ditambahkan asam sulfat pekat dengan volume yang sama, melalui dinding ta- bung reaksi dan dikocok pelan-pelan. Setelah ter.-jadi pemisahan, maka lapisan asam akan berwarna merah dan lapisan kloroform ti­ dak berwarna. Warna dari zat hasil pemurnian dibandingkan dengan warna dari pembanding.

  3.7.2. Pemeriksaan dengan kromatografi lapisan tipis Bahan yang digunakan :

  • Kristal hasil pemurnian
  • Zat pembanding : sitosterol, solasodin, di-

  0sgenin

  • Fasa diam ; kieselgel 60 ^ 254 Merck) dengan tebal lapisan 0, 20 mm
  • Fasa gerak : n-heksanajetil asetat= 8:2 kloroform:etil asetat= 9 : 1 benzena : aseton =15: 1 kloroform: metanol • « 9 :1, 5
  • Penampak noda : pereaksi anisaldehid asam sulfat

  Cara pelaksanaannya seperti pada pemeriksaan terhadap hasil isolasi dengan kromatografi la­ pisan tipis ( lihat 3 .5 . )•

  • - 27 -

  3.7.3. Pemeriksaan dengan kromatografi gas Bahan yang digunakan :

  • Kristal hasil pemurnian
  • zat pembanding : campuran sterol yang terdi- ri dari kolesterol, kampe - sterol, stigmasterol dan si­ tosterol
  • Alat : Kromatografi Gas Shimadzu tipe 9A, de­ ngan data prosesor CR3A, dengan kondi- si operasional sebagai beriku>Fasa diam : 0 V - 101 5 %
  • Materi pendukung s ChromosDrb W, 80 - 100
  • Suhu injektor

  300° C

  • Suhu kolom 280°C, i.sot.ermal

  300

  • Suhu detektor ° - Detektor F.I.D.
  • Gas pembawa

  Nitrogen

  • Kecepatan aliran gas : 4-0 ml per me- nit
  • Kolom Gelas 3 m x 3 mm

  s

  Cara pelaksanaannya, yaitu : Kristal hasil pemurnian dilarutkan ke da - lam kloroform, kemudian disuntikkan ke dalam ruang injektor dengan pertolongan jarum injeksi.

  Zat akan menguap karena pengaruh pemanasan pada ruang injektor.

  • 28 - Uap akan terbawa oleh gas yang mengalir, yang telah diatur kecepatan alirnya. Hasilnya diamati melalui detektor.
BAB IV HASIL PENELITIAN 1, Hasil isolasi steroid dari kalus Solanum wrightii Benth

  Hasil isolasi steroid dengan menggunakan 40 gram serbuk kalus Solanum wrightii Benth, diperoleh ekstrak kental yang berwarna coklat kuning dan setelah dilaku - kan pemurnian dengan kromatografi kolom diperoleh kris­ tal berwarna putih ( dari fraksi petroleum eter ). 2• Hasil pemeriksaan terhadap hasil isolasi

  2.1. Hasil pemeriksaan terhadap hasil isolasi dengan kromatografi lapisan tipis Hasil pemeriksaan terhadap hasil isolasi dengan kromatografi lapisan tipis dari masing-masing frak­ si tercantum pada tabel III. Dari tabel III diketa- hui, hanya fraksi petroleum eter dan fraksi aseton yang memberikan hasil positif.

  2.2. Hasil pemeriksaan terhadap fraksi petroleum eter dengan kromatografi lapisan tipis Hasil pemeriksaan terhadap fraksi petroleum, eter dengan kromatografi lapisan tipis tercantum pada tabel IV dan dapat dilihat pada gambar 6, gambar 7 dan gambar 8.

  • 29 -
  • - 30 -

  CVJ n">

  in

  %

  G

  I ">0 t-

  , n co

  I •> *»

  o o CVJ C l O

  VO

  ft

  o o o o o

  6 a

  a

  t ■H CO JS

  8

  fO

  o

  ■5

  3 ■S CO

  8

  ^ It •) A «t

  t— fO O m in

  I co i n vo c j co c \ j

rn i n vo v3

  I I

  I I I

  • •»•*** o o o

  1 t- C VJ

  1

  1

  o o o

  1 1 1 p a a VO <VI O s I Tv SO VO

  Q>

  H A s

  <N -- H

  8 l l k r o n a t * £ r a f i l a p i s a n t i p i s d a r i e k s t r a k k a l u s S o la ny n w r l A t l i B e n t k d e n g a n p e n a n p a k n o d a a n i s a l d e k i d as aa svlfa t

  I H n

  I II

  • V M M
    • * o

  T A B E L

  • •t o
    • m>

  • » • O O O O

  • I
  • 31 -

  T-ABEL : IV Hasil kromatografi lapisan tipis dari fraksi petroleum eter dengan penampak noda anisaldehid asam sulfat

  Fraksi petroleum Pembanding sito­ sterol Fasa gerak eter

  Warna noda Warna noda Rf Rf n-heksana : etil biru

  0,27 ungu asetat = 8 :2 ungu 0,34

  0,34* merah 0,44 ungu

  0,51

  • ungu 0,56 kloroform : etil ungu 0,56 merah 0,62 asetat — 9 si merah 0,69 ungu benzena : aseton = 0,37
  • biru biru 0,43

  0,43 15 : 1 ungu 0, 50

  Keterang;an ;

  • lif yang sama dengan pembanding
  • 32 -

  Gambar : 6 . Kromatogram dari fraksi petroleum eter dengan sitosterol sebagai pembanding.