PENDAPATAN NASIONAL makalah pendapatan domestik

MENGHITUNG PENDAPATAN NASIONAL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Ekonomi Syari’ah
Dosen Pengampu: Jauhar Faradis, SHI., MA.

Disusun Oleh:

PERBANKAN SYARIʹAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014

PENDAHULUAN
Setiap negara di dunia ini mempunyai konsepsinya sendiri-sendiri mengenai arah
perkembangan perekonomiannya. Untuk itu, mereka pun telah memilih corak atau sistem
perekonomian yang dirasa cocok dengan keadaannya masing-masing. Semua sistem
perekonomian yang dewasa ini terdapat di dunia, niscaya ada penganutnya. Suatu negara
menganut sistem ekonomi Kapitalisme, sedang yang lain memandang bahwa sistem Fasismelah
yang terbaik sementara ada pula yang memilih sistem ekonomi Sosialisme atau bahkan
Komunisme. Hingga saat ini yang mulai banyak dilirik adalah sistem ekonomi Islam, yang
sebenarnya telah ada sejak Islam ada.

Di dalam teori ekonomi, pendapatan nasionl merupakan salah satu bagian yang menarik
perhatian untuk dibicarakan. Pendapatan nasional sampai saat ini masih tetap dianggap orang
sebagai pilar utama penyangga politik ekonomi. Artinya, ke arah peningkatan pendapatan
nasional itulah hampir semua kebijaksanaan di bidang perekonomian difokuskan.1
Setiap kegiatan ekonomi dalam suatu negara pasti berkaitan dengan pendapatan
nasional. Tingkat perkembangan ekonomi suatu negara juga dapat dilihat dari pendapatan
nasionalnya. Usaha-usaha pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara pasti
diarahkan untuk meningkatkan kestabilan pendapatan nasional.
Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian pendapatan nasional,
ruang lingkup pendapatan nasional, metode perhitungannya, serta pandangan ekonomi Islam
terhadap pendapatan nasional itu sendiri.

1 Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi (Pendekatan Kepada Teori Ekonomi
Mikro &Makro), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006: hlm 99.

1

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PENDAPATAN NASIONAL
Secara sederhana pendapatan nasional dapat diartikan sebagai jumlah barang dan jasa

yang dihasilkan suatu negara pada periode tertentu biasanya satu tahun. Istilah yang terkait
dengan pendapatan nasional beragam antara lain; produk domestic bruto (gross domestic
product/GDP), produk nasional bruto (gross national product/GNP), serta produk nasional neto
(net national product/NNP).2
Perhitungan pendapatan nasional akan memberikan perkiraan GDP secara teratur yang
merupakan ukuran dasar dari performansi perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa.
Selain itu perhitungan pendapatan nasional juga berguna untuk menerangkan kerangka kerja
hubungan antara variabel makroekonomi, yaitu; output, pendapatan, dan pengeluaran.

Gambar diatas menjelaskan tentang adanya dua arus (flow), yaitu barang dan uang
1. Arus barang berupa penyerahan faktor produksi dari rumah tangga konsumen ke rumah
tangga produsen (1) dan penyerahan barang-barang dan jasa dari rumah tangga produsen
ke rumah tangga konsumen(4)
2. Sedangkan arus (flow) uang terjadi penerimaan pendapatan yang diperoleh rumah tangga
konsumen dari rumah tangga produsen (2) pengeluaran yang dilakukan rumah tangga
konsumen pada rumah tangga produsen (3)
Beberapa istilah mengenai pendapatan nasional:

2 Nurul Huda, dkk, Ekonomi Makro Islam, Jakarta,: Kencana Prenada Media Group,
2009: hlm 21.


2



Produk Domestik Bruto (PDB) : Nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang

diproduksikan oleh faktor produksi milik warga negara tersebut dan negara asing.
 Produk Nasional Bruto (PNB) : Nilai barang dan jasa yang dihitung dalam pendapatan
nasional hanyalah barang dan jasa yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi yang
dimiliki oleh warga negara itu sendiri.
 Pendapatan Nasional Harga Berlaku : Pendapatan nasional yang dihitung dengan harga
berlaku, yakni nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dari suatu negara dalam
satu tahun dan dinilai menurut harga-harga yang berlaku pada tahun tersebut.
 Pendapatan Nasional Harga Tetap (Riil) : Pendapatan nasional yang dihitung dengan Harga
tetap, yakni harga barang-barang dan jasa-jasa yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang
seterusnya digunakan (sebagai patokan) untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan
pada tahun-tahun berikutnya.
 Pendapatan Nasional Harga Pasar : Pendapatan nasional yang dihitung dengan harga pasar,
yakni apabila perhitungan nilai barang itu menggunakan harga yang dibayar oleh pembeli.

 Pendapatan Nasional Harga Faktor : Pendapatan nasional yang dihitung bergantung pada
jumlah pendapatan faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang tersebut.
B. PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL
Pendapatan nasional yang merupakan ukuran terhadap aliran uang dan barang dalam
perekonomian dapat dihitung dengan tiga pendekatan yaitu:
1. Pendekatan produksi
2. Pendekatan pendapatan
3. Pendekatan pengeluaran
Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Produksi (GDP)
Pendapatan nasional dengan pendekatan produksi merupakan penjumlahan dari seluruh
nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi masyarakat dalam periode
tertentu. Dengan pendekatan produksi, penghitungan pendapatan nasional dilakukan dengan cara
mengumpulkan data tentang hasil akhir barang-barang dan jasa-jasa untuk suatu periode tertentu
dari semua unit produksi yang menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut.
Jadi pendapatan nasional menurut pendekatan produksi adalah jumlah nilai tambah
semua barang dan jasa selama satu tahun. Barang dan jasa yang dimaksud adalah barang akhir
(final goods) atau barang jadi (finished goods), artinya barang yang langsung dapat diterima
konsumen. Cara menghitung pendapatan nasional dengan cara ini berarti menghitung nilai
3


tambah yang diwujudkan oleh perusahaan-perusahaan di berbagai lapangan usaha dalam
perekonomian.
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi di Indonesia dilakukan
dengan menjumlahkan semua sektor industri yang ada, sektor industri tersebut dikelompokan
menjadi 11 sektor atas dasar ISIC (International Industrial Classification) yang meliputi;
1. Sektor produksi pertanian
2. Sektor produksi pertambangan dan penggalian
3. Sektor industri manufaktur
4. Sektor produksi listrik,gas, dan air minum
5. Sektor produksi bangunan
6. Sektor produksi perdagangan, hotel dan restoran
7. Sektor produksi transportasi dan komunikasi
8. Sektor produksi bank dan lembaga keuangan lainnya
9. Sektor produksi sewa rumah
10. Sektor produksi pemerintah dan pertahanan
11. Sektor produksi jasa lain
Dalam perkembangan selanjutnya perhitungan dengan pendekatan produksi di Indonesia
menggunakan 9 sektor.
Rumus perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi sebagai berikut:
Y = ( Q 1 X P1 ) + ( Q 2 X P2 ) + ( Q 3 X P3 )

+ ( Qn X Pn )
Keterangan : Y = Pendapatan nasional
Q1 = Jenis barang ke 1
P1 = Harga barang ke 1
Qn = Jumlah barang ke n

Q2 = Jenis barang ke 2
P2 = Harga barang ke 2
Pn = Harga barang ke n

Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Pengeluaran (GNP)
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran dilakukan dengan
menjumlahkan nilai pengeluaran yang dilakukan oleh empat pengguna barang dan jasa atau
sering disebut dengan komponen-komponen pengeluaran agregat, yaitu:
1.

2.

3.


Rumah tangga berupa konsumsi (C)
Nilai pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis
kebutuhannya dalam satu tahun tertentu.
Perusahaan berupa investasi (I)
Pengeluaran untuk membeli barang modal yang dapat menaikkan produksi barang dan
jasa di masa yang akan datang.
Pengeluaran pemerintah (G)
4

4.

Pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk menyediakan fasilitas bagi kepentingan
masyarakat.
Pengeluaran ekspor dan impor (X – M)
Nilai Ekspor yang dilakukan suatu negara dalam satu tahun tertentu dikurangi dengan
nilai impornya dalam periode waktu yang sama
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan ini sebagai berikut:
Y=C+I+G+
(X–M)


Keterangan :

Y = Pendapatan Nasional

G = Pengeluaran

Pemerintah
C = Pengeluaran konsumsi
I = Pengeluaran Investasi

X = Eksport
M = Import

Dengan dua pendekatan yang telah disampaikan muncul suatu pertanyaan apakah sama
antara GDP dengan GNP atau adakah perbedaan antara GDP dengan GNP? Secara sederhana
dapat dinyatakan GDP adalah nilai barang jadi yang diproduksi di dalam negeri. Sedangkan di
dalam GNP ada bagian barang atau jasa yang diperoleh dari luar negeri. Misalnya, pendapatan
dari seorang warga negara Indonesia yang bekerja di Amerika adalah bagian dari GNP indonesia
tetapi bukan bagian dari GDP Indonesia karena pendapatan itu tidak dihasilkan di Indonesia.
Dari penjelasan perbedaan GDP dengan GNP di atas, maka ada tiga kondisi yang

mungkin terjadi pada suatu negara:
1. Nilai GDP lebih besar dari GNP (GDP > GNP)
Hal ini berarti penghasilan penduduk suatu negara yang bekerja di luar negeri akan lebih
sedikit bila dibandingkan dengan penghasilan orang asing di negara itu
2. Nilai GDP lebih dari kecil dari GNP (GDP < GNP)
Hal ini berarti penghasilan penduduk suatu negara yang bekerja di luar negeri akan lebih
besar bila dibandingkan dengan penghasilan orang asing di negara itu
3. Nilai GDP sama dengan GNP (GDP = GNP)
Hal ini berarti penghasilan penduduk suatu negara yang bekerja di luar negeri akan sama
besar bila dibandingkan dengan penghasilan orang asing di negara itu.
Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Pendapatan NNP

5

Berbeda dengan GNP, maka NNP merupakan GNP dikurangi penyusutan dari stok modal
yang ada selama periode tertentu. Penyusutan merupakan ukuran dari bagian GNP yang baru di
sisihkan untuk menjaga kapasitas produksi dari perekonomian. Biasanya data GNP lebih banyak
digunakan dibandingkan dengan NNP karena persoalan estimasi penyusutan mungkin tidak teliti
dan juga tidak tersedia dengan cepat sedangkan perkiraan GNP tersedia dalam bentuk sementara.
Pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan merupakan hasil penjumlahan dari

seluruh penerimaan (rent, wage, interest, profit) yang diterima oleh pemilik faktor produksi
dalam suatu negara selama satu periode. Ditinjau dari pendekatan pendapatan, penghitungan
pendapatan nasional dilakukan dengan cara mengumpulkan data pendapatan yang diperoleh oleh
rumah tangga keluarga. Atau dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh pemilik
faktor produksi dalam suatu masyarakat selama satu tahun. Pendapatan ini berupa sewa, upah
dan gaji, bunga, dan laba usaha.
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan Pendapatan dapat menggunakan
rumus berikut:
Y=R+W+I
+P
Keterangan : Y = Pendapatan Nasional
R = Rent (sewa)
P = Profit (Laba)

W = Wages (Upah)
I = Interest (Bunga)

Menghitung Produk Domestik dan Produk Nasional Bruto
Pendapatan nasional dapat dihitung menurut harga yang berlaku dan menurut harga tetap.
Penghitungan menurut harga tetap yang dilakukan di Indonesia pada masa ini menggunakan

harga-harga pada tahun 1993. Kedua cara penghitungan itu menurut harga tetap dan harga yang
berlaku akan ditujukan dalam tabel berikut. Data yang dikemukakan adalah data pendapatan
domestik bruto, pendaptan nasional bruto, dan data pendapatan nasional (yaitu pendapatan
nasional bersih/neto pada harga faktor).
Berdasarkan kepada harga yang berlaku, PDB Indonesia pada tahun 2002 mencapai Rp
1.610 triliun. Pendapatan neto faktor-faktor produksi bernialai negatif, yaitu sebesar Rp-77,8
triliun, yang berarti Indonesia lebih banyak membayar ke luar dibandingkan dengan penerimaan

6

dari luar negri. Sebagai akibatnya nilai Produk Nasional Bruto lebih kecil dari Produk Domestik
Bruto yaitu hanya mecapai Rp 1.532,2 triliun.
Komponen pengeluaran agregat yang terbesar adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga
yaitu sebanyak Rp 1.138,3 triliun dan meliputi 70,7 persen dari pendapatan domestik bruto.
Ekspor juga relatif penting peranannya dalam perekonomian dan nilai mencapai Rp 569,9 triliun
dan meliputi 35,4 persen dari produk domestik bruto. Investasi hanya meliputi 20,2 persen dari
PNB dan pengeluaran pemerintah perannannya lebih kecil lagi, yaitu hanya meliputi 8,2 persen
dari PDB.
Contoh Penghitungan Pendapatan Nasional Indonesia, 2002 (triliun rupiah)
Jenis Pengeluaran

Menurut Harga Berlaku

Menurut Harga

Nilai

Persentasi

Tetap 1993

1.138,3

70,7

302,1

2. Pengeluaran konsumsi pemerintah

132,1

8,2

35,3

3. Pembentukan modal domestik bruto

325,3

26,2

96,1

4. Perubahan stok

-96,0

-6,0

-25,7

5. Ekspor barang dan jasa

569,9

35,4

116,9

6. Dikurangi : Barang dan Jasa

459,6

28,5

98,0

1.610,0

100

426,7

-77,8

-4,8

-22,2

1.532,2

95,2

404,5

Dikurangi : Pajak tak langsung

71,2

4,4

18,9

Dikurangi : Depresiasi

80,5

5,0

21,3

1.380,5

85,8

364,3

1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga

PDB atau GDP
7. Pendapatan neto faktor dari luar
negri
PNB atau GNP

PENDAPATAN NASIONAL

Konsep pendapatan nasional perlu dibedakan di antara pengertian neto dan bruto. PNB
(Pendapatan Nasional Bruto) perlu dikurangi oleh depresiasi untuk memperoleh pendapatan
nasional neto atau Net National Product (NNP). Selanjutnya NNP dapat dibedakan menurut
harga pasar dan menurut harga faktor. NNP menurut harga faktor adalah pendapatan negara. Di
7

berbagai negara, hubungan diantara Produk Nasional Bruto (PNB) dan Pendapatan Nasional
(PN) dapat dinyatakan dengan persamaan:
PN = PNB – Pajak tak langsung + Subsidi – Depresiasi
Akan tetapi dalam penghitungan di Indonesia Subsidi tidak dihitung. Oleh sebab itu
diantara PNB dan PN terdapat hubungan sebagai berikut :
PN = PNB – Pajak tak langsung – Depresiasi
C. PERHITUNGAN TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi
utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh
mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu
periode tertentu. Dengan kata lain, perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan bila
pendapatan riil masyarakat pada tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan riil masyarakat
pada tahun sebelumnya.
Dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan Produk
Domestik Bruto (yang berarti peningkatan Pendapatan Nasional)
Guna menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi, data ‘Pendapatan Nasional’ yang
digunakan adalah data ‘Pendapatan Nasional’ riil (atas dasar harga konstan) karena dengan
penggunaan data ‘Pendapatan Nasional’ riil, pengaruh perubahan harga terhadap nilai
‘Pendapatan Nasional’ (atas dasar harga berlaku) telah dihilangkan. Dengan demikian, maka
pertumbuhan ‘Pendapatan Nasional’ semata-mata hanya mencerminkan pertumbuhan output
yang dihasilkan perekonomian pada periode tertentu. Selain itu, apablila tujuan perhitungan
pertumbuhan ekonomi adalah untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kesejahteraan
masyarakat, maka pertumbuhan ekonomi seharusnya dihitung dengan data ‘Pendapatan
Nasional’ riil per kapita.

Perhitungan tingkat pertumbuhan ekonomi dengan formula berikut:3

3 Sadoni Sukirno, Makroekonomi (Teori Pengantar), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003: hlm 50

8

g=

PNˍriil 1−PNˍriil0
× 100
PNˍriil0

Dimana g adalah tingkat pertumbuhan ekonomi dan dinyatakan dalam persen. PN-riil1
adalah pendapatan nasional untuk tahun dimana tingkat pertumbuhan ekonominya dihitung dan
PN-riil0 adalah pendapatan nasional pada tahun sebelumnya.
Menghitung pendapatan nasional riil dengan mendeflasikan pendapatan nasional pada
harga masa ini dilakukan dengan menggunakan formula berikut :
100

PNriiln = HI × PN masa ini
n
Dimana PNriiln adalah pendapatan nasional riil tahun n, HIn adalah indeks harga atau
pendeflasi pendapatan nasional (GNP deflator) pada tahun n, dan PN masa ini adalah pendapatan
nasional pada harga masa ini, yaitu pada tahun n.
Apabila dengan menggunakan cara penghitungan diatas telah didapat data pendapatan
nasional riil untuk berbagai tahun, tingkat pertumbuhan ekonomi telah dapat dihitung, yaitu
dengan menggunakan persamaan penghitungan tingkat pertumbuhan ekonomi (g).
D. PENDAPATAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Pendekatan ekonomi konvensional menyatakan GDP atau GNP riil dapat dijadikan
sebagai suatu ukuran kesejahteraan ekonomi atau kesejahteraan pada suatu negara. Pada waktu
GNP naik, maka diasumsikan bahwa rakyat secara materi bertambah baik posisinya dan
sebaliknya, tentunya setelah dibagi dengan jumlah penduduk (GNP per kapita). Kritik terhadap
GNP sebagai ukuran kesejahteraan ekonomi muncul dan para pengkritik mengatakan bahwa
GNP per kapita merupakan ukuran kesejahteraan yang tidak sempurna. Sebagai contoh, jika nilai
output turun sebagai akibat orang-orang mengurangi jam kerja atau menambah waktu
istirahatnya tentunya hal itu bukan menggambarkan keadaan orang itu menjadi lebih buruk.
Penggunaan GDP riil per kapita sebagai ukuran kesejahteraan suatu negara masih
digunakan. Beberapa keberatan penggunaan GDP riil per kapita sebagai indikator kesejahteraan
suatu negara sebagai berikut:

9

1. Umumnya hanya produk yang masuk pasar yang dihitug dalam GNP. Produk yang
dihasilkan dan dikonsumsi sendiri, tidak tercakup dalam GNP
2. GNP juga tidak menghitung nilai waktu istirahat padahal ini sangat besar pengaruhnya
dalam kesejahteraan. Semakin kaya seseorang akan semakin menginginkan waktu
istirahat
3. Kejadiian buruk seperti bencana alam tidak dihitung dalam GNP. Padahal kejadian
tersebut jelas mengurangi kesejahteraan
4. Masalah polusi juga sering tidak dihitung dalam GNP. Banyak sekali pabrik-pabrik yang
dalam kegiatan produksinya menghasilkan polusi air maupun udara. Ini jelas akan
merusak lingkungan
Bagaimana ekonomi Islam mengkritis perhitungan GDP rill per kapita yang dijadikan
sebagai indikator bagi kesejahteraan suatu negara. Satu hal yang membedakan sistem ekonomi
Islam dan sistem ekonomi lainnya adalah penggunaan parameter falah. Falah adalah
kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana komponen rohaniah
masuk dalam pengertian falah. Al falah dalam pengertian Islam mengacu pada konsep Islam
tentang manusia itu sendiri. Namun, lebih sering kesejahteraan itu diwujudkan pada peningkatan
GNP yang tinggi, yang apabila dibagi dengan jumlah penduduk akan menghasilkan per capita
income yang tinggi. Jika hanya itu ukurannya, maka kapitalis modern akan mendapat angka
maksimal. Akan tetapi, pendapatan per kapita yang tinggi bukan satu-satunya komponen pokok
yang menyusun kesejahteraan. Ia hanya merupakan necessary condition dalam isu kesejahteraan
dan bukan sufficient condition.
Dalam Islam, esensi manusia ada pada ruhaniahnya. Karena itu, seluruh kegiatan
duniawi termasuk dalam aspek ekonomi diarahkan tidak saja untuk memenuhi tuntutan fisik
jasadiyah melainkan juga memenuhi kebutuhan ruhani di mana roh merupakan esensi manusia.4
Maka dari itu, selain harus memasukkan unsur falah dalam menganalisis kesejahteraan,
perhitungan pendapatan nasional berdasarkan Islam juga harus mampu mengenali bagaimana
interaksi instrumen-instrumen wakaf, zakat, dan sedekah dalam meningkatkan kesejahteraan
umat.

4 Nasution, dalam Nurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009: hlm 28.

10

Pada intinya, ekonomi Islam harus mampu menyediakan suatu cara untuk mengukur
kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan sosial Islam. 5
Setidaknya ada empat hal yang semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional
berdasarkan ekonomi Islam, sehingga tingkat kesejahteraan bisa dilihat secara lebih jernih dan
tidak bias. Empat hal tersebut adalah:6
1. Pendapatan nasional harus dapat mengukur peyebaran pendapatan individu rumah
tangga
Kendati GNP dikatakan dapat mengukur kinerja kegiatan ekonomi yang terjadi di pasar,
GNP tidak dapat menjelaskan komposisi dan distribusi nyata dari output perkapita. Semestinya,
prperhitungan pendapatan nasional Islami harus dapat mengenali penyebaran alamiah dari output
perkapita tersebut, karena dari sinilah nilai-nilai sosial ekonomi Islami bisa masuk. Jika
penyebaran pendapatan individu secara nasional bisa didetekti secara akurat, maka akan dengan
mudah dikenali seberapa besar rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Barangkali inilah yang menjelaskan, ketika pemerintahan SBY memberikan Bantuan
Tunai Langsung (BLT) kepada rakyat miskin, terjadi banyak ketidakpuasan, karena daftar yang
nyata dari rakyat yang dikatagorikan miskin sesungguhnya sangat tidak akurat. Penghitungan
dari BPS didasarkan pada survei yang kurang mencermikan kenyataan sesungguhnya, sementara
angka GNP memang tidak dapat digunakan untuk mendeteksi jumlah penduduk miskin.
Demikian pula GNP tidak mampu mendeteksi kegiatan produksi yang tidak
ditransaksikan di pasar. Itu artinya kegiatan produktif keluarga yang langsung dikonsumsi dan
tidak memasuki di pasar tidak tercatat di dalam GNP. Padahal kenyataan ini sangat
mempengaruhi kesejahtraan individu. Sesungguhnya angka ini bisa diperoleh melalui satu survei
nasional yang menyeluruh. Pendapatan per kapita yang diperoleh melalui survei demikian, bisa
diduga, akan menghasilkan angka yang lebih besar daripada GNP per kapita.
Persoalan lainnya adalah, di dalam penghitungan GNP konvensional, produksi barangbarang mewah memiliki bobot yang sama dengan produksi barang-barang kebutuhan pokok.
Maksudnya, produksi beras yang menghasilkan uang Rp 10 juta, sama nilainya dengan produksi
perhiasan emas yang juga menghasilkan Rp 10 juta. Maka untuk lebih mendekatkan pada ukuran
5 Mannan, dalam Ibid., hlm 29.
6 Nasution, dalam Ibid

11

kesejahteraan, ekonomi Islam menyarankan agar produksi kebutuhan pokok memiliki bobot
yang lebih berat daripada produksi barang-barang mewah.
2. Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Produksi di Sektor Pedesaaan.
Sangatlah disadari bahwa tidak mudah mengukur secara akurat produksi komoditas
subsisten, namun bagaimanapun juga perlu satu kesepakatan untuk memasukkan angka produksi
komoditas yang dikelola secara subsisten tersebut ke dalam penghitungan pendaptan nasional.
Komoditas subsisten ini, khususnya pangan, sangatlah penting di negara-negara muslim yang
baru dalam beberapa dekade ini masuk dalam percaturan perekonomian dunia.
Satu contoh betapa tidak sempurnanya perkiraan produksi komoditas subsisten ini
adalah, kita tidak pernah benar-benar dapat mengetahui berapa sesungguhnya pendapatan
masyarakat desa dari sektor subsisten ini. Oleh karena itu sangat dibutuhkan pembuat kebijakan
untuk mengambil keputusan, khususnya berkaitan dengan tingkat kesejahteraan rakyat lapisan
bawah yang secara masa memiliki jumlah terbesar.
Untuk mengetahui tingkat produksi komoditas subsisten ini, harus diketahui terlebih
dahulu tingkat harga yang digunakan. Pada umumnya ada dua jenis harga pasar, yakni harga
yang secara nyata diterima petani atau diharapkan akan diterima oleh petani, dan satu set harga
lainnya adalah nilai yang dibayar oleh konsumen di pasar eceran. Peningkatan produksi
pertanian di tingkat rakyat pedesaan, umumnya justru mencerminkan penurunan harga produkproduk pangan di tangan konsumen sub-urban, atau sekaligus mencerminkan peningkatan
pendapatan para pedagang perantara, yang posisinya berada di antara petani dan konsumen.
Ketidakmampuan mendeteksi secara akurat pendapatan dari sektor subsisten ini jelas satu
kelemahan yang harus segera diatasi, karena di sektor inilah bergantung nafkah dalam jumlah
besar, dan di sinilah inti masalah dari distribusi pendatapan.
3. Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Kesejahteraan Ekonomi Islami
Kita sudah melihat bahwa angka rata-rata pendapatan per kapita tidak menyediakan
kepada kita informasi yang cukup untuk mengukur kesejahtraan yang sesungguhnya. Sangat
penting untuk mengekspresikan kebutuhan efektif atau kebutuhan dasar akan barang dan jasa,
sebagai persentase total konsumsi. Hal itu perlu dilakukan karena kemampuan untuk
menyediakan kebutuhan dasar seperti pangan, perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, air
bersih, rekreasi dan pelayanan publik lainnya, sesungguhnya bisa menjadi ukuran bagaimana
tingkat kesejahtraan dari suatu negara atau bangsa.
12

Sungguh menarik untuk mengkaji apa yang dilakukan Nordhaus dan Tobin dengan
Measures for Economics Welfare (MEW), dalam konteks ekonomi barat. Kalau GNP mengukur
hasil, maka MEW merupakan ukuran dari konsumsi rumah tangga yang memberi kontribusi
kepada kesejahtraan manusia. Perkiraan MEW didasarkan kepada asumsi bahwa kesejahtraan
rumah tangga yang merupakan ujung akhir dari seluruh kegiatan ekonomi sesungguhnya sangat
bergantung pada tingkat konsumsinya.
Beranjak dari definisi konsumsi yang ada selama ini, kedua proffesor itu lalu membagi
jenis konsumsi ke dalam tiga katagori:
a.

Belanja untuk keperluan publik, seperti membuat jalan, jembatan, jasa polisi dll.

b.

Belanja rumah tangga, seperti membeli TV, mobil, dan barang-barang yang habis dipakai.

c.

Memperkirakan

berkurangnya

kesejahteraan

sebagai

akibat

urbanisasi,

polusi,

dan kemacetan.
Disamping tiga kategori di atas, kedua profesor itu juga mambuat tiga tambahan
pendekatan lagi, yakni:
a.

Memperkirakan nilai jasa dari barang-barang tahan lama yang dikonsumsi selama setahun.

b. Memperkirakan nilai dari perkerjaan-pekerjaan yang dilakukan sendiri, yang tidak melalui
transaksi pasar.
c.

Memperkirakan nilai dari rekreasi.
Meski MEW ini diukur dalam konteks barat, konsep ini sebenarnya menyediakan

petunjuk-petunjuk yang berharga untuk memperkirakan level kebutuhan hidup minimum secara
islami.
4. Penghitungan Pendapatan Nasional Sebagai Ukuran Dari Kesejahteraan Sosial
Islami Melalui Pendugaan Nilai Santunan Antar Saudara dan Sedekah.
Kita tahu bahwa GNP adalah ukuran moneter dan tidak memasukkan transfers payments
seperti sedekah. Namun haruslah disadari, sedekah memiliki peran yang signifikan di dalam
masyarakat islam. Dan ini bukan sekedar pemberian suka rela kepada orang lain namun
merupakan bagian dari kepatuhan dalam menjalankan kehidupan beragama. Di dalam
masyarakat Islam, terdapat satu kewajiban menyantuni kerabat yang sedang mengalami kesulitan
ekonomi. Meski tidak mudah memperoleh datanya, upaya mengukur nilai dari pergerakan
semacam ini dapat menjadi informasi yang sangat bermanfaat untuk mendalami bekerjanya
system keamanan sosial yang mengakar di masyarakat islam.
13

Di sejumlah negara muslim, jumlah dan kisaran dari kegiatan dan transaksi yang
didasarkan pada keinginan untuk melakukan amal kebajikan, memiliki peran lebih penting
dibanding negara barat. Tidak hanya karena luasnya kisaran dari kegiatan ekonomi yang diambil
alih oleh keluarga maupaun suku, tetapi juga ada begitu banyak ragam kewajiban santunan di
antara anggota keluarga. Tidak semuanya melibatkan jumlah uang yang besar, karena yang
terjadi kadang-kadang hanya merupakan hibah berupa barang atau jasa yang kecil nilainya. Ada
satu kesenjangan keterikatan antara jasa dan pembayaran, misalnya donasi untuk pemeliharaan
masjid, menggaji imam masjid, kegiatan pedesaan, dan lain-lain.
Sehingga penting untuk menentukan sifat alami dan tingkatan dari amal shadaqah antar
saudara. Melalui peningkatan pencatatan dan sektor tambahan dari aktivitas ini dapat dikaji
untuk pengambilan keputusan.
Dibanding amal sedekah yang sering dikeluarkan umat Islam kepada mereka yang
kurang beruntung, sesungguhnya lebih mudah mengestimasi zakat, satu kewajiban pembayaran
transfer yang paling penting di negara muslim. Kini sedang diupayakan mengukur pendapatan
dari zakat sebagai persentase dari GNP. Pengukuran ini akan sangat bermanfaat sebagai variabel
kebijakan di dalam pengambilan keputusan di bidang sosial dan ekonomi, sebagai bagian dari
rancangan untuk mengentaskan kemiskinan. Pendayagunaan peran zakat untuk mengatasi
masalah kemiskinan di negara-negara muslim kini tengah menjadi agenda negara-negara
tersebut.

14

PENUTUP
Kegiatan ekonomi suatu negara dimulai saat perusahaan melakukan kegiatan produksi
yang menghasilkan output berupa barang dan jasa. Jumlah seluruh barang dan jasa yang
diproduksi perusahaan di suatu negara dalam jangka waktu satu tahun disebut output nasional
atau produk nasional. Selanjutnya perusahaan akan menjual barang dan jasa kepada rumah
tangga. Untuk membeli barang dan jasa tersebut, rumah tangga harus melakukan pengeluaran.
Jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan rumah tangga suatu negara untuk membeli barang
dan jasa dalam jangka waktu satu tahun disebut pengeluaran nasional.
Dari hasil penjualan barang dan jasa perusahaan harus membayar pada rumah tangga
sebagai balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang sudah digunakan dalam proses produksi.
Dengan demikian rumah tangga akan menerima pendapatan. Jumlah seluruh pendapatan yang
diterima rumah tangga sebagai balas jasa faktor-faktor produksi dalam jangka waktu satu tahun
inilah yang disebut pendapatan nasional.
Setiap negara akan selalu menghitung pendapatan nasionalnya. Tidak ada satu negara pun
di dunia ini yang tidak memandang penting masalah pendapatan nasional ini. Data pendapatan
nasional dapat memberikan informasi yang berguna mengenai berbagai aspek dari kegiatan
ekonomi.
Dalam pendekatan ekonomi konvensional menyatakan GDP atau GNP riil dapat
dijadikan sebagai suatu ukuran kesejahteraan ekonomi atau kesejahteraan pada suatu negara.
Ekonomi Islam mengkritisi perhitungan GDP rill per kapita yang dijadikan sebagai indikator
bagi kesejahteraan suatu negara. Satu hal yang membedakan sistem ekonomi Islam dan sistem
ekonomi lainnya adalah penggunaan parameter falah. Falah adalah kesejahteraan yang hakiki,
kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana komponen rohaniah masuk dalam pengertian
falah. Al falah dalam pengertian Islam mengacu pada konsep Islam tentang manusia itu sendiri.
Selain harus memasukkan unsur falah dalam menganalisis kesejahteraan, perhitungan
pendapatan nasional berdasarkan Islam juga harus mampu mengenali bagaimana interaksi
instrumen-instrumen wakaf, zakat, dan sedekah dalam meningkatkan kesejahteraan umat.

15

DAFTAR PUSTAKA
Huda, Nurul, dkk., Ekonomi Makro Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009
Rosyidi, Suherman, Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi
Mikro&Makro, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006
Sukirno, Sadoni, Makroekonomi: Teori Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003

16