Pendidikan Kewarganegaraan PELAKSANAAN H. pdf

PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DI INDONESIA

Oleh Kelompok 3 :
Umayah Arindah

153112350750002

Tri Nadyagatari

153112350750006

M. Ferhat Danial A.

153112350750007

Esca Hutama Prayogo

153112350750008

PROGAM STUDI S1 HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS NASIONAL
T.A. 2015/2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmat dan ridho-Nya-lah, kami dapat menyelesaikan tugas ini, dengan judul
“PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA” dengan tepat waktu.
Makalah ini jauh dari kata sempurna, dan mungkin memiliki pembahsan
yang diluar konsep yang telah kami buat, maka dari itu kritik dan saran yang
membangun kami harapkan agar kami bisa lebih baik ke depannya.
Akhir kata, kami berharap agar apa yang kami paparkan dan jelaskan di
makalah ini dapat berguna dan dapat diambil manfaatnya bagi orang yang
membacanya. Terima kasih.

Jakarta, 14 Desember 2015

Kelompok 3

i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I

PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 1
D. Sumber Data ................................................................................. 1
E. Metode Penulisan ......................................................................... 2

BAB II

PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA .............................................. 3
A. Pengertian Hak Asasi Manusia .................................................... 3
B. Pelakasanaan Hak-Hak Asasi Manusia di Indonesia ................... 3
C. Aliran Pemikiran Hak Asasi di Indonesia .................................... 12
D. Bentuk-Bentuk Pelanggaran HAM di Indonesia ......................... 12

E. Penyebab Pelanggaran HAM di Indonesia .................................. 14
F. Upaya Penegakan HAM Oleh Pemerintah ................................... 14

BAB III

PENUTUP ............................................................................................. 18
A. Simpulan ...................................................................................... 18
B. Penutup......................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia telah mengenal HAM jauh sebelum Deklarasi Universal HAM
disahkan, tetapi pada kenyataannya mengenal lebih dahulu tidak membuat
Indonesia dapat menjalankan secara baik.

Indonesia masih dikenal dengan sistem pelaksanaan HAM yang buruk,
terjadi pelanggran HAM dimana-mana tetapi Pemerintah dan rakyatnya
seolah-olah menutup mata atas hal tersebut.
Oleh karena itulah, kami tertarik untuk membahas pelaksaan HAM di
Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa sebenarnya HAM itu ?
2. Bagaimana pelaksanaan HAM di Indonesia selama ini ?
3. Aliran pemikiran hak asasi apa saja yang ada di Indonesia ?
4. Apa bentuk-bentuk pelanggaran HAM ?
5. Apa penyebab pelanggaran HAM ?
6. Apa upaya dari pemerintah demi menegakkan HAM di Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok dengan tema “Pelaksanaan HAM di Indonesia”, di mana tugas
yang diberikan adalah untuk membuat satu makalah dan presentasi dari
makalah tersebut dari tema yang sudah diberikan.


D. Sumber Data

1

Penulisan makalah ini bersumber melalui buku dan situs mengenai artikel
HAM di internet yang merupakan situs yang valid.

E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah
berdasarkan metode sumber pustaka dari berbagai sumber yang dikutip
inti-inti masalahnya, baik itu yang bersumber dari buku, fakta di lapangan
maupun dari berita-berita di internet.

2

BAB II
PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA

A. Pengertian Hak Asasi Manusia
HAM merupakan hak dasar yang melekat pada diri manusia, bersifat

universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh
siapapun.
Menurut UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati. Dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.1
Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila
tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya HAM.

B. Pelaksanaan Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
1. Pelaksanaan Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) Berdasarkan
Masa Pemerintahan
HAM di Indonesia telah mengalami pasang surut. Sesudah dua
periode represi (rezim Soekarno dan rezim Soeharto), reformasi
berusaha lebih memajukan hak asasi. Akan tetapi dalam
kenyataannya harus menghadapi tidak hanya pelanggaran secara
vertikal, tetapi juga horizontal. Pelaksanaan hak politik mengalami

1

PDF Komnas HAM UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, diakses pada tanggal 15 Desember 2015.

3

kemajuan, tetapi

pelaksanaan hak

dilaksanakan secara memuaskan

ekonomi

masih

belum

2


a. Masa Demokrasi Parlementer
Seperti juga negara-negara berkembang lain, hak asasi
menjadi topik pembicaraan di Indonesia. Diskusi dilakukan
menjelang dirumuskannya Undang-Undang Dasar 1945,
1949, 1950, pada sidang Konstituante (1956-1959), pada
masa awal penegakan Orde Baru menjelang sidang MPRS
1968, dan pada masa Reformasi (sejak 1988).
Hak asasi yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar
1945 tidak termuat dalam suatu piagam terpisah, tetapi
tersebar dalam beberapa pasal, terutama Pasal 27-31, dan
mencangkup baik bidang politik maupun ekonomi, sosail
dan budaya, dalam jumlah terbatas dan dirumuskan secara
singkat. Hal ini tidak mengherankan mengingat bahan
naskah ini disusun pada akhir masa pendudukan Jepang
dalam suasana mendesak. Tidak cukup waktunya untuk
membicarakan hak asasi secara mendalam, sedangkan
kehadiran tentara Jepang di bumi Indonesia tidak kondusif
untuk merumuskan hak asasi secara lengkap. Perlu juga
dicatat bahwa pada saat Undang-Undang Dasar 1945
dirumuskan, Deklarasi Universal HAM belum ada, dan

dengan demikian tidak dapat dijadikan rujukan.
Ternyata bahwa pada waktu rancangan naskah UUD
dibicarakan, ada perbedaan pendapat mengenai peran hak
asasi

dalam

negara

demokrasi.

Banyak

kalangan

berpendapat bahwa Declaration des Droits de I’Homme et
du

Citoyen


(1979)

berdasarkan

individualisme

dan

realisme, dan karena itu bertentangan dengan asas
2

Prof. Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama), hlm. 247-263.

4

kekeluargaan dan gotong royong. Karena terdesak waktu,
tercapai kompromi bahwa hak asasi dimasukkan kedalam
UUD 1945, tetapi dalam jumlah terbatas.
Sementara itu dalam masyarakat cukup banyak kalangan
yang berpendapat bahwa hak asasi tidak merupakan

gagasan liberal belaka, sebab dalam menyusun UUD
berikutnya, yaitu 1949 dan 1950, tenyata hak asasi
ditambah dan diperlengkap. Selain jumlahnya terbatas dan
perumusannya pendek, kita boleh bangga bahwa diantara
hak yang disebut UUD 1945 terdapat hak yang bahkan
belum disebut dalam Deklarasi Universal HAM (1948)
yaitu hak kolektif, seperti hak bangsa untuk menentukan
nasib sendiri. Jadi hak asasi itu dibatasi oleh undangundang.
Masalah hak asasi di masa Perjuangan Kemerdekaan dan
dalam Demokrasi Parlementer tidak banyak di diskusikan,
memang ada bebeapa konflik bersenjata, yang terkadang
penyelesaiannya tentu saja membawa korban pelanggaran
hak asasi, tetapi kehidupan masyarakat sipil pada umumnya
dianggap cukup demokratis, malah sering dianggap terlalu
demokratis.
Keadaan ini berakhir dengan dikeluarkannya Dekrit
Presiden Soekarto (1959) untuk kembali ke UUD 1945.
Maka mulailah masa Demokrasi Terpimpin.

b. Masa Demokrasi Terpimpin
Dengan kembalinya Indonesia ke UUD 1945 dengan
sendirinya hak asasi kembali terbatas jumlahnya. Dibawah
Presiden Soekarno beberapa hak asasi seperti hak
mengeluarkan pendapat, secara berangsur-angsur mulai
dibatasi. Sementara itu, pemenuhan hak asasi ekonomi

5

sama sekali diabaikan, tidak ada garis jelas mengenai
kebijakan ekonomi. Akhirnya pada tahun 1966 Demokrasi
Terpimpin diganti dengan Demkrasi Pancasila atau Orde
Baru.3

c. Masa Demokrasi Pancasila
Pada awal Orde Baru diupayakan untuk menambah jumlah
hak asasi yang termuat dalam UUD melalui suatu panitia
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang
kemudian menyusun “Rancangan Piagam Hak-Hak Asasi
Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara”
untuk diperbincangkan dalam sidang MPRS V tahun 1968.
Panitia diketuai oleh Jendral Nasution dan sebagai bahan
acuan ditentukan antara lain hasil Konstituante yang telah
selesai merumuskan hak asasi secara terperinci, tetap
dibubarkan pada tahun 1959.
Akan tetapi, karena masa sidang yang telah ditetapkan
sebelumnya sudah berakhir, maka Rancangan Piagam tidak
jadi dibicarkan dalam sidang pleno. Dengan demikian,
perumusan dan pengaturan hak asasi seperti yang
ditentukan pada 1945 tidak mengalami perubahan.
Pada masa Orde Baru, pemikiran-pemikiran yang pernah
timbul dimasa penyusunan UUD 1945 dan dimuat dalam
tulisan-tulisan Prof. Supomo yang tercantum dalam buku
Moh, Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 berkembang
kembali, dan konsep-konsep seperti negara integralis,
negara kekeluargaan, gotong royong, musyawarah mufakat,
anti-individualisme, kewajiban yang tidak terlepas dari hak,
kepentingan masyarakat lebih penting dari kepentingan
individu, mulai masuk agenda politik. Akan tetapi, dalam
3

Ibid.

6

usaha mewujudkan stabilitas politik untuk menunjang
ekonomi, pemenuhan berbagai hak politik, antara lain
kebebasan mengutarakan pendapat, banyak diabaikan dan
dilanggar.
Menjelang akhir masa Presiden Soeharto ada seruan kuat
dari kalangan masyarakat, terutama civil society, untuk
lebih meningkatkan pelaksanaan hak politik, agar stabilitas,
yang memang diperlukan untuk pembangunan yang
berkesinambungan,

tidak

menghambat

proses

demokratisasi.
Salah satu masalah ialah tidak adanya persamaan persepsi
antara

penguasa

dan

masyarakat

mngenai

konsep

“kepentingan umumn” dan “keamanan nasional”. Tidak
jelas kapan kepentingan individu berakhir dan kepentingan
umum dimulai. Begitu pula kapan keamanan (law and
order ) terancam dan kapan keresahan yang ada masih dapat

ditoleransi sebagi ungkapan hak mengeluarkan pendapat.
Penafsiran

mengenai

konsep

“kepentingan

umum”,

“keamanan umum”, dan “stabilitas nasional” seolah-olah
merupakan monopoli dari pihak yang memiliki kekuasaan
politik dan keuasaan ekonomi.
Bagaimanapun juga, tidak dapat disangkal bahwa citra
Indonesia di luar negeri sangat rendah, baik mengenai
pelanggran hak asasi, maupun mengenai korupsi yang
merajalela, seklaipun penguasa selalu menolak pandangan
bahwa hak asasi di Indonesia menjadi maslaah besar.
Akumulasi

tindakan

represif

akhirnya

menjatuhkan

Presiden Soeharto.
Dengan demikian tuntutan untuk melaksanakan hak asasi
politik secara serius, meningkatkan usaha pemberantasan
kemiskinan, dan mengatasi kesenjangan soaisal, mengeras.

7

Juga tuntutan akan berkurangnya dominasi eksekutif,
peningkatan transparasi, akuntabilitas, dan demokratisasi
sukar dibendung.
Berkat tuntutan-tuntutanh itu pada akhir tahun 1993
dibentuk Komini Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) dengan dua puluh lima anggota tokoh masyrakat
yang dianggap tinggi kredibilitasnya, yang diharapkan
dapat meningkatkan penanganan pelanggaran hak asasi.
Akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1988 Presiden Soeharto
meletakkan jabatan dan menyerahkannya kepada Wakil
Presiden Prof. Dr. Habibie.

d. Masa Reformasi
Pemerintah Habibie (mei 1988- Oktober 1999) pada awal
masa Reformasi mencanangkan Rencana Aksi Nasional
Hak Asasi Manusia (RAN-HAM) 1998 – 2003, yang
sayangnya sampai sekarang belum banyak dilaksanakan.
Dalam masa Reformasi pula Indonesia meratifikasi dua
Konvensi HAM yang penting yaitu Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam,
Tidak Manusiawi, atau Merendahkan, dan Konvensi
Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Rasial.4
Tahun-tahun pertama Reformasi ditandai oleh konflik
horisontal, di mana pelanggaran hak asasi dilakukan oleh
kelomnpok-kelompok
Reformasi,

terutama

masyarakat
dalam

sendiri.

Di

masa

melaksanakan

hak

mengutarakan pendapat, Reformasi sangat berhasil. Akam
tetapi dalam masa Reformasi pemenuhan hak asasi
ekonomi telah mengalami kemunduran tajam. Sekalipun
4

Ibid.

8

banyak

faktor

internasional

mempengaruhi

ekonomi

Indonesia, akan tetapi tidak sedikit faktor internal yang
menyebabkannya. Selain itu, beberapa kemajuan yang telah
dicapai di bidang pertumbuhan ekonomi, pemberantasan
pengangguran, dan pendapatan perkapita

mengalami

kemunduran.

2. Hak Asasi Perempuan (HAP)
Konsep HAP sedikitnya memiliki dua makna yang terkandung
didalamnya. Yang pertama, HAP hanya dimaknai sekadar
berdasarkan akal sehat. Logika yang dipakai adalah pengakuan
bahwa perempuan adalah manusia, dan karenanya sudah
sewajarnya mereka juga memiliki hak asasi. Masalahnya dalam
realitasnya memperlihatkan tidak serta merta pengakuan bahwa
perempuan adalah manusia juga berdampak terhadap perlindungan
hak-hak dasar mereka sebagai manusia.5
Makna yang kedua, dibalik istilah HAP terkandung visi dan
maksud transformasi relasi sosial melalui perubahan relasi
kekuasaan yang berbasis gender. Makna HAP yang kedua ini
memang lebih revolusioner karena adanya pengintegrasian HAP ke
dalam standar HAM.
HAP di indonesia cukup menonjol. Menurut UUD 1945 secara
formal tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pasal
27 UUD 1945 misalnya, dengan tegas mengatakan bahwa semua
orang sama kedudukannya di hadapan hukum. Akan teteapi, dalam
praktiknya perempuan masih banyak mengalami deskriminasi.
Dengan kata lain, kedudukan secara de jure jauh berbeda dengan
kedudukan secara de facto.
Sebenarnya, kedudukan perempuan di Indonesia secara formal
cukup kuat sebab banyak ketentuan berbagai undang-undang serta
5

Ibid.

9

peraturan-peraturan lain yang memberi perlindungan yuridisi
padanya. Selain itu, HAP sendiri banyak terdapat dalam naskah
baik itu di Indonesia sendiri maupun naskah yang bersifat
internasional. Berikut tabel Hak Perempuan dalam naskah yang ada
selama ini.

No.Tahun
1. 1945

2. 1958

Naskah

Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27
Undang-Undang No. 68 Tahun 1958, Konvensi Hak
Politik Perempuan
Undang-Undang

3. 1984

No.

7

Tahun

1984,

Konvensi

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Wanita
(CEDAW)
Kovenan Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Hak

4. 1966/1967 Ekonomi, Sosial dan Budaya, Pasal 3 (Belum
diratifikasi Indonesia)
5. 1993

6. 1998

7. 2002
8. 2003

Deklarasi Wina, Pasal I/18

.K. Presiden No. 181, Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)

rotocol dari CEDAW ditandatangani
Undang-Undang No. 12, pemilihan Umum, Pasal 65

Ada tiga isu utama yang berkaitan dengan hak perempuan di
Indonesia yakni, kekerasan terhadap perempuan, khususnya

10

kekerasan
perdagangan

dalam

rumah

(trafiking)

tangga,

perempuan

kewarganegaraan,
dan

anak.

dan

Meskipun

membutuhkan waktu yang panjang, pada akhirnya Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan pemerintah (Presiden
Republik Indonesia) mengesahkan Undang-Undang No. 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga
(PKDRT); Undang-Undang No. 12 Tahun 2006, tentang
Kewarganegaraan RI; dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(PTPPO).
Melalui tiga undang-undang ini, minimal secara legal sudah lebih
ada kepastian terhadap hak-hak perempuan di Indonesia.

3. Amandemen II UUD 1945
Di bawah peemrintahan Megawati Soekarnoputeri telah terdapat
peningkatan yang signifikan dalam pemajuan hak asasi secara
formal. Pada tahun 1988 melalui TAP No. XVII MPR dirumuskan
suatu Piagam Hak Asasi Manusia. Jumlah hak asasi ditambah dan
dijabarkan dalam 44 pasal. Dalam Piagam tersebut terdapat hal
baru yang sedikit banyak terpengaruh oleh beberapa perkembangan
hak asasi di luar negeri, antara lain masuknya konsep yang tidak
boleh dikurang dalam keadaan apa pun (non-derogable rights).6

Sesudah mengalami beberapa periode di mana konsepsi mengenai hak
asasi terus-menerus berubah, Indonesia cenderung menganut suatu konsep
mengenai hak asasi yang agak berbeda dengan Kovenan Internasional.
Dengan tetap memegang teguh asas universalitas, definisi ini juga
memasukkan unsur agama (hak asasi adalah anugerah Tuhan yang Maha
Kuasa) dalam definisinya mengingat pentingnya agama bagi bangsa
Indonesia. Tambahan ini tidak menyalahi Konferensi Wina (1988) yang
6

Ibid.

11

mencanangkan bahwa ciri khas (particularities) perlu diperhatikan, asal
tidak menyalahi hak asasi itu sendiri.

C. Aliran Pemikiran Hak Asasi di Indonesia
Di Indonesia ada dua aliran pemikiran mengenai hak-hak asasi. Aliran
pertama, yang lebih bersifat inward looking, berpendapat bahwa dalam
membahas hak asasi kita hanya memakai Indonesia sebagai referensi,
karena kita sudah kenal hak asasi mulai dari zaman dahulu kala. Lagi pula
kesejahteraan rakyat sangat perlu ditangani secara serius. Pendapat ini
sangat implisit berarti bahwa Indonesia tidak perlu menghiraukan
pendapat dari luar serta naskah-naskah hak asasinya.
Aliran lain adalah kelompok aktivis HAM yang sekalipun tidak
diungkapkan secara eksplisit, cenderung mengacu pada perumusan
persepsi dunia Barat dengan lebih menonjolkan hak-hak politik seperti
kebebasan mengutarakan pendapat. Kelompok ini, yang dapat disebut
outward looking, menerima apa saja apa yang telah dikonsekuensikan

dalam berbagai forum internasional dan memakai perumusan itu sebagai
patokan untuk usaha penegakan hak asasi dalam negeri.
Lagipula, dikhawatirkan bahwa beberapa nilai tradisional seperti negara
integralistik memberi justifikasi untuk mempertahankan kecenderungan ke
arah strong goverment yang dapat dengan mudah dapat berkembang
menjadi otoriterisme. Akan tetapi, sesudah diterimanya Deklarasi Wina
(1993) kedua pandangan ini telah mengalami semacam konvergensi.7

D. Bentuk-Bentuk Pelanggaran HAM
1. Bentuk-bentuk pelanggaran HAM Pelanggaran yang sering
dijumpai dalam masyarakat antara lain.

7

Ibid.

12

a. Deskriminasi
Deskriminasi adalah pembatasan, pelecehan, dan
pengucilan

yang dilakukan

langsung atau

tidak

lengsung yang didasarkan perbedaan manusia atas suku,
ras, etnis, dan agama.8

b. Penyiksaan
Penyiksaan adalah perbuatan yang menimbulkan rasa
sakit atau penderitaan baik jasmani maupun rohani.

2. Pelanggaran HAM Menurut Sifatnya

a. Pelanggaran HAM Berat
Pelanggaran HAM berat merupakan pelanggaran HAM
yang mengancam nyawa manusia.

b. Pelanggaran HAM Ringan
Pelanggaran HAM ringan merupakan pelanggaran
HAM yang tidak menancam jiwa manusia. Pelanggaran
HAM berat dibagi atas dua kategori sesuai dengan UU
RI No. 26 tahun 2000 menyatakan bahwa :

1) Kejahatan Genosida merupakan tindakan yang
bertujuan menghancurkan sebagian atau seluruh
anggota kelompok suku, ras, etnis dan agama.

2) Kejahatan

kemanusiaan

adalah

tindakan

serangan yang meluas dan sistematis dan
ditujukan kepada masyarakat sipil.

8

Diakses pada tanggal 15 Desember 2015 dari situs smansax1-edu.com/2014/10/pengertian-hak-asasi-manusia.html?m=1.

13

E. Penyebab Pelanggaran HAM
Penyebab pelanggaran HAM terbagi atas dua kategori yakni :

1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia.
Contohnya :
a. Sikap egois
b. Kurang kesadaran HAM
c. Sikap tidak toleran

2. Faktor Eksternal
Faktor ekternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia.
Contohnya :
a. Penyalahgunaan kekuasaan
b. Kurang tegasnya aparat negara
c. Penyalahgunaan teknologi
d. Kesenjangan sosial dan ekonomi

F. Upaya Penegakan HAM oleh Pemerintah
Upaya penegakan HAM oleh pemerintah meliputi sebagai berikut.

1. Pembentukan Komnas HAM

a. Pengertian Komnas HAM
Komnas HAM adalah sebuah lembaga mandiri di Indonesia
yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara
lainnay dengan fungsi melaksanakan kajian, perlindungan,
penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan
mediasi terhadap persoalan-persoalan HAM.

14

Komisi ini berdiri sejak tahun 1993 berdasarkan Keputusan
Presdien No. 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia.

b. Tujuan Komnas HAM
1) Mengembangkan

kondisi

yang kondusif

bagi

pelaksanan HAM sesuai dengan Pancasila, UUD
1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal
HAM
2) Meningkatkan perlindungan dan penegakkan HAM
guna berkembangnya pribadi mausia Indonesia
seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam
berbagai bidang kehidupan.

c. Pelayanan yang Diberikan Oleh Komnas HAM
Kita dapat mengajukan laporan pelanggaran hak asasi
manusia kepada Komnas HAM dengan dasar Pasal 90 UU
RI No. 39 Tahun 1999 yang menyatakan, “Setiap orang dan
atau sekelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa
hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan
pengaduan lisan atau tertulis kepada Komnas HAM.”
Semua pengaduan dapat dilayani apabila disertai dengan
identitas pengadu yang benar dan keterangan awal yang
jelas tentang materi atau persoalan yang diadukan atau
dilaporkan.
Berikut pelayanan yang diberikan Komnas HAM.
1) Pelayanan, konsultasi, pendampingan, dan advokasi
bagi masyarakat yang menghadapi kasus HAM
2) Penerimaan pengaduan dari korban pelanggaran
HAM

15

3) Investigasi, yaitu pencarian data, informasi, dan
fakta yang berkaitan dengan peristiwa dalam
masyarakat

yang

patut

diduga

merupakan

pelanggaran HAM
4) Penyelesaian

perkara

melalui

perdamaian,

negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli.
5) Penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat
melalui proses peradilan di pengadilan HAM

2. Pembentukan instrumen HAM

a. Pengertian Instrumen HAM
Ketentuan hukum HAM atau disebut juga instrumen HAM
merupoakan alat yang berupa peraturan perundangundangan yang digunakan dalam menjamin perlindungan
dan penegakan HAM. Instrumen HAM terdiri atas
instrumen nasional HAM dan instrumen internasional
HAM.9

1) Instrumen Nasional HAM
Instrumen nasional HAM merupakan instrumen
yang terbatas pada suatu negara. Berikut
instrumen nasional HAM.
a) Undang-Undang Dasar 1945;
b) Tap MPR No. XVII/MPR/1998;
c) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia;
d) UU

No.

26

Tahun

200

Tentang

Pengadilan HAM;

9

Diakses pada tanggal 13 Desember 2015 dari situs www.edukasippkn.com/2015/05/instrumen-ham-hak-asasimanusia.html?m=1.

16

e) UU No. 40 Tahun 2008 Tentang
Penghapusan

Diskriminasi

Ras

dan

Etnis;
f) Keppres No. 50 Tahun 1993 Tentang
Komnas HAM;
g) Keppres No. 181 Tahun 1998 Tentang
Komnas

Anti

kekerasan

terhadap

Perempuan;
h) Peraturan perundang-undangan nasional
lain yang terkait.

2) Instrumen Internasional HAM
Intrumen

internasional

HAM

merupakan

instrumen yang menjadi acuan ngera-negara di
dunia dan mengikat secara hukum bagi negar
yang

telah

mengesahkannya

(meratifikasi).

Berikut instrumen internasional HAM.
a) Piagam PBB, 1945;
b) Deklarasi Universal HAM 1948;
c) Instrumen internasional lain menegenai
HAM yang telah disahkan dan diterima
oleh Indonesia.

3. Pembentukan Pengadilan HAM

a. Pengertian Pengadilan HAM
Pengadilan HAM adalah Pengadilan Khusus terhadap
pelanggaran

HAM

yang

berat.

Pengadilan

HAM

17

merupakan salah satu Pengadilan Khusus yang berada di
lingkungan Pengadilan Umum.10

b. Tempat Kedudukan
Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau
daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum
Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

c. Lingkup Kewenangan
Berdasarkan

Undang-Undang

No.

26

Tahun

2000,

pelanggaran HAM meliputi kejahatan genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan.

10

Diakses

tanggal

13

Desember

2015

dari

situs

http://id.m.wikipedia.com/wiki/Pengadilan_hak_asasi_manusia_di_indonesia.

18

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
HAM di Indonesia masih banyak memiliki masalah-masalh ang
harus dibenahi,

baik itu dari segi pemerintah maupun dari segi

masyarakat. Indonesia memang sudah cukup bagus dalam hal dasar-dasar
acuan dalam melaksanakaan HAM begitu pun dengan peraturan yang ada,
tetapi Indonesia masih belum bisa menjalankan semua dasar-dasar HAM
yang telah dimiliki secara baik.

B. Saran
Lakukan pembenahan baik dari segi pemerintah maupun
masyarakat dengan memberikan hukuman bagi pelanggarn HAM tanpa
pandang bulu. Jika hal tersebut dilakukan dengan baik maka kedepannya
masalah-masalah HAM yang selama ini dimiliki Indonesia akan perlahanlahan berkurang.

19

DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Edukasi PPKn. 2015. Instrumen HAM (Hak Asasi Manusia), Ketentuan, dan
Dasar Hukumnya . Diakses pada tanggal 13 Desember 2015 dari situs

www.edukasippkn.com/2015/05/instrumen-ham-hak-asasimanusia.html?m=1.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Diakses tanggal 13
Desember 2015 dari situs www.komnas.go.id.
Prabugomong. 2010. HAM. Diakses pada tanggal 13 Desember 2015 dari situs
http://prabugomong.com/2010/10/02/ham/.
Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. 2011. UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UndnagUndang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Jakarta.

Wikipedia. 2015. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia . Diakses tanggal 13
Desember

2015

dari

situs

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Komisi_Nasional_Hak_Asasi_Manusia.

20

Wikipedia. 2015. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia . Diakses tanggal
13

Desember

2015

dari

situs

http://id.m.wikipedia.com/wiki/Pengadilan_hak_asasi_manusia_di_indone
sia.
X.1 SMANSA – Edukasi Tak Boleh Dibatasi. 2014. Pengertian dan Definisi
HAM. Diakses pada tanggal 14 Desember 2015 dari situs www.samnsa-

edu.com/2014/10/pengertian-hak-asasi-manusia.html?m=1.

21